Anda di halaman 1dari 102

TINJAUAN PERESEPAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN BPJS

DI INSTALASI FARMASI RAWAT JALAN RUMAH


SAKIT BHAYANGKARA AMBON
TAHUN 2020

SKRIPSI

OLEH:

NURBAYA HULIHULIS

NPM: 4820116080

PROGRAM STUDI FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MALUKU HUSADA

KAIRATU

2020
ii

TINJAUAN PERESEPAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN BPJS


DI INSTALASI FARMASI RAWAT JALAN
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA
AMBON TAHUN 2020

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Pemenuhan Syarat Untuk Mendapat Gelar Sarjana Farmasi
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maluku Husada

Oleh :
NURBAYA HULIHULIS

NPM: 4820116080

PROGRAM STUDI FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MALUKU HUSADA
KAIRATU
2020

ii
iii
iv

iv
v
vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nurbaya Hulihulis

Tempat Tanggal Lahir : Wisalen, 16 Oktober 1998

Alamat : Pulau Panjang

Agama : Islam

No. Telp/HP : 082199960659

Nama Orang Tua

Ayah : Aminudin Hulihulis

Ibu : Fareda Sehwaky

Anak Ke : 2 Dari 6 Bersaudara

Status Keluarga : Anak Kandung

Riwayat Pendidikan

1. SD : SD Negeri 1 Wisalen, Lulus Tahun 2010

2. SMP : SMP Negeri 7Pulau Panjang, Lulus Tahun 2013

3. SMA : SMA Negeri Pulau Panjang, Lulus Tahun 2016

4. Perguruan Tinggi : S1 Farmasi, STIKes Maluku Husada

5. Judul Skripsi : Tinjaun Peresepan Antibiotik Pada Pasien BPJS

Di Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit

Bhyangkara Ambon Tahun 2020

MOTTO

vi
Memulai dengan penuh keyakinan, menjalankan
dengan penuh keikhlasan, menyelesaikan dengan
penuh kebahagiaan karena Jawaban dari sebuh
keberhasilan adalah terus belajar dan tidak kenal
putus Asa.

KATA PENGANTAR

vii
viii

Segalah puji hanya milik Allah SWT, Tuhan yang maha Esa dan maha
bijaksana karena berkat taufik dan hidaya-Nyalah sehingga penulisan skripsi ini
dapat berjalan dengan baik sesuai dengan harapan penulis. Tak lupa pula salawat
serta Salam penulis haturkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW
sebagai panutan umat manusia di segala bidang, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “TINJAUAN PERESEPAN
ANTIBIOTIK PADA PASIEN BPJS DI INSTALASI FARMASI RAWAT
JALAN RUMAH SAKIT BHAYANGARA AMBON TAHUN 2020”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam


menempuh pendidikan S-1 farmasi STIKes Maluku Husada. Dalam penulisan
skripsi ini penulis telah banyak mendapat bantuan serta bimbingan dari berbagai
pihak dan penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi
tersebut untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengharapkan saran dan kritik
demi kesempurnaan skripsi tersebut.

1. Dr. Sahrir Silehu, SKM., M,kes Ketua STikes Maluku Husada


2. Aulia Debby Pelu, S.Farm.,M.Si.,Apt Ketua program Studi Farmasi
Stikes Maluku Husada, sekaligus sebagai pembimbing 1
3. Miranda Waas, S.Pd.,M.Pd dosen pembimbing II dengan penuh
perhatian dan kesabaran telah memberikan dorongan, bimbingan dan
saran dalam penyelesain penyusunan hasil penelitian hingga dapat
selesai, penulis dengan setulus hati mengucapkan terima kasih atas
bimbingannya kepada penulis
4. Ira P. Ely, S.Farm.,M.Si.,Apt dosen penguji I dan Rapiah Sarfa
Marasabessy, ST.,MT dosen penguji II yang telah memberikan kritik
dan saran demi penyempurnaan skripsi ini dengan setulus hati penulis
menyampaikan terima kasih
5. Seluruh dosen pada stikes Maluku husada khususnya jurusan farmasi
yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan selama mengikuti kulia

viii
6. Keluarga tercinta, yang telah menberikan biaya selama saya menuntut
ilmu di dunia pendidikan semoga selalu dalam lindungan Allah SWT,
dukungan dan doa
7. Semua teman-teman sejawat Program Studi farmasi STikes Maluku
Husada khususnya angatan ke 2 tahun 2016
8. Secara khusus ucapan terima kasih yang terdalam penulis
persembahkan kepada kedua orang tuaku tercinta (ayahhanda Aminudin
Hulihulis dan ibunda tersayang Fareda Sehwaky), kakak Ns. Hartina
Hulihulis, S.Kep, adik Syafrudin Hulihulis Moh.Risky Hulihulis,
Fauzih Basri Hulihulis, Nadila Sari Hulihulis, keluarga tercinta dan
sahabat-sahabat dekat yang tidak sempat di lampirkan namanya satu
per satu, yang memberikan dukungan penuh tanpa balas kasih kepada
penulis serta memberikan motifasi dan kekuatan selema ini.

Terima kasih atas semua bantuan, semoga menjadi amal


shaleh bagi kita, amin. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari
bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan keterbatasan dalam
penyusunan skripsi, untuk itu saran dan motifasi sangat diharapkan
demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi penulis dan semua pihak.

Wassalamu”alaikum wr, wb.

Kairatu, Desember 04 2020

Penulis

ix
x

TINJAUAN PERESEPAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN BPJS


DI INSTALASI FARMASI RAWAT JALAN RUMAH
SAKIT BHAYANGKARA AMBON
TAHUN 2020

Nurbaya Hulihulis¹, Aulia Debby Pelu², Miranda Waas³


¹Mahasiswa Program Studi Farmasi
²DosenSTikes Maluku Husada
³DosenSTikes Maluku Husada

ABSTRAK
Antibiotik adalah salah satu obat yang sering di salah gunakan karena sangat
mudah didapatkan dan harganya murah. Pengunaan antibiotik yang tidak rasional
dapat menyebabkan resistensi. Resistensi merupakan kemampuan bakteri dalam
menetralisir dan melemahkan daya kerja antibiotik. Masalah resistensi selain
berdampak pada morbiditas dan mortalitas, juga memberi dampak negatif
terhadap ekonomi dan sosial yang sangat tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk
meninjau penggunaan antibiotik pada pasien BPJS di instalasi farmasi rawat jalan
rumah sakit Bhayangkara Ambon Tahun 2020 dan untuk mengetahui antibiotik
apa yang paling banyak diresepkan pada pasien BPJS di instalasi farmasi rawat
jalan rumah sakit Bhayangkara Ambon pada bulan januari sampai maret tahun
2020. Desain penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pengambilan
data secara retrospektif untuk mengetahui jenis antibiotik yang paling banyak
diresapkan pada pasien BPJS di instalasi farmasi rawat jalan RS Bhayangakara
Ambon Tahun 2020. Hasil penelitian didapat sebanyak 247 lembar resep
mendapatkan antibiotik dengan penggunaan antibiotik yang paling banyak
diresepkan adalah Penicillin 90 (36,4%), Cephalosporin 63 (25,5%) Monokbatam
9 (3,6%), Aminoglikosida 18 (7,3), Tetracyline 3 (1,2%), Chlorampenicol 41
(16,6%), Makrolid 4 (1,6%), Clindamycin 6 (2,4%) dan Quinolone 13 (5,3%).

Kata Kunci: Peresepan Antibiotik, Pasien BPJS

x
REVIEW OF ANTIBIOTIC PRESCRIPTION ON BPJS PATIENTS IN
STALLATION OF PHARMACY OUTPATIENT AT BHAYANGKARA
HOSPITAL AMBON IN 2020
Nurbaya Hulihulis¹, Aulia Debby Pelu², Miranda Waas³
¹Mahasiswa Program Studi Farmasi
²DosenSTikes Maluku Husada
³DosenSTikes Maluku Husada

ABSTRACT
Antibiotics are a kinds of drug that is often misused because they are very
easy to obtain and they are cheap. Irrational use of antibiotics can lead to
resistance. Resistance is the ability of bacteria to neutralize and weaken the
working power of antibiotics. The problem of resistance apart from having an
impact on morbidity and mortality also has a very high negative economic and
social impact. This study aims to review the use of antibiotics in BPJS patients in
the outpatient pharmacy installation of the Bhayangkara Ambon hospital in 2020
and to find out what antibiotics are most commonly prescribed to BPJS patients at
the outpatient pharmacy installation of the Bhayangkara hospital, Ambon from
January to March 2020. The design of this study is a descriptive study with
retrospective data collection to determine the type of antibiotic that is most widely
infused in BPJS patients in the outpatient pharmacy of Bhayangakara Hospital,
Ambon in 2020. The results of the study there is a 247 sheets of prescriptions to
get antibiotics using the most widely prescribed antibiotics are Penicillin 90
(36.4%), Cephalosporin 63 (25.5%) Monocbatam 9 (3.6%), Aminoglycoside 18
(7.3), Tetracyline 3 (1.2%), Chlorampenicol 41 (16.6 %), Macrolide 4 (1.6%),
Clindamycin 6 (2.4%) and Quinolone 13 (5.3%).

Keywords: Antibiotic Prescription, BPJS Patients

xi
xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL……………………………………………...................... I
LEMBAR PERSETUJUAN…………………………………………….......... Ii
LEMBAR PERNYATAAN PENGESAHAN HASIL PENELITIAN…….. Iii
LEMBAR KEASLIAN PENELITIAN…………………………………........ Iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP………………………………………………. v
MOTTO……………………………………………………………………… vi
KATA PENGANTAR……………………………………………………....... vii
ABSTARAK………………………………………………………………....... Ix
ABSTRAC…………………………………………………………………….. x
DAFTAR ISI…………………………………………………………….......... xi
DAFTAR TABEL……………………………………………………….......... Xv
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... Xv
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………......... Xi
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………….......... 1

1.1.Latar Belakang…………………………………………................... 1
1.2. Rumusan Masalah……………………………………………......... 4
1.3. Tujuan Penelitian…………………………………………….......... 5
1.3.1. Tujuan Umum…………………………………………......... 5
1.3.2. Tujuan Khusus…………………………………………....... 5
1.4. Manfaat Penelitian……………………………………………........ 5
1.4.1. Manfaat Teoritis atau Akademik……………........................ 5
1.4.2. Manfaat Praktis atau Aplikatif…………………………........ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………....... 7
2.1. Tinjauan Umum Tentang Antibiotik……………………….......... 7
2.1.1. Defenisi Antibiotik……………………………………....... 7
2.1.2. Penggolongan dan Cara kerja antibiotik…………….......... 8
2.1.3. Prinsip Penggunaan Antibiotik………………………......... 14

xii
2.1.4. Pemilihan Antibiotik…………………………………........ 16
2.1.5. Bahaya Penggunaan Antibiotik………………………........ 16
2.1.6. Resep…………………………………………………........ 18
2.1.7. Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi…………………......... 19
2.7.1 Rumah Sakit……………………………………......... 19
2.7.2 Tugas Rumah Sakit…………………………….......... 21
2.7.3 Fungsi Rumah Sakit……………………………......... 21
2.7.4 Instalasi Farmasi Rumah Sakit…………………........ 21
1. pengertian Instalasi Farmasi Rumah Sakit….......... 21
2. Pembagian Ruang Instalasi Farmasi Rumah Sakit.. 22
3. Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit………........ 25
2.1.8. BPJS………………………………………………............. 29
2.2. Keaslian Penelitian…………………………………………......... 31
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL………………………………......... 36
3.1. Kerangka Konsep…………………………………………........... 36
3.2. Hipotesis Penelitian………………………………………............ 37
BAB IV METODE PENELITIAN………………………………………....... 38
4.1. Desain Penelitian………………………………………….......... 38
4.2. Tempat Dan waktu Penelitian…………………………….......... 38
4.2.1. Tempat Penelitian………………………………….......... 38
4.2.2. Waktu Penelitian……………………………………........ 38
4.3. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel………........ 38
4.3.1. Populasi…………………………………………….......... 38
4.3.2. Sampel………………………………………………....... 39
4.3.3.Teknik Pengambilan Sampel……………………….......... 40
4.4. Definisi Operasional………………………………………........ 40
4.5. Instrumen penelitian………………………………………........ 41
4.6. Prosedur Pengambilan Data………………………………...... 41
4.7. Pengolahan Data…………………………………………........ 42
4.8. Analisa Data……………………………..................................... 43
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………........ 44

xiii
xiv

5.1. Gambaran Lokasi Penelitian.......……………………………....... 44


5.2. Hasil Penelitian………………………………………………...... 45
5.3. Pembahasan…………………………………………………........ 46
5.4. Keterbatasan Penelitian.................................................................. 58
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………..... 59
6.1. Kesimpulan…………………………………………………....... 59
6.2. Saran………………………………………………………......... 59
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………....... 60

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.2. Keaslian Penelitian……………………………………………….. 32

Tabel 4.4. Definisi Operasional…………………………………………….... 40

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi peresepan antibiotik pada pasien BPJS di


instalasi farmasi rawat jalan rumah sakit Bhayangkara ambon
pada bulan januari-maret tahun 2020…………………………….. 44

xv
xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Kerangka Konsep……………………………………………..... 31

Gambar 5.1.1. Profil Rumah Sakit Bhayangkara Ambon…………………… 44

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Observasi Peneliti

Lampiran 2 Dokumentasi Penelitian

Lampiran 3 Master Tabel Penelitian

Lampiran 4 SPSS

Lampiran 5 Surat Izin Penelitian

Lampiran 6 Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Antibiotik adalah salah satu obat yang sering di salah gunakan karena

sangat mudah didapatkan dan harganya murah (Word Health Organization,

2015).

Pengunaan antibiotik yang tidak rasional dapat menyebabkan

resistensi. Resistensi merupakan kemampuan bakteri dalam menetralisir dan

melemahkan daya kerja antibiotik. Masalah resistensi selain berdampak pada

morbiditas dan mortalitas, juga memberi dampak negatif terhadap ekonomi

dan sosial yang sangat tinggi. Pada awalnya resistensi terjadi di tingkat rumah

sakit, tetapi lambat laun juga berkembang di lingkungan masyarakat,

khususnya Streptococcus pneumoniae (SP), Staphylococcus aureus, dan

Escherichia coli (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

2406/MENKES/PER/ XII/2011).

Saat ini sudah banyak antibiotik yang tidak mampu lagi menangani

suatu penyakit yang diakibatkan oleh suatu mikroorganisme hal ini terjadi

karena kemampuan antibiotik dalam mengatasi maupun mencegah penyakit

infeksi menyebabkan penggunaannya mengalami peningkatan yang luar

biasa. Bahkan antibiotik digunakan secara tidak tepat atau tidak rasional

untuk penyakit yang tidak perlu dan terdapat kecendrungan antibiotik dibeli

1
2
2

bebas atau tanpa resep dokter. Akibatnya telah terjadi perkembangan bakteri

yang resistensi terhadap antibiotik (WHO, 2O15).

Data Centers for Disease Control and Prevention di Amerika Serikat

(AS), setiap tahun di negera itu terdapat dua juta orang terinfeksi bakteri

yang telah resisten terhadap antibiotik dan setidaknya 23.000 orang

meninggal setiap tahun akibat resistensi ini.

Menurut menteri kesehatan, peresepan antibiotik di Indonesia cukup

tinggi dan tidak rasional, bahkan sebagian besar masyarakat masih

mempercayakan kesembuhan penyakitnya pada antibiotika, padahal tidak

semua penyakit dapat diobati dengan antibiotika. Penggunaan antibiotika

hanya ditujukan pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri(Anonim, 2016).

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Dinas Kesehatan

(Dinkes) Kota Ambon, Maluku, melakukan proses pemantauan serta

evaluasi pada seluruh apotek di Ambon. Hal ini dilakukan untuk melindungi

masyarakat dari penggunaan obat yang tidak sesuai aturan. Kepala Dinkes

Kota Ambon, Saat melakukan monitoring dan evaluasi, BPOM menemukan

sejumlah toko obat dan apotek di Ambon yang menjual obat dalam jumlah

besar tanpa resep dokter. Padahal, hal itu dilarang dalam Peraturan Menteri

Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek. "Berdasarkan

data BPOM, masih ada apotek yang menjual obat dalam jumlah yang besar

tanpa resep dokter. Penambahan pelayanan kesehatan dalam bentuk

penjualan obat oleh pihak apotek tidak boleh mengabaikan faktor keamanan
obat. Pemilik apotek harus mengenal dua istilah dalam pengobatan yaitu

menyalahgunakan (dipakai untuk hal yang lain) dan penggunaan yang salah

(dosis yang keliru atau obat yang diminum tidak tepat). Jenis obat antibiotik

yang tidak boleh dikonsumsi masyarakat tanpa resep dokter yaitu amoxicilin

dan ampicilin. Jenis obat itu bisa menyembuhkan, tetapi menyebabkan

resistensi pada tubuh. (Permenkes 2017).

Data kunjungan peresepan antibiotik pada pasien BPJS di instalasi

farmasi rawat jalan rumah sakit bhayangkara Ambon dari tahun 2018

sebanyak 2500 orang sedangkan 2019 sebanyak 3212 orang dan dari bulan

januari sampai bulan maret 2020 sebanyak 649 orang .

Tinjaun peresepan antibiotik pada pasien BPJS (Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial) di instalasi farmasi rumah sakit bhayangkara Ambon adalah

salah satu pasien yang jumlahnya cukup besar. sesuai dengan KepMenKes

(2010) bahwa penerapan formularium BPJS perlu di pantau dan dievaluasi

untuk menunjang keberhasilan penerapan formularium BPJS sehingga nanti

diharapkan dari penelitian yang dilakukan dapat untuk mengetahui apakah

rumah sakit tersebut memenuhi ketetapan pemerintah atau tidak. Selain itu,

untuk mengetahui kesesuaian dosis dan aturan pakai sesuai dengan standar

penggunaan antibotik. Penggunaan antibiotik oleh pasien harus

memperhatikan waktu, frekuensi dan lama pemberian sesuai regimen terapi

dan memperhatikan kondisi pasien. Pemakaian antibiotik secara efektif

memerlukan pemahaman dari pemilihan dan Cara pemakaian antibiotik

7
8

dengan benar mulai dari penentuan dosis dan aturan pakai menurut bentuk

sediaan yang diresepkan agar tidak terjadi resistensi antibiotik.

Studi pendahuluan rumah sakit bhayangkara Ambon merupakan salah

satu rumah sakit milik PORLI Kota Ambon yang berbentuk pelayanan

umum, di kelola oleh PORLI dan termasuk kedalam rumah sakit kelas IV.

Peneliti ingin meneliti tentang tinjauan peresepan antibiotik pada pasien BPJS

di instalasi farmasi rawat jalan RS bhayangkara Ambon dan peneliti ingin

mengetahui resep obat antibiotik apa saja yang disediakan di instalasi farmasi

rawat jalan rumah sakit bhayangkara ambon, Karena antibiotik sangat

berpengaruh penting terhadap penggunaan, pencegahan maupun pengobatan

pasien. Berdasarkan latar Belakang tersebut peneliti tertarik untuk

mengetahui tinjaun peresepan antibiotik pada pasien BPJS di instalasi farmasi

rawat jalan rumah sakit bhayangkara ambon tahun 2020.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana Tinjauan Peresepan Antibiotik Pada Pasien BPJS di

Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bhayangkara Ambon pada bulan

januari-maret Tahun 2020?


1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk Meninjau Peresepan Antibiotik Pada Pasien BPJS di

Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bhayangkara Ambon pada

bulan januari-maret Tahun 2020

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk meninjau penggunaan antibiotik pada pasien BPJS di

instalasi Farmasi rawat jalan Rumah Sakit Bhayakara Ambon pada

bulan januari-maret Tahun 2020

2. Untuk mengetahui antibiotik apa yang paling banyak diresepkan

Pada Pasien BPJS di instalasi farmasi rawat jalan di Rumah Sakit

Bhayangkara Ambon pada bulan januari-maret Tahun 2020

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis atau Akademik

Manfaat penelitian dari aspek teoritas yaitu dapat di manfaat

untuk pengembangan ilmu dalam bidang kesehatan dan dapat

menambah khasanah ilmu kesehatan, khususnya terkait dengan

kekhususan bidang kesehatan yang diteliti

9
10

1.4.2. Manfaat Praktis atau Aplikatif

Manfaat penelitian dari aspek praktis atau aplikatif, yaitu

dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran dan menambah

wawasan tentang tinjauan peresepan antibiotik di instalasi farmasi


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Tentang Antibiotik

2.1.1. Definisi Antibiotik

Antibiotik adalah senyawa yang digunakan untuk mencegah

dan mengobati suatu infeksi karena bakteri. Infeksi bakteri terjadi bila

bakteri mampu melewati barrier mukosa atau kuli dan menembus

jaringan tubuh. Pada umumnya tubuh memiliki respon imun untuk

mengeliminasi bakteri atau mikroorganisme yang masuk. Jika

perkembangbiakan bakteri lebih cepat dari respon imun yang ada,

maka Akan terjadi penyakit infeksi yang ditanai dengan adanya

inflamasi (Permenkes, 2011).

Antibiotik adalah salah satu obat yang sering disalah gunakan

karena sangat mudah didapatkan dan harganya murah (WHO, 2015).

Antibiotik adalah zat kimia yang diproduksi oleh fungi dan

bakteri yang berkhasiat menghambat atau membunuh kuman dalam

toksisitas relatif kecil. Indikasi dari antibiotika yaitu untuk penyakit

yang diakibatkan oleh infeksi bakteri, sehingga pemberian antibiotika

dianjurkan untuk pasien yang menderita gejala akibat infeksi bakteri

(Kemenkes, 2011).

11
8

2.1.2. Penggolongan dan Cara kerja antibiotik

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 2406/Menkes/Per/XII/2011 Tentang Pedoman Umum

Penggunaan Antibiotik, penggolongan antibiotik berdasarkan

mekanisme kerjanya, yaitu:

A. penghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri

1. Antibiotik beta-laktam

Antibiotik beta-laktam terdiri dari berbagai golongan obat

yang mempunyai struktur cincin beta-laktam, yaitu penisilin,

cephalosporin, monobaktam, karbapenem dan inhibitor beta-

laktamase. Obat-obat antibiotika beta-laktam umumnya

bersifat bakterisid, dan sebagian besar efektif terhadap bakteri

Gram-positif dan negatif. Antibiotika beta-laktam mengganggu

sintesis dinding sel bakteri.

a) Penicilin,

Penicilin menghambat pembentukan mukopeptida yang

diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Penicilin

memiliki efek bakterisid.

Contoh obat pada golongan ini yaitu, Penicilin G dan

Penicilin V, Amoksisilin, Ampisilin dan Piperasilin.


9

b) Cephalosporin,

Menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan

mekanisme yang Sama dengan Penicilin. Efek samping

utama dari Cephalosporin adalah hipersensitifitas.

Antibiotika yang termasuk golongan ini yaitu, Cefadroxil,

cefuroximi dan ceftriaxone, ceftriaxome.

c) Monobaktam

Merupakan antibiotik (beta-laktam monosiklik) dengan

spectrum antibakteri terbatas pada kuman aerob gram

negative termasuk pseudomonas euruginosa, neisseria

meningitides dan H. influenza. Aztreonam tidak aktif

terhadap bakteri gram positive dan anaerob. Aztreonam

bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel kuman

sperti antibiotik beta-laktam lainnya. Efek samping serupa

dengan beta-laktam pada umumnya, meskipun aztreonam

kurang menimbulkan reaksi hipersensitif pada pasien yang

sensitive pada penicillin.

Contoh antibiotika yang termasuk golongan ini yaitu

Aztreonam.

d) Inhibitor beta-laktamase, antibiotika yang termasuk dalam

golongan ini yaitu, Asam klavulanat, Sulbaktam dan

Tazobaktam.
10

2. Vankomisin

Vankomisin merupakan antibiotika lini ketiga yang terutama aktif

terhadap bakteri Gram-positif. Vankomisin hanya diindikasikan untuk

infeksi yang disebabkan oleh Streptococcus aureus yang resisten

terhadap metisilin (MRSA). Semua basil Gram-negatif dan

mikobakteria resisten terhadap vankomisin. Vankomisin diberikan

secara intravena, dengan waktu paruh sekitar 6 jam. Efek sampingnya

adalah reaksi hipersensitivitas, demam, flushing dan hipotensi (pada

infus cepat), serta gangguan pendengaran dan nefrotoksisitas pada

dosis tinggi.

3. Basitrasin

Basitrasin merupakan kelompok antibiotika yang terdiri dari

antibiotika polipeptida, yang utama adalah Basitrasin A Berbagai

bakteri kokus dan basil Gram-positif, Neisseria, H. influenza dan

Treponema pallidum sensitif terhadap obat ini. Basitrasin bersifat

nefrotoksik bila memasuki sirkulasi sistemik.

B. Obat yang memodifikasi atau menghambat sintesis protein

1. Aminoglikosida

Aminoglikosida bekerja dengan Cara berikatan dengan ribosom

30s dan menghambat sintesis protein. Terikatnya Aminoglikosida

pada ribosom ini mempercepat transpor Aminoglikosida ke dalam


11

sel diikuti dengan kerusakan membran sitoplasma dan disusul oleh

kematian sel. Semua Aminoglikosida bersifat bakterisidal.

Golongan ini contohnya Streptomycin, Kanamycin, Neomcyn,

Gentamcyn, Amikacin dan Tobramycin.

2. Tetracycline

Golongan Tetracycline bekerja dengan Cara menghambat sintesis

protein bakteri pada ribosom. Tetracycline termasuk antibiotik

yang terutama bersifat bakterisotatik. Contoh Antibiotika yang

termasuk ke dalam golongan ini adalah Tetracycline,

Dokxycycline, Minocycline, dan Ocsitetracycline.

3. Chlorampenicol

Chlorampenicol bekerja dengan Cara mengahambat sintesis protein

bakteri. Chlorampenicol merupakan antibiotika berspektrum luas

dan bersifat bakterisidal, dengan kerja menghambat bakteri Gram-

positif dan Gram-negatif, bakteri aerob dan anaerob, Klamidia,

Ricketsia dan Mikoplasma. Contoh obat dari Chlorampenicol yaitu:

thianphenicol.

4. Makrolid

Golongan makrolid menghambat sintesis protein kuman dengan

Cara berikatan secara refelsibel dengan ribosom subunit dan

umumnya bersifat bakteriostatik, walaupun terkadang dapat


12

bersifat bakterisidal untuk bakteri yang sangat peka. Antibiotika

yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Azithromycin,

Erithromycin, Roxythromycin dan Clarithomycin. Makrolida aktif

terhadap bakteri Gram-positif, tetapi juga dapat menghambat

beberapa Enterococcus dan basil Gram-positif.

5. Clindamycin

Clindamycin bekerja menghambat sintesis protein dengan Cara

berikatan dengan ribosom. Efek bakteriostatik Clindamycin

bergantung pada konsentrasi obat, jenis organisme, dan lokasi

infeksi. Obat ini pada umumnya aktif terhadap S. aureus, S.

peneumoniae. Clindamycin juga aktif terhadap bakteroides flagilis

dan kuman anaeurob lainnya.

6. Mupirosin

Mupirosin merupakan obat topikal yang menghambat bakteri

Gram-positif dan beberapa Gram-negatif. Tersedia dalam bentuk

salep atau krim 2% untuk penggunaan di kulit.

7. Spektinomisin

Obat ini dapat digunakan sebagai obat alternatif untuk infeksi

gonokokus bila obat ini pertama tidak dapat digunakan. Diberikan

secara intramuskular (IM).


13

C. Obat anti metabolit yang menghambat enzim-enzim esensial dalam

metabolisme folat

Antibiotika yang masuk ke dalam golongan ini yaitu, Sulfonamid dan

Trimetoprim. Sulfonamid bersifat bakteriostatik. Trimetoprim

dikombinasikan dengan Sulfametoksazol mampu menghambat

sebagian besar patogen saluran kemih, kecuali P. aeruginosa dan

Neisseria sp.

D. Obat yang mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat.

Quinolone dan Florokuinolone, Bekerja dengan menghambat kerja

enzim DNA pada kuman dan bersifat bakterisidal

a. Quinolone

Kelompok ini memiliki indikasi klinis terbatas hanya sebagai

antiseptic saluran kemih. Antibiotika yang termasuk golongan ini

yaitu: Asam nalidiksat dan asam pipemidat.

b. Florokuinolone

Golongan ini memiliki daya antibakteri yang jauh lebih kuat

dibandingan dengan Quinolone. Golongan ini meliputi

Ciprofloxacin, Ofloxacin, Moxifloxacin, Norfloxacin,

Levofloxacin, dan lain-lain. Florokuinolon biasa digunakan untuk

infeksi yang disebabkan oleh Gonokokus, Shigella, E. coli,


14

Salmonella, Haemophilus, Moraxella catarrhalis serta

Enterobacteriaceae dan P. aeruginosa.

c. Nitrofuran

Nitrofuran meliputi Nitrofurantoin, Furazolidin dan Nitrofurazon.

Nitrofuran dapat menghambat bakteri Gram-positif dan negatif,

termasuk E. coli, Staphylococcus sp, Klebsiella sp, Enterococcus

sp, Neisseria sp, Salmonella sp, Shigella sp dan Proteus sp.

2.1.3. Prinsip Penggunaan Antibiotik

Menurut Menkes RI (2011), tentang pedoman umum

penggunaan antibiotik, ada beberapa faktor yang harus

dipertimbangkan pada penggunaan antibiotik, diantaranya yaitu:

a. Resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik

Resistensi adalah kemampuan bakteri untuk menetralisir dan

melemahkan daya kerja antibiotik. Hal ini dapat terjadi dengan

beberapa Cara, yaitu:

1. Merusak antibiotik dengan enzim yang diproduksi.

2. Mengubah reseptor titik tangkap antibiotik.

3. Mengubah fisiko-kimiawi target sasaran antibiotik pada sel

bakteri.
15

4. Antibiotik tidak dapat menembus dinding sel, akibat perubahan

sifat dinding sel bakteri.

5. Antibiotik masuk ke dalam sel bakteri, namun segera

dikeluarkan dari dalam sel melalui mekanisme transport aktif ke

luar sel. Penyebab utama resistensi antibiotika adalah

penggunaannya yang meluas dan irasional.

b. Faktor farmakokinetik dan farmakodinamik

Pemahaman mengenai sifat farmakokinetik dan

farnakodinamik antibiotik sangat diperlukan untuk menetapkan

jenis dan dosis antibiotik secara tepat, agar dapat menunjukkan

aktivitasnya sebagai bakterisida ataupun bakteriostatik.

c. Faktor interaksi dan efek samping obat

Pemberian antibiotik secara bersamaan dengan antibiotik

lain, obat lain atamakanan dapat menimbulkan efek yang tidak

diharapkan. Berbagai macam efek dari interaksi dapat terjadi mulai

dari yang ringan seperti penurunan absorpsi obat atau penundaan

absorpsi sampai meningkatkan efek toksik obat lainnya.

d. Faktor biaya

Antibiotik yang tersedia di Indonesia bisa dalam bentuk

obat generik, obat merk dagang atau obat paten. Harga antibiotik

pun sangat beragam, harga antibiotik merk dagang atau paten bisa
16

lebih mahal dibanding generiknya, begitu pula untuk obat

antibiotik sediaan parenteral yang harganya bisa 1000 kali lebih

mahal dibandingkan dengan sediaan oral. Setepat apapun antibiotik

yang diresepkan apabila jauh dari tingkat kemampuan pasien tentu

tidak Akan bermanfaat dan dapat mengakibatkan terjadinya

kegagalan terapi.

2.1.4. Pemilihan Antibiotik

Penggunaan antibiotik secara umum dapat dibagi menjadi tiga

yakni, untuk terapi empiris, terapi definitive dan terapi profilaksis atau

preventif. Jika bakteri penyebab suatu penyakit infeksi belum dapat

diidentifikasi secara pasti, maka penggunaan antibiotik dilakukan

secara empiris dimana jenis antibiotika yang digunakan harus dapat

memberi efek pada semua jenis bakteri patogen yang dicurigai. Oleh

karena itu, biasanya digunakan jenis antibiotik yang berspektrum luas,

baik digunakan secara tunggal maupun kombinasi. Tetapi jika bakteri

penyebab suatu penyakit infeksi telah dapat diidentifikasi secara pasti,

maka digunakan terapi definitive. Jenis antibiotik yang digunakan

adalah antibiotika berspektrum sempit untuk bakteri patogen tertentu

(Katzung, 2012).

2.1.5. Bahaya Penggunaan Antibiotik

Antibiotika yang dikonsumsi tidak tepat waktu dan tidak

tepat sasaran dapat menyebabkan kerugian bagi konsumennya.


17

Berikut ini dua kerugian akibat konsumsi antibiotika yang tidak benar

menurut Utami, (2012):

a. Infeksi berulang

Saat antibiotika dikonsumsi tidak tepat waktu, maka semua bakteri

penyebab infeksi tidak terbunuh, sehingga mengakibatkan infeksi

dapat kembali muncul di tempat yang Sama bahkan muncul di

tempat lain.

b. Resistensi bakteri terhadap antibiotik

Bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik apabila tidak tuntas

mengkonsumsi antibiotika. Terdapat beberapa faktor yang

menyebabkan terjadinya resistensi, antara lain:

1. Penggunaannya yang kurang tepat (irrasional): terlalu singkat,

dalam dosis yang terlalu rendah, diagnosa awal yang salah,

dalam potensi yang tidak adekuat.

2. Faktor yang berhubungan dengan pasien. Pasien dengan

pengetahuan yang salah Akan cenderung menganggap wajib

diberikan antibiotika dalam penanganan penyakit meskipun

disebabkan oleh virus, seperti flu, demam, batuk-pilek yang

banyak dijumpai di masyarakat. Pasien yang membeli

antibiotika sendiri tanpa resep dokter (self medication), atau


18

pasien dengan kemampuan financial yang rendah seringkali

tidak mampu untuk menuntaskan regimen terapi.

3. Peresepan dalam jumlah yang besar dapat meningkatkan

unnecessary health care expenditure dan seleksi resistensi

terhadap obat-obatan baru.

4. Promosi komersial dan penjualan besar-besaran oleh perusahaan

farmasi serta didukung pengaruh globalisasi, menyebabkan

jumlah antibiotika yang beredar semakin luas sehingga

masyarakat mudah memperoleh antibiotika.

5. Lemahnya pengawasan yang dilakukan pemerintah dalam

distribusi dan pemakaian antibiotika. Selain itu juga kurangnya

komitmen dari instansi terkait baik untuk meningkatkan mutu

obat maupun mengendalikan penyebaran infeksi.

2.1.6. Resep

Resep adalah permintaan tertulis dari dokter kepada

apoteker/farmasi pengelola apotek untuk memberikan obat jadi atau

meracik obat dalam bentuk tertentu sesuai dengan keahliannya,

takaran dan jumlah obat sesuai dengan yang diminta, kemudian

menyerahkannya kepada yang berhak/pasien (Sari dan Aznan, 2014).

Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi,

kepada apoteker, baik dalam bentuk paper maupun elektronik untuk

menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang


19

berlaku. Pengkajian resep dilakukan untuk menganalisa adanya

masalah terkait obat, bila ditemukan masalah terkait obat harus

dikonsultasikan kepada dokter penulis resep. Apoteker harus

melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi,

persyaratan farmasetis dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat

inap maupun rawat jalan (Republik Indonesia, 2016).

Pola peresepan adalah gambaran penggunaan obat secara umum

atas permintaan tertulis dokter, dokter gigi kepada apoteker untuk

menyiapkan obat pasien. Secara praktis untuk memantau gambaran

penggunaan obat secara umum telah dikembangkan indikator WHO

yakni: rata – rata pemberian obat per lembar resep, persentase obat

generik, persentase antibiotika, persentase injeksi, dan esensial

(Sarimanah, et al., 2013).

2.1.7. Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

2.7.1 Rumah Sakit

Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat

menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah

setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal

bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan

pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif,

pencegahan penyakit), penyembuhan penyakit (kuratif) dan

pemulihan kesehatan rehabilitatif, yang dilaaksanakan secara


20

menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Hal tersebut

diperjelas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor: 983/Menkes/SK/XI/1992, tentang Pedoman

Organisasi Rumah Sakit Umum, yang menyebut bahwa tugas

rumah sakit mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan

yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya

peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan

(Amalia dan Siregar, 2013).

Rumah sakit adalah suatu fasilitas umum (public

facility) yang berfungsi sebagai pusat pelayanan kesehatan

meliputi pencegahan dan penyembuhan penyakit, secara

pemeliharaan, peningkatan dan pemulihan kesehatan secara

paripurna. Pengertian rumah sakit lainnya, antara lain:

A. Berdasaran UU RI No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit

adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna yang menyedikan peleyanan rawat inap, rawat

jalan dan gawat darurat. (Depkes RI, 2009).

B. W.H.O (World Health Organization) memaparkan bahwa

menurut WHO rumah sakit adalah organisasi terpadu dari

bidang social dan medic yang berfungsi sebagai pusat

pemberi pelayanan kesehatan, baik pencegahan


21

penyembuhan dan pusat pelatihan dan peneliti biologi-

sosial.

2.7.2 Tugas Rumah Sakit

Sesuai dengan pasal 4 ketentuan umum dalam UU RI

no.44 tahun 2009 tenteng rumah sakit menerangkan bahwa

rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan

kesehatan perorang secara paripurna.

2.7.3 Fungsi Rumah Sakit

Rumah sakit berfungsi untuk menyelengarakan

pelayanan seperti medik, penunjang medik dan non medik.

Asuhan keperawatan, rujukan, pendidikan. Pelatihan, penelitian,

pengembangan, administrasi umun dan keuangan. Rumah sakit

secara tradisional merawat serta mengobati penderita sakit,

tetapi zaman modern rumah sakit mempunyai 4 fungsi dasar

yaitu pelayanan penderita, pendidikan, penelitian dan kesehatan

masyarakat (Siregar and amalia, 2010).

2.7.4 Instalasi Farmasi Rumah Sakit

1. pengertian Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Pengertian Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah

departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit di

bawah pimpinan apoteker dan dibantu oleh beberapa orang

apoteker. Pimpinan dan apoteker yang memenuhi persyaratan


22

peraturan perundang yang berlaku dan kompeten secara

profesional. Farmasi rumah sakit dengan fasilitas

penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh

pekerjaan dan pelayanan kefarmasian, yang terdiri atas

pelayanan paripurna. Pelayanan paripurna mencakup

perencanaan, pengadaan, produksi, penyimpanan sediaan

farmasi, dispensing obat berdasarkan resep penderita rawat

inap dan rawat jalan, pengendalian. Pengendalian mencakup

pengendalian mutu, pengendalian distribusi dan penggunaan

seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit. Pelayanan

farmasi klinik umum dan spesialis, mencakup pelayanan

langsung pada penderita dan pelayanan klinik yang

merupakan program rumah sakit secara keseluruhan (Siregar,

2005).

2. Pembagian Ruang Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Menurut Permenkes nomor 35 tahun 2014

pembagian ruang Intalasi Farmasi dapat menjamin mutu

Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai serta kelancaran praktik Pelayanan Kefarmasian.

Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang

Pelayanan Kefarmasian di Intalasi Farmasi meliputi sarana

yang memiliki fungsi:


23

1. Ruang penerimaan Resep

Ruang penerimaan Resep sekurang-kurangnya terdiri dari

tempat penerimaan Resep, 1 (satu) set meja dan kursi,

serta 1 (satu) set komputer. Ruang penerimaan Resep

ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah terlihat

oleh pasien.

2. Ruang pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan

secara terbatas)

Ruang pelayanan Resep dan peracikan atau produksi

sediaan secara terbatas meliputi rak Obat sesuai kebutuhan

dan meja peracikan. Di ruang peracikan sekurang-

kurangnya disediakan peralatan peracikan, timbangan

Obat, air minum (air mineral) untuk pengencer, sendok

Obat, bahan pengemas Obat, lemari pendingin,

termometer ruangan, blanko salinan Resep, etiket dan

label Obat. Ruang ini diatur agar mendapatkan cahaya dan

sirkulasi udara yang cukup, dapat dilengkapi dengan

pendingin ruangan (air conditioner).

3. Ruang penyerahan Obat

Ruang penyerahan Obat berupa konter penyerahan Obat

yang dapat digabungkan dengan ruang penerimaan Resep.


24

4. Ruang konseling

Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set

meja dan kursi konseling, lemari buku, buku-buku

referensi, leaflet, poster, alat Bantu konseling, buku

catatan konseling dan formulir catatan pengobatan pasien.

5. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,

dan Bahan Medis Habis Pakai

Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi

sanitasi, temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan

untuk menjamin mutu produk dan keamanan petugas.

Ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan rak/lemari

Obat, pallet, pendingin ruangan (AC), lemari pendingin,

lemari penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika,

lemari penyimpanan Obat khusus, pengukur suhu dan

kartu suhu.

6. Ruang arsip

Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang

berkaitan dengan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta Pelayanan

Kefarmasian dalam jangka waktu tertentu.


25

3. Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Permenkes nomor 72 tahun 2016 tentang standart

pelayanan farmasi. Pengorganisasian Instalasi Farmasi

Rumah Sakit harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan

Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, dan

bersifat dinamis dapat direvisi sesuai kebutuhan dengan tetap

menjaga mutu. Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit,

meliputi:

1. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan

mengawasi seluruh kegiatan Pelayanan Kefarmasian

yang optimal dan profesional serta sesuai prosedur dan

etik profesi

2. Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang efektif,

aman, bermutu dan efisien

3. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan

Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai guna memaksimalkan efek terapi dan

keamanan serta meminimalkan risiko

4. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE)

serta memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat

dan pasien;
26

5. Berperan aktif dalam Tim Farmasi dan Terapi

6. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan

Pelayanan Kefarmasian

7. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan

dan formularium rumah sakit

Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit, meliputi:

1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis

habis pakai

A. Memilih Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai sesuai kebutuhan pelayanan Rumah Sakit

B. merencanakan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,

dan Bahan Medis Habis Pakai secara efektif, efisien dan

optimal

C. mengadakan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai berpedoman pada perencanaan yang telah

dibuat sesuai ketentuan yang berlaku

D. memproduksi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan

kesehatan di Rumah Sakit

E. menerima Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang

berlaku
27

F. menyimpan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan

kefarmasian

G. mendistribusikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Bahan Medis Habis Pakai ke unit-unit pelayanan di Rumah

Sakit;

H. melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu

I. melaksanakan pelayanan Obat “unit dose”/dosis sehari;

J. melaksanakan komputerisasi pengelolaan Sediaan Farmasi,

Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (apabila sudah

memungkinkan)

K. mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang

terkait dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai

L. melakukan pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang sudah tidak

dapat digunakan

M. mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,

dan Bahan Medis Habis Pakai

N. melakukan administrasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.

2. Pelayanan farmasi klinik


28

A. mengkaji dan melaksanakan pelayanan Resep atau permintaan

Obat

B. melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan Obat

C. melaksanakan rekonsiliasi Obat

D. memberikan informasi dan edukasi penggunaan Obat baik

berdasarkan Resep maupun Obat non Resep kepada

pasien/keluarga pasien

E. mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang

terkait dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai

F. melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga

kesehatan lain

G. memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya;

H. melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO):

1) Pemantauan efek terapi Obat

2) Pemantauan efek samping Obat

3) Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

I. melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

J. melaksanakan dispensing sedian steril:

1) Melakukan pencampuran serbuk

2) Menyimpan nutrisi parenteral

3) Melaksanakan pengemasan ulang sedian steril yang tidak

stabil
29

K. melaksanakan pelayanan informasi obat (PIO) kepada tenaga

kesehatan lain, pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di

luar rumah sakit

L. melaksanakan penyuluhan kesehatan rumah sakit (PKKRS)

Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak

terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang

berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu,

termasuk pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan

masyarakat (Depkes RI, 2014).

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No. 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan

Minimal Rumah Sakit penulisan resep seluruhnya harus mengacu pada

formularium dengan standar 100%. Standar Pelayanan Minimal Rumah

Sakit merupakan tolak ukur dari pelayanan kesehatan di rumah sakit

(Krisnadewi et al., 2014).

2.1.8. BPJS

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 dan

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 maka dibentuklah Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS yang merupakan lembaga

yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan Sosial

Nasional dan program BPJS Kesehatan ini resmi mulai berlaku pada

tanggal 1 Januari 2014. Namun setelah dibentuknya BPJS Kesehatan


30

terjadi sejumlah masalah di berbagai daerah. Dikutip oleh Jawa Pos

Rabu 1 Januari 2014 halaman 11, sampai diresmikannya BPJS

Kesehatan masih banyak kalangan yang kurang paham dengan

program yang diselenggarakan BPJS Kesehatan yaitu Program

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Bukan hanya peserta, pihak

pemberi layanan kesehatan juga banyak yang tidak pahamtentang

program baru tersebut (Rolos dkk, 2014).

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS merupakan

lembaga yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan

sosial di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004

dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011. Sesuai Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, BPJS

merupakan badan hukum nirlaba. Selama ini pelayanan kesehatan

yang menggunakan kartu penerima bantuan dari 28 pemerintah hanya

dilayani oleh rumah sakit milik pemerintah. Kementerian Kesehatan

mencatat saat ini jumlah rumah sakit swasta di seluruh Indonesia

sekitar dua ribu rumah sakit.

Pembentukan BPJS menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun

2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Undang-undang

ini merupakan pelaksanaan dari Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional yang mengamanatkan pembentukan Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial dan transformasi kelembagaan PT Askes (Persero), PT


31

Jamsostek (Persero), PT TASPEN (Persero) dan PT ASABRI

(Persero) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Transformasi

tersebut diikuti adanya pengalihan peserta, program, aset dan

liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban. Undang-Undang ini

membentuk 2 (dua) BPJS yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS

Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program

jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan

program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun

dan jaminan kematian. Terbentuknya dua BPJS ini diharapkan secara

bertahap Akan memperluas jangkauan kepesertaan progam jaminan

sosial.

2.2. Keaslian Penelitian

No Nama Judul Tahun Metode Hasil


Peneliti Tempat Penelitian
Penelitian
1. Sri Retno Tinjaun Skripsi Penelitian ini Penelitian di
Handayani peresepan fakultas di lakukan di dapat
antibiotik farmasi instalasi sebanyak
pada pasien universitas farmasi rawat 295 pesian
jamkesmas muhamadiya jalan rumah mendapatkan
di instalasi h surakarta sakit X. antibiotik
farmasi 2013 bertujuan dengan
rawat jalan untuk penggunaan
rumah sakit menunjau antibiotik
X periode peresepan yang paling
bulan antibiotik banyak
32

januari- pada pasien adalah


maret 2011 rawat jalan ciprolaksasin
program 35,93%,
jamkesmas di antibiotik
rumah sakit x tunggal
di lihat dari 66,10% dan
antibiotik pasien yang
yang paling mendapatkan
banyak di antibiotik
resepkan kombinasi
ketepatan sebanyak
obat dengan 33,90%
formularium
jamkesmas
tahun 2010,
serta
ketepatan
dosis.
penelitian ini
di rancang
secara
desriptif
dengan data
retrospektif
2. Sri rejeki, Pola Akademi Jenis Berdasarkan
dkk peresepan farmasi Isk penelitian hasil
antibiotik di Banjarmasin yang penelitian
instalasi tahun 2019 digunakan tiga
rawat jalan adalah persentase
rumah sakit penelitian terbesar
islam non berdasarakan
33

banjarmasin eksperimantal 3 parameter


periode yang bersifat meliputi:
tahun 2019 diskriptif. Nama obat
Dengan antibiotik
pengumpulan yang sama
data secara yaitu
retrospektif. Claneksi
Data yang 13.4% ( 34
dikumpulkan resep),
berupa data Sporetik
sekunder 9,5% (24
yang ada resep),
pada resep santibi plus
antibiotik 7,1% (18
resep). Nama
antibiotik
dan bentuk
sediaan yang
sama yaitu
santibi plus
tablet 7,1%
(18 resep),
Clineksi
tablet 5,9%
(15 resep),
Claneksi
forte sirup
dan sporetik
sirup 5,1%
(13 resep).
Nama
34

antibiotik,
bentuk
sediaan dan
potensi obat
yang sama
yaitu santibi
plus tablet
250mg 7,1%
(18 resep),
Claneksi
tablet 500mg
5,9% (15
resep)
3. Nurbaya Tinjaun Tahun 2020 Penelitian ini Berdasarkan
Hulihulis peresepan Program di lakukan di penelitian
antibiotik Studi Farmasi instalasi yang di
pada pasien Stikes farmasi rawat lakukan dari
BPJS di Maluku jalan rumah 247 Resep,
instalasi HUsada sakit pengunaan
farmasi bhayangkara antibiotik
rawat jalan ambon tahun yang paling
rumah sakit 2020 yang banyak di
Bhayangkara bertujuan resepkan
ambon bulan untuk adalah obat
januari- meninjau penicillin
maret 2020 peresepan sebanyak 90
antibiotik (36,4%)
pada pasian
BPJS di
instalasi
rawat jalan
35

rumah sakit
bhayangkara
ambon.
Penelitian ini
di gunakan
retrospektif
36
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1. Kerangka Konsep

Konsep adalah unsur-unsur abstrak yang mewakili kelas-kelas

fenomena dalam satu bidang studi. Dengan demikian konsep merupakan

penjabaran abstrak dari teori. Konsep yang menggambarkan abstraksi dari

teori inilah yang dinamakan dengan kerangka konsep (Maria S.W

Sumardjono, 1996).

Pasien
Peresepan BPJS
Antibiotik

Penggunaan
Antibiotik

Keterangan:

:Variabel Tunggal

Gambar 3.1. Kerangka Konsep.

36
37

3.2. Hipotes Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep diatas maka hipotesis penelitian dalam ini

adalah:

Tinjauan peresepan antibiotik pada pasien BPJS di intalasi farmasi

rawat jalan rumah sakit bhayangkara ambon pada bulan januari-maret tahun

2020.
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Desain penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan

pengambilan data secara retrospektif untuk mengetahui jenis antibiotik yang

paling banyak diresapkan pada pasien BPJS di instalasi farmasi rawat jalan

RS Bhayangakara Ambon. Menggunakan variabel tunggal.

4.2. Tempat Dan waktu Penelitian

4.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian di laksanakan di Rumah Sakit Bhayangkara Ambon Tahun

2020

4.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian di laksanakan pada bulan Agustus 2020

4.3. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

4.3.1. Populasi

Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar resep

antibiotik peserta BPJS di instalasi farmasi rawat jalan Rumah Sakit

Bhayangkara Ambon bulan januari-maret tahun 2020 sebanyak 247.

38
39

4.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah lembar resep antibiotik pada

pasien BPJS di instalasi farmasi rawat jalan RS Bhayangkara Ambon

bulan januari- maret Tahun 2020 sebanyak 247 sampel.

salah satu metode yang di gunakan untuk menentukan jumlah

sampel adalah menggunakan rumus slovin (sevilla et.al, 2007). sebagai

berikut:

n= N
1+ne²

Keterangan:

n= Jumlah sempel/ jumlah responden

N= Jumlah populasi

e= Batas toleransi kesalahan (eror tolerance)=0,01

jadi:

n= 649
1+ 649 (0,05)²

n= 649 = 649: 2.6225 =247


1+1.6225
40

4.4. 3. Teknik Pengambilan Sampling

Teknik pengambilan sampling adalah Cara untuk menentukan sampel

yang jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang Akan di jadikan

sumber data sebenarnya yang memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran

populasi agar diperoleh sampel yang representatif. Teknik pengambilan

sampling menggunakan teknik total sampling. Total sampling adalah

teknik pengambilan sampel di mana jumlah sampel sama dengan jumlah

populasi (sugiyono, 2015).

4.4. Definisi Operasional

Defenisi gambar dalam penelitian ini yaitu menggunakan variabel

tunggal.

No Variable Devinisi Operasional Alat Skala


Tunggal Ukur Ukur

1. Peresepan Permintaan tertulis dari dokter atau Observasi Scale


Antibiotik dokter gigi, kepada apoteker untuk
menyerahkan obat kepada pasien.
2. Pasien Pasein yang menggunaan atau Observasi Scale
BPJS menyelenggarakan program BPJS
Kesehatan untuk mendapatkan
pelayanan sesuai dengan aturan yang
berlaku pada tanggal 1 Januari 2014.
3. Penggunan Pengunaan antibiotik yang tidak Observasi Scale
Antibiotik rasional dapat menyebabkan
resistensi. Resistensi merupakan
kemampuan bakteri dalam
melemahkan daya kerja antibiotik

4.5. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian adalah alat ukur yang di gunakan untuk mendapatkan

informasi kuantitatif tentang variabel yang berkarakter dan objektif. Instrumen

yang di sajikan dalam penelitian ini adalah lembar resep.

4.6. Prosedur Pengambilan Data

4.6.1. Data Primer

Data primer adalah data yang di peroleh secara langsung (Widodo,

2010). Data di peroleh secara langsung dari sumber penelitian yaitu resep

pada pasien BPJS Di instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit

Bhayangkara Ambon bulan januari-maret Tahun 2020.

4.6.2 Data Sekunder

Data yang di peroleh peneliti dari sumber yang sudah ada (Widodo,

2010). Data penunjang lainnya di peroleh dari instansi terkait dengan

objek penelitian yaitu lembar resep antibiotik pada pasien BPJS di instalasi
42

farmasi rawat jalan rumah sakit bhayangkara ambon bulan januari-maret

tahun 2020.

4.7. Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini di lakukan dengan menggunakan

program komputerisasi yang melalui tahap editing, koding, cleanning, desribing

dan analisis, kemudian hasil selanjutnya di sediakan dalam bentuk tabulasi data

dan narasi

4.7.1. Editing (pemeriksaan data)

Editing merupakan kegiatan untuk mengecek data yang terkumpul dan

memeriksa kesinambungan data dan keseragama data

4.7.2. Coding (pengkodean data)

Kodinh merupakan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk

angka atau bilngan.

4.7.3. Tabulasi Data

Tabulasi data adalah suatu kegiatan yang di lakukan untuk memudahkan

dalam pengolahan data ke dalam suatu tabel menurut sifat-sifat yang di

miliki sesuai dengan tujuan penelitian. Tabel mudah di analisa, tabel

tersebut dapat berupa tabel sederhana maupun silang

4.7.4. Cleanning (pembersihan data)


Cleaning adalah membersihkan data, melihat variable yang di gunakan

apakah sudah benar atau belum

4.7.5. Describing

Describing adalah menggambarkan atau menerangkan data

4.8. Analisa Data

Setelah semua data telah terkumpul kemudian ditabulasi dalam tabel

dengan veriabel hendak di ukur. Analisa data dilakukan melalui tahap editing,

koding, tabulasi dan uji statistic yang digunakan adalah sebagai berikut: Analisis

Univariat adalah analisis yang dilakukan untuk satu variabel atau per

variable.Dilakukan terhadap variable penelitian untuk melihat tampilan distribusi

frekuensi untuk variable katagori (peresepan antibiotik) sedangkan variable

numerih (pasien BPJS) disajian dalam bentuk distribusi frekuensi.


44

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

5.1.1 Profil Rumah Sakit Bhayangkara Ambon

Rumah sakit Bhayangakara ambon merupakan salah satu rumah sakit

milik PORLI kota ambon yang berbentuk pelayanan umum dan termaksud

kedalam rumah sakit kelas IV dan Dan di pimpin oleh direktur Dr. Agus

Gede made Artha SpTHT-KL rumah sakit bhayangkara mempunyai

layanan unggulan di bagian Obsgyn Rumah sakit Bhayangkara berlokasi di

JlN. Sultan Hasanuddin-Tantui, Ambon, Kota Ambon, Indonesia.

Biografi Rumah Sakit Bhayangkara Ambon

Nama : Rumah Sakit Bhayangkara Ambon

Tipe Fasyankes: Rumah Sakit

Kelas : IV

Provinsi : Maluku

Kabupaten : KOTA AMBON


Alamat : Jl. Sultan Hasaniddin – Tantui Ambon

Kode Pos : 971228

Email : Rumkitbhayangkara_ambon@yahoo.co.id

5.2. Hasil Penelitian

Tabel 5.2.

Distribusi frekuensi peresepan antibiotik pada pasien BPJS di instalasi

farmasi rawat jalan rumah sakit Bhayangkara ambon pada bulan januari-maret

tahun 2020.
46

Golongan Frekuensi Presentase


Antibiotik
Penicilin
Ya 90 36,4% Berdasarkan tabel
Tidak 157 63,6%
Total 247 100% 5.2 di atas di ketahui
Cephalosporin
Ya 63 25,5% bahwa peresepan antibiotik
Tidak 184 74,5%
yang sering di resep di
Total 247 100%
Monokbatam antaranya yaitu penicillin
Ya 9 3,6%
sebanyak 90 (36,4%),
Tidak 238 96,4%
cephalosporin sebanyak 63
Total 247 100%
Aminoglikosida (25,5%), monokbatam
Ya 18 7,3%
sebanyak 9 (3,6%),
Tidak 229 92,7%
Total 247 100% aminoglikosida sebanyak
Tetracyline
Ya 3 1,2% 18 (7,3%), tetracycline
Tidak 244 98,8%
sebanyak 3 (1,2%),
Total 247 100%
Chlorampenicol chloramphenicol sebanyak
Ya 41 16,6%
41 (16,6%), makroid
Tidak 206 83,4%
Total 247 100% sebanyak 4 (1,6%),
Makrolid
clindamicyn sebanyak 6
Ya 4 1,6%
Tidak 243 98,4% (2,4%) dan Quinolone
Total 247 100%
Clindamycin sebanyak 13 (5,3%).
Ya 6 2,4%
Tidak 241 97,6%
Total 247 100%
5.3. Pembahasan
Quinolone
Ya 13 5,3%
Tidak 234 94,7%
Total 247 100%
Penelitian ini bertujuan untuk meninjau peresepan antibiotik pada pasien

BPJS di instalasi farmasi rawat jalan rumah sakit Bhayangkara ambon pada

bulan januari-maret tahun 2020. Peresepan antibiotik pada pasien BPJS di

instalasi farmasi rawat jalan rumah sakit Bhayangkara ambon pada bulan

januari-maret tahun 2020 sebanyak 247 sampel.

Berdasarkan hasil tampilan distribusi frekuensi menunjukan bahwa

resep yang sering di resepkan yaitu golongan obat penicillin sebanyak 90

(36,4%), karena obat penicillin ini di gunakan untuk penyakit infeksi saluran

kemih, influenza, demam, infeksi pada mulut dan bronkitis. Menurut National

Health Service, (2012) penicillin merupakan antibiotik yang pertama kali

ditemukan oleh Alexander Flening pada tahun 1928 dan paling sering digunakan

untuk mengobati infeksi tertentu seperti infeksi kulit, infeksi dada dan infeksi

salura kemih.

Golongan penisilin mempunyai spektrum kerja yang luas, efek

samping ringan berupa mual, muntah dan reaksi alergi jarang ditemukan.

Penisilin banyak digunakan untuk pengobatan ISPA sebanyak 40,08% dan

Vulnus Infeksi sebanyak 16,64%. Pengobatan kasus penyakit lain yang juga

menggunakan golongan penisilin adalah bronchitis, BPH, post partum, penyakit

gusi dan mulut serta dermatitis (Agustina Laurensia Pala, 2019). Antara antibitik,

penicillin merupakan antibitotik yang penting kerena kurang toksik,

perkembangan bakteri terhadap resistensi sedikit (Mutschler, 1999).


48

Penisilin pertama kali diterapkan untuk aplikasi klinik tahun 1942.

Beberapa kelebihan penisilin yaitu mempunyai spectrum yang luas, aktif

terhadap bakteri gram positif dan mempunyai toksisitas yang rendah sehingga

penggunaan penisilin G dengan dosis tinggi tidak menyebabkan alergi (Crueger

1984). Keberadaan gen yang berperan pada proses biosintesis penisilin dipercaya

sangat penting untuk organimse penghasil sehingga dapat bersaing dengan

organisme lainnya, namun molekul ini kemungkinan juga berperan dalam proses

signaling (Weber et al. 2012). Salah satu jamur yang dikenal luas dapat

menghasilkan penisilin adalah Penicillium chrysogenum (Houbraken et al. 2012;

Kardos & Demain, 2011).

Penicilin pertama kali diisolasi dari jamur penicillin pada tahun

1949. Obat ini efektif melawan beragam bakteri termasuk sebagai beberapa

organisme gram positif. Penggunaan penicillin yang berlebihan menyebabkan

timbulnya resistensi bakteri (pembentuan penicillin), membuat obat ini tidak

berguna untuk banyak starin bakteri. Meskipun demikian penicillin tetap

merupakan obat terpilih yang tidak mahal dan ditoleransi baik untuk beberapa

indikasi (Olson, 1995).

Cephalosporin di resepkan sebanyak 63 (25,5%), cephalosporin di

gunakan untuk infeksi saluran napas, infeksi kulit, infeksi, saluran pencernaan,

infeksi kulit, infeksi THT, saluran kemih dan kelamin. Sefalosporin merupakan

antibiotik spektrum luas yang digunakan untuk terapi septikemia, pneumonia,

meningitis, infeksi saluran empedu, peritonitis, dan infeksi saluran urin.


Sefalosporin termasuk antibiotik beta-laktam yang bekerja dengan cara

menghambat sintesis dinding sel mikroba (Lestari, W, dkk. 2011).

Infeksi saluran cerna adalah infeksi yang lebih umum terjadi di

seluruh dunia yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas. Dan Penyebab

utama infeksi kulit dan jaringan subkutis disebabkan oleh bakteri gram positif

dan hanya beberapa yang disebabkan bakteri gram negatif yang ditemukan pada

permukaan kulit(Nur Rahayuningsih, Yuli Mulyadi, 2014). Sefalosporin

mempunyai spektrum-kerja luas dan meliputi banyak kuman Gram-positif dan

Gram-negatif termasuk E.coli, Klebsiella dan Proteus dan lebih resisten terhadap

beta laktamase daripada penisilin (Deni Andre Atmadinat, 2012).

Menurut Kemenkes RI, (2011) mekanisme kerja obat golongan

cephalosporin adalah untuk menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan

mekanisme yang sama dengan golongan penicillin, efek samping utama dari

cephalosporin adalah hipersensitivitas dan sekitar 10% dari pasien sensitif

terhadap penicilin juga akan alergi terhadap cephalosporin. Klasifikasi

cephalosporin: generasi I yaitu efektifitas melawan bakteri gram positif dan

beberapa bakteri gram negatif, sensitif terhadap beta laktamase, generasi II yaitu

lebih efektif melawan bakteri gram negatif dibandingkan generasi I, agak kurang

efektif mengobati infeksi bakteri gram positif dibandingkan generasi I, generasi

III yaitu paling efektif melawan bakteri gram negatif tapi kurang efektif terhadap

bakteri gram positif dibandingkang generasi I dan II, lebih resisten terhadap beta
50

laktamase dan generasi IV yaitu memiliki spektrum aktivitas yang lebih luas dari

generasi ketiga dan lebih stabil terhadap hidrolisis oleh beta laktamase.

Monobaktam di resepkan sebanyak 9 (3,6%), monokbatam di

gunakan untuk influeza dan enterococcus (batuk dahak) bila seseorang yang

alergi terhadap penicilin. Menurut Kemenkes RI, (2011) Monobaktam

merupakan antibiotik (beta laktam monosiklik) dengan spektrum antibakteri

terbatas pada kuman aerob gram negatif termasuk pseudomonas euruginosa,

neisseria meningitides dan H. Influeza dan efek sampingnya serupa dengan beta-

laktam pada umumnya, meskipun kurang menimbulkan reaksi hipersensitif pada

pasien yang sensitif terhadap penicilin.

Aminogikosida di resepkan sebanyak 18 (7,3%), obat ini di

gunakan untuk infeksi saluran kencing, infeksi THT, infeksi luka bakar dan

meningitis atau peradangan. Aminoglikosida merupakan salah satu jenis

antibiotik tertua yang digunakan untuk menangani berbagai infeksi serius yang

diakibatkan oleh bakteri gram negatif dan beberapa bakteri jenis gram-positif.

Aminoglikosida adalah antibakteri yang bersifat bakterisidal (Cahyani Purnasari,

2018).

Obat-obatan aminoglikosida menjadi pilihan karena memiliki efek

bakterisidal yang cepat, stabil secara kimia, sinergis dengan antibiotika golongan

beta-laktam, insiden resistensi yang rendah, dan biaya yang murah. Meskipun

demikian aminoglikosida memiliki efek samping yang sangat terkenal, yaitu

nefrotoksik dan ototoksik (Cahyani Purnasari, 2018).


Tetracyline di resepkan sebanyak 3 (1,2%), tetracycline digunakan

untuk infeksi saluran napas, infeksi saluran kemih, prenyakit kelamin. Tetrasiklin

merupakan salah satu obat yang sering digunakan dengan tatalaksana terapi

sebagai Infeksi saluran napas, infeksi saluran kemih, disentri basiler, gonorrhea,

infeksi kulit dan jaringan lunak lainnya. Golongan tetrasiklin dapat menghambat

sintesa protein bakteri. Obat–obat yang termasuk generasi ini adalah tetrasklin,

oksitetrasiklin, doksisiklin. (Tjay, dkk, 2013)

Menurut Kemenkes RI, (2011) tetracycline bekerja dengan cara

menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Tetracyline masuk

kedalam ribosom bakteri kemudian berikatan secara reversibel dengan ribosom

30s dan menvegah ikatan tRNA-aminoasil pada komplek mRNA ribosom. Hal

tersebut mencegah perpanjangan rantai peptida yang sedang tumbuh dan

berakibat terhentinya sistesis protein. Golongan tetracycline termasuk antibiotik

yang terutama bersifat bakteriostik. Tetracycline merupakan antibiotik sepektrum

luas yang kegunaannya sudah menurun karena meningkatnya resistensi bakteri.

Beberapa spesien kuman, terutama Streptococcus beta hemolyticus, E. Coli, p.

Aeruginosa, S, pneumoniae, N. Gonorrhoeae, Bacteroides, Shigella dan S.

aureus makin meningkat resistensinya terhadap tetracycline. Tetracycline dapat

menyebabkan pertumbuhan tulang terhambat. Pada gigi tetracycline dapat

menimbulkan disgenesis.

Chlorampenicol di resepkan sebanyak 41 (16,6%), digunakan untuk

demam tiphoid dan terapi pada meningitis (peradangan) yang disebabkan oleh
52

infuenza. Demam tifoid (Tifus abdominalis, enteric fever) ialah penyakit infeksi

akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam satu

minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa

gangguan kesadaran (Astuti, 2013). Demam tifoid disebabkan oleh infeksi

bakteri Salmonella typhosa/ Eberthella typhosa/ Salmonella typhi yang

merupakan bakteri gram negatif, bergerak dengan rambut getar dan tidak

menghasilkan spora (Lestari, 2011).

Bakteri ini dapat tumbuh pada semua media dan pada media yang

selektif, bakteri ini memfermentasi glukosa dan manosa, tetapi tidak dapat

memfermentasi laktosa. Waktu inkubasi berkisar tiga hari sampai satu bulan

(Putra, 2012). Sumber penularan utama demam tifoid adalah penderita itu sendiri

dan karier yang dapat mengeluarkan berjuta-juta bakteri S. typhi dalam tinja, dan

tinja inilah yang menjadi sumber penularan (Rasmilah, 2012).

Kloramfenikol merupakan antibiotik spektrum luas, namun bersifat

toksis. Obat ini sebaiknya dicadangkan untuk infeksi berat akibat Haemophilus

influenza, demam tifoid, meningitis dan abses otak, bakteremia dan infeksi berat

lainnya. Karena toksisitasnya, obat ini tidak cocok untuk penggunaan sistemik,

kecuali untuk keadaan yang disebutkan di atas (Anonim, 2008).

Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman.

Obat ini terikat pada ribosom subunit 50S dan menghambat enzim peptidil

transferase sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada proses sintesis kuman.

Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi


kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman

tertentu. Mekanisme resistensi terhadap kloramfenikol terjadi melalui inaktivasi

obat oleh asetil transferase yang diperantarai oleh faktor-R. Resistensi terhadap

P. aeruginosa, Proteus, dan Klebsiella terjadi karena perubahan permeabilitas

membran yang mengurangi masuknya obat ke dalam sel bakteri . Beberapa strain

D. pneumoniae, H.iInfluenzae, dan N. Meningitidis bersifat resisten, S. aureus

umumnya sensitif, sedang Enterobactericeae banyak yang telah resisten. Obat ini

juga efektif terhadap kebanyakan strain E. coli, K. pneumonia dan P. mirabilis,

kebanyakan strain Serratia, Providencia, dan Proteus rettgerii resisten, juga

kebanyakan strain P. aeruginosa dan strain tertentu S. typhi (Setiabudy, 2012).

Tiamfenikol adalah derivat ρ-metilsulfonil (-SO2CH3) dengan spektrum kerja

dan sifat yang mirip kloramfenikol, tetapi kegiatannya agak lebih ringan (Tjay

dan Rahardja, 2013).

Makrolid di resepkan sebanyak 4 (1,6%), makrolid digunakan untuk

ineksi saluran napas atas, infeksi saluran napas bawah, infeksi kulit, penyakit

menular seksual. Golongan makrolida sering digunakan dalam peresepan di

Amerika Serikat, lebih dari 66 juta resep dibagikan dalam tahun 2008 (IMSa,

2014).

Salah satu dari golongan antibiotik makrolida yaitu Eritromisin

bekerja bakteriostatis terhadap terutama bakteri gram-positif dan spectrum

kerjanya mirip penisilin-G. Absorbsinya tidak teratur, agak sering menimbulkan

efek samping saluran cerna. Konsentrasi plasma puncak setelah 1-4 jam
54

(Sukandar, 2008). Distribusi Eritromisin tersebar luas ke dalam jaringan dan

cairan tubuh, hati dan limpa (konsentrasi tinggi), limfosit polimorfonuklear dan

makrofag; melintasi plasenta (5-20% konsentrasi plasma janin) dan memasuki

ASI. Protein-binding 70-75% (sebagai dasar), 95% (sebagai ester propionat),

diekskresikan melalui urin (2-5% dari dosis oral, 12-15% dari dosis IV); 1,5-2,5

jam (paruh eliminasi) (MIMS, 2014).

Eritromisin merupakan golongan makrolida terbukti dapat

meningkatkan kadar felodipin sekitar 300% (Bailey et. al., 1996).

Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi

pada masyarakat. Infeksi saluran nafas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi

menjadi infeksi saluran napas atas dan infeki saluan napas bawah. Infeksi saluran

napas atas meliputi sinusitis, faringitis, laringitis dan otitis. Sedangkan infeksi

saluran napas bawah meliputi infeksi pada bronkhus, alveoli seperti bronkhitis,

bronkhiolitis, pneumonia. Secara umum penyebab dari infeksi saluran napas

adalah berbagai mikroorganisme, namun yang terbanyak akibat ineksi virus dan

bekteri (Depkes 2005).

Clindamycin di resepkan sebanyak 6 (2,4%), Clindamycin

digunakan untuk infeksi saluran napas bawah, infeksi bakteri dan infeksi tulang

dan sendi.

Salah satu penyakit kulit yang merisaukan remaja dan dewasa

adalah jerawat. Acne vulgaris atau jerawat merupakan penyakit multifaktorial

karena banyak faktor yang menjadi penyebab dan mempengaruhi timbulnya


acne. Patofisiologi acne terjadi karena adanya 4 faktor yang saling berpengaruh,

yaitu hiperkeratinisasi folikuler, kolonisasi bakteri Propionibacterium acnes,

peningkatan produksi sebum dan inflamasi . Peran P. Acnes bakteri dalam proses

inflamasi pada acne sudah diakui secara universal (Rima Adjani Nugroho2013).

Salah satu jenis terapi yang sering digunakan untuk jerawat derajat

ringan dan sedang adalah terapi topikal. Antibiotik topikal sudah secara luas

digunakan sebagai salah satu cara efektif dalam pengobatan acne vulgaris selama

30 tahun terakhir. Terapi antibiotik tidak hanya menurunkan jumlah P. Acnes

pada kulit, tetapi juga bekerja dengan menurunkan jumlah mediator inflamasi P.

Acnes. Terapi topikal biasanya digunakan untuk pengobatan mild acne. Obat

topikal ini bisa langsung bekerja pada folikel sebaseous tanpa memberi pasien

resiko adverse drugs effect, yang kemungkinan dapat ditimbulkan obat sistemik.

Clindamycin paling efektif dalam pengobatan acne vulgaris jika dibandingkan

dengan erythromycin dan tetracycline 6, tetapi penggunaan obat ini secara luas

memunculkan strain P. Acnes yang resistan terhadap clindamycin. Akibatnya

pemggunaan clindamycin sebagai anti acne topikal jangka panjang mulai

diragukan dan penelitian terhadap alternatif terapi acne vulgaris menjadi

berkembang lebih luas (Rima Adjani Nugroho2013).

Quinolone di resepkan sebanyak 13 (5,3%), quinolone digunakan

untuk infeksi saluran kemih akibat bakteri gram negatif. Infeksi saluran kemih

(ISK) merupakan infeksi akibat berkembang biaknya mikroorganisme lain di

dalam saluran kemih (Jenny Pontoa 2017)


56

antibiotik levofloksasin merupakan golongan Quinolone dengan

mekanisme kerja menghambat topoisomerase II (DNA gyrase) dan

topoisomerase IV yang diperlukan oleh bakteri untuk replikasi DNA, transkripsi,

perbaikan dan rekomendasi. Obat ini membentuk ikatan kompleks dengan

masing-masing enzim ini dan DNA bakteri. Hambatan ini menghasilkan efek

sitotoksik dalam sel target (Narendra et al, 2017)

Menurut Kemenkes RI, (2011) quinolone ini tidak memiliki

manfaat klinis untuk pengobatan infeksi sistematik karena kadar dalam darah

terlalu rendah dan eliminasinya melalu urin berlangsung secara cepat sehingga

sulut tercapai kadar terapeutik dalam darah. Indikasi klinisnya hanya terbatas

sebagai antiseptik saluran kemih.

Hasil penelitian ini hampir sejalan dengan penelitian yang di

lakukan oleh Sri Retno Handayani ( 2013) yang meneliti tentang Tinjauan

Peresepan Antibiotik Pada Pasien Jamkesmas di Instalasi Farmasi Rawat Jalan

Rumah Sakit “x” Periode Bulan Januari-Maret 2011. Hasil penelitian di dapat

sebanyak 295 pasien mendapatkan antibiotik dengan penggunaan antibiotik yang

paling banyak di gunakan adalah ciprofloxacin sebesar 35,93%.

Penelitian oleh Nastiti (2011), tentang pola peresepan pasien belita

di puskesmas Kecaman Jatinegara didapatkan jenis antibiotik yang terbanyak

diresepkan adalah kontrimaksazol sirup (43,68%) dan amosisilin sirup (39,93%).

Sedangkan penelitian oleh Syarifs (2015), obat antibiotik yang paling banyak

diresepkan di apotek pada wilaya kota pariaman adalah amoxicillin.


Varley et al., (2009) memaparkan prinsip dasar pemilihan antibiotik

yaitu dimana antibiotik hanya diresepkan jika infeksi merupakan bakteri dan di

tandai dengan gejala yang signifikan dan berat, adanya komplikasi penyakit yang

lebih berat dan infeksi tidak mampu diatasi dengan system kekebalan tubuh,

pemilihan antibiotik didasarkan atas pemilihan pertama dan pemilihan antibiotik

broad spectrum digunakan untuk kondisi pasien yang sudah didiagnosa

menderita infeksi.

Menurut Vello et al., (2012) untuk memberikan terapi antibiotik

kepada pasien sangat penting untuk mengetahui profil kerentanan patogen

penyebab infeksi. Menurut Kavitha et al., (2016) pemilihan pengunaan antibiotik

juga tergantung dari kerentanan dan resistensi pathogen penyebab infeksi, profil

farmakologi dari toksisitas antibiotik, ikatan, distribusi, absorbsi, level kadar obat

dalam darah dan urin, pengalaman sebelumnya dengan spesies penginfeksi yang

sama dan kondisi patologi dari pasien.

Persoalan utama dalam penggunaan antibiotik adalah penggunaan

obat yang tidak rasional. Hal tersebut merupakan salah satu masalah kesehatan

yang terjadi di Indonesia. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional telah diamati

sejak lama (Almasdy et al, 2013).

Munculnya kuman-kuman pathogen yang kabal tarhadap satu

antimikrobakateri resistensi atau beberapa jenis antibiotik tertentu (multiple drug

resistence) sangat menyulitkan proses pengobatan. Pengobatan antibiotik lini

pertama yang sudah tidak bermanfaat harus diganti dengan obat-obatan lini
58

kedua atau bahkan lini ketiga (Utami, 2012). Bila hal ini tersebut terus berlanjut

kemungkinan terjadi kekebalan tubuh terhadap antibiotik lini kedua dan ketiga.

Apabila resistensi terhadap pengobatan terus berlanjut tersebar luas, dunia yang

sangat telah maju dan canggi ini akan kembali ke masa-masa kegelapan

kedokteran seperti seperti sebelum ditemukan antbiotika (APUA, 2011).

5. 4. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini telah diusahakan untuk dilaksanakan sesuai dengan

prosedur ilmiah, namun berdasarkan tinjauan dari hasil penelitian yang telah

dilakukan, kemungkinan masih banyak kekurangan yang mengakibatkan

penelitian ini belum sempurna. Hal tersebut yang menjadi keterbatasan dalam

penelitian
BAB VI

KESIMPILAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Antibiotik pada pasien BPJS di instalasi farmasi rawat jalan rumah sakit

Bhayangkara Ambon pada bulan januari-maret tahun 2020 yaitu: Penicillin,

Cephalosporin, Monobaktam Aminoglikosida, Tetracilyne,

Chlorampenicol, Makrolid, Clindamycin dan Quinolone .

2. Antibotik yang paling banyak di resepkan pada pasien BPJS di instalasi

farmasi rawat jalan rumah sakit Bhayangkara Ambon pada bulan januari-

maret tahun 2020 yaitu penicillin sebanyak 90 (36,4%).

6.2. Saran

Di harap agar dapat dilakukan penelitian lanjutan tentang ketepatan obat

dengan formularium BPJS, serta ketepatan dosisnya


60

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2016. Indonesia Belum Memiliki Data Kematian yang Dipicu


Resistensi Antibiotik. 04 oktober 2016
Astuti, O.R. 2013. Demam Tifoid. Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Agustina Laurensia Pala, 2019. Pola Penggunaan Antibiotik Pada Pasien
Rawat Jalan Di Puskesmas Welamosa Kecamatan Wewaria
Kabupaten Ende Tahun. Karya Tulis Ilmiah Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia Politeknik Kesehatan Kemenkes Kupang
Program Studi Farmpasi Kupang .
Anonim, 2008, Profil Kesehatan Indonesia, Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
APUA (Alince for prudeat use of antibiotics). 2011 What is Antibiotic
Resistence and Why is it Problem, viewed, 24 Desember 2016
Bailey DG, Bend JR, Arnold JM, 1996, Erythromycin±felodipine interaction:
magnitude, mechanism, and comparison with grapefruit juice, Clin
Pharmacol Ther. 60(1):25
Cahyani Purnamasari, 2018. Studi Pengaruh Dosis dan Lama Penggunaan
Terapi Aminoglikosida Terhadap Fungsi Ginjal. Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin Makassar
Crueger, W & Crueger, A 1984, Biotechnology: a textbook of industrial
microbiology, Sinauer Associates, Inc., Sunderland
Deni Andre Atmadinat, 2012. Studi Deskriptif Pemakaian Antibiotik di
Rumah Sakit Roemani Periode Januari Sampai Juni di Instalasi
Penyakit Dalam Bangsal Khodijah. Fakultas Kedokteran,
Universitas Muhammadiyah, Semarang
Depertemen Kesehatan Republik Indonesia 2009. Sistem Kesehatan Nasional.
Jakarta
Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI
Depkes RI, 2005, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan. Depertemen Kesehatan Republik Indonesia
Houbraken, J, Frisvad, JC, Seifert, KA, Overy, DP & Tuthill, DM 2012, 'New
penicillin producing Penicillium species and an overview of section
Chrysogena', Persoonia, vol 29, pp. 78–100.
IMS, 2014, IMS Health Institute for Informatics.Top therapeutic classes by
prescriptions. In: The use of medicines in the United States: review
of 2010,
Jenny Pontoa, 2017)Pola Peresepan Antibiotik Pada Pasien Infeksi Saluran
Kemih Di Rspad Gatot Soebroto Jakarta. Fakultas Farmasi
Universitas Jakarta
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia 2011. Pedoman Pelayanan
Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotik. Jakarta
Kementrian Republik Indonesia. Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik.
Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia 2011.
Krisnadewi, Kusuma, A., Subagio, P.B., dan Wiratmo. 2014. Evaluasi
Standar Pelayanan Minimal Instalasi Farmasi RSUD Waluyo Jati
Kraksaan sebelum dan sesudah Badan Penyelanggara Jaminan
Kesehatan Sosial (BPJS) Kesehatan. E – Jurnal Pustaka Kesehatan,
2 (2), 192-198
Katzung, B.G., Master, S.B., dan Trevor. A.J (2012). Farmakologi Dasar dan
Klinik Edisi Keduabelas. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Halaman
1020
Kavitha, V., Mrudula, Y., Latha, M. S., Dinesh R., & Srinivas, G. A. B. 2016.
Study Of Prescribing Pattern Of Antibiotic In The Management Of
Various Infectious Diseases In Warangai Region. Indian Jounal Of
Medical Research And Pharmaceutical Sciences, 3,1.
Lestari, W, dkk. 2011. Studi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Sistem
ATC/DDD dan Kriteria Gyysens di Bangsal Penyakit Dalam RSUP
DR.M. Djamil Padang. Fakultas Farmasi Pascasarjana Universitas
Andalas. Padang.
62

Lestari, K. 2011. Demam tifoid. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas


Sriwijaya.
MIMS, 2014, Macrolides Eye Anti-Infectives & Antiseptics Acne Treatment
Preparations. 12 februari 2014
Mentrian Kesehatan Republik Indonesia 2011. Pedoman Umum Penggunaan
Antibiotik. Jakarta Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Halaman 7
Mutschler, E. 1999. Dinmika Obat Edisi ke-5. Buku ajar farmakologi dan
toksikologi
Narendra K Kumar., Raju SK., Vasu K,. 2017. Indian Journal Research in
Pharmacy and Biotechnology: Prescribing pattern fir infectioud
disease in tertary care pediatric hospital, volume 5(1): 68-73.
Nastiti, F.H.. 2011. Pola Peresepan dan Kerasionalan Pengunaan
Antimikroba pada Pasien belita di puskesmas Jatinegara. Skripsi
Sarjana Fakultas Farmasi Universitas Indonesia
National Health Servis. 2012. Antibiotik Penecilin. 15 Agustus 2016
Nur Rahayuningsih, Yuli Mulyadi, 2014. Evaluasi Penggunaan Antibiotik
Sefalosporin Di Ruang Perawatan Bedah Salah Satu Rumah Sakit
Di Kabupaten Tasikmalaya. Program Studi S1 Farmasi Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Bakti Tunas Husada Tasikmalaya
Olson J.,M.D., 1995. Zat Anti-infeksi, In: dr. Lydia I. Mandera Belajar Mudah
Farmakologi. Jakarta: Perpustakaan Nasional: Katalok Dalam
Terbitan (KDT). 122-137
Putra, A. 2012.Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Demam
Tifoid terhadap Kebiasaan Jajan Anak Sekolah Dasar. Semarang:
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35. 2014. Standar
Pelayanan Kefarmasian Di apotek. Jakarta: Kemenkes
Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72. 2016. Standar
Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit. Jakarta: Kemenkes
Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang Pedoman Umum
Penggunaan Antibotik
Rima Adjani Nugroho, 2013. Terapi Topikal Clindamycin Dibandingkan
Dengan Niacinamide+Zinc Pada Akne Vulgaris. Jurnal Media
Medika Muda, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Republik Indonesia, 2016. Peraturan Mentrian Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 72 Tentang Standar Kefarmasian di Rumah Sakit, Jakarta
Rasmilah. 2012. Tifoid. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara
Rolos, Windy; Ardiansa Tucunan, dan Benedictus Lampus, 2014.
Implementasi Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan Di Kabupaten Minahasa Tenggara, Naskah
Publikasi Fakultas Kesehatan
Sri Retno Handayani, 2013. Tinjauan Peresepan Antibiotik Pada Pasien
Jamksemas Di Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit “x”
Periode Bulan Januari – Maret 2011. Skripsi Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Siregar, Ch. J.P, Amelia L. 2004. Farmasi Rumah Sakit, Teori dan
Penerapan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Setiabudy, 2012 dalam Yanuarisa, 2015, Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol
Daun Tempuyung (Sonchus Arvensis L.) Terhadap Pertumbuhan
Salmonella Typhi Secara In Vitro Skripsi Fakultas Kedokteran
Universitas Jember
Siregar, JP. 2005. Farmasi Klinik Teori dan Penerapan. Bandung: EGC
Sari, P.Y., Aznan, L. 2010. Peresepan Obat yang Rasional. Fakultas
Kedokteran (Dept. Farmakologi dan Terapeutik): Universitas
Sumatera Utara
Sarimana J, Theresia Neot, Tessa Charisma. 2013. Pola Persesepan Obat di
Apotik Asri, Klaten Tahun 2008. USB. Jawa Tengah
Sumardjono, Maria S.W. 1996. Pedoman pembuatan Usulan Penelitian.
Sebuah Pandian Dasar. Jakarata: Gramedia
Sevilla, Consuelo G. et. al (2007). Reserch Methods. Rex Printing Company.
Quezon City.
Syarifis, F. 2015. Kajian Pola Peresepan dan Harga Obat Generik di Apotek
dalam Wilaya Kota Pariaman. Skripsi Sarjana Fakultas Farmasi
Universitas Andalas
64

Sugiyono, 2015. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta


Tan Hoan Tjai dan Kirana Rahardja. 2013. Obat – Obat Penting, Khasiat
Penggunaan Dan Efek Sampingnya PT Elex Media Jakarta.
Halaman 56-94.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial
Utami, E.R. 2012. Antibiotika Resistensi dan Rasionalitas Terapi. Jurnal
Saintis. Malang: Fakultas Sains dan teknologi UIN Maliki. 1(1):
124-138
Vello A. C. M., Seme, K., Raangs, E., Rurenga, P., Singadji, z., wekema-
Mulder, G., & van Winkelhoff, A. J. 2012. Antibiotic susceptibility
profiles of oral pathogen. International jounal of antimicrobial
agents, 40,5 450-454
Varley Aj, Jumoke Sule & Absalom AR. 2009. Principles of antibiotic
therapy. Continuing Education in Anesthesia. Critical Care & Pain
Journal, 9.6. 184-188
Widodo, 2010. Metode Penelitian Kualitatif, Surakarta: UNS Press
Word Health Organization. 2015. Word Antibiotik Awareness Week. Diakses
pada tanggal 20 Agustus 2016.
Weber, SS, Bovenberg, RAL & Driessen, AJM 2012, 'Biosynthetic concepts
for the production of β-lactam antibiotics', Biotechnology Journal,
vol 7, pp. 225–236.
LEMBAR OBSERVASI PENELITIAN

Peresepan Antibiotik Pada Pasien BPJS Di Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah

Sakit Bhayangkara Ambon 2020

A. Karakteristik Pasien

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Pendidikan :

B. Lembar Observasi

No Penggolongan Resep antibiotik


Antibiotik Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Jumlah
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
1. Penicilin
2. Cephalosporin
3. Monokbatam
4. Aminoglikosida
5. Tetracyline
6. Chlorampenicol
7. Makrolid
8. Clindamycin
9. Quinolone
DOKUMENTSI PENELITIAN
Master Tabel

Penicili Cephalospori Monokbata Aminoglikosid Tetracylin Chlorampenico Makroli


n n m a e l d
1 2 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
1 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 1 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
2 2 2 1 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2 1
2 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 1 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 1 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 1 2 2 2
2 2 2 2 2 2 1
2 2 2 2 2 1 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 1 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 1 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
2 1 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
2 1 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2 1
2 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
2 2 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
2 2 1 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
1 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
2 1 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
2 1 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 1 2 2
2 2 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
2 1 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
2 2 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
2 2 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 1 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
1 2 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
2 2 2 1 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
2 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
2 2 2 1 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 1 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
2 1 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
2 2 2 1 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
1 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
2 2 2 1 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
2 1 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 1 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 1 2 2
2 1 2 2 2 2 2
2 2 2 1 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2 2
2 2 2 1 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
2 2 2 2 2 2 2
2 2 1 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
2 2 2 1 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
2 1 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
2 2 2 2 1 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 1 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
2 1 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
2 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
1 2 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 1 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
2 2 2 1 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 1 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
1 2 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
2 2 2 1 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
2 1 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
2 1 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
2 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
2 1 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
2 2 2 2 2 1 2
2 1 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 1 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
2 2 2 2 2 2 1
2 1 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
2 1 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 1 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
2 2 1 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
2 1 2 2 2 2 2
2 1 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 1 2
1 2 2 2 2 2 2

Keterangan:

Ya = 1

Tidak= 2

Statistics
Peneci Cephalos Monokba Aminoglik Tetracyl Chloramp Makro Clindam Quinolo
lin porin tam osida ine enicol lid ycin ne
N Valid 247 247 247 247 247 247 247 247 246
Missi 0 0 0 0 0 0 0 0 1
ng

Frequency Table

Penecilin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 90 36.4 36.4 36.4
Tidak 157 63.6 63.6 100.0
Total 247 100.0 100.0

Cephalosporin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 63 25.5 25.5 25.5
Tidak 184 74.5 74.5 100.0
Total 247 100.0 100.0

Monokbatam
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 9 3.6 3.6 3.6
Tidak 238 96.4 96.4 100.0
Total 247 100.0 100.0
Aminoglikosida
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 18 7.3 7.3 7.3
Tidak 229 92.7 92.7 100.0
Total 247 100.0 100.0

Tetracyline
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 3 1.2 1.2 1.2
Tidak 244 98.8 98.8 100.0
Total 247 100.0 100.0

Chlorampenicol
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 41 16.6 16.6 16.6
Tidak 206 83.4 83.4 100.0
Total 247 100.0 100.0

Makrolid
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 4 1.6 1.6 1.6
Tidak 243 98.4 98.4 100.0
Total 247 100.0 100.0
Clindamycin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 6 2.4 2.4 2.4
Tidak 241 97.6 97.6 100.0
Total 247 100.0 100.0
Quinolone
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 13 5.3 5.3 5.3
Tidak 234 94.7 94.7 100.0
Total 247 100.0 100.0

Anda mungkin juga menyukai