Anda di halaman 1dari 44

PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DAN INTERAKSI SOSIAL


DENGAN RASA KESEPIAN LANSIA DI PANTI SOSIAL
TRESNA WERDAH KOTA BENGKULU

DI SUSUN OLEH

YEKTA ANGGRAINI
NPM.1826010011

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan

rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal dengan

judul “Hubungan Dukungan keluarga dan Interaksi Sosial dengan Rasa Kesepian

Lansia di Panti Sosial tresna Werdah Kota Bengkulu”.

Penyusunan Proposal ini merupakan salah satu syarat yang harus

ditempuh oleh mahasiswa untuk memperoleh gelar sarjana keperawatan (S.Kep)

di STIKES Tri MandiriSakti.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Drs. H. S Effendi, MS selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Tri MandiriSakti Bengkulu dan selaku Pemimbing I dalam melaksanakan

penyusunan skripsi ini yang telah banyak memberikan bimbingan dan

petunjuk dalam pembuatan Proposal ini, sehingga Proposal ini dapat penulis

selesaikan tepat pada waktunya.

2. Ibu Ns. Pawiliyah, S.Kep, MAN selaku Ketua Jurusan Ilmu Keperawatan

yang telah memberi dukungan dan bimbingan selama mengikuti perkuliahan

di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Tri Mandiri Sakti Bengkulu.

3. Ibu Ns. Hanifah, S.Kep, M.Kep selaku Pemimbing 2 dalam melaksanakan

penyusunan skripsi ini yang telah banyak memberikan bimbingan dan

petunjuk dalam pembuatan Proposal ini, sehingga Proposal ini dapat penulis

selesaikan tepat pada waktunya.

2
4. Kepada kedua orang tua dan saudaraku yang kucinta yang telah memberikan

iringan do’a untuk memotivasi kesabaran, pengertian dan pengorbanan selama

pendidikan.

5. Staf dan dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Tri Mandiri Sakti Bengkulu

yang telah memberikan bimbingan, serta pengarahan dengan penuh perhatian

dan kesabaran dengan proses perkuliahannya.

Dalam penyusunan Proposal ini penulis menyadari masih jauh dari

kesempurnaan dan banyak kekurangannya baik dari segi tekhnik penulisan

maupun isimaterinya, oleh karena itu dengan penuh kerendahan hati penulis

mengharapkan saran serta kritik dan saran yang bersifat membangun demi

perbaikan Proposal ini.

Akhir kata, dengan segala keterbatasan yang ada, mudah-mudahan

proposal ini dapat bermamfaat bagi kita semua amin.

3
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
i
KATA PENGANTAR
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
ii
DAFTAR ISI
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
v
DAFTAR BAGAN
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
..............................................................................................................
..............................................................................................................
1
B. Rumusan Masalah
..............................................................................................................
..............................................................................................................
4
C. Tujuan Penelitian
..............................................................................................................
..............................................................................................................
4

4
D. Manfaat Penelitian
..............................................................................................................
..............................................................................................................
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori....................................................................................... 6
B. Kerangka Konseptual ........................................................................... 28
C. Definisi Operasional............................................................................. 28
D. Hipotesis............................................................................................... 29
BAB III METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................ 30
B. Desain Penelitian ................................................................................ 30
C. Populasi dan Sampel ............................................................................ 31
D. Teknik Pengumpulan Data................................................................... 31
E. Pengolahan Data................................................................................... 32
F. Analisis Data......................................................................................... 33

DAFTAR PUSTAKA

5
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Definisi Operasional ..................................................................... 28

6
DAFTAR BAGAN

Bagan 1 Kerangka Konseptual......................................................................... 28

7
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner
Lampiran 2 Berita Acara Bimbingan Proposal Skripsi

8
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses menua adalah suatu proses alami pada semua makhluk hidup.

Pada pasal 1 ayat2 UU No. 13 tahun 1998 dinyatakan bahwa yang dimaksud

dengan lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas Mubarak,

(2009). Menurut data ( bengkulu.bps.go.id ) lansia di Provinsi Bengkulu pada

tahun 2021 mencapai sekitar 9,62 persen dari seluruh penduduk. Angka ini

mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 8,06

persen lansia di Provinsi bengkulu. Kenaikan ini diperkirakan akan terus

terjadi untuk beberapa tahun ke depan, walaupun jumlah serta komposisi

penduduk sebenarnya sangat dinamis dan tergantung pada tiga proses

demografi yang tidak dapat diprediksi secara pasti yaitu kelahiran, kematian,

dan migrasi.

Berdasarkan pendapat Stanley & Beare, (2006) proses menua dapat

menimbulkan berbagai masalah baik secara fisik, biologis, sosial ekonomi

maupun mental. Masalah mental dan emosional sama halnya dengan masalah

fisik yang dapat mengubah perilaku lansia. Masalah mental yang sering

dijumpai pada lansia adalah stres, depresi, dan kecemasan.Depresi pada lansia

sering ditemui hampir pada semua lansia. Lansia yang kurang memiliki

dukungan keluarga akan merasa depresi dikarnakan merasa tidak ada anggota

keluarga yang memperdulikan dirinya.

1
2

Seiring dengan pertambahan usia, lansia akan mengalami proses

degenerative baik dari segi fisik maupun segi mental. Menurunnya derajat

kesehatan dan kemampuan fisik akan mengakibatkan orang lanjut usia secara

perlahan menarik diri dari hubungan dengan masyarakat sekitar. Menurut

Supraba dalam Oktavianti (2020) mengatakan bahwa interaksi sosial berperan

penting untuk mentoleransi kondisi kesepian yang ada dalam kehidupan sosial

lansia. Lansia yang yang dapat berinteraksi dengan baik seperti berinteraksi

dengan tetangga dan masyarakat di sekitarnya serta bisa mengikuti kegiatan

yang ada di daerah nya berada, maka akan mendapatkan dukungan sosial yang

baik pula dari lingkungannya dan apabila penyesuaian diri lansia tersebut

tidak baik karena kurangnya interaksi dengan linkungan di sekitar lansia maka

dukungan sosial yang di dapatkan lanjut usia juga pasti tidak baik.

Menurut Gunarsa dalam (Munandar, 2017), tidak semua orang lanjut

usia bisa menikmati masa senjanya dalam kehangatan keluarga dan terdapat

masalah pokok psikologis yang dialami oleh para lansia. Pertama adalah

masalah yang disebabkan oleh perubahan hidup dan kemunduran fisik yang

dialami oleh lansia. Kedua, lansia yang sering mengalami kesepian yang

disebabkan oleh putusnya hubungan dengan orang-orang yang paling dekat

dan disayangi. Ketiga, post power syndrome, hal ini banyak dialami lansia

yang baru saja mengalami pensiun, kehilangan kekuatan, penghasilan dan

kebahagiaan. Berdasarkan masalah psikologis yang dialami lansia, lansia

memerlukan dukungan keluarga yang diharapkan dapat mensejahterakan

kehidupan lansia.
3

Dukungan keluarga adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari

orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi kita.

Dukungan sosial berasal dari lingkungan diperoleh dari keluarga, maupun

masyarakat yang mana mereka bersedia dan peduli dengan masalah-masalah

yang dihadapi lansia . Menurut Darmojo dan Martono (2000), pada umumnya

lansia menikmati hari tuanya di lingkungan keluarga namun dalam keadaan

tertentu dan sebab tertentu mereka tidak tinggal bersama keluarganya.

Berdasarkan hasil penelitian Sanjaya (2012) disimpulkan bahwa

mayoritas lansia merasa tidak kesepian. Hasil uji korelasi pearson pada

penelitian ini dapat menunjukkan bahwa interaksi sosial dan kesepian pada

lansia memiliki hubungan yang signifikan. Hal ini bermakna bahwa semakin

besar interaksi sosial maka semakin besar perasaan tidak kesepian. Maka perlu

dilakukan penelitian serupa yang berlokasi di suatu komunitas masyarakat.

Hal ini dikarenakan karakteristik lingkungan yang berbeda antara di

lingkungan panti dan lingkungan

Berdasarkan survei awal sebelum penelitian peneliti melakukan

wawancara. Diketahui lansia mengatakan bahwasanya ia tinggal di panti

dikarenakan sudah tidak memiliki keluarga lagi untuk merawatnya. Mereka

juga mengatakan selama tinggal di panti mereka bisa mendapatakan pelayanan

medis tinggat lanjut, dan menjalani aktivitas harian yang teratur.Meskipun

terkadang merasa kesepihan karena tidak bisa bertemu keluarga kapanpun

mereka mau.Sedangkan lansia yang tinggal bersama keluarga mengatakan

senang masih bisa merasakan berinteraksi lebih banyak dengan keluarga dan
4

memiliki dukungan lebih banyak dari keluarga dibanding dengan lansia yang

tinggal di panti social.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk

melakukan suatu penelitian dengan judul “Hubungan Dukungan keluarga dan

Interaksi Sosial dengan rasa Kesepian Lansia di Panti Sosial tresna Werdah

Kota Bengkulu”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah yang akan diteliti

diidentifikasikan sebagai berikut: Apakah terdapat Hubungan Dukungan

keluarga dan Interaksi Sosial dengan rasa Kesepian Lansia di Panti Sosial

tresna Werdah Kota Bengkulu

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Dukungan

keluarga dan Interaksi Sosial dengan rasa Kesepian Lansia di Panti Sosial

tresna Werdah Kota Bengkulu

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini yaitu:

a. Mengetahui gambaran distribusi frekuensi dukungan keluarga pada

lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Kota Bengkulu

b. Mengetahui gambaran distribusi frekuensi interaksi sosial pada lansia di

Panti Sosial Tresna Werdha Kota Bengkulu.


5

c. Mengetahui Gambaran Distribusi Frekuensi Rasa Kesepian Pada

Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha kota Bengkulu

d. Mengetahui Hubungan Dukungan keluarga dan Interaksi Sosial dengan

Rasa Kesepian Lansia di Panti Sosial tresna Werdah Kota Bengkulu

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

tentang Hubungan Dukungan keluarga dan Interaksi Sosial dengan rasa

Kesepian Lansia sehingga dapat meningkatkan pengetahuan ilmiah

sebagai sumber referensi untuk mahasiswa STIKES Tri Mandiri Sakti

Bengkulu.

2. Bagi Instansi Kesehatan

Manfaat yang bisa diperoleh bagi Panti Sosial Tresna Werdha

adalah sebagai tambahan referensi dalam melakukan intervensi pada

keperawatan gerontik terkait masalah pada tingkat kesepian lansia. Data

yang diperoleh di panti jompo dan juga masyarakat dapat menjadi

masukan pada instansi kesehatan setempat bahwa tingkat kesepian penting

untuk kelangsungan hidup lansia.

3. Bagi Peneliti

Manfaat bagi peneliti adalah menambah pengetahuan, pengalaman,

dan wawasan mengenai tingkat kesepian lansia di panti jompo


BAB II

TUJUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Konsep lansia

1. Konsep lansia

Menurut Undang-Undanng kesejahteraan lanjut usia No.13 tahun

1998, lansia adalah seseorang yang sudah mencapai usia 60 tahun keatas baik

pria maupun wanita, masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan

yang dapat menghasilkan barang atau jasa atau tidak berdaya mencari nafkah

sehingga hidup akan mempengaruhi terhadap peningkatan penambahan usia

seorang. Penambahan usia seorang yang akan berakhir menjadi proses

penuaan. (Ekasari, 2018)

Lanjut usia merupakan kelompok orang yang sedang mengalami suatu

proses perubahan secara bertahap dalam jangka waktu tertentu. Lanjut usia

juga merupakan bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara

tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan

akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah

laku yang dapat diramalkan dan terjadi pada semua orang pada saat mereka

mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Lansia merupakan

suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang

akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup

6
7

manusia yang terakhir. Pada masa ini seseorang mengalami kemunduran

fisik, mental, sosial secara bertahap (Azizah, 2011:1).

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam

kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak

hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan

kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang

telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho,

2006).

a. Karakteristik Lansia
Menurut Padila (2013), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut :
1) Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No.13

tentang Kesehatan)

2) Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai

sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi

adaptif hingga kondisi maladaptif. 3. Lingkungan tempat tinggal yang

bervariasi.

b. Ciri-Ciri Lanjut Usia

Menurut Hurlock dalam (Pasmawati, 2017) terdapat beberapa ciri orang

lanjut usia yaitu:

1) Usia lanjut merupakan periode kemunduran; Kemunduran pada

lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis.

Kemunduran dapat berdampak pada psikologis lansia. Motivasi

memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia.

Kemunduran pada lansia semakin cepat apabila memiliki motivasi


8

yang rendah, sebaliknya jika memiliki motivasi yang kuat maka

kemunduran itu akan lama terjadi.

2) Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas; Lansia

memiliki status kelompok minoritas karena sebagai akibat dari sikap

sosial yang tidak menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan

diperkuat oleh pendapat-pendapat klise yang jelek terhadap lansia.

Pendapat-pendapat klise itu seperti: lansia lebih senang

mempertahankan pendapatnya daripada mendengarkan pendapat

orang lain.

3) Menua membutuhkan perubahan peran; Perubahan peran tersebut

dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran dalam segala

hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar

keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.

4) Penyesuaian yang buruk pada lansia Perlakuan yang buruk terhadap

orang lanjut usia membuat lansia cenderung mengembangkan

konsep diri yang buruk. Lansia lebih memperlihatkan bentuk

perilaku yang buruk. Karena perlakuan yang buruk itu membuat

penyesuaian diri lansia menjadi buruk.

Di samping itu menurut Santrock (Pasmawati, 2017) karakteristik

dari lansia adalah sebagai berikut: Perubahan fisik-biologi, perubahan

psikis, perubahan social, dan perubahan kehidupan keluarga.


9

c. Karakteristik Lansia

Menurut pusat data dan informasi, kementrian kesehatan RI (2017),

karakteristik lansia dapat dilihat berdasarkan kelompok berikut ini:

1) Jenis kelamin, lansia lebih didominasi oleh jenis kelamin perempuan.

Artinya, ini menunjukan bahwa harapan hidup yang paling tinggi

adalah perempuan.

2) Status perkawinan, penduduk lansia ditilik dari status perkawinannya

sebagian besar berstatus kawin 60% dan cerai mati 37%

3) Living arrangement, angka beban tanggungan adalah angka yang

menunjukan perbandingan banyaknya orang tidak produktif (umur 65

tahun) dengan orang berusia produktif (umur 15-64 tahun). Angka

tersebut menjadi cermin besarnya beban ekonomi yang harus

ditanggung penduduk usia produktif untuk membiayai penduduk usia

nonproduktif.

d. Tipe Lansia

Beberapa tipe pada usia lanjut bergantung pada karaktek,

pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonomi.

Menurut (Maryam R., 2010) tipe tersebut antara lain:

1) Tipe Arif Bijaksana yaitu kaya dengan hikmah, pengalaman,

menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan,

bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi

undangan dan menjadi panutan.


10

2) Tipe Mandiri yaitu mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan

yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, teman bergaul dan

memenuhi undangan.

3) Tipe Tidak Puas adalah konflik lahir batin menentang proses penuaan

sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit

dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.

4) Tipe Pasrah yaitu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti

kegiatan agama, ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.

5) Tipe Bingung yaitu merupakan kaget, kehilangan kepribadian,

mengasingkan diri minder, menyesal, pasif dan acuh tak acuh.

Tipe lansia menurut (Maryam S, 2008) dilihat dari tingkat

kemandiriannya dimana dinilai dari kemampuannya untuk melakukan

aktivitas seharihari (Indeks Kemandirian Kats)

2. Konsep Keluarga

a. Pengertian Keluarga

Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak

Tempat anak belajar dan mengatakan sebagai mahluk sosial. Dalam

Keluarga umumya anak melakukan interaksi yang intim. Keluarga

Adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan,

Adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan

Budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik,

mental,Emosional dan sosial dari tiap anggota keluarga (Setiadi,

2011).
11

Slamet (2009) keluarga adalah lembaga pendidikan yang

peratama dan utama bagi anak-a naknya baik perndidikan bangsa,

dunia, Dan Negara sehingga cara orang tua mendidik anak-anaknya

akan Berpengaruh terhadap belajar.

Keluarga merupakan Perkumpulan dua atau lebih individu yang

diikat oleh hubungan darah, Perkawinan atau adopsi, dan tiap tiap

anggota keluarga selaluBerinteraksi satu dengan lain. (Mubarak, dkk.

2012)

b. Fungsi Keluarga

Dalam suatu keluarga ada beberapa fungsi keluarga yang dapat

dijalankan (Herawati, 2020) yaitu sebagai berikut:

1) Fungsi Agama

Menempatkan keluarga sebagai tempat pertama penanaman nilai-

nilai keagamaan dan pemberi identitas agama pada setiap anak

yang lahir. Keluarga mengajarkan seluruh anggotanya untuk

melaksanakan ibadah dengan penuh keimanan dan ketaqwaan

kepada Tuhan Yang Maha Esa

2) Fungsi Cinta Kasih

Menggambarkan bahwa keluarga harus menjadi tempat untuk

menciptakan suasana cinta dan kasih sayang dalam kehidupan

berkeluarga. Fungsi cinta kasih dapat diwujudkan dalam bentuk

memberikan kasih sayang dan rasa aman serta memberikan perhatian

diantara anggota keluarga.


12

3) Fungsi Sosial Budaya

Menunjukkan bahwa keluarga adalah wahana utama

dalam pembinaan dan penanaman nilai-nilai luhur budaya

bangsa. Keluarga menjadi tempat pertama anak dalam belajar

berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya

serta belajar adat istiadat yang berlaku di sekitarnya

4) Fungsi Perlindungan

Keluarga adalah tempat bernaung atau berlindung bagi

seluruh anggotanya dan tempat untuk menumbuhkan rasa aman dan

kehangatan. Keluarga melindungi setiap anggotanya dari tindakan-

tindakan yang kurang baik sehingga anggota keluarga merasa

nyaman dan aman

5) Fungsi Reproduksi

Keluarga menjadi pengatur reproduksi keturunan secara sehat dan

berencana sehingga anak-anak yang dilahirkan menjadi generasi

penerus yang berkualitas. Keluarga juga menjadi tempat

memberikan informasi kepada anggotanya tentang hal-hal yang

berkitan dengan seksualitas termasuk pendidikan seksualitas pada

anak.

6) Fungsi Sosialisasi

Pendidikan menunjukkan keluarga sebagai tempat utama dan

pertama memberikan pendidikan kepada semua anak untuk bekal


13

masa depan. Pendidikan yang diberikan oleh keluarga meliputi

pendidikan untuk mencerdaskan dan membentuk karakter anak

7) Fungsi Ekonomi

Menggambarkan keluarga sebagai tempat utama dalam membina

dan menanamkan nilai-nilai yang berhubungan dengan keuangan dan

pengaturan penggunaan keuangan untuk memenuhi kebutuhan

hidup dan mewujudkan keluarga sejahtera. Keluarga sebagai tempat

untuk memperoleh makanan, pakaian, tempat tinggal, dan

kebutuhan materi lainnya serta memberikan dukungan finansial

kepada anggotanya.

8) Fungsi Pembinaan Lingkungan

Menjelaskan bahwa keluarga memiliki peran mengelola kehidupan

dengan tetap memelihara lingkungan di sekitarnya. Keluarga dan

anggotanya harus mengenal tetangga dan masyarakat di sekitar

serta peduli terhadap kelestarian lingkungan alam.

c. Peran Keluarga

1) Tugas kesehatan keluarga

Keluarga dapat melaksanakan perawatan atau pemeliharaan

kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga, yaitu sebagai

berikut: (Mubarak, dkk. 2012)


14

a) Mengenal masalah kesehatan keluarga

Kesehatan merupakan kebutuhan kelurga yang tidak boleh

diabaikan. Karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti.

Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-

perubahan yang dialami oleh anggota keluarganya. Perubahan

sekecil apapun yang dialami anggota keluarga, secara tidak

lamgsung akan menjadi perhatian keluarga atau orang tua. Apabila

menyadari adanya perubahan, keluarga perlu mancatat kapan

terjadinya, perubahan apa yang terjadi, dan seberapa besar

perubahannya.

b) Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat

Tugas ini upaya pertama keluarga untuk mencari pertolongan yang

tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa di

anggota keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan sebuah

tindakan. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga

diharapkan tepat agar masalah kesehatan yang sedamg terjadi dapat

dikurangi atau diatasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan dalam

mengambil keputusan, maka keluarga dapat meminta bantuan orang

lain di lingkungan tempat tinggalnya.

c) Memberi perwatan pada anggota keluarga yang sakit

Sering kali keluarga telah megambil tindakan yang tepat, tetapi jika

keluarga masih mengalami keterbatasan, maka anggota keluarga

yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan


15

lanjutan atau perwatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi.

Perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau

rumah apabila keluarga telah memiliki kemampuan melakukan untuk

pertolongan pertama.

d) Mempertahankan suasana rumah yang sehat

Rumah adalah tempat untuk berlindung, berteduh, dan bersosialisasi

bagi anggota keluarga. Sehingga anggota keluarga memiliki waktu

lebih banyak berhubungan dengan lingkungan tempat tinggal. Oleh

karena itu, kondisi rumah harusalah dapat menjadikan lambang

ketenangan, ketentraman, dan dapat menunjang derajat kesehatan

bagi anggota keluarga.

e) Menggunakan fasilitas yang ada di masyarakat

Apabila mengalami gangguan atau masalah yang berkaitan dengan

kesehatan keluarga atau anggota keluarga harus dapat memanfaatkan

fasilitas kesehatan yang ada di sekitarnya. Keluarga dapat

berkonsultasi atau meminta bantuan tenaga keperawatan

memecahkan masalah yang dialami anggota keluarganya, sehingga

anggota keluarga dapat terbebas dari segala macam penyakit.

3. Interaksi Sosial

a. Pengertian interaksi sosial

Interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik, saling

mempengaruhi dalam pikiran dan tindakan, serta tidak terlepas dari suatu

hubungan yang terjadi antar individu, sosial, dan masyarakat dalam


16

kehidupan sehari-hari. Kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain

akan dimiliki oleh individu sampai akhir hayat (Sanjaya, 2012)

Interaksi sosial merupakan hubungan yang saling mempengaruhi

antar manusia didalam masyarakat. Indikatornya terdiri dari imitasi,

sugesti, identifikasi, simpati dan empati. Berkurangnya interaksi sosial pada

lanjut usia menyebabkan perasaan tidak berguna sehigga lanjut usia

mengalami isolasi social (Puspitasari, 2020)

Menurut Murwani dalam Oktavianti 2020 Interaksi sosial

merupakan hubungan timbal balik atau hubungan yang saling

mempengaruhi antar manusia yang berlangsung sepanjang hidupnya dalam

masyarakat.Interaksi sosial dapat berdampak positif terhadap kualitas hidup

karena dengan adanya interaksi sosial ma ka lansia tidak merasakan

kesepian, oleh sebab itu interaksi sosial harus tetap di pertahankan dan

dikembangkan pada kelompok lansia. Kemampuan lansia untuk terus

menjalin interaksi sosial merupakan kunci untuk mempertahankan status

sosialnya berdasarkan kemampuannya bersosialisasi

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial

adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia, dimana

kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau

memperbaiki kelakuan individu yang lain, atau sebaliknya.


17

b. Syarat-Syarat Interaksi Sosial

Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi

dua syarat (Soerjono Sukanto) yaitu: adanya kontak sosial, dan adanya

komunikasi.

1) Kontak Sosial

Kontak sosial berasal dari bahasa latin con atau cum yang berarti

bersama-sama dan tango yang berarti menyentuh. Jadi secara harfiah

kontak adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak baru

terjadi apabila terjadi hubungan badaniah. Sebagai gejala sosial itu tidak

perlu berarti suatu hubungan badaniah, karena orang dapat mengadakan

hubungan tanpa harus menyentuhnya, seperti misalnya dengan cara

berbicara dengan orang yang bersangkutan. Dengan berkembangnya

teknologi dewasa ini, orang-orang dapat berhubungan satu sama

lain dengan melalui telepon, telegraf, radio, dan yang lainnya yang

tidak perlu memerlukan sentuhan badaniah.

Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk (Soerjono Soekanto :

59) yaitu sebagai berikut :

1) Antara orang perorangan

Kontak sosial ini adalah apabila anak kecil mempelajari kebiasaan-

kebiasaan dalam keluarganya. Proses demikian terjadi melalui

komunikasi, yaitu suatu proses dimana anggota masyarakat yang

baru
18

mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat di mana dia

menjadi anggota.

2) Antara orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau

sebaliknya

Kontak sosial ini misalnya adalah apabila seseorang merasakna

bahwa tindakan-tindakannya berlawanan dengan norma-norma

masyarakat.

3) Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia

lainnya.

Umpamanya adalah dua partai politik yang bekerja sama untuk

mengalahkan partai politik lainnya. Kontak sosial memiliki

beberapa sifat, yaitu kontal sosial positif dan kontak sosial

negative. Kontak social positif adalah kontak sosial yang mengarah

pada suatu kerja sama, sedangkan kontak sosial negative mengarah

kepada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak

menghasilkan kontak sosial. Selain itu kontak sosial juga memiliki

sifat primer atau sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang

mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka,

sebaliknya kontak yang sekunder memerlukan suatu perantara.

a) Komunikasi

Komunikasi adalah bahwa seseorang yang memberi tafsiran

kepada

orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah


19

atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh

orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi

reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan. Dengan

adanya komunikasi sikap dan perasaan kelompok dapat

diketahui olek kelompok lain aatau orang lain. Hal ini kemudain

merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang akan

dilakukannya. Dalam komunikasi kemungkinan sekali terjadi

berbagai macam penafsiran terhadap tingkah laku orang lain.

Seulas senyum misalnya, dapat ditafsirkan sebagai keramah

tamahan, sikap bersahabat atau bahkan sebagai sikap sinis dan

sikap ingin menunjukan kemenangan. Dengan demikian

komunikasi memungkinkan kerja sama antar perorangan dan

atau antar kelompok. Tetapi disamping itu juga komunikasi bisa

menghasilkan pertikaian yangterjadi karena salah paham yang

masing-masing tidak mau mengalah.

c. Faktor yang mempengaruhi interaksi sosial

Menurut Mahmudah (2010) faktor–faktor yang mendasari

berlangsungnya interaksi sosial antara lain:

1) Faktor imitasi

Faktor ini telah di uraikan oleh Gabriel Tarde yang beranggapan

bahwa seluruh kehidupan sosial itu sebenarnya berdasarkan pada

faktor imitasi saja. Pendapat ini dalam ralitasnya banyak yang

mengatakan tidak seimbang atau berat sebelah. Hal ini tidak lain
20

karena tidak semua interaksi sosial tidak semua interaksi

disebabkan oleh faktor ini. Namun demikian, harus diakui dalam

interaksi sosial peranan imitasi tidaklah kecil. Terbukti, misalnya,

kita sering melihat pada anak–anak yang sedang belajar bahasa,

seakan–akan mereka mengimitasi dirinya sendiri, mengulang-

ulangi bunyi kata-kata, melatih fungsi lidah dan mulut untuk

berbicara, kemudian mengimitasi orang lain. Memang suatu hal

yang sukar orang belajar bahasa tanpa mengimitasi orang lain

2) Faktor sugesti

Yang dimaksud sugesti disini ialah pengaruh psikis, baik

yang datang dari dirinya sendiri maupun dari orang lain yang pada

umumnya diterima tanpa adanya daya kritik. Gerungan

mendefinisikan sugesti sebagai proses dimana seorang individu

menerima suatu cara pemglihatan atau pedoman-pedoman tingkah

laku orang lain tanpa kritik terlebih dahulu (Mahmudah, 2010).

Menurut Ahmadi sugesti dapat dibedakan menjadi dua

3) Faktor identifikasi

Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk

menjadi identik (sama) dengan orang lain, baik secara fisik

maupun non fisik. Proses identifikasi pada kenyataannya

seringkali, untuk pertama kali berlangsung secara tidak sadar

(secara dengan sendirinya). Kedua, bersifat irasional, yaitu

berdasarkan perasaan–perasaan atau kecenderungan-


21

kecenderungan dirinya yang tidak diperhitungkan secara rasional.

Ketiga, identifikasi berguna untuk melengkapi sistem norma-

norma , cita-cita dan pedoman-pedoman tingkah laku orang yang

mengidentifikasi itu. Hal ini merupakan efek lanjut dari aktivitas

identifikasi yang dilakukan seseorang (Mahmudah, 2010).

4) Simpati

Simpati adalah perasaan tertariknya orang yang satu dengan

orang yang lain. Simpati muncul dalam diri seorang individu tidak

atas dasar rasional, melainkan berdasarkan penilaian perasaan

seperti juga pada proses indentifikasi. Seorang individu tiba–tiba

merasa dirinya tertarik kepada orang lain seakan-akan dengan

sendirinya, dan tertariknya itu bukan karena salah satu ciri tertentu,

melainkan karena kesluruhan cara-cara bertingkah laku menarik

baginya

Faktor-faktor diatas merupakan faktor yang saling berkaitan

dalam mempengaruhi jalannya interkasi sosial yang dilakukan oleh

setiap individu. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan factor yang

memepengaruhi interaksi sosial yaitu faktor imitasi, factor sugesti,

faktor identifikasi, dan simp


22

4. Kesepian

a. Pengertian Kesepian

Menurut Suardiman (2016) “Kesepian ialah perasaan terasing,

tersisihkan, terpencil dari orang lain, Sering orang kesepian karena merasa

berbeda dengan orang lain. Kesepian akan muncul bila seseorang merasa:

1. Tersisih dari kelompoknya

2. Tidak diperhatikan oleh orang-orang disekitarnya

3. Terisolasi dari lingkungan

4. Tidak ada seseorang tempat berbagi rasa dan pengalaman

5. Seseorang harus sendiri tanpa ada pilihan

Kesepian yang dialami seseorang sebenarnya adalah gejala umum.

Kesepian itu sebenarnya bisa dialami oleh siapa saja, yaitu anak-anak,

remaja, dewasa, dan usia lanjut. Kesepian yang dialami oleh lansia lebih

terkait denganberkurangnya kontak sosial, berkurangnya/absennya peran

sosial baik dengan anggota keluarga, anggota masyarakat maupun teman

kerja sebagai akibat terputusnya hubungan kerja atau karena pensiun.

Disamping itu, ditinggalkannya bentuk keluarga luas (extended family)

yang disebabkan oleh berbagai faktor dan meningkatnya bentuk keluarga

batih (nucleus family) juga akan mengurangi kontak sosial usia lanjut

Perubahan nilai sosial masyarakat yang mengarah kepada tatanan

masyarakat individualistik menyebabkan para usia lanjut kurang

mendapatkan perhatian sehingga sering tersisih dari kehidupan

masyarakat. Kesepian, murung, merupakan keadaan yang dihadapi usia


23

lanjut meski tidak dikehendaki oleh usia lanjut. Hal ini senada dengan

hakikat manusia bahwasanya manusia merupakan mahkluk sosial yang

dalam hidupnya selalu membutuhkan kehadiran orang lain (Suardiman,

2016).

Kesepian terjadi pada lansia dikarenakan tidak mempunyai anak

dan hanya tinggal saudara/kerabatnya dititipkannya/membawa lansia di

panti, keberadaan lansia sering dianggap menjadi beban keluarga, lansia

merasa jenuh/sepi lamanya tinggal di panti, tinggal dipanti bukan atas

kemauannya sendiri, hidup sendiri tanpa anak, merasa tersisih dari

keluarga, rasa percaya diri rendah, perasaan tersiksa, perasaan kehilangan,

merasa tidak berharga dan rendahnya frekuensi keluarga menjenguk

sebagainya. Apabila lansia yang kurang dapat menerima kenyataan ini

sering timbul penolakan. Kesepian pada lansia menimbulkan masalah

kejiwaan yang lebih dominan bila dibandingkan dengan masalah-masalah

fisik, oleh karenanya banyak usia lanjut yang ingin masih aktif bekerja,

meskipun anak-anaknya sudah melarangnya.

b. Faktor-Faktor yang mempengaruhi kesepian

Faktor-faktor kesepian menurut Peplau & Perlman (1982):

1) Faktor pemicu : adanya perubahan dalam hubungan sosial

seseorangyang sebenarnya sehingga hubungan sosial yang dijalankan

seseorangitu jauh dari apa yang diharapkannya.

a) Berakhirnya suatu hubungan dekat seperti kematian, perceraian,

putus cinta, serta perpisahan fisik yang membawa pada kesepian.


24

b) Faktor kualitas dari hubungan sosial yang rendah. Perubahan

keinginan atau kebutuhan sosial juga dapat menyebabkan kesepian.

c) Lingkungan kehidupan berubah dalam kapasitas seseorang atau

keinginan dalam hubungan sosial.

2) Faktor perubahan situasional

a) Faktor yang mendahului

Faktor yang mendahului adalah faktor kepribadian dan situasional,

dimana karakteristik kepribadian berperan dalam berkembangnya

perasaan kesepian.

b) Harga diri (Self-esteem)

Harga diri berkaitan dengan konsep diri, yaitu sikap individu

terhadap dirinya sendiri, harga diri adalah bagaimana seseorang

menilai dirinya sendiri. Bila seseorang selalu merasa kesepian maka

ia akan bersikap sebagai orang yang kesepian

c) Kecemasan sosial

Seseorang yang merasa kesepian mengalami kesulitan

bersosialisasi dan menggambarkan dirinya sebagai orang yang

memiliki masalah perilaku, seperti merasa terabaikan dan kurang

mampu membuka diri pada orang lain

c. Dampak Kesepian

Dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami kesepian, orang

yang mengalami kesepian akan menilai orang lain secara negatif, tidak

begitu menyukai orang lain, tidak mempercayai orang lain,


25

menginterpretasikan tindakan orang lain secara negatif, dan cenderung

memegang sikap-sikap yang bermusuhan. Orang yang mengalami kesepian

cenderung terhambat dalam keterampilan sosial, cenderung pasif bila

dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami kesepian

dan ragu-ragu dalam mengekspresikan pendapat di depan umum. Orang

yang mengalami kesepian cenderung tidak responsif dan tidak sensitif

secara sosial. Orang yang mengalami kesepian juga cenderung lambat

dalam membangun keintiman dalam hubungan yang dimilikinya dengan

orang lain. Perilaku ini akan membatasi kesempatan orang itu untuk

bersama dengan orang lain dan memiliki kontribusi terhadap pola interaksi

yang tidak memuaskan (Peplau & Perlman, 1982).

Gunarsa (2014) menyatakan bahwa kondisi kesepian menimbulkan

perasaan tidak berdaya, kurang percaya diri, ketergantungan, dan

keterlantaran. Lansia yang menyatakan dirinya kesepian cenderung menilai

dirinya sebagai individu yang tidak berharga, tidak diperhatikan dan tidak

dicintai. Perasaan- perasaan seperti ini cenderung memberikan pengaruh

negatif terhadap kondisi kesehatan.

5. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Rasa Kesepian Lansia

Kesepian yang dialami oleh lansia sering terjadi pada saat ditinggal

pasangan hidup atau teman dekat dan kurangnya dukungan keluarga.

Keluarga adalah orang yang paling dekat hubungannya dengan lansia.

Keluarga merupakan system pendukung utama bagi lansia dalam


26

mempertahankan kesehatannya. Salah satu upaya keluarga yang dapat dan

mudah dilakukan adalah dengan memberikan dukungan Kurangnya

dukungan keluarga saat lansiasakit juga akan meningkatkan kesepian pada

lansia tersebut dan sebaliknya kesepian juga akan memperparah kondisi

penyakit lansia. (Ikasi, 2014)

Keluarga merupakan tempat berlindung yang paling disukai para

lanjut usia. Dukungan dari keluarga merupakan unsur terpenting dalam

membantu individu menyelesaikan masalah, Kurangnya dukungan

keluarga saat lansia sakit juga akan meningkatkan kesepian pada lansia

tersebut dan sebaliknya kesepian juga akan memperparah kondisi penyakit

lansia. Selain dukungan keluarga partisipasi sosial dan hubungan

interpersonal merupakan bagian yang cukup penting untuk kesehatan fisik,

mental, dan emosional bagi lansia. Penelitian menunjukkan bahwa

keterlibatan sosial mempunyai efek yang positif pada kesejahteraan

emosional lansia dan kesehatan fisik serta diprediksi dapat menurunkan

resiko kematian

Hanifah (2021) pada penelitian sebelumnya “hubungan dukungan

keluarga dengan tingkat kesepian (Lonlinnes) pada lansia di Kadang

Dapo” Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik ada hubungan

yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kesepian pada lansia di

Puskesmas Karang Dapo Kabupaten Muratara dengan katergori sedang.


27

6. Hubungan Interaksi Sosial dengan Rasa Kesepian Lansia.

Kesepian yang dialami oleh lansia mempunyai dampak yang

cenderung menyebabkan berbagai masalah seperti depresi, keinginan

bunuh diri, sistem kekebalan tubuh menurun dan gangguan tidur. Menurut

Menurut Rahmianti dalam (Nuraini, 2018) menyebutkan bahwa dengan

interaksi sosial yang bagus memungkinkan lansia untuk mendapatkan

perasaan memiliki suatu kelompok sehingga dapat berbagi cerita, berbagi

minat, berbagi perhatian, dan dapat melakukan aktivitas secara bersama-

sama yang kreatif dan inovatif.

Menurut Fitria A dalam (Budiarti, 2020) interaksi sosial memiliki

peranan penting dalam kualitas hidup lansia. World Health Organization

Quality of Life atau WHOQOL mendefinisikan kualitas hidup sebagai

persepsi individu terhadap kehidupan di masyarakat dalam konteks budaya

dan sistem nilai yang ada yang terkait dengan tujuan, harapan, standar, dan

juga perhatian. Kualitas hidup dalam hal ini merupakan suatu konsep yang

sangat luas yang dipengaruhi kondisi fisik individu, psikologis, tingkat

kemandirian, serta hubungan individu dengan lingkungan

Nurhabibah (2021) dalam penelitian sebelumnya “hubungan

interaksi sosial dengan tingkat kesepian pada lansia di Indonesia”

menyimpulkan berdasarkan hasil analisis bahwa ada hubungan yang cukup

kuat antara interaksi sosial dengan kesepian pada lansia di Kelurahan

Tlogomas Kota Malang


28

B. Kerangka Konsep

Kerangka konseptual adalah suatu uraian dan visualisasi konsep- konsep

variabel-variabel yang akan diukur (diteliti) (Notoatmodjo, 2010).

Variable Indevenden Variable devenden

Dukungan Keluarga Rasa Kesepian

Interaksi Sosial

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

C. Defenisi Operasional.

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Defenisi operasional Alat ukur Hasil ukur Skala ukur


Dependent Kesepian ialah Kuesioner 0 : Rasa
Rasa Kesepian perasaan terasing, kesepian kurang Nominal
tersisihkan, terpencil jika nilai < skor
dari orang lain, mean
Sering orang 1 : rasa kesepian
kesepian karena tinggi ≥ Skor
merasa berbeda mean
dengan orang lain

Independent Dukungan keluarga Kuesioner 0 : dukungan Nominal


Dukungan adalah salah satu keluarga kurang
keluarga bentuk interaksi jika nilai < skor
yang didalamnya mean
terdapat hubungan 1 : dukungan
yang saling memberi keluarga baik ≥
dan menerima Skor mean
bantuan yang
bersifat
nyata yang
dilakukan oleh
keluarga

Interaksi interaksi sosial Kuesioner 0 : interaksi Nominal


sosial adalah suatu sosial kurang
hubungan antara dua jika nilai < skor
mean
29

atau lebih individu 1 : interaksi


manusia, dimana sosial baik ≥
kelakuan individu Skor mean
yang satu
mempengaruhi,
mengubah, atau
memperbaiki
kelakuan individu
yang lain, atau
sebaliknya.

D. Hipotesis

Ho 1 : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Dukungan

Keluarga dengan rasa kesepian pada Lansia

Ha 1 : Terdapat hubungan yang signifikan antara Dukungan Keluarga

dengan rasa kesepian pada Lansia

Ho 2 : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Interaksi sosial

dengan rasa kesepian pada lansia

Ha 2 : Terdapat hubungan yang signifikan antara Interaksi sosial dengan

rasa kesepian pada lansia


BAB III

METODE PEMBELAJARAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Pagar

Dewa Kota Bengkulu Penelitian direncanakan dilakukan pada bulan Juni tahun

2023.

B. Desain Penelitian

1. Menurut Azwar dalam kutipan Sugiyono (2010:122) Penelitian dengan

pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data- data numerical

(angka) yang diolah dengan dengan metode stastistic. Pada dasarnya,

pendekatan kuantitatif dilakukan pada penelitian inferensial (dalam rangka

pengujian hipotensis) dan menyadarkan kesimpulan hasilnya pada suatu

probabilitas kesalahan penolakan hipotensis nihil. Dengan metode

kuantitatif akan diperoleh signifikan perbedaan kelompok atau signifikan

hubungan antar variabel yang diteliti.

2. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan cross sectional. Pendekatan

penelitian cross sectional merupakan suatu penelitian yang mempelajari

korelasi antara paparan atau faktor risiko (independen) dengan akibat atau

efek (dependen), dengan pengumpulan data dilakukan bersamaan secara

serentak dalam satu waktu antara faktor risiko dengan efeknya (point time

approach), artinya semua variabel Hubungan dukungan keluarga dan

interaksi sosial dengan rasa kesepian pada lansia di panti sosial tresna werda

30
31

kota Bengkulu independen maupun variabel dependen diobservasi pada

waktu yang sama.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitan ini adalah Semua pasien lansia yang ada di

Panti Sosial Tresna Werdha Kota Bengkulu pada bulan januari sampai

desember 2021 yang berjumlah 60 pasien (Dinsos, 2012)

2. Sampel

Sampel penelitian adalah objek yang diteliti yang dianggap mewakili

seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Sampel yang diambil harus

memenuhi kriteria inklusi yang telah dibuat oleh peneliti. Sampel pada

penelitian ini terdiri dari dua sampel yaitu sampel lansia yang tinggal di

Panti Sosial Tresna Werdha Kota Bengkulu. Teknik pengambilan sampel

yang dilakukan dengan carasimple random sampling dengan menggunakan

rasio 1:1. Penentuan jumlah sampel diambil 25% dari total populasi

(Arikunto, 2006). Jumlah sampel lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna

Werdha Pagar Dewa Kota Bengkulu adalah 15

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan salah satu langkah dalam

penelitian, karena tujuan utama penelitian adalah memperoleh data. Tanpa

mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan memperoleh

data yang sesuai dengan standar data yang ditetapkan (Sugiyono, 2010).
32

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah kuesioner

(angket). Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau penyataan tertulis kepada

responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2010). Pengunaan angket dalam

penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan

dukungan keluarga dan interaksi sosial dengan dengan rasa kesepian pada

lansia . Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah: lansia yang

tinggal di panti sosial trena werda kota untuk memperoleh data tentang

Hubungan dukungan keluarga dan interaksi sosial pada rasa kesepian lansia

di panti sosial. Data yang di peroleh kemudian di lakukan pengolahan dan

analisis data.

E. Pengolahan Data

Peneliti melakukan pengolahan data penelitian ini dengan beberapa

langkah.Data yang telah didapat lalu diproses melalui tahap editing.Editing

dilakukan pada kuesioner untuk diperiksa secara teliti oleh peneliti tentang

adanya kesalahan penulisan atau pertanyaan yang belum diisi.Jika ada data

yang kurang atau kosong, maka data itu belum bisa dijadikan data yang siap

untuk diolah dan dianalisis.Jika peneliti masih bisa mengambil data itu lagi

kepada lansia yang menjadi responden di panti sehingga datanya lengkap,

maka data tersebut bisa digunakan untuk selanjutnya dicoding. Data

dicoding sesuai dengan kode yang telah ada di definisi operasional sehingga

data tersebut jelas dan tidak bercampur satu sama lain. Data yang sudah

dilakukan coding mempermudah peneliti dalam melakukan analisa data dan


33

mempercepat pemasukan data penelitian.Selanjutnya dilakukan kegiatan

pengolahan data dengan menggunakan program komputer. Setelah melalui

proses editing (pengecekan kelengkapan data) dan coding (pengubahan

datayang berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka) , data hasil editing

dimasukkan ke komputer dengan program windows Statistic Program for

Social Sciences (SPSS) 16,0. Setelah data hasil penelitian yang sudah

melalui proses editing, coding dan telah dimasukkan ke komputer

(processing), maka peneliti harus mengecek kembali kelengkapan data yang

sudah dimasukkan ke dalam komputer.

F. Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariate dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil

penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan

distribusi dan persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010) yaitu

variabel dukungan keluarga dan interaksi sosial Untuk mengukur

Dukungan Keluarga digunakan skala likert. Pada skala likert

disediakan empat alternative jawaban dan setiap jawaban sudah tersedia

nilainya. Dalam skala likert item ada yang bersifat positif (favorable)

terhadap masalah yang diteliti, sebaliknya ada yang bersifat negatif

(unfavorable) terhadap masalah yang diteliti. Pada analisis Univariat untuk

mengetahui gambaran distribusi frekuensi Dukungan keluarga dan

gambaran distribusi frekuensi interaksi sosial


34

2. Analisa Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk menganalisis dua variabel yang

diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2012). Peneliti ingin

melihat apakah ada hubungan Dukungan keluarga dan interaksi sosial pada

rasa kesepian lansia. Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan

uji Chi Square.


DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT.
Rineka Cipta

Azizah, L.M. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.


Budiati A, Indrawati P & Sabarhun W (2020). Hubungan Interaksi Sosial
Terhadap tingkat Kesepian dan Kualitas Hidup pada Lansia. Jurnal Ilmiah
Kesehatan. 13(02). 124-133

Darmojo & Martono.2000. Buku Ajar Geriatri ( Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Ekasari, M, F. Riasmini, N, M. & Hartani, T. (2018). Meningkatkan Konsep


Kualitas Hidup Lansia Konsep dan Berbagai Intervensi. Malang:
Winekamedia

Gunarsa, S. D. (2006). Dari Anak Sampai Usia Lanjut: Bunga Rampai Psikologi
Perkembangan. Jakarta: Gunung Mulia

Hanifah, Maydinar D D, & Marsiah (2021). Hubungan Keluarga dengan Kesepian


(Lonlinnes) pada Lansia di Puskesmas Kadang Dapo. Jurnal Ilmu Kesehatan
Indonesia (JIKSI). 1(2) 114-121

Herawati, T. Krisnaluti, D. Pujihasvuty, R, & Latifah, E, W. (2020) Faktor-Faktor


yang Menpengaruhi Pelaksanaan Fungsi Keluarga di Indonesia. Jurnal Ilmu
Keluarga dan Konsumen. 13(3), 213-227

Ikasi A, Jumaini & Hasanah O (2014). Hubungan dukungan Keluarga Terhadap


Kesepian (Lonelinnes) pada lansia. Jurnal Online Mahasiswa Program Studi
Keperawatan Universitas Riau. 1(2). 1-7

Kementerian Kesehatan RI. (2017). Situasi lansia di Indonesia tahun 2017:


Gambar struktur umur penduduk insonesia tahun 2017. Pusat Data Dan
Informasi, 1–9.

Mahmudah,Siti.2010.Psikologi Sosial Sebuah Pengentar.Malang:UIN Malang


Press

Maryam, R. S., Ekasari, M. F., Rosidawati., Jubaedi, A., & Batubara, I. (2008).
Mengenal usia lanjut dan perawatanya. Jakarta: Salemba Medika.

Mubarak, W, I. Chayatin, N. Santoso, B, A. (2012). Ilmu Keperawatan


Komunitas 2 Konsep dan aplikasi. Jakarta: SalembaMedika.

35
36

Munandar I, Hadi S, & Maryah V. (2017). Hubungan Dukungan Keluarga


dengan Tingkat Kesepian Pada Lansia yang Ditinggal Pasangan di Desa
Mensere.Jurnal Ilmiah Keperawatan. 2(2), 447-457

Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Nuraini, Kusuma F H D, & Rahayu W (2018). Hubungan Interaksi Sosial dengan


Kesepian Pada Lansia di Kelurahan Tlogomas Kota Malang. Jurnal Ilmiah
Keperawatan. 3(1). 603-611

Nugroho. (2006). Komunikasi dalam Keperawatan Genotik. Jakarta : egc

Nurhabibah F A (2021). Hubungan Interaksi Sosial dengan Tingkat Kesepian


pada Lansia di Indonesia. Naskah Publikasi Universitas isyiyahYogyakarta

Oktavianti Areska, & setyowati sri (2020). Interaksi sosial Berhubungan dengan
Kualitas Hidup lansia.jurnal Keperawatan Terpadu, 2(2), 120-129.

Padila. (2013). Keperawatan Gerontik. Yogyakarta:Nuha Medika.

Pasmawati, H. (2017). Pendekatan Konseling Untuk Lansia. Jurnal Ilmiah Syi’ar.


17(01), 49-60

Peplau, L.A., & Perlman, D. (1982). Loneliness: A sourcebook of current theory,


research, and therapy. New York: Wiley-Interscience

Puspitasari Aulia (2020). Hubungan Interaksi sosial dengan Tingkat Depresi pada
lansia di Panti Werdha pangesti Lawang. Jurnal Ilmiah Kesehatan Rustida.
07(02). 142-148

Sanjaya, A., & Rusdi, I. (2012). Hubungan Interaksi Sosial Dengan Kesepian
Pada Lansia. Jurnal Psikologi, 1, 1-7

Setiadi. 2011. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha


Ilmu

Slamet, H. 2009. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada

Soekanto, Soerjono. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo


Persada.

Suardiman, S. P. (2016). Psikologi usia lanjut. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Rnd. Bandung:


Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai