Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM

WESTERN BLOT

Disusun Sebagai Syarat Tugas Mata Kuliah Teknik Analasis Ekspresi Gen

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. rer. physiol. dr. Septelia Inawati Wanandi

Penyusun:
Sri Octa Handayani (2106770694)

PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2022
DAFTAR ISI
Daftar Isi...................................................................................................................... 2
BAB I. Pendahuluan
1.1.Latar Belakang............................................................................................. 3
1.2.Tujuan Percobaan ........................................................................................ 4

BAB II. Landasan Teori


2.1. Caspase-3 ................................................................................................... 5
2.2. Western Blot ............................................................................................... 5
2.2.1. Isolasi Protein ...................................................................................... 6
2.2.2. SDS-PAGE .......................................................................................... 7
2.2.3. Blotting dan Inkubasi Antibodi............................................................. 8
BAB III. Metode
3.1. Isolasi Protein ............................................................................................. 9
3.1.1. Alat dan Bahan..................................................................................... 9
3.1.2. Persiapan Reagen ................................................................................. 9
3.1.3. Isolasi Protein .................................................................................... 10
3.1.4. Pembuatan Kurva Standar .................................................................. 10
3.1.5. Perhitungan Total Protein Sampel ...................................................... 11
3.2. SDS-PAGE ............................................................................................... 12
3.2.1. Alat dan Bahan................................................................................... 12
3.2.2. Pembuatan Gel dan Running Buffer ................................................... 13
3.2.3. SDS-PAGE ........................................................................................ 13
3.3. Blotting (Transfer Protein Dari Gel ke Membran) ...................................... 14
3.3.1. Alat dan Bahan................................................................................... 14
3.3.2. Transfer ............................................................................................ 15
3.3.3. Pewarnaan dan Blocking .................................................................... 15
3.4. Inkubasi Antibodi dan Visualisasi .............................................................. 16
3.4.1. Alat dan Bahan................................................................................... 16
3.4.2. Inkubasi Antibodi Primer ................................................................... 17
3.4.3. Inkubasi Antibodi Sekunder ............................................................... 17

2
3.4.4. Visualisasi.......................................................................................... 17
BAB IV. Hasil dan Pembahasan
4.1. Hasil ..................................................................................................... 18
4.1.1. Perhitungan Konsentrasi Sampel dengan Kurva Standar ................. 18
4.1.2. Hasil SDS-PAGE dan Pewarnaan Setelah Blotting. ................................. 19
4.1.3. Deteksi dan Visualisasi Protein Cas3 dan β-actin............................ 20
4.2. Pembahasan .......................................................................................... 21
BAB V. Kesimpulan .................................................................................................. 23
Daftar Pustaka .......................................................................................................... 24

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Western blot (kadang-kadang disebut protein immunoblot), atau western blotting,
adalah teknik analitik yang banyak digunakan dalam biologi molekuler dan imunogenetika
untuk mendeteksi protein spesifik dalam sampel homogenat atau ekstrak jaringan. 1
Teknik western blot menggunakan tiga elemen untuk mencapai tugasnya memisahkan
protein spesifik dari kompleks: pemisahan berdasarkan ukuran, transfer protein ke
pendukung padat, dan penandaan protein target menggunakan antibodi primer dan
sekunder untuk memvisualisasikan.1 Antibodi sintetis atau yang berasal dari hewan
(dikenal sebagai antibodi primer) dibuat yang mengenali dan mengikat protein target
tertentu. Membran elektroforesis dicuci dalam larutan yang mengandung antibodi primer,
sebelum kelebihan antibodi dicuci. Antibodi sekunder ditambahkan yang mengenali dan
mengikat antibodi primer. Antibodi sekunder divisualisasikan melalui berbagai metode
seperti pewarnaan, imunofluoresensi, dan radioaktivitas, memungkinkan deteksi tidak
langsung dari protein target spesifik.
Seperti yang sudah dijabarkan diatas, terdapat tiga elemen untuk mencapai
memisahkan protein dan salah satunya pemisahan berdasarkan ukuran dimana ini
merupakan metode yang lebih dikenal dengan elektroforesis. Salah satu jenis dari gel
elektroforesis adalah SDS-PAGE (sodium dodecyl sulfate polyacrylamide gel
electrophoresis) yang sudah banyak digunakan dalam proses western blot.

1.2. Tujuan Percobaan


Praktikum dilakukan dengan tujuan :
1. Mahasiswa dapat mengetahui, memahami dan melakukan tahap-tahap dari teknik
western blot dimulai dari isolasi protein hingga visualisasi.
2. Mahasiwa dapat menganalisis ekspresi protein Cas3 pada BT549 cell lines

4
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Protein Caspase-3


Caspase-3 adalah peptidase dimer yang diekspresikan secara luas yang merupakan
caspase eksekutor utama, mediator hilir utama dari proteolisis terkait apoptosis. Caspase-
3 membelah beberapa substrat termasuk PARP, proIL-16, PKC-gamma dan -delta,
proCaspases-6, -7, dan -9, dan beta-Catenin. Biasanya, ini adalah homodimer sitosol yang
tidak aktif dan eksklusif. Namun, selama apoptosis, proCaspase-3 diaktifkan oleh
pembelahan menjadi subunit p20 dan p12, dan subunit p20 dipangkas untuk menghasilkan
subunit p17. Caspase-3 aktif berisi dua subunit p17 dan dua p12. 2
Caspase-3 awalnya ada sebagai Procaspase-3, yang merupakan bentuk tidak aktif.
Setelah pemrosesan proteolitik dari residu aspartik yang dilestarikan, Procaspase-3 diubah
menjadi bentuk aktif, Caspase-3. Proses konversi dari Procaspase-3 ke Caspase-3 ini dapat
diaktifkan oleh Caspase-8, Caspase-9 atau Caspase-10. Investigasi baru-baru ini telah
berusaha mengungkap peran Caspase-3 dalam karsinogenesis. Caspase-3 dapat mengatur
kematian sel dan apoptosis, yang merupakan proses yang terlibat dalam keganasan
manusia, seperti kanker payudara, kanker mulut, kanker kolorektal dan karsinoma
hepatoseluler. Regulasi Caspase-3 pada tumor biasanya menghasilkan resistensi terhadap
terapi kanker.3
2.2. Western Blot (WB)
Western blot adalah teknik untuk mengidentifikasi antibodi spesifik pada protein yang
telah dipisahkan antara satu dengan yang lain menurut ukurannya melalui elektroforesis
gel. Blot merupakan sebuah membran, biasanya berbahan dasar nitroselulose atau PVDF
(Polyvynilidine fluoride). Gel diletakkan diatas membran dan aliran listrik akan
menginduksi protein pada gel untuk berpindah pada membran. Membran tersebut akan
menjadi replika dari pola protein pada gel yang kemudian diwarnai secara sekuensial
dengan antibodi.

Western blot digunakan secara luas untuk mengidentifikasi dan mengkuantifikasi


protein yang spesifik dalam campuran yang kompleks. Teknik ini memungkinkan deteksi
tidak langsung sampel protein yang diimobilisasi pada membran nitroselulose. Sampel
protein terlebih dahulu di running dengan SDS – PAGE dan secara elektroforesis ditransfer

5
ke membran. Setelah langkah blocking, membran di probe dengan antibodi primer baik
monoclonal maupun poliklonal yang jumlahnya meningkat dibanding antigen. Setelah
pencucian yang sekuensial, membran kemudian diinkubasi dengan antibody sekunder
yang dikonjugasi dengan enzim yang sifatnya reaktif terhadap antibodi. Pada akhirnya,
membran dicuci kembali dengan substrat dari enzim yang tepat yang akan memproduksi
sinyal yang dapat direkam.4

2.2.1. Isolasi Protein

Tahapan awal sebelum memasuki tahapan western blot adalah melakukan isolasi
protein. Isolasi protein adalah Teknik untuk memisahkan protein target dari makromolekul
lain atau protein-protein lainnya. Secara sedarhana, isolasi protein sama saja dengan teknik
isolasi DNA namun yang membedakannya adalah penggunaan buffer lysisnya untuk
melisiskan sel. Terdapat banyak kit untuk lisis sel, salah satunya adalah RIPA lysis Buffer.
Buffer ekstraksi lisis RIPA mengandung deterjen non-ionik dan ionik yang mampu
mengekstraksi protein dari berbagai jenis sel dan struktur membran. Buffer RIPA
memastikan lisis sel yang efisien dan pelarutan protein yang mencegah degradasi protein
dan gangguan pada imunoreaktivitas protein dan aktivitas biologis. Karena sebagian besar
antibodi dan antigen protein tidak terpengaruh oleh komponen larutan ini, ekstraksi protein
yang dilakukan buffer RIPA kompatibel dengan berbagai imunopresipitasi hilir dan uji
pull-down molekuler, termasuk uji reporter, uji protein, uji imuno dan pemurnian protein.
Reagen buffer RIPA meminimalkan interaksi pengikatan protein non-spesifik untuk
menjaga latar belakang tetap rendah, sambil membiarkan sebagian besar interaksi spesifik
terjadi,

RIPA Lysis Buffer mengandung salah satunya Tris-HCl dengan nilai pH 7,4.
Penggunaan nilai pH 7,4 bertujuan untuk mengurangi interaksi antara residu asam amino
sehingga dapat meningkatkan kelarutan dari protein. 5 Selain itu, RIPA Lysis Buffer juga
mengandung NaCl yang berperan untuk membantu protein agar tetap larut. Hal ini
ditujukan untuk menyerupai kondisi fisiologis pada sel. Ion Na+ dan Cl dapat berasosiasi
dengan muatan yang berlawanan pada protein dan menyebabkan peningkatan kelarutan
dari protein tersebut. Kandungan EDTA (ethylendiaminetetraacetic acid) pada RIPA Lysis
Buffer berfungsi sebagai agen kelasi untuk menghindari kontaminasi dari kation divalen
dan juga dapat menghambat aktivitas dari enzim protease. 6 Selanjutnya, kandungan
deterjen pada RIPA Lysis Buffer, seperti NP-40, SDS, dan sodium deoxycholic acid,

6
diketahui berfungsi untuk mengelilingi membran sel dengan bagian hidrofobiknya
sehingga diperlukan dalam isolasi protein membran. Perbedaan antara NP-40 dan SDS
terletak pada sifatnya dalam proses denaturasi. NP-40 merupakan deterjen non ionik dan
memiliki sifat yang lembut dalam mendenaturasi. NP-40 dapat melarutkan protein
membran dan protein sitoplasma, namun tidak dapat melisiskan membran inti. Untuk itu,
diperlukan SDS yang dapat melarutkan membrane dengan baik dan sodium deoxycholic
acid yang dapat menginterupsi interaksi antar protein.7

2.2.2. SDS-PAGE

Elektroforesis gel adalah teknik yang digunakan untuk memisahkan fragmen DNA
(atau makromolekul lain, seperti RNA dan protein) berdasarkan ukuran dan muatannya.
Berdasarkan ukuran dan muatannya, molekul akan bergerak melalui gel ke arah yang
berlawanan dengan kecepatan yang berbeda, sehingga memungkinkan molekul tersebut
untuk dipisahkan satu sama lain. Semua molekul RNA memiliki jumlah muatan per massa
yang sama. Oleh karena itu, elektroforesis gel dari fragmen RNA memisahkannya
berdasarkan ukurannya saja. Dengan menggunakan elektroforesis, kita dapat melihat
berapa banyak fragmen RNA yang berbeda yang ada dalam sampel dan seberapa besar
mereka memiliki relatif satu sama lain. Kita juga dapat menentukan ukuran absolut dari
fragmen RNA dengan memeriksanya menggunakan ukuran standar yang terdiri dari
fragmen RNA dengan ukuran yang diketahui.8 SDS-PAGE (sodium dodecyl sulfate
polyacrylamide gel electrophoresis) termasuk ke dalam salah satu jenis elektroforesis gel.

SDS adalah detergen anionik yang dapat melapisi protein, sebagian besar
sebanding dengan berat molekulnya, dan memberikan muatan listrik negatif pada semua
protein dalam sampel. Protein glikosilasi mungkin tidak bermigrasi, karena diharapkan
migrasi protein lebih didasarkan pada berat molekul dan massa rantai polipeptidanya,
bukan gula yang melekat. SDS berfungsi untuk mendenaturasi protein karena SDS bersifat
sebagai deterjen yang mengakibat ikatan dalam protein terputus membentuk protein yang
dapat terelusi dalam gel begitu juga mercaptoetanol. SDS dapat mengganggu konformasi
spesifik protein dengan cara melarutkan molekul hidrofobik yang ada di dalam struktur
tersier polipeptida. SDS mengubah semua molekul protein kembali ke struktur primernya
(struktur linear) dengan cara meregangkan gugus utama polipeptida. Selain itu, SDS juga
menyelubungi setiap molekul protein dengan muatan negative. SDS merupakan senyawa
surfaktan amfipatik. Senyawa ini akan mendenaturasi protein sehingga normalnya akan

7
menutup daerah tersebut dan melapisi rantau protein dengan molekul surfaktan (Roy et al,
2012). Dalam elektroforesis, SDS memiliki peranan untuk mengganggu interaksi dalam
protein dan menyebabkan adanya denaturasi dari struktur protein. Ketika molekul protein
ditambah dengan SDS, maka SDS akan berperan sebagai detergen untuk mendenaturasi
struktur sekunder, tersier dan kuartener dari protein menghasilkan rantai polipeptida linear
bermuatan negatif.9

Selanjutnya, pada tahapan SDS-PAGE digunakan dua jenis gel yang berbeda, yaitu
gel penumpuk (stacking gel) dan gel pemisah (resolving gel). Gel penumpuk berfungsi
untuk mengkonsentrasikan protein ke bagian bawah dari struktur gelnya sehingga protein-
protein dapat terpisah atau terurai dengan baik dan dalam waktu yang bersamaan.
Sementara itu, gel pemisah berfungsi untuk memisahkan protein berdasarkan ukuran
molekul dan muatannya. Protein-protein yang telah bermuatan negatif bergerak menuju
kutub yang berlawanan (anoda) dan bermigrasi pada gel pemisah sesuai dengan ukuran
molekulnya. Protein yang berukuran kecil bermigrasi lebih jauh pada gel dibandingkan
dengan protein yang berukuran lebih besar.

2.2.3. Blotting dan Inkubasi Antibodi


Langkah pada western blot selanjutnya adalah pemindahan protein dari gel
poliakrilamid menuju gel transfer. Tahap pemindahan tersebut menggunakan arus listrik
sebagai faktor pendorong transfer protein. Oleh karena itu, proses pemindahan tersebut
disebut juga elektrotransfer. Elektrotransfer dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu
(Bollag et al., 1996):

- Blotting semikering

Blotting semikering menggunakan kertas saring yang telah dibasahi dengan buffer
transfer. Kertas saring tersebut diletakkan di antara gel poliakrilamid dan gel transfer.
Transfer seperti ini dapat dilakukan selama 10-30 menit dengan arus lstrik tertentu.

- Blotting basah

Blotting basah tidak menggunakan kertas saring diantara gel poliakrilamid dan gel
transfer, tetapi kedua gel tersebut diimpitkan dan direndam dalam buffer transfer. Susunan
lapisan-lapisan pada blotting basah diperlihatkan pada Gambar 1 (Wenk dan Fernandis,
2007). Transfer dengan blotting basah dapat dilakukan 45 menit hingga 1 malam. Metode
blotting basah lebih umum digunakan karena fleksibilitas metode tersebut yang lebih baik.

8
Gambar 1. Susunan lapisan-lapisan pada wet blotting

Gel transfer yang umum digunakan pada WB ada dua, yaitu nitroselulosa dan
nilon. Pada sebagian besar aplikasi, nitroselulosa lebih umum digunakan karena relatif
tidak mahal dan bloking mudah dan cepat dilakukan. Nilon juga digunakan terutama pada
beberapa keadaan khusus. Pertama, kapasitas pengikatan dengan protein yang dibutuhkan
jauh lebih besar dari kapasitas pengikatan nitroselulosa dan protein. Kedua, protein terikat
sangat lemah pada nitroselulosa. Ketiga, adanya kebutuhan resistensi terhadap tekanan
mekanik.10

Tahap berikutnya merupakan deteksi protein yang telah dipindahkan ke membran


transfer. Deteksi protein tersebut memanfaatkan interaksi antara antigen dan antibodi yang
bersifat spesifik. Variasi metode-metode tersebut terutama terletak pada penggunaan
antibodi primer dan sekunder, serta penggunaan molekul penanda. Berdasarkan
penggunaan antibodi primer dan antibodi sekunder, ada dua metode deteksi, yaitu: metode
langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung menggunakan antibodi primer
yang telah terkonjugasi dengan molekul marker. Metode tidak langsung menggunakan
antibodi primer dan antibodi sekunder. Antibodi primer berfunsi mengikat protein target,
sedangkan antibodi sekunder berfungsi mengikat antibodi primer dan terkonjugasi dengan
molekul penanda. Molekul penanda yang digunakan juga bervariasi. Molekul penanda
yang umum digunakan diantaranya adalah enzim alkalin fosfatase (AP), enzim horsedish
peroksidase (HRP), immunogold, dan 125I. Masing-masing molekul penanda tersebut
memiliki kelebihan dan kekurangan. Molekul penanda immunogold memiliki sensitifitas
paling tinggi, yaitu immunogold (1-25 pg). HRP, AP dan 125I memiliki sensitivitas relatif
rendah yaitu 10-20 pg, 10-50 pg, dan 50-100 pg.10

9
BAB III
METODE

3.1. Isolasi Protein


3.1.1. Alat dan Bahan
Alat: 1. Mikropipet dan tips
2. Tube 1,5 mL
3. Termoblok untuk inkubasi
4. Vorteks
5. Sentrifuge
6. Ice Box
7. Spektrofotometer
Bahan: 1. Sampel dari BT549 cell lines, (Cas3 WT, Cas3 KO)
2. RIPA Lysis Buffer
3. Protease Inhibitor
4. PBS
5. Stok BSA 5% (5 gram/100 mL = 5000 mg/ 100ml = 50 mg/ml = 50μg/μl)
6. 𝑑𝑑𝐻2 𝑂
3.1.2. Persiapan Reagen
1. Mengencerkan PBS 10x menjadi PBS 1x, dengan cara menambahkan 900μl 𝑑𝑑𝐻2 𝑂
pada 100μl PBS 10x.
2. Mengencerkan RIPA lysis buffer 10x menjadi RIPA lysis buffer 1x, dengan cara
menambahakan 810 μl PBS 1x pada 90 μl RIPA lysis buffer 10x.

3.1.3. Isolasi Protein


1. Sebanyak 200.000 sel telah disiapkan sebelumnya.
2. Mengeluarkan media biakan dengan hati-hati.
3. Mencuci sel dengan menggunakan PBS dan melakukan sentrifugasi 1000rpm selama 5
menit dan supernatant dibuang. Langkah pencucian sel dilakukan 3 kali.
4. Pelet hasil sentifugasi ditambahkan larutan campuran 200μl RIPA lysis buffer dan
protein inhibitor.
5. Inkubasi 30 menit pada suhu 4℃, sambal divorteks setiap 10 menit.

10
6. Selanjutnya, sentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 20 menit pada suhu 4℃.
7. Keluarkan tabung secara perlahan dan letakkan di atas es, kemudian aspirasi
supernatant dan tempatkan pada tabung yang baru dan tempatkan di es. Pelet dapat
dibuang.
8. Melakukan penghitungan total protein smpel dengan metode Bradford.

3.1.4. Pembuatan Kurva Standar Total Protein


1. Sambil menunggu inkubasi dari proses isolasi protein dapat dilakukan pembuatan
larutan standar BSA dengan konsentrasi 10 – 0,15625μg/μl dengan cara pengenceran
bertingkat sebagai berikut:

Gambar 2. Pembuatan Larutan Standar BSA.

- Ambil 20μl stok BSA 5% dan tambahkan 80 μl 𝑑𝑑𝐻2 𝑂, sehigga konsentrasi larutan
BSA menjadi 1000μg/100μl atau 10μg/μl (larutan pertama)

- Ambil 50 μl larutan BSA 10μg/μl (larutan pertama) dan tambahkan dalam 5μl
aquadest, sehingga konsentrasi larutan BSA menjadi 5μg/μl (larutan kedua)

- Lanjutkan Langkah tersebut hingga larutan ke tujuh.

2. Mengambil 1 μl dari masing-masing larutan standar BSA dengan berbagai konsentrasi


yang telah dibuat dan dimasukan ke dalam well plate (dilakukan duplo).
3. Menambahkan 159 μl 𝑑𝑑𝐻2 𝑂 ke well plate.
4. Menambahkan reagen Bradford sebanyak 40 μl (total volume 200 μl).
5. Dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 595 nm.
6. Membuat kurva standart berdasarkan hasil pembacaan absorbansi larutan standar.

3.1.5. Penghitungan Total Protein Sampel


1. Mengambil 1 μl dari masing-masing sampel dan dimasukan ke dalam well plate
(dilakukan duplo).
2. Menambahkan 159 μl 𝑑𝑑𝐻2 𝑂 ke well plate.

11
3. Menambahkan reagen Bradford sebanyak 40 μl (total volume 200 μl).
4. Dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 595 nm.
5. Menghitung total protein dengan memasukan hasil absorbansi kedalam fungsi yang
dihasilkan pada kurva standar.

3.2. SDS-PAGE
3.2.1. Alat dan Bahan
Alat: 1. Apparatus SDS-PAGE (Chamber electrophoresis, spacer dan comb)
2. Plat kaca besar dan kecil
3. Pengapit plate
4. Power supply
5. Tissue / Kimwipes
6. Wadah
Bahan: 1. Protein dari hasil isolasi sel BT549, Cas3 WT dan Cas3 KO
2. Marker
3. Mix acrylamide dan bis-acrilamide 40%
4. APS 10%
5. TEMED
6. Tris-HCl 1,5M pH 8,8
7. Tris-HCL 1M pH 6,8
8. SDS 10%
6. PBST
7. Sampel buffer (Tris HCL 1M pH 6,8, Gliserol, Bromphenol blue, SDS 10%,
β-mercaptoehanol dan aquadest)

8. Running buffer (Tris base, glisin, SDS dan aquadest)


9. Loading Dye 6x
3.2.2. Pembuatan Gel dan Running Buffer
1. Membersihkannya plat kaca dengan etanol 70%.
2. Menyusun lempeng kaca tebal dan kaca tipis dengan spacer di tengahnya.
3. Membuat gel pemisah (separating gel) poliakrilamid 12% total volume 5 ml, dengan
komposisi sebagai berikut:

12
- 𝑑𝑑𝐻2 𝑂 2150 μl
- Mix acrylamide dan bis-acrilamide 40% 1500 μl
- Tris-HCl 1,5M pH 8,8 1250 μl
- SDS 10% 50 μl
- APS 10% 50 μl
- Temed 3 μl
4. Menuangkan campuran resolving gel ke dalam ruang antara lempeng kaca. (Sisakan
ruang tepi atas lempeng sekitar 2,5 cm untuk gel penumpuk/stacking gel).
5. Jika terdapat gelembung udara, tambahkan aquadest atau isopropanol pada batas atas
gel dan meratakan permukaan gel.
6. Biarkan resolving gel berpolimerasi sekitar 45-60 menit. Setelah berpolimerisasi buang
sisa aquades dengan menyerapkan kimwipes atau tissue.
7. Menyiapkan stacking gel 4% total volume 2 ml, dengan komposisi :

- 𝑑𝑑𝐻2 𝑂 1435 μl
- Mix acrylamide dan bis-acrilamide 40% 250μl
- Tris-HCl 1,5M pH 6,8 250 μl
- SDS 10% 20 μl
- APS 10% 20 μl
- Temed 4 μl
8. Setelah resolving gel berpolimerisasi, tuangkan campuran stacking gel di atasnya.
9. Menyisipkan comb dan membiarkan sampai gel penumpuk berpolimerisasi.
10. Setelah gel berpolimerisasi, melepaskan comb dari bagian atas dan buka klem.

3.2.3. SDS-PAGE
1. Meletakkan lempeng kaca yang berisi gel secara vertikal pada alat elektroforesis dan
kemudian rapatkan kedua kaca.
2. Selanjutnya, isi running buffer ke dalam tank elektroforesis.
3. Menghitung konsentrasi Protein. Volume Sampel Stock: ± 200ul, Volume Sampel
Loading ke masing-masing well =24 ul, Massa protein yang dibutuhkan untuk WB =
30 ug → Volume sampel yang dibutuhkan = Massa protein yang dibutuhkan untuk WB
: Konsentrasi. Y = 30 ug : X

13
Tabel 1. Penghitungan sampel

No Konsentrasi Volume Volume Volume Volume Volume


(μg/μl) = X sampel yang 𝑑𝑑𝐻2 𝑂 akhir Loading Total (μl)
dibutuhkan = yang sampel Dye 6x
Y (μl) ditambahkan (μl) (μl)
(μl)
1 1,42 21,126 0 20 4 24
2 3,02 9,93 10,07 20 4 24
3 2,32 12,93 7,07 20 4 24
4 2,01 14,92 5,08 20 4 24

4. Memasukkan marker unstained 6 μl dan marker pre-stained 2μl pada well yang
ditentukan. Selanjutnya, memasukan sampel sebanyak 24μl pada well yang ditentukan.

Keterangan :
1. Marker Unstained
2. Sampel 1
3. Sampel 2
4. Sampel 3
5. Sampel 4
6. Marker Pre-stained
7. Sampel 1
8. Sampel 2
9. Sampel 3
10.Sampel 4

Gambar 3. Pengisian Marker dan Sampel ke Well

5. Mulai elektoforesis dengan menyalakan power supply voltase 120V, 120 menit (waktu
running dikira-kira sampai pita mencapai batas bawah gel).
6. Setelah selesai running, buka klem dan angkat spacer.
7. Memisahkan gel dari lempeng kaca. Memotong gel pada batas antara gel penumpuk
dan gel pemisah dan membuang bagian gel penumpuk (stacking gel).
8. Mengangkat gel dengan hati-hati dan meletakannya pada wadah.

3.3. Blotting (Transfer Protein Dari Gel ke Membran)


3.3.1. Alat dan Bahan
Alat: 1. Sistem Wet Transfer (Kaset, Fiber Pad, Filter Paper)
2. Chamber/transport tank
3. Power supply

14
4. Wadah membran dan gel
5. Shaker
Bahan: 1. Gel hasil running SDS-PAGE
2. Membran nitroselulosa
3. Transfer Buffer (Tris-HCl, glisin, ddH2O, metanol)
4. Blocking Buffer skim milk 5% (1 gram skim milk dalam 20 ml PBST)
5. PBST (4500 μl PBS 10x, 500 μl Tween)
3.3.2. Transfer
1. Merendam membran nitroselulosa dengan transfer buffer.
2. Mengambil gel hasil running SDS PAGE dan memotong bagian gel penumpuk
sehingga tersisa bagian gel pemisah.
3. Menyusun membran dan gel dalam sistem wet transfer dengan urutan dari atas ke
bawah yaitu 1) Foam pad, 2) Filter paper, 3) membrane, 4) Gel, 5) Filter paper dan 6)
Foam Pad. (bagian kaset yang berwarna hitam adalah kutub negatif sehingga posisi gel
harus mendekati bagian hitam).
4. Kemudian meratakannya untuk memastikan tidak ada celah, disatukan dalam kaset, dan
dimasukan ke dalam chamber sebelumnya.
5. Menuangkan transfer buffer sampai menjangkau semua area kaset.
6. Menghubungkan dengan arus pada power supply dengan warna yang sesuai
(memastikan susunan gel dan membran benar, membran berada dekat dengan kutub
positif (bagian kaset berwarna putih) sedangkan gel berada dekat dengan kutub negatif
(bagian kaset berwarna hitam), sehingga protein pada gel yang bermuatan negatif dapat
tertransfer menuju membran).
7. Transfer dilakukan pada 300 mA selama semalaman di cold room.

3.3.3. Pewarnaan dan Blocking


1. Memisahkan membran dan gel dari sistem transfer dan merendam membran dalam
larutan ponceau 20 ml selama 20 menit sambil di-shaking serta merendam gel dalam
Cromasie Brilliant Blue.
2. Mencuci membran dengan aquadest hingga pita-pita protein hasil transfer terlihat.
3. Cuci kembali membran hingga pita-pita transfer yang sudah di warnai dengan larutan
ponceau hilang dengan menggunakan 20 ml PBST selama 5 menit.

15
4. Gel yang telah diwarnai dengan Cromasie Brilliant Blue di cuci dengan menggunakan
aquadest untuk melihat apakah proses transfer masih menyisahkan pita protein pada
gel.
5. Dilakukan blocking membran dalam blocking buffer selama 1 jam sambil di-shaking.
6. Mencuci membran dengan PBST 20 ml sebanyak 3 kali dengan waktu masing-masing
5 menit.

3.4. Inkubasi Antibodi dan Visualisasi


3.4.1. Alat dan bahan
Alat: 1. Gel Documentation (GelDoc)
2. Alas membran untuk visualisasi
3. Wadah membrane
4. Shaker
Bahan: 1. Antibodi primer Cas3 (Mouse mAb IgG Caspase-3) [Santa Cruz]
2. Antibodi Primer β-aktin (Mouse Anti β-aktin IgG) [Cell Signaling Tech]
3. Antibodi sekunder Cas3 & β-aktin (Goat anti-mouse IgG-HRP)
4. Reagen ECL (200 μl (Brown) : 200 μl (White)
5. PBST
6. Larutan BSA 5%
7. TBST
3.4.2. Inkubasi Antibodi Primer
1. Menyiapkan antibodi primer dengan cara melarutan antibodi primer Cas3 dan antibodi
primer β-actin masing-masing dalam 2 ml larutan BSA 5%. Perbandingan untuk
antibody primer cas3 dan BSA 5% adalah 1:200, sehingga 10 μl antibody primer Cas3
1990 μl BSA 5%. Perbandingan antibody primer β-aktin dengan BSA 5% adalah
1:8000, sehingga 0,25 μl antibody primer β-aktin ditambah 2 mL BSA 5%.
2. Membran dibagi dua (digunting pada bagian antara well 5 dan 6), dibungkus dalam
plastik dan dimasukkan larutan antibodi primer (baik untuk β-actin dan Cas3),
kemudian diinkubasi semalam dalam cold room.
3. Setelah inkubasi antibodi primer, membran dicuci dengan PBST 20 ml, sebanyak 3 kali
selama masing-masing 5 menit sambil di-shaking.

3.4.3. Inkubasi Antibodi Sekunder

16
1. Menyiapkan antibodi sekunder dengan cara melarutan antibodi sekunder Cas3 dan
antibodi sekunder β-actin masing-masing dalam 2 ml TBST. Perbandingan antibody
sekunder Cas3 dan TBST adalah 1:2000, sehingga 1 μl antibody sekunder Cas3 dalam
1999 μl TBST. Perbandingan antibody sekunder β-actin dan TBST adalah 1:10000,
sehingga 0,2 μl antibody sekunder β-actin dalam 2mL TBST.
2. Membran dibungkus dalam plastik dan dimasukkan larutan antibodi sekunder
kemudian inkubasi selama 2 jam untuk β-actin dan Cas3 pada cold room.
3. Setelah itu, mencuci membran dengan TBST sebanyak 3 kali selama masing-masing 5
menit kemudian di-shaking.

3.4.4. Visualisasi
1. Membran diletakan pada alas berwarna hitam (kertas karbon yang telah dilaminating).
2. Menyiapkan reagen ECL dengan perbandingan campuran larutan coklat dan putih 1:1.
3. Teteskan reagen ECL pada membran, dan ratakan hingga semua bagian membran
ditutupi oleh reagen.
4. Membran divisualisasi dengan gel documentation (GelDoc).

17
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
4.1.1. Perhitungan Konsentrasi Sampel dengan Kurva Standar.
Untuk mengetahui konsentrasi sampel hasil isolasi protein, kita menggunakan
bantuan kurva standar dengan cara membandingkan nilai absorbansi sampel dengan
nilai absorbansi larutan standar (disini menggunakan BSA) yang konsentrasinya
sudah diketahui. Hasil absorbansi dari larutan standar di gelombang 595 nm
ditampilkan pada tabel 2. Dan kurva standar pada gambar 4.

Tabel 2. Hasil Absorbansi Larutan Standar BSA 5%.

Gambar 4. Kurva Standar BSA.

Dari kurva standar diatas didapatkan persamaan y = 0,1016x + 0,0702 dengan 𝑹𝟐 =


0,9739. Untuk menentukan konsentrasi sampel hasil isolasi, hasil absorbansi larutan

18
sampel pada gelombang 595 nm dimasukkan ke nilai x pada persamaan yang
didapatkan sebelumnya. Hasil absorbansi dari sampel ditampilkan pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil absorbansi sampel dan hasil perhitungan konsentrasi sampel

4.1.2. Hasil SDS-PAGE dan Pewarnaan Setelah Blotting.


Setelah dilakukan SDS-PAGE dan ditransfer, dilakukan pewarnaan untuk visualisasi
hasil transfer. Gel diberi pewarna coomasie blue dan membrane diberi pewarna
ponceau. Pada gel SDS-PAGE walaupun sudah dicuci masih bewarna biru karena
gambar diambil saat pencucian baru dilakukan beberapa jam, biasanya dilakukan
sampai gel bening namun dapat terlihat bahwa pita hampir tidak nampak pada gel
yang menandakan bahwa pita protein telah ter-transfer ke membran.

4 3 2 1 M2 4 3 2 1 M1

Gambar 5. Pewarnaan Gel dengan Comassie Blue

Keterangan: M1=Marker Unstained


M2=Marker Pre-Stained
1=Sampel 1
2=Sampel 2
3=Sampel 3
4=Sampel 4

19
Gambar di bawah ini merupakan gambar hasil pewarnaan poncoeu pada membrane
hasil transfer dan terlihat pita-pita berhasil ditransfer dari gel. Untuk marker unstained
kita lakukan penebalan dengan pensil sebelum dicuci pewarna poncoeu nya.

4 3 2 1 M2 4 3 2 1 M1

Gambar 6. Pewarnaan Membran dengan Ponceau

Keterangan: M1=Marker Unstained


M2=Marker Pre-Stained
1=Sampel 1
2=Sampel 2
3=Sampel 3
4=Sampel 4

4.1.3. Deteksi dan Visualisasi Protein Cas3 dan β-actin


Setelah melalui proses inkubasi dengan antibodi anti-Cas3 terikat HRP dan anti-ß-
Aktin terikat HRP, pita protein pada membran divisualisasi dengan menggunakan
GelDoc. Dengan bantuan marker yang telah diketahui ukuran molekulnya, dapat
terdeteksi pita protein Cas3 yang berukuran 32 kDa dan pita protein ß-Aktin yang
berukuran 42 kDa.

20
4 3 2 1 M1
116 kDa
66.2 kDa
45 kDa
35 kDa
25 kDa

18.4 kDa
14.4 kDa

Gambar 7. Visualisasi Protein Cas3 dan ß-Aktin Pada Membran Dengan GelDoc

Keterangan: M1=Marker Unstained


M2=Marker Pre-Stained
1=Sampel 1
2=Sampel 2
3=Sampel 3
4=Sampel 4

4.2.Pembahasan
Praktikum yang dilakukan adalah metode western blot yang bertujuan untuk
identifikasi protein dan melihat ekspresi relatif dari protein caspase-3 dengan sebagai
pembanding adalah protein β-Aktin yang memiliki peran sebagai protein housekeeping
atau dengan kata lain β-Aktin merupakan protein yang selalu terekspresi pada sel. Proses
identifikasi diawali dengan isolasi protein dari sampel yaitu BT549 cell lines. Terdapat 4
sampel dimana sampel sudah mengalami genome editing. Sampel satu adalah wild type
caspase-3 dan ketiga lainnya adalah caspase knockout. Isolasi protein menggunakan RIPA
lysis buffer, setelah melakukan isolasi protein dialnjutkan dengan pengukuran konsentrasi
protein menggunakan metode bradford. Dalam metode bradford kita memerlukan kurva
standar dari larutan BSA seabagi acuan dimana konsentrasi dari larutan ini telah diketahui.
Pada pembuatan kurva standar sebaiknya didapatkan nilai R2 sebesar 0,99-1,00 yang mana
mengindikasikan realibilitas yang baik untuk dijadikan acuan pengukuran protein sampel.
Namun pada praktikum yang telah dilakukan, praktikan hanya mendapatkan nilai R2
sebesar 0,97. Hal ini disebabkan dari human error (keahlian dalam pemipetan dari
praktikan). Dengan bantuan kurva standar didapatkan konsentrasi protein sampel yaitu
untuk sampel caspase-1 wt 1,417 μg/μl dan untuk sampel caspase-3 KO secara berurutan
adalah 3,016 μg/μl, 2,320 μg/μl, dan 2,014 μg/μl.

21
Setelah didapatkan konsentrasi dari protein sampel, selanjutnya dilakukan
pemisahan protein berdasarkan ukuran molekul dan muatannya menggunakan SDS-PAGE.
Sebelum dilakukan SDS-PAGE kita melakukan preparasi sampel dimana disini dilakukan
pengukuran seberapa massa protein yang akan digunakan untuk melakukan SDS-PAGE.
Hal yang harus diperhatikan dalam pengukuran ini adalah konsentrasi protein yang
diperoleh dan ini didapatkan dari optimasi yang sebelumnya telah dilakukan. Selanjutnya,
protein-protein yang telah dipisahkan melalui SDS-PAGE dilakukan transfer atau blotting
ke membrane nitroselulosa dengan metode basah (wet blotting). Pemberian arus listrik saat
transfer dapat meningkatkan permeabilitas gel sehingga memudahkan proses pemindahan
protein dari gel menuju membran. Keberhasilan dan efektivitas transfer dapat diuji dengan
melakukan pewarnaan pada gel dan juga membran. Pada praktikum, gel diwarnai dengan
coomassie blue dan membran diwarnai dengan larutan ponceau. Larutan pewarna tersebut
diketahui dapatberikatan dengan protein secara non spesifik sehingga dapat memberikan
visualisasi berupa tampilan warna. Seperti yang terlihat pada (gambar 6), pita-pita protein
terlihat pada membran dan pada gel (gambar 5) hamper tidak terlihat pita protein yang
tersisa sehingga membrane dapat digunakan untuk tahap selajutnya yaitu inkubasi protein.

Pada tahap inkubasi, protein target akat diberi antibody yang spesifik dengan protein
target. Membran yang mengandung pita-pita protein terlebih dahulu dilakukan blocking
dengan larutan skim milk untuk meminimalisasi pengikatan antibodi yang tidak spesifik
pada membran. Pada praktikum digunakan antibodi anti-CAS-3 dan anti-ß-Aktin sebagai
antibodi primer. Sebagai antibody sekunder, digunakan antibodi yang terkonjugasi dengan
enzim HRP (horseradish peroxidase). Penambahan substrat ECL (enhanced
chemiluminescence) menimbulkan reaksi perubahan substrat menjadi produk yang
dikatalisis oleh HRP sehingga menghasilkan sinyal yang dapat divisualisasi melalui imaging
device (GelDoc). Dengan bantuan marker yang telah diketahui ukurannya dan juga ukuran
CAS-3 (32 kDA) dan ß-Aktin (42 kDA) kita dapat menganalisis lebih lanjut. Namun pada
praktikum yang dilakukan, protein caspase-3 tidak muncul saat pemeriksaan pada GelDoc
sehingga praktikan tidak dapat mengukur ekspresi relative pada protein caspase-3. Terdapat
beberapa kemungkinan penyebab tidak adanya caspase-3 pada membrane, salah satu
kemungkinannya adalah tidak terikatnya antibody spesifik kepada protein caspase-3, kenapa
tidak terikatnya antibody dan protein dapat dikarenakan pippeting praktikan yang belum
maksimal atau memang tidak terdapatnya protein caspase-3.

22
BAB V
KESIMPULAN

Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan :

1. Pada tahap isolasi protein sudah terlaksana cukup baik dan didapatkan konsentrasi
protein yang cukup.
2. Pada Tahapan SDS-PAGE, Blotting, dan pewarnaan sudah terlaksana dengan baik,
terlihat dari hasil SDS-PAGE yang di blotting dan diwarnai terlihat pita-pita protein.
3. Pada saat visualisasi setelah diinkubasi dengan antibody primer dan sekunder, tidak
terlihat protein caspase3 pada cell line yang diteliti.
4. Terdapat beberapa kemungkinan yang menyebabkan protein caspase3 tidak terekpresi,
bisa karena antibody tidak terikat baik atau protein caspase3 memang tidak ada pada
cell line yang diteliti.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Yang, Ping-Chang; Mahmood, Tahrin (2012). "Western blot: Technique, theory, and
truobleshooting". North American Journal of Medical Sciences. 4(9): 429-434. Doi:
10.4103/1947-2714.100998 ISSN 1947-2714.
2. Caspase-3 Products: R&D system [Internet]. Bio-Tech Laboratories, Inc. 2022 [cited 2022 Des
19]. Available from: Caspase-3 Products: R&D Systems (rndsystems.com)
3. Kuo-Hung Huang, Wen-Liang Fang, Anna Fen-Yau Li, Po-Huang Liang, Chew-Wun Wu, Yi-
Ming Shyr, Muh-Hwa Yang, Caspase-3, a key apoptotic protein, as prognostic marker in gastric
cancer after curative surgery, International Journal of Surgery, Volume 52, 2018, Pages 258-
263, ISSN 1743-9191, https://doi.org/10.1016/j.ijsu.2018.02.055.
4. Pierce. 2011. Western Bloting Handbook and Troubleshooting. http//www.
piercenet.com/Proteomics/. Tanggal akses 19 Desember 2022.
5. C. Rodriguez et al. The partial molal volume and compressibility of Tris and Tris–HCl in
water and 0.725 m NaCl as a function of temperature. Deep Sea Res Part I Oceanogr Res
Pap [Internet]. 2015;104:41–51. Available from:
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0967063715001120
6. Moss RL, Giulian GG, Greaser ML. Effects of EDTA treatment upon the protein subunit
composition and mechanical properties of mammalian single skeletal muscle fibers. J Cell
Biol. 1983;96(4):970–8.
7. Maurer KH. Detergent Proteases. Curr Opin Biotechnol [Internet]. 2004;15(4):330–
4.Available from:
https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0958166904000849?via%3Dihub
8. Khan Academy. Gel electrophoresis. [cited 2022 Des 4th].
https://www.khanacademy.org/science/ap-biology/gene-expression-and
regulation/biotechnology/a/gel-electrophoresis.
9. Burnette WN. (1981). "'Western blotting': electrophoretic transfer of proteins from sodium
dodecyl sulfate—polyacrylamide gels to unmodified nitrocellulose and radiographic detection
with antibody and radioiodinated protein A". Analytical Biochemistry. 112 (2): 195–
203. doi:10.1016/0003-2697(81)90281-5. ISSN 0003-2697
10. Bollag WB &JM Bollag, 1996. Biodegradation dalam Encyclopedia of Microbiology.
Academic Press Inc. New York.

24

Anda mungkin juga menyukai