Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

BIOTEKNOLOGI SELULER

SOUTHERN BLOTTING DAN NOUTHERN BLOTTING

NAMA KELOMPOK 2 : 1. Juliansie 18.72.020470

2. Eka Wati 18.72.020464

3. Lisnawati 18.720163

4. Nafiri Karia Putri 18.72.020467

5. Yuliantie 18.72.020166

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI DIII ANALIS KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah
memberikan rahmat dan karunian-Nya sehingga dapat menyelesaikan Makalah
Southern Blot dan Northern Blot. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Bioselmol .

Seiring dengan perkembangan zaman, tidak hanya teknologi komunikasi


yang berkembang begitu juga teknologi yang menggunakan sel hidup ataupun
komponen penyusunnya untuk menghasilkan produk. DNA dan RNA salah satu
contoh komponen penyusun makhluk hidup.

Dalam pengerjaan makalah ini, dilakukan dengan sebaik-baiknya. Namun,


disadari bahwa masih banyak kesalahan sehingga saran dan kritik sangat
dibutuhkan dari semua pihak demi untuk perbaikan ke depannya.

Palangkaraya, 22 Desember 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................. ii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................. 1


1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 1

1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3

2.1 Pengertian Blotting .................................................................................. 3

2.2 Perbedaan Nouthern blot dan Southern blot ........................................ 4

BAB 3 PEMBAHASAN ................................................................................. 7

3.1 Pengertian Southern Blot ........................................................................ 7

3.2 Prinsip Southern Blot .............................................................................. 7

3.3 Persiapan DNA untuk Southern Blot..................................................... 8


3.4 Aplikasi dan batasan dari teknik southern blot .................................... 15
3.5 Pengertian Nouthern Blot………. .......................................................... 18
3.6 Prinsip Teknik Northern Blot…… ......................................................... 20
3.7 Tata Laksana Northern Blot…… ..... ..................................................... 21
3.8 Aplikasi Northern Blotting dalam Penelitian ........................................ 28
BAB 4 PENUTUP…………………..... ......................................................... 29
4.1 Kesimpulan ……………………... .......................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA……………….. .......................................................... 31
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang pendayagunaan organisme


hidup atau bagian organisme (bakteri, virus, fungi, dll) dan produk dari organisme (protein
bioaktif, enzim, vitamin, asam basa organic, alcohol, dll) dalam proses produksi untuk untuk
mengahasilkan suatu produk yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia. Seiring
dengan perkembangan zaman, bioteknologi juga berkembangan dari konvensional hingga
modern. Perbedaan keduannya yaitu apabila konvensional menggunakan seluruh bagian
makhluk hidup sedangkan modern hanya menggunakan sel hidup atau komponen
penyusunnya seperti DNA atau RNA (molekuler).

Ada 2 jenis analisis molekuler yaitu analisis asam nukleat dan analisis protein. Analisis
asam nukleat terdiri dari southern blot, northern blot, sekuensing DNA, hibridisasi DNA, dll.
Analisis protein terdiri dari elektroforesis protein, western blot, dll.

Blotting asam nukleat adalah teknik sentral dalam studi hibridisasi dalam pemahaman
mengenai ekspresi gen, organisasi, identifikasi protein tertentu. Blotting adalah suatu teknik
dimana asam nukleat (DNA dan RNA) atau protein di immobilisasi / ditransfer pada
membran nitroselulosa. Northern Blot adalah suatu metode untuk megidentifikasi dan
menghitung jumlah RNA (mRNA) yang mengkode protein tertentu dalam campuran
kompleks RNA.

Perkembangan bioteknologi ini semakin pesat dan semakin canggih sehingga perlu
dipelajari khusunya bidang kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan teknik Southern Blot dan Noutern Blot dan prinsip dari
teknik tersebut
2. Bagaimana penerapan teknik Southern Blot dan Noutern Blot dalam sebuah penelitian
3. Bagaimana cara kerja dari teknik Southern Blot dan Noutern Blot

1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui teori tentang teknik Southern Blot dan Noutern Blot dan prinsip teknik
tersebut
2. Untuk mengetahui penerapan teknik Southern Blot dan Noutern Blot dalam sebuah
penelitian
3. Untuk mengetahui cara kerja dari teknik Southern Blot dan Noutern Blot
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Blotting

Analisis molekuler terdiri dari analisis asam nukleat dan analisis protein. Analisis asam
nukleat terdiri dari DNA dan RNA. Pada analisis basis DNA terdapat 3 macam analisis yaitu
analisis kualitatif dengan metode insituhibridisasi, analisis dengan mengukur kadar dengan
southern blot, dan sequencing nukleotida dengan PCR. Analisis protein diantarannya secara
kualitatif dengan imunohistokimia (antbodi) dan imunoflouroresense, secara kuantitatif
dengan menggunakan western blot, dan dengan sequencing asam amino dengan proteomis.

Blotting adalah suatu teknik memindahkan atau mentransfer DNA, RNA, atau protein ke
lembaran tipis atau matriks membran sehingga komponen tersebut dapat dipisahkan. Teknik
ini berupa lanjutan dari elektroforesis gel.

Kelebihan Blotting :

a. Akses yang lebih besar kepada moleul yang telah terikat ke permukaan lembaran
dibandingkan kepada molekul yang masih berada di dalam gel atau matriks

b. Reagen yang dibutuhkan lebih sedikit

c. Waktu untuk melakukan staining dan distaining, inkubasi, mencuci, dll dapat lebih
singkat

d. Pola yang terbentuk dapat dikeringkan dan disimpan berbulan-bulan sebelum dianalisis

e. Dapat dibuat banyak replica pola tersebut untuk memungkinan banyak metode analisis
yang dipakai

Dalam teknik ini matriks yang digunakan berupa nitroselulosa (NC), tetapi NC juga
memiliki kekurangan yaitu memiliki afinitas lemah dan dapat hilang selama pemrosesan.

2.2 Perbedaan Analisis Northern blot, dan Southern blot

2.2.1 Southern Blot

Southern blot adalah metode untuk menyelidiki keberadaan sekuense DNA tertentu
dalam sampel DNA. DNA sampel sebelum atau setelah pencernaan enzim restriksi dengan
elektroforesis gel dan kemudian ditransfer ke membran dengan blotting melalui aksi kapier.
Kebanyakan protocol asli yang digunakan label radioaktif, namun non-radioaktif alternatif
yang sekarang tersedia.

Prinsip teknik ini yaitu mentransfer DNA ke kertas NC dengan menggunakan prosedur
aliran pelarut. Carannya yaitu dengan menempatkan gel elektroforesis ke kertas matriks
yang direndam buffer dan berada di atas gel dan ditumpuk pula beberapa kertas peresap di
atasnya. Buffer kemudian akan mengalir pelan-pelan ke membran, demikian pula dengan gel
yang membawa molekul ke kertas membran, sementara gelnya diserap oleh ketas peresap.
Fragmen DNA yang spesifik dideteksi dengan menggunakan pelacak. Pelacak biasannya
merupakan DNA yang dimurnikan dan bisa ditandai dengan aktifitas spesifik radionukletida.
Lokasi sinyal terlihat setelah autradiografi sehingga dapat menentukan ukuran dari fragmen
DNA terebut.

0.1 Prinsip Southern Blotting


Southern blot digunakan penemuan gen dan pemetaan, evolusi dan studi pengembangan,
forensik dan diagnostik. Dalam tingkat genetic, southern blot digunakan sebagai test untuk
memastikan baha bagian DNA tertentu mengenal urutan gen. Southern blot analysis untuk
menandai karakter transforman. Southern blot analysis bermanfaat untuk mengidentifikai
bentuk berbeda, menentukan, memasukkan atau menyisipkan jumlah copy dan untk
mentedekti gross DNA penyusun kembali yang mungkin telah terjadi perubahan.
Perbedaan Teknik Blotting pada Southern, Western, Northern Blot
2.2.1 Nouthern Blotting
Northern blotting adalah cara untuk mengidentifikasi spesies RNA tertentu dalam
campuran kompleks RNA. Umumnya digunakan untuk mengevaluasi secara kualitatif dan
kuantitatif ekspresi gen. Northen blotting melibatkan isolasi RNA, ukuran fraksinasi dari
RNA terdenaturasi melalui elektroforesis gel, transfer RNA dipisahkan melalui membran,
hibridisasi dengan probe yang spesifik, dan deteksi. RNA dipisahkan berdasarkan ukuran
dan kemudian ditransfer ke membran yang kemudian diperiksa dengan pelengkap berlabel.
Hasilnya dapat digambarkan melalui berbagai cara tergantung pada label yang digunakan,
intensitas band-band ini berkaitan dengan jumlah RNA target dalam sampel yang dianalisis.

0.2 Prosedur Northern Blotting


Prosedur Northern Blotting umumnya digunakan untuk mempelajari kapan dan berapa banyak
ekspresi gen yang terjadi dengan mengukur berapa banyak bahwa RNA hadir dalam sampel yang
berbeda. Beberapa hal yang membedakan dengan Southern blotting adalah: (1) RNA jauh lebih
rentan terhadap degradasi dibanding DNA, oleh karena itu elektroforesis dilakukan dalam bufer
yang mengandung zat kimia yang bersifat melindungi (biasanya formaldehid), (2) RNA sudah
berupa untai tunggal dan membutuhkan kondisi denaturasi yang lebih ringan, (3) RNA biasanya
berukuran tertentu sehingga tidak memelukan digesti enzim untuk memperoleh pola pita. Kedua
prosedur sangat mirip karena setelah elektroforesis RNA juga ditransfer ke membran melalui
difusi kapilaritas. Biasanya sinar UVdigunakan untuk mengikat (crosslink) RNA pada membran
sehingga tidak bergerak (imobilisasi).
BAB 3 PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Southern Blotting


Blot Southern merupakan proses perpindahan fragmen DNA yang terpisah secara
elektroforesis dari gel ke membran. Blot Southern merupakan sebuah metode yang sering
digunakan dalam bidang biologi molekuler untuk menguji keberadaan dari suatu sekuen DNA
dalam suatu sampel DNA. Metode ini ditemukan oleh seorang ahli biologi dari Inggris yang
bernama Edward M. Southern, yang mengembangkan prosedur ini pada tahun 1975 di
Universitas Edinburgh. Metode ini mengkombinasikan elektroforesis gel agarosa untuk
memisahkan DNA berdasarkan ukurannya dan kemudian ditransfer ke membran filter untuk
selanjutnya dilakukan hibridisasi dengan probe. Untuk mengidentifikasi ataupun melacak suatu
fragmen DNA spesifik, diperlukan suatu pelacak (probe). DNA dipisahkan terlebih dahulu
dengan elektroforesis. Probe yang dilabel akan hibridisasi pada pita-pita DNA untuk mengetahui
apakah DNA tersebut mengandung gen yang diinginkan. Blot Southern mendeteksi DNA rantai
tunggal dengan menggunakan DNA sebagai pelacak. Selain Blot Southern, metode lain yang
mirip dan dikembangkan dari Blot Southern adalah Blot Western, Blot Northern, dan Blot
Southwestern yang memiliki prinsip yang sama, namun molekul yang akan dideteksi dan pelacak
yang digunakan berbeda. Kegunaan dari Blot Southern adalah untuk menganalisis keberadaan
mutan yang ada pada suatu organisme dan dapat diketahui ukuran dari gen yang menjadi mutan
pada organisme tersebut.

3.2 Prinsip Southern Blot


Prinsipnya adalah kapilaritas, dimana bufer yang merupakan fase gerak diasumsikan akan
membawa fragmen DNA dari gel ke membran. Karena muatan DNA negatif sedangkan muatan
membran positif maka fragmen DNA akan menempel (blot) pada membran. Membran yang
digunakan pada proses blot southern adalah membran nitroselulosa.
Tahap awal dari metode Blot Southern adalah pendigestian DNA dengan enzim restriksi
endonuklease sehingga terbentuk fragmen-fragmen DNA yang lebih kecil. Kemudian DNA
dipisahkan sesuai ukuran dengan elektroforesis agarosa. Setelah DNA terpisah, dilakukan
pemindahan DNA ke membran nitroselulosa, tahap ini disebut dengan tahap blotting. Membran
nitroselulosa diletakkan pada bagian atas dari gel agarosa. Pada teknik blotting dengan
menggunakan vakum, membran diletakkan pada bagian bawah gel. Tekanan diberikan secara
merata pada gel untuk memastikan terjadi kontak antara gel dengan membran. Proses transfer
berlangsung dengan memanfaatkan daya kapilaritas. setelah DNA ditransfer ke gel, membran
nitroselulosa dipanaskan dengan suhu tinggi (60oC-100oC) kemudian membran diberi radiasi UV
agar terbentuk ikatan kovalen dan permanen antara pita-pita DNA dengan membran. Lalu,
membran dicampur dengan probe (pelacak) yang telah dilabel radioaktif, tetapi dapat juga
digunakan label nonradioaktif yang dapat berpendar. Probe yang digunakan adalah DNA utas
tunggal yang memiliki sekuen yang akan dideteksi. Probe diinkubasi dengan membran agar
dapat berhibridisasi dengan DNA yang ada pada membran. Setelah proses hibridisasi, probe
yang tidak terikat dicuci dari membran sehingga yang tinggal hanya probe yang hibrid dengan
DNA di membran. Pola hibridisasi kemudian dideteksi dengan visualisasi pada film X-ray
melalui autoradiografi.

Gambar 1. Prinsip kerja southern bolt

3.3 Persiapan DNA untuk Southern Blot


1. Persiapan DNA Genom
Teknik yang digunakan untuk mempersiapkan DNA untuk southern blotting
tergantung pada jenis DNA yang sedang diteliti. Pengggunaan DNA genom, adalah
untuk mendapatkan molekul yang tidak terpecah-pecah secara ekstensif oleh pergeseran selama
proses ekstraksi, sehingga spesifik pembatasan fragmen dari 20 kb lebih dapat diperoleh. Sel
harus dibuka dengan kondisi yang gentle. Untuk sel-sel kultur jaringan dan sampel darah,
dilakukan inkubasi dalam buffer yang mengandung detergen seperti sodium dodecyl sulfate
(SDS) untuk mengganggu membrane sel dan melepaskan DNA. Bakteri yang dikelilingi oleh
dinding sel, dibuka dengan kombinasi lysozyme dan EDTA. Lysozym adalah enzim yang
mendegradasi beberapa senyawa polimer yang ada pada dinding sel bakteri, EDTA diperlukan
integritas dari struktur polimer.
Setelah dinding sel berhasil dipecah, dilanjutkan dengan proses ekstraksi DNA genom
dengan menghapus biokimia lain selain DNA genom dalam ekstrak awal. Protease seperti
proteinase K dimasukan ke dalam buffer untuk merusak sel, memulai degradasi protein pada
ekstrak, tetapi deproteinisasi dilakukan secara rutin oleh ekstraksi fenol. Penambahan fenol atau
campuran 1 : 1 antara fenol dan kloroform mengakibatkan presipitasi protein. Setelah
sentrifugasi, presipitasi protein bermigrasi antarmuka antara fasa organik dan fasa air,
sedangkan asam nukleat tetap dalam fasa air.
2. Persiapan DNA plasmid atau bakteriofage
Teknik yang digunakan bertujuan untuk memperoleh DNA plasmid atau bakteriofage
dari bakteri klon. DNA plasmid dapat diperoleh dari beberapa teknik yang mengeksploitasi
perbedaan fisik antara plasmid dan DNA genom bakteri. Plasmid menjadi molekul supercoiled
dibandingkan DNA genom setelah gangguan sel, hadir sebagai fragmen lama, fragmen linier.
Sebuah metode yang popular melibatkan treatment dari ekstrak sel dan alkali, dimana presipitasi
DNA linier meninggalkan plasmid supercoiled dalam larutan.

3. Teknik Blotting DNA


Setelah pemurnian DNA dengan salah satu atau lebih pembatasan endonuklease yang
merupakan fraksinasi dari elektroforesis agarose gel dan gel kemudian diakukan pretreatment
sebelum southern blot. Tujuan dari pretreatment ini ada 2. Pertama, diharapkan untuk memecah
molekul DNA dalam individual bands gel menjadi fragmen yang lebih kecil, karena ragmmen
yang lebih kecil mentransfer lebih cepat daripada yang lebih besar. Hal ini dilalukan dengan
merendam gel dalam 0,25 mol/L HCl selama 30 menit yang mengakibatkan jumlah pemurnian
kecil – pembelahan ikatan β-N-glycosidic antara basis purin (adenine atau guanine) dan
komponen gula nukleotida yang diikuti dengan pembusukan struktur gula dan kerusakan rantai
polinukleotida. Kedua, dengan menggunakan larutan alkali yang mendenaturasi untai ganda
molekul DNA oleh adanya kerusakan ikatan hydrogen, molekul menjadi beruntai tunggal. Hal
ini membantu untuk transfer dan mengikat dengan membran, dan juga memastikan bahwa
setelah mengikat memasangkan komponen basa polinukleotida siap untuk hibridisasi dengan
probe.
Jika sebuah membran nitrocellulose digunakan kemudian pretreatment alkali diikuti
dengan netralisasi gel oleh perendaman dalam buffer Tris-garam, langkah ini menjadi penting
karena DNA tidak terikat dengan nitrocellulose pada pH lebih besar dari 9,0. Southern blot
kemudian di set up, seperti gambar 1 dengan buffer transfer high-salt, dengan formulasi ‘20 x
SSC’ dimana 3,0 mol/L NaCl (garam) dan 0,3 mol/L natrium sitrat. Buffer yang sama jug dapat
digunakan untuk transfer membran nilon tetapi dengan nilon bermuatan positif sebuah buffer
transfer alkali (0,4 mol/L NaOH) digunakan karena telah dijelaskan sebelumnya hasil diperoleh
dalam lampiran kovalen dari transfer DNA kepada membran. Dengan tipe transfer tersebut,
pretreatment alkali tidak diperlukan. Blot kemudian dibiarkan sekitar 18 jam untuk transfer high-
salt, atau 2 jam untuk blot alkali.
Setelah blotting, transfer dibuka dan membran dibilas dalam 2 x SSC dan di keringkan.
Jika noda telah terbentuk pada nitrocellulose atau mebran tidak bermuatan nilon, dan DNA
secara longgar terikat dengan membran pada tahap ini. Kebanyakan immobilasi permanen harus
dilakukan oleh baking pada 80oC selama 2 jam dimana hasilnya tidak dalam kovalen, tetapi
semipermanen lampiran dari DNA menjadi membrane nitrocellulose, atau radiasi UV yang
mengakibatkan lampiran kovalen menjadi membran nilon.
4. DNA / Hibridisasi DNA
Analisis hibridisasi didasarkan pada prinsip bahwa dua polinukleotida akan membentuk
hibida yang stabil dengan pasangan basa jika urutan nukleotida seluruhnya atau sebagian
komplementer. Sebuah fragmen pembatasan tertentu dalam Southern blot,dapat dideteksi jika
membran diperiksa dengan kedua molekul DNA berlabelyang sama. Urutan fragmen yang
sedang dicari, akan diperiksa jenis probe hibridisasi yang dapat digunakan kemudian. Awalnya
kita akan survei metodologi yang digunakan untuk analisis hibridisasi.
5. Prehybridization dari Southern blot
Analisis hibridisasi dilakukan dengan merendam Southern blot dalam buffer yang
mengandung hibridisasi Probe, biasanya dalam sebuah tabung yang terus-menerus diputar
sehingga semua bagian dari membran yang terkena probe, atau alternatif dalam kantong plastik
tertutup yang ditempatkan pada pengocok. Hibridisasi dilakukan dalam dua tahap.Pertama,
membran prehybridized dalam larutan dirancang untuk memblokir DNA yang tidak terpakai pada
permukaan membran yang mengikat.jika langkah ini diabaikan maka probe akan mengikat nonspesifik
ke permukaan membran dan sinyal yang dihasilkan dari hibridisasi pada fragmen pembatasan tertentu
akan sulit dan tidak mungkin untuk mengidentifikasi.
Larutan prehybridization mengandung polimer nonbiological senyawa seperti polivinilpirolidon dan /
atau biologis polimer seperti Ficoll (berbasis karbohidrat senyawa), albumin serum sapi atau susu
kering. DNA dari suatu organisme tidak berhubungan dengan seseorang yang memiliki DNA telah
dihapuskan juga dapat digunakan (DNA sperma salmon adalah pilihan yang populer). Prehybridization
membutuhkan waktu antara 15 menit dan 3 jam pada 68 C, tergantung pada jenis membran.
6. Tahap pencucian dan hibridisasi
Tahap kedua adalah hibridisasi yang sebenarnya, yaitu
dilakukan dalam buffer garam tinggi yang mengandung deterjen, biasanya 2 SSC11% SDS.
Dua pendapat itu penting di tahap percobaan. Pertama, cukup Probe DNA harus berhibridisasi ke
fragmen pembatasan target untuk menghasilkan sinyal yang jelas yang dapat dilihat oleh sistem
deteksi yang sesuai untuk label dibawa oleh probe. Yang paling menuntut aplikasi seperti
deteksi dari satu salinan gen dalam DNA genom manusia, cukup sensitivitas menjadi masalah
jika maksimum jumlah DNA genom dimuat ke elektroforesis gel (dalam praktek, sekitar 10 mg
DNA per lajur) dan Probe telah diberi label untuk aktivitas spesifik yang paling tinggi (4109
mg21 dpm untuk label radioaktif 32P). Masalah yang lebih besar akan dihadapi jika label
radioaktif selain 32P digunakan, seperti 35S, yang umumnya hanya cocok untuk menyelidik
DNA kurang kompleks seperti plasmid dibatasi atau bakteriofag klon, atau jika Probe
nonradioactive digunakan. Dalam keadaan ini beberapa peningkatan sensitivitas dapat diperoleh
dengan polimer inert seperti 10% dekstran sulfat atau 8% polietilen glikol 6000 dalam larutan
hibridisasi. Polimer ini diperkirakan menginduksi molekul probe untuk membentuk jaringan
sehingga jumlah yang lebih besar dari DNA berhibridisasi ke situs target pada membran. Dalam
penerapannya, 10 ke 100 pelipatannya meningkat dalam sensitivitas yang dapat dicapai.
(Amasino, 1986).
Faktor kritis yang kedua yang harus dipertimbnangkan selama proses hibridisasi adalah
reaksi yang spesifik. Jika penelitian DNA telah dilakukan secara hati-hati kemudian akan
menggandung sebuah isi yang melengkapi komplementer untuk semua atau sebagian dari
fragmen restriksi blot yang sedang dicari. Jika ini bagian hibridisasi dalam penelitian yang tidak
melengkapi komplementari untuk sebuah target, kemudian pada akhirnya dia memiliki daerah
kesamaan yang kuat sehingga hibridisasi stabil dapat terbentuk. Masalahnya adalah penelitian
juga memiliki potensial untuk hibridisasi ke beberapa fragmen DNA blott lainnya yang mana ia
mempunyai partikel komplementaritas. Penelitian hibridisasi itu tidak akan pernah memberikan
hasil yang tidak ambigu jika penelitiannya itu kesamaanya lebih untuk fragmen rektriksi yang
kedua dari yang diteliti sebelumnya. Tetapi, permasalahan hibridisasi yang tidak spesifik masih
dapat mucul ketika pencocokan yang sesuai dengan adalah target yang spesifik ini dimaksudkan
bahwa tahap hibridisasi harus dilaksanakan pada “stringency” yang hasilnya didalam target
hibrid spesifik yang diteliti sisanya stabil sementara hibrid yang lain tidak stabil. Stringency akan
ditentukan oleh komposisi buffer hibridisasi dan temperatur pada saat eksperimen tersebut
dilaksanakan. Komposisi buffer yang relevan karena hibrid yang stabil itu tegantung pada
kekuatan ionik dan kehadiran agen pengganggu seperti formamide yang mengganggu ikatan
hidrogen. Temperatur yang relevan karena titik lelehnya (Tl, temperatur paling tinggi dimana
hibrid itu stabil) sepenuhnya pasangan basa hibrid yang tinggi daripada yang satunya dimana
beberapa psangan basa tidak terbentuk karena penelitian dan target DNA tidak sepenuhnya
komplemen. Bentuk dari hibrid,dan ketidaksetabilan hibrid non spesifik dapat, disana dapat
dicapai dengan penggunaan komposisi yang tepat dari komposisi buffer dan temperatur
hibridisasi sebuah angka dari strategi yang berbeda itu mungkin. Jika pemeriksaan ini
panjangnya lebih dari 100 bp,untuk contoh fragmen restriksi clon, kemudian identifikasi
hibridisasi biasanya pada 68oc dalam larutan buffer garam tinggi, ini mewakili kondisi kekuatan
yang tinggi dibawah yang mana hanya stabil untuk terbentuk, dengan sangat sedikit jika ada
hibridisasi yang tidak spesifik. Dengan strategi yaitu tahap pencucian yang dilaksanakan setelah
dilaksanakan hibridisasi dirancang dengan sederhana untuk menghapus non hibridisasi.
Bagaimanapun, jika oligonukleotida yang pendek di periksa ( 15-25 panjang nukleotida),
kemudian cara hibridisasi biasanya dibawah kondisi rendah dari kekuatan yang rendah (biasanya
pada suhu beberapa derajat di bawah Tm dihitung untuk hibrida yang diinginkan). sehingga
semua hibrida potensial, termasuk yang spesifik, mampu terbentuk. Kekhususan yang kemudian
dilakukan oleh serangkaian pencuci meningkatkan suhu sehingga hanya hibrida yang diinginkan
yang tetap berada di akhir dari prosedur.

Setelah mencuci, membran akan terbaca pada Prosedur deteksi yang tepat untuk label
yang telah digunakan, misalnya autoradiografi untuk radioaktif label. Reprobing berikutnya
mungkin jika membran 'dilucuti' dengan mencuci dalam buffer suhu tinggi yang mengandung
alkali dan deterjen untuk mengacaukan hybridizedDNA. Prosedur ini tidak pernah sepenuhnya
memuaskan karena sulit untuk menghindari penghapusan beberapa DNA yang akan dihapuskan
pada waktu yang sama, bahkan membran nilon yang membawa ikatan kovalen terikat DNA
hanya dapat reprobed sepuluh kali atau lebih.

7. Aplikasi dan batasan dari teknik southern blot

Aplikasi dari sothern blot berbeda-beda dan tidak mudah di rangkum dalam sebuah artikel.

Terdapat dua contoh artikel penelitian yang cukup mengilustrasikan bagaimana teknik itu dapat

di aplikasikan.

8. Southern bolt pada identifikasi klon

Aplikasi sothern bolt yang paling sering terjadi selama penelitian di tujukan pada idemtifikasi

dan kloning sebuah gen yang spesifik. Genom DNA southern bolt di gunakan untuk

mengidentifikasi satu atau lebih fragmen restriksi yang mengandung gen yang sedang di cari

dan, setelah kloning yang bersifat sementara di lakukan identifikasi rekombinan yang di

inginkan dari koloni atau hibridisasi. Southern bolt dari klon DNA restriksi digunakan untuk

menjelaskan tentang identifikasi klon dan kemungkinan untuk menemapatkan fragmen restriksi

yang lebih pendek, mengandung urutan yang sesuai, dari DNA yang di kloning. Aplikasi terakhir

ini penting karena urutan gen bias mencapai beberapa kb panjangnya tetapi dari beberapa kb

tersebut di dalam sebuah klon mengandung identitas genomnya dari beberapa ratus kb yang d

siapkan dengan vector kapasitas tinggi seperti kromosom bakteri atau jamur. Southern blot ini

dapat di aplikasikan untuk identifikasi gen tentu saja penting untuk penyelidikan hibridisasi yang

sesuai, satu yang akan mendeteksisecara khusus satu atau lebih fragmen restriksi yang

mengandung gen yang akan di cari. Gen sudah tersdia untuk di cloning sebagai cDNA yang

digunakan sebagai penyelidikan untuk identifikasi versi genom dari gen. secara alternative jika

gen telah di cloning dari organisme yang berhubungan satu dari urutan gen itu sama di dalam
organisme yang sedang di teliti, kemudian penelitian heterologous dapat di gunakan, dimana

beberapa non komplementaritas Antara penyelidikan dan target di toleril selama tahap

hibridisasi. Pndekatan dapat ini digunakan sebagai contoh untuk mengidentifikasi homologues

dari gen manusia di dalam genom atau primata lainnya, bahkan dapat digunakan untuk spesies

lainnya, sebagai contoh penggunaan gen drosophila sebagai penyelidikan untuk sekuens yang

sama. Kemungkinan lainnya adlah menggunakan urutan asam amino dari kode protein dari gen

yang di inginkan untuk mendesain rancangan oligonukleotida campuran yang mengandung

varietas dari sekuens sama dan kombinasinya terlibat secara keseluruhan yang akan menjadi

kode untuk sgmen pendek dari sekuenss asam amino. Sebagai contoh oligonukleotida campuran

5’-AA(C/U)GA(A-G)AUGUU(C-U)UGGUA(C/U)GG-3’ yang mana mengandung 16 sekuens

yang berbeda, menutupi semua kemungkinan sekuens asam amino asparagine – glutamin-

metionin- penilalanin- tryptopan – tirosin – glisin dan dapat di gambarkan untuk mendeteksi

kode urutan DNA untuk segmen protein ketika di gunakan pada kekuatan yang cukup tinggi

dalam ekperimens hibridisasi southern.

a. Southern bolt pada identifikasi klon


Aplikasi sothern bolt yang paling sering terjadi selama penelitian di tujukan pada idemtifikasi
dan kloning sebuah gen yang spesifik. Genom DNA southern bolt di gunakan untuk
mengidentifikasi satu atau lebih fragmen restriksi yang mengandung gen yang sedang di cari
dan, setelah kloning yang bersifat sementara di lakukan identifikasi rekombinan yang di
inginkan dari koloni atau hibridisasi. Southern bolt dari klon DNA restriksi digunakan untuk
menjelaskan tentang identifikasi klon dan kemungkinan untuk menemapatkan fragmen restriksi
yang lebih pendek, mengandung urutan yang sesuai, dari DNA yang di kloning. Aplikasi terakhir
ini penting karena urutan gen bias mencapai beberapa kb panjangnya tetapi dari beberapa kb
tersebut di dalam sebuah klon mengandung identitas genomnya dari beberapa ratus kb yang d
siapkan dengan vector kapasitas tinggi seperti kromosom bakteri atau jamur. Southern blot ini
dapat di aplikasikan untuk identifikasi gen tentu saja penting untuk penyelidikan hibridisasi yang
sesuai, satu yang akan mendeteksisecara khusus satu atau lebih fragmen restriksi yang
mengandung gen yang akan di cari. Gen sudah tersdia untuk di cloning sebagai cDNA yang
digunakan sebagai penyelidikan untuk identifikasi versi genom dari gen. secara alternative jika
gen telah di cloning dari organisme yang berhubungan satu dari urutan gen itu sama di dalam
organisme yang sedang di teliti, kemudian penelitian heterologous dapat di gunakan, dimana
beberapa non komplementaritas Antara penyelidikan dan target di toleril selama tahap
hibridisasi. Pndekatan dapat ini digunakan sebagai contoh untuk mengidentifikasi homologues
dari gen manusia di dalam genom atau primata lainnya, bahkan dapat digunakan untuk spesies
lainnya, sebagai contoh penggunaan gen drosophila sebagai penyelidikan untuk sekuens yang
sama. Kemungkinan lainnya adlah menggunakan urutan asam amino dari kode protein dari gen
yang di inginkan untuk mendesain rancangan oligonukleotida campuran yang mengandung
varietas dari sekuens sama dan kombinasinya terlibat secara keseluruhan yang akan menjadi
kode untuk sgmen pendek dari sekuenss asam amino. Sebagai contoh oligonukleotida campuran
5’-AA(C/U)GA(A-G)AUGUU(C-U)UGGUA(C/U)GG-3’ yang mana mengandung 16 sekuens
yang berbeda, menutupi semua kemungkinan sekuens asam amino asparagine – glutamin-
metionin- penilalanin- tryptopan – tirosin – glisin dan dapat di gambarkan untuk mendeteksi
kode urutan DNA untuk segmen protein ketika di gunakan pada kekuatan yang cukup tinggi
dalam ekperimens hibridisasi southern.

3.4 Aplikasi dan batasan dari teknik southern blot


Aplikasi dari sothern blot telah dilakukan pada berbagai penelitian salah satunya pada
(judul). Pada penelitian tersebut, metode southern blot digunakan untuk Pengaruh perawatan
DNA analisis hibridisasi Southern blot dari Fusariumoxysporum F. sp DNA lycopersici dan F.
spradicis-lycopersicigenomic.
1) Preparasi Probe DIG_IGS
DIG-PCR dilakukan untuk memperkuat fragmen IGS dari DNA genom jamur template.
Campuran 20 L PCR terdiri dari 2 L dNTPDIG konjugat (Boerhinger Manneheim, Jerman), 2 L
dari 10X standar penyangga Taq polimerase (New England Biolabs, USA), 0,15 l DNA
polimerase Taq, 0,5 L masing-masing 20 pmol / l yaitu 10 pmol dari Gambar Primers- 11 dan 12
(maju dan mundur), dan 1 L (10 ng) dari setiap template DNA. MilliQ H 2 O selesai sisanya.
o o o
Kondisi termal PCR adalah 94 C - 30 s, 58 C - 30 s, dan 72 C -1 menit untuk 35 siklus.
Sebuah ekstensi akhir pada 72 o C adalah selama 7 menit. Produk PCR dianalisis pada 2% TAE-
Agarose gel untuk mengkonfirmasi keberhasilan atau sebaliknya dari reaksi.

2) Preparasi Sample DNA untuk Analisis Hibridisasi Southern


Sampel DNA yang diperoleh dengan metode non-Phenol-kloroform ditentukan
pengaruhnya pada blotting dan hibridisasi selanjutnya dideteksi dengan menggunakan
elektroforesis gel agarosa (Saitoh et al, 2006)
Salah satu bagian dari DNA genom menjadi sasaran pencernaan enzim restriksi
tradisional dengan menggunakan EcoRV (New England Biolabs Inc, USA), yang menurut
pencarian menggunakan program Genetix pada situs pembatasan dalam urutan IGS template
DNA. Sehingga diharapkan suatu single band akan diproduksi jika hibridisasi berhasil.
Kemudian ditambahkan 2 l masing-masing NE Buffer 3 (50 mM Tris -HCl, 10 mM MgCl2, 100
mM NaCl, 1,0 mM DTT, pH 7.9 pada 25oC), Bovine Serum Albumin (BSA) (10 mg / ml) , dan
EcoRV agar 14 l dari DNA genomik (ca. 2,8 g) dalam tabung Eppendorf. Konten dicampur
sebentar, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC semalam (sekitar 16 jam).
Bagian kedua (ca. 1400 ng) dipanaskan dalam air mendidih selama 6 menit dan kemudian
dingin langsung di atas es untuk mempertahankan sifat tunggal dari DNA setelah untwining
heliks yakni dua band yang diharapkan jika hibridisasi berhasil. Bagian ketiga (1400 ng) pada
gel tetap dalam bentuk asli. Dengan demikian, hanya satu pita diharapkan jika hibridisasi
berhasil
3) Transfer DNA Kapiler pada Membran Nytran Nylon
DNA dipindahkan ke membran Nytran Nylon dengan metode kapiler Elusi dengan
penyangga basa (0,4 M NaOH, 1 M NaCl) (Sambrook et al., 1989). Kemudian DNA in situ
didenaturasi dengan larutan asam lemah HCl (1 ml / 50 ml H20) selama 15 menit, kemudian
dicuci dengan air dan akan mentransfer DNA selama sekitar 16 jam.
Prinsipnya, penyangga ditarik ke atas oleh gaya kapiler, meskipun gel DNA terdenaturasi
dan tersimpan di permukaan, namun membrane yang bermuatan positif akan mempertahankan
molekul DNA sehingga dapat mencegah DNA terikut bersama penyangga (Sambrook, 1989).
4) Proses Prehibridisasi dan Hibridisasi
Transfer tumpukan dibongkar dan membrane filter dihapus dengan menggunakan tang.
Permukaan yang mengandung DNA ditandai dengan pensil sebagai panduan. Membran
dibersihkan secara singkat dalam 2 x SSC penyangga dan selanjutnya dimasukkan ke antara dua
lembar kertas dan di oven selama 2 jam pada 80oC. Membran dipindahkan ke kantong hibridisasi
(ca.10 cm x 6 cm) dan 8 ml buffer hibridisasi (2% memblokir reagen, 5 x SSC, 0,02% SDS 0.1%
Sarcosyl). Kemudian disegel setelah memastikan bahwa udara telah banyak keluar. Membran
kemudian diinkubasi pada 42oC dalam hibridisasi oven EYELA selama 1,5 jam.
Membran kemudian dihapus dan ditempatkan dalam kantong hibridisasi baru. Sementara
itu sekitar 15 menit sampai akhir langkah prehibridisasi, 8 l (2 l dari masing-masing empat) dari
probe IGS dalam tabung Eppendorf pada suhu 100oC selama 10 menit. Kemudian pindahkan ke
atas es, probe terdenaturasi ditambahkan dengan isi kantong hibridisasi dan disegel, kemudian
membran diinkubasi dalam oven hibridisasi di 42oC semalam (ca. 16 h).

5) Proses Pencucian
Membran ditempatkan dalam sebuah piring Tupper dan dicuci dalam 60 ml 2x SSC,
0.1% SDS (terbuat dari 6 ml 20 x SSC saham dan 600 l dari 10% saham SDS) selama 30 menit
dibagi menjadi 2 mencuci dari 15 menit masing-masing dengan 30 ml penyangga. Kemudian
dicuci dengan 60 ml buffer (0,1 x SSC, 0.1% SDS) pada 68 oC dalam oven hibridisasi. Konten ini
dibagi menjadi dua bagian seperti sebelumnya selama dua 15 mencuci menit pada 68oC. Pada
suhu kamar membran untuk sementara dipindahkan ke buffer (0,1 M Maleat asam, 0,15 M
NaCl), sebelum proses deteksi dimulai.
6) Proses Deteksi
Proses deteksi dimulai dengan penambahan 30 ml penyangga (6 ml dari 10% susu Skim
di 54 ml buffer 1, yaitu asam maleat dan NaCl) ke gel di piring Tupper) untuk mengurangi
kemungkinan untuk mengikat probe ke membran. Membran diinkubasi selama 45 menit sebelum
penambahan anti - DIG Fab Fragment (Roche Diagnostics, Mannheim, Jerman) pada tingkat 1:
5.000 (yaitu 6 l / 30 ml untuk menghalangi buffer) kemudian membran diinkubasi selama 45
menit. Pada akhir inkubasi, buffer blocking dilepas saat membran dicuci dengan 30 ml larutan
penyangga (0,1 M Maleat asam, 0,15 M NaCl, Tween 20 0,3%) selama 15 menit. Membran
dipindahkan pada 3 penyangga (100 mM Tris-HCl, pH 9,5 100 mM NaCl, 50 mM MgCl2)
sebelum proses visualisasi dengan larutan NBT / BCIP.

7) Visualisasi pada Band


Membran dipindahkan ke kantong hibridisasi untuk pengembangan warna. Visualisasi band
hibridisasi dapat dicapai dengan penambahan NBT / BCIP dari larutan stok untuk konsentrasi
akhir 2% dalam larutan substrat. Dalam hal ini, 160 l larutan pewarna ditambahkan ke 8 ml
larutan substrat dan campuran dituangkan kedalam kantong hibridisasi yang mengandung
membrane, kemudian disegel dan disimpan dalam gelap selama sekitar 30 menit.

3.5 Pengertian Northern Blotting

Northern blotting adalah cara untuk mengidentifikasi spesies RNA tertentu dalam
campuran kompleks RNA. Umumnya digunakan untuk mengevaluasi secara kualitatif dan
kuantitatif ekspresi gen. Northen blotting melibatkan isolasi RNA, ukuran fraksinasi dari
RNA terdenaturasi melalui elektroforesis gel, transfer RNA dipisahkan melalui membran,
hibridisasi dengan probe yang spesifik, dan deteksi. RNA dipisahkan berdasarkan ukuran
dan kemudian ditransfer ke membran yang kemudian diperiksa dengan pelengkap berlabel.
Hasilnya dapat digambarkan melalui berbagai cara tergantung pada label yang digunakan,
intensitas band-band ini berkaitan dengan jumlah RNA target dalam sampel yang dianalisis.

0.1 Prosedur Northern Blotting

Prosedur Northern Blotting umumnya digunakan untuk mempelajari kapan dan berapa
banyak ekspresi gen yang terjadi dengan mengukur berapa banyak bahwa RNA hadir dalam
sampel yang berbeda. Beberapa hal yang membedakan dengan Southern blotting adalah: (1)
RNA jauh lebih rentan terhadap degradasi dibanding DNA, oleh karena itu elektroforesis
dilakukan dalam bufer yang mengandung zat kimia yang bersifat melindungi (biasanya
formaldehid), (2) RNA sudah berupa untai tunggal dan membutuhkan kondisi denaturasi
yang lebih ringan, (3) RNA biasanya berukuran tertentu sehingga tidak memelukan digesti
enzim untuk memperoleh pola pita. Kedua prosedur sangat mirip karena setelah
elektroforesis RNA juga ditransfer ke membran melalui difusi kapilaritas. Biasanya sinar
UVdigunakan untuk mengikat (crosslink) RNA pada membran sehingga tidak bergerak
(imobilisasi).

Keuntungan dari northern blotting yaitu :

- Merupakan sesuatu yang diterima dengan baik sebagai metoda

- Northern Blotting sebagai metoda yang dapat digunakan untuk penelitian sampai
kemajuan masa yang akan datang

- Sering digunakan sebagai suatu analisis yang hasilnya valid

- Merupakan suatu protokol serbaguna dapat lanjutan dari banyak jenis analisis (PCR)
termasuk: non-radiolabeled dan radiolabeled, pada kondisi in vitro menjelaskan RNA dan
oligonucleotides

- Urutan dengan homology parsial, tidak sama dengan PCR atau lain metoda sehingga
dapat digunakan sebagai hibridisasi pemeriksaan (yaitu urutan dari jenis berbeda untuk
homology analisa, atau bahkan fragmen genomic juga dapat digunakan).

Kerugian dari northern blotting yaitu :

- Sering radioaktifitas digunakan. Metoda baru pendeteksian tidak perlu radioaktif

- Keseluruhan proses Northern Blotting perlu banyak waktu


3.6 Prinsip Teknik Northern Blot

Northern blot adalah suatu teknik untuk mendapatkan informasi mengenai identitas,
ukuran dan kelimpaham RNA. Prinsip Nothern blot adalah memisahkan RNA berdasarkan
ukuran dan terdeteksi pada membran menggunakan probe hibridisasi dengan urutan basa
komplementer untuk semua atau sebagian dari urutan basa mRNA target.

0.2 Prinsip Northern Blot

Teknik ini pada dasarnya hibridisasi asam nukleat, perbedaannya pada RNA sebagai
target. Probe sama dengan southern blot dengan target adalah mRNA. Didalam eukariot
pemilihan mRNA lebih efisien karena genomik DNA tidak mempunyai intron yang
mungkin interference yang mengikat probe untuk mengoreksi sekuen. Dasarnya, teknik ini
menggunakan mRNA sehingga pada agarose gel tidak menggunakan perlakuan denaturasi
dengan asam kuat. Tahapan yang digunakan dalam metode ini yaitu: pemisahan mRNA
dengan elektroforesis, dipindahkan kedalam membran nylon dan diinkubasi dengan probe
yang utas tunggal. Probe yang sebelumnya dilabel dengan biotin atau digoxigenin atau
radioaktif. Membran kemudian diperlihatkan difilem atau substrad kromegenic. Variasi dari
hibridisasi Northern blot adalah dengan teknik blot titik dimana sampel tidak diseparasi
berdasarkan ukuran. Melalui teknik ini mudah dilakukan hanya dengan membran ditetesi
dengn mRNA dan probe. Sepertihalnya sourthern blot DNA harus dibuat utas tunggal
sebelum dblot. Sebelum ditetesi dengan DNA sampel maka probe terlebih dahulu untuk
menghibridisasi probe. Kemudian membran difisualisasikan di filem. Jika probe dan DNA
atau RNA target mirip maka filem akan berwarna hitam.

Tahapan Northern blot secara garis besar, yaitu :

1. Isolasi RNA

2. Elektroforesis

3. Transfer ke membran dan imobilisasi

4. Prehiridisasi dan hibridisasi dengan probe

5. Pencucian

6. Deteksi

3.7 Tata Laksana Northern Blot

1. Menyiapkan sampel RNA


a. Menambahkan 15 µg RNA dalam tabung eppendorf steril
b. Menambahkan formamida 50%
Tujuannya adalah formamide akan menurunkan suhu pendinginan dari interaksi
probe-RNA, dan mencegah degradasi RNA oleh suhu tinggi.
c. Menambahkan formaldehyde (2.2 M)
Formaldehida digunakan untuk agen denaturasi RNA untuk membatasi struktur
sekunder
d. Menambahkan MOPS 1x
MOPS adalah buffer yang paling umum digunakan untuk gel RNA karena kapasitas
buffernya pada pH 7,0.
e. Menambahkan pemuat dye

2. Mengisi sampel dalam sumur


Sampel RNA yang paling sering dipisahkan pada gel agarosa adalah sampel yang
mengandung formaldehid

3. Visualisasi RNA menggunakan UV (photograph the gel)

Gel dilihat di bawah sinar UV untuk mengamati kualitas dan kuantitas RNA sebelum
blotting.

4. Transfer menuju membran nilon

Membran nilon yang paling efektif untuk digunakan dalam northern blotting adalah yang
bermuatan positif karena memiliki afinitas tinggi.

a. Menyiapkan pemindahan RNA


b. Tempatkan pada kertas saring whattman berukuran 3mm
c. Tambahkan buffer
d. Rendam kertas saring tersebut
e. Tambahkan kertas saring yang telah direndam di atasnya
f. Hilangkan sisa-sisa gelembung udara yang ada
g. Tempatkan gel
h. Tempatkan membran nilon pada gel
i. Aliri membran nilon tersebut dengan larutan buffer
j. Tutup dengan menggunakan 2 kertas saring whatman berukuran 3mm
k. Hilangkan gelembung-gelembung yang ada
l. Tutup pula dengan plastic wrap
m. Tumpuk kertas tersebut dengan menggunakan handuk, tutupi dengan piringan kaca
diatas gel untuk memberikan berat
n. Tunggu hingga semalam
5. Membongkar sistem transfer
a. Pindahkan handuk dan kertas saring
b. Menyiapkan RNA pada membran nilon menggunakan crosslinker UV
transilluminator

6. Hibridisasi
a. Prehibridisasi membran dalam prehibridisasi buffer
 SSC 6x
 Denhardts 5x
 SDS 0,5%
 Denatured DNA 100 µg/ml
 Formamide 50%

b. Inkubasi pada suhu 42oC selama 2-4 jam


c. Buang prehibridisasi buffer

d. Tambahkan hibridisasi buffer

7. Penambahan probe (isotop-label dCTP)


Probe dari northern blot tersusun atas asam nukleat dengan sequence lengkap
untuk semua atau bagian dari RNA tertentu, bisa DNA, RNA atau oligonukleotida
dengan 25 basa lengkap untuk target sekuen.

Perlakuan :
a. Hibridisasi semalam
b. Buang larutannya

c. Cuci membran dengan larutan buffer

d. Inkubasi pada 52⁰C selama 30 menit dalam hibridisasi chamber

e. Pindahkan membran dan siap untuk di film

3.8 Aplikasi Northern Blotting dalam Penelitian

1. Deteksi Chemokine

Penelitian yang dilakukan oleh Irifune et al (2005) dengan judul Adoptive transfer of T-
helper cell type 1 clones attenuates an asthmatic phenotype in mice, mendeteksi chemokine
menggunakan Northern blotting. Deteksi chemokine yang dilakukan di jurnal ini bertujuan
untuk melihat perbandingan effek pemberian Th 1 terhadap chemokine yang dihasilkan
antara tikus yansg terkena asma dan tikus normal. Ada 2 chemokine yang dilihat eotaxin dan
RANTES.

Hasil dari penelitian ini transfer Th 1 pada cell memiliki effect dalam ekpresi chemokine
secara in vivo. Th1 cell akan menghambat ekpresi eotaxin, dimana eotaxin ini diekpresikan
sangat kuat pada model asthma. RANTES akan diinduksi secara kuat pada model yang
ditransfer Th1, dan tidak terinduksi pada model asthma. Eotaxin diketahui berpotensi
sebagai kemoatarkatan untuk eosinophils. Kesimpulan dalam penelitian ini pemberian TH 1
dapat digunakan dalam terapi asthma.
BAB 4 PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Southern blotting adalah teknik yang memungkinkan fragmen restriksi tertentu untuk
dideteksi berdasarkan dari banyaknya fragmen restriksi lainnya. Ini melibatkan transfer
fragmen-fragmen DNA dari gel elektroforesis ke nitroselulosa atau membran nilon seperti
ikatan DNA yang menyediakan pola dalam gel yang diproduksi dalam
membran.pemeriksaan hibridisasi kemudian digunakan untuk mendeteksi fragmen destriksi
yang akan dicari. Metodologi dasar dari southern blotting tidak hanya mengubah dari teknik
awal pendeskripsian pada tahun 1975 tetapi memodifikasi ini telah diperkenalkan dengan
tujuan mempercepat proses dan mencapai lebih dari tranfer yang tepat. Southern blotting
mepunyai banyak aplikasi-aplikasi dalam biolog molekuler, meliputi identifikasi dari satu
atau lebih fragmen-fragmen retriksi yang berisi gen atau DNA squencing lainnya yang
sesuai, dan dalam deteksi dari RFLP digunakan dalam kontruksi dari lokasi genom.

Northern Blot merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui konstruksi
RNA yang mempunyai barat molekul lebih basar. Kelebihan dari northern blotting yaitu
:Merupakan sesuatu yang diterima dengan baik sebagai metoda, Northern Blotting
sebagai metoda yang dapat digunakan untuk penelitian sampai kemajuan masa yang akan
datang, Sering digunakan sebagai suatu analisis yang hasilnya valid, Merupakan suatu
protokol serbaguna dapat lanjutan dari banyak jenis analisis (PCR) termasuk: non-
radiolabeled dan radiolabeled, pada kondisi in vitro menjelaskan RNA dan oligonucleotides,
Urutan dengan homology parsial, tidak sama dengan PCR atau lain metoda sehingga dapat
digunakan sebagai hibridisasi pemeriksaan (yaitu urutan dari jenis berbeda untuk homology
analisa, atau bahkan fragmen genomic juga dapat digunakan).

Analisa dilakukan dengan cara isolasi RNA dari jaringan yang mempunyai ekspresi gen
yang paling tinggi.Dasarnya, teknik ini menggunakan mRNA sehingga pada agarose gel
tidak menggunakan perlakuan denaturasi dengan asam kuat. Tata laksana pada metode
Northern Blot dengan Menyiapkan sampel RNA,Mengisi sampel dalam sumur dan alat
dinyalakan pada 100 volt selama 2 jam, Visualisasi integritas dari RNA menggunakan UV
atau dengan pewarnaan EtBr, Transfer menuju membran nilon, Membongkar sistem
transfer, Hibridisasi, Penambahan probe.
DAFTAR PUSTAKA

Fatchiyah, dkk. 2011. Biologi Molekular. Jakarta. Erlangga

Hayes, Peter C., Thomas W. Mackay. 1997. Diagnosis dan Terapi (alih bahasa). Jakarta : EGC

Irifune, A., Yokohama,A., Sakai, K., Watanabe, H., Katayama, H., Ohnishi, H., Hamada, H.,
Nakajima, M., Kohno, Higaki, J. 2005. Adoptive transfer of T-helper cell type 1 clones
attenuates an asthmatic phenotype in mice. Eur Respir J (25): 653–659.

Nugroho, Endik Deni., Dwi Anggorowati Rahayu. 2017. Pengantar Bioteknologi (Teori dan
Aplikasi). Yogyakarta : Deepublish

Sambrook, J., Fritsch, E.F. and Maniatis, T.1989. Molecular Cloning. A Laboratory Manual.
Cold Spring Harbor: New York.

Trayhurn, P. 1996. Northern Blotting. Proceedings of the Nutrition Society (55): 583-589.

Zimmers-Koniaris, T. 2001. Northern Blotting and RNA Detection. eLS.

Ausubel FM,Brent R,Kingston RE et al. (eds) (1993) Current Protocols in Molecular Biology.
New York: John Wiley.
Brown TA (1995) Gene Cloning: An Introduction,3rd edn. London: Chapman & Hall.
Brown TA (1998) Molecular Biology Labfax. London: Academic Press.
Dyson NJ (1991) Immobilization of nucleic acids and hybridization analysis. In: Brown TA (ed.)
Essential Molecular Biology: A Practical Approach,vol. 2,pp. 111–156. Oxford: Oxford
University Press.
Sambrook J,Fritsch EF and Maniatis T (1989) Molecular Cloning. A Laboratory Manual. Cold
Spring Harbor,NY: Cold Spring Harbor Laboratory.
Watson JD,Gilman M,Witkowski J and ZollerM(1992) Recombinant DNA,2nd edn. New York:
WH Freeman

Anda mungkin juga menyukai