Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENGENDALIAN HAYATI DAN PENGELOLAAN HABITAT


“ Peran Kumbang Unta (Ophionea nigrofasciata) dalam Pengendalian Hayati
Hama Padi dan Upaya Konseravasinya”

Disusun Oleh:
Salma Nabila Huwaida
H0719165

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Pengendalian Hayati dan Pengelolaan Habitat
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ir. Sholahuddin, M.S.

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2022
BAB I

PENDALULUAN

A. Latar Belakang

Padi merupakan komoditas penting di Indonesia yang menjadi


makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat. Kedudukan padi ini
mengharuskan keterjaminan keberadaan produk harus senantiasa terjaga.
Tuntutan ini menjadikan padi menjadi tanaman yang ditanam di sepanjang
musim agar terjaga keberadaannya. Berbagai upaya dilakukan untuk
meningkatkan produksi melalui kebijakan-kebijakan baru pemerintah seperti
program Revolusi Hijau di era tahun 70 –an.
Penurunan produktivitas padi dapat disebabkan oleh berbagai faktor.
Serangan hama menjadi salah satu faktor penyebab utama produktivitas padi
menurun. Selain itu, populasi hama yang tinggi terjadi dimungkikan karena
pengaplikasian pestisida kimia yang malah membunuh musuh alami hamanya.
Penggunaan pestisida kimia secara nyata berdampak negatif bagi lingkungan
dan pada beberapa kasus terjadi resistensi hama serta mematikan musuh alami
dari hama. Hal ini sesuai dengan Sujitno et al (2014) yang mengemukakan
bahwa perubahan wereng batang cokelat menjadi hama penting terjadi akibat
pengaplikasian pestisida yang tidak tepat waktu sehingga menyebabkan
kematian musuh alami. Berdasarkan hal tersebut pengendalian hama dengan
pestisida kimia berbahaya bagi lingkungan.
Pengendalian hayati menjadi alternatif cara dan solusi terbaik karena
bersifat ramah lingkungan. Pemanfaatan musuh alami hama untuk
mengendalikan populasi hama aman dan tidak menimbukan kerusakan alam
karena pengendalian jenis ini hanya memodifikasi sedikit dengan menciptakan
habitat yang sesuai dengan musuh alam khususnya predator. Salah satunya
adalah predator hama padi yaitu Ophionea Nigrofasciata atau kumbang unta.
Melalui konservasi diharapkan keberadaan kumbang unta ini mampu
mengendalikan hama padi.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat disimpulkan beberapa


rumusan masalah berikut.
1. Bagaimana hubungan antara hama dengan penurunan produktivitas padi?
2. Bagaimana pengertian dari pengendalian hayati?
3. Apa saja musuh alami hama pada padi?
4. Bagaimana peran Ophionea dalam pengendalian hyati dan upaya
konservasinya?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hubungan Hama dan Penurunan Produktivitas Padi

Keberadaan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) seringkali


menimbulkan masalah. Permasalahan muncul ketika OPT mulai merusak
dengan intensitas penyerangan yang tinggi dan pada akhirnya menurunkan
produktivitas. Jumlah populasi OPT yang tidak terkendali ini disebabkan oleh
berbagai faktor penyebab. Faktor-faktor seperti penentuan masa tanam dan
pola tanam yang kurang tepat, resistensi hama terhadap pestisida dan
ketersediaan makanan hama secara terus menjadi kemungkinan penyebab
peningkatan populasi hama. Hal ini sesuai dengan Santosa dan Sulistyo
(2007), yang memaparkan bahwa salah satu penyebab peningkatan serangga
pengganggu adalah tersedianya makanan terus menerus sepanjang waktu dan
disetiap tempat. Budidaya tanaman secara monokultur menyebabkan
ekosistem pertanian rentan terhadap organisme pengganggu tanaman (OPT).
Pada hakikaktnya, populasi hama yang rendah tidak memberi pengaruh yang
berarti pada hasil. Maka dari itu permasalahan muncul akibat terjadinya
peningkatan populasi secara tidak terkendali.
Macam hama pada tanaman padi sangat beragam bahkan setiap stadia
padi akan selalu ada hama yang menyerang. Beberapa hama pula hampir
seluruh stadia hidupnya hidup dan makan di dalam lahan pertanaman padi.
Hama utama yang menyerang padi yaitu penggerek batang padi dan wereng
coklat (Usyati et al., 2018). Hama-hama pada tanaman padi sawah lainnya
dapat berupa yaitu penggerek batang padi bergaris (Chilo suppressalis), hama
putih (Nymphula depunctalis), penggerek batang padi ungu (Sesamia
inferens), , wereng hijau (Nilaparvata lugens), keong emas (Pomacea
caniculata), walang sangit (Leptocorisa acuta), kepik hitam
(Pareaucosmetus sp.), wereng coklat (Nephotettix virescens), bubuk beras
(Sitophilus oryzae), hama burung padi sawah (Passer spp.), dan hama tikus
padi sawah (Ratus argentiventer) seperti yang ditemukan di Kelurahan
Makalonsow Kecamatan Tondano Timur Kabupaten Minahasa (Manueke et
al. 2017).
Pengendalian OPT harus dilakukan secara tepat dengan
memperhatikan sasaran yang akan dikendalikan. Dengan mengenali gejala
serangan di lapangan dan tanda-tanda yang ditinggalkan oleh hama. Selain
itu, hama khususnya serangga hama sering ditemui di tanaman sehingga hama
dapat dikenali secara langsung maupun dengan bantuan kunci determinasi.
Identifikasi yang tepat memberikan kemudahan dalam proses pengendalian.
Padi merupakan salah satu komoditas penting yang menjadi sumber
pangan utama bagi masyarakat di Indonesia. Kendali penting yang dipegang
oleh tanaman padi ini harus didukung dengan penjagaan ketersediaan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat. Produksi padi pada tahun 2021
mengalami penurunan sebesar 0,43 persen atau 233,91 ribu ton dibandingkan
dengan produksi pada tahun 2020 (BPS, 2022). Meski begitu, data ini
sebenarnya tidak mengindikasikasikan bahwa penurunan produksi ini
berkaitan dengan serangan hama tetapi penurunan produktivitas yang menjadi
gambaran bahwa suatu lahan mengalami penurunan hasil produksi per satuan
luas. Serangan hama dapat menimbulkan penurunan produktivitas padi.
Berikut data produktivitas padi dari tahun 2018 hingga 2021 yang pada tahun
2019 sempat mengalami penurunan.
Tabel 1. Produktivitas Padi 2018-2021
Tahun Produktivitas (ku/ha)

2018 52,03
2019 51,14
2020 51,28
2021 52,26
Sumber : Badan Pusat Statistik

B. Pengertian Pengendalian Hayati

Penggunaan pestisida kimia merupakan cara pengendalian yang memiliki


resiko besar bagi kesehatan dan lingkungan. Meski begitu, masih banyak
petani yang tetap menggunakannya karena mudah untuk digunakan dan tidak
membutuhkan waktu yang lama. Akan tetapi, penggunaan pestisida yang tidak
sesuai dosis menimbulkan kerusakan lingkungan serius dan bahkan
menimbulkan resistensi hama terhadap pestisida. Hal ini sesuai dengan
Sujitno et al (2014) yang mengemukakan bahwa perubahan wereng batang
cokelat menjadi hama penting terjadi akibat pengaplikasian pestisida yang
tidak tepat waktu sehingga menyebabkan kematian musuh alami. Perubahan
ini menandakan bahwa pestisida menyebabkan mempengaruhi keseimbangan
alam.
Pengendalian secara hayati merupakan solusi yang baik dalam
pengendalian OPT tanpa merusak keseimbangan alam yang ada. Dengan
sedikit bantuan manusia, pengendalian hayati ini mampu secara alami
mengendalikan hama dengan menggunakan musuh alami. Menurut Sunarno
(2012), pengertian pengendalian hayati adalah suatu teknik pengelolaan hama
dengan sengaja dengan memanfaatkan/memanipulasikan musuh alami untuk
kepentingan pengendalian, biasanya pengendalian hayati akan dilakukan
perbanyakan musuh alami yang dilakukan dilaboratorium.
Kelebihan dari pengendalian hayati adalah tidak menimbulkan
pencemaran lingkungan. Pemanfaatan musuh alami hama membantu dalam
mengendalikan populasi hama dan tidak menyebabkan resistensi hama.
Menurut Lukmanul (2021), keuntungan penerapan pengendalian hayati yaitu
aman, tidak menyebabkan resistensi hama, musuh alami bekerja selektif
terhadap mangsa, dan bersifat permanen untuk jangka waktu panjang serta
lebih murah.
C. Musuh Alami Hama Padi

Musuh alami dapat berupa serangga predator, parasitoid dan


entomopatogen. Predator adalah binantang yang memangsa binatang lain.
Pada umumnya, predator bersifat polifag yang mampu memangsa beragam
jenis binatang dan tidak jarang bersifat kanibal (Santosa dan Sulistyo, 2007)
disebutkan pula bahwa banyak jenis predator yang memangsa wereng, tetapi
hanya beberapa yang mempunyai potensi menurunkan populasi wereng yaitu
Lycosa pseudoannulata (Araneida; Lycosidae), Paederus sp. (Coleoptera;
Coccinellidae), Ophionea sp. (Coleoptera; Carabidae), Coccinella sp.
(Coleoptera; Coccinellidae) dan Cyrtorhinus lividipennis
(Hemiptera;Miridae).
Parasitoid memiliki perbedaan yang jelas dengan predator Parasitoid
tidak memangsa tetapi hidup dengan memparasiti inangnya. Parasitoid ialah
serangga yang menumpang hidup pada atau dalam serangga lain dan
mengambil nutrisi inang untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup.Menurut
Buchori et al. (2017), parasitoid didefinisikan sebagai serangga yang ketika
stadia pradewasa (larva) bersifat parasit terhadap serangga herbivora (hama)
dan ketika fase dewasa (imago) serangga ini hidup bebas di alam dengan
nektar bunga sebagai makanannya. Menurut Lukmanul (2021) pula,
menyebutkan bahwa parasitoid merupakan serangga yang memarasit serangga
atau binatang antropoda lainnya. Parasitoid bersifat parasit pada fase
pradewasa, sedangkan dewasanya hidup bebas dan tidak terikat pada
inangnya. Parasitoid hidup menumpang di luar atau didalam tubuh inangnya
dengan cara menghisap cairan tubuh inangnya guna memenuhi kebutuhan
hidupnya. Umumnya parasitoid menyebabkan kematian pada inangnya secara
perlahan-lahan dan parasitoid dapat menyerang setiap fase hidup serangga,
meskipun serangga dewasa jarang terparasit. Parasitoid hama padi khususnya
hama Wereng batang coklat (WBC) yang sering di lapangam adalah Anagrus
sp. (Hymenoptera; Mymaridae), Gonatocerus sp. (Hymenoptera;
Mymmaridae) dan Oligosita sp. (Hymenopter, Trichogrammatidae) (Santosa
dan Sulistyo, 2007).
Selain itu, musuh alami juga dapat berupa entomopatogen atau secara
sederhana adalah patogen yang menyerang serangga. Entomopatogen ini akan
menjadi bermanfaat jika yang diserang adalah serangga hama. Menurut
Santosa dan Sulistyo (2007), pathogen yang menyerang hama utama padi
khususnya WBC antara lain dari golongan cendawan yaitu : Beauveria
bassiana, Metarrhizium anisopliae dan Hirsutella citriformis. Keberadaan
jamur pathogen serangga didalam populasi hama berperan sangat penting
dalam menentukan tingkat populasi hama tersebut.
D. Peran Ophionea nigrofaciata dalam Pengendalian Hayati dan
Konservasinya.

Kumbang Unta (Ophionea nigrofaciata) merupakan salah satu


predator hama pada padi. Imago berwarna cokelat kemerahan dengan warna
hitam melintang pada sayap depannya, yang divariasikan dengan bintik-bintik
putih. Warna kepala kehitaman. Kumbang ini lincah dan aktif mencari larva
penggulung daun pada tajuk daun padi. Kumbang tanah sering ditemukan
dalam rongga lipatan daun yang dibuat larva penggulung daun. Larva
kumbang berwarna kehitam-an, berkepompong di dalam tanah pematang
sawah atau di lahan yang kering. Kemampuan makannya 3-5 larva per hari,
dengan ciri khas tudung kepala sasaran ditinggalkan (Politeknik Pertanian
Negeri Kupang. Berdasarkan kartohardjono (1988) dalam Santosa dan
Sulistyo (2007), Ophionea sp. mampu memangsa 2,73 WBC/hari. Kumbang
unta ini termasuk serangga predator yang sering ditemui pada areal persawah
terutama pada rongga lipatan daun padi yang dibuat oleh larva penggulung
daun. Menurut Putranto (2016) dalam Nasral et al. (2020), kumbang unta ini
mulai muncul ketika 2 minggu setelah tanam (MST) dengan rata-rata
sebanyak 0,01individu per rumpun. Berikut gambar imago kumbang unta
(Nasral et al., 2020).

A B

Gambar 1. Imago kumbang unta (A) kumbang unta betina, (B)


kumbang unta jantan
Penelitian Nasral et al. (2020) memaparkan bahwa Kumbang unta
(Ophionea nigrofasciata) berpotensi dalam mengendalikan wereng batang
coklat atau WBC (Nilaparvata lugens) ketika populasi sedang tinggi karena
daya predasinyameningkat seiring dengan meningkatnya kepadatan WBC.
Selain WBC, kumbang unta juga memangsa wereng hijau tetapi jika dilihat
dari kemampuan predasinya kumbang unta lebih menyukai larva penggulung
daun daripada wereng (Shepard et al., 1990 dalam Rosida et al. (2013).

Gambar 2. Kumbang Unta sedang memangsa larva pelipat daun

Kumbang unta ini memiliki yang besar dalam pengendalian hayati.


Kumbang ini menjadi salah satu dari berbagai jenis predator yang ada di areal
persawahan. Berdasarkan Hendrival et al. (2017), komposisi Ophionea
nigrofasciata pada fase vegetatif sbenayak 12 individu dan pada fase generatif
sebanyak 21 individu. Meskipun komposisinya lebih sedikit dibandingkan
kumbang koksi.
Potensi kumbang tanah atau kumbang unta ini dapat dikembangkan
sebagai agen hayati pengendali hama pada padi berupa wereng batang coklat,
wereng hijau, larva pelipat daun dan beberapa hama lainnya. Keberadaan
kumbang ini terbukti mampu menurukan populasi wereng hijau. Hal ini sesuai
Senoajai dan Praptana (2015), secara umum, pola fluktuasi kepadatan populasi
predator tidak mengikuti pola fluktuasi kepadatan populasi wereng hijau di
setiap varietas.
Pengendalian hayati berbeda dengan pengendalian alami sehingga
perlu dilakukan koservasi dengan menggunakan tanaman refugia. Konservasi
ini penting untuk meningkatkan populasi predator seperti kumbang unta ini
sebagai predator hama padi dengan cara menciptakan habitat yang sesuai bagi
predator. Hal ini sesuai dengan Hendrival et al. (2011) yang menyatakan
bahwa keanekaragaman musuh alami perlu dipertahankan melalui tindakan
konservasi sehingga pemanfaatannya dapat berkelanjutan.
BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan menjadi beberapa poin


penting yaitu :

1. Pengendalian OPT harus dilakukan secara tepat dengan memperhatikan sasaran


yang akan dikendalikan.
2. Serangan hama dapat menimbulkan penurunan produktivitas padi.
3. Pengendalian secara hayati merupakan solusi yang baik dalam pengendalian
OPT tanpa merusak keseimbangan alam yang ada.
4. Musuh alami dapat berupa serangga predator, parasitoid dan entomopatogen.
5. Potensi kumbang tanah atau kumbang unta ini dapat dikembangkan sebagai
agen hayati pengendali hama pada padi berupa wereng batang coklat, wereng
hijau, larva pelipat daun dan beberapa hama lainnya.
6. Keanekaragaman musuh alami perlu dipertahankan melalui tindakan
konservasi sehingga pemanfaatannya dapat berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2022. Luas Panen dan Produksi Padi di Indonesia 2021 (Angka Tetap).
Jakarta : Badan Pusat Indonesia.
Buchori, D., Sinaga, M.S., Dadang, Andarwulan, N. Iswantini, D, Harjadi,
M.M.S.S., Poerwanti R., Arifin, H.S., Zuhudm E.A.M., Mulyanto, B. 2016.
Peningkatan Populasi, Manfaat, dan Sustainability Biodiversitas Tanaman
Indonesia Volume 2. IPB Press : Bogor.
Hendrival, H., Hakim, L., & Halimuddin, H. (2017). Komposisi dan
keanekaragaman arthropoda predator pada agroekosistem padi. Jurnal
Floratek, 12(1), 21-33.
Hendrival, H., Hidayat, P., & Nurmansyah, A. (2011). Keanekaragaman dan
kelimpahan musuh alami Bemisia tabaci (gennadius)(hemiptera: aleyrodidae)
pada pertanaman cabai merah di Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Entomologi Indonesia, 8(2), 96-109.
Lukmanul, A. (2021). PENGENDALIAN HAYATI SEBAGAI SALAH SATU
KOMPONEN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT)(Biological
Control as one Component of Integrated Pest Control). Abstract Studies on
the Control of Biological writing as One Component Integrated Pest
Management (IPM). In the ecosystem occurs interrelationships both intra-and
interspecific, referred to as the food chain. The principle of biological control
is the control of insect pests by biological means.
Manueke, J., Assa, B. H., & Pelealu, E. A. (2018). Hama-hama pada tanaman padi
sawah (Oryza sativa L.) di kelurahan Makalonsow Kecamatan Tondano
Timur Kabupaten Minahasa. Eugenia, 23(3).
Nasral, T. J., Syahrawati, M., & Liswarni, Y. (2020). Daya Predasi dan Tanggap
Fungsional Kumbang Unta (Ophionea nigrofasciata) pada Beberapa
Kepadatan Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens). JPT: JURNAL
PROTEKSI TANAMAN (JOURNAL OF PLANT PROTECTION), 4(1), 11-
20.
Politeknik Pertanian Negeri Kupang. Pengendalian OPT secara hayati atau
biologi. https://mplk.politanikoe.ac.id/index.php/program-studi/28-
manajemen-pertanian-lahan-kering/informasi-materi-kuliah-praktek1/178-
pengendalian-opt-secara-hayati-atau-biologi#coleoptera
Rosida, N., Komalasari, E., & Fahmi, D. A. (2013). UJI KEMAMPUAN
MAKAN BEBERAPA PREDATOR TERHADAP WERENG HIJAU
(Nephotettix virescens Distant).
Santosa, S. J., Sulistyo, J. (2007). Peranan musuh alami hama utama padi pada
ekosistim sawah. Innofarm: Jurnal Inovasi Pertanian, 6(1).
Sujitno, E., Dianawati, M., Fahmi, T. 2014. Serangan Wereng Batang Coklat pada
Padi Varietas Unggul Baru Lahan Sawah Irigasi. Jurnal Pertanian Agros.
16(2) : 240-247.
Sunarno, C. (2012). Pengendalian Hayati (Biologi Control) Sebagai Salah Satu
Komponen Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Journal Uniera, 1(2), 177-
198.
Usyati, N., Kurniawati, N., Ruskandar, A., & Rumasa, O. (2018). Populasi Hama
dan Musuh Alami pada Tiga Cara Budidaya Padi Sawah di Sukamandi.
Agrikultura, 29(1), 35-42.

Anda mungkin juga menyukai