Anda di halaman 1dari 33

KARYA TULIS ILMIAH

EFEKTIVITAS PEMBERIAN LATIHAN KNEE TUCK JUMP DAN DEPTH


JUMP UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN LOMPAT
JAUH PADA ATLET PEMULA LOMPAT JAUH DI
SMK 2 KOSGORO KOTA PAYAKUMBUH
TAHUN 2021

BELGIN PRAMUYONO
NIM: 1811401061
LATAR BELAKANG

Untuk meningkatkan raihan lompatan yang maksimal


diperlukan latihan yang intensif dan program latihan yang baik serta
metode yang digunakan juga harus khusus yaitu sesuai dengan
karakteristik nomor lompat jauh. Untuk itu, tujuan penelitian ini
adalah mengetahui efektivitas pemberian latihan knee tuck jump dan
depth jump untuk meningkatkan kemampuan lompat jauh pada atlet
pemula lompat jauh di SMK 2 Kosgoro Kota Payakumbuh.
METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperiment dengan melakukan


intervensi pada dua kelompok yang berbeda (two group pretest–postest
design). Penelitian dilakukan di SMK 2 Kosgoro Kota Payakumbuh pada
bulan September Tahun 2021 selama 2 minggu dengan frekuensi 3 kali
dalam seminggu. Populasi penelitian berjumlah 29 orang dengan total 20
orang sampel diambil secara purposive sampling, sampel dibagi dua
kelompok eksperiment yaitu kelompok I latihan knee tuck jump dan
kelompok II latihan depth jump. Instrumen penelitian adalah meteran/ pita
ukur, box dengan ukuran kira-kira 25-45 inci serta alat tulis untuk mengisi
lembar observasi responden. Analisa data dilakukan secara univariat dan
bivariat.
BAB V & VI
HASIL & PEMBAHASAN
A. ANALISA UNIVARIAT

Diketahui bahwa rata-rata kemampuan lompat jauh pada atlet pemula lompat
jauh sebelum pemberian latihan pliometrik knee tuck jump adalah sejauh (177,8 cm)
dengan standar deviasi sebesar (22,890). Lompat jauh minimal adalah sejauh (140
cm) dan maksimal adalah sejauh (200 cm). Kemudian berdasarkan hasil Confidence
Interval pada derajat kepercayaan 95%, diperoleh rata-rata tingkat kemampuan
lompat jauh pada atlet pemula lompat jauh sebelum intervensi berkisar antara 161,43
– 194,17.
• Sebelum pemberian latihan pliometrik knee tuck jump
terdapat 1 orang responden dengan skor lompat jauh
terendah yaitu sejauh (140 cm) yang dipengaruhi oleh
kemampuan fisik responden yang berhubungan dengan
daya ledak otot yang dimiliki sangat rendah serta
kondisi tubuh yang kurang prima diantara responden
lainnya. Kemudian terdapat 1 orang responden dengan
skor lompat jauh tertinggi yaitu sejauh (200 cm) yang
Pembahasa dipengaruhi oleh dukungan fisik yang prima seperti
n cukup istirahat dan didukung oleh faktor penunjang lain
seperti berat badan dan tingi badan yang ideal, dimana
berat badan merupakan beban yang sangat baik dalam
mengembangkan kekuatan, khususnya kekuatan otot
tungkai. Kemudian seseorang yang memiliki tinggi
badan lebih, biasanya akan memiliki tungkai yang
panjang pula dan akan berlari dengan cepat dan
jangkauan langkahnya lebih panjang sehingga akan
memperoleh hasil lompatan yang lebih maksimal.
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh (Sajoto, 1995) bahwa
kondisi fisik adalah satu prasyarat yang sangat diperlukan dalam usaha
peningkatan prestasi seorang atlet bahkan dapat dikatakan sebagai
keperluan dasar yang tidak dapat ditunda atau di tawar-tawar lagi.

Power otot tungkai merupakan salah satu aspek kondisi fisik yang penting
untuk mencapai lompatan yang sejauh-jauhnya. Power adalah hasil
gabungan antara dua kemampuan, yaitu kekuatan dan kecepatan.
Peningkatan hasil lompatan yang jauh dibutuhkan tolakan kaki yang kuat,
begitu juga untuk memperoleh tolakan kaki yang kuat dibutuhkan power
tungkai yang maksimal (Sukono, 2011).

Disamping faktor tersebut, ada beberapa faktor penunjang lainnya dalam


meningkatan prestasi lompatan dalam lompat jauh. Menurut Sajoto (1988:3)
salah satu faktor penunjang adalah faktor anatomis yang meliputi: ukuran
tinggi, panjang, besar, lebar, dan berat tubuh. Jadi faktor anatomis juga
berpengaruh bagi seorang atlet lompat jauh, karena pada waktu melayang,
badan pelompat dipengaruhi oleh sesuatu kekuatan yang disebut daya tarik
bumi. Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor anatomis, khusunya tinggi badan
dan berat badan merupakan salah satu faktor penunjang yang sangat penting
untuk seorang atlet lompat jauh.
Menurut asumsi peneliti dari analisa yang dikemukakan diatas
menggambarkan bahwa kekuatan otot tungkai, berat badan dan tinggi badan
merupakan komponen-komponen yang mendukung dalam lompat jauh, dan
untuk mencapai prestasi lompat jauh, maka kekuatan otot tungkai harus
dikerahkan pada teknik yang benar, serta memiliki tinggi badan dan berat
badan yang ideal.
Kemudian diketahui bahwa sebelum diberikan intervensi latihan
pliometrik knee tuck jump, responden memiliki kemampuan lompat jauh
berkisar antara 1 – 2 meter dimana nilai ini termasuk dalam kategori
rendah sampai sedang sehingga hasil ini tidak mendukung responden
untuk mengikuti perlombaan cabang olahraga lompat jauh. Untuk itu,
diperlukan metode latihan khusus dalam meningkatkan hasil lompat
jauh pada atlet pemula lompat jauh di SMK 2 Kosgoro Kota
Payakumbuh, seperti latihan knee tuck jump yang bertujuan untuk
meningkatkan power otot tungkai yang sangat bermanfaat untuk atlet
yang banyak membutuhkan gerakan lompatan seperti lompat jauh.
Diketahui bahwa rata-rata kemampuan lompat jauh pada atlet
pemula lompat jauh sesudah pemberian latihan pliometrik knee tuck
jump adalah sejauh (268,6 cm) dengan standar deviasi sebesar
(34,001). Lompat jauh minimal adalah sejauh (215 cm) dan maksimal
adalah sejauh (312 cm). Kemudian berdasarkan hasil Confidence
Interval pada derajat kepercayaan 95%, diperoleh rata-rata tingkat
kemampuan lompat jauh pada atlet pemula lompat jauh sesudah
intervensi berkisar antara 244,28 – 292,92.
• Dari hasil rata-rata kemampuan lompat jauh pada atlet
pemula lompat jauh di SMK 2 Kosgoro Kota
Payakumbuh dengan pemberian intervensi latihan knee
tuck jump selama enam kali dalam kurun waktu dua
minggu diperoleh selisih perbandingan hasil pretest dan
posttest responden inisial BS selisih 80 cm, inisial RY
selisih 90 cm, inisial FT selisih 55 cm, inisial MY selisih
Pembahasan 122 cm, inisial YG selisih 155 cm, inisial HR selisih 15
cm, inisial GH selisih 160 cm, inisial AG selisih 96 cm,
inisial SP selisih 88 cm, dan inisial RW selisih 47 cm.
Sehingga terlihat perbedaan yang signifikan antara
kemampuan lompat jauh sebelum dan kemampuan
lompat jauh sesudah pemberian intervensi latihan
pliometrik knee tuck jump
Dari data yang didapat yang semula data pretest secara keseluruhan
kemampuan lompat jauh responden termasuk dalam kategori rendah sampai
sedang, setelah diberikan perlakuan dan dilakukan pengukuran postest
intervensi diketahui bahwa terjadinya peningkatan hasil lompat jauh pada
responden sehingga hasil lompatan digolongkan dalam kategori tinggi hingga
sangat tinggi. Responden dengan selisih tertinggi antara tes awal dan tes akhir
adalah responden dengan inisial GH dengan selisih 160 cm. Hal ini disebabkan
oleh latihan yang dilakukan secara bersungguh-sungguh, diikuti dengan
sistematis dan progresif serta didukung oleh berat badan dan tinggi badan yang
ideal sehingga mampu mencapai hasil lompat jauh yang maksimal. Kemudian
responden dengan selisih terendah antara tes awal dan tes akhir adalah
responden dengan inisial HR dengan selisih 15 cm. Hal ini disebabkan oleh
kondisi tubuh yang kurang prima, seperti cepat lelah sehingga kesulitan dalam
mengikuti latihan secara sistematis dan progresif sehingga tidak terjadi
peningkatan daya ledak otot tungkai yang signifikan.
Dalam latihan knee tuck jump fokus latihan tersebut memberikan adaptasi
pada muscle spindle dan motor unit untuk menghasilkan gerak eksplosive
dengan persentase 60% kecepatan dan 40% kekuatan. Dasar latihan knee
tuck jump yang dalam gerakannya terjadi proses yang secara cepat dan utuh
dalam satu siklus, yang dilakukan secara berulang-ulang ini akan
memberikan suatu pembebanan terutama meningkatnya massa dan panjang
otot tungkai yang dilatih. Dengan meningkatnya massa dan panjang otot
tungkai secara tidak langsung akan mempengaruhi kekuatan otot tungkai
(Radcliffe & F arentinos, 2002) dalam (Nugroho, 2016).

Otot-otot yang dikembangkan dalam latihan ini adalah flexors pinggul dan
paha, gastronemius, gluteals, quadriceps dan hamstrings, dan daya ledak
merupakan salah satu komponen dasar motorik atau kemampuan yang
menunjang penampilan yang efektif dalam olahraga dan permainan
khususnya lompat jauh (Radcliffe dan Farentions, 2002:41) dalam (Rohendi
& Budiman, 2020).
Menurut asumsi peneliti setelah 6 kali pemberian intervensi latihan knee tuck
jump diketahui bahwa terdapat perbedaan nilai hasil kemampuan lompat jauh
pada atlet pemula lompat jauh yang bermakna. Dimana setelah diberikan
intervensi latihan knee tuck jump, terdapat peningkatan rata-rata kemampuan
lompat jauh pada responden karena latihan knee tuck jump ini berfungsi untuk
meningkatkan eksplosif power dalam kata lain kekuatan otot tungkai,
kelentukan, dan kecepatan reaksi, sehingga latihan ini sangat bermanfaat
untuk atlet yang banyak membutuhkan gerakan lompatan seperti lompat jauh.

Kemudian jika seorang atlet memiliki tubuh yang ideal khusunya


dalam penelitian ini adalah berat badan dan tinggi badan serta diikuti
kekuatan otot tungkai yang kuat maka akan mendapatkan hasil lompatan
yang lebih maksimal. Selain itu, latihan knee tuck jump merupakan salah
satu jenis latihan pliometrik jump in place, dimana latihan ini dapat
dilakukan di lapangan berumput, matras atau keset serta latihan ini tidak
menggunakan alat sehingga akan lebih efektif dan efisien
Diketahui bahwa rata-rata kemampuan lompat jauh pada atlet pemula
lompat jauh sebelum pemberian latihan pliometrik depth jump adalah sejauh
(172,9 cm) dengan standar deviasi sebesar (19,553). Lompat jauh minimal
adalah sejauh (150 cm) dan maksimal adalah sejauh (200 cm). Kemudian
berdasarkan hasil Confidence Interval pada derajat kepercayaan 95%,
diperoleh rata-rata tingkat kemampuan lompat jauh pada atlet pemula lompat
jauh sebelum intervensi berkisar antara 158,91 – 186,89.
• Sebelum pemberian latihan pliometrik depth jump
terdapat 3 orang responden dengan skor lompat jauh
terendah yaitu sejauh (150 cm), faktor utama yang
mempengaruhi hal tersebut adalah kemampuan fisik
responden yang berhubungan dengan daya ledak otot
yang dimiliki sangat rendah serta kondisi tubuh yang
Pembahasan kurang prima seperti cepat lelah karena responden juga
melakukan aktivitas fisik selain dari yang sudah
diprogramkan. Kemudian terdapat 1 orang responden
dengan skor lompat jauh tertinggi yaitu sejauh (200 cm)
yang dipengaruhi oleh dukungan fisik yang prima
seperti cukup istirahat dan didukung oleh faktor
penunjang lain seperti berat badan dan tingi badan yang
ideal.
Menurut asumsi peneliti dari analisa yang dikemukakan diatas menggambarkan
bahwa kondisi fisik adalah satu prasyarat yang sangat diperlukan dalam usaha
peningkatan prestasi seorang atlet. Kemudian diketahui bahwa sebelum diberikan
intervensi latihan depth jump, responden memiliki kemampuan lompat jauh
berkisar antara 1 – 2 meter dimana nilai ini termasuk dalam kategori rendah
sampai sedang.

Untuk itu, diperlukan metode latihan khusus dalam meningkatkan hasil lompat
jauh pada atlet pemula lompat jauh di SMK 2 Kosgoro Kota Payakumbuh, seperti
latihan depth jump yang bertujuan untuk melatih daya eksplosif dan kecepatan.
Dimana kecepatan lari seorang pelompat akan memberikan kontribusi yang positif
untuk memperoleh kecepatan horizontal sehingga mencapai hasil loncatan yang
sejauh-jauhnya. Selain dengan meningkatkan daya ledak otok tungkai, terdapat
faktor penunjang lainnya yang dapat meningkatkan prestasi seorang atlet seperti
berat badan dan tinggi badan yang ideal.
Diketahui bahwa rata-rata kemampuan lompat jauh pada atlet pemula
lompat jauh sesudah pemberian latihan pliometrik depth jump adalah sejauh
(255,3 cm) dengan standar deviasi sebesar (30,310). Lompat jauh minimal
adalah sejauh (210 cm) dan maksimal adalah sejauh (292 cm). Kemudian
berdasarkan hasil Confidence Interval pada derajat kepercayaan 95%,
diperoleh rata-rata tingkat kemampuan lompat jauh pada atlet pemula lompat
jauh sesudah intervensi berkisar antara 233,62 – 276,98.
• Dari hasil rata-rata kemampuan lompat jauh pada atlet
pemula lompat jauh di SMK 2 Kosgoro Kota
Payakumbuh dengan pemberian intervensi latihan depth
jump selama enam kali dalam kurun waktu dua minggu
diperoleh selisih perbandingan hasil pretest dan posttest
responden inisial AR selisih 70 cm, inisial AB selisih 73
Pembahasan cm, inisial WR selisih 138 cm, inisial RN selisih 61 cm,
inisial RW selisih 30 cm, inisial MS selisih 118 cm, inisial
RS selisih 20 cm, inisial YD selisih 80 cm, inisial DN
selisih 134 cm, dan inisial MY selisih 100 cm. Sehingga
terlihat perbedaan yang signifikan antara kemampuan
lompat jauh sebelum dan kemampuan lompat jauh
sesudah pemberian intervensi latihan pliometrik depth
jump.
Dari data yang didapat yang semula data pretest secara keseluruhan
kemampuan lompat jauh responden termasuk dalam kategori rendah
sampai sedang, setelah diberikan perlakuan dan dilakukan pengukuran
postest intervensi diketahui bahwa terjadinya peningkatan hasil lompat
jauh pada responden sehingga hasil lompatan digolongkan dalam
kategori tinggi. Responden dengan selisih tertinggi antara tes awal dan
tes akhir adalah responden dengan inisial WR dengan selisih 138 cm. Hal
ini disebabkan oleh latihan yang dilakukan secara bersungguh-sungguh,
diikuti dengan sistematis dan progresif serta didukung oleh berat badan
dan tinggi badan yang ideal sehingga mampu mencapai hasil lompat jauh
yang maksimal. Kemudian responden dengan selisih terendah antara tes
awal dan tes akhir adalah responden dengan inisial RS dengan selisih 20
cm. Hal ini disebabkan oleh kondisi tubuh yang kurang prima, seperti
cepat lelah karena responden juga melakukan aktivitas fisik selain dari
yang sudah diprogramkan
Menurut Radcliffe & Farentinos (2002) dalam (Faidlullah & Kuswandari,
2009), depth jump adalah bentuk latihan dari pliometrik yang bertujuan
untuk meningkatkan power tungkai dengan cara melompat dari bangku
kemudian mendarat di matras, disusul dengan melompat setinggi-tingginya,
dalam latihan depth jump fokus latihan tersebut memberikan adaptasi pada
muscle spindle dan motor unit untuk menghasilkan fokus gerak eksplosive
power dengan persentase 60% kekuatan dan 40% kecepatan.

Latihan ini dilakukan dalam suatu rangkaian loncatan eksplosif yang cepat.
Otot-otot yang dikembangkan adalah flexors pinggul dan paha,
gastronemius, gluteals, quadriceps dan hamstrings (Radclife et all, 2002)
dalam. Depth jump membutuhkan berat tubuh atlet dan gravitasi untuk
menggunakan kekuatan yang berlawanan dengan tanah (Radclife et all,
2002) dalam (Hermawan, 2013)
Menurut asumsi peneliti setelah 6 kali pemberian intervensi latihan depth jump diketahui
bahwa terdapat perbedaan nilai hasil kemampuan lompat jauh pada atlet pemula lompat
jauh yang bermakna. Dimana setelah diberikan intervensi latihan depth jump, terdapat
peningkatan rata-rata kemampuan lompat jauh karena latihan depth jump ini bertujuan
untuk melatih daya eksplosif dan kecepatan reaksi otot. Dalam bagusnya power seseorang
juga dipengaruhi oleh berat badan, karena berat badan salah satu faktor yang menentukan
pusat gravitasi yang akan menentukan keseimbangan statik maupun keseimbangan
dinamik. Keseimbangan juga akan menentukan besarnya daya ledak otot saat terjadi
lompatan saat di udara dan mendarat. Selain itu seseorang yang memiliki tinggi badan
lebih, biasanya akan memiliki tungkai yang panjang pula dan akan berlari dengan cepat
dan jangkauan langkahnya lebih panjang. Kemudian pada saat pemberian latihan
menggunakan depth jump pelatih harus mengatur intensitas latihan sedemikian rupa,
karena apabila latihan dilakukan sembarangan maka akan membahayakan persendian
atlet yang dapat menyebabkan cedera.
B. ANALISA BIVARIAT

Berdasarkan tabel diatas, terlihat nilai mean perbedaan antara


kemampuan lompat jauh sebelum dan kemampuan lompat jauh sesudah
pemberian intervensi adalah (-90,8). Hasil uji statistik menggunakan uji
paired t-test menunjukkan nilai p-value = 0,0005 (<0,05=α). Artinya Ho
ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian latihan
knee tuck jump untuk meningkatkan kemampuan lompat jauh pada atlet
pemula lompat jauh di SMK 2 Kosgoro Kota Payakumbuh Tahun 2021.
• Menurut (Abduh, 2020) latihan knee tuck jump
menekankan latihan pada tungkai dengan melompat
setinggi-tingginya dan dilakukan dengan kaki yang
rapat satu sama lain dan membengkokkan lutut
menyentuh tangan di depan dada sehingga diharapkan
dapat memberi efek pada kekuatan dan daya ledak yang
pada akhirnya dapat menunjang kecepatan berlari
Pembahasan
seorang atlet. Penelitian sebelumnya telah dibuktikan
oleh Harimbawa, Kanca, dan Wahyuni pada tahun
(2015) yang menyatakan bahwa latihan knee tuck jump
memberikan efek terhadap power otot tungkai. Power
otot tungkai merupakan komponen utama dalam
membantu menunjang kecepatan berlari seorang atlet
sehingga berpengaruh terhadap peningkatan hasil
lompat jauh.
Menurut asumsi peneliti, peningkatan yang terjadi setelah diberikan latihan
pliometrik knee tuck jump disebabkan oleh rangkaian-rangkaian gerakan dari
latihan ini yang membuat otot berkontraksi dengan sangat kuat yang
merupakan respon dari pembebanan dinamis yang cepat dari otot-otot
gastrocnemius, gluteals, quadriceps dan hamstrings yang memiliki peran
penting dalam melakukan gerakan tungkai. Sehingga peneliti menyimpulkan
bahwa latihan knee tuck jump efektif untuk meningkatkan daya ledak otot
tungkai seorang atlet. Dengan adanya peningkatan kekuatan otot serta
kecepatan otot tungkai ini, maka secara langsung akan berpengaruh terhadap
kemampuan lompat jauh seorang atlet, dimana power otot tungkai merupakan
komponen utama dalam membantu menunjang kecepatan dan kekuatan.
Berdasarkan tabel diatas, terlihat nilai mean perbedaan antara
kemampuan lompat jauh sebelum dan kemampuan lompat jauh sesudah
pemberian intervensi adalah (-82,4). Hasil uji statistik menggunakan uji
paired t-test menunjukkan nilai p-value = 0,0005 (<0,05=α). Artinya Ho
ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian
latihan depth jump untuk meningkatkan kemampuan lompat jauh pada
atlet pemula lompat jauh di SMK 2 Kosgoro Kota Payakumbuh Tahun
2021.
• Menurut (Febrianto, 2017), gerakan depth jump yang
dilakukan melibatkan otot gastronemius dan femoris.
Dalam bentuk depth jump yang baik, fokuskan pada
saat melakukan lompatan. Dengan meningkatnya
power otot gastronemius maka akan terjadi
peningkatan terhadap power otot tungkai. Gerakan
depth jump yang dilakukan secara berulang-ulang
mengakibatkan stres pada komponen otot tungkai
Pembahasan
sehingga akan mengalami pembesaran otot.
Pembesaran otot disebabkan oleh peningkatan jumlah
dan ukuran sel serta serabut otot. Melalui peningkatan
dalam ukuran dan jumlah sel dan serabut otot tungkai,
maka akan menambah atau meningkatkan kekuatan
otot sehingga meningkatkan kemampuan lompat jauh
seorang atlet. Pelatihan utama pliometrik depth jump
meningkatkan kekuatan kelompok otot di sendi pinggul,
sendi lutut, dan sendi pergelangan kaki.
Menurut asumsi peneliti, upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan lompat jauh pada atlet pemula lompat jauh dapat dilakukan
melalui peningkatan power otot tungkai dengan cara pemberian latihan depth
jump yang sebaiknya dilakukan secara teratur agar otot dapat berkontraksi
sangat kuat dan diiringi dengan beberapa waktu dan intensitas yang diberikan.
Peningkatan yang terjadi pada latihan pliometrik depth jump disebabkan oleh
rangkaian gerakan dari latihan ini yang membuat otot berkontraksi dengan
sangat kuat yang merupakan respon dari pembebanan dinamis yang cepat dari
otot-otot yang memiliki peran penting dalam melakukan gerakan pada tungkai.
Diketahui bahwa nilai rata-rata tes akhir untuk kelompok latihan knee tuck
jump adalah sebesar (268,6 cm), sementara untuk kelompok latihan depth jump
adalah sebesar (255,3 cm). Kemudian diketahui nilai mean difference adalah
sebesar (13,3). Nilai ini menunjukkan selisih antara rata-rata kemampuan lompat
jauh pada kelompok latihan knee tuck jump dengan rata-rata kemampuan lompat
jauh pada kelompok latihan depth jump. Kemudian diketahui nilai p-value
sebesar (0,368) > (0,05α), maka sebagaimana dasar pengambilan keputusan
dalam uji independent sample t test dapat disimpulkan bawa Ho diterima, yang
artinya tidak ada perbedaan yang signifikan (nyata) antara rata-rata kemampuan
lompat jauh pada kelompok latihan knee tuck jump dengan kelompok latihan
depth jump.
• Hal ini terjadi karena bentuk latihan yang digunakan
hampir mirip yaitu latihan jenis plyometric yang fokus
pada peningkatan strengh dengan jenis latihan
lompatan-lompatan yang menggunakan pembebanan
dinamik atau berat badan tubuh, latihan depth jump
dan knee tuck jump merupakan latihan plyometric
dengan rating high stress, sama-sama berkisar di
Pembahasan seputar mekanisme-mekanisme neuron yang rumit,
respon adaptative yang hampir sama, random usia yang
masih dalam proses pertumbuhan, kegiatan diluar
aktivitas seharian yang sama pula karena mereka
sedang dalam masa remaja yang dialaminya saat ini,
motivasi serta semangat yang tinggi dari masing-masing
responden (Nugroho, 2016).
Namun apabila dilihat dari nilai mean lebih tinggi pada latihan knee tuck
jump yaitu (268,6 cm) dibandingkan latihan depth jump yaitu (255,3 cm).
Ditinjau dari pelaksanaannya, latihan pliometrik knee tuch jump memiliki
kecenderungan pengembangan unsur teknik yang lebih baik untuk membuat
posisi jongkok pada saat melayang di udara. Hal ini karena, siswa dituntut
untuk mengangkat kedua kaki hingga menyentuh tangan di depan dada
sehingga secara otomatis kaki akan terangkat dan membentuk posisi
jongkok.

Namun sebaliknya, pada latihan pliometrik depth jump dilakukan


dengan kedua kaki mendarat bersama-sama kemudian meloncat ke atas
dilakukan dengan eksplosif menggunakan kekuatan dan kecepatan
penuh melalui kontraksi maksimal otot-otot ekstensor dari lutut.
Loncatan dilakukan berulang-ulang dengan pantulan yang sangat kuat.
Dalam latihan ini, faktor jarak atau jauhnya loncatan yang belum dapat
dikembangkan secara maksimal dapat merugikan pelompat (Sukono,
2011).
Hal ini berbanding terbalik dengan teori yang dikemukakan Radcliffe &
Farentinos (2002) dalam (Yusuf, 2018) karena latihan depth jump fokus
latihan tersebut memberikan adaptasi pada muscle spindle dan motor unit
untuk menghasilkan fokus gerak eksplosive dengan persentase 60% kekuatan
dan 40% kecepatan. Sedangkan dalam latihan knee tuck jump fokus latihan
tersebut memberikan adaptasi pada muscle spindle dan motor unit untuk
menghasilkan gerak eksplosive dengan persentase 60% kecepatan dan 40%
kekuatan.

Sehingga pada penelitian ini depth jump tidak meningkatkan otot


tungkai secara signifikan dibanding knee tuck jump padahal dari
presentase teori yang dikemukakan Radcliffe & Farentinos (2002)
seharusnya depth jump untuk mean lebih tinggi dari knee tuck jump
sehingga perlu dikaji faktor-faktor lain seperti asupan nutrisi, pola
istirahat, dan pola aktivitas responden diluar latihan.
Menurut asumsi peneliti, kedua metode latihan tersebut sangat efektif sekali
untuk meningkatkan power dan juga pada tumpuan saat melakukan lompat
jauh. Penguasaan latihan pliometrik knee tuck jump dan latihan pliometrik
depth jump keduanya memberikan beban lebih pada tubuh karena adanya
pengaruh gravitasi sehingga akan diperoleh kekuatan yang maksimal pada
tungkai. Jadi dengan melakukan latihan pliometrik knee tuck jump dan latihan
pliometrik depth jump akan meningkatkan prestasi lompat jauh. Kemudian
hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan teori yang dikemukakan
sebelumnya sehingga perlu dikaji faktor-faktor lain seperti badan, tinggi badan,
berat asupan nutrisi, pola istirahat, dan pola aktivitas responden diluar latihan
yang telah diprogramkan.
Terima kasih 

Anda mungkin juga menyukai