Anda di halaman 1dari 4

Bioremediasi Pestisida Organofosfat

Oleh : Nurosid
Laboratorium Bakteriologi, PTB BPPT Tahun 2011
Konten
1. Pengertian pestisida
2. Jenis pestisida
3. Dasinon organofosfat dan senyawa
4. Penggunaan dan bahaya dasinon pada lahan pertanian, tanaman pangan dan manusia
5. Upaya mengurangi pestisida dilahan pertanian; bioremediasi
6. Pseudomonas sebagai pendegradasi organofosfat
7. Upaya melakukan optimasi pertumbuhan pada konsentrasi dan pH berbeda
1. Pengertian pestisida
Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai
hama. Yang dimaksud hama di sini adalah sangat luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman
yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian nematoda (bentuknya seperti cacing dengan ukuran
mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan.
Pestisida juga diartikan sebagai substansi kimia dan bahan lain yang mengatur dan atau menstimulir pertumbuhan tanaman
atau bagian-bagian tanaman. Sesuai konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT), penggunaan pestisida ditujukan bukan
untuk memberantas atau membunuh hama, namun lebih dititiberatkan untuk mengendalikan hama sedemikian rupa hingga
berada dibawah batas ambang ekonomi atau ambang kendali. Di Indonesia untuk keperluan perlindungan tanaman,
khususnya untuk pertanian dan kehutanan pada tahun 2008 hingga kwartal I tercatat 1702 formulasi yang telah terdaftar dan
diizinkan penggunaannya. Sedangkan bahan aktif yang terdaftar telah mencapai 353 jenis.
Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan sida berasal dari kata caedo berarti pembunuh. Pestisida dapat
diartikan secara sederhana sebagai pembunuh hama. Menurut Food Agriculture Organization (FAO) 1986 dan peraturan
pemerintah RI No. 7 tahun 1973, Pestisida adalah campuran bahan kimia yang digunakan untuk mencegah, membasmi dan
mengendalikan hewan/tumbuhan penggangu seperti binatang pengerat, termasuk serangga penyebar penyakit, dengan tujuan
kesejahteraan manusia.
Pestisida juga didefinisikan sebagai zat atau senyawa kimia, zat pengatur tubuh atau perangsang tumbuh, bahan lain, serta
mikroorganisme atau virus yang digunakan untuk perlindungan tanaman (PP RI No.6tahun 1995). USEPA menyatakan
pestisida sebagai zat atau campuran zat yang digunakan untuk mencegah, memusnahkan, menolak, atau memusuhi hama
dalam bentuk hewan, tanaman, dan mikroorganisme penggangu (Soemirat, 2003).
Dalam pengendalian hama tanaman secara terpadu, pestisida adalah sebagai alternatif terakhir. Dan belajar dari pengalaman,
Pemerintah saat ini tidak lagi memberi subsidi terhadap pestisida . Namun kenyataannya di lapangan petani masih banyak
menggunakannya. Menyikapi hal ini, yang terpenting adalah baik pemerintah maupun swasta terus menerus memberi
penyuluhan tentang bagaimana penggunaan pestisida secara aman dan benar. Aman terhadap diri dan lingkungannya, benar
dalam arti 5 tepat (tepat jenis pestisida, tepat cara aplikasi, tepat sasaran, tepat waktu, dan tepat takaran).
2. Jenis Pestisida
Menurut Sudarmo (1991) pestisida dapat di klasifikasikan kedalam beberapa golongan,dan diantara beberapa
pengklasifikasian tersebut dirinci berdasarkan bentuk formulasinya, sifat penetrasinya, bahan aktifnya, serta cara kerjanya.
Akan tetapi pada studi kali ini didasarkan pada bahan aktifnya.
Pestisida juga diklasifikasikan berdasarkan pengaruh fisiologisnya, yang disebut farmakologis atau klinis, sebagai berikut:
1. Senyawa Organofospat
Racun ini merupakan penghambat yang kuat dari enzim cholinesterase pada syaraf. Asetyl cholin berakumulasi pada
persimpangan-persimpangan syaraf (neural jungstion) yang disebabkan oleh akt ivitas cholinesterase dan menghalangi
penyampaian rangsangan syaraf kelenjar dan otot-otot. Organofosfat disintesis pertama kali di Jerman pada awal perang dunia
ke-II.
Bahan tersebut digunakan untuk gas syaraf sesuai dengan tujuannya sebagai insektisida. Pada awal sintesisinya diproduksi
senyawa tetraethyl pyrophosphate (TEPP), parathion dan schordan yang sangat efektif sebagai insektisida tetapi juga toksik
terhadap mamalia. Penelitian berkembang tersebut dan ditemukan komponen yang paten terhadap insekta tetapi kurang toksik
terhadap manusia (misalnya : malathion). Sampai saat ini organofosfat masih merupakan insektisida yang paling banyak
digunakan di seluruh dunia. Contoh : malathion, monokrotofos, paration, fosfamidon, bromofos, diazinon, dimetoat, diklorfos,
fenitrotion, fention, dan puluhan lainnya.
2. Senyawa Organoklorin
Dari golongan ini paling jelas pengaruh fisiologisnya seperti yang ditunjukkan pada susunan syaraf pusat, senyawa ini
berakumulasi pada jaringan lemak.
3. Senyawa Arsenat
Pada keadaan keracunan akut ini menimbulkan gastroentritis dan diarhoe yang menyebabkan kekejangan yang hebat sebelum
menimbulkan kematian. Pada keadaan kronis menyebabkan pendarahan pada ginjal dan hati.
4. Senyawa Karbamat
Pengaruh fisiologis yang primer dari racun golongan karbamat adalah menghambat aktifitas enzym cholinesterase darah
dengan gejala-gejala seperti senyawa organofospat
5. Piretroid
Piretroid merupakan senyawa kimia yang meniru struktur kimia (analog) dari piretrin. Piretrin sendiri merupakan zat kimia yang
bersifat insektisida yang terdapat dalam piretrum, kumpulan senyawa yang di ekstrak dari bunga semacam krisan piretroid
memiliki beberapa keunggulan, diantaranya diaplikasikan dengan takaran relatif sedikit, spektrum pengendaliannya luas, tidak
persisiten, dan memiliki efek melumpuhkan yang sangat baik. Namun karena sifatnya yang kurang atau tidak selektif, banyak
piretroid yang tidak cocok untuk program pengendalian hama.
3. Diazinon (Basudin); Organofosfat dan struktur senyawa
Diasinon (basudin) adalah salah satu jenis insektisida yang berbahan aktif organofosfat. Organofosfat dalam pestisida diasinon
berfungsi melindungi tanaman dari serangan hama terutama dari kelompok insekta. Pestisida ini direkomendasikan untuk
tanaman padi, buah-buahan, sayuran, dan jeruk (ZAGRO, 2000).
Organophosphat disintesis pertama di Jerman pada awal perang dunia ke II. Bahan tersebut digunakan untuk gas saraf sesuai
dengan tujuannya sebagai insektisida. Pada awal synthesisnya diproduksi senyawa tetraethyl pyrophosphate (TEPP),
parathion dan schordan yang sangat efektif sebagai insektisida, tetapi juga cukup toksik terhadap mamalia. Penelitian
berkembang terus dan ditemukan komponen yang poten terhadap insekta tetapi kurang toksik terhadap orang (mis: malathion),
tetapi masih sangat toksik terhadap insekta. Berikut struktur kimia senyawa organofosfat dalam Diasinon.
Nama Structure
Tetraethylpyrophosphate (TEPP)
Parathion
Malathion
Sarin
Golongan pestisida ini sangat potensial, bersifat selektif dan efeknya cepat, tidak menimbulkan toleransi pada serangga
apabila diberikan dengan takaran, cara dan saat yang tepat, serta irreversible, artinya enzim cholinestesarase yang terikat
pestisida ini tidak dapat berfungsi normal kembali tanpa dipisahkan ikatannya dari organofosfat (Ahmadi, 1994).
4. Penggunaan dan bahaya dasinon pada lahan pertanian, tanaman pangan dan manusia
Dasinon adalah pestisida dengan bahan aktif organofosfat. Pestisida ini telah umum dipakai oleh petani Indonesia. Tanaman
padi, sayur-sayuran dan buah-buahan menggunakan pestisida jenis ini untuk membasmi hama tanaman dari kelompok
serangga, diantaranya adalah wereng, walang sangit, ulat dan hama pengganggu lainnya. Menurut Pimental dan Levitan
(1986) dalam Erd et al. (2003), pemakaian pestisida yang mencapai target organisme kurang dari 5%, selebihnya terdeposit ke
dalam tanah, atmosfir, dan air. Oleh sebab itulah pestisida dapat terakumulasi secara terus menerus baik di tanah maupun
diperairan. Jika ditanah tentunya akan berpengaruh terhadap kelangsungan mikroba yang ada didalamnya, termasuk
berkurangnya populasi mikroba penyubur maupun organisme lainya. Tanah yang terdedah oleh pestisida secara berlebihan
akan berdampak pada kerusakan tanah sehingga dapat menurunkan kualitas lahan pertanian.
Apabila pestisida disemprotkan pada tanaman pangan, maka pasti akan mengalami akumulasi pada jaringan tertentu,
sehingga dapat berbahaya jika dimakan oleh manusia. Oleh karena itu pestisida ini mempunyai sifat lebih toksik terhadap
manusia daripada pestisida golongan organokhlorin walaupun golongan organofosfat dapat dinonaktifkan (deaktifasi) di
lingkungan (Ahmadi, 1994).
Organofosfat dalam dasinon adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan
keracunan pada orang. Termakan hanya dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan beberapa
milligram untuk dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa. Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase
dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah. Gejala yang ditimbulkan akibat keracunan golongan organofosfat
termasuk sakit kepala, pusing-pusing, yang akan berakibat pada kematian (Cox, 1995).
5. Upaya mengurangi pestisida dilahan pertanian; bioremediasi
Mengingat bahaya pestisida yang dapat berpindah dari tanah ke tanaman pangan dan terakumulasi, sehingga dapat
membahayakan manusia jika termakan. Oleh sebab itu, upaya untuk mengurangi konstaminasi pestisida di lahan pertanian
yang tercemar sangat diperlukan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menggunakan bioremediasi. Menurut Munir
(2006), bioremediasi merupakan konsep pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan memanfaatkan proses
biologi dalam mengendalikan pencemaran. Menurut Vidali (2001) dan Singh et al. (2006), Bioremediasi adalah proses
membersihkan limbah organik di lingkungan dengan menggunakan sistem biologi, termasuk menggunakan mikroba untuk
mendegradasi dan mendetoksifikasi polutan.
Menurut Iranzo et al. (2001), proses bioremediasi pestisida menggunakan mikroorganisme harus memperhatikan beberapa
hal, yakni pengetahuan tentang fisiologi mikroba, mikrobiologi, ekologi, biokimia dan aspek molekuler proses transfosmasi
polutan pestisida.
Sejumlah mikroorganisme telah banayak diketahui mampu digunakan sebagai agen bioremediasi. Kelompok jamur yang telah
dimanfaatkan yakni Trametes hirsutus, Phanerochaete chrysosporium, Phanerochaete sordia dan Cyathusbulleri untuk
mendegradasi lindan dan pestisida yang lain (Singh & Kuhad, 1999, 2000; Singh et al., 1999). Akan tetapi, pada umumnya
justru bakteri tanah yang sering dipakai untuk proses bioremediasi (Walker & Roberts, 1993). Beberapa isolat bakteri murni
telah digunakan pestisida spesifik sebagai sumber karbon, nitrogen atau fosfor telah diisolasi (Singh et al., 1999, 2000).
6. Pseudomonas sebagai pendegradasi organofosfat
Telah dilaporkan bahwa beberapa bakteri seperti Flavobacterium sp. (Ghassempour et al., 2002), Pseudomonas sp.
(Ramanathan and Lalithakumari, 1999), Agrobacterium sp. (Ghassempour et al., 2002; Yasouri, 2006) and Arthrobacter sp.
(Ohshiro et al., 1996) dapat menggunakan dasinon yang berbhan aktif organofosfat sebagai sumber karbon.
Bakteri dari genus Pseudomonas, diketahui sangat aktif dalam melakukan metabolisme pestisida, banyak organokimia yang
mengkontaminasi tanah diketahui telah didegradasi dan digunakan sebagai sumber karbon, termasuk dasinon dan
organofosfat lain seperti chlorpyrifos, parathion, dan methylparathion (Ghassempour et al., 2002; Yasouri, 2006; Lakshmi et al.,
2008). Hasil penelitian Cycon et al (2009), menunjukkan bahwa Pseudomonas mampu mendegradasi pestisida Dasinon
sangat tinggi, yakni 87%.
7. Upaya melakukan optimasi pertumbuhan pada pH dan konsentrasi pestisida berbeda
Beberapa peneliti telah melakukan optimasi pertumbuhan pada berbagai konsentrasi pestisida organofosfat pada bakteri
Pseudomonas untuk melihat kemampuan dalam mendegradasi pestisida. Karpouzas dan Walker (2000), melakukan optimasi
pertumbuhan Pseudomonas putida pada pestisida organofosfat dengan variasi konsentrasi 5, 10, 25, dan 50 mg/l dengan pH
5.0; 5.5; 6.3; 6.8; 7.2; dan 7.6. Hasilnya, Bakteri ini mampu mendegradasi pestisida dengan cepat pada konsentrasi 50 mg/l
dengan pH medium 6.3-7.6 pada suhu 37oC. Sedangkan pada pH 5.5 dan suhu 42oC, proses degradasi pestisida cenderung
rendah. Shafiani dan Malik (2003) melakukan optimasi pertumbuhan Pseudomonas pada berbagai variasi konsentrasi
pestisida organofosfat dari 5-1600 mg/l. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan rendah pada saat
konsentrasi pestisida 25 mg/l, pertumbuhan tinggi saat konsentrasi 100 mg/l, kemudian menurun drastis pada saat konsentrasi
200 mg/l. Bhagobaty dan Malik (2008), melanjutkan penelitian dengan konsentrasi pestisida chlorpyrifos antara 25-3200 mg/l,
dan diperoleh hasil pertumbuhan optimum pada saat konsentrasi pestisida antara 100-200 mg/l, namun setelah lebih dari 200
mg/l, pertumbuhan menurun drastis.
REFERENSI
Erd, L. L.V., R. E. Hoagland, R.M. Zablotowicz Cox. 1995. Chlorpyrifos. Part3: ecology effects. J. Pest. Reform., 15:13-19.
Bhagobaty, R.K dan A. Malik. 2008. Utilization of Chlorpyrifos as a Soources of Carbon by Bacteria Isolated from Wastewater
Irrigated Agricultural Soils in an Industrial Area of Western Uttar Pradess, India. Research Journal of Microbiology, 3 (5):293-
307.
ZAGRO. 2000. Basudin Advantes. www.basudin.com
Darmono. . Toksisitas Pestisida Organofosfat. images.iqbalzein.multiply.multiplycontent.com
Munir, E. 2006. Pemanfaatan Mikroba dalam Bioremediasi: Suatu Teknologi Alternatif untuk Pelestarian Lingkungan. USU,
Medan.
Vidali, M., 2001. Bioremediation. An overview. Pure Appl. Chem. 73, 1163–1172.
Singh, B.K., Walker, A., 2006. Microbial degradation of organophosphorus compounds. FEMS Microbiol. Rev. 30, 428–471.
Singh BK & Kuhad RC (1999) Biodegradation of lindane by thewhite-rot fungus Trametes hirsutus. Lett Appl Microbiol 28: 238–
241.
Singh BK & Kuhad RC (2000) Degradation of the pesticidelindane by white-rot fungi Cyathus bulleri and Phanerochaete
sordida. Pest Manag Sci 56: 142–146.
Walker A & Roberts SJ (1993) Degradation, Biodegradation and Enhanced Biodegradation. Proc. 9th Symp. Pesticide
Chemistry: The chemistry, mobility and degradation of xenobiotics, Piacenza, Italy
Ohshiro, K., Kakuta, T., Sakai, T., Hirota, H., Hoshino, T., Uchiyama, T., 1996. Biodegradation of organophosphorus
insecticides by bacteria isolated from turf green soil. J. Ferment. Bioeng. 82, 299–305.
Ramanathan, M.P., Lalithakumari, D., 1999. Complete mineralization of methylparathion by Pseudomonas sp. A3. Appl.
Biochem. Biotechnol. 80, 1–12.
Yasouri, F.N., 2006. Plasmid mediated degradation of diazinon by three bacterial strains Pseudomonas sp., Flavobacterium sp.
and Agrobacterium sp.. Asian J. Chem. 18, 2437–2444.
Cycon, M., M. Wójcik, dan Z. Piotrowska-Seget. 2009. Biodegradation of the organophosphorus insecticide diazinon by
Serratia sp. and Pseudomonas sp. and their use in bioremediation of contaminated soil. Chemosphere 76 (2009) 494–501.
Shafiani, S. dan A. Malik. 2003. Tolerance of Pesticides and antibiotic Resistance in bacteria isolated from waste water
irrigated soil. World journal of Microbiology & Biotechnology 19: 897-901.
Karpouzas, D.G. dan A. Walker. 2000. Factor Influencing the ability of Pseudomonas putida strains epI adn II to degrade the
organophosphate ethoprophos. Journal of Applied Microbiology, 89:40-48.

Anda mungkin juga menyukai