Anda di halaman 1dari 28

Ujian Bawah Pulang

Mata Kuliah Rekayasa Genetika


Dosen : Prof.Dr. H. M. Natsir Djide, M.S., Apt.

“Jelaskan tentang Metode Maxam-Gilbert”

(No. 16)

Nama : NURUL HIKMA

Nim : N012181004

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2018/2019
PRAKATA
Bismillahirrahmaanirrahim
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala Rabb
Semesta Alam yang Maha pengasih, dan Maha Penyayang yang telah
memberi rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan
penulisan ini alhamdulillah dengan lancar dan sesuai dengan waktu yang
ditargetkan. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada
Rasulullah Muhammad shallalahu ‘alaihi wassallam sebaik-baik contoh dan
teladan yang telah menyampaikan risalah kebenaran bagi seluruh ummatnya.
Dalam kesempatan ini penulis dengan tulus menyampaikan terima
kasih kepada Prof.Dr. H. M. Natsir Djide, M.S., Apt. selaku dosen mata kuliah
Rekayasa Genetika yang telah memberikan ilmu dan saran kepada penulis
selama menjalani perkuliahan ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan ini masih banyak kekurangan
atau terdapat kekeliruan, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik
yang membangun kedepannya.

Makassar, 14 Mei 2019

Nurul Hikma

i
DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ............................................................................................ i

DAFTAR ISI ........................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1

II.1 Latar Belakang ................................................................ 1

II.2 Tujuan Penulisan ............................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 3

II.1. Sekuensing DNA ........................................................ 3

II.2. Metode Maxam Gilbert ................................................... 16

BAB III PENUTUP ............................................................................. 23

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Sekuensing DNA atau pengurutan DNA adalah proses atau teknik penentuan
urutan basa nukleotida pada suatu molekul DNA. Urutan tersebut dikenal sebagai
sekuens DNA, yang merupakan informasi paling mendasar suatu gen atau genom
karena mengandung instruksi yang dibutuhkan untuk pembentukan tubuh makhluk
hidup. Sekuensing DNA dapat dimanfaatkan untuk menentukan identitas maupun
fungsi gen atau fragmen DNA lainnya. Hal ini dilakukan dengan cara membandingkan
sekuens-nya dengan sekuens DNA lain yang sudah diketahui. Teknik ini digunakan
dalam riset dasar biologi maupun berbagai bidang terapan seperti kedokteran,
bioteknologi, forensik, dan antropologi.
Sekuens DNA menyandikan informasi yang diperlukan bagi makhluk hidup
untuk melangsungkan hidup dan berkembang biak. Dengan demikian, penentuan
sekuens DNA berguna di dalam ilmu pengetahuan ‘murni’ mengenai mengapa dan
bagaimana makhluk hidup dapat hidup, selain berguna dalam penerapan praktis.
Karena DNA merupakan ciri kunci makhluk hidup, pengetahuan akan sekuens DNA
dapat berguna dalam penelitian biologi manapun. Sebagai contoh, dalam ilmu
pengobatan sekuensing DNA dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mendiagnosis,
dan mengembangkan pengobatan penyakit genetik. Demikian pula halnya, penelitian
pada agen penyebab penyakit (patogen) dapat membuka jalan bagi pengobatan
penyakit menular. Bioteknologi, yang dapat pula memanfaatkan sekuensing DNA,
merupakan bidang yang berkembang pesat dan berpotensi menghasilkan banyak
barang dan jasa berguna. Pengetahuan akan sekuens DNA berguna untuk mengetahui
sekuens asam amino yang disandikan oleh gen.
Salah satu metode dalam sequencing DNA adalah metode maxam gilbert.
Metode maxam gilbert adalah metode sekuensing DNA yang pertama dikenal adalah

1
yang dikembangkan oleh A.M. Maxam dan W. Gilbert pada tahun 1977. Metode ini
cukup popular karena dapat langsung menggunakan DNA hasil pemurnian, sedangkan
metode yang lain seperti metode sangar pada waktu itu memerlukan kloning untuk
membentuk DNA untai tunggal.

I.2 Tujuan Penuliasan


1. Untuk mengetahui pengertian Sekuensing DNA secara umum

2. Untuk mengetahui Metode maxam Gilbert

3. Untuk mengetahui sejarah metode Maxam Gilbert

4. Untuk mengetahui prinsip kerja metode Maxam Gilbert

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Sekuensing DNA


Sekuensing DNA atau pengurutan DNA adalah proses atau teknik penentuan
urutan basa nukleotida pada suatu molekul DNA. Urutan tersebut dikenal sebagai
sekuens DNA, yang merupakan informasi paling mendasar suatu gen atau genom
karena mengandung instruksi yang dibutuhkan untuk pembentukan tubuh makhluk
hidup (Rogers, K., ed. 2011),. Sekuensing DNA dapat dimanfaatkan untuk menentukan
identitas maupun fungsi gen atau fragmen DNA lainnya dengan cara membandingkan
sekuens-nya dengan sekuens DNA lain yang sudah diketahui (Glick, B.R., Pasternak,
J.J., Patten, C.L. 2010) Teknik ini digunakan dalam riset dasar biologi maupun
berbagai bidang terapan seperti kedokteran, bioteknologi, forensik, dan antropologi.
Teknik sekuensing DNA mulai dikembangkan pada tahun 1970-an dan telah
menjadi hal rutin dalam penelitian biologi molekular pada dekade berikutnya berkat
dua metode yang dikembangkan secara independen namun hampir bersamaan oleh tim
Walter Gilbert di Amerika Serikat dan tim Frederick Sanger di Inggris sehingga kedua
ilmuwan tersebut mendapatkan Penghargaan Nobel Kimia pada tahun 1980(Sambrook,
J., Russel, D.W. 2001). Selanjutnya, metode Sanger menjadi lebih umum digunakan
dan berhasil diautomatisasi pada pertengahan 1980-an. Sejak tahun 1995, berbagai
proyek genom yang bertujuan menentukan sekuens keseluruhan DNA pada banyak
organisme telah diselesaikan, termasuk Proyek Genom Manusia. Sekuensing DNA
seluruh genom semakin terjangkau dan cepat dilakukan berkat pengembangan
sejumlah teknik sekuensing generasi berikutnya mulai tahun 2000-an.
a. Sejarah
Pada mulanya, sekuensing DNA dilakukan dengan mentranskripsikannya ke
dalam bentuk RNA terlebih dahulu karena metode sekuensing RNA telah ditemukan
sebelumnya. Pada tahun 1965, Robert Holley dan timnya dari Cornell University di

3
New York, Amerika Serikat, mempublikasikan sekuens tRNA alanin dari khamir yang
terdiri atas 77 nukleotida. Sekuensing tRNA tersebut membutuhkan waktu 7 tahun dan
hasilnya merupakan sekuens molekul asam nukleat yang pertama kali dipublikasikan.
Sekuens DNA yang pertama kali dipublikasikan adalah DNA sepanjang 12 nukleotida
dari suatu virus, yaitu bakteriofag lambda, pada tahun 1971, yang ditentukan dengan
cara serupa oleh Ray Wu dan Ellen Taylor, keduanya juga dari Cornell University (Wu,
R.; Taylor, E. 1971).
Pada tahun 1975, Frederick Sanger dan Alan Coulson dari laboratorium biologi
molekular Medical Research Council Inggris di Cambridge mempublikasikan metode
sekuensing DNA secara langsung yang disebut teknik plus–minus. Dengan teknik
tersebut, tim mereka berhasil melakukan sekuensing DNA sebagian besar genom
bakteriofag ΦX174 sepanjang 5.375 nukleotida yang dipublikasikan pada Februari
1977. Pada bulan yang sama, metode sekuensing DNA yang dicetuskan Allan Maxam
dan Walter Gilbert dari Harvard University di Cambridge, Massachusetts, Amerika
Serikat, dipublikasikan (Maxam, A.M.; Gilbert, W.)..
Sejak pertengahan tahun 1980-an, metode Sanger menjadi lebih umum
digunakan. Pada tahun 1986, tim Leroy Hood di California Institute of Technology dan
Applied Biosystems berhasil membuat mesin sekuensing DNA automatis berdasarkan
metode Sanger (Davies, K, 2002).
b. Aplikasi
Sekuens DNA menyandikan informasi yang diperlukan bagi makhluk hidup
untuk melangsungkan hidup dan berkembang biak. Dengan demikian, penentuan
sekuens DNA berguna di dalam ilmu pengetahuan 'murni' mengenai mengapa dan
bagaimana makhluk hidup dapat hidup, selain berguna dalam penerapan praktis.
Karena DNA merupakan ciri kunci makhluk hidup, pengetahuan akan sekuens DNA
dapat berguna dalam penelitian biologi manapun. Sebagai contoh, dalam ilmu
pengobatan sekuensing DNA dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mendiagnosis,
dan mengembangkan pengobatan penyakit genetik. Demikian pula halnya, penelitian
pada agen penyebab penyakit (patogen) dapat membuka jalan bagi pengobatan

4
penyakit menular. Bioteknologi, yang dapat pula memanfaatkan sekuensing DNA,
merupakan bidang yang berkembang pesat dan berpotensi menghasilkan banyak
barang dan jasa berguna. Pengetahuan akan sekuens DNA berguna untuk mengetahui
sekuens asam amino yang disandikan oleh gen (Allison, L.A, 2007).
c. Metode pengurutan DNA dengan polimerisasi
Penemuan ini berhubungan dengan metode cepat untuk penentuan urutan asam
nukleat, DNA atau RNA, yang berguna, khususnya, untuk sekuensing asam nukleat
yang tidak diketahui atau alternatif untuk deteksi urutan asam nukleat spesifik untuk.
diagnosa.
Sekuensing asam nukleat saat ini dilakukan terutama dengan kapiler berbasis,
semi-otomatis implementasi biokimia Sanger. Metode klasik terdiri dari langkah
amplifikasi DNA yang menarik, diikuti oleh langkah ‘siklus sequencing’, dimana
setiap putaran ekstensi primer diakhiri secara stochastically oleh penggabungan
dideoxynucleotides berlabel fluorescently (ddNTPs). Urutan ditentukan oleh
pemisahan elektroforetik resolusi tinggi dari produk-produk ekstensi beruntai tunggal,
beruntai berlabel dalam gel polimer berbasis kapiler. Elektroforesis simultan dalam 96
atau 384 kapiler independen memberikan tingkat paralelisasi yang terbatas (Bensimon,
D., et al, 2017)
Permintaan tinggi untuk pengurutan biaya rendah telah mendorong
pengembangan teknologi urutan tinggi yang menempatkan proses paralelisasi,
menghasilkan ribuan atau jutaan sekuens sekaligus. Teknologi pengurutan throughput
tinggi dimaksudkan untuk menurunkan biaya sekuensing DNA di luar apa yang
mungkin dengan metode pewarna-terminator standar. Saat ini throughput yang sangat
tinggi ini dicapai dengan pengorbanan besar dalam panjang dan keakuratan pembacaan
individu bila dibandingkan dengan sekuens Sanger. Contoh metode baru tersebut
termasuk teknologi 454 dan Solexa. Teknologi ini memungkinkan penyaringan
sekuens seluruh genom tanpa kloning dalam E. coli atau sel inang. Perpustakaan-
perpustakaan pendek, fragmen-fragmen DNA yang diapit adaptor yang ditangkap di
permukaan manik-manik diperkuat oleh PCR emulsi. Sequencing dilakukan

5
menggunakan sintesis prima oleh DNA polimerase. Dalam metode 454 (juga dikenal
sebagai 'pyrosequencing'), array disajikan dengan masing-masing empat dNTP, secara
berurutan, dan jumlah penggabungan dipantau oleh deteksi luminometrik pirofosfat
yang dilepaskan. Perbedaan utama antara metode ini dan Solexa adalah bahwa yang
terakhir menggunakan nukleotida yang mengakhiri rantai. Label fluorescent pada basis
terminating dapat dihilangkan untuk meninggalkan 3 "terminus yang diblokir,
membuat proses term inasi rantai menjadi proses reversibel. Teknologi SOLiD
bergantung pada ligasi probe di-basis berlabel fluorescently ke primer sequencing
hibridisasi ke urutan adaptor dalam template perpustakaan yang diperkuat secara klon.
Spesifisitas probe di-base dicapai dengan menginterogasi setiap basis 1 dan 2 dalam
setiap reaksi ligasi. Beberapa siklus ligasi, deteksi, dan pembelahan dilakukan dengan
jumlah siklus yang menentukan panjang pembacaan akhir. Berbeda dengan tiga
teknologi sebelumnya, yang semuanya membutuhkan langkah pertama amplifikasi,
platform Helicos memungkinkan pengurutan molekul DNA tunggal. Teknologi ini
didasarkan pada penggunaan sistem deteksi yang sangat sensitif dari penggabungan
nukleotida fluoresen untuk secara langsung menginterogasi molekul DNA tunggal
melalui pengurutan oleh sintesis (Shendure & Ji, 2008)
Namun, semua metode yang dikembangkan sejauh ini menderita kerugian
serius. Secara khusus, mereka semua menggunakan nukleotida berlabel (misalnya
fluorescent), sehingga berkontribusi untuk meningkatkan biaya keseluruhan secara
serius. Selain itu, semua metode bar baru ini (Helicos platform) memerlukan
amplifikasi dari urutan target sebelum pengurutan, yang memakan waktu di satu sisi,
meningkatkan kemungkinan kesalahan di sisi lain, dan sangat rentan terhadap
kontaminasi. Selain itu, metode yang melibatkan teknik mekanis daripada kurangnya
sensitivitas biokimia. Karena itu masih ada kebutuhan untuk metode baru yang sangat
sensitif yang memungkinkan pengurutan molekul tunggal (Maier et al, 2000).

6
d. Uraian Rinci Penemuan
Penemuan ini berhubungan dengan suatu metode untuk penentuan sekuens
asam nukleat dengan manipulasi fisik. Secara khusus, metode tersebut terdiri dari
langkah-langkah menentukan lokasi fisik situs di mana jeda replikasi terjadi, dan
menyimpulkan ada-dari informasi pada urutan asam nukleat.
Metode menurut penemuan ini, berdasarkan teknik fisik dan perawatan
elektronik, berbeda dari pendekatan saat ini, yaitu kimia atau biokimia. Keuntungannya
sangat banyak:
1. Ini memungkinkan pengurutan suatu molekul tunggal, dan dengan demikian tidak
memerlukan langkah amplifikasi sebelumnya (misalnya oleh PCR).
2. Jauh lebih murah daripada metode seni karena molekul asam nukleat standar
digunakan, yang jauh lebih murah daripada nukleotida berlabel (baik dengan
fluorophores atau beberapa kelompok lain)
3. Hal ini memungkinkan untuk menentukan lokalisasi (dalam bp) dari untai
komplementer baru disintesis sepanjang asam nukleat ganda dengan mengukur
jarak antara dua ujung molekul asam nukleat beruntai ganda tersebut.
4. Dalam satu perwujudan memungkinkan dalam satu polimerisasi berjalan untuk
menentukan posisi nukleotida yang diberikan sepanjang untai.
5. Pengukuran dapat diulang secara berkala pada skala waktu kedua, sehingga
mengarah pada penghapusan positif palsu (penangkapan palsu polimerase),
peningkatan statistik dan pengurangan signifikan pada drift instrumental.
6. Percobaan dapat diulang berkali-kali pada molekul yang sama, sehingga
meningkatkan statistik dan keandalan pengukuran, karena asam nukleat tunggal
yang baru disintesis tunggal dapat dikeluarkan (misalnya mengurangi kekuatan
atau kekuatan ionik atau dengan menggunakan helicase atau aktivitas exonuclease)
setelah langkah replikasi. Hal ini memungkinkan untuk sekuensing paralel berbagai
molekul asam nukleat beruntai ganda, karena setiap molekul dapat dimanipulasi
secara independen dari yang lain.

7
7. Enzim yang tidak termodifikasi dapat digunakan untuk mensintesis untai baru,
yang menurunkan biaya terkait dan meningkatkan tingkat kesalahan, dibandingkan
dengan sekuensing molekul tunggal generasi ketiga, yang mengenalkan mutasi
spesifik lokasi di polimerase untuk membelah. pewarna-penghubung, atau
mengikat enzim ke samping, atau memodifikasinya dengan titik kuantum.
Penemuan ini berhubungan dengan suatu metode untuk penentuan sekuens
asam nukleat berdasarkan pada lokalisasi fisik pada molekul asam nukleat berurutan
dari tempat dimana replikasi dihentikan atau diblokir.
Dengan 'penentuan sekuens asam nukleat', disini tidak hanya berarti
mengartikan suksesi basa yang sebenarnya dalam asam nukleat, tetapi juga semua
kegiatan yang mengarah langsung atau tidak langsung untuk memperoleh beberapa
informasi pada urutan asam nukleat, seperti sebagai deteksi urutan tertentu dalam
molekul asam nukleat atau deteksi perbedaan antara urutan dua molekul asam nukleat
yang berbeda.
Sebagian besar metode untuk menentukan urutan asam nukleat bergantung
pada sintesis prima untai baru oleh polimerase yang progresif. Dalam metode ini,
primer di hibridisasi ke salah satu untai dari template asam nukleat beruntai ganda;
untai baru disintesis dari primer oleh polimerase; sintesis dijeda atau diblokir di situs
tertentu; dan deteksi jeda atau penyumbatan ini dalam polimerisasi memberikan
informasi tentang urutan asam nukleat yang disebutkan.
Sekarang telah ditemukan sesuai dengan penemuan bahwa adalah mungkin
untuk mengeksploitasi parameter fisik yang terkait dengan penyumbatan ini untuk
memperoleh informasi tentang urutan asam nukleat beruntai ganda. Lebih tepatnya,
para penemu telah menemukan bahwa adalah mungkin untuk secara fisik berada pada
molekul asam nukleat beruntai ganda di tempat di mana replikasi jeda atau
penyumbatan terjadi; posisi fisik spesifik dari jeda atau sumbatan kemudian
memberikan informasi tentang urutan asam nukleat beruntai ganda tersebut
(Bensimon, D., 2017).

8
Penemuan ini berasal dari pengamatan bahwa dimungkinkan untuk mengukur
jarak fisik antara dua ujung dari molekul asam nukleat beruntai ganda yang sebagian
didenaturasi ketika molekul tersebut berada di bawah tegangan. Dalam proses
sequencing-by-sintesis, perkembangan garpu replikasi dikaitkan dengan unwinding
molekul asam nukleat beruntai ganda, meninggalkan dua ujung bebas yang bergabung
di garpu. Ketika replikasi diblokir di situs tertentu, molekul asam nukleat beruntai
ganda diblokir dalam konformasi di mana dua untai di depan garpu replikasi masih
anil, sementara dua helai induk di belakang garpu dipisahkan. Para penemu sekarang
telah menemukan bahwa adalah mungkin untuk mengukur jarak fisik antara dua ujung
terpisah dari molekul asam nukleat beruntai ganda tersebut, ketika molekul asam
nukleat beruntai ganda tersebut berada di bawah tegangan. Posisi fisik pada molekul
asam nukleat beruntai ganda dari situs di mana jeda atau penyumbatan replikasi terjadi
kemudian dapat disimpulkan dari jarak tersebut, menghasilkan beberapa informasi
tentang urutan molekul asam nukleat beruntai ganda tersebut.
Dengan demikian, metode penemuan ini berhubungan dengan metode untuk
penentuan sekuens asam nukleat, metode tersebut terdiri dari langkah-langkah:
1. denaturasi molekul asam nukleat beruntai ganda yang sesuai dengan urutan asam
nukleat yang disebutkan
2. hibridisasi suatu molekul asam nukleat beruntai tunggal ("primer") dengan molekul
asam nukleat beruntai ganda yang terdenaturasi;
3. menerapkan tegangan ke hibridisasi molekul asam nukleat primer / double-stranded
yang diperoleh dalam b);
4. menginkubasi hibridisasi molekul asam nukleat primer / double-stranded yang
diperoleh pada langkah b) dengan polimerase dalam kondisi yang akan
menyebabkan setidaknya satu jeda dalam replikasi; dan
5. menentukan posisi jeda tersebut dalam replikasi dengan memperhatikan salah satu
ujung asam nukleat beruntai ganda.
Dengan 'denaturasi', di sini berarti proses pemisahan helai dari molekul asam
nukleat beruntai ganda yang terjadi ketika sebagian besar ikatan hidrogen antara

9
untaian tersebut rusak. Proses denaturasi menghasilkan molekul asam nukleat
terdenaturasi, yang dengannya disini berarti dua untai komplementer terpisah yang
dihasilkan dari denaturasi molekul asam nukleat beruntai ganda. Dengan 'renaturation',
di sini disebut proses dimana dua strand pelengkap pisahkan terpisah melalui
hibridisasi menjadi double helix. Seperti yang digunakan di sini, 'hibridisasi' adalah
proses pembentukan interaksi non-kovalen, urutan-spesifik antara dua atau lebih untai
pelengkap asam nukleat menjadi hibrida tunggal.

e. Macam Metode
Ahli kimia protein tradisional tidak bisa tidak terkesan dengan prosedur
imajinatif yang dikembangkan oleh para ahli biologi molekuler dalam serangan mereka
terhadap DNA. Itu sama sekali tidak mengejutkan, kemudian, ketika dua laboratorium
yang berbeda secara independen melaporkan pendekatan baru untuk struktur protein
yang berpola pada prosedur pengurutan DNA. Sekuensing DNA dipelopori oleh
Sanger, yang menggunakan gel Polyacrylamide untuk memisahkan populasi fragmen
DNA radioaktif yang dibedakan oleh kemunculan relatif dari empat basa; luar biasa,
urutannya bisa dibaca langsung dari gel. 3 Dalam bentuknya sekarang, metode ini
menggunakan operasi penyalinan enzimatik untuk memberi label DNA dan satu set
analog nukleotida untuk mengganggu polimerisasi yang secara istimewa pada satu atau
yang lain dari empat basa. Maxam dan Gilbert 5 menggunakan DNA yang dilabeli
secara eksklusif pada satu ujung dan secara kimia memfragmeninya di bawah kondisi
yang sesuai untuk masing-masing basa; mereka juga menggunakan elektroforesis gel
poliakrilamid untuk memisahkan fragmen bersarang. Prosedur Sanger dan Maxam-
Gilbert bergantung pada pembuatan sekumpulan fragmen acak yang menutupi seluruh
panjang fragmen DNA yang sedang dipelajari. Dari keduanya, bagaimanapun,
fragmentasi kimia dari bahan yang diberi label akhir menawarkan prospek yang lebih
masuk akal untuk prosedur pengurutan protein (Doolittle, R.F. and Jue, R.A., 2018).

10
1. Metode Maxam-Gilbert
Dalam metode pengurutan DNA kimia, salah satu label akhir DNA,
membelahnya secara parsial pada masing-masing dari empat basa dalam empat
reaksi, memerintahkan produk berdasarkan ukuran pada gel slab, dan kemudian
membaca urutan dari autoradiogram dengan mencatat yang basa- agen spesifik
dibelah pada setiap nukleotida berturut-turut sepanjang untai. Teknik ini
mengurutkan DNA yang dibuat dan dimurnikan dari sel. Tidak diperlukan
penyalinan enzimatik secara in vitro, dan DNA beruntai tunggal atau ganda dapat
disekuensing. Kebanyakan skema kimia yang membelah pada satu atau dua dari
empat basa melibatkan tiga langkah berturut-turut: modifikasi basa,
pengangkatan basa yang dimodifikasi dari gula, dan pemotongan untaian DNA
pada gula itu. Belahan kimia spesifik-dasar hanya satu langkah dalam pengurutan
DNA. Bab ini menyajikan teknik untuk memproduksi fragmen DNA diskrit,
DNA pelabelan akhir, memisahkan fragmen bereplikasi akhir, mengekstraksi
DNA dari gel, dan protokol untuk membelahnya sebagian pada pangkalan
spesifik menggunakan reaksi kimia. Bab ini juga membahas elektroforesis
produk pembelahan kimia pada gel sequencing jarak jauh dan panduan untuk
memecahkan masalah dalam pola sequencing.
Metode ini mulanya cukup populer karena dapat langsung menggunakan
DNA hasil pemurnian, sedangkan metode Sanger pada waktu itu memerlukan
kloning untuk membentuk DNA untai tunggal. Seiring dengan dikembangkannya
metode terminasi rantai, metode sekuensing Maxam-Gilbert menjadi tidak
populer karena kerumitan teknisnya, digunakannya bahan kimia berbahaya, dan
kesulitan dalam scale-up.
Pada metode ini fragmen-fragmen DNA yang akan disekuens harus
dilabeli pada salah satu ujungnya, biasanya menggunakan fosfat radioaktif atau
suatu nukleotida pada ujung 3’. Metode maxam-Gilbert dapat diterapkan baik
untuk DNA untai ganda maupun DNA untai tunggal dan melibatkan pemotongan
basa spesifik yang dilakukan dalam dua tahap. Molekul DNA terlebih dahulu

11
dipotong-potong secara parsial menggunakan piperidin. pengaturan masa
inkubasi atau konsentrasi piperidin akan menghasilkan fragmen-fragmen DNA
yang bermacam-macam ukurannya. Selanjutnya, basa dimodifikasi
menggunakan bahan-bahan kimia tertentu.
Dimetilsulfat (DMS) akan memetilasi basa G, asam format menyerang A
dan G, hidrazin akan menghidrolisis C dan T, tetapi garam yang tinggi akan
menghalangi reaksi T sehingga hanya bekerja pada C. Dengan demikian, akan
dihasilkan empat macam fragmen, masing-masing dengan ujung G, ujung A atau
G, ujung C atau T, dan ujung C. Dari hasil dapat diketahui sekuens fragmen DNA
yang dipelajari atas dasar laju migrasi masing-masing pita.
Lajur kedua berisi fragmen-fragmen yang salah satu ujungnya adalah A
atau G. Untuk memastikannya harus dilihat pita-pita pada lajur pertama. Jika
pada lajur kedua terdapat pita-pita yang posisi migrasinya sama dengan posisi
migrasi pada lajur pertama, maka dapat dipastikan bahwa pita-pita tersebut
merupakan fragmen yang salah satu ujungnya adalah G. Sisanya adalah pita-pita
yang merupakan fragmen dengan basa A pada salah satu ujungnya. Cara yang
sama dapat kita gunakan untuk memastikan pita-pita pada lajur ketiga, yaitu
dengan membandingkannya dengan pita-pita pada lajur keempat.
Seperti halnya pada elektroforesis gel agarosa, laju migrasi pita
menggambarkan ukuran fragmen. Makin kecil ukuran fragmen, makin cepat
migrasinya. Dengan demikian, ukuran fragmen pada contoh tersebut di atas dapat
diurutkan atas dasar laju/posisi migrasinya. Jadi, kalau diurutkan dari yang
terkecil hingga yang terbesar, hasilnya adalah fragmen-fragmen dengan ujung
TTGCCCCGCGTGGCGCAAAGG. Inilah sekuens fragmen DNA yang
dipelajari (Maxam, A.M. and Gilbert, W., 1980.)
2. Metode Sanger
Suatu pendekatan pada sekuensing DNA menggunakan inhibitor
penghambat rantai (Sanger et al., 1977) dikombinasikan dengan kloning fragmen
kecil DNA dalam bakteriofag DNA beruntai tunggal yang dijelaskan. Fragmen

12
acak dari pencernaan enzim restriksi dari DNA dimasukkan ke dalam situs EcoRI
dari bakteriofag termodifikasi M13mp2 (Gronenborn & Messing, 1978)
menggunakan oligonukleotida penghubung. Plak rekombinan individu
dikumpulkan, 1-ml kultur tumbuh, dan DNA diisolasi. “Flankingprimer” dari
vektor digunakan untuk menentukan urutan nukleotida di setiap fragmen DNA
yang dimasukkan dengan metode pengakhiran rantai. Ini adalah metode
pengumpulan data urutan yang relatif cepat dan sederhana. Urutan 2771-
nukleotida dari fragmen enzim restriksi Mbo terbesar dari DNA mitokondria
manusia ditentukan oleh metode ini.
Gel sekuensing metode Sanger yang telah dilabel radioaktif. Dewasa ini
metode sekuensing Maxam-Gilbert sudah sangat jarang digunakan karena ada
metode lain yang jauh lebih praktis. Metode tersebut yaitu metode dideoksi yang
dikembangkan oleh A. Sanger dan kawan-kawan pada tahun 1977 juga.
Metode Sanger pada dasarnya memanfaatkan dua sifat salah satu subunit
enzim DNA polimerase yang disebut fragmen klenow. Kedua sifat tersebut
adalah kemampuannya untuk menyintesis DNA dengan adanya dNTP dan
ketidakmampuannya untuk membedakan dNTP dengan ddNTP. Jika molekul
dNTP hanya kehilangan gugus hidroksil (OH) pada atom C nomor 2 gula pentosa,
molekul ddNTP atau dideoksi nukleotida juga mengalami kehilangan gugus OH
pada atom C nomor 3 sehingga tidak dapat membentuk ikatan fosfodiester.
Artinya, jika ddNTP disambungkan oleh fragmen klenow dengan suatu molekul
DNA, maka polimerisasi lebih lanjut tidak akan terjadi atau terhenti. Basa yang
terdapat pada ujung molekul DNA ini dengan sendirinya adalah basa yang
dibawa oleh molekul ddNTP.
Dengan dasar pemikiran itu sekuensing DNA menggunakan metode
dideoksi dilakukan pada empat reaksi yang terpisah. Keempat reaksi ini berisi
dNTP sehingga polimerisasi DNA dapat berlangsung. Namun, pada masing-
masing reaksi juga ditambahkan sedikit ddNTP sehingga kadang-kadang
polimerisasi akan terhenti di tempat -tempat tertentu sesuai dengan ddNTP yang

13
ditambahkan. Jadi, di dalam tiap reaksi akan dihasilkan sejumlah fragmen DNA
yang ukurannya bervariasi tetapi ujung 3’nya selalu berakhir dengan basa yang
sama. Sebagai contoh, dalam reaksi yang mengandung ddATP akan diperoleh
fragmen-fragmen DNA dengan berbagai ukuran yang semuanya mempunyai basa
A pada ujung 3’nya.
3. Metode Sanger asli
Pada metode yang asli, urutan nukleotida DNA tertentu dapat
disimpulkan dengan membuat secara paralel empat reaksi perpanjangan rantai
menggunakan salah satu dari empat jenis basa pemutus rantai pada masing-
masing reaksi. Fragmen-fragmen DNA yang kemudian terbentuk dideteksi
dengan menandai (labelling) primer yang digunakan dengan fosfor radioaktif
sebelum reaksi sekuensing dilangsungkan. Keempat hasil reaksi tersebut
kemudian dielektroforesis pada empat lajur yang saling bersebelahan pada gel
poliakrilamida.
Hasil pengembangan metode ini menggunakan empat macam primer yang
ditandai dengan pewarna berpendar (fluorescent dye). Hal ini memiliki kelebihan
karena tidak menggunakan bahan radioaktif; selain menambah keamanan dan
kecepatan, keempat hasil reaksi dapat dicampur dan dielektroforesis pada satu
lajur pada gel. Metode ini dikenal sebagai metode dye primer sequencing
(Sanger, F., 1980).
4. Sekuensing dye terminator
Cara lain pelabelan primer adalah dengan melabel pemutus rantainya,
lazim disebut metode sekuensing dye terminator. Keunggulan cara ini adalah
bahwa seluruh proses sekuensing dapat dilakukan dalam satu reaksi,
dibandingkan dengan empat reaksi terpisah yang diperlukan pada penggunaan
primer berlabel. Pada cara tersebut, masing-masing dideoksinukleotida pemutus
rantai ditandai dengan pewarna fluoresens, yang berpendar pada panjang
gelombang yang berbeda-beda. Cara ini lebih mudah dan lebih cepat
dibandingkan penggunaan primer berwarna. Namun dapat menimbulkan

14
ketidaksamaan tinggi kurva atau puncak (peak) yang disebabkan oleh
ketidaksamaan penggabungan pemutus rantai berwarna berukuran besar pada
pertumbuhan DNA (ketidaksamaan tersebut bergantung pada DNA cetakan).
Masalah tersebut telah dapat dikurangi secara nyata dengan penggunaan macam-
macam enzim dan pewarna baru yang meminimalkan perbedaan dalam
penggabungan.
Metode ini kini digunakan pada sebagian besar usaha reaksi sekuensing
karena lebih sederhana dan lebih murah. Primer-primer yang digunakan tidak
perlu dilabel secara terpisah (yang bisa jadi cukup mahal untuk primer yang
dibuat untuk sekali pakai), walaupun hal tersebut tidak terlalu bermasalah dalam
penggunaan universal primer (Ju, J., et al, 2017).
f. Automatisasi dan penyiapan sampel
Mesin sekuensing DNA automatis modern mampu mengurutkan 384 sampel
berlabel fluoresens sekaligus dalam sekali batch (elektroforesis) yang dapat dilakukan
sampai 24 kali sehari. Hal tersebut hanya mencakup proses pemisahan dan proses
pembacaan kurva; reaksi sekuensing, pembersihan, dan pelarutan ulang dalam larutan
penyangga yang sesuai harus dilakukan secara terpisah.

Untuk memperoleh hasil reaksi berlabel yang dapat dideteksi dari DNA
cetakan, metode "sekuensing daur" (cycle sequencing) paling lazim dilakukan. Dalam
metode ini dilakukan berturut-turut penempelan primer (primer annealing), ekstensi
oleh polimerase DNA, dan denaturasi (peleburan atau melting) untai-untai DNA
cetakan secara berulang-ulang (25–40 putaran). Kelebihan utama sekuensing daur
adalah lebih efisiennya penggunaan pereaksi sekuensing yang mahal (BigDye) dan
mampunya mengurutkan templat dengan struktur sekunder tertentu seperti hairpin loop
atau daerah kaya-GC. Setiap tahap pada sekuensing daur ditempuh dengan mengubah
temperatur reaksi menggunakan mesin pendaur panas (thermal cycler) PCR. Cara
tersebut didasarkan pada fakta bahwa dua untai DNA yang komplementer akan saling
menempel (berhibridisasi) pada temperatur rendah dan berpisah (terdenaturasi) pada

15
temperatur tinggi. Hal penting lain yang memungkinkan cara tersebut adalah
penggunaan enzim DNA polimerase dari organisme termofilik (organisme yang hidup
di lingkungan bertemperatur tinggi), yang tidak mudah terurai pada temperatur tinggi
yang digunakan pada cara tersebut (>95 °C).

II.2 Metode Maxam-Gilbert


a. Teori Umum Metode Maxam Gilbert
Metode sekuensing DNA yang pertama dikenal adalah metode kimia yang
dikembangkan oleh A.M. Maxam dan W. Gilbert pada tahun 1977. Pada metode ini
fragmen-fragmen DNA yang akan disekuens harus dilabeli pada salah satu ujungnya,
biasanya menggunakan fosfat radioaktif atau suatu nukleotida pada ujung 3’. Metode
Maxam-Gilbert dapat diterapkan baik untuk DNA untai ganda maupun DNA untai
tunggal dan melibatkan pemotongan basa spesifik yang dilakukan dalam dua tahap.
Molekul DNA terlebih dahulu dipotong-potong secara parsial menggunakan piperidin.
Pengaturan masa inkubasi atau konsentrasi piperidin akan menghasilkan fragmen-
fragmen DNA yang bermacam-macam ukurannya. Selanjutnya, basa dimodifikasi
menggunakan bahan-bahan kimia tertentu (Maxam and Gilbert, 1977, 1980). Metode
yang dikembangkan oleh Maxam-Gilbert terdapat dua teknik yang disajikan dalam
Tabel 1

16
Tabel 1. Pemotongan basa spesifik untuk sekuensing metode kimiawi

Sumber ; Hindley, 1983.

Perbedaan yang mendasar pada Tabel 1 tersebut adalah pada reaksi 1 dan reaksi 2. Pada
tahun 1977, metode untuk modifikasi basa digunakan dimethyl sulfate (DMS)
sementara pada tahun 1980 dikembangkan lagi dimana pada reaksi 1 digunakan DMS
untuk modifikasi basa dan reaksi 2 digunakan asam formic. Selain itu juga terdapat
perbedaan pada pola pemotongan, pada reaksi 1 pada mulanya digunakan pemanasan
pada pH 7 sedangkan teknik yang kedua digunakan piperidine (Hindley, 1983).

Maxam dan Gilbert (1980) telah menguraikan protokol terperinci untuk


persiapan dan isolasi fragmen-fragmen DNA yang didososforilasi, dan skema reaksi
untuk pelabelan ujung-ujung dan ujung-ujung 3 dari produk-produk ini baik secara
individu atau secara massal. Prosedur A-D (Bagian Eksperimental 5.9.)
Merekapitulasi, dalam bentuk singkat, metode yang direkomendasikan.

1. Prosedur A menggambarkan isolasi skala preparatif dari fragmen restriksi DNA


dan defosforilasi dengan alkali fosfatase.
2. Prosedur B menguraikan metode untuk pelabelan 5-ujung dari fragmen
terdefosforilasi dengan ujung 5‘ yang menonjol atau dengan ujung 5 bagian yang
rata atau tersembunyi.

17
3. Prosedur C memberikan prosedur yang direkomendasikan untuk memberi label 3
ujung dengan terminal transferase dan a - [”P] rATP.
4. Prosedur D adalah metode pelabelan ujung-ujung 5 dari serangkaian fragmen, yang
sebelumnya tidak mengalami defosforilasi, menggunakan reaksi pertukaran yang
dikatalisis polinukleotida kinase.

Adapun prinsip dari mekanisme sekuensing metode kimiawi antara lain


pelabelan pada unjung 5′ dengan menggunakan g-32P; modifikasi dan pelepasan basa
nitrogen; pemutusan rantai DNA; dan deteksi dengan Polyacrylamide gel
electrophosesis. Secara ringkas prinsip tersebut disajikan pada Gambar 1 (Maxam &
Gilbert, 1977).

Gambar 1. Prinsip sekuensing metode Maxam-Gilbert. (a) pelabelan dengan


radioaktif, (b) modifikasi dan pelepasan basa nitrogen, (c) pemutusan DNA, (d)
diperoleh fragmen-fragmen DNA dengan panjang yang berbeda (Nicholl, 2002).

18
Adapun prinsip kerja dari metode yang pertama adalah DMS akan memetilasi
basa G dan C, hidrazin akan menghidrolisis C dan T, tetapi garam yang tinggi akan
menghalangi reaksi T sehingga hanya bekerja pada C. Dengan demikian, akan
dihasilkan empat macam fragmen, masing-masing dengan ujung G, ujung A atau G,
ujung C atau T, dan ujung C. Adapun tahapan tahapannya adalah sebagai berikut:

1. Pemotongan guanosin dan adenin

Pada tahap ini, setelah dilakukan dengan pelabelan, guanosin akan


dilakukan modifikasi dan pelepasan basa dengan menggunakan dimethyl sulfate.
Dimethyl sulfate akan memetilasi guanin pada posisi N7 dan N3 pada adenin yang
menyebabkan ikatan glikosida tidak stabil. Selanjutnya dengan pemanasan pada
pH 7 maka guanin akan terlepas (Gambar 2). Sementara adenin akan terlepas
setelah diberi asam. Kemudian untuk memotong ikatan DNA, maka diberi
piperidin yang kemudian akan dihasilkan fragmen-framen DNA dengan panjang
yang bervariasi. Pada saat dilakukan pemanasan, maka jumlah fragmen dengan
ujung 3′ diperoleh G>A dan sebailiknya pada saat perlakuan diberi asam, maka
jumlah fragmen A>G.

Gambar 2. Pemotongan guanosin.

19
Gambar 3. Pemotongan adenine

2. Pemotongan sitosin dan timin

Perlakuan yang digunakan terlebih dahulu adalah pemberian hidrazin.


Hidrazin akan bereaksi dengan sitosin dan timin yang kemudian akan melepaskan
basa pirin tersebut. Selanjutnya dengan pemberian piperidin, maka ikatan DNA
akan terpotong (Gambar 4). Pada perlakuan ini dihasilkan fragmen C+T, namun
jika dalam perlakuan pemberian hidrazin ditambahkan garam (NaCl), maka garam
akan mencegah hidrazin bereaksi dengan timin. Sehingga dalam reaksi ini hanya
diperoleh fragmen dengan ujung modifikasi C (Gambar 5).

Gambar 4. Pemotongan timin

20
Gambar 5. Pemotongan sitosin.

Selanjutnya masing-masing reaksi disekuens dengan menggunakan PAGE


(polyacrilamide gel electrophoresis) yang dapat digunakan untuk mengetahui sekuens
fragmen DNA yang berdasarkan laju migrasi masing-masing pita. Pada lajur pertama
berisi fragmen-fragmen yang ujungnya adalah A>G, kemudian lajur kedua G>A,
kemudian lajur ketiga adalah C, dan lajur keempat adalah C+T (Gambar 6).

Gambar 6. Hasil sekuensing metode kimiawi (Maxam & Gilbert, 1977).

Adapun teknik kedua dari metode kimiawi ini terletak pada reaksi 1 dan 2. Pada
reaksi 1, setelah diberi dimethyl sulfate, maka diberi piperidin sehingga diperoleh

21
fragmen dengan ujung G mengalami modifikasi. Selanjutnya pada reaksi 2 tidak diberi
dimethyl sulfate, namun diberi asam formic ikatan DNA diputus dengan piperidin yang
akan menghasilkan fragmen G+A. adapun hasil disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Hasil sekuensing dengan teknik kedua (Maxam & Gilbert, 1980).

Penjelasan dari metode Maxam-Gilbert tersebut secara ringkas disajikan dalam


Gambar 8.

Gambar 8. Metode sekuensing Maxam-Gilbert (Mathews & Holde, 1995).

22
BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan
1. Sekuensing DNA atau pengurutan DNA adalah proses atau teknik penentuan
urutan basa nukleotida pada suatu molekul DNA. Urutan tersebut dikenal sebagai
sekuens DNA, yang merupakan informasi paling mendasar suatu gen atau genom
karena mengandung instruksi yang dibutuhkan untuk pembentukan tubuh
makhluk hidup.
2. Metode Maxam Gilbert adalah sebuah metode dari sekuens DNA yang di
sediakan sebagai alternative dari metode sangar.
3. Adapun prinsip dari mekanisme sekuensing metode kimiawi antara lain pelabelan
pada unjung 5′ dengan menggunakan g-32P; modifikasi dan pelepasan basa
nitrogen; pemutusan rantai DNA; dan deteksi dengan Polyacrylamide gel
electrophosesis.

23
DAFTAR PUSTAKA

Mardis, E.R., 2017. DNA sequencing technologies: 2006–2016. Nature protocols,


12(2), p.213.
Rogers, K., ed. (2011), New Thinking about Genetics, New York: Britannica
Educational Publishing.
Glick, B.R., Pasternak, J.J., Patten, C.L. (2010). Molecular Biotechnology: Principles
and Applications of Recombinant DNA (edisi ke-4). Washington, DC: ASM
Press.
Sambrook, J., Russel, D.W. (2001). Molecular Cloning: A Laboratory Manual. Volume
ke-2 (edisi ke-3). Cold Spring Harbor: Cold Spring Harbor Laboratory Press.
Wu, R.; Taylor, E. (14 Mei 1971). "Nucleotide sequence analysis of DNA: II. Complete
nucleotide sequence of the cohesive ends of bacteriophage λ DNA". Journal of
Molecular Biology
Bensimon, D., Croquette, V., Allemand, J.F., Manosas, M. and Ding, F.Y., Centre
National de la Recherche Scientifique CNRS, Universite Pierre et Marie Curie
(Paris and Ecole Normale Superieure, 2017. Method of DNA sequencing by
polymerisation. U.S. Patent 9,738,928.
Shendure & Ji, Nat Biotechnol., 26 (10): 1135-45 . 2008
Maier et al., Proc. Natl., Acad. Sci. USA, 97 (22): 12002-12007, 2000; Quite et al.,
Nature, 404 ( 6773): 103-106, 2000; AS 2010/0035252
Doolittle, R.F. and Jue, R.A., 2018. A Novel Approach to Amino Acid Sequencing. In
Protein/Peptide Sequence Analysis: Current Methodologies (pp. 181-192).
CRC Press.
Allison, L.A. (2007). Fundamental Molecular Biology. Malden, MA: Blackwell
Publishing. hlm. 223
Maxam, A.M. and Gilbert, W., 1980. [57] Sequencing end-labeled DNA with base-
specific chemical cleavages. In Methods in enzymology (Vol. 65, pp. 499-560).
Academic press.
Maxam, A.M.; Gilbert, W. (1977), "A new method for sequencing DNA", Proceedings
of the National Academy of Sciences of the United States of America.
Davies, K. (2002). Cracking the Genome: Inside the Race to Unlock Human DNA.
Baltimore, MD: The Johns Hopkins University Press

24
Sanger, F., Coulson, A., Barrell, B.G., Smith, A.J.H. and Roe, B.A., 1980. Cloning in
single-stranded bacteriophage as an aid to rapid DNA sequencing. Journal of
molecular biology, 143(2), pp.161-178.
Ju, J., Cao, H., Li, Z., Meng, Q., Guo, J., Zhang, S. and Yu, L., Columbia University
of New York, 2017. Synthesis of cleavable fluorescent nucleotides as reversible
terminators for DNA sequencing by synthesis. U.S. Patent 9,670,539.
Aravanis, A.M., Lee, M. and Klausner, R.D., 2017. Next-generation sequencing of
circulating tumor DNA for early cancer detection. Cell, 168(4), pp.571-574.

25

Anda mungkin juga menyukai