Anda di halaman 1dari 108

ANALISIS KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIRETROVIRAL

(ARV) PADA PASIEN HIV/AIDS DI PUSKESMAS


RASIMAH AHMAD KOTA BUKITTINGGI
TAHUN 2020

SKRIPSI

Diajukan sebagai
Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

IVO TRISNA
NIM: 1613201038

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS
FORT DE KOCK BUKITTINGGI
TAHUN 2020
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS DIRI
Nama : Ivo Trisna
Tempat Tanggal Lahir : Kari, 03 Februari 1998
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Hand Phone : 085376636067
Anak Ke : 4 (Empat)
Alamat : Kari, Taluk Kuantan, Riau

IDENTITAS ORANG TUA


Nama Ayah : Zainal Abidin
Nama Ibu : Hellenis, S.Pd
Nama Saudara Kandung : 1. Mira Diana Sari
2. Eko Suhendra
3. Fistiva Waini

RIWAYAT PENDIDIKAN

No. Pendidikan Tempat Pendidikan Tahun Tamat

1. SD Negeri 012 Koto Kari Taluk Kuantan 2010

2. SMP Negeri 4 Taluk Kuantan Taluk Kuantan 2013

3. MAN Taluk Kuantan Taluk Kuantan 2016

4. Universitas Fort De Kock Bukittinggi Bukittinggi 2020


UNIVERSITAS FORT DE KOCK BUKITTINGGI
FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN
Skripsi, Maret 2020

Ivo Trisna

Analisis Kepatuhan Minum Obat Antiretroviral (ARV) Pada Pasien HIV/AIDS


di Puskesmas Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi Tahun 2020

VII BAB + 73 halaman + 7 tabel + 2 bagan + 13 lampiran

ABSTRAK
Jumlah kematian yang disebabkan oleh HIV/AIDS mengalami peningkatan
dari 41.250 kasus pada tahun 2016 menjadi 48.300 pada tahun 2017. Hal ini
disebabkan oleh ketidakpatuhan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) terhadap
program pengobatan yang dijalani. Terapi ARV menuntut ODHA untuk memiliki
tingkat kepatuhan yang tinggi yakni >95%. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengeksplor kepatuhan minum obat ARV pada pasien HIV/AIDS dengan fokus
pada Karakteristik Individu, Institusi Penyedia Layanan, Dukungan Keluarga, dan
Konteks Sosial. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam dan telaah
dokumen. Dengan 5 orang informan ODHA dan 6 orang dari institusi terkait yakni
Puskesmas Rasimah Ahmad, Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) dan Komisi
Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Bukittinggi. Instrumen penelitian yang
digunakan berupa pedoman wawancara, catatan dilapangan, alat perekam dan
kamera. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akses terhadap ARV, hubungan
ODHA dengan petugas kesehatan, ketersediaan ARV, Pengawasan Minum Obat
(PMO), peran keluarga dan kelompok dukungan sebaya berdampak positif terhadap
kepatuhan minum obat ARV pada ODHA. Sedangkan keterbukaan status HIV dan
stigma terhadap ODHA berdampak negatif terhadap kepatuhan minum obat ARV
pada pasien HIV/AIDS di Puskesmas Rasimah Ahmad. Kesimpulan penelitian ini
adalah kepatuhan minum obat ARV pada 5 ODHA yang ada di Puskesmas Rasimah
Ahmad pada tingkat kepatuhan yang sedang (80-95%) dengan persentase (93%).
Disarankan kepada informan penelitian agar dapat menambah pengetahuan tentang
pengobatan ARV dan memahami mengenai dampak dari ketidakpatuhan terhadap
pengobatan.

Kata Kunci : Terapi ARV, ODHA, Kepatuhan Minum Obat ARV


Daftar Pustaka : 39 (1997-2018)
HEALTH FACULTY OF FORT DE KOCK UNIVERSITY BUKITTINGGI
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
Thesis, March 2020

Ivo Trisna

An Analysis of Antiretroviral Medication (ARV) Compliance of HIV/AIDS


Patients in Rasimah Ahmad Community Health Center, Bukittinggi in 2020

VII CHAPTER + 73 pages + 7 tables + 2 charts + 13 appendices

ABSTRACT
The number of deaths caused by HIV / AIDS has increased from 41,250
cases in 2016 to 48,300 in 2017. It may be caused by non-compliance of people
living with HIV / AIDS (PLWHA) with their treatment program. ARV therapy
requires PLWHA to have a high level of adherence which is> 95%. The purpose of
this research was to analyze Antiretroviral Medication (ARV) Compliance of HIV /
AIDS Patients in Rasimah Ahmad Community Health Center, Bukittinggi in 2020
with a focus on Individual Characteristics, Service Provider Institutions, Family
Support, and Social Contexts. This research used qualitative method with a
phenomenological approach. The data were collected through in-depth interviews
and document review. There were 5 ODHA informants and 6 people from related
institutions in Rasimah Ahmad Community Health Center, Peer Support Group
(KDS) and AIDS Commission (KPA) Bukittinggi. The research instruments used
were interview guides, field notes, recording devices and cameras. The results of this
research showed that access to antiretroviral drugs, the relationship of PLHIV
toward health workers, the availability of ARVs, Drugs Supervision (PMO) and peer
support groups had a positive impact on adherence to taking ARV drugs in PLWHA.
While the openness of HIV status and stigma against PLWHA had negative impact
on compliance to take ARV drugs in HIV / AIDS patients in Rasimah Ahmad
Community Health Center. It can be concluded that the compliance to take ARV
drugs in 5 PLHIV of the Rasimah Ahmad Community Health Center at a moderate
level of compliance (80-95%) with a percentage of 93%. It is recommended that
research informants increase their knowledge about ARV treatment and understand
the impact of non-compliance with treatment.

Keywords : ARV therapy, PLWHA, Compliance to Take ARV drugs


References : 39 (1997-2018)
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah yang telah

memberikan kemudahan kepada penulis dalam menyelasaikan skripsi ini dengan

judul “Analisis Kepatuhan Minum Obat Antiretroviral (ARV) Pada Pasien

HIV/AIDS di Puskesmas Rasimah Ahmad Tahun 2020”.

Dalam penyusunan skripsi ini peneliti mengucapkan terimakasih kepada yang

Terhormat Ibu Oktavianis, S.ST, M.Biomed selaku pembimbing I dan Ibu

Maisyarah, SKM, M.Kes selaku pembimbing II yang telah membimbing,

mengarahkan dan memberikan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

Pada kesempatan ini peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada yang

terhormat :

1. Ibu Dr. Ns. Hj Evi Hasnita, S.Pd, M.Kes selaku Rektor Universitas Fort De Kock

Bukittinggi yang telah memberikan fasilitas sarana dan prasarana kepada penulis

selama perkuliahan.

2. Ibu Oktavianis, S.ST, M. Biomed selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas

Fort De Kock Bukittinggi.

3. Ibu Hj. Adriani, S.Kp, M.Kes selaku Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan

Masyarakat Universitas Fort De Kock Bukittinggi dan Dewan Penguji I yang

i
telah banyak memberikan ilmu kepada penulis, memberikan solusi dan juga

support.

4. Ibu Shantrya Dhelly Susanti, SST, M. Kes selaku Penguji II yang banyak

memberikan ilmu kepada penulis, memberikan solusi dan juga support.

5. Staff Dosen Pengajar Program Studi Ilmu Kesehatan Mayarakat Universitas Fort

De Kock Bukittinggi yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bantuan

kepada penulis selama perkuliahan.

6. Teristimewa sekali untuk keluarga tercinta kepada Ayah dan Ibunda tersayang,

serta semua pihak yang memberikan bantuan baik itu secara moril maupun

materil, dorongan semangat, doa serta kasih sayang yang tulus untuk

keberhasilan penulis.

7. Sahabat dan teman-teman yang telah membantu, memberi dukungan dan

semangat selama proses penyelasaian skripsi ini.

8. Semua rekan-rekan yang sanasib seperjuangan angkatan 2016.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh sebab itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak

untuk perbaikan dan kesempurnaannya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang

memerlukannya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Bukittinggi, Maret 2020

Ivo Trisna

ii
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL....................................................................... ....................... v
DAFTAR BAGAN....................................................................... ...................... vi
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................... ............... vii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 8
E. Ruang Lingkup Penelitian....................................................................... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori........................................................................................ 10
1. Konsep HIV/AIDS ............................................................................ 10
a. Pengertian HIV/AIDS ................................................................. 10
b. Penularan..................................................................................... 11
c. Pencegahan ................................................................................. 13
d. Proses Replikasi HIV .................................................................. 14
2. Terapi Antiretroviral/ Antiretroviral Therapy .................................. 16
a. Pengertian terapi ARV ................................................................ 16
b. Tujuan pemberian ARV .............................................................. 16
c. Cara kerja ARV........................................................................... 17
d. Jenis Obat-obatan ARV .............................................................. 17
3. Kepatuhan Pengobatan ARV ............................................................ 19
a. Pengertian Kepatuhan ................................................................. 19
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan .......................... 21
c. Jenis Ketidakpatuhan (Non Complience) .................................... 23
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan .................. 23
4. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan ARV ............. 24
a. Faktor Usia .................................................................................. 24
b. Jenis Kelamin .............................................................................. 24
c. Faktor pengetahuan Pengobatan, Ras dan Pendidikan ............... 25
d. Faktor Alkohol ............................................................................ 26
e. Faktor Tingkat Kepercayaan dan Efek Samping ........................ 26
f. Faktor Stigma .............................................................................. 27
g. Dukungan Untuk Pasien AIDS ................................................... 27
B. Kerangka Teori ....................................................................................... 28

iii
BAB III KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep .................................................................................... 30


B. Definisi Konsep ...................................................................................... 31

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian .................................................................................... 32


B. Lokasi dan Waktu Peneitian ................................................................... 32
C. Informan Penelitian ................................................................................. 33
D. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 34
E. Instrumen Penelitian ............................................................................... 36
F. Analisa Data ............................................................................................ 36
G. Etika Penelitian ....................................................................................... 40

BAB V HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................................... 42


B. Hasil Wawancara Mendalam .................................................................. 44

BAB VI PEMBAHASAN

A. Kerangka Penyajian ................................................................................ 57


B. Keterbatasan Penelitian ........................................................................... 57
C. Pembahasan Hasil Penelitian .................................................................. 58

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ............................................................................................. 71
B. Saran ....................................................................................................... 73

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iv
DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman

5.1 Jumlah Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Rasimah Ahmad..................... 43


5.2 Karakteristik Informan Wawancara Mendalam (Indepth Interview) dari
Instansi Terkait........................................................................................ 44
5.3 Karakteristik Informan Wawancara Mendalam (Indepth Interview) dari
ODHA yang Melakukan Pengobatan ARV di Puskesmas Rasimah Ahmad... 44
5.4 Matrik Triangulasi (Tingkat Kepatuhan Minum Obat ARV)......................... 45
5.5 Matrik Triangulasi (Institusi Penyedia Layanan (Puskesmas, KDS dan
KPA)).................................................................................................... 50
5.6.. Matrik Triangulasi (Dukungan Keluarga)................................................... 52
5.7.. Matrik Triangulasi (Konteks Sosial).......................................................... 56

v
DAFTAR BAGAN

Nomor bagan Halaman

2.1 Kerangka Teori .............................................................................................. 28


3.1 Kerangka Konsep ........................................................................................... 30

vi
DAFTAR LAMPIRAN

1. Petunjuk Wawancara Mendalam


2. Informent Consent
3. Pedoman Wawancara Mendalam
4. Surat Persetujuan Etik
5. Surat Keterangan Penelitian
6. Surat Izin Penelitian dari Universitas Fort De Kock Bukittinggi
7. Surat Izin Penelitian dari Kesbangpol Kota Bukittinggi
8. Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi
9. Laporan Pengambilan Data Penelitian di Puskesmas Rasimah Ahmad
10. Surat Validasi Data Penelitian
11. Dokumentasi
12. Lembar Bimbingan Skripsi

vii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

dan menyerang sel limfosit CD4. Virus ini mampu berkembang biak dengan

cepat hingga membunuh sel CD4 dan akhirnya dapat menurunkan sistem

kekebalan tubuh, serta melemahkan kemampuan tubuh dalam melawan infeksi

dan penyakit. Perkembangan virus ini ditandai dengan penurunan jumlah CD4

(hingga <350/µl), peningkatan dekstruksi jaringan, dan peningkatan viral load

(>100.000/µl). Tahap perkembangan selanjutnya dari HIV ini adalah Acquired

Immunodeficiency Syndrome (AIDS), yaitu kumpulan syndrom yang fatal karena

terjadi kerusakan yang progresif pada sistem kekebalan tubuh sehingga

menyebabkan manusia sangat rentan terjangkit beberapa penyakit tertentu. AIDS

dapat terjadi 10-15 tahun setelah pasien terinfeksi HIV (Kemenkes RI, 2016).

Di seluruh dunia, terdapat 36,9 juta masyarakat berbagai negara hidup

bersama HIV dan AIDS pada 2017. Dari total penderita yang ada, 1,8 juta di

antaranya adalah anak-anak berusia di bawah 15 tahun. Selebihnya adalah orang

dewasa, sejumlah 35,1 juta penderita dengan penderita HIV/AIDS lebih banyak

diderita oleh kaum wanita, yakni sebanyak 18,2 juta penderita. Sementara laki-

laki sebanyak 16,9 juta penderita, 25% di antaranya 9,9 juta penderita, tidak

mengetahui bahwa mereka terserang HIV atau bahkan mengidap AIDS

(UNAIDS, 2018).

1
2

Indonesia menunjukkan jumlah kasus baru HIV positif terus mengalami

peningkatan yang signifikan. Jumlah kasus HIV pada tahun 2016 sebanyak

41.250 kasus, meningkat pada tahun 2017 menjadi 48.300 kasus, dan pada tahun

2018 sebanyak 46.659 kasus. Sedangkan jumlah kasus AIDS yang dilaporkan

pada tahun 2016 sebanyak 10.146 kasus, meningkat pada tahun 2017 menjadi

10.488 kasus dan pada tahun 2018 sebanyak 10.190 kasus. Sepuluh Provinsi

dengan case rate tertinggi di urutan pertama adalah Jawa Tengah, diikuti oleh

Jawa Timur, Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Sumatera Selatan, Banten, Maluku

Utara, Sumatera Barat, Kepulauan Riau dan Kalimantan Timur (Kemenkes RI,

2018).

Terkait dengan Sustainable Development Goals (SDGs), salah satu targetnya

adalah mengakhiri epidemi AIDS sebagai ancaman kesehatan masyarakat di

tahun 2030. Target mengakhiri epidemi AIDS pada tahun 2030 juga berlaku di

Indonesia. Di Indonesia, insiden HIV mencapai 0,19 per 1000 penduduk. Insiden

tersebut masih di bawah angka global (0,26 per 1000 penduduk), namun berada

di atas angka rata-rata wilayah Asia Tenggara (0,08 per 1000 penduduk). Selain

itu, kematian karena AIDS di Indonesia juga dilaporkan meningkat hingga 68%

di tahun 2016. Kondisi ini menjadi tantangan berat Indonesia untuk mencapai

tujuan SDGs di tahun 2030 (Sustainable Development Goal, Indonesia).

Provinsi Sumatera Barat adalah salah satu provinsi dengan kasus HIV/AIDS

terbanyak di Indonesia yaitu menempati urutan ke-8 dengan case rate

24,05/100.000 penduduk pada tahun 2016. Maka, dengan jumlah penduduk

Provinsi Sumatera Barat 4,8 juta lebih, maka diperkirakan ada 1.100 orang

terinfeksi HIV/AIDS (Hardisman, 2018).


3

Berdasarkan laporan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Bukittinggi

merupakan daerah yang kasus penderita HIV dan AIDS tertinggi di Sumatera

Barat setelah kota Padang (Andriani & Izzati, 2018). Jumlah penderita 10.376

kasus baru HIV/AIDS yang terus meningkat seiring dengan adanya wabah

perilaku seks menyimpang Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) di

Sumatera Barat (Sumbar) cukup mengkhawatirkan yang mana kasus-kasus

tersebut paling tinggi terjadi di kota Padang dan Bukittinggi (Asyari, 2018).

Distribusi jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS tersebar di 19 Kabupaten dan

Kota di Provinsi Sumatera Barat. Distribusi jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS

terbesar Triwulan IV Tahun 2018 terdapat di Kota Padang (1.589) kasus diikuti

oleh Kota Bukittinggi (420) kasus, Kota Solok (90) kasus, Agam (81) kasus,

Tanah Datar (53) kasus, Kota Pariaman (52) kasus, Padang Pariaman (48) kasus,

Kota Payakumbuh (41) kasus, Pesisir Selatan (40) kasus, Lima Puluh Kota (21)

kasus, Dharmasraya (14) kasus, Pasaman Barat (13) kasus, Pasaman (12) kasus,

Kota Sawahlunto (11) kasus, Padang Panjang dan Solok (9) kasus, Solok Selatan

(7) kasus, Sijunjung (6) kasus, Kepulauan Mentawai (5) kasus dan tidak

diketahui sebanyak (61) kasus (Kemenkes RI, 2018).

Sampai saat ini HIV/AIDS belum bisa disembuhkan namun infeksi dan

replikasi HIV masih bisa dicegah dengan obat. Pengobatan tersebut dikenal

dengan pengobatan antiretroviral (ARV). Pengobatan ARV merupakan terapi

yang dijalankan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dengan cara mengkonsumsi

obat seumur hidup. Tujuannya untuk menekan jumlah virus (viral load) sehingga

akan meningkatkan status imun pasien HIV dan mengurangi kematian akibat

infeksi oportunistik. Dan sejak tahun 2014 hingga kini sudah tersedia obat
4

antiretroviral secara gratis di lebih dari 400 layanan kesehatan seluruh Indonesia

(Kemenkes RI, 2015).

Tersedianya obat ARV untuk ODHA masih belum cukup, karena kepatuhan

berobat ARV diperlukan untuk keberhasilan pengobatan. Ketidakpatuhan dapat

menyebabkan kegagalan virologi yang rendah pada rejimen pengobatan lini

pertama dan penyebaran bentuk yang resisten terhadap obat virus, yang

mengakibatkan bencana kesehatan masyarakat. Tidak seperti banyak penyakit

lainnya, sangat penting bahwa ODHA mengkonsumsi semua dosis obat untuk

mencegah resistensi dan untuk meningkatkan peluang mereka untuk bertahan

hidup (Wasti, 2012a).

Manfaat klinis ART untuk pasien yang terinfeksi HIV secara dramatis yang

ditunjukkan lebih dari satu dekade yang lalu, aplikasi luas ART di berbagai

program telah disertai dengan penurunan substansial dalam kematian AIDS,

seperti yang dilaporkan di Amerika utara, Eropa, dan Brazil (Salomon, 2008).

Menurut laporan Dirjen P2P Kemenkes RI, jumlah ODHA yang sedang

mendapatkan pengobatan ARV sampai dengan bulan Desember 2015 sebanyak

63.066 orang. Pemakaian rejimennya adalah 75,58% (47.667 orang)

menggunakan rejimen original lini 1; 21,16% (13.343 orang) substitusi; dan

3,26% (2.056) (Kemenkes RI, 2016a).

Salah satu keberhasilan besar adalah telah berkembangannya antiretroviral

therapy (ART) yang mengurangi viral load dan mengembalikan fungsi

kekebalan tubuh. Hal ini menimbulkan kemungkinan menggunakan ART tidak

hanya untuk mengobati orang tetapi juga untuk mencegah infeksi HIV baru. Di

sini kita mempertimbangkan dampak dari ART pada penularan HIV dan
5

menunjukkan bagaimana hal itu bisa membantu untuk mengendalikan epidemi

dalam (Lasti, 2017).

Kepatuhan terhadap terapi ARV adalah prediktor kunci keberhasilan

pengobatan ARV, dan berpotensi sesuai dengan intervensi. Tingkat yang cukup

tinggi dari kepatuhan terhadap ART yang diperlukan untuk mencapai dan

mempertahankan penekanan virus dan mencegah perkembangan penyakit dan

kematian. Namun, banyak pasien yang terinfeksi HIV tidak berhasil mencapai

atau mempertahankan tingkat yang memadai dari kepatuhan terhadap ART

(Langebeek et al., 2014).

Kepatuhan didefinisikan sebagai kemampuan pasien untuk mengikuti

rencana pengobatan, mengambil obat pada waktu dan frekuensi yang ditentukan,

dan ikuti pembatasan mengenai makanan dan obat-obatan lainnya (Achappa et

al., 2013).

Studi menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan

kepatuhan dapat dikelompokkan dalam empat kategori utama, yaitu 1) Berkaitan

dengan faktor pasien, misalnya karakteristik demografi. 2) Berkaitan dengan

pengetahuan, parameter psikologis, keterampilan pribadi. 3) Berkaitan dengan

pengobatan, terkait faktor rejimen seperti tahun pengobatan, beban pil, efek

samping, faktor yang berhubungan dengan penyedia termasuk hubungan pasien

dengan penyedia layanan. 4) Berhubungan dengan faktor lingkungan dan sosial

seperti pengawasan pengobatan, stigma terkait HIV dan dukungan sosial

(Hansana et al., 2013).

Penelitian pendahulu menyimpulkan kepatuhan terhadap ART di India

selatan adalah sub-optimal. penggunaan alkohol, efek samping obat, depresi,


6

stigma dan kurangnya dukungan keluarga adalah faktor yang mengurangi

kepatuhan (Achappa et al., 2013). Hasil penelitian lain tingkat kepatuhan

terhadap pengobatan ARV adalah 85,3%. Menggunakan bantuan memori,

kepuasan dengan perubahan klinis, kebugaran rejimen obat tunggal dengan

rutinitas sehari-hari, dan pengalaman dari efek samping obat adalah faktor

signifikan yang terkait dengan kepatuhan terhadap pengobatan ARV. Penelitian

lain juga menggarisbawahi pentingnya dukungan psikososial sambil memulai

ART (Wesigire et al., 2015).

Kota Bukittinggi merupakan 1 dari 19 Kabupaten dan Kota yang ada di

Provinsi Sumatera Barat. Memiliki 7 Pusat kesehatan masyarakat diantaranya

Puskesmas Guguk Panjang, Puskesmas Gulai Bancah, Puskesmas Mandiangin,

Puskesmas Mandiangin Plus, Puskesmas Tigo Baleh, Puskesmas Nilam Sari dan

Puskesmas Rasimah Ahmad. Diantara 7 Puskesmas yang ada, Puskesmas

Rasimah Ahmad merupakan satu-satunya yang menyediakan Layanan Rujukan

Perawatan, Dukungan dan Pengobatan (PDP) HIV/AIDS di Kota Bukittinggi.

ODHA yang dilaporkan di Puskesmas Rasimah Ahmad pada Tahun 2017

sebanyak 14 orang, meningkat di Tahun 2018 menjadi 17 orang dan sebanyak 11

orang pada Tahun 2019. Dengan 10 orang laki-laki dan 1 orang perempuan.

Kelompok umur terbanyak pada rentang 20-24 tahun diikuti 25-49 tahun.

Sedangkan jumlah infeksi HIV/AIDS terbanyak yang dilaporkan menurut faktor

resiko adalah LSL, diikuti oleh pasangan resiko tinggi. Selain itu peneliti juga

melakukan survei pendahuluan dengan cara mewawancarai sebanyak 4 orang

petugas program HIV/AIDS di Puskesmas Rasimah Ahmad, dan 1 orang petugas

di KPA Kota Bukittinggi diketahui bahwa ketersediaan ARV telah dijamin oleh
7

pemerintah Kota Bukittinggi dengan persiapan stock ARV sampai 6 bulan

kedepan. dan diketahui bahwa tidak semua dari pasien HIV/AIDS yang ada di

Puskesmas Rasimah Ahmad rutin dalam melakukan pengobatan ARV yang telah

dijadwalkan dengan berbagai alasan yang tidak diketahui.

Melihat fenomena diatas peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Analisis Kepatuhan Minum Obat Antiretroviral (ARV) Pada Pasien

HIV/AIDS di Puskesmas Rasimah Ahmad Tahun 2020”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah “Analisis Kepatuhan Minum Obat Antiretroviral (ARV) Pada

Pasien HIV/AIDS di Puskesmas Rasimah Ahmad Tahun 2020”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kepatuhan

minum obat antiretrroviral (ARV) pada pasien HIV/AIDS di Puskesmas

Rasimah Ahmad Tahun 2020.

2. Tujuan Khusus

a. Mengeksplor tingkat kepatuhan kepatuhan minum obat ARV pada pasien

HIV/AIDS di Puskesmas Rasimah Ahmad Tahun 2020.

b. Mengeksplor karakteristik individu terhadap kepatuhan minum obat ARV

pada pasien HIV/AIDS di Puskesmas Rasimah Ahmad Tahun 2020.


8

c. Mengeksplor institusi penyedia layanan (Puskesmas, KDS dan KPA)

terhadap kepatuhan minum obat ARV pada pasien HIV/AIDS di

Puskesmas Rasimah Ahmad Tahun 2020.

d. Mengeksplor dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat ARV

pada pasien HIV/AIDS di Puskesmas Rasimah Ahmad Tahun 2020.

e. Mengeksplor konteks sosial terhadap kepatuhan minum obat ARV pada

pasien HIV/AIDS di Puskesmas Rasimah Ahmad Tahun 2020.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Profesi Kesehatan Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi

profesional kesehatan masyarakat dalam strategi peningkatan kepatuhan

minum obat ARV pada ODHA.

b. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai referensi tambahan untuk pendidikan kesehatan masyarakat

khususnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum

obat ARV pada ODHA.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti terkait faktor-faktor

yang mempengaruhi kepatuhan minum obat ARV terhadap ODHA.


9

b. Bagi Masyarakat

1) Dapat menjadi informasi tambahan yang bermanfaat bagi masyarakat

khususnya bagi pelayanan kesehatan untuk menambah pengetahuan

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat

ARV pada ODHA.

2) Dapat menjadi masukan untuk masyarakat agar ikut berperan serta

dalam mendukung kepatuhan minum obat ARV pada ODHA.

E. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan untuk mengeksplor tingkat kepatuhan minum obat

antiretroviral (ARV) pada pasien HIV/AIDS di Puskesmas Rasimah Ahmad

Tahun 2020. Dengan variabel dependen adalah kepatuhan minum obat pada

pasien HIV/AIDS dan variabel independen adalah karakteristik individu, institusi

penyedia layanan (Puskesmas, KDS dan KPA), dukungan keluarga dan konteks

sosial. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kualitatif

dengan pendekatan fenomenologi. Teknik pengumpulan data dengan wawancara

mendalam (indepth interview) dengan jumlah informan 5 orang pasien

HIV/AIDS (ODHA), dan 6 orang dari institusi terkait seperti Puskesmas,

Kelompok Dukungan Sebaya (KDS), Komisi Penanggulangan AIDS (KPA)

Kota Bukittinggi serta anggota keluarga ODHA. Penelitian ini dilakukan pada

bulan Desember 2019 sampai Januari 2020. Instrumen penelitian yang digunakan

berupa pedoman wawancara, catatan di lapangan, alat perekam dan kamera.

Analisis data dilakukan dengan cara prosedur analisis data, triangulasi data,

analisa dilapangan, analisa setelah pengumpulan data, dan mekanisme penyotiran

data.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Konsep HIV/AIDS

a. Pengertian HIV/AIDS

HIV atau (Human Immunodeficiensy Virus) adalah virus yang

menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sedangkan AIDS atau

(Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindrom kekebalan tubuh

oleh infeksi HIV. Perjalanan penyakit ini lambat dan gejala-gejala AIDS

rata-rata baru timbul 10 tahun sesudah terjadinya infeksi, bahkan dapat

lebih lama lagi (Noviana, 2016).

AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh

HIV. Seseorang yang terinfeksi virus HIV atau menderita AIDS sering

disebut dengan ODHA singkatan dari Orang Dengan HIV dan AIDS.

Penderita infeksi HIV dinyatakan sebagai penderita AIDS ketika

menunjukkan gejala atau penyakit tertentu yang merupakan akibat

penurunan daya tahan tubuh yang disebabkan virus HIV atau tes darah

menunjukkan jumlah CD-4 <200/mm. HIV ditemukan dalam cairan

tubuh terutama darah, cairan sperma, cairan vagina, air susu ibu. Virus

tersebut merusak sistem kekebalan tubuh manusia dan menyebabkan

turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit

penyakit infeksi (Kemenkes RI, 2016).

10
11

HIV adalah retrovirus yang termasuk kedalam golongan virus

Ribonucleic Acid (RNA), yaitu virus yang menggunakan RNA sebagai

molekul pembawa genetik. Sebagai retrovirus, HIV memiliki sifat khas

karena memiliki enzim reverse transcriptase, yaitu enzim yang

memungkinkan virus merubah informasi genetiknya yang berada dalam

RNA kedalam bentuk Deoxyribonucleic Acid (DNA) yang kemudian

diintegrasikan ke dalam informasi genetik sel limfosit yang diserang.

Dengan demikian HIV dapat memanfaatkan mekanisme sel limfosit

untuk mengkopi dirinya menjadi virus baru yang mempunyai ciri-ciri

HIV. HIV menyerang sistem imun manusia yaitu menyerang limfosit T

helper yang memiliki reseptor CD-4 di permukaannya. Limfosit T helper

antara lain berfungsi menghasilkan zat kimia yang berperan sebagai

perangsang pertumbuhan dan pembentukan sel-sel lain dalam sistem

imun dan pembentukan antibodi sehingga yang terganggu bukan hanya

fungsi limfosit T tetapi juga limfosit B, monosit, makrofag dan

sebagainya (Depkes RI, 2012).

b. Penularan

Perjalanan dari virus HIV melalui beberapa rute hingga terjadi

penularan AIDS. Virus tersebut menular melalui (UNAIDS, 2018) :

1) Penularan Secara Seksual

HIV dapat ditularkan melalui seks penetratif yang tidak

terlindungi. Sangat sulit untuk menentukan kemungkinan terjadinya

infeksi melalui hubungan seks, kendatipun demikian diketahui bahwa

resiko infeksi melalui seks vaginal umumnya tinggi. Penularan


12

melalui seks anal dilaporkan memiliki resiko 10 kali lebih tinggi dari

seks vaginal. Seseorang dengan IMS (Infeksi Menular Seksual) yang

tidak diobati, khususnya yang berkaitan dengan tukak/luka dan duh

(cairan yang keluar dari tubuh) memiliki rata-rata 6-10 kali lebih

tinggi kemungkinan untuk menularkan atau terjangkit HIV selama

hubungan seksual. Dalam hal penularan HIV, seks oral dipandang

sebagai kegiatan yang rendah resiko. Resiko dapat meningkat bila

terdapat luka atau tukak di sekitar mulut dan jika ejakulasi terjadi di

dalam mulut.

2) Penularan Melalui Jarum Suntik Secara Bergantian

Menggunakan kembali atau memakai jarum suntik secara

bergantian merupakan cara penularan HIV yang sangat efisien.

Resiko penularan dapat diturunkan secara berarti di kalangan

pengguna narkoba suntikan dengan penggunaan jarum suntik baru

yang sekali pakai, atau dengan melakukan sterilisasi jarum yang tepat

sebelum digunakan kembali. Penularan dalam lingkup perawatan

kesehatan dapat dikurangi dengan adanya kepatuhan pekerja

pelayanan kesehatan terhadap kewaspadaan universal.

3) Penularan Melalui Transfusi Darah

Kemungkinan resiko terjangkit HIV melalui transfusi darah dan

produk-produk darah yang terkontaminasi ternyata lebih tinggi (lebih

dari 90%).
13

4) Penularan dari Ibu ke Anak

HIV dapat ditularkan ke anak selama masa kehamilan, pada

proses persalinan dan saat menyusui. Pada umumnya, terdapat 15-

30% resiko penularan dari ibu ke anak sebelum dan sesudah

kelahiran. Sejumlah faktor dapat mempengaruhi resiko infeksi,

khususnya jumlah virus (viral load) dari ibu pada saat kelahiran

(semakin tinggi jumlah virus, semakin tinggi pula resikonya).

Penularan dari ibu ke anak setelah kelahiran dapat juga terjadi melalui

pemberian air susu ibu.

(UNAIDS, 2018)

c. Pencegahan

Pencegahan HIV didefinisikan sebagai upaya menurunkan kejadian

penularan dan penambahan infeksi HIV melalui beberapa strategi,

aktivitas, intervensi, dan pelayanan. Pencegahan positif adalah upaya-

upaya pemberdayaan ODHA yang bertujuan untuk meningkatkan harga

diri, kepercayaan diri dan kemampuan serta diimplementasikan di dalam

suatu kerangka etis yang menghargai hak dan kebutuhan ODHA dan

pasangannya (Spiritia, Y. 2015). Tiga pilar pencegahan positif adalah

sebagai berikut :

1) Meningkatkan mutu hidup ODHA

2) Menjaga diri untuk tidak tertular HIV maupun infeksi dari orang lain

3) Menjaga diri untuk tidak menularkan HIV kepada orang lain

Tindakan pencegahan penularan HIV dapat dilakukan dengan

mencegah perilaku seks berisko. Ada beberapa metode yang


14

direkomendasikan oleh Kemenkes RI untuk mencegah penularan HIV

yang dikenal dengan perilaku ABCDE, sebagai berikut :

1) Abstinence : tidak melakukan hubungan seks bebas

2) Be faithful : melakukan prinsip monogami yaitu tidak berganti

pasangan dan saling setia pada pasangan

3) Condom : untuk melakukan hubungan seks yang mengandung

resiko dianjurkan melakukan seks aman termasuk menggunakan

kondom.

4) Drugs : jauhi narkoba

5) Equipment : hindari pemakaian alat medis yang tidak steril

(Spiritia, Y. 2015)

d. Proses Replikasi HIV

Seseorang yang terinfeksi HIV akan mengalami tahapan yang dibagi

dalam 4 stadium, berdasarkan (Depkes RI, 2012) sebagai berikut :

1) Stadium pertama: HIV

Infeksi dimulai dengan masuknya HIV ke dalam tubuh, kemudian

diikuti dengan terjadinya perubahan serologik ketika antibodi

terhadap virus berubah dari negatif menjadi positif. Lama window

period atau periode jendela, tenggang waktu antara masuknya HIV ke

dalam tubuh seseorang sampai munculnya antibodi terhadap virus

tersebut, biasanya berlangsung antara 1 sampai 6 bulan. Pada periode

ini, seseorang yang telah terinfeksi HIV masih dapat menunjukkan

hasil tes negatif dan terlihat sehat, akan tetapi dapat menularkan virus

ke orang lain.
15

2) Stadium kedua: Asimptomatik (tanpa gejala)

Asimptomatik berarti bahwa dalam organ tubuh terdapat HIV

tetapi tubuh belum menunjukkan gejala-gejala. Dalam darah sudah

timbul antibodi dan tes darah spesifik pun dapat menunjukkan adanya

antibodi terhadap virus. Orang yang memasuki stadium ini mungkin

tetap sehat dalam jangka waktu yang cukup lama setelah infeksi, rata-

rata 5-10 tahun, tetapi tetap dapat menularkan virus ke orang lain.

3) Stadium ketiga: Pembesaran kelenjar limfe

Fase ini ditandai dengan pembesaran kelenjar limfe secara

menetap dan merata (persistent generalized lymphadenopathy) yang

berlangsung lebih dari 1 bulan. Saat memasuki fase ini pada beberapa

orang gejala dini mulai tampak, gejala ini dapat berupa penurunan

berat badan hebat, demam lama dan berkeringat hebat waktu malam,

serta ruam kulit dan diare terus-menerus.

4) Stadium empat: AIDS

Pada stadium empat jumlah sel T-4 penderita di bawah 200 per

mikroliter. Keadaan ini disertai dengan timbulnya bermacam-macam

penyakit, antara lain penyakit konstitusional, penyakit syaraf, dan

penyakit infeksi sekunder. Pada stadium ini seseorang dikatakan

menderita AIDS.

Pada tiap stadium setelah infeksi dengan HIV, seseorang dapat

menularkan virus tersebut kepada orang lain meskipun belum

menunjukkan gejala-gejala AIDS.

(Spiritia, Y. 2015)
16

2. Terapi Antiretroviral/ Antiretroviral Therapy (ART)

a. Pengertian Terapi Antiretroviral

Terapi antiretroviral (ARV) adalah obat yang dirancang untuk

menghambat perkembangan HIV di dalam tubuh penderita. ARV tidak

membunuh virus itu, namun dapat memperlambat pertumbuhan virus,

waktu pertumbuhan virus diperlambat, begitu juga penyakit HIV. Karena

HIV adalah retrovirus, obat-obat ini biasa disebut sebagai Antiretroviral

Therapy (ART) (Spiritia, Y. 2015).

Sebelum mendapat ARV, ODHA harus dipersiapkan secara matang

dengan konseling kepatuhan, sehingga pasien paham benar akan manfaat,

cara penggunaan, efek samping obat, tanda bahaya lain dan sebagainya

yang terkait dengan ARV. ODHA yang mendapat ARV harus menjalani

pemeriksaan untuk pemantauan secara klinis dengan teratur (Lasti, 2017).

b. Tujuan pemberian ARV

ARV diberikan pada pasien HIV/AIDS dengan tujuan:

a) Menghentikan replikasi HIV

b) Memulihkan sistem imun dan mengurangi terjadinya infeksi

oportunistik

c) Memperbaiki kualitas hidup

d) Menurunkan morbiditas dan mortalitas karena infeksi HIV

(Depkes RI, 2011).

c. Cara Kerja ARV

Mekanisme Kerja ARV melalui 3 tahap yaitu:

a) Penghambat masuknya ke dalam sel


17

Bekerja dengan cara berikatan dengan subunit GP41 selubung

glikoprotein virus sehingga fusi virus ke target sel dihambat. Satu-

satu nya obat penghambat fusi ini adalah enfuvirtid.

b) Penghambat reverse transcriptase enzyme

(1) Analog nekleosidan (NRTI)

NRTI diubah secara intraseluler dalam 3 tahap penambahan 3

gugus fosfat) dan selanjutnya berkompetisi dengan natural

nukleotida menghambat RT sehingga perubahan RNA menjadi

DNA terhambat. Selain itu NRTI juga menghentikan

pemanjangan DNA

(2) Analog nukleotida (NtRTI)

Mekanisme kerja NtRTI pada penghambatan replikasi HIV sama

dengan NRTI tetapi hanya memerlukan 2 tahapan proses

fosforilasi.

c) Protease inhibitor

Protease Inhibitor berikatan secara reversible dengan enzim protease

yang mengkatalisa pembentukan protein yang dibutuhkan untuk

proses akhir pematangan virus. Akibatnya virus yang terbentuk tidak

masuk dan tidak mampu menginfeksi sel lain. PI adalah ARV yang

potensial. (Depkes RI, 2011)

d. Jenis obat-obatan ARV

Berdasarkan cara kerjanya ARV dibedakan dalam beberapa golongan

yaitu golongan NRTI, NNRTI, dan PI yang termasuk dalam golongan

NRTI adalah: Abacavir, Didanosin, Lamivudin, Stavudin, Tenolovir,


18

Zalcibatin, Zidotudin sementara yang termasuk golongan NNRTI adalah:

Efavirenz, Neviparin dan yang termasuk golongan PI adalah: Loponavir,

Ritonavir, Nelfinavir, Saquinavir (Depkes RI, 2011).

Berikut ini adalah rekomendasi cara memulai terapi ARV pada

ODHA dewasa berdasarkan (Depkes RI, 2011) sebagai berikut :

1) Tidak tersedia pemeriksaan CD-4

Dalam hal tidak tersedia pemeriksaan CD-4, maka penentuan mulai

terapi ARV adalah didasarkan pada penilaian klinis.

2) Tersedia pemeriksaan CD4

a) Mulai terapi ARV pada semua pasien dengan jumlah CD-4 <350

sel/mm3 tanpa memandang stadium klinisnya.

b) Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB aktif, ibu

hamil dan koinfeksi Hepatitis B tanpa memandang jumlah CD4.

(Depkes RI, 2011)

Terdapat bermacam-macam alasan atas sikap tidak taat dan tidak

teratur untuk penerapan pengobatan ARV (Depkes RI, 2006), diantaranya

karena :

1) Tingkat kepatuhan pasien untuk minum obat secara teratur.

2) Adanya efek samping obat/ dampak pengobatan yang tidak

tertahankan seperti diare, tidak enak badan, mual, lelah dan

sebagainya.

3) Kesiapan mental pasien untuk melakukan terapi ARV.

4) Timbulnya resistensi HIV terhadap obat ARV.

(Depkes RI, 2006)


19

3. Kepatuhan Pengobatan ARV

a. Pengertian Kepatuhan

Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh, yang berarti disiplin dan

taat. Kepatuhan didefinisikan sebagai kemampuan pasien untuk

mengikuti rencana pengobatan, mengambil obat pada waktu dan

frekuensi yang ditentukan, dan ikuti pembatasan mengenai makanan dan

obat-obatan lainnya (Achappa et al., 2013).

Kepatuhan harus selalu dipantau dan dievaluasi secara teratur pada

setiap kunjungan. Kegagalan terapi ARV sering diakibatkan oleh

ketidakpatuhan pasien mengkonsumsi ARV. Untuk mencapai supresi

virologis yang baik diperlukan tingkat kepatuhan terapi ARV yang sangat

tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa untuk mencapai tingkat supresi

virus yang optimal, setidaknya 95% dari semua dosis tidak boleh

terlupakan. Resiko kegagalan terapi timbul jika pasien sering lupa minum

obat. Kerjasama yang baik antara tenaga kesehatan dengan pasien serta

komunikasi dan suasana pengobatan yang konstruktif akan membantu

pasien untuk patuh minum obat (Lasti, 2017).

Pemahaman akan tahap dan proses perubahan, akan menolong

individu memahami bagaimana cara perubahan berjalan dan apa yang

dapat dialami selama terjadi perubahan untuk mengubah perilaku,

seseorang terlebih dulu memikirkan perilaku apa yang ada pada dirinya.

Seseorang biasanya mengubah perilaku yang buruk dalam menentukan

perilaku yang ingin diubah ini dapat digunakan inventori ataupun

pengalamannya selama ini (Kemenkes RI, 2011).


20

Alasan utama terjadinya kegagalan terapi ARV adalah kepatuhan atau

adherence yang buruk. Kepatuhan harus selalu dipantau dan dievaluasi

secara teratur serta didorong pada setiap kunjungan. Faktor yang terkait

dengan rendahnya kepatuhan berobat dapat disebabkan pula oleh

hubungan yang kurang serasi antara pasien HIV dengan petugas

kesehatan, jumlah pil yang harus diminum, lupa, depresi, tingkat

pendidikan, kurangnya pemahaman pasien tentang obat-obat yang harus

ditelan dan tentang toksisitas obat dan pasien terlalu sakit untuk menelan

obat (Depkes, 2012).

Sebelum memulai terapi maka harus dimantapkan terlebih dahulu

mengenai pemahaman pasien tentang terapi ARV tersebut termasuk

dengan segala konsekuensinya. Harus dibuat rencana pengobatan secara

rinci dengan pasien agar dapat meningkatkan rasa tanggung jawab pasien

untuk berobat. Penjelasan rinci tentang kepatuhan minum obat dan segala

dampak akibat kelalaian minum obat sangat penting untuk diketahui oleh

pasien. Sebagai contoh, instruksi tertulis mungkin akan membantu

meningkatkan pemahaman pasien akan manfaat pengobatan yang

dijalaninya. Lainnya yang perlu diketahui oleh pasien adalah

kemungkinan timbulnya efek samping sangat penting dijelaskan diawal

sebelum pasien menerima terapi. Disamping itu pula perlu dilakukan

edukasi kepada keluarga dan teman sebaya pasien sehingga dapat

membantu dalam pengawasan minum obat (Lasti, 2017).

ART merupakan terapi yang kompleks dengan medikasi yang lebih

dari satu macam dan diminum untuk jangka panjang. Adherence yang
21

efektif untuk terapi harus lebih besar dari 95%, karena itu minum obat

harus tepat dosis, tepat waktu dan tepat cara. Kekurangan kepatuhan

minum obat akan membuat ODHA resisten terhadap terapi dengan

konsekuensi dapat menularkan virus yang resisten kepada orang lainnya.

Konselor bertugas menerapkan konseling dukungan kepatuhan dan

menyampaikan cara dasar berobat ARV, terjadinya kegagalan terapi dan

cara menghindarkan diri dari ketidakpatuhan. Perlu dikemukakan bahwa

obat ARV lini satu mudah diakses dan obat lini dua tidak disubsidi

pemerintah (Kemenkes RI, 2011).

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

Menurut Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral (2011), terdapat

faktor-faktor yang memengaruhi pasien ODHA dalam menjalani terapi

antiretroviral, yaitu :

1) Fasilitas Layanan Kesehatan

Sistem layanan yang berbelit, sistem pembiayaan kesehatan yang

mahal, tidak jelas dan birokratik adalah penghambat yang berperan

sangat signifikan terhadap kepatuhan, karena hal tersebut

menyebabkan pasien tidak dapat mengakses layanan kesehatan

dengan mudah. Termasuk diantaranya ruangan yang nyaman, jaminan

kerahasiaan dan penjadwalan yang baik, petugas yang ramah dan

membantu pasien.

2) Karakteristik Pasien

Meliputi faktor sosiodemografi (umur, jenis kelamin, ras/ etnis,

penghasilan, pendidikan, buta/ melek huruf, asuransi kesehatan, dan


22

asal kelompok dalam masyarakat misal waria atau pekerja seks

komersial) dan faktor psikososial (kesehatan jiwa, penggunaan napza,

lingkungan dan dukungan sosial, pengetahuan dan perilaku terhadap

HIV dan terapinya).

3) Paduan Terapi ARV

Meliputi jenis obat yang digunakan dalam paduan, bentuk paduan

(FDC atau bukan FDC), jumlah pil yang harus diminum,

kompleksnya paduan (frekuensi minum dan pengaruh dengan

makanan), karakteristik obat dan efek samping dan mudah tidaknya

akses untuk mendapatkan ARV.

4) Karakteristik Penyakit Penyerta

Meliputi stadium klinis dan lamanya sejak terdiagnosis HIV, jenis

infeksi oportunistik penyerta, dan gejala yang berhubungan dengan

HIV. Adanya infeksi oportunistik atau penyakit lain menyebabkan

penambahan jumlah obat yang harus diminum.

5) Hubungan Pasien dan Tenaga Kesehatan

Karakteristik hubungan pasien dan tenaga kesehatan yang dapat

mempengaruhi kepatuhan meliputi: kepuasan dan kepercayaan pasien

terhadap tenaga kesehatan dan staf klinik, pandangan pasien terhadap

kompetensi tenaga kesehatan, komunikasi yang melibatkan pasien

dalam proses penentuan keputusan, nada afeksi dari hubungan

tersebut (hangat, terbuka, kooperatif, dll) dan kesesuaian kemampuan

dan kapasitas tempat layanan dengan kebutuhan pasien.


23

c. Jenis Ketidakpatuhan (Non Compliance)

1) Ketidakpatuhan yang disengaja (Intentional non Compliance)

Ketidakpatuhan yang disengaja dapat disebabkan oleh :

a) Keterbatasan biaya pengobatan

b) Sikap apatis pasien

c) Ketidakpercayaan pasien akan efektifitas obat

2) Ketidakpatuhan yang tidak disengaja (Unitional non Compliance)

Ketidakpatuhan yang tidak disengaja dapat disebabkan karena :

a) Pasien lupa minum obat

b) Ketidaktahuan akan petunjuk pengobatan

c) Kesalahan dalam hal pembacaan etiket

(Kemenkes RI, 2011)

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat dibagi

menjadi 4 bagian, yaitu (Kemenkes RI, 2011) :

1) Pemahaman tentang instruksi. Tak seorangpun dapat mematuhi

instruksi jika ia salah paham mengenai instruksi yang diberikan

padanya. Lasti, (2017) menemukan bahwa lebih dari 60% yang

diwawancarai setelah bertemu dengan dokter salah mengerti tentang

instruksi yang diberikan pada mereka.

2) Kualitas interaksi, antara professional kesehatan dan pasien

merupakan bagian yang penting dalam meningkatkan kepatuhan

pasien.
24

3) Isolasi sosial dan keluarga. Keluarga dapat menjadi faktor yang

sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan

serta dapat menentukan tentang program pengobatan yang mereka

terima.

4) Keyakinan, sikap dan kepribadian, hubungan antara professional

kesehatan dan pasien, keluarga dan teman, keyakinan tentang

kesehatan dan kepribadian seseorang berperan dalam menentukan

respon pasien terhadap anjuran pengobatan.

4. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pengobatan ARV

a. Faktor Usia

Pasien berusia 30-an tahun waktu terinfeksi HIV menanggapi

pengobatan HIV (ART) secara lebih baik dibandingkan dengan pasien

yang berusia 18-29 tahun. Hal ini berdasarkan penelitian di Amerika

Serikat yang diterbitkan dalam jurnal AIDS (2008). Para peneliti

berpendapat bahwa usia pasien HIV yang lebih tua lebih patuh pada

pengobatan yang dikaitkan dengan jumlah viral load yang tidak

terdeteksi dibandingkan dengan usia muda. Para peneliti juga mencatat

bahwa pasien yang lebih tua mengalami peningkatan jumlah CD4 lebih

cepat dibandingkan dengan usia muda (Carter, M. 2008 dalam Lasti,

2017).

b. Faktor Jenis Kelamin

Pendapat pertama yang menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan

menanggapi infeksi HIV secara berbeda dibuat 15 tahun lalu. Sejak itu

berbagai penelitian melaporkan temuan yang bertentangan. Para peneliti


25

dibalik penelitian baru ini mencoba untuk menjernihkan masalah ini yang

berfokus pada sekelompok besar pasien dari 69 rumah sakit di Spanyol

yang semuanya memulai pengobatan yang serupa. Mereka

mengumpulkan data dari 2,620 orang yang terinfeksi HIV, 72%

diantaranya laki-laki selama 12 bulan mereka memulai antiretroviral

serupa dengan rejimen yang mengandung nelvinafir. Diantara mereka

yang memakai terapi HIV yang manjur untuk pertama kalinya, jumlah

CD4 rata-rata pada perempuan adalah lebih tinggi dibandingkan laki-laki

walaupun perempuan tampaknya lebih mungkin mencapai viral load

tidak terdeteksi, perbedaannya tidak bermakna secara statistik. Perbedaan

jenis kelamin lebih jelas pada kelompok yang pernah diobati dengan

sekali lagi jumlah CD4 rata-rata lebih tinggi pada perempuan

dibandingkan laki-laki dalam (Lasti, 2017).

c. Faktor Pengetahuan Pengobatan, Ras dan Pendidikan

Pasien HIV yang kurang mengetahui pengobatan sering tidak

mengetahui aturan pengobatan yang diberikan oleh petugas kesehatan

dan oleh karena itu tingkat kepatuhan pengobatan lebih rendah. Osborn

dari Universitas Northwsterny, Chicago, Amerika Serikat (AS) bersama

rekannnya menemukan bahwa warga AS keturunan Afrika yang

terinfeksi HIV dua kali lebih mungkin tidak patuh dibandingkan dengan

warga yang berkulit putih. Penelitian sebelumnya menunjukan bahwa

tingkat pengetahuan pengobatan yang rendah dikaitkan dengan dampak

kesehatan yang buruk dan adalah lebih umum diantara warga AS


26

keturunan Afrika (2.4 kali lebih mungkin tidak patuh) dibandingkan

warga yang berkulit putih dalam (Lasti, 2017).

Osborn mengatakan pada Reuters Health bahwa melek huruf

merupakan prediktor bermakna terhadap ketidakpatuhan, sehingga pasien

dengan tingkat melek huruf rendah adalah 2,1 kali lebih mungkin untuk

tidak patuh terhadap rejimen pengobatan dibandingkan dengan yang

melek huruf. Keterbatasan pengetahuan pengobatan adalah hambatan

terhadap kepatuhan yang berpotensi untuk diubah. Peneliti mencatat,

mereka yang berisiko tidak patuh dapat memperoleh manfaat dari bahan

pendidikan kesehatan yang disesuaikan dengan budaya dan etikat berobat

ditulis untuk semua tingkat melek huruf dalam (Lasti, 2017).

d. Faktor Alkohol

Terapi antiretroviral (ART) meningkatkan ketahanan dan mutu hidup

ODHA namun harus sangat patuh pada ART, dan itu sangat sulit

dilakukan oleh kebanyakan ODHA. Dua penelitian baru dari Universitas

Washington menjelasakan betapa sulitnya memastikan agar ODHA

memakai ART. Satu penelitian mengamati dampak minum alkohol

terhadap kepatuhan dan menunjukan risiko ketidakpatuhan 2 kali lebih

tinggi di kalangan peminum alkohol dibanding orang yang tidak minum

alkohol dalam (Lasti, 2017).

e. Faktor Tingkat Kepercayaan dan Efek Samping ARV

Para peneliti Belanda dalam jurnal AIDS (2008) menemukan bahwa

pasien HIV yang berpikir tidak membutuhkan ARV memiliki

pengetahuan pengobatan yang rendah. Pasien yang merasa tidak


27

membutuhkan ARV 1.6 kali lebih mungkin tidak patuh dibandingkan

dengan pasien yang membutuhkan ARV. Mengenai kekhawatiran tentang

efek samping obat, dalam penelitian yang sama dengan melibatkan 341

pasien HIV ternyata 72% pasien HIV khawatir tentang efek samping

ART jangka panjang dan 52% khawatir efek samping ART satu bulan

kedepan. Penelitian Okki Ramadian (2010), pengaruh efek samping ARV

lini pertama terhadap kepatuhan ARV pada 137 ODHA di layanan

terpadu HIV Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta,

berdasarkan analisis statistik secara bivariat memberikan gambaran,

bahwa ada hubungan antara efek samping pengobatan ARV lini pertama

dengan tingkat kepatuhan dalam (Lasti, 2017).

f. Faktor Stigma

Dalam penelitian yang diterbitkan oleh journal of General Internal

Medicine edisi (2009), para peneliti fakultas pengobatan penyakit dalam

dan penelitian layanan kesehatan di Fakultas David Geffen School di

UCLA AS menemukan bahwa sejumlah besar pasien HIV yang

mendapatkan stigma tidak mengakses perawatan dan kurang patuh

terhadap pengobatan ARV. Pasien HIV yang mendapat stigma tinggi

adalah empat kali lebih mungkin melaporkan kurang mengakses layanan

perawatan medis dan tiga kali lebih mungkin melaporkan kurang patuh

terhadap pengobatan (Spiritia, Y. 2015).

g. Dukungan Untuk Pasien AIDS

Penelitian Uganda Home Based AIDS Care (HBAC) yang

disampaikan oleh dr. Jonathan Mermin menunjukan bahwa tingkat


28

kepatuhan tinggi yang dapat dicapai dengan dukungan kepatuhan

berbasis komunitas termasuk kunjungan mingguan (yang dilakukan oleh

petugas dari komunitas yang mengantar obat dan memakai angket gejala

dan kepatuhan yang baku) serta dukungan secara insentif ketika

pemantauan menunjukan bahwa mungkin terjadi masalah kepatuhan

dalam (Lasti, 2017).

B. Kerangka Teori

Kerangka teori yang paling banyak digunakan untuk menjelaskan perilaku

yang berhubungan dengan kesehatan adalah model kepercayaan kesehatan atau

Health Beliefs Model (HBM), yang pertama kali diperkenalkan oleh Rosenstock

(1974). Model ini telah dipelajari dalam konteks berbagai masalah kesehatan,

termasuk kanker, penyakit jantung, diabetes, dan yang terbaru adalah HIV (Lasti,

2017).

HBM berasal dari kerangka teori psikologis dan perilaku, dengan hipotesis

bahwa perilaku kesehatan terutama tergantung pada keinginan untuk

menghindari penyakit dan keyakinan bahwa tindakan tertentu akan mencegah

atau meringankan penyakit. Model ini terdiri dari sejumlah dimensi, termasuk (a)

kerentanan sakit yang dirasakan, yang merupakan keyakinan bahwa seseorang

berisiko terkena penyakit atau, dalam kasus infeksi yang sebelumnya diderita,

kepercayaan validitas diagnosis, (b) merasakan keparahan penyakit, yang

meliputi perasaan tentang keseriusan tertular penyakit atau tidak mendapat

pengobatan, (c) dirasakan manfaat dari pengobatan, yang berkaitan dengan

keyakinan dalam efektivitas berbagai tindakan dalam mengurangi ancaman

penyakit; dan (d) dirasakan hambatan untuk kepatuhan pengobatan, yang


29

menggambarkan analisis manfaat biaya dimana individu menimbang efektivitas

pengobatan terhadap konsekuensi negatif dari kepatuhan, seperti terganggunya

aktivitas sehari-hari dan efek samping yang merugikan. Selain empat dimensi ini,

HBM juga mendalilkan bahwa beragam demografis, psikososial, dan psikologis

variabel dapat mempengaruhi persepsi individu dan dengan demikian secara

tidak langsung mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan

dalam (Lasti, 2017).

Bagan 2.1
Kerangka Teori Penelitian
Besarnya manfaat
Variabel Demografis dikurangi besarnya
dan Sosio Psikologis kerugian tindakan
yang dianjurkan

Persepsi tentang
kemungkinan Dilakukannya
kena penyakit Besarnya ancaman
tindakan yang
dari penyakit
Persepsi tentang dianjurkan
keseriusan/
beratnya penyakit

Faktor pencetus
tindakan

Sumber : The Health Belief Model, Stretcher, V., & Rosenstock I.M. (1997) dalam
M. Hidayat Lasti (2017)
BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan

bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan logis beberapa

faktor yang dianggap penting untuk masalah. Kerangka konsep memuat teori,

dalil atau pijakan untuk melakukan penelitian. Uraian dalam kerangka konsep

menjelaskan hubungan dan keterkaitan antar variabel penelitian (Adriani, R.

2015). Variabel yang diteliti terdiri dari variabel independen atau variabel bebas

dan variabel dependen atau variabel terikat.

Bagan 3.1
Kerangka Konsep

Karakteristik Individu Dukungan Konteks Sosial


Keluarga
1. Umur 1. Dukungan Teman
2. Pekerjaan Sebaya
3. Status perkawinan 2. Stigma terhadap
4. Pendidikan Persepsi ODHA
5. Agama
1. Resiko
2. Ancaman
Kepatuhan
Pengetahuan 3. Manfaat
minum obat
tentang 4. Motivasi
ARV
HIV/AIDS

Institusi Penyedia Layanan


(Puskesmas, KDS, dan KPA)
1. Akses terhadap ARV
2. Hubungan ODHA dengan
Petugas Kesehatan
Keterangan : Yang diteliti : 3. Ketersediaan ARV
Yang tidak diteliti : - - - - - - 4. Pengawasan Minum Obat

30
31

B. Definisi Konsep

1. Kepatuhan minum obat ARV adalah suatu keadaan dimana pasien mematuhi

pengobatannya atas dasar kesadaran sendiri sebagai upaya dalam menekan

resiko dan ancaman dari infeksi HIV yang dipengaruhi oleh karakteristik

individu ODHA, dukungan keluarga, institusi penyedia layanan, serta

konteks sosial ODHA.

2. Karakteristik individu adalah identitas yang melekat pada diri individu

ODHA seperti: umur, pekerjaan, status perkawinan, pendidikan, agama dan

kelompok dalam masyarakat seperti LSL (laki-laki seks dengan laki-laki)

yang berpengaruh terhadap kepatuhan terapi ARV.

3. Institusi penyedia layanan (Puskesmas, Rumah Sakit, KDS dan KPA) adalah

institusi yang bertanggung jawab dalam pelayanan terhadap ODHA.

4. Dukungan Keluarga ODHA adalah tindakan yang dilakukan oleh anggota

keluarga terhadap ODHA baik secara fisik, materi maupun psikologi untuk

mengoptimalkan kepatuhan terapi ARV.

5. Konteks sosial adalah cara pandang masyarakat luas dalam menilai ODHA.
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Untuk menganalisis kepatuhan minum obat antiretroviral (ARV) pada pasien

HIV/AIDS, sesuai dengan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

maka digunakan jenis penelitian kualitatif. Adapun desain penelitian yang

digunakan adalah fenomenologi, yakni sebuah penelitian yang mengamati

tentang fenomena yang terjadi dalam kehidupan manusia, dimana peneliti

berusaha masuk ke dalam dunia konseptual para subjek yang ditelitinya

sedemikian rupa sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian

yang dikembangkan oleh mereka di sekitar peristiwa dalam kehidupan sehari-

hari. Peneliti bertujuan untuk mengeksplor kepatuhan minum obat antiretroviral

(ARV) pada pasien HIV/AIDS di Puskesmas Rasimah Tahun 2020.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Puskesmas Rasimah Ahmad Kota

Bukittinggi. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2019 sampai

Januari 2020.

C. Informan Penelitian

Informan dari penelitian ini adalah seluruh subjek atau objek dengan

karakteristik tertentu yang akan diteliti. Dimana informan penelitian ini dipilih

dengan cara purposive sampling. Purposive sampling adalah menentukan

informan dengan pertimbangan tertentu, yaitu sesuai dengan kriteria inklusi,

32
33

sehingga informan tersebut dapat mewakili karakteristik populasi informan yang

dikenal sebelumnya (Notoatmodjo, 2012).

Adapun kriteria untuk informan yang akan diteliti dibedakan menjadi kriteria

inklusi dan eksklusi :

1. Kriteria inklusi sebagai berikut:

a. Pasien HIV yang sedang menjalani pengobatan ARV sekurang-

kurangnya dua bulan

b. Pasien HIV yang bersedia mengikuti penelitian

2. Adapun kriteria eksklusi sebagai berikut:

a. Sedang mengalami infeksi oportunistik yang berat

b. Mengalami efek samping obat yang berat

Selanjutnya informan yang dipilih dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Pasien ODHA

2. Anggota keluarga ODHA

3. Kelompok Dukungan Sebaya (KDS)

4. Petugas Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Bukittinggi, dan

5. Petugas kesehatan di Puskesmas Rasimah Ahmad yang menangani ODHA

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara Mendalam

Teknik pengumpulan data adalah dengan wawancara mendalam atau

indept interview. Bahwa tujuan wawancara untuk mendapatkan dan

menemukan apa yang terdapat dalam pikiran orang lain. Peneliti

melakukannya untuk menemukan sesuatu yang tidak mungkin diperoleh


34

melalui pengamatan secara langsung dan tidak bisa terungkap melalui

kuesioner. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan wawancara mendalam,

pertanyaan-pertanyaan yang akan dikemukakan kepada informan tidak dapat

dirumuskan secara pasti sebelumnya, melainkan pertanyaan-pertanyaan

tersebut akan banyak bergantung dari kemampuan dan pengalaman peneliti

untuk mengembangkan pertanyaan-pertanyaan lanjutan sesuai dengan

jawaban informen. Dalam wawancara mendalam berlangsung diskusi

diantara peneliti dan informan menyangkut masalah yang diteliti. (Creswell,

1997) menjelaskan bahwa prosedur wawancara seperti berikut:

a. Mengidentifikasi para informan berdasarkan prosedur sampling yang

dipilih sebelumnya.

b. Menentukan jenis wawancara yang akan dilakukan dan informasi

bermanfaat apa yang relevan dalam menjawab pertanyaan penelitian.

c. Mempersiapakan alat perekam yang sesuai.

d. Mengecek kondisi alat perekam.

e. Menyusun protokol wawancara.

f. Menentukan tempat wawancara.

g. Menetapkan informed consent pada calon informan.

2. Lembar checklist jumlah obat

Lembar checklist jumlah obat merupakan salah satu alat ukur yang

digunakan untuk mengetahui kepatuhan minum obat pasien HIV/AIDS.

Lembar checklist ini diadopsi dari Sugiharti et., al (2014) dengan judul

Gambaran Kepatuhan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) Dalam Minum

Obat ARV di Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat Tahun 2011-2012, Pusat
35

Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat, Badan Litbangkes. Lembar

checklist ini berisikan item sebagai berikut : Nomor ODHA, jumlah obat

yang diresepkan dalam 1 fase (biasanya untuk 1 bulan), dosis perhari, tanggal

kunjungan awal fase, tanggal kunjungan akhir fase, total hari yang

terlewatkan dalam sebulan, jumlah tablet yang harus diminum setiap fase,

jumlah tablet yang diminum, persentase jumlah dosis yang diminum serta

pengkategorian tingkat kepatuhan. Pengkategorian tingkat kepatuhan

didasarkan dari rumus :

Kategori tingkat kepatuhan yaitu :

a. Kepatuhan tinggi adalah : jumlah kombinasi obat ARV kurang dari 3

dosis yang tidak diminum dalam periode 30 hari (> 95%).

b. Kepatuhan sedang adalah jumlah kombinasi obat ARV antara 3-12 dosis

yang tidak diminum dalam periode 30 hari (80-95%).

c. Kepatuhan rendah, adalah jumlah kombinasi obat ARV lebih dari 12

dosis yang tidak diminum dalam periode 30 hari (<80%).

3. Dokumentasi

Studi dokumen merupakan kelengkapan dari penggunaan metode telaah

dokumen dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Ada catatan penting

mengenai pemanfaatan bahan dokumntasi ini, bahwa tidak semua dokumen

memiliki kredibilitas yang sangat tinggi, sehingga harus semua selektif dan

hati-hati dalam pemanfaatannya (Sugiyono, 2017).


36

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk pengumpulan data

penelitian (Notoatmodjo, 2010). Adapun instrumen penelitian ini adalah peneliti

sendiri, oleh karena itu sebagai instrumen penelitian peneliti juga harus di

validasi terhadap bidang yang diteliti sebagai instrumen meliputi pemahaman

terhadap metode penelitian kualitatif penguasaan wawasan terhadap bidang yang

diteliti. Yang melakukan validasi adalah instrumen itu sendiri melalui evaluasi

diri tentang seberapa jauh pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan

wawasan teori bidang yang diteliti serta kesiapan dan bekal memasuki lapangan

(Sugiyono, 2017).

F. Analisis Data

1. Prosedur Analisis Data

Dalam buku (Sugiyono, 2017), analisis data dalam penelitian kualitatif

terdiri dari 3 tahapan yaitu sebagai berikut :

a. Tahap Reduksi Data

Reduksi data merupakan merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.

b. Tahap Penyajian Data

Dengan penyajian data maka akan memudahkan untuk memahami apa

yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah

dipahami tersebut.
37

c. Tahap Penarikan Kesimpulan

Setelah data disajikan dan dapat dipahami maka ditarik kesimpulan,

Verifikasi dan kesimpulan dari penelitian ini dapat menjawab pertanyaan

dari peneliti.

2. Triangulasi Data

Triangulasi data digunakan sebagai proses memantapkan derajat

kepercayaan (kredibilitas/ validitas) dan konsistensi (reabilitas) data, serta

bermanfaat juga sebagai alat bantu analisis data dilapangan. Triagulasi bukan

bertujuan mencari kebenaran, tetapi meningkatkan pemahaman peneliti

terhadap data dan fakta yang dimilikinya. Hal ini di pertegas oleh Wiersma

yang mengemukakan triagulasi dalam pengujian kreadibilitas ini diartikan

sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan

berbagai waktu (Sugiyono, 2017).

Berdasarkan uraian diatas disimpulkan triagulasi merupakan cara

mendapatkan data yang benar-benar absah dengan pendekatan metode ganda.

Triagulasi sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data dengan cara

memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu sendiri, untuk keperluan

pengecekan data atau sebagai pembanding terhadap data itu.

3. Analisa Dilapangan

(Bogdan & Biklen, 2007) mengemukakan ada tiga aspek penting yang

dikategorikan sebagai analisis selama dilapangan dan analisis akhir, yaitu:

a. Peneliti hendaknya tidak terlalu takut melakukan spekulasi atau membuat

pertimbangan spekulasi. Spekulasi ialah kepedulian akan keterbukaan

suatu gagasan.
38

b. Terkait dengan kepedulian akan keterbukaan suatu gagasan.

c. Perlu meningkatkan tinjauan data yang diperoleh selama periode

penelitian. Peneliti hendaknya mencatat gagasan-gagasan pada margin

catatan lapangan. Menandainya seperti melingkari kata-kata kunci dan

ungkapan-ungkapan yang digunakan oleh informen.

4. Analisis Setelah Pengumupulan Data

Pekerjaan analisis setelah pengumpulan data tidak lain adalah

mengembangkan sistem kode untuk mengorganisasikan data (Matja, 2007)

mengemukakan klasifikasi kategori kode yaitu :

a. Kode latar, menunjukkan kode berdasarkan ketika sebagian besar

informasi umum dalam latar, topik, dan subjek dapat dipilah-pilahkan.

b. Kode situasi, menempatkan unit-unit yang dijelaskan bagaimana subjek

menjelaskan latar atau topik tertentu.

c. Kode perspektif subjek, mengacu pada cara berpikir yang dikemukakan

oleh beberapa atau seluruh subjek, yang pada umumnya secara

keseluruhan tidak sama dengan defenisi situasi mengacu pada aspek-

aspek khusus latar. Kode itu mencakup peraturan norma atau beberapa

pendirian.

d. Kode menurut cara berfikir subjek, mengenai orang dan objek

menunjukan kode yang diberikan kepada pengertian subjek mengenai

seseorang terhadap orang lain, mengenai orang-orang diluar darinya dan

mengenai objek yang menjadi bagian dari dunianya.

e. Kode proses, menunjuk pada periode waktu, tahapan, fase, bagian,

langkah, atau kronologis kejadian.


39

f. Kode kegiatan, jenis prilaku yang terjadi secara tetap.

g. Kode peristiwa menunjuk pada peristiwa khusus yang jarang terjadi, atau

hanya terjadi sekali saja.

h. Kode strategi, merujuk pada taktik, cara, teknik, dan berbagai hal yang

dilakukan orang secara sadar untuk mencapai berbagai tujuan.

i. Kode relasi dan struktur sosial, pola-pola prilaku tetap dan teratur di

antara orang-orang, tidak secara formal ditentukan oleh peta organisasi

yang dikelompokkan berdasarkan hubungan/ relasi.

j. Kode metode, memisahkan bahan-bahan yang berhubungan dengan

prosedur penelitian berbagai judul masalah, bab, dan bagian dalam satu

buku dapat dikode seperti dalam penelitian.

5. Mekanisme Penyotiran Data

(Bogdan dan Biklen, 2007), mengemukakan ada 4 tahapan dalam

mekanisme penyortiran data. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Memeriksa semua halaman catatan dan memberi nomor dalam urutan

kronologis menurut waktu data itu dikumpulkan/ diperoleh, atau

dikumpulkan menurut jenisnya.

b. Dimulai pada saat peneliti membaca kembali datanya, dengan

mengembangkan kategori kode pendahuluan.

c. Memberikan tanda dengan angka terhadap kode.

d. Membuat daftar dan memberikan nomor pada masing masing kategori

kode.
40

G. Etika Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tetap memperhatikan etika penelitian

berikut ini:

1. Penelitian ini dilaksanakan setelah mendapatkan izin dari Universitas Fort De

Kock Bukittinggi, KPA Bukittinggi dan Puskesmas Rasimah Ahmad

Bukittinggi.

2. Menghargai, menghormati dan patuh semua aturan, norma, nilai masyarakat,

kepercayaan, adat istiadat, dan kebudayaan yang hidup didalam masyarakat

tempat penelitian dilakukan.

3. Setiap sebelum peneliti memulai wawancara, terlebih dahulu memberikan

informed consent untuk memberitahu secara jujur maksud dan tujuan terkait

penelitian pada informan dengan sejelas-jelasnya serta meminta persetujuan

informan untuk memberikan informasi.

4. Semua informan penelitian diperlakukan sama dan ditempatkan bukan

sebagai “objek” melainkan orang yang derajatnya sama dengan peneliti.

5. Informasi tentang subjek tidak dipublikasikan bila subjek tidak menghendaki,

termasuk nama subjek tidak akan dicantumkan dalam laporan penelitian,

melainkan diganti dengan nomor atau simbol (anonimity).

6. Seluruh informasi yang diberikan dijaga kerahasiaannya selama penelitian

maupun saat penelitian ini telah selesai dan hanya digunakan untuk kegiatan

penelitian dan tidak akan dipublikasikan tanpa seizin informan.


BAB V
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas Rasimah Ahmad sebelumnya bernama Puskesmas Perkotaan

Rasimah Ahmad, merupakan pengembangan dari Puskesmas Tengah Sawah.

Nama Puskesmas diambil dari nama Bidan Pertama di Kota Bukittinggi

“Rasimah Ahmad” Puskesmas di resmikan pada tanggala 4 Juni 2009 oleh

Bapak Walikota Bukittinggi Drs. H. Djutri yang dihadiri oleh keluarga

almarhumah Bidan Rasimah Ahmad.

1. Keadaan Geografi

Puskesmas Rasimah Ahmad terletak di Kelurahan Aur Tajungkang

Tengah Sawah Kecamatan Guguk Panjang dengan luas wilayah kerja 4,011

Km² yang berbatasan dengan :

a. Sebelah Utara : Kecamatan Bukittinggi Utara

b. Sebelah Selatan : Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh

c. Sebelah Timur : Kelurahan Bukit Cangang

d. Sebelah Barat : IV Koto Kabupaten Agam

Wilayah kerja Puskesmas Rasimah Ahmad terdiri dari 4 kelurahan di

Kecamatan Guguk Panjang yaitu :

a. Kelurahan Aur Tajungkang Tengah Sawah

b. Kelurahan Bukit Apit Puhun

c. Kelurahan Kayu Kubu

d. Kelurahan Benteng Pasar Atas

41
42

Puskesmas Rasimah Ahmad terletak di perbatasan antara kelurahan Aur

Tajungkang Tengah Sawah dan Kelurahan Pakan Kurai, berada pada dataran

rendah yang berdekatan dengan pasar dan pusat kota sehingga masyarakat

dengan mudah dapat menjangkau Puskesmas.

2. Keadaan Demografis

Berdasarkan data dari BPS Kota Bukittinggi, jumlah penduduk Wilayah

Puskesmas Rasimah Ahmad Tahun 2016 adalah 18.484 jiwa.

Jumlah penduduk yang paling banyak berada di Kelurahan Aur

Tanjungkang Tangah Sawah sebesar 7.998 jiwa, sedangkan yang paling

sedikit penduduknya berada di kelurahan Benteng Pasar Atas dengan jumlah

1.388 jiwa, dengan kepadatan penduduk yang tidak rata untuk tiap-tiap

kelurahan.

Tabel 5.1
Jumlah Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Rasimah Ahmad
No Kelurahan Luas Wil Jumlah Jumlah Jumlah
(Km²) Penduduk RW RT
1. Aur Tajungkang 0.690 7.998 5 19
Tengah Sawah
2. Benteng Pasar 0.560 1.388 3 9
Atas
3. Kayu Kubu 0.910 3.873 3 13
4. Bukit Apit 1.851 5.225 5 15
Puhun
Total 4.011 18.484 16 56
Sumber : Data sasaran program Kota Bukittinggi Tahun 2016
43

B. Hasil Wawancara Mendalam

1. Tingkat Kepatuhan Minum Obat ARV

Penelitian ini menemukan bahwa tingkat kepatuhan ODHA dalam

menjalani terapi ARV adalah sedang. Dimana dari hasil wawancara

ditemukan 3 ODHA mengaku tidak pernah putus minum obat ARV dengan

persentase 100%. Sedangkan 1 ODHA mengaku pernah putus 4 kali dengan

rejimen 1 kali sehari dalam rentang waktu sejak bulan maret tahun 2018

sampai bulan januari tahun 2020 atau 1 tahun 11 bulan = 690 hari. Dengan

perhitungan total dosis yang seharusnya dimunim adalah 690 ARV – 4 ARV

= 686 ARV. Jadi persentasenya adalah (686 / 690) x 100% = 99,42%.

Kemudian 1 ODHA mengaku pernah putus 2 bulan (60 kali) dengan rejimen

1 kali sehari dalam rentang waktu sejak bulan agustus tahun 2019 sampai

bulan januari tahun 2020 atau 6 bulan = 180 hari. Dengan perhitungan total

dosis yang seharusnya diminum adalah 180 ARV – 60 ARV = 120 ARV.

Jadi persentasenya adalah (120 / 180) x 100% = 66,67%. Untuk menghitung

rata-rata tingkat kepatuhan semua ODHA yang menjadi informan adalah : (3

x 100) + (1 x 99) + (1 x 67) = 466 / 5 = 93,2 Sehingga disimpulkan tingkat

kepatuhan semua ODHA yang menjadi informan adalah 93%.

Tabel 5.1
Matrik Triangulasi (Tingkat Kepatuhan Minum Obat ARV)
No. Aspek yang Wawancara Telaah Dokumen Kesimpulan
Diperiksa Mendalam

1. Tingkat Pencapaian atau Menurut hasil telaah Berdasarkan hasil


Kepatuhan tingkat kepatuhan dokumen tingkat kepatuhan yang didaptkan
Minum Obat pasien ODHA dalam pasien ODHA dalam minum Tingkat kepatuhan
ARV minum obat ARV obat ada dalam bentuk ODHA dalam minum
sejak pertama kali lembar ceklis pengambilan obat ARV masuk
melakukan ART obat dalam kategori
sedang dengan
persentase 93^%
44

2. Karakteristik Informan

Informan dari penelitian ini berjumlah 11 orang yaitu terdiri dari tenaga

kesehatan yang berhubungan langsung dengan program HIV/AIDS di

Puskesmas Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi, yaitu Kepala Pemegang

Program HIV/AIDS, Konselor ODHA, Dokter Fungsional ODHA, dan

Apoteker. Selanjutnya KDS dan KPA Kota Bukittinggi, keluarga ODHA dan

juga ODHA yang mengakses ARV di Puskesmas Rasimah Ahmad.

Tabel 5.2
Karakteristik Informan Wawancara Mendalam (Indepth Interview) dari Instansi Terkait
No Kode Jabatan Jenis Kelamin Usia
Kepala Program HIV/AIDS Puskesmas Rasimah
1. F-1 Perempuan 35 Tahun
Ahmad
2. F-2 Konselor ODHA Laki-Laki 40 Tahun
3. F-3 Dokter Fungsional Puskesmas Rasimah Ahmad Perempuan 39 Tahun
4. F-4 Apoteker Puskesmas Rasimah Ahmad Perempuan 40 Tahun
5. F-5 KDS & KPA Kota Bukittinggi Laki-Laki 28 Tahun
6. F-6 Istri ODHA Perempuan 30 Tahun

Tabel 5.3
Karakteristik Informan Wawancara Mendalam (Indepth Interview) dari ODHA yang
Melakukan Pengobatan ARV di Puskesmas Rasimah Ahmad
Jenis Pendidikan Faktor Status
No Kode Usia Pekerjaan Agama Mulai ART
Kelamin Terakhir Penyebab Pernikahan
1. F-7 Laki-Laki 28 SMA Wiraswasta Islam Agustus 2019 LSL Lajang
2. F-8 Laki-Laki 29 SMA Wiraswasta Islam Februari 2019 LSL Lajang
3. F-9 Laki-Laki 25 SMA Wiraswasta Islam Maret 2018 LSL Lajang
4. F-10 Laki-Laki 32 D2 Wiraswasta Islam Juli 2019 LSL Menikah

5. F-11 Laki-Laki 24 SMK Wiraswasta Islam Oktober 2019 LSL Lajang


45

a. Efek samping yang dirasakan ODHA

ODHA yang menjalani terapi ARV juga merasakan efek samping dari

obat tersebut, seperti pernyataan informan di bawah ini :

“Efek samping 3 hari pertama, selama minum itu ada mual,


pusing juga ada, linglung habis minum obat. Itu 3 hari
pertama. Rasa letih juga berlebih pas pagi nya, pas bangun
tidur. Hari ke 4 alhamdulillah mulai berkurang sampai
terakhir saya minum ARV udah gak ada efek samping lagi”.
(F-7, 28 Tahun).

“Kayak oleng begitu...tapi karena setelah minum langsung


tidur makanya Cuma 1 minggu saja saya rasakan oleng.
Cuma keluar kayak ruam itu di kulit yang gatal, sering
demam juga”. (F-8, 29 Tahun).

“Pusing seharian, hari ke-2 sedikit tapi udah mendingan.


Hari ke-3 itu udah gak ada sampai sekarang. Cuma hari
pertama aja yang down banget”. (F-9, 25 Tahun).

“Sampai 5 bulan itu sempoyongan, kalo sekarang inshaallah,


masih ada tapi tidak saya pikirkan lagi. Kalau pusing-pusing,
saya bawa aktivitas lain”. (F-10, 32 Tahun).

“Pusing dan mual itu selama 1 minggu, alhamdulillah setelah


itu lumayan normal”. (F-11, 24 Tahun).

Tabel 5.4
Matrik Triangulasi (Efek Samping yang dirasakan ODHA)
No. Aspek yang Wawancara Telaah Dokumen Kesimpulan
Diperiksa Mendalam

1. Efek Semua efek yang tidak Berdasarkan laporan ODHA mengungkapkan


samping dikehendaki yang informasi yang bahwa mengalami efek
obat ARV membahayakan atau didapatkan memang samping dari terapi ARV
merugikan ODHA jikalau terdapat efek yang dirasakan pada
akibat penggunaan samping pengobatan awal-awal terapi seperti
obat terhadap ODHA mual, pusing, linglung
dan sempoyongan, itu
berlangsung paling lama 5
bulan dan ada yang hanya
3 hari pertama.
Kebanyakan dari ODHA
menjadwalkan minum
obatnya pada jam-jam
sebelum tidur untuk
mengurangi efek samping
yang mereka rasakan.
46

3. Institusi Penyedia Layanan (Puskesmas, KDS dan KPA)

Institusi penyedia layanan merupakan institusi yang bertanggung jawab

dalam pelayanan terhadap ODHA. Institusi tersebut diharapkan mampu

membantu semua ODHA dalam mengakses pelayanan yang dibutuhkan oleh

ODHA.

a. Akses Terhadap ARV

Akses terhadap ARV dalam peningkatan kepatuhan minum obat ARV

pada ODHA merupakan syarat mutlak optimalnya kepatuhan minum obat

ARV. Mudah atau sulitnya mengakses ARV sangat mempengaruhi

kepatuhan minum obat ARV bagi ODHA. ODHA dalam mengakses

ARV di Kota Bukittinggi tidak mengalami kesulitan bahkan bisa

dikatakan mudah. Dimana ada 2 tempat yang disediakan pemerintah Kota

Bukittinggi untuk mengakses ARV yaitu salah satunya di Puskesmas

Rasimah Ahmad. Seperti pernyataan dibawah ini :

“Sejauh ini, akses untuk ARV di Puskesmas Rasimah Ahmad


itu lancar. Alhamdulillah belum ada kendala”. (F-1, 35
Tahun).

“Selalu terkondisikan”. (F-2, 40 Tahun).

“Alhamdulillah, lancar. Pasien belum pernah pulang tanpa


obat, begitulah istilahnya”. (F-4, 40 Tahun).

“Pas saya ambil ke Puskesmas, langsung ada. Soalnya kan


pernah sisa obat saya itu 1 lagi dan itu juga untuk 1 hari ini
terus saya ambil hari itu juga, langsung dapat obatnya”. (F-7,
28 Tahun).

“Kalau saya sih sejauh ini tidak pernah ada kendala


pengambilan obat”. (F-8, 29 Tahun).
47

“Sampai saat ini akses terhadap ARV di Puskesmas Rasimah


Ahmad itu baik, kalau diberi nilai 1-10 nilai nya itu 9”. (F-10,
32 Tahun).

“Saya biasanya kalau mau ambil obat ke Puskesmas, saya


daftar lewat online aja. Jadi lenih memudahkan saya dan
cepat selesai”. (F-11, 24 Tahun).

Permasalahan yang dirasakan oleh salah seorang ODHA saat

mengakses ARV di Puskesmas Rasimah Ahmad ialah dibedakan dengan

pasien umum sehingga membuat ODHA stres. Sebagaimana ungkapan

informan berikut :

“Pelayanan di Puskesmas Rasimah Ahmad alhamdulillah


cepat, gak terlalu lama, fast respon lah. Pelayannya
dibedakan, nyaman sih.... tapi saya lebih milih disamakan
dengan pasien umum. Karena kalau dibedakan itu bikin saya
stres”. (F-9, 25 Tahun).

“Tetap seperti pasien lain tetap ke loket, namun memang


dalam pengambilan obat berbeda antar ODHA dan pasien
umum”. (F-3, 39 Tahun).

“Nanti pasien ODHA seandainya sudah melakukan


pemeriksaan dengan Dokter, apoteker yang telah ditunjuk
atau istilahnya berwenang akan mengantar obat pada pasien,
sehingga pasien tidak mengambil ke apotik”. (F-4, 40 Tahun).

b. Hubungan ODHA dengan Petugas Kesehatan

Hubungan ODHA dengan petugas kesehatan juga sangat

mempengaruhi optimalnya kepatuhan minum obat ARV pada ODHA.

Beberapa pernyataan informan terkait hubungan ODHA dengan petugas

layanan kesehatan adalah sebagai berikut :

“Hubungan dengan petugas kesehatan alhamdulillah baik,


pelayanan baik, semuanya baik. Soalnya tidak ada
diskriminasi disana”. (F-7, 28 Tahun).
48

“Saya sudah akrab sama orang di Puskesmas. Biasa kalau


datang langsung disapa. Kami sudah sangat akrab dan sering
sharing-sharing sama mereka”. (F-8, 29 Tahun).

“Bagus, sejauh ini masih lancar”. (F-9, 25 Tahun).

“Hubungan baik, alhamdulillah komunikasi baik ya”. (F-10,


32 Tahun).

“Baik, kalau dikasih nilai itu 9”. (F-11, 24 Tahun).

Dari pandangan petugas kesehatan mengenai hubungan dengan

ODHA sebagai berikut :

“Alhamdulillah baik, cuma kemaren ada 2 orang lost


kontak”. (F-1, 35 Tahun).

“Selama ini berjalan aman aja, gak ada masalah. Karena kan
kita ketemunya hanya di Puskesmas, ya kalau dia datang, kita
layani”. (F-2, 40 Tahun).

“Kalau menurut saya sejauh ini masih baik. Bahkan kami


mempunyai grup WA untuk media komunikasi antara petugas
dengan pasien”. (F-3, 39 Tahun).

“Baik”. (F-4, 40 Tahun).

c. Ketersediaan ARV

Ketersediaan obat ARV dan logistik kesehatan menjadi penentu

keberhasilan pengobatan, perawatan, dan dukungan bagi ODHA.

Beberapa pernyataan yang didapat dari hasil wawancara seperti dibawah

ini :

“Ketersediaan obat saat ini lancar alhamdulillah belum ada


kendala, Cuma dulu itu pernah sekali masuk obat yg untuk
rejimen 2 kali sehari, kita kan disini gak pakai itu, jadi
dikembalikan”. (F-1,35 Tahun).

“Obat untuk ARV itu selama berjalan ini alhamdulillah tidak


ada masalah, lancar obat. Kita kan ngambil obat dari dari
gudang jadi masalah keterputusan ini tergantung laporan kita
49

juga. Kalau laporannya masuk, ya obat kita pasti masuk”. (F-


2, 40 Tahun).

“Kalau ketersediaan obat ARV ada sampai saat ini cukup di


Puskesmas. Kita pengadaannya dari instalasi farmasi”.
(F-4, 40 Tahun).

“Kalau strategi KPA dalam menjamin ketersediaan obat ARV


dengan melakukan koordinasi bersama layanan kesehatan,
stok ARV itu gimana, jadi kita pantau”. (F-5, 28 Tahun).

d. Pengawasan Minum Obat ARV

Pengawasan pengobatan ARV merupakan faktor penting yang

mempengaruhi optimalnya kepatuhan minum obat ARV. Beberapa

bentuk pengawasan yang ditemukan pada saat penelitian diungkapkan

oleh informan sebagai berikut :

“Kalau saya selalu ingatkan, ada juga yang bantu saya


mengingatkan dia. Kalau dia sedang berada di luar rumah,
biasanya saya SMS. Semua orang dirumah kan tau
penyakitnya, jadi banyak yang bisa mengontrol minum
obatnya.” (F-6, 30 Tahun).

“Disini kita juga kerjasama dengan pendamping atau KDS.


Jadi kalau misalnya kita lihat kepatuhannya, tinggal tanya
berapa sisa obatnya. Kita kan ngasih obat itu satu bulan 30
butir. Misalnya sisa obatnya 2 hari dan dia akses layanan,
kalau dia bilang sisa 2 berarti dia patuh. Kapan dia berlebih
berarti tidak patuh. Kami disini juga ada penilaian kepatuhan
mereka”. (F-4, 40 Tahun).

“Kalau saya sebagai KDS, itupun biasanya mengingatkan


atau saya koordinasi dengan petugas dokternya. Lihat status
pengobatan atau kartu obat pasien, sehingga tau berapa sisa
obat pasien sama kapan terakhir ambil obat”. (F-5,28
Tahun).

“Antara petugas dan ODHA itu kan ada WA grup, nah disana
itu kita fungsikan sebagai salah satu media atau tempat untuk
mengingatkan pasien minum obat”. (F-3, 39 Tahun).
50

Tabel 5.5
Matrik Triangulasi
(Institusi Penyedia Layanan (Puskesmas, KDS dan KPA))
No. Aspek yang Wawancara Telaah Dokumen Kesimpulan
Diperiksa Mendalam

1. Akses Kemudahan dan Berdasarkan telaah Berdasarkan hasil yang


terhadap hambatan ODHA dokumen akses terhadap didapatkan dengan
ARV mengakses atau ARV sangatlah lancar lancarnya akses terhadap
memperoleh karena pasien yang ARV, mempengaruhi
pengobatan mengakses ARV di optimalnya kepatuhan
Puskesmas Rasimah Ahmad ODHA dalam minum obat
tidak pernah putus stock ARV
obat

2. Hubungan Interaksi atau bentuk Berdasarkan laporan Berdasarkan hasil yang


ODHA komunikasi ODHA informasi yang didapatkan diapatkan bahwasanya
dengan dengan petugas layanan memang jikalau hubungan Semua ODHA merasa akrab
Petugas HIV/AIDS di Instansi ODHA dengan petugas dengan petugas layanan
Kesehatan terkait kesehatan berjalan dengan kesehatan khususnya pada
lancar dan baik layanan VCT. Dan dari
institusi penyedia layanan
pun merasa akrab dengan
ODHA

3. Ketersediaan Ketersediaan logistik Berdasarkan laporan yang Dengan adanya ketersedian


ARV obat ARV di didapatkan dari pihak obat ARV sangat memadai
Puskesmas Rasimah Puskesmas bahwa bagi ODHA yang
Ahmad ketersediaan obat ARV mengakses ARV di
sangatlah mencukupi untuk Puskesmas Rasimah Ahmad
pasien HIV/AIDS yang bahkan stocknya mampu
mengakses pengobatan di melayani sampai 6 bulan
Puskesmas Rasimah Ahmad kedepan dimana pengadaan
obat ARV masih merupakan
program nasional yang
disalurkan ke Kabupaten
dan Kota.

4. Pengawasan Bentuk pengawasan Berdasarkan telaah Dengan adanya pengawasan


minum obat minum obat dari pihak dokumen pengawasan kepatuhan minum obat ARV
ARV Puskesmas dan KPA minum obat ARV sudah ada terhadap ODHA oleh
Kota Bukittinggi dari pihak Puskesmas dan instansi kesehatan
KDS mempengaruhi optimalnya
kepatuhan minum obat ARV
pada ODHA
51

3. Dukungan Keluarga

Faktor lain yang juga mempengaruhi kepatuhan minum obat ARV adalah

dukungan keluarga. Keluarga merupakan lingkungan terdekat bagi ODHA

sehingga keluarga yang paling diharapkan untuk memberi dukungan besar

terhadap ODHA pada setiap masalah yang dihadapinya.

a. Keterbukaan status HIV

Keterbukaan status sebagai penderita HIV atau ODHA terhadap

keluarga adalah pintu awal untuk mendapatkan dukungan dari keluarga.

Salah satu ODHA mengaku sudah membuka statusnya sebagai ODHA

dari keluarganya. Beberapa pernyataan tentang keterbukaan ODHA

tersebut adalah :

“Keluarga sudah tahu, sekarang sudah tahu semua, karena


kan waktu itu saya melakukan screening di salah satu
Puskesmas di Solok Selatan, jadi istri saya yang ambil hasil
tes nya. Padahal seminggu lagi saya mau nikah”. (F-10, 32
Tahun).

“Saya sendiri yang pergi ambil hasilnya di Puskesmas karna


waktu itu saya di telfon sama perawat disana untuk datang
ambil hasil tesnya” (F-6, 30 Tahun).

4 ODHA lainnya mengaku masih menutupi statusnya sebagai ODHA

dari keluarganya seperti pernyataan di bawah ini :

“Keluarga belum ada yang tau, soalnya belum sanggup


utntuk bilang sama keluarga, yang tau cuma saya, opik, dua
teman dekat saya sama kakak. Jadi itu, kalau saya katakan
pada mereka, takutnya nanti mereka diskriminasi. Penyakit
ini kan masih tabu di masyarakat.” (F-7, 28 Tahun).

“Tidak, tidak ada yang tau. Yang tau cuma konselor terus
pendamping yang ada di Rasimah Ahmad sama kakak juga.
Takutnya diskriminasi dari keluarga karena mereka kan tidak
paham bagaimana penularannya. Kemudian nanti takutnya
akan di pertanyakan kamu dapatnya darimana, apakah kamu
52

seks bebas atau narkoba pasti ditanyakannya kan. Jadi saya


gak kasih tau”. (F-8, 29 Tahun).

“Tidak ada keluarga yang tau, saya sudah membayangkan


jika keluarga saya tau saya takut mungkin bisa diusir atau
lebih buruk dari itu bisa bahkan di bunuh hidup-hidup.” (F-9,
25 Tahun).

“Seandainya keluarga tau, takutnya ada yang berpikiran lain-


lain”. (F-11, 24 Tahun).

b. Peran keluarga dalam mengoptimalkan kepatuhan minum obat


ARV

Dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat ARV itu

ditunjukkan dari perannya dalam mengoptimalkan kepatuhan minum obat

ARV seperti yang ditunjukkan dalam pernyataan di bawah ini :

“Itu makanya, kalau istri saya tahu saya sakit, pasti langsung
ribut. Dia yang sibuk begitu... istri juga selalu ingatkan,
sudah minum obat.....? atau lagi asik banyak kerjaan saya
lupa begitu. Weh...sudah 5 menit......” (F-10,32 Tahun).

“Saya ingatkan dia tiap hari minum obat, saya yang antar dia
kalau dia mau berobat, saya juga sudah mulai akrab dengan
dokternya”. (F-6, 30 Tahun).

Tabel 5.6
Matrik Triangulasi (Dukungan Keluarga)
No. Aspek yang Wawancara Mendalam Telaah Dokumen Kesimpulan
Diperiksa

1. Keterbukaan Keterbukan pasien Menurut laporan Berdasarkan hasil yang


status HIV HIV/AIDS terkait status informasi yang didapatkan bahwa 1 dari 5
sebagai ODHA sudah didapatkan memang ODHA sudah membuka
ada jikalau ada salah satu statusnya pada keluarga. 4
pasien HIV/AIDS yang ODHA lainnya masih menutupi
sudah membuka statusnya dikarenakan belum
statusnya sebagai ODHA siap atau belum sanggup untuk
memberitahu keluarga
53

2. Peran Partisipasi keluarga Berdasarkan laporan Dengan adanya peran keluarga


keluarga untuk ikut dalam informasi yang merupakan dukungan sosial
mengoptimalkan didapatkan peran terbesar yang ODHA harapkan.
kepatuhan minum obat keluarga sangatlah Dengan dukungan tersebut
ARV ada penting dalam semangat hidup ODHA bangkit
mengoptimalkan kembali dan sangat
kepatuhan minum obat mempengaruhi optimalnya
ARV pada ODHA kepatuhan minum obat ARV
karena selalu diingatkan minum
obat.

4. Konteks Sosial

Pandangan masyarakat terhadap ODHA masih beragam. Tingkat

pemahaman tentang HIV/AIDS sangat menentukan cara pandang mereka

terhadap ODHA. Sementara dukungan masyarakat sangat menentukan

optimalnya kepatuhan minum obat ARV pada ODHA.

a. Kelompok Dukungan Sebaya

Kelompok Dukungan Sebaya atau KDS merupakan kelompok yang

paling aktif dalam memberikan dukungan sosial terhadap penderita

ODHA. KDS sudah menjadi bagian dalam proses pengobatan ARV pada

ODHA.

1) Peran KDS dalam mengoptimalkan kepatuhan ART bagi ODHA

Berikut ungkapan informan mengenai peran KDS dalam

mengoptimalkan kepatuhan ART :

“Saya senang sekali selama dipantau sama opik, selain itu


konselor juga. Di ingatkan dulu, kayak minum obat, ditanya
udah minum obat apa belum. Kadang juga dihibur, ada
bantuan pikis juga untuk dukungan supaya tidak mudah
menyerah...”. (F-7, 28 Tahun).

“Dari KDS itu sendiri ada dianjurkan minum obat ARV, dia
bilang ambillah obatnya, ambillah obatnya. Saya merasa
masih ada yang perhatikan saya”. (F-8, 29 Tahun).
54

“KDS ini kan teman-teman yang istilahnya peduli sama kita.


Selama ini dia selalu ada, istilahnya selalu memberikan
peringatan, motivasi, perhatian apa segala macam”.
(F-9, 25 Tahun).

“Alhamdulillah dengan adanya KDS, saya terbantu. Nyaman


dengan didampinginya itu ya....”. (F-10, 32 Tahun).

“Sering diingatkan minum obat, kadang lewat WA, kadang


lewat telfon. Nanti cerita tentang keluhan saya. Jadi merasa
gak ada beban dalam diri”. (F-11, 24 Tahun).

2) Keaktifan KDS dalam mendampingi ODHA

Kemudian keaktifan KDS dalam mendampingi ODHA

diungkapkan informan sebagai berikut:

“Setiap ada pasien ODHA yang baru kami temukan, kami


pasti hubungi KDS untuk mendampingi mereka”. (F-2, 40
Tahun).

“Kalau bentuk kegiatan dalam memberikan dukungan atau


motivasi biasanya melalui media WA Grup dan mungkin
tindak lanjutnya itu mungkin nanti kita akan lakukan adanya
program pertemuan dengan ODHA yang pengobatan di
Puskesmas Rasimah Ahmad”. (F-5, 28 Tahun).

”KDS aktif sekali mengingatkan kami”. (F-11, 24 Tahun).

“Tiap minggu itu ada dihubungi mereka”. (F-10, 34 Tahun).

b. Stigma Terhadap ODHA

Stigma yang buruk terhadap penderita ODHA akan mengakibatkan

diskriminasi terhadap mereka. Sikap diskriminasi terhadap ODHA sangat

berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat ARV bagi ODHA dan akan

memperburuk kondisi dari ODHA tersebut. Berikut hasil wawancara

ODHA terhadap stigma yang dirasakan oleh ODHA.


55

“Kalau keluarga belum ada yang tau, apalagi tetangga.


Cuma teman-teman yang akrab ada yang tahu. Ada juga
teman yang sudah tah, itu sudah tidak pernah datang lagi (F-
7, 28 Tahun).

“Belum ada yang tau selain konselor, pendamping sama


kakak, nanti takutnya ada diskriminasi”. (F-8, 29 Tahun).

“Tidak berani ya, lebih baik saya menjauh dari dunia. Karna
saya pernah baca kasus yang mengalami diskriminasi dari
lingkungan sosial karna HIV juga”. (F-9, 25 Tahun).

“Kalau keluarga sih sudah tahu semua. Tapi kalau


lingkungan kerja saya belum berani, pada tetangga juga saya
belum terbuka”. (F-10, 32 Tahun).

Cuma menjaga situasi aja, jangan sampai tetangga tau


akhirnya mereka pada menjauh. Yang lebih mengkhawatirkan
lagi itu imbasnya ke keluarga. Keluarga yang dijauhi orang
keluarga yang di diskriminasi. Sebenarnya kita mau terbuka,
tapi masalahnya yang kita pikirkan orang-orang yang ada
disekitar kita itu seperti apa....” (F-11, 24 Tahun).

Apakah ada program dalam mengatasi stigma masyarakat dengan

cara peningkatan pemahaman masyarakat tentang HIV/AIDS, seperti

ungkapan informan berikut :

“Tidak ada program secara khusus yang tersendiri disusun


memang dalam durasi yang panjang dalam melakukan
penyadaran itu. Di masyarakat itu kita bentuk WPA atau
Warga Peduli AIDS, kemudian kita lakukan sosialisasi. Kita
buat pelatihan-pelatihan tentang konseling. Kita lakukan
penyebarluasan tentang materi stigma bagi ODHA”. (F-5, 28
Tahun).

“Memang program khusus untuk itu sejauh ini belum ada,


tapi inshaallah akan segera dibuat perencanaan”. (F-1, 35
Tahun).

“Sejauh ini belum ada, tapi perencanaan untuk itu ada....”.


(F-2, 40 Tahun).
56

Tabel 5.7
Matrik Triangulasi (Konteks Sosial)
No. Aspek yang Wawancara Mendalam Telaah Dokumen Kesimpulan
Diperiksa

1. Peran KDS Partisipasi KDS dalam Menurut laporan Berdasarkan hasil yang
bagi ODHA mengoptimalkan informasi yang didapatkan keseluruhan ODHA
kepatuhan ART bagi didapatkan memang mengungkapkan bahwa kelompok
ODHA ada jikalau peran KDS dukungan sebaya (KDS) adalah
dalam teman-teman yang paling peduli
mengoptimalkan terhadap mereka. KDS banyak
kepatuhan ART bagi memberikan motivasi, perhatian
ODHA sangatlah dan dukungan sehingga ODHA
penting merasa tidak sendiri

2. Keaktifan Keaktifan KDS dalam Berdasarkan laporan Dengan aktifnya KDS dalam
KDS mendampingi ODHA dan catatan yang mendampingi ODHA
dalam pengobatan ARV didapatkan Keaktifan memberikan dukungan sosial
KDS dalam terhadap ODHA serta
mendampingi ODHA memberikan motivasi untuk
dalam pengobatan menjalani terapi ARV
ARV sangatlah bagus

3. Stigma Stigma atau diskriminasi Menurut laporan Berdasarkan hasil yang


yang ODHA rasakan informasi yang didapatkan 4 dari 5 ODHA belum
didapatkan memang membuka statusnya sebagai
jikalau ODHA pernah ODHA kepada orang lain. 1
mendapatkan ODHA diantaranya hanya berani
deskriminasi terbuka terhadap keluarganya.
ODHA tersebut pernah mencoba
membuka statusnya kepada teman
dekatnya namun setelah itu ia
dijauhi oleh temannya.
BAB VI
PEMBAHASAN

A. Kerangka Penyajian

Penyajian ini menggunakan pendekatan kepada Orang Dengan HIV/AIDS

(ODHA) yang meliputi karakteristik individu, institusi penyedia layanan,

dukungan keluarga dan konteks sosial terhadap kepatuhan minum obat pasien

HIV/AIDS di Puskesmas Rasimah Ahmad. Kemudian peneliti melakukan

analisis terhadap hasil wawancara mendalam (indept interview) serta

membandingkan teori-teori yang ada di tinjauan pustaka. Pembahasan ini

diharapkan dapat menjawab tingkat kepatuhan minum obat ARV pasien

HIV/AIDS di Puskesmas Rasimah Ahmad Kota Bukittinggi Tahun 2020. Apa

yang membuat pasien patuh atau pun tidak patuh terhadap pengobatan dan

bagaimana tingkat kepatuhan pasien dengan adanya institusi penyedia layanan,

dukungan keluarga dan konteks sosial.

B. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menyadari terdapatnya beberapa keterbatasan

walaupun penulis telah berupaya semaksimal mungkin dengan berbagai usaha

untuk membuat penelitian ini menjadi optimal, dan keterbatasan penelitian antara

lain :

1. Masih ada ODHA yang tidak bersedia di wawancarai dan berada diluar Kota

Bukittinggi sehingga sulit dijangkau untuk diwawancarai.

2. Sikap petugas pelayanan kesehatan yang masih menutupi sebagian identitas

ODHA yang ada di Kota Bukittinggi karena menjaga kerahasiaannya.

57
58

3. Masih ada keluarga ODHA yang tidak bersedia direkam pada saat

diwawancarai sehingga beberapa informasi tidak dapat didokumentasikan.

C. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Tingkat Kepatuhan Minum Obat ARV

Berdasarkan hasil penelitian, memberikan gambaran kepatuhan minum

obat ARV dari 5 orang yang terpilih sebagai sampel dengan tingkat

kepatuhan pengobatan minum obat ARV adalah pada kategori sedang

(93,2%). Jika dirinci jumlah responden menurut tingkat kepatuhan maka

proporsi responden dengan tingkat kepatuhan tinggi (≥95%) adalah 80%.

Proporsi responden dengan tingkat kepatuhan sedang (80 - 95%) adalah 0%,

sedangkan proporsi responden dengan tingkat kepatuhan rendah (<80%),

adalah 20%.

Depkes RI (2012) menyatakan bahwa untuk mencapai supresi virus yang

optimal setidaknya tingkat kepatuhan antara (90-95%) dari semua dosis tidak

boleh terlupakan. Namun, jika disesuaikan dengan karakteristik pasien HIV,

sosiodemografi, dan penyediaan layanan dalam sumberdaya terbatas maka

untuk mencapai tingkat kepatuhan (≥95%) akan sulit.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan

oleh (Ubra, 2012) menunjukkan bahwa proporsi pasien dengan tingkat

kepatuhan (≥95%) adalah (31,08%) dan kepatuhan (<95%) adalah (68,92%)

menunjukkan bahwa proporsi pasien yang tidak patuh 2 kali lipat dari

responden yang patuh. Hal ini sangat mungkin untuk terjadinya kegagalan

pengobatan akibat ketidakpatuhan dan sangat memungkinkan untuk

menimbulkan resisten ARV yang berdampak pada meningkatnya viral load


59

sehingga dapat meningkatkan kasus kesakitan dan kematian akibat AIDS di

Kabupaten Mimika.

Menurut asumsi peneliti kepatuhan adalah faktor yang paling penting

mempengaruhi keberhasilan pengobatan dari terapi ARV. Kepatuhan

menentukan seberapa baik pengobatan ARV dalam menekan jumlah viral

load. Ketika lupa meminum satu dosis, meskipun hanya sekali, virus akan

memiliki kesempatan untuk menggandakan diri lebih cepat. Hasil terbaik

terlihat pada pasien yang menggunakan semua atau hampir semua dosis ARV

dengan benar dan pasien HIV dianjurkan untuk memiliki tingkat kepatuhan

yang sempurna atau hampir sempurna. Karena seperti diketahui terapi dapat

gagal akibat kurang patuh, sehingga virus menjadi resisten terhadap obat

yang dipakai.

2. Institusi Penyedia Layanan (Puskesmas, KPA dan KDS)

a. Akses Tehadap ARV

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa akses terhadap ARV di Kota

Bukittinggi adalah mudah. Ada dua tempat yang disediakan oleh

pemerintah Kota Bukittinggi untuk mengakses ARV tersebut salah

satunya di Puskesmas Rasimah Ahmad. Kemudahan mengakses ARV ini

sangat mempengaruhi kepatuhan minum obat ARV bagi ODHA yang ada

di Kota Bukittinggi khususnya yang mengakses ARV di Puskesmas

Rasimah Ahmad.

Akses ke layanan kesehatan mempunyai hubungan dengan kepatuhan

karena pasien HIV yang tempat tinggalnya jauh dari unit layanan
60

mempunyai resiko untuk mangkir karena tidak memiliki transportasi ke

layanan sehingga pada akhirnya kehabisan obat (Rokhmah, 2016).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh (Lasti, 2017) menyatakan bahwa salah satu hambatan

dalam kepatuhan pengobatan disebabkan karena akses yang jauh dari

layanan kesehatan. Hambatan ini merupakan hambatan struktural kedua

yang dihadapi oleh pasien HIV oleh karena sarana transportasi menuju

klinik karena biaya transportasi. Penelitian ini juga sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh (Yan, 2014) yang mengungkapkan bahwa

ada kemungkinan hasil buruk untuk setelah inisiasi pengobatan mungkin

karena sistem pendukung sosial yang lebih lemah untuk membantu

kepatuhan pengobatan dan akses terhadap perawatan tambahan.

Menurut asumsi peneliti, meningkatkan kepatuhan ODHA dalam

kepatuhan minum obat ARV membutuhkan lingkungan keluarga yang

mendukung, sarana dan prasarana yang mudah diakses, instruksi atau

aturan yang jelas tentang rejimen obat, dan rejimen obat harus

disesuaikan dengan kondisi pasien yang mengharuskan pasien minum

obat pada malam hari karena pulang dari bekerja. Kemudian kemudahan

pasien dalam mengakses ARV juga dipengaruhi oleh petugas yang sangat

kooperatif dalam memberikan pelayanan sehingga pasien juga mengikuti

anjuran pengobatan ARV sesuai dengan dosisnya.

b. Hubungan ODHA dengan Petugas Kesehatan

Penelitian ini menemukan bahwa hubungan ODHA dengan petugas

layanan kesehatan sangatlah baik. Semua ODHA merasa akrab dengan


61

petugas layanan kesehatan khususnya pada layanan VCT. Begitu juga

KDS yang selalu mendampingi mereka. Hubungan ODHA dengan

petugas layanan kesehatan ini sangat berpengaruh dalam

mengoptimalkan kepatuhan minum obat ARV bagi ODHA. Karena

mareka tidak sungkan lagi untuk ke layanan apabila ada keperluan

terlebih lagi untuk mengakses ARV.

Karakteristik hubungan pasien dan tenaga kesehatan yang dapat

mempengaruhi kepatuhan meliputi: kepuasan dan kepercayaan pasien

terhadap tenaga kesehatan dan staf klinik, pandangan pasien terhadap

kompetensi tenaga kesehatan, komunikasi yang melibatkan pasien dalam

proses penentuan keputusan, nada afeksi dari hubungan tersebut (hangat,

terbuka, kooperatif, dll) dan kesesuaian kemampuan dan kapasitas

tempat layanan dengan kebutuhan pasien (Kemenkes RI, 2011).

Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh (Novianto,

2016) mengungkapan bahwa sikap petugas dalam memberi pelayanan

kesehatan yang disertai penuh rasa kekeluargaan dapat memberikan rasa

nyaman bagi ODHA, lebih termotivasi untuk berobat secara teratur.

Sehingga pada saat informan mengalami keaadaan dimana merasa

kesulitan atau merasa putus asa. Pelayanan kesehatan bisa membantu

untuk menyelesaikan masalah pada informan.

Menurut asumsi peneliti, hubungan penyedia layanan kesehatan

dengan pasien yang baik merupakan faktor pendorong atau motivasi

penting bagi ODHA untuk mengikuti terapi ARV secara rutin. Interaksi

atau kualitas komunikasi seperti petugas kesehatan memiliki cukup waktu


62

untuk berdialog dengan pasien, memperlihatkan perhatian, kemauan

untuk memasukkan pasien dalam keputusan pengobatan akan

menyebabkan kenyamanan bagi pasien dan meningkatkan kepatuhan

minum obat ARV pasien. Sebaliknya, jika penyedia layanan kesehatan

membuat pasien frustasi dikaitkan dengan kurangnya kepatuhan pasien

terhadap pengobatan.

c. Ketersediaan ARV

Penelitian ini menemukan bahwa ketersediaan ARV telah dijamin

oleh pemerintah Kota Bukittinggi dengan persiapan stock ARV sampai 6

bulan kedepan. Pengadaan ARV adalah program pusat yang

didistribusikan ke Kota dan Kabupaten yang memilki layanan HIV/AIDS

dan diberikan secara gratis pada ODHA yang datang ke layanan.

Ketersediaan ARV ini merupakan syarat mutlak dalam optimalnya

kepatuhan minum obat ARV pada ODHA.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

(Yuniar, 2013) bahwa faktor ketersediaan obat ARV dan dukungan sosial

juga mendukung kepatuhan ODHA. Penelitian ini juga sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh (Hastuti, 2017) di Kabupaten Merauke

menyebutkan bahwa selain pemahaman tradisional tentang pengobatan

yang efektif, pembagian ARV dikutip oleh peserta masyarakat sebagai

penghalang untuk kepatuhan. Fenomena ini telah didokumentasikan di

tempat lain. Pasien mungkin telah menggunakan pengobatan bersama

selama "stok habis" yang telah terjadi, terutama pada awal peluncuran

ART.
63

Menurut asumsi peneliti, ketersediaan obat ARV di layanan

kesehatan mempunyai hubungan dengan kepatuhan pasien dalam minum

obat ARV, ketersediaan stok obat ARV ketika pasien mengakses, maka

pasien tidak akan ketinggalan dosis untuk terapi pengobatan ARV,

namun sebaliknya ketidaktersediaan ARV pada saat pasien melakukan

pengobatan atau mengambil obat ke unit kesehatan mempunyai resiko

untuk pasien mangkir atau tidak patuh dari pengobatan karena tidak

adanya ketersediaan obat di unit kesehatan.

d. Pengawasan Minum Obat ARV

Penelitian ini menemukan bahwa pengawasan minum obat ARV pada

layanan kesehatan juga dilakukan dengan cara menverifikasi sisa obat

yang dikonsumsi dalam satu bulan waktu pengambilan obat. Pengawasan

minum obat yang paling mendukung kepatuhan minum obat ARV pada

ODHA selain pengawasan yang dilakukan keluarga adalah oleh tenaga

kesehatan sebagai bentuk dukungan terhadap ODHA. Dimana

pengawasan oleh tenaga kesehatan dilakukan disetiap memasuki waktu

minum obat ARV. Jadi pengawasan minum obat ARV ini sangat

mempengaruhi kepatuhan minum obat ARV pada ODHA.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Kafiar,

2016) yang mengungkapkan, bahwa dukungan sosial juga sangat penting

dalam meningkatkan kepatuhan minum obat ARV pada ODHA, yaitu

dukungan dari agent of change, keluarga ODHA dan KDS. Agent of

change ini adalah Manajer Kasus yang telah bersedia menyediakan

waktu 24 jam untuk melayani dan membantu ODHA apabila ODHA


64

menghadapi masalah terkait dengan penyakitnya. Keluarga dan KDS juga

telah bersedia dan berkomitmen untuk berperan sebagai PMO. Penelitian

ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Mathivha, 2012)

di Afrika Selatan yang menyatakan bahwa sejumlah besar pengguna

ARV dari kelompok yang patuh mengungkapkan bahwa mereka

menerima dukungan dari tenaga kesehatan yang mencakup dukungan

emosional/ psikologis, dukungan perawatan fisik serta pengingat untuk

memastikan bahwa mereka menggunakan obat mareka tepat waktu.

Menurut asumsi peneliti, pengawasan minum obat yang dilakukan

oleh tenaga kesehatan dapat memberikan dukungan pada ODHA baik

secara emosional maupun psikologis sehingga mempengaruhi kepatuhan

minum obat pasien. Disamping itu pula perlu dilakukan edukasi kepada

keluarga dan teman sebaya pasien sehingga dapat membantu dalam

pengawasan minum obat pasien sehingga ODHA tidak lupa satu dosis

pun rejimen obat yang di konsumsi.

3. Dukungan Keluarga

a. Keterbukaan Status HIV

Hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terkait keterbukaan

status HIV ODHA pada keluarga sangat berpengaruh terhadap kepatuhan

minum obat ARV pada ODHA di Puskesmas Rasimah Ahmad. Dari 5

orang informan ODHA, 1 orang diantaranya membuka status sebagai

ODHA pada keluarga. 4 ODHA lainnya masih menutupi statusnya

dikarenakan belum siap atau belum sanggup untuk memberitahu

keluarga.
65

Dengan demikian hasil penelitian ini sesuai dengan pedoman

pengobatan ARV menurut Kemenkes, yaitu diharapkan pasangan dan

keluarganya akan memberikan dukungan dan perawatan. Prinsip dasar

pasangan dan keluarga disini adalah orang terdekat dari ODHA

(Kemenkes, 2011).

Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh (Ubra, 2012)

mengatakan bahwa dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang

berhubungan dan bermakna dengan kepatuhan minum ARV. Yaitu

responden yang statusnya diketahui oleh keluarga dan mendapat

dukungan maka 4 kali lebih patuh minum ARV dibandingkan responden

yang statusnya tidak diketahui dan tidak mendapat dukungan keluarga.

Menurut asumsi peneliti, keterbukaan status ODHA bisa menjadi

pendukung kepatuhan minum obat ARV pada pasien. ODHA yang

memiliki pasangan dan sudah terbuka mengenai statusnya, bila

pasangannya dapat menerima kondisi tersebut dan memberikan motivasi

maka pasangannya bisa menjadi pendukung kepatuhan minum obat ARV

pasien. Demikian pula ODHA yang memiliki teman-teman sesama

ODHA pada umumnya bisa bertukar informasi dan saling berbagi

pengalaman untuk mendukung dan mengingatkan kepatuhan minum obat

ARV.

b. Peran keluarga dalam mengoptimalkan kepatuhan minum obat

ARV

Hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terkait peran keluarga

dalam mengoptimalkan kepatuhan minum obat ARV pada pasien bahwa


66

dukungan keluarga sangat berperan terhadap kepatuhan minum obat

ARV pada ODHA di Puskesmas Rasimah Ahmad. Sangat banyak peran

keluarga terhadap ODHA yang mendukung kepatuhan minum obat ARV

ini. Beberapa diantaranya ialah memberikan semangat kepada ODHA

untuk tetap minum obat, mengingatkan ODHA untuk minum obat bila

waktunya tiba atau berperan sebagai pengawas minum obat (PMO) dan

mengantar ODHA ke layanan kesehatan untuk mengambil obat.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan

oleh (Lasti, 2017) yang mengungkapkan bahwa tanpa dukungan sosial

dan keluarga, banyak ODHA akan mengalami kecemasan, menyalahkan

diri sendiri, ketakutan, dan ketidakberdayaan, yang dapat membahayakan

sistem kekebalan tubuh dan mengkatalisis lebih lanjut perkembangan

penyakit HIV. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian terdahulu oleh

(Achappa, 2013) yang mengungkapkan kepatuhan terhadap ART di India

selatan adalah sub-optimal. Penggunaan alkohol, efek samping obat,

depresi, stigma dan kurangnya dukungan keluarga adalah faktor yang

mengurangi kepatuhan minum obat ARV pada pasien.

Menurut asumsi peneliti, terdapat 1 orang informan ODHA yang

sudah membuka statusnya pada keluarga, dan keluarganya dapat

menerima kondisi tersebut dan memberikan motivasi sehingga menjadi

pendukung kepatuhan minum obat ARV pasien. Kemudian 4 orang

informan ODHA lainnya belum membuka statusnya sebagai ODHA pada

keluarganya. Padahal keterbukaan status ODHA merupakan pintu untuk

mendapatkan dukungan dari keluarga. Besarnya rasa takut di diskriminasi


67

oleh keluarga yang membuat mereka tetap tertutup. Keterbukaan status

ODHA bisa menjadi pendukung kepatuhan minum obat ARV pasien.

4. Konteks Sosial

a. Kelompok Dukungan Sebaya

Penelitian ini menemukan bahwa kelompok dukungan sebaya (KDS)

adalah kelompok yang paling besar memberikan dukungan terhadap

ODHA dan paling memahami kondisi ODHA selain keluarga. Peran

KDS untuk mengoptimalkan kepatuhan minum obat ARV pada ODHA

mulai dari memberikan motivasi, perhatian dan dukungan sehingga

ODHA merasa tidak sendiri. Tidak hanya diingatkan minum obat, kadang

juga dihibur dan ada juga bantuan psikis untuk dukungan kepada ODHA

supaya tidak mudah menyerah. Pendampingan KDS sangat berpengaruh

terhadap optimalnya kepatuhan minum obat ARV pada ODHA di

Puskesmas Rasimah Ahmad.

Bentuk kegiatan KDS adalah Peer Support atau pendampingan

dimana kegiatan ini lebih fokus pada Home Visit dan Hospital visit.

Home visit adalah dukungan yang diberikan KDS dengan mengunjungi

rumah ODHA untuk memberikan dukungan kepada ODHA dan memberi

pemahaman kepada keluarga ODHA. Sedangkan hospital visit adalah

dukungan KDS dengan mengunjungi ODHA yang ada di rumah sakit

untuk memberikan dukungan dan membantu pengurusan adminstrasi

yang dibutuhkan di rumah sakit. Selain itu KDS juga kadang

mengambilkan obat di layanan apabila ODHA berhalangan atau masih

takut ke layanan kesehatan (Kemenkes, 2011).


68

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh (Yuswanto, 2015) mengungkapkan bahwa Peran KDS

sangat membantu ODHA dalam menjalani perawatan dan pengobatan

baik pada rawat jalan maupun rawat inap. Pada rawat jalan atau

pengobatan di rumah, peran KDS dalam hal ini adalah memantau

pemberian obat dan makanan, mengantar pada waktu pengobatan serta

memberikan dukungan mental juga spiritual. Selain itu juga memberikan

motivasi kepada ODHA untuk selalu berjuang melawan penyakitnya dan

mengajak untuk melakukan kegiatan fisik yang dapat dilakukan sesuai

kemampuannya

Menurut asumsi peneliti KDS memiliki peran dalam mengoptimalkan

kepatuhan minum obat ARV pada ODHA karena mereka lah yang bisa

dikatakan paling memahami atau mengerti kondisi ODHA saat ini

sehingga mereka memberikan dukungan, tidak hanya dalam bentuk

motivasi tetapi juga perhatian dan sekaligus alarm pengingat minum obat.

Tugas ini tidak dapat dilakukan oleh dokter karena butuh kedekatan

emosional yang tinggi supaya tidak membuat down penderita HIV dan

AIDS ini.

e. Stigma Terhadap ODHA

Penelitian ini menemukan bahwa stigma terhadap ODHA masih

tinggi. Perasaan kekhawatiran ODHA akan stigma masyarakat juga

masih tinggi sehingga ODHA masih enggan untuk membuka statusnya ke

masyarakat. Stigma yang dikhawatirkan ODHA bukan hanya kepada

dirinya sendiri tetapi akan berimbas kepada keluarga ODHA tersebut.


69

Program peningkatan pemahaman masyarakat tentang HIV dan AIDS

dan diskriminasi terhadap ODHA juga masih kurang. Ini menunjukkan

bahwa stigma terhadap ODHA di Puskesmas Rasimah Ahmad

mempengaruhi kepatuhan minum obat ARV pada ODHA.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan

oleh Liu, 2015) yang mengungkapkan bahwa LSL China menghadapi

stigma ganda HIV dan homoseksualitas, dan mereka mungkin

menghadapi diskriminasi dari masyarakat dan penyedia layanan

kesehatan, yang mencegah mereka untuk mencari perawatan dan

pengobatan HIV. Penelitian lain oleh (Hastuti, 2017) juga mengatakan

bahwa pasien HIV yang mendapat stigma tinggi adalah empat kali lebih

mungkin melaporkan kurang mengakses layanan perawatan medis dan

tiga kali lebih mungkin melaporkan kurang patuh terhadap pengobatan.

Menurut asumsi peneliti stigma adalah tindakan memberikan label

sosial yang bertujuan untuk memisahkan atau menyudutkan seseorang

atau sekelompok orang dengan cap atau pandangan buruk sehingga

ODHA masih enggan untuk membuka statusnya ke masyarakat. Dan

apabila masyarakat mengetahui status pasien sebagai ODHA tanpa

mempunyai pengetahuan yang mumpuni atau luas mengenai HIV/AIDS

maka akan terjadi stigma terhadap ODHA dan menyebabkan rendahnya

kepatuhan ODHA dalam mengakses pengobatan ARV. Dan unit layanan

kesehatan harus memberikan pendidikan kesehatan mengenai HIV/AIDS

pada masyarakat agar masyarakat lebih memahami tentang HIV/AIDS

dan tentang dampak stigma masyarakat bagi ODHA.


BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang Analisis Kepatuhan

Minum Antiretroviral (ARV) Pada Pasien HIV/AIDS di Puskesmas Rasimah

Ahmad Kota Bukittinggi Tahun 2020 yang telah di lakukan maka dapat di

simpulkan sebagai berikut :

1. Kepatuhan minum obat ARV pada 5 orang informan ODHA yang ada di

Puskesmas Rasimah Ahmad yaitu 3 ODHA yang menjalani terapi ARV tidak

pernah putus minum obat ARV sedangkan 1 orang informan ODHA pernah

kehilangan dosis atau putus 4 kali dengan rejimen 1 kali sehari, dan 1 orang

informan ODHA pernah kehilangan dosis atau putus 2 bulan atau 60 hari

dengan rejimen 1 kali sehari. Dengan skor total kepatuhan minum obat

semua ODHA adalah 93%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ODHA yang

menjalani terapi ARV di Puskesmas Rasimah Ahmad pada tingkat kepatuhan

yang sedang yaitu berkisar 80 – 95%.

2. Karakteristik ODHA yang ada di Puskesmas Rasimah Ahmad umumnyanya

berada pada usia reproduktif berkisar antara 24-32 tahun, semua informan

mengungkapkan adalah LSL dengan latar belakang beragama Islam. Latar

belakang pendidikannya bervariasi, ada yang dari SMA sederajat sebanyak 4

orang, dan 1 orang Diploma 2. Dan dari 5 orang ODHA, semuanya bekerja

sebagai karyawan swasta.

70
71

3. Institusi Penyedia Layanan terkait akses terhadap ARV pada Puskesmas,

hubungan petugas layanan dengan ODHA pada intitusi layanan kesehatan,

ketersediaan ARV dan pengawasan minum obat pasien oleh petugas PMO di

Puskesmas Rasimah Ahmad berdampak positif terhadap kepatuhan minum

obat ARV pada ODHA.

4. Dukungan Keluarga merupakan dukungan yang paling diharapkan oleh

ODHA. Namun, 4 dari 5 informan belum bersedia membuka statusnya

sebagai ODHA. 1 orang diantaranya sudah terbuka terkait statusnya dan

beberapa bentuk peran keluarga yang diberikan kepada ODHA tersebut

berupa mengingatkan waktu minum obat, memberi semangat untuk tetap

patuh, dan mengantarkan ke layanan kesehatan sehingga berdampak positif

terhadap kepatuhan minum obat ARV pada ODHA.

5. Konteks sosial ODHA di Puskesmas Rasimah Ahmad dalam bentuk

dukungan kelompok sebaya yang sangat membantu/ menfasilitasi ODHA

dalam terapi ARV dan pemberian informasi terkait HIV dan terapi ARV

kepada ODHA, berdampak positif terhadap kepatuhan minum obat ARV

pada ODHA. Sedangkan masih tingginya stigma terhadap ODHA di

masyarakat umum yang dirasakan lebih berdampak negatif terhadap

kepatuhan minum obat ARV pada ODHA yang ada di Puskesmas Rasimah

Ahmad.
72

B. Saran

1. Bagi ODHA

a. Disarankan kepada informan agar dapat menambah pengetahuan tentang

pengobatan ARV dan memahami tentang dampak ketidakpatuhan

pengobatan.

b. Disarankan kepada informan agar memberikan contoh yang baik dalam

pergaulan dan tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal negatif.

2. Bagi Puskesmas Rasimah Ahmad

a. Diperlukan program khusus yang berkelanjutan untuk penyadaran

masyarakat atau sosialisasi tentang perlunya dukungan terhadap ODHA

sehingga tidak terjadi stigmatisasi.

b. Dengan adanya perlakuan khusus terhadap ODHA Seperti tempat khusus

pengambilan obat bagi ODHA oleh Puskesmas lebih membuat ODHA

merasa stres.

3. Bagi Universitas Fort De Kock Bukittinggi

Disarankan hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan ilmiah dalam

informasi dan sumber data bagi mahasiswa dan institusi pendidikan program

studi ilmu kesehatan masyarakat.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya diharapkan untuk melakukan penelitian dengan

metode penelitian yang lain untuk memperdalam analisis kepatuhan minum

obat antiretroviral (ARV) pada pasien HIV/AIDS di Puskesmas Rasimah

Ahmad.
DAFTAR PUSTAKA

Achappa, B., Madi, D., Bhaskaran, U., Ramapuram, J. T., Rao, S. & Mahalingam, S.
(2013). Adherence to Antiretroviral Therapy Among People Living With HIV.
North American Journal of Medical Sciences, 5, 220.

Andriani, A., & Izzati, W. (2018). Analisa Pelaksanaan Program Penanggulangan


HIV Dan AIDS Di Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi. Jurnal Endurance,
3(3), 531–546

Depkes RI. (1997). AIDS : Petunjuk Untuk Petugas Kesehatan. Dirjen PPM dan PL
Depkes RI, Jakarta.

. (2006). Situasi HIV/AIDS di Indonesia. Jakarta: Kepala Pusat Data dan


Informasi Departemen Kesehatan RI.

. (2007). Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral. Jakarta: Depkes RI.


Dinkes Provinsi Sumatera Barat. (2015). Laporan Kasus HIV/AIDS di Sumatera
Barat. Sumbar.
Hansana, V., Sanchaisuriya, P., Durham, J., Sychareun, V., Chaleunvong, K.,
Boonyaleepun, S. & Schelp, F. P. (2013). Adherence to Antiretroviral
Therapy (ART) among People Living With HIV (PLHIV): a cross-sectional
survey to measure in Lao PDR. BMC Public Health, 13, 617.
Hardisman. (2018). Perilaku Lsl Dan Penularan HIV_AIDS Di Sumbar Paradoks
Sosial Di Minangkabau – Minang kabau news.
Hastuti, T. (2017). Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum
Antiretro Viral (ARV) Pada Ibu Rumah Tangga Dengan HIV AIDS. Di
Rumah Sakit Umum Kabupaten Merauke
Kafiar, R. E. (2016). Pengaruh SMS Reminder Terhadap Perubahan Perilaku
Kepatuhan Pengobatan ARV Pada Pasien HIV AIDS Di Puskesmas Timika
Papua. MKEP UMY
Kemenkes RI. (2011). Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi
Antiretroviral pada Orang Dewasa. Direktorat Jendral Pengwndalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

. (2015). Pedoman pengobatan antiretroviral. Jakarta: Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia.

. (2018). Laporan Perkembangan HIV-AIDS & Infeksi Menular Seksual


(IMS) Triwulan IV Tahun 2017. Kemenkes RI.
KPA Kota Bukittinggi. (2017). Data Kasus HIV/AIDS Bukittinggi. Sekretaris Komisi
Penanggulangan AIDS Kota Bukittinggi.
Lasti, M. H. (2017). Analisis Kepatuhan Minum Obat ARV pada Komunitas Lelaki
Seks Lelaki (LSL) ODHA di Kota Pare-Pare. Unhas: Semarang.
Langebeek, N., Gisolf, E. H., Reiss, P., Vervoort, S. C., Hafsteinsdóttir, T. B.,
Richter, C., Sprangers, M. A. & Nieuwkerk, P. T. (2014). Predictors and
correlates of adherence to combination antiretroviral therapy (ART) for
chronic HIV infection: a meta -analysis. BMC Medicine, 12, 142.
Lestary, H., Mujiati, M. & Mulyana, N. (2013). Model Konkordansi: Alternatif
Model Peningkatan Kepatuhan Minum Obat Arv Pada Odha Di Kota
Bandung Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 4, 131–139.
Liu, Y., Ruan, Y., Vermund, S. H., Osborn, C. Y., Wu, P., Jia, Y., Shao, Y. & Qian,
H.-Z. (2015). Predictors of antiretroviral therapy initiation: a cross-
sectional study among Chinese HIV-infected men who have sex with men.
BMC Infectious Diseases, 15, 570.
Martoni, W., Arifin, H. & Raveinal, R. (2013). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kepatuhan Pasien HIV/AIDS di Poliklinik Khusus Rawat Jalan Bagian
Penyakit Dalam RSUP dr. M. Djamil Padang Periode Desember 2011-Maret
2012. Jurnal Farmasi Andalas
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Penerbitan:
Rineka Cipta.
Noviana (2016) ‘Konsep HIV/AIDS Seksualitas dan Kesehatan Reproduksi, Vật liệu
carbon cấu trúc nano cà các ứng dụng tiềm năng, 1, p. 125. doi:
10.1590/S1516-18462008000300012.
Putri, Y. R. & Adriani (2016). Kepatuhan Pasien Odha Meminum Obat Dengan
Keberhasilan Terapi Antiretroviral (ARV). Journal Endurance, 1, 47-56.
Rokhmah, D. (2016). Urgensi Perubahan Implementasi Kebijakan Dalam
Menurunkan IMS, HIV Dan AIDS. Pada Komunitas LSL di Kabupaten
Jember.
SDG’s. (2018). HIV/AIDS dalam Sustainable Development Goals (SDG’s): insiden,
permasalahan dan upaya ketercapaian di Indonesia. Online]. Available:
https://www.researcgate.net/publication/328305789.
Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABETA.
. (2014). Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Spiritia, Y. (2015). Lembaran Informasi tentang HIV dan AIDS untuk orang yang
hidup dengan HIV/AIDS (ODHA): Jakarta.
Ubra, R. (2012). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pengobatan
Minum ARV pada Pasien HIV di Kabupaten Mimika–Provinsi Papua Tahun
2012. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

UNAIDS. (2013). Global report: UNAIDS report on the global AIDS epidemic 2013.
Joint United Nations Programme on HIV/AIDS.

. (2014). Global AIDS Response Progress Reporting Data. Geneva: Joint


United Nations Programme on HIV/AIDS.
UNAIDS. (2018). Joint United Nations Programme on HIV/AIDS Geneva,
Switzerland: UNAIDS.

Wasti, S.P. (2012). Factors Influencing Adherence to Antiretroviral Treatment in


Nepal: A Mixed-Methods Study. PLoS ONE 7(5): e35547.
doi:10.1371/journal.pone.0035547.

Wesigire, M. M., Katamba, D., Martin, A., Seeley, F., Wu, J. & W, A. (2015).
Factors that affect quality of life among people living with HIV attending an
urban clinic in Uganda: a cohort study. PloS one, 10, e0126810.

Wei, C., Yan, H., Yang, C., Raymond, H. F., Li, J., Yang, H., Zhao, J., Huan, X. &
Stall, R. (2014). Accessing HIV testing and treatment among men who have
sex with men in China: a qualitative study. AIDS care, 26, 372-378

WHO. (2015). Guideline on when to start antiretroviral therapy and on pre-


exposure prophylaxis for HIV. Geneva: p.24-53.

WHO. (2016)a. Global Health Observatory (GHO) data, [Online]. Available:


http://www.who.int/gho/hiv/en/.

Yuniar, Y., Handayani, R. S. & Aryastami, N. K. (2013). Faktor–Faktor Pendukung


Kepatuhan Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) Dalam Minum Obat
Antiretroviral Di Kota Bandung Dan Cimahi. Buletin Penelitian Kesehatan,
41, 72-83.

Yuswanto, T., Wahyuni, T. & Pitoyo, J. (2015). Peran Kelompok Dukungan Sebaya
(KDS) dan Kepatuhan Minum Obat pada ODHA. J Pendidik Khusus, 4, 64-9.
LAMPIRAN
Lampiran 1

Petunjuk Wawancara Mendalam


Analisis Kepatuhan Minum Obat Antiretroviral (ARV) Pada Pasien HIV/AIDS
di Puskesmas Rasimah Ahmad Tahun 2020

Petunjuk Umum
1. Wawancara diawali dengan permohonan izin, membuat kesepakatan

mengenai kontrak waktu, tempat dan durasi yang diperlukan.

2. Sampaikan ucapan terimakasih karena telah bersedia meluangkan waktu

untuk diwawancarai. Hal ini penting untuk menjalin hubungan baik.

3. Memperkenalkan nama fasilitator.

4. Jelaskan maksud dan tujuan wawancara

A. Petunjuk Wawancara Mendalam

1. Pembukaan

a. Wawancara dilakukan oleh peneliti dengan didampingi oleh seseorang

pencatat yang dilengkapi dengan alat perekam suara

b. Tampil secara bersahaja, membangun kesetaraan, bersikap ramah, dan

tidak seperti orang yang serba menyeramkan.

c. Informan bebas untuk menyampaikan pendapat, pengalaman, saran, dan

komentar.

d. Jawaban tidak ada yang salah atau benar, karena wawancara ini bukan

untuk penilaian.

e. Tunjukkan bahwa peneliti berkonsentrasi untuk menyadap dan menyerap

semua fenomena yang terungkap.

f. Dengarkan dan catat dengan cermat apa yang dibicarakan dengan subjek.
g. Perlakukan setiap kata atau istilah sebagai kata atau istilah yang potensial

untuk membuka “rahasia” yang lebih mendalam.

h. Jika dalam wawancara ada yang belum dimengerti, jangan malu untuk

meminta penjelasan kembali.

i. Ajukan pertanyaan yang sifatnya “menantang” untuk memancing

penjelasan.

j. Jangan menganggap responden yang salah pengertian, tetapi penelitilah

yang kurang memahami.

k. Semua pendapat, pengalaman, saran, dan komentar akan dijamin

kerahasiannya.

l. Wawancara ini akan direkam oleh alat perekam suara untuk membantu

pencatatan.

2. Penutup

a. Memberitahu bahwa wawancara telah selesai.

b. Mengucapkan terimakasih atas ketersediannya memberikan informasi

yang dibutuhkan.

c. Menyatakan maaf bila dalam wawancara terdapat hal-hal yang tidak

menyenangkan.

d. Bila di kemudian hari ada hal-hal dirasa kurang atau ada data-data yang

perlu ditambah, mohon kemudian informan untuk diwawancara kembali.


Lampiran 2

LEMBAR PERNYATAAN BERSEDIA MENJADI INFORMAN


(INFORM CONSENT)

Saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bersedia untuk

berpartisipasi sebagai informan dalam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa

Universitas Fort De Kock Bukittinggi. Adapun penelitian ini di lakukan oleh

mahasiswa :

Nama : Ivo Trisna

Nim : 1613201038

Judul Penelitian : Analisis Kepatuhan Minum Obat Antiretroviral (ARV)

Pada Pasien HIV/AIDS di Puskesmas Rasimah Ahmad

Tahun 2020

Demikian pernyataan ini saya buat agar dapat digunakan sebagaimana

mestinya.

Bukittinggi, / /2020
Informan
Lampiran 3

Pedoman Wawancara Mendalam


Analisis Kepatuhan Minum Obat Antiretroviral (ARV) Pada Pasien HIV/AIDS
di Puskesmas Rasimah Ahmad Tahun 2020

Puskesmas/KDS/KPA

Waktu Wawancara : Hari : ..................... Tanggal : ...../...../.....


Jam : ............ sd ...........

A. Identitas Informan Kunci

1. Nama :

2. Umur :

3. Jabatan : :

B. Daftar Pertanyaan

1. Puskesmas

a. Bagaimana ODHA memperoleh informasi mengenai HIV/AIDS.

b. Bagaimana hubungan pelayan kesehatan dengan ODHA.

c. Bagaimana menyikapi stigma terhadap ODHA pada pelayan kesehatan.

d. Bagaimana cara mengontrol kepatuhan antiretroviral therapy (ART).

e. Bagaimana tentang ketersedian obat ARV.

f. Bagaimana efek samping yang dirasakan ODHA.

2. Kelompok Dukungan Sebaya (KDS)

a. Bagaimana cara KDS memberikan dukungan/motivasi kepada ODHA.

b. Bagaimana cara KDS meningkatkan pengetahuan ODHA tentang

HIV/AIDS.

c. Bagaimana cara KDS mengoptimalkan kepatuhan ART ODHA.


d. Bagaimana cara KDS mengatasi stigma terhadap ODHA di masyarakat.

3. Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Bukittinggi

a. Bagaimana peran KPA terhadap ODHA dalam mengakses layanan

kesehatan.

b. Bagaimana program KPA dalam mengatasi stigma terhadap ODHA di

masyarakat.

4. Keluarga ODHA

a. Sikap setelah mengetahui anggota keluarga terinfeksi HIV.

b. Pengetahuan keluarga tentang HIV/AIDS.

c. Bagaimana cara anggota keluarga dalam mengoptimalkan kepatuhan

pengobatan ARV.
Pedoman Wawancara Mendalam
Analisis Kepatuhan Minum Obat Antiretroviral (ARV) Pada Pasien HIV/AIDS
di Puskesmas Rasimah Ahmad Tahun 2020

Pasien

Waktu Wawancara : Hari : ..................... Tanggal : ...../...../.....


Jam : ............ sd ...........

A. Identitas Informan (Karakteristik)

1. Nama Lengkap/ Inisial :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin :

4. Pendidikan Terakhir :

5. Pekerjaan :

6. Agama :

7. Status :

8. Alamat :

9. Suku :

B. Daftar Pertanyaan

1. Institusi Penyedia Layanan (Puskesmas dan KPA)

a. Akses terhadap ARV

1) Kemudahan akses terhadap ARV.

2) Hambatan yang dirasakan ketika mengakses ARV.

b. Bagaimana hubungan ODHA dengan Petugas Kesehatan

c. Bagaimana ketersediaan ARV di Puskesmas Rasimah Ahmad

d. Bagaimana bentuk pengawasan minum obat ARV dari Puskesmas dan

KPA.
2. Dukungan Keluarga

a. Apakah ada anggota keluarga yang mengetahui anda menderita

HIV/AIDS.

b. Alasan ketidakterbukaan status HIV/AIDS.

c. Peran keluarga dalam mengoptimalkan kepatuhan minum obat ARV.

3. Konteks Sosial

a. KDS

1) Bagaimana peran KDS dalam mengoptimalkan kepatuhan ART.

2) Bagaimana perasaan ODHA ketika ditangi oleh KDS.

3) Bagaimana keaktifan KDS dalam menangani ODHA.

b. Stigma Terhadap ODHA

1) Bagaimana stigma yang ODHA rasakan.

2) Program peningkatan pemahaman masyarakat tentang HIV/AIDS dan

stigma terhadap ODHA.


Lampiran 11

Wawancara Mendalam

(Wawancara mendalam bersama apoteker Puskesmas Rasimah Ahmad)

(Wawancara mendalam bersama Konselor ODHA di Puskesmas Rasimah


Ahmad)
(Wawancara mendalam bersama Petugas KDS & KPA Kota Bukittinggi)

(Wawancara mendalam bersama PJ Program HIV/AIDS di Puskesmas


Rasimah Ahmad)
(Wawancara mendalam bersama Dokter Fungsional di Puskesmas Rasimah
Ahmad)

(Wawancara mendalam bersama ODHA Informan I)


(Wawancara mendalam bersama ODHA Informan 2)

Anda mungkin juga menyukai