PENGENDALIAN
FISIK dan MEKANIK
Oleh:
Jurusan HPT
Pengaturan
Atmosfir dalam
Gudang
2. Refrigerasi Mobile
Pengumpulan ulat
Steiner Trap
Metil eugenol
Memedi sawah
Pengendalian Tupai
dengan senapan angin
Pengendalian Secara
KULTUR TEKNIS
marigold
Oleh:
Jurusan HPT
Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan - Fakultas Pertanian - Universitas Brawijaya - 2013
TEKNIK PENGENDALIAN
TEKNIK PENGENDALIAN
⦿ Sanitasi:
1. memanen segera buah yang
menunjukkan gejala
terserang atau kelewat
masak, cara ini lebih efektif
daripada memungut buah
busuk yang sudah jatuh ke
tanah yang kemungkinan
larva sudah keluar dan
membentuk pupa di dalam
tanah.
Contoh: Meminimalkan Resiko
Kerusakan oleh Lalat Buah
⦿ Sanitasi:
2. membenamkan buah yang
jatuh dalam tanah agar tidak
menjadi sumber infestasi.
Perlu dipertimbangkan
bahwa pembenaman dapat
mematikan parasitoid lalat Augmentarium
buah.
Kumpulkan dalam sangkar
AUGMENTARIUM
Plant Selection
Using seeds and planting materials
which are free of weed seeds, insects and
diseases. Buy plants from reputable
sources and choose resistant
cultivars when possible.
Crop Rotation
PENGENDALIAN
DENGAN Tanaman
Tahan dan
Peraturan
Oleh:
Jurusan HPT
CARA TANAMAN
PERATURAN
FISIK RESISTEN
Efektif bila :
1. Hama yang dikendalikan merupakan satu-
satunya penyebab kerusakan
2. Ada rotasi varietas
3. Tidak diusahakan secara besar-besaran dalam
areal luas
4. Ditanam dengan sistem tumpangsari
Advantages Disanvantages
● No harmful effects on natural ● Pest resistant varieties or species of
enemies of pests or other non cultivated plants not available for all
targed organism pests
● No toxicity or residual problems ● Level of control may not be
● Can be a permanent solution sufficient
● Discovery and develoment is slow
● Resistant varieties may not be
agronomically acceptable
● Always preventative in nature and
thus require forward planning
Dalam:
▪ UU No. 12/1992 tentang Budidaya Tanaman
▪ PP No. 6/1995 tentang Perlindungan Tanaman
Pengertian:
Tempat pengasingan dan/atau tindakan sebagai upaya pencegahan
masuk dan tersebarnya hama dan
penyakit atau organisme pengganggu tumbuhan
dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain
di dalam negeri atau keluarnya dari dalam wilayah
negara Republik Indonesia.
Karantina Hewan
Bahan dan Bahan Pembawa produk Berupa hewan
Dan Ikan
1. Pemeriksaan
2. Pengasingan
3. Pengamatan
4. Perlakuan
5. Penahanan
6. Penolakan
7. Pemusnahan
8. Pembebasan
Teknik
Pengendalian
Secara Kimia
Oleh:
Tim Jurusan HPT
TEKNIK
PENGENDALIAN
ANORGANIK
ORGANIK
PESTISIDA SINTETIS
ORGANIK
ASAL
MIKROBA
ORGANIK
ALAMI
ASAL
TANAMAN
PESTISIDA ANORGANIK
• ORGANOKLORIN
• ORGANOFOSFAT
• KARBAMAT
• SINTETIK PIRETROID
contoh • NITROFENOL
• NITROGEN HETEROSIKLIK
• SENYAWA BENZEN
• BENZIMIDAZOL dll.
PESTISIDA ALAMI • annonine (sirsak)
• nikotin (tembakau)
• rotenon (Derris)
NABATI • azadiraktin (mimba)
• veratrin (Sabadilla)
• Meliacin (mindi)
ALAMI
• B. thuringinsis
• SlNPV
• Metarhizium
MIKROBA
• Actinomycetes
• Trichoderma
• Glyocladium
• dll.
Berdasarkan OPT sasaran
Aman
Efektif
Efisien
⮚ Tujuan Aplikasi:
“ Mengurangi gulma/hama/penyakit sampai dibawah
nilai ambang ekonomis “
Azas penggunaan pestisida
BENAR Efektif
Penggunaa
n LEGAL
pestisida
(A) Meminimalkan dampak
negatif pestisida terhadap
BIJAKSANA pengguna, konsumen dan
lingkungan
(B) Efisien dan ekonomis
Faktor-faktor yang mempengaruhi
efikasi pestisida di lapangan
TEKNIK APLIKASI
3. WAKTU 4. TAKARAN
5. CARA/METODA APLIKASI
Ingat!: 5 tepat dalam aplikasi
1. Tepat Sasaran
SASARAN
APLIKASI
❑ Metoda aplikasi
❑ Parameter aplikasi dan kriteria pola semprotan
❑ Alat aplikasi
❑ Kalibrasi alat aplikasi
❑ Keamanan penggunaan pestisida
The decision to use a pesticide
should be based on:
Advantages Disadvantages
▪ Applicable to most pests ▪ May harm natural enemies
▪ Curative in effect and other non-target
▪ Grower may apply when organisms
and where required ▪ Resistance to the pesticide
▪ Enable high levels of can develop
control of most pests to be ▪ Often toxic to users and
achieved, so that may present residue
▪ Non-blemished produce problems
▪ Costs are high and recurring
as control is not permanent
Selesai
DASAR DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN
marigold
Oleh:
Jurusan HPT
Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan - Fakultas Pertanian - Universitas Brawijaya - 2013
TEKNIK PENGENDALIAN
CARA TANAMAN
PERATURAN
FISIK RESISTEN
Penggunaan Agens Pengendali Hayati
yaitu:
predator,
Parasit(oid),
pathogen, dan
Predator
1. Dolichodorus thoracicus (semut hitam)
2. Chilocorus sp (kumbang)
3. Atypena fomosana (laba-laba)
4. Oecophylla smaragdina
5. Lalat Syrphid
Predator
Metioche sp
Lalat Syrphid
Laba-laba
Adalia sp
Coccinelid
Contoh (APH) Parasitoid
Parasitoid
o Tretrastichus brontispae
o Trichograma sp.
o Telenomus cuspis (parasitoid telur Helopeltis)
o Brachymeria sp. (parasitoid pupa)
Parasitoid
Brachymeria tibialis
Puparium Lalat Tachinid
B. teuta
Ichneumonidae
Lalat Tachinid
Diaeretiella rapae
Encarsia formosa
Aphytis on red-scale
Fopius arisanus
Diachasmimorpha longicaudata
Bactrocera sp
Contoh (APH) Patogen
Patogen
Apabila individu yang terserang adalah serangga hama
disebut entomopathogen
o Bacillus thuringiensis (Bakteri)
o Serratia sp (Bakteri)
o Nuclear Polyhedrosis Virus (Virus)
o Baculovirus (Virus)
o Steinernema feltiae (Nematoda)
o Spicaria sp (Jamur)
o Beauveria bassiana (Jamur)
o Metarhizium anisopliae (Jamur)
o Lecanicillium lecanii (Jamur)
o Paecilomyces sp. (Jamur)
Contoh (APH) Patogen
Patogen
Apabila yang terserang / mengintervensi aktifitas
patogen penyebab penyakit tanaman baik fase
parasitik maupun saprofitik disebut agens antagonis
o Pseudomonas fluorescen (Bakteri)
o Bacillus subtilis (Bakteri)
o Corynebacterium (Bakteri)
o Gliocladium sp. (Jamur)
o Trichoderma sp. (Jamur)
Patogen Serangga
NPV
Cendawan Paecilomyces
Baculovirus dan
Bacillus thuringiensis
Beauveria basiana
masing-masing peneliti
memilik klaim yang
berbeda-beda
Teknik Pengendalian Serangga
(Bioteknologi)
Populasi menurun
Autocidal technique
Membunuh serangga
dengan serangga itu
sendiri
(autocidal technique)
Rekayasa Genetik Tanaman
Oleh:
Tim Jurusan HPT
CARA TANAMAN
PERATURAN
FISIK RESISTEN
1.Pest identification
2.Monitoring and assessing pest numbers and damage
3.Guidelines for when management action is needed
4.Preventing pest problems
5.Using a combination of biological, cultural,
physical/mechanical and chemical management tools
6.After action is taken, assessing the effect of pest
management
Indonesia and farmer field
schools (FFS)
The first FFSs were conducted in the rainy season of 1989-90. In a few
years the approach was being used throughout the region (see Table
1.1 below for data regarding implementation of FFSs in FAO community
IPM programme countries). Field schools give small farmers practical
experience in ecology and agroecosystem analysis, providing the tools
they need to practise IPM in their own fields. The FFS also provides a
natural starting point for farmer innovation covering the whole range of
issues relating to crop and agro-ecosystem management.
Indonesia and farmer field schools (FFS)
Indonesia and farmer field
schools (FFS)
The first principle means that FFS participants will need to be able to apply
good agronomic practices and understand plant biology. This should help
alumni to optimize their yields as well as grow plants that can withstand
disease and pest infestations. The second principle implies that FFS alumni
will reduce their use of insecticides. To do this, FFS participants will need to
understand insect population dynamics and rice field ecology. The third
principle asserts that IPM requires of farmers the ability to regularly observe,
analyse and take informed decisions based on the conditions of their agro-
ecosystems. The fourth principle posits that because of local specificity,
farmers are better positioned to take the decisions relevant to their fields than
agriculture specialists in a distant city. Hence, FFS alumni should be able to
apply IPM in their fields and also help others to do so.
Indonesia and farmer field
schools (FFS)
The FFS approach featured several new departures from
earlier IPM farmer education models. Included among
these innovations were season-long training for farmers,
field experiments, a focus on plant biology and agronomic
issues, a new method for agro-ecosystem analysis, the
inclusion of human dynamics activities and a learning
approach that stressed participatory discovery learning.
Indonesia and farmer field
schools (FFS)
(Training for IPM field trainers who facilitated these FFSs
were intensive multi-season residential trainings. This
approach to trainers' training was in itself an important
innovation.) By the mid 1990, over 50 000 farmers had
participated in the first set of field schools in Indonesia.
The IPM farmer field school was on its way to becoming
the single most effective new approach to farmer
education in Asia.
Indonesia and farmer field
schools (FFS)
At the 1999 regional meeting of countries who make up the
membership of the FAO community IPM programme,
extension education expert Niels Roling stated that "IPM
FFS is the model for farmer education across the world.
Other extension methods have been exposed as lacking
the capacity to provide the education that farmers require
in the increasingly complex agricultural systems that they
manage" (FAO Community IPM Programme 1999)
Indonesia and farmer field
schools (FFS)
Policy support: IPM and FFS implementation were supported
by a fairly comprehensive policy promulgated in 1986 by
then president Suharto. The new policy departure resulted
from concern over:
• another major Brown Planthopper (BPH) outbreak that
had occurred in 1986;
• the threat that the outbreak would result in large imports
of rice;
• the impact of imports on dwindling foreign currency
reserves; and
• the potential embarrassment these imports would cause
for a nation that had declared itself selfsufficient in rice
production and was not able to maintain this position.
Indonesia and farmer field
schools (FFS)
Scientists were able to persuade several ministers of the
ineffectiveness of intensive insecticide use (notably, the
Department of Agriculture remained unconvinced). The
scientists proposed an IPM programme based on a farm-
level IPM strategy, IPM training for technical personnel who
would train farmers, and limiting the availability of broad-
spectrum insecticides.
Indonesia and farmer field
schools (FFS)
The inter-ministerial coalition supported the proposal and
took it to the president. The result was Presidential Decree
No. 3, 1986. The decree called for farmer and field worker
IPM training, the banning of 57 broad-spectrum insecticides
from use in rice production and the eventual elimination of
subsidies for insecticides (Oka 1991). The decree created a
policy environment at all levels of government that ensured
support for rice IPM FFS implementation.
Indonesia and farmer field
schools (FFS)
The success of IPM FFSs has opened up a new approach to
the development of sustainable, small-scale agricultural
systems. Farmers, having demonstrated their enthusiasm for
learning and applying ecological principles, have pointed the
way forward to a future when they will no longer be viewed
as passive recipients of recommendations generated in far-
off research laboratories or central government offices.
Indonesia and farmer field
schools (FFS)
Farmers have displayed an intellectual curiosity to
understand rice agro-ecosystem ecological processes and an
eagerness to formulate community-wide approaches to
increase the impact of IPM in their villages. They are not only
taking part in IPM activities; they are taking over IPM
activities.
Selesai
DASAR DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN
Oleh:
Tim Dosen HPT
Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan - Fakultas Pertanian - Universitas Brawijaya - 2013
❑ Strategi berbasis ekosistem yang difokuskan pada
pencegahan jangka panjang thd hama atau kerusakan-nya
melalui kombinasi/ penggabungan beberapa tehnik spt
pengendalian hayati, manipulasi habitat, modifikasi kultur
praktis, dan penggunaan varietas tahan.
❑ Sistem pengendalian hama yang dapat dibenarkan secara
ekonomi dan berkelanjutan yang meliputi berbagai
pengendalian yang kompatibel dengan tujuan
memaksimalkan produktivitas tetapi dengan dampak
negatif terhadap lingkungan sekecil-kecilnya (Brader, 1979)
Apakah PHT itu?
❑ Sistem pengelolaan thd pop OPT menggunakan semua
teknik yg serasi baik untuk mengurangi pop OPT maupun
untuk mempertahankan pop tsb pd batas di bawah batas
kerusakan ekonomi atau memanipulasi pop OPT untuk
mencegah OPT mencapai batas kerusakan ekonomi
❑ PHT merupakan suatu cara pendekatan atau cara berpikir
tentang pengendalian organisme pengganggu tanaman
(OPT) yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan
efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan
agroekosistem yang berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan.
• Tidak dibenarkan pendekatan tunggal
• Memadukan lebih dari satu cara pengendalian
• Mengendaikan OPT dengan seminimal mungkin
meninggalkan dampak negatif pada produk
pertanian dan lingkungan
Management (pengelolaan)
Kegiatan jangka panjang yang
bertujuan untuk pencegahan
kerusakan tanaman yang
ditimbulkan oleh OPT.
Managemen lebih difokuskan
menjaga populasi OPT tetap
rendah
Control (pengendalian)
Kegiatan jangka pendek yang
fokusnya lebih kepada
mematikan OPT
Empat unsur PHT
1. Pengendalian Alamiah memahami faktor-faktor yang
mempengaruhi populasi hama
2. AE (Ambang Ekonomi) dan TKE (Tingkat Kerusakan
Ekonomi) untuk mengetahui kapan pengendalian
dilakukan
3. Biologi dan ekologi untuk tanaman, musuh alami,
dan hama
4. Monitoring (Teknik Sampling) mengamati secara
berkala populasi hama dan musuh alaminya
1. Pemahaman terhadap Agroekosistem
2. Perencanaan terhadap Agroekosistem
3. Pertimbangan Rasio Biaya/Keuntungan dan
Keuntungan/Resiko
4. Toleransi terhadap Populasi Hama
5. Mensisakan Populasi Hama
6. Saat Aplikasi (timing of treatment)
7. Dimengerti dan Diterima Masyarakat
Dalam mengatasi persoalan hama orang cenderung
melakukan pendekatan dengan memandang hama
(serangga, gulma dan patogen) sbg “masalah”, drpd
sbg indikator ketidaksehatan agroekosistem
Cara pandang demikian merupakan perilaku yang
sangat menyederhanakan dan mendorong pada
tindakan: “penyelesaian masalah hama yang baik
adalah dengan membunuh atau mematikan”
PERMASALAHAN HAMA DAN
PENYAKIT
Indikator
AGROEKOSISTEM
TIDAK SEHAT
Setiap bagian dalam lingkungan berkaitan erat dengan
setiap bagian lainnya, termasuk manusia
Apa yang terjadi pada satu bagian dari sistem atau
lingkungan akan mempengaruhi bagian-bagian lain dari
sistem atau lingkungan tersebut
Budidaya tanaman sehat, karena merupakan
dasar dari pencapaian hasil produksi yang
tinggi dan selain itu tanaman akan tahan
terhadap serangan hama dan penyakit.
Pelestarian dan pendayagunaan peran musuh
alami, karena bekerjanya musuh alami
mampu menekan populasi OPT dalam batas
keseimbangan yang tidak merugikan.
encarsia
delphastus
Diaeretiella rapae
Adalia
Pemantauan lahan secara rutin, karena populasi
OPT dan musuh alaminya akan selalu berubah
mengikuti keadaan agroekosistem yang
cenderung berubah dan terus berkembang
sehingga informasi yang terkumpul tidak
terlambat bagi pengambilan keputusan
pengendalian.
Petani sebagai manajer di lahannya, karena
pengambilan keputusan dan berhasil tidaknya
usaha tani sepenuhnya ada ditangan petani
Penerapan PHT secara operasional mencakup upaya secara
1. Preemtif/Proaktif (tindakan pencegahan)
upaya pengendalian yang didasarkan pada informasi dan pengalaman
status OPT waktu sebelumnya. Upaya ini mencakup penentuan pola
tanam, penentuan varietas, penentuan waktu tanam, keserentakan
tanam, pemupukan, pengairan, jarak tanam, penyiangan, penggunaan
antagonis dan budidaya lainnya untuk menciptakan budidaya tanaman
sehat.
2. Responsif/Reaktif (tindakan pengendalian)
upaya pengendalian yang didasarkan pada informasi status OPT dan
faktor yang berpengaruh pada musim yang sedang berlangsung, serta
pertimbangan biaya manfaat dari tindakan yang perlu dilakukan. Upaya
ini antara lain seperti penggunaan musuh alami, pestisida nabati,
pengendalian mekanis, atraktan dan pestisida kimia
FAKTOR KUNCI PENGELOLAAN OPT
Diversifikasi habitat
FAKTOR FISIK
TANAH
FAKTOR TANAMAN
FAKTOR
FAKTOR BINATANG BIOTIK
SUHU
FAKTOR
LINGKUNGAN
KELEMBABAN
CUACA
CURAH HUJAN
FAKTOR
ANGIN
FISIK
CAHAYA
MATAHARI
FAKTOR IKLIM
Populasi
Produksi atau hasil
Tanggul/Benteng
Pengendali Alami
Populasi
DASAR DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN
Tanggul /Benteng
Pengendali OPT
Pelindung Keselamatan Tanaman dari Serangan OPT
Ketahanan tanaman
Keturunan (fisik, biokimia)
Pemicu dan pemacu dari luar (PGPR)
Kematian
OPT
60-90%
Hama
Hama