Disusun Oleh:
Kelompok 7
Cindyara Nayanda
1406573942
Ferizka Shalima
1406533440
Gugum Permana
1406567315
CCCChaeruniza
Nabila Putri Salsabila 1406533466
Ruth
1406533642
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat karunia-Nya lah
penulis dapat menyelesaikan makalah Rekayasa Genetika yang berjudul Strategi Kloning Gen Glukosidase pada bakteri Escherichia coli.
Dalam penulisan makalah ini, pertama tama penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
kepada Dr. Eng. Muhamad Sahlan, S.Si., M.Eng. yang telah memberikan kesempatan bagi penulis
untuk menuangkan pemikirannya melalui makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada teman teman penulis dari jurusan Teknologi Bioproses, yang telah bersedia mendukung
dan menyemangati penulis selama masa pengerjaan makalah serta berbagi pengetahuan.
Di akhir kata, tim penulis memohon maaf jika dalam makalah penulis terdapat kesalahan
ataupun kata kata yang tidak sesuai dengan hati dan pikiran pembaca. Tidak ada gading yang tak
retak, begitu juga dengan makalah tim penulis yang belum sempurna. Maka dari itu, tim penulis
mengharapkan adanya masukan dan kritik dari pembaca yang dapat memperbaiki makalah ini di
kemudian hari.
Semoga makalah hasil karya tim penulis bermanfaat, sehingga ilmu pengetahuan dan
wawasan para pembaca menjadi bertambah setelah membaca makalah ini.
Tim Penulis
DAFTAR ISI
1.2
Tujuan Penulisan......................................................................................................................8
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
2.8
2.9
2.10
2.11
2.12
2.12.1.
Pemotongan ..........................................................................................................20
2.12.2.
Modifikasi ..............................................................................................................22
2.12.3.
2.13
2.13.1
2.13.2
2.14
2.14.1
2.14.2
2.15
2.15.1
2.15.2
2.16
2.16.1
Polyacrylamide Gel................................................................................................39
2.16.2
2.16.3
Buffer....................................................................................................................40
3.2
3.3
3.4
3.5
Tahap Insersi Gen -glukosidase dari Rhizomucor miehei ke Plasmid pRADZ1 ....................45
3.6
3.7
Tahap Pemilihan Klon yang Tepat Menggunakan Skrining Biru Putih (Blue White Screening)
3.9
3.10
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
ABSTRAK
Enzim -1,4-glukosidase merupakan enzim yang mengkatalisis hidrolisis alkil- dan aril- -1,4glikosida pada di- dan oligosakarida. Enzim ini mempunyai banyak peran dalam proses biologis,
misalnya degradasi polisakarida struktural dan penyimpanan, interaksi inang-patogen, pensinyalan
pada tingkat seluler, dan onkogenesis. Enzim ini juga mempunyai banyak aplikasi di bidang industri,
misalnya dalam proses produksi bioetanol, enzim ini dapat menghidrolisis selulosa dan hemiselulosa
dari lignoselulosa dalam biomassa menjadi gula monomer yang dapat difermentasi (pada bioetanol
generasi kedua). Selain itu, enzim ini juga berperan sebagai pengkatalisis pelepasan aromatik dari
prekursor glikosidik yang ada pada buah, teh dan dalam produk fermentasi dalam pembuatan
minuman beralkohol dan juga sebagai agen pengubah isoflavon glikosidik menjadi isovlafon aglikon
pada makanan berbahan dasar kedelai. Sayangnya, biaya produksi enzim selulolitik ini masih cukup
tinggi dalam proses produksi di industri.
Dalam Rhizomucor miehei terdapat gen yang meyandi enzim -1,4-glukosidase yang stabil
pada temperatur tinggi hal ini membuat enzim tersebut sangat bermanfaat untuk diaplikasikan dalam
industri. Namun, dalam industri, alat kultur yang umumnya dimiliki adalah kultur E.coli. Disini gen
pengkode enzim -1,4-glukosidase akan disisipkan kedalam E.coli.
Teknik yang dapat digunakan pada proyek ini untuk isolasi gen beta-glikosidase Rhizomucor
miehei adalah dengan perlakuan alu dan mortar dalam nitrogen cair kemudian dimurnikan dalam 0,5
mg/mL bis-benzamida-CsCl untuk isolasi fragmen DNA. Pencarian gen beta-glikosidase yang spesifik
dapat menggunakan teknik IPCR. Kemudian gen yang sudah ditemukan dapat diperbanyak
menggunakan PCR dengan primer termodifikasi BglII dan XbaI. Sel inang yang digunakan adalah
E.coli yang mempunyai karakteristik yaitu pertumbuhannya cepat dan mudah untuk dikultivasi.
Strain yang digunakan dalam proyek ini adalah DH5alpha yang memiliki efisiensi transformasi
yang tinggidan dapat menstabilkan gen sisipan. Plasmid yang dapat digunakan adalah pRADZ1 yang
mempunyai jumlah salinan tinggi, cocok untuk strain DH5alpha, mempunyai ori, gen resisten
ampicillin, serta gen lacZ. Molekul yang digunakan untuk pemotongan adalah enzim BglII dan XbaI,
untuk modifikasi menggunakan metilase, untuk penyambungan menggunakan DNA ligase T4.
Setelah itu, transformasi plasmid dilakukan dengan teknik elektroporasi untuk plasmid besar. Teknik
skrining dilakukan setelahnya untuk mengetahui apakah plasmid sudah benar-benar masuk ke dalam
E.coli. Teknik yang digunakan yaitu skrining biru/putih, teknik seleksi yang digunakan yaitu seleksi
resistensi antibiotik. Untuk menguji keberhasilan ekspresi gen menggunakan PNPG dan SDS-PAGE.
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Enzim -glukosidase: Karakteristik, Struktur, dan Fungsi
Enzim -glukosidase (BGL, EC 3.2.1.21) merupakan salah satu enzim dari sistem enzim
selulase, selain endo-1,4--glukanase (1,4--D-glucan 4-glucanohydrolase, EC 3.2.1.4. cellulase)
dan
selobiohidrolase
(1,4--D-glucan
cellobiohydrolase,
EC
3.2.1.91,
cellulase
1,4--
cellobiosidase). Sejauh ini, organisme yang menghasilkan enzim -1,4-glukosidase adalah fungi
dan bakteri.
-glukosidase dari berbagai sumber telah diisolasi, dimurnikan, dikarakterisasi, dan dipelajari
sifat-sifatnya, di antaranya -glukosidase dari Saccharomyces lactis strain Y-123 (Marchin &
Duerksen
1968),
Flavobacterium M64(Sano,
Hellman
Amemura
&
&
Korpela
Harada
1975), Bacillus
1993),
Aureobasidium
pullulans (Saha, Freer & Bothast 1994), Xylaria regalis (Wei et al. 1996), Humicola grisea
(Takashima et al. 1999), Acetobacter xylinum (Tajima et al. 2001), Thermoascus aurantiacus (de
Palma-Fernandez, Gomes & da Silva 2002), dan Fomitopsis palustris (Yoon, Kim & Cha 2008).
Pada tahun 2011, peneliti dari Jepang, M. Tako menemukan bahwa terdapat gen yang menyandi
pembentukan enzim -1,4-glukosidase yang stabil pada temperatur tinggi pada Rhizomucor
miehei, sehingga sangat bermanfaat dalam proses produksi.
-glukosidase adalah enzim glukosidase yang memutus ikatan (1 4) glikosida antara 2
glukosa atau molekul pengganti glukosa yang lain seperti selobiosa. Enzim ini bertindak sebagai
katalis dalam proses hidrolisis residu ujung non-pereduksi pada -D-Glukosa, dengan
melepaskan unit glukosa. Selulosa adalah komponen utama yang memiliki polimer ikatan
antara molekul glukosa di dalamnya, dan enzim ini dibutuhkan oleh organisme tertentu seperti
jamur, bakteri, dan rayap untuk bisa mengkonsumsi selulosa tersebut. Contoh fungsi enzim ini
terdiri dari degradasi selulosa, pelepasan senyawa aromatik dengan aktivitas antioksidan dari
prekursor glukosida mereka, dan konversi selobiosa menjadi glukosa yang dapat bermanfaat
10
dalam memproduksi sumber energi terbarukan, glukosa yang dihasilkan oleh hidrolisis selobiosa
(langkah terakhir dalam hidrolisis lengkap selulosa) dapat difermentasi menjadi etanol (16).
Selulosa, sebuah polisakarida yang merupakan komponen utama dalam dinding sel
tanaman, mengandung jenis obligasi yang dapat terdegradasi oleh -glukosidase. Berbagai
bakteri dan jamur menghasilkan -glukosidase yang digunakan untuk mengkonsumsi selulosa
dan sakarida yang dihubungkan oleh ikatan beta.
jamur saprofit, berfilamen, dan hidup di mana-mana. R. miehei dapat diperoleh dari tanah,
kompos, kotoran unggas, dan limbah rumah tangga. (Gomes, Lewis, dan Kontoyiannis, 2011)
Penelitian terhadap R. miehei didasari oleh produksi enzim ekstraselulernya; di antaranya yang
telah diproduksi secara komersil adalah protease aspartat untuk pembuatan keju skala industri
untuk menggantikan kimosin anak sapi (Eyzaguirre, 2005). Krisch dkk (2012) menyatakan
bahwa R. miehei mampu menggunakan selobiosa dan disakarida lainnya sebagai sumber
karbon melalui uji asimilasi sumber karbon. R. miehei membentuk zigospora, berwarna abu-abu
saat berada dalam koloni, dan berdiameter 50 mikrometer. Pertumbuhan R. miehei sangat
cepat dan bentuk koloni bertekstur seperti permen kapas. Warna permukaan koloni berwarna
abu-abu dan menjadi kuning kecoklatan seiring perubahan waktu. R. miehei dapat tumbuh
pada temperatur 50C atau lebih tinggi. Oleh karena itu, R.miehei banyak digunakan untuk
produksi enzim yang tahan terhadap temperatur tinggi.
12
13
14
15
16
4. dNTP, terdiri atas 4 macam sesuai dengan basa DNA, yaitu dATP,dGTP, dTTP, dan dCTP.
Berfungsi sebagai building block DNA yang baru dibentuk.
5. Buffer PC R (KCl, Tris-HCL, MgCl2). Buffer ini berfungsi untuk menjaga kestabilan reaksi agar
berjalan secara optimum.
6. ddH2O atau nuclease free water (merk dagang).Berfungsi sebagai pelarut.
Pada saat ini sudah tersedia berbagai macam kit-PCR yang sudah mengandung
reagen-reagen tersebut, kecuali primer dan DNA target tentunya, sehingga kita tidak perlu
mencampurkanya satu persatu.
Prinsip Kerja :
Secara prinsip, PCR merupakan reaksi berulang atau berantai yang melibatkan 20-40 siklus,
tergantung kebutuhan, yang terdiri atas 3 tahap sebagai berikut:
1. Tahap denaturasi (melting), pada suhu 94-960 C.
Pada tahap ini, ikatan hidrogen terputus dan DNA untai ganda masing-masing terpisah menjadi
untai tunggal. Pada proses replikasi DNA secara in-vivo, proses ini dibantu oleh sejumlah enzim
seperti enzim helikase dan girase. Karena sifatnya yang unik, dimana DNA terdenaturasi pada
suhu tinggi dan kemudian dapat terenaturasi kembali pada suhu rendah, maka sifat ini dijadikan
dasar untuk tahap denaturasi proses PCR dengan menggunakan pemanasan. Pemisahan ini
memungkinkan penempelan primer yang komplemen dengan DNA target pada sekuen yang
sesuai. Durasinya berkisar 1-5 menit, tergantung kandungan basa GC dari sekuen DNAnya.
Semakin tinggi GC nya, maka waktunya lebih lama. Sepertihalnya pernah disebutkan bahwa
ikatan GC (3 ikatan hidrogen) lebih kuat dibandingkan dengan AT.
2. Tahap penempelan (annealing), pada suhu 45-600 C
Setelah DNA terdenaturasi, kemudian suhu diturunkan sehingga primer dapat menempel pada
bagian DNA yang komplementer dengan urutan basanya. Penempelan tersebut sifatnya spesifik.
Suhu annealing yang tidak cocok menyebabkan kegagalan dalam replikasi DNA yang benar.
Suhu Annealing (TA) bisa dihitung berdasarkan suhu melting (TM). Jika suhunya terlalu tinggi
dari yang seharusnya, maka primer tidak dapat menempel pada DNA cetakan, sementara jika
suhunya terlalu rendah akan menyebabkan penempelan pada daerah atau sekuen DNA yang
tidak sesuai.
3. Tahap pemanjangan (elongasi), pada suhu 720 C (opsional).
Pada tahapan ini, enzim DNA polymerase melakukan sintesis DNA dengan menambahkan
pasangan basa yang tepat, satu demi satu secara cepat,
menempel pada DNA cetakan. Suhu untuk tahap ini tergantung pada jenis enzim polimerase
yang digunakan. Khusus untuk Taq Polimerase, 720 C adalah suhu yang biasa digunakan.
17
Karena kita mengkloning ORF, kita akan meng-klon dari start kodon (ATG) ke stop kodon
(dalam contoh, TGA). Asumsikan bahwa proses amplifikasi dari plasmid DNA, secara kasar 1821 bp umumnya tidak cukup untuk memberikan secara spesifik dan juga kompatibel dangan
standar reaksi PCR. Maka dari itu, primer depan akan menggunakan sekuens 5'ATGTGGCATATCTCGAAGTAC-3' untuk area yang akan di gabung dengan ORF dan lalu
18
ditambahkan EcoRI restriction site (GAATTC) ke ahir primer 5. Dan menjadikan primer menjadi
Primer 5'-GAATTCATGTGGCATATCTCGAAGTAC-3'.
Untuk reverse primer, desainnya mirip, namun kita membutuhkan untuk me-reverse
pelengkap unuk mendapatkan amplifikasi PCR. Kita dapat memulai dengan mengambil 18 basa
ORF terakhir, termasuk stop kodon (5'-TGGCATATCTCGAAGTACTGA-3'), lalu menambahkan
Notl (GCGGCCGC) dan lalu TAAGCA untuk meningkatkan digestivitas enzim restriksi. Hal ini
akan
memberikan
kita
sebuah
sekuens
5'-
menaruh
sekuens
yang
kita
pilih
unutk
reverse
primer
(5-
sekuens
reverse
primer
akhir
dari
5-
TGCTTAGCGGCCGCTCAGTACTTCGAGATATGCCA-3.
2.11
1. Sekuens yang membuat vektor dapat berpropagasi dalam tubuh (sel) inang.
2. Situs pengkloningan yang dapat disisipkan gen asing.
3. Metode seleksi bakteri; misalnya resistensi terhadap suatu antibiotik tertentu.
Macam-macam vektor beserta karakteristiknya adalah sebagai berikut:
1. Plasmid, merupakan DNA sirkuler ekstrakromosomal yang dapat bereplikasi secara mandiri,
mempunyai batas pengkloningan 0,1-10 kb.
2. Phage, merupakan turunan dari bakteriofag lambda, DNA yang berbentuk linear yang dapat
disisipi gen asing; mempunyai batas pengkloningan 8-20 kb.
3. Cosmid, merupakan DNA ekstrakromosomal yang berupa gabungan antara plasmid dan
phage, mempunyai batas pengkloningan 35-50 kb.
4. Bacterial Artificial Chromosomes (BAC), merupakan suatu struktur yang berdasarkan pada
plasmid mini-F. Batas pengkloningannya adalah 75-300 kb.
5. Yeast Artificial Chromosomes (YAC), berupa kromosom buatan yang mengandung telomer,
origin of replication, sentromer ragi dan selectable marker. Mempunyai batas kloning 1001000 kb.
19
Gambar 7. Urutan basa yang simetris antara dua untai DNA pada plasmid.
(Sumber: Old dan Primrose, 2001)
Enzim restriksi, misalnya EcoRI, akan mengenali urutan basa seperti itu dan memotong di
antara basa G dan A pada kedua untai. Hasilnya, segmen tersebut akan menjadi seperti ini.
Gambar 8. Segmen DNA pada plasmid setelah dipotong oleh enzim restriksi
20
Jarak antara basa G dan A kemudian dapat disisipkan fragmen DNA lain dari organisme lain
yang sifatnya kita inginkan berada di organisme ini.
Sebenarnya, mekanisme pemotongan DNA ini sudah terjadi alami dalam tubuh bakteri
sebagai cara untuk mempertahankan diri. Mekanisme pemotongan ini menjadi semacam alat
bagi bakteri untuk memonitor setiap DNA baru yang masuk ke tubuh bakteri dan
menghancurkannya apabila DNA tersebut terbukti asing bagi bakteri. Enzim restriksi
endonuklease ini juga mengenali sekuens tertentu pada DNA baru dan menghancurkan DNA
asing dalam beberapa fragmen, bisa terjadi pada situs yang spesifik maupun penghancuran
secara acak. Ilmuwan yang merekayasa gen suatu bakteri tidak menginginkan fragmen asing
pengkode sifat yang diinginkan dihancurkan oleh bakteri itu sendiri saat fragmen itu
diintroduksi ke dalam bakteri, maka plasmid bakteri yang sudah terpotong terlebih dulu harus
menjalani modifikasi sebelum disisipkan fragmen DNA asing.
Molekul-molekul yang Terlibat
1. Enzim Restriksi Endonuklease
Seperti yang disinggung pada bagian sebelumnya, restriksi endonuklease
sebenarnya merupakan bagian dari mekanisme pertahanan bakteri dari DNA asing. Enzim
restriksi endonuklease, seperti disinggung pula pada bagian sebelumnya, berasosiasi dengan
enzim pemodifikasi yang memetilasi DNA. DNA akan selalu terlindungi dari degradasi bahkan
setelah replikasi. Hal ini disebabkan karena replikasi menggunakan prinsip semikonservatif.
Replikasi
semikonservatif
mereplikasi
molekul
yang
termetilasi
pada
kedua
untai,
menghasilkan dua molekul anak yang ter-hemimetilasi. Hemimetilasi sudah cukup untuk
mencegah pemotongan oleh enzim restriksi endonuklease.
Tipe II paling banyak digunakan dalam rekayasa genetika. Keuntungan dari
penggunaan Tipe II dibanding Tipe I dan Tipe III adalah restriksi dan modifikasi dilakukan
dengan enzim yang berbeda, maka pemotongan DNA dapat dilakukan tanpa modifikasi.
Keuntungan kedua adalah aktivitas restriksi tidak memerlukan kofaktor seperti ATP atau Sadenosilmetionin sehingga lebih mudah digunakan. Keunggulan yang terpenting adalah Tipe
II mengenali sekuens tertentu yang spesifik dan memotong di dalam sekuens tersebut. Tipe
IIs mempunyai kofaktor yang sama dengan Tipe II, namun enzim tipe ini memotong di titik
yang jauh dari sekuens pengenalan.
Sistem restriksi bersama dengan sistem modifikasi mempunyai empat tipe yang
berbeda berdasarkan cara kerjanya. Keempat tipe tersebut adalah Tipe I, Tipe II, Tipe III, dan
Tipe IIs. Tipe I memakai satu enzim dengan subunit berbeda-beda untuk pengenalan,
pembelahan (pemotongan), dan metilasi dengan kegiatan pengenalan dan metilasi pada
sekuens tunggal namun memotong DNA hingga 1000 bp. Tipe II menggunakan dua enzim
berbeda yang sama-sama melakukan pengenalan pada sekuens target yang sama dan
simetris, dan kedua enzim ini dapat memotong atau memodifikasi sekuens pengenalan. Tipe
21
III menggunakan satu enzim yang mengandung dua subunit berbeda, satu subunit untuk
pengenalan dan modifikasi, dan satu subunit lain untuk memotong DNA. Enzim ini mengenal
dan memetilasi pada sekuens yang sama namun memotong DNA hingga 24-26 bp. Tipe
terakhir yaitu tipe IIs menggunakan dua enzim yang berbeda dengan sekuens pengenalan
yang asimetrik; pemotongan berlangsung pada satu sisi dari sekuens pengenalan hingga 20
bp. Sistem-sistem ini juga dikenal dengan sistem R-M (Restriction-Modification).
2. DNA-ase
Pada kondisi tertentu di mana enzim restriksi endonuklease tidak dapat digunakan,
pemotongan DNA dapat menggunakan DNase. Hal ini bisa saja disebabkan karena suatu
DNA memiliki komposisi basa yang tak lazim sehingga mempunyai banyak sekuens
pengenalan. Atau misalnya ada kebutuhan untuk membagi DNA menjadi segmen-segmen
yang sangat banyak. Namun, penggunaan DNase menimbulkan satu masalah yaitu tidak
dihasilkannya sekuens untai tunggal yang unik pada ujung-ujung molekul. Semua ujung juga
tidak tumpul. Pengkloningan fragmen-fragmen yang terbentuk menjadi sulit, tapi hal itu dapat
diatasi dengan pemilihan DNA polimerase yang tepat.
2.12.2. Modifikasi
Modifikasi merupakan proses pengubahan pada DNA plasmid agar plasmid tersebut dapat
survive jika dipotong di tempat tertentu yang berpotensi mematikan. Modifikasi ini misalnya
metilasi basa-basa tertentu pada sejumlah urutan DNA atau pelibatan fosfatase untuk
menghilangkan fosfat yang dihasilkan dari proses pemotongan pada urutan basa tertentu
yang berpotensi mematikan.
Molekul-molekul yang Terlibat
1. Fosfatase
Fosfatase adalah enzim yang membuang fosfat dari DNA dan menggantinya dengan gugus
hidroksil. Fosfatase berperan dalam mengeblok reaksi penyambungan yang tidak diinginkan,
misalnya untuk mencegah plasmid yang sudah terpotong untuk menempel dengan ujung
lengketnya sendiri. Fosfatase biasa digunakan jika ujung dari pemotongan yang dihasilkan
adalah ujung tumpul atau pemotongan yang hanya memakai satu jenis enzim restriksi saja.
2. Polimerase
Polimerase yang digunakan pada proses modifikasi terdiri dari empat macam, yaitu DNA
polimerase bergantung-DNA, DNA polimerase bergantung-RNA, RNA polimerase bergantungDNA, dan polimerase tak bergantung-template.
a. DNA polimerase bergantung-DNA
Enzim ini mensintesis untai DNA dengan arah 5 ke 3 menggunakan template DNA.
Enzim ini juga dapat mempunyai aktivitas eksonuklease pada arah 3 ke 5 dan 5 ke 3.
Aktivitas DNA polimerase pada arah 5 ke 3 memungkinkan untai DNA komplementer
disintesis menggunakan template yang tepat, berupa segmen DNA untai tunggal dengan
22
primer yang menempel, atau bisa saja dua untai DNA yang menempel dengan salah satu
untai mempunyai suatu segmen di ujung 5 yang menggantung (tidak mempunyai
komplemen). Komplemennya dapat dibuat dengan menginkubasi DNA tersebut dengan DNA
polimerase dan deoksinukleosida trifosfat yang tepat, menghasilkan ujung DNA yang tumpul.
Proses ini disebut end-filling. Segmen di ujung 5 yang tidak mempunyai komplemen ini juga
dapat dihancurkan menggunakan 5-3 eksonuklease, menghasilkan ujung tumpul juga.
Proses ini dinamakan polishing. Ada juga kondisi di mana segmen di ujung 3 tidak
mempunyai komplemen, dan hal ini dapat diatasi dengan eksonuklease yang bekerja dari
ujung 3 ke 5.
Gambar 9. Cara kerja DNA polimerase dan eksonuklease untuk membentuk ujung tumpul
(Sumber: Howe, 2007)
tunggal dan pemendekan DNA untai ganda. Dalam memendekkan DNA untai ganda,
eksonuklease dapat beraksi menggunakan dua cara.
a. Penghilangan Kedua Untai Secara Terpisah
DNA dipotong menggunakan enzim restriksi yang menghasilkan ujung 5 yang menonjol.
Ujung ini diperlakukan dengan dua enzim berbeda. Enzim exonuclease III (exoIII) yang
bekerja dari 3 ke 5 akan menghancurkan ujung 3 yang mundur, menghasilkan daerah yang
hanya mempunyai untai tunggal di kedua ujungnya. Molekul DNA ini kemudian akan
diperlakukan dengan eksonuklease spesifik untuk untai tunggal dan menghilangkan ujungujung untai tunggal.
b. Penghilangan Kedua Untai Secara Bersamaan
Pada metode ini, digunakan enzim BaI31 yang bekerja dari 3 ke 5 membentuk ujung dengan
untai tunggal. Ujung dengan untai tunggal ini kemudian didegradasi dengan enzim
endonuklease. Cara ini memungkinkan untuk penghilangan pada kedua ujung secara
simultan.
Metilase
Metilase bekerja dengan cara mentransfer gugus metil ke DNA dari S-adenosil metionin. Hal
ini bertujuan agar fragmen DNA asing yang disisipkan ke DNA inang tidak dihancurkan oleh
sistem restriksi yang ada dalam tubuh inang.
2.12.3. Penyambungan (Ligasi)
Penyambungan adalah proses penggabungan fragmen DNA donor dengan fragmen DNA
inang pada urutan basa tertentu.. Ada 3 metode yang dapat digunakan untuk melakukan
melakukan penyambungan (ligasi). Metode pertama memanfaatkan kemampuan DNA ligase
untuk menggabungkan secara kovalen ujung-ujung lengket (kohesif) yang terbuka. Metode
24
kedua bergantung kepada DNA ligase bakteri E.coli yang terinfeksi T4 untuk membentuk
ikatan fosfodiester antar fragmen ujung tumpul. Metode ketiga memanfaatkan enzim
deoksinukleotidiltransferase terminal untuk sintesis ujung tunggal 3 homopolimer pada ujung
fragmen.
1.
kofaktor akan berpisah dan membentuk komplek enzim-AMP. Kompleks tersebut akan
berikatan dengan nick yang mengekspos 5 fosfat dan 3-OH, dan membuat ikatan kovalen
pada tautan fosfodiester.
2.
ujung 3-OH yang terekspos , yang dapat dihasilkan dari pra-perlakuan dengan
eksonuklease atau pemotongan dengan enzim restriksi seperti PstI, sangat cocok untuk
enzim transferase tersebut. Namun, ternyata cara ini juga dapat diterapkan pada DNA yang
dipotong oleh EcoRI.
3.
T4 DNA Ligase
T4 DNA ligase dikodekan oleh bakteriofag T4, dan dibuat dalam tubuh E.coli yang terinfeksi.
DNA ligase ini dapat mengerjakan penyambungan baik untuk ujung tumpul maupun ujung
lengket (sticky end) dan membutuhkan ATP agar bisa bekerja. Enzim ini juga membutuhkan
3-OH dan 5-fosfat agar dapat melakukan penyambungan.
DNA ligase E.coli
Merupakan enzim yang dihasilkan oleh bakteri itu sendiri, ia tidak dapat melakukan
penyambungan ujung tumpul. Juga membutuhkan 3-OH dan 5-fosfat seperti T4 DNA ligase
namun membutuhkan NAD+ alih-alih ATP.
Topoisomerase
Topoisomerase merupakan enzim lain yang mempunyai aktivitas penyambungan. Normalnya,
topoisomerase berfungsi untuk mempengaruhi derajat puntiran (supercoiling) dari molekul
DNA. Topoisomerase bekerja dengan memisahkan kedua untai DNA untuk menurunkan
tegangan kemudian menyatukan kedua untaian DNA itu lagi. Penyambungan dengan
topoisomerase memungkinkan proses yang lebih cepat dibanding jika menggunakan DNA
ligase konvensional.
Rekombinase
Banyak ragam dari sistem rekombinasi berbasis fag yang mengkatalisis pemisahan dan
penyambungan kembali dari molekul pada situs yang spesifik. Rekombinase dimanfaatkan
untuk modifikasi genetik dari hewan transgenik. Sistem rekombinasi ini salah satunya
digunakan pada bakteriofag lambda, di mana virus tersebut mempunyai sistem untuk
mengarahkan rekombinasi antara genom dari virus dengan kromosom dari inang dan
mengkatalisis proses insersinya.
Transposase
26
Elemen genetik yang transposable dapat berpindah-pindah dari satu titik di DNA ke titik lain
menggunakan enzim transposase. Enzim ini dapat digunakan untuk insersi origin of
replication atau gen yang resisten terhadap antibiotik.
2.13
mengalami
4. Di
sitoplasma,
ssDNA
eksogen
akan
menjadi
template
untuk
sintesis
dalam
atau
menjadi
plasmid baru
Fenomena
transformasi
ditemukan
oleh
F.
memiliki
kapsul
polisakarida; smooth; S) dan tipe non-patogen (tidak memiliki kapsul polisakarida; rough; R).
Gambar 12 Langkah-langkah transformasi DNA pada bakteri Gram
27
Griffith membunuh bakteri S dengan memanaskan dan menyuntikkan suspensi selnya pada
tikus, dan tikus tersebut tetap hidup. Hal ini menunjukkan bahwa sisa-sisa sel S yang telah
mati tidak virulen. Kemudian, Griffith mencoba mencampurkan sel S yang telah mati pada
suspensi sel non-patogen dan menyuntikkan campuran tersebut pada tikus uji, kemudian tikus
tersebut mati. Ternyata, perubahan pada sel R bukan hanya sifat virulensi. Griffith mengisolasi
bakteri R dari bangkai tikus, dan ternyata bakteri R yang morfologi koloninya kasar menjadi
halus. Dari percobaannya, Griffith menyimpulkan bahwa ada materi sisa dari bakteri S mati
yang diambil dan diekspresikan dalam bakteri R hingga bakteri R berubah menjadi virulen
(patogen). Fenomena yang ditemukan oleh Griffith inilah yang disebut sebagai transformasi
genetik.
Dapat disimpulkan bahwa, transformasi genetik merupakan proses perubahan genetik dari sel
bakteri sebagai hasil dari penyerapan langsung, penyatuan, dan ekspresi materi genetik
eksogenus dari lingkungan sel melalui membran sel. Materi genetik yang dimaksud dalam hal
ini adalah gen yang memiliki kode-kode DNA yang dibutuhkan untuk menghasilkan protein
tertentu, yang kemudian akan menghasilkan sifat baru. Transformasi (termasuk konjugasi
dan transduksi) dapat terjadi secara alami pada beberapa spesies bakteri. Dalam rekayasa
genetika, transformasi genetik merupakan tahap yang penting untuk mengintegrasikan
plasmid rekombinan ke sel inang dan mereplikasinya. Pada dasarnya, transformasi
merupakan proses yang sangat tidak efisien karena persentase sel bakteri kompeten yang
mengalami transformasi genetik sangat kecil, hanya sedikit fraksi DNA plasmid yang dapat
masuk ke dalam sel bakteri. Maka dari itu, dibutuhkan metode-metode buatan, baik secara
langsung atau tidak langsung untuk mengintegrasikan materi genetik ke bakteri.
28
Seperti yang sudah dijelaskan, bakteri yang mudah dilewati DNA disebut bakteri kompeten.
E.coli akan bersifat kompeten jika ia sedang tumbuh dengan sangat cepat (berada pada fase
log, dibanding pada fase-fase lainnya). Maka dari itu, tahap transformasi genetik sebaiknya
dilakukan saat E.coli berada dalam fase log.
29
2. Elektroporasi
Gambar 15. Prinsip transformasi plasmid rekombinan pada bakteri E.coli menggunakan metode
elektroporasi
(Sumber: www.btxonline.com)
panjang
pulsa
(konstanta
waktu-hambatan-kapasitas).
Sedangkan,
efisiensi
elektroporasi bergantung pada banyak faktor, seperti temperatur, parameter medan listrik
(voltase, resistansi dan kapasitansi), bentuk topologis DNA, dan faktor sel inang (latar
belakang genetik, kondisi tumbuh, dan kondisi setelah kejutan listrik). Frekuensi transformasi
menunjukkan fungsi yang linear dengan konsentrasi DNA dalam enam tingkat orde.
Sedangkan, efisiensi transformasi merupakan fungsi dari konsentrasi sel bakteri. Sebagian
besar sel bakteri yang tetap hidup merupakan bakteri yang kompeten, dan 80% di antaranya
bertransformasi pada konsentrasi DNA yang tinggi.
30
31
DNA target akan diletakkan diatas permukaan emas sekitar 0.51.5 m, kemudian
dilakukan penembakan dengan perangkat gene gun yang menembak dengan tekanan tinggi.
Materi genetik yang dimasukkan ke dalam sel disebut sebagai trans gene. DNA yang sudah
terlapisi dengan emas akan masuk ke dalam jaringan dan melakukan integrasi ke dalam DNA
kromosom secara acak. Metode ini dirancang untuk transformasi sel tumbuhan, dan mampu
mentransformasi hampir semua jenis sel dan tidak terbatas pada materi genetik dari nukleus,
tetapi plastida dan organel yang memiliki materi genetik lainnya juga dapat ditransformasi.
2.13.2 Metode Transformasi Genetik Tidak Langsung
Agrobacterium tumefaciens merupakan bakteri Gram positif yang bersifat fitopatogen pada
tanaman dikotil. Bakteri tersebut mempunyai kemampuan yang secara alami dapat
mentransfer potongan DNA (transfer DNA) ke dalam genom tanaman dan menyebabkan
terbentuknya tumor (crown gall), yang merupakan sumber karbon bagi A. tumefaciens.
Kemampuan A. tumefaciens tersebut digunakan untuk menyisipkan gen bermanfaat ke
dalam tanaman seperti gen yang berperan dalam perbaikan sifat. Transformasi dengan A.
tumefaciens memiliki beberapa keuntungan, seperti mudah dilakukan, integrasi ke dalam
genom DNA yang stabil, dan efisiensi transformasi yang cukup tinggi. Transformasi dengan
A. tumefaciens juga memiki efisiensi transformasi dengan salinan gen tunggal yang
dihasilkan lebih tinggi. Akan tetapi, keberhasilan transformasi A. tumefaciens masih terbatas
pada genotipe tanaman tertentu.
2.14
a. Sel inang tidak dimasuki DNA apa pun. Hal ini mengindikasikan transformasi yang dilakukan
gagal.
b. Sel inang dimasuki vektor, tetapi tanpa fragmen sisipan yang diinginkan. Hal ini mengindikasikan
proses rekayasa gagal.
c. Sel inang dimasuki vektor rekombinan dengan fragmen sisipan yang diinginkan. Hal ini
mengindikasikan proses rekayasa berhasil.
Menemukan dan memisahkan bakteri yang mengandung hasil insersi yang diinginkan di antara
semua sel merupakan kerja yang sulit. Proses tersebut melibatkan penelusuran semua sel
rekombinan yang diperoleh dari transformasi untuk menemukan klon yang diinginkan. Proses ini
dinamakan dengan proses skrining dan seleksi. Metode skrining dan seleksi yang umum dilakukan
adalah inaktivasi insersi menggunakan substrat kromogenik (skrining biru-putih atau blue-white
screening) dan resistensi antibiotik.
2.14.1 Metode Inaktivasi Insersi Menggunakan Substrat Kromogenik (Skrining Biru-Putih atau
Blue-White Screening)
Skrining biru-putih (blue-white screening) merupakan salah satu teknik visual screening umum
pada bakteri Gram negatif seperti E.coli. Prinsip dari metode ini didasarkan pada reaksi
penguraian X-gal yang merupakan substrat kromogenik.
Penguraian X-gal dan peningkatan fenotipe Lac operon diinduksi oleh adanya isopropilthio--Dgalaktosida (IPTG) dan dikatalisis oleh enzim -galaktosidase yang dikode oleh gen LacZ, yang
merupakan gen pertama dalam Lac operon E.coli. Enzim -galaktosidase merupakan tetramer
yang menghidrolisis laktosa menjadi glukosa dan galaktosa, dan tiap-tiap monomer terdiri atas
2 bagian: LacZ- dan LacZ-. Jika dilakukan delesi pada fragmen DNA , maka fragmen
33
akan menjadi tidak berfungsi. Insersi fragmen gen penghasil -glukosidase dilakukan pada
residu asam amino 11-41 LacZ, yang akan mengganggu fragmen LacZ-, sehingga gen LacZ
menjadi inaktif atau tidak sempurna (maka dari itu, metode ini disebut inaktivasi insersi). Gen
LacZ yang tidak sempurna tidak bisa menyandi -galaktosidase yang dapat menghidrolisis Xgal pada medium menjadi galaktosida dan 5,5-dibromo-4,4-dikloro-indigo yang berwarna biru,
tetapi jika plasmid tidak mempunyai gen penghasil -glukosidase atau bakteri tidak mengalami
transformasi genetik dengan plasmid rekombinan, maka LacZ akan mengekspresikan enzim galaktosidase. Berarti, dalam skrining ini, gen -glukosidase merupakan marka seleksi.
Sehingga, pada medium padat, koloni bakteri E.coli yang menghasilkan enzim -galaktosidase
menjadi berwarna biru, sedangkan koloni yang tidak menghasilkan enzim tetap berwarna putih.
Gambar 18. Insersi gen yang diinginkan pada multiple cloning site gen LacZ mengganggu fragmen
LacZ- dan menghambat pembentukan peptida , sehingga enzim -galaktosidase tidak berfungsi
(Sumber: Nicholl, 2008)
Plasmid rekombinan, tetapi insersi gen barunya berada di daerah koding peptida dan tidak
memiliki kodon stop, sehingga protein fusi yang masih bisa diekspresikan oleh LacZ- masih
bisa terbentuk (aktivitas -glukosidase hanya terinaktivasi sebagian), atau gen yang diinsersi
sangat pendek dan tidak sampai mengganggu fragmen LacZ-. Meskipun begitu, koloni false
negative umumnya berwarna biru muda, tidak seperti koloni true negative yang berwarna biru
tua. Maka dari itu, untuk mengetahui apakah insersi telah dilakukan dengan tepat, lebih baik
diperiksa kembali menggunakan pengurutan DNA (DNA sequencing). Terakhir, prosedur bluewhite screening sangat kompleks dan menggunakan substrat X-gal yang sangat mahal, tidak
stabil, dan rumit.
Gambar 19. Bakteri E.coli yang telah mengalami transformasi genetik dengan plasmid rekombinan akan
menghasilkan warna putih. Sedangkan, bakteri yang mengalami transformasi genetik dengan plasmid
yang tidak sukses terligasi gen yang diinginkan atau tidak mengalami transformasi genetik sama sekali
akan menghasilkan warna biru
35
(Sumber: www.oregonstate.edu)
Gambar 20. Template plasmid yang memiliki gen LacZ dan Amp
(Sumber: www.discoveryandinnovation.com)
2.15
36
Oxbile (Oxgall)
40.0gm
5.0gm
Beef Extract
3.0gm
Esculin
1.0gm
Ferric Citrate
0.5gm
Agar
15.0gm
(Sumber: www.catalog.hardydiagnostics.com)
Apabila E.coli yang telah disisipkan gen -glukosidase mampu mengekspresikan gen dari
Rhizomucor miehei dan menghasilkan enzim tersebut ditempatkan pada gel esculin, maka
esculin yang ada akan terhidrolisis menjadi esculetin dan berubah warna menjadi coklat tua
mendekati hitam. Hal ini merupakan tanda keberadaan enzim -glukosidase.
Gambar 22. Reaksi esculin yang terhidrolisis oleh enzim -glukosidase dan berubah menjadi esculetin
yang berwarna coklat tua mendekati hitam
(Sumber: www.microbeonline.com)
Pada tabel tersebut, dapat dilihat bahwa gel esculin mengandung garam oxbile. Padahal,
karena adanya keberadaan garam oxbile ini, E.coli tidak dapat hidup, karena ia adalah bakteri
37
nonhalofilik. Maka dari itu, analisis keberadaan -glukosidase pada E.coli dilakukan dengan
menghilangkan terlebih dahulu kandungan garam oxbile dalam gel esculin.
2.15.2 Deteksi Menggunakan pNPG
Enzim -glukosidase hasil isolasi dapat dideteksi menggunakan substrat sintetik p-nitrofenilalfa-D-glukopiranosida (pNPG), yang dihidrolisis untuk melepaskan p-nitrofenol yang akan
mengeluarkan warna kuning pada larutan alkali.
Enzim selulobiase mengkatalisis hidrolisis ikatan -1,4-glikosidik yang ditemukan dalam
selulosa. Enzim ini dapat ditemukan pada organisme-organisme seperti fungi dan bakteri yang
dapat memecah selulosa. Untuk mengetahui keberadaan enzim ini dalam suatu larutan, maka
biasanya kita mengetahui keberadaan produk yang akan dihasilkan oleh enzim ini. Namun, baik
substratnya (selulosa) maupun produknya (glukosa) tidak berwarna, jadi sulit bagi kita
mengetahui keberadaan enzim ini secara kuantitatif.
Untuk mempermudahnya, kita tidak menggunakan selulosa sebagai substrat, melainkan
sebuah substrat artifisial yang lain, yaitu p-nitrofenil glukopiranosida. Substrat artifisial ini dapat
juga terikat pada enzim dan dipecah menjadi glukosa and p-nitrophenol. ketika p-nitrophenol
dicampur di dalam larutan alkali (atau stop solution), maka akan dihasilkan warna kuning pada
larutan tersebut.
38
Gambar 24. Reaksi hidrolisis pNPG yang menghasilkan glukosa dan warna kuning (pnitrofenol)
(Sumber: www.slideplayer.com)
Warna kuning dari p-nitrofenol dapat diukur menggunakan spektrofotometer, di mana jumlah pnitrofenol berhubungan dengan intensitas warna dan hubungannya linear.
2.16
Pengecekan Final
Pengecekan final dilakukan dengan SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate
Polyacrylamide Gel Electrophoresis). SDS-PAGE adalah metode membedakan protein
berdasarkan massa molekul. Cara memisahkannya adalah dengan menaruh protein ke dalam
gel poliakrilamida dan menempatkan gel tersebut di dalam buffer yang dialirkan arus listrik.
Protein yang pada dasarnya adalah molekul bermuatan yang akan bergerak apabila
ditempatkan pada medan listrik. Tujuan dilakukan SDS-PAGE adalah untuk memisahkan
protein berdasarkan ukuran mereka. Sama seperti prinsip pada elektroforesis asam nukleat,
kita bisa mengelektroforesis protein untuk memisahkan mereka berdasarkan massa
molekulnya. Senyawa yang memiliki muatan akan bermigrasi menyebrangi gel untuk menuju
tempat yang berbeda muatan dengannya. Prosedur pengerjaan metode ini adalah:
1. Mempurifikasi protein dari sel dan melarutkannya dalam buffer, yang mengandung SDS dan
komponen lainnya.
2. Membuat gel poliakrilamida dari bubuk poliakrilamida.
3. Mengaplikasian sampel yang telah dilarutkan di dalam buffer ke dalam sumur pada gel
poliakrilamida.
4. Menuangkan buffer pada masing-masing kutub, dan memasukan elektroda positif di bagian
seberang sumur dan negatif di bagian dekat sumur, kemudian menyalakan power.
5. Menunggu hingga protein terpisah-pisah membentuk band-band pada gel (ini dapat dilihat
lewat alat imaging).
Dalam SDS-PAGE, ada beberapa bahan utama yang akan digunakan: yaitu polyacrylamide
gel, buffer, dan detergent SDS.
Tabel 2. Persen poliakrilamida yang dibutuhkan untuk massa protein yang berbeda
(Sumber: www.bitesizebio.com)
Gambar 25. Kegunaan SDS dalam melinearkan protein dan melapisi dengan muatan
(Sumber: www.bio.davidson.edu)
2.16.3 Buffer
Biasanya pada SDS-PAGE, digunakan gel Laemmli yang terdiri dari 2 gel berbeda dalam pH
(stacking dan running). Protein baru benar-benar terpisahkan ketka mencapai running gel. Saat
semua protein mencapai gel running pada waktu yang sama, pergerakan protein merupakan
fungsi berat molekul saja (tidak tergantung pada jumlah muatan), dan efek kesalahan dalam
loading sample atau kesalahan lain dapat dikurangi.
40
41
BAB 3
STRATEGI KLONING
Secara umum, strategi kloning gen -glukosidase dari Rhizomucor miehei ke bakteri Escherichia coli
meliputi:
Transformasi genetik
menggunakan metode
elektroporasi
Gambar 27. Diagram alir strategi kloning gen -glukosidase dari Rhizomucor miehei ke bakteri
Escherichia coli
(Sumber: Dokumentasi Penulis)
42
(Tako dkk, 2010). Setelah fragmen DNA genomik diperoleh, langkah selanjutnya adalah mencari
gen yang mengkode produksi enzim -glukosidase ekstraseluler (gen bgl).
3.2
Primer-primer IPCR dirancang pada arah berlawanan dengan PCR normal. Reaksi PCR
dilakukan dalam parameter berikut: denaturasi dilakukan pada temperatur 940C selama 2 menit,
diikuti oleh 10 siklus pada temperatur 940C selama 15 detik, 550C selama 30 detik, dan 680C
43
selama 3 menit, kemudian oleh 20 siklus pada temperatur 940C selama 15 detik, 550C selama
30 detik, dan 680C selama 3 menit dengan siklus elongasi (5 detik) untuk setiap siklus; siklus
terakhir diikuti dengan tahap ekstensi pada temperatur 680C selama 7 menit.
Gambar 29. (a) Representasi skematik gen Bgl dan daerah utama pengkode protein. Tanda panah
menandakan posisi primer-primer untuk amplifikasi IPCR dan kloning. (b) Perbandingan motif sekuens
dari 3 kelompok glikosida hidrolase.
(Sumber: Tako, dkk., 2010)
Setiap produk amplifikasi diklon ke plasmid menggunakan kit kloning produk PCR InsT/Aclone
dan disekuens pada kedua arah. Tiap produk amplifikasi kemudian dikloning ke dalam vektor
yang ditentukan.
3.3 Mendesain primer untuk kloning dengan metode PCR
Mengacu pada langkah-langkah yang telah diijabarkan pada tinjauan pustaka, primer yang
digunakan adalah sebagai berikut.
Forward primer : 5 TAAGCAAGATCTATGCTG CTTTGA CTGCGC 3
Reverse primer :
Awal : GCAGCCCGGGGGATCCACTCTAGATAAGAT
Akhir setelah di-reverse : 5 ATCTTATCTAGAGTGGATCCCCCGGGCTGC 3
Dengan basa yang digarisbawahi merupakan situs restriksi BglII untuk forward primer dan XbaI
untuk reverse primer.
3.4 Melakukan PCR untuk Amplifikasi Gen -glukosidase
Tipe PCR yang kami gunakan adalah two-step PCR, di mana tahap penempelan (annealing)
dan elongasi digabungkan karena Tm (temperatur leleh) yang dimiliki kedua primer cukup tinggi
(di atas 68oC). Temperatur leleh untuk masing-masing primer yang telah didesain dianalisis
menggunakan multiple primer analyzer dari Thermofischer (masing-masing 74,8 dan 77,2oC).
GC content dari kedua primer tersebut juga dalam rentang yang direkomendasikan (40-60%)
44
yaitu masing-masing 46,7% dan 56,7%. Kedua primer juga tak menimbulkan primer dimer baik
self-dimer maupun cross dimer (dapat menempel dengan primer lainnya). DNA polimerase yang
tepat digunakan untuk PCR pada suhu tinggi adalah Taq polimerase.
3.5 Tahap Insersi Gen -glukosidase dari Rhizomucor miehei ke Plasmid pRADZ1
Bahan-bahan yang Dibutuhkan
Ada pun bahan-bahan yang diperlukan untuk mengkloning gen -glukosidase dari Rhizomucor
miehei adalah sebagai berikut:
Strain E. coli
E. coli yang digunakan pada pengkloningan ini adalah E. coli strain DH5 electrocompetent.
Bakteri E.coli strain DH5 dipilih karena ia merupakan strain yang paling umum digunakan
dalam kloning gen secara umum. DH5 mempunyai mutasi recA1 dan endA1 yang dapat
menstabilkan gen sisipan dan meningkatkan kualitas plasmid secara keseluruhan. Selain itu,
karena jenis transformasi yang digunakan adalah elektroporasi, penggunaan strain DH5
akan memberikan efisiensi transformasi yang tinggi, sehubungan dengan sifatnya yang
electrocompetent.
Plasmid
Plasmid yang digunakan adalah pRADZ1 yang panjangnya 9988 bp (Meima et.al, 2000),
merupakan suatu plasmid yang biasa digunakan dalam kloning secara umum (general
cloning) dan dapat digunakan dalam pengkloningan menggunakan E. coli. pRADZ1
mempunyai ukuran 9988 bp, resisten terhadap antibiotik ampicillin, mempunyai ori yang
dapat membuat plasmid tersebut dikenali oleh E.coli sehingga tidak terestriksi oleh sistem
tubuh bakteri tersebut, mengandung gen LacZ, serta merupakan plasmid dengan jumlah
salinan yang tinggi (high-copy number). Plasmid ini dapat menampung sisipan gen dengan
ukuran maksimal 10-20 kb. Rencananya, gen akan disisipkan di bagian LacZ (membuang
lacZ).
45
Enzim Restriksi
Enzim restriksi yang digunakan adalah BglII yang spesifik memotong di basa ke-2182 dan
XbaI yang spesifik memotong di basa ke-5401. Kedua enzim ini umum digunakan dalam
proses pengkloningan. BglII mengenali sekuens A^GATCT, sementara XbaI mengenali
sekuens T^CTAGA. Kedua enzim tersebut juga merupakan enzim yang digunakan dalam
Sistem R-M Tipe II. Selain itu, tidak ditemukannya situs pengenalan dua enzim restriksi ini di
dalam gen -glikosidase R. miehei menjadikan dua enzim restriksi ini dapat digunakan
karena tidak akan memotong di daerah gen.
Molekul Modifikasi
Modifikasi yang digunakan adalah metilasi, dengan molekul yang digunakan adalah enzim
metilase.
Molekul Penyambungan
Molekul penyambungan yang digunakan adalah enzim DNA ligase T4. Enzim ini umum
digunakan pada usaha pengkloningan karena bisa menyambung baik ujung lengket (sticky
end/cohesive end) maupun ujung tumpul (blunt end). DNA ligase T4 disukai karena lebih
efisien dibanding DNA ligase E. coli.
Gen -glukosidase dari Rhizomucor miehei
46
Gen ini diperoleh dari proses PCR, di mana proses PCR memperbanyak gen -glukosidase
yang diperoleh dari ekstraksi Rhizomucor miehei NRRL 5282. Gen ini telah direstriksi ujungujungnya oleh enzim restriksi yang sama yang digunakan untuk memotong pRADZ1 yaitu
BglII dan XbaI.
Gambar 31. Peta Restriksi gen -glukosidase R.miehei (Diolah dengan menggunakan Addgene Sequence
Analyzer)
2.
dilakukan dengan menggunakan elektroforesis gel agarosa. Plasmid yang diinginkan dan
fragmen gen yang diinginkan dapat terlihat sebagai pola pada gel.
Gambar 32. Ilustrasi elektroforesis gel agarosa untuk purifikasi pRADZ1 yang terpotong dan gen glukosidase
(Sumber: www.thermofisher.com)
3.
4.
3.6
Gambar 33. Sirkuit listrik dan konfigurasi elektroda yang digunakan dalam elektroporasi E.coli
(Sumber: Dower, et al. 1988)
6. Pemindahan suspensi sel pada tabung polipropilen dan inkubasi pada temperatur 370C
selama 1 jam, kemudian dilakukan pengocokan tabung pada kecepatan 225 rpm untuk
meningkatkan perolehan transforman.
3.7
Tahap Pemilihan Klon yang Tepat Menggunakan Skrining Biru Putih (Blue White
Screening) dan Seleksi Resistensi Antibiotik
Setelah plasmid rekombinan berhasil masuk dalam E.coli dan melakukan replikasi,
selanjutnya kita melakukan skrining dan seleksi untuk menentukan apakah gen yang diinginkan
(-glukosidase) telah sukses terligasi pada vektor E.coli dan mengetahui apakah E.coli berhasil
melakukan transformasi genetik dengan plasmid rekombinan, juga memilih klon mana yang tepat
untuk dikultur selanjutnnya. Metode ini dipilih karena plasmid yang digunakan (plasmid pRADZ1)
memiliki LacZ, tetapi pada tahap sebelumnya kita telah menginsersi gen -glukosidase pada
multiple cloning site gen LacZ yang mengganggu fragmen LacZ- dan menghambat
pembentukan peptida , sehingga enzim -galaktosidase tidak berfungsi sempurna dan tidak
dapat menguraikan substrat IPTG menjadi galaktosa dan senyawa berwarna biru. Berarti, bakteri
E.coli yang telah mengalami transformasi genetik dengan plasmid rekombinan akan
menghasilkan warna putih. Sedangkan, E.coli yang mengalami transformasi genetik dengan
plasmid yang tidak sukses terligasi gen yang diinginkan atau tidak mengalami transformasi
genetik sama sekali akan menghasilkan warna biru.
Gambar 34. Hasil blue-white screening: koloni bakteri berwarna biru dan putih. Koloni putih merupakan
koloni yang diperkirakan mengandung fragmen gen penghasil -glukosidase, sedangkan koloni biru
diperkirakan merupakan koloni yang tidak mengandung fragmen gen penghasil -glukosidase.
(Sumber: www.sigmaaldrich.com)
Selain itu, karena plasmid pRADZ1 yang memiliki gen pembawa sifat resistensi terhadap
terhadap antibiotik ampicillin (AmpR), maka metode inaktivasi insersi (skrining biru putih)
digabungkan dengan metode resistensi antibiotik. Gen AmpR yang terdapat dalam plasmid
pRADZ1 akan menyandi enzim -laktamase yang mampu menghidrolisis ikatan 4-cincin
betalaktam dari antibiotik beta-laktam seperti ampicillin, dan mendegradasinya sehingga bakteri
E.coli tidak akan mati karena keberadaan antibiotik tersebut. Maka dari itu, ketika E.coli pembawa
plasmid rekombinan ditumbuhkan dalam media yang mengandung ampicillin, maka E.coli
50
tersebut akan tetap tumbuh, sementara E.coli yang tidak membawa plasmid rekombinan akan
mati.
Seleksi dengan resistensi antibiotik merupakan metode yang cukup penting dilakukan untuk
mempertahankan gen AmpR yang terdapat di pRADZ1. Tanpa adanya ampicillin, E.coli cenderung
kehilangan resistensinya setelah beberapa kali pembelahan sel, padahal sifat resistensi ini
penting dalam proses produksi selanjutnya, agar E.coli tidak mudah mati dalam lingkungan yang
mengandung ampicillin di dalamnya.
Gambar 35. E.coli yang tidak memiliki gen Amp (tidak berhasil melakukan transformasi genetik) akan
tumbuh dalam medium yang tidak mengandung ampicillin, tetapi akan mati sepenuhnya dalam medium
yang mengandung ampicillin. Sedangkan, E.coli yang mengandung plasmid rekombinan (terdapat gen
R
Amp ) akan tumbuh dalam medium yang tidak mengandung ampicillin, dan masih dapat tumbuh dalam
medium yang mengandung ampicillin.
(Sumber: Pearson Education, 2016)
Setelah melewati tahap skrining dan seleksi, dapat diketahui bahwa E.coli yang berhasil
melakukan transformasi genetik dengan plasmid rekombinan adalah E.coli yang menghasilkan
warna putih ketika diskrining dan tetap hidup saat ditumbuhkan dalam medium yang mengandung
ampicillin.
Prosedur Pengerjaan
Langkah-langkah dalam melakukan skrining biru-putih dan seleksi resistensi antibiotik, meliputi:
1. Preparasi agar Luria-Bertani sebagai medium yang berisi nutrien pertumbuhan bakteri.
2. Penambahan substrat kromogenik (X-gal) dan IPTG.
3. Autoklaf medium (tahap ini opsional, tergantung strain E.coli yang digunakan).
4. Penambahan antibiotik ke dalam medium, berupa ampicillin.
5. Penempatan piringan dalam laminar flow chamber.
6. Penyebaran E.coli yang sudah melakukan transformasi genetik pada piringan agar LB
menggunakan sterile spreader.
51
7. Inkubasi piringan pada temperatur 370C selama 24-48 jam. Koloni biru dan putih akan muncul
pada permukaan agar, dan pilih koloni bakteri berwarna putih untuk selanjutnya dilakukan kultur.
52
(Sumber: slideplayer.com)
Prosedur Pengerjaan
Langkah-langkah dalam melakukan pendeteksian dengan pNPG adalah sebagai berikut:
1.
Menyiapkan campuran reaksi di dalam tabung uji dan menginkubasinya pada 37 selama 5
menit, yang berisi reagen:
Menambahkan larutan enzim sebanyak 0.5ml dan mencampurkannya dengan reagen (enzim
terlebih dahulu sudah dilarutkan di 50mM buffer Tris-HCl dingin pH 7.8 (ca. 1mg/ml) dan 0.006
0.022 U/ml dengan diluen enzim segera sebelum dilakukan pendeteksian).
53
3.
Setelah 15 menit, pada temperatur 37, menambahkan 2.0 mL larutan Na2CO3 untuk
menghentikan reaksi dan mengecek OD pada 400nm.Sebelumnya, mempersiapkan blank dari
campuran satu yang ditambahkan 2.0 mL larutan Na2CO3.
Warna kuning dari p-nitrophenol diukur menggunakan spektrofotometer, di mana jumlah pnitrofenol berhubungan dengan intensitas warna, dan hubungannya linear.
Gambar 38. Hasil deteksi menggunakan pNPG:Larutan berwarna kuning (tabung kiri) yang
mengindikasikan enzim -glukosidase bekerja menghidrolisis pNPG menjadi glukosa dan pnitrofenol yang berwarna kuning. Berarti, E.coli berhasil mengekspresikan gen enzim pengkode glukosidase.
(Sumber: www.studyblue.com)
3.10
1. Pelarutan protein di dalam buffer yang mengandung SDS, agen pereduksi (seperti DTT), agen
chaotropic dan buffer serta garam
Pelarutan protein dalam buffer adalah kunci keberhasilan dari SDS-PAGE, protein harus
benar-benar terlarut di dalam buffer.
54
Gambar 40. Perkiraan hasil SDS-PAGE enzim -glukosidase dari Rhizomucor miehei (massa protein =
76.5 kDa) yang ditunjukkan oleh pita warna hitam (Sumber : bio-rad.com)
55
BAB 4
PENUTUP
Kesimpulan
1. Gen beta-glukosidase Rhizomucor miehei mempunyai karakteristik khas yaitu dapat bertahan
pada
merupakan enzim glukosidase yang memutus ikatan beta(1--> 4) glikosida antara dua glukosa
atau molekul pengganti glukosa misalnya selobiosa, bertindak sebagai katalis hidrolisis residu
ujung non-pereduksi pada beta-D-Glukosa.
2. Beta-glukosidase banyak digunakan pada industri keju.
3. Teknik yang dapat digunakan pada kasus / proyek ini untuk isolasi gen beta-glikosidase
Rhizomucor miehei adalah dengan perlakuan alu dan mortar dalam nitrogen cair kemudian
dimurnikandalam 0,5 mg/mL bis-benzamida-CsCl untuk isolasi fragmen DNA. Pencarian gen
beta-glikosidase yang spesifik dapat menggunakan teknik IPCR. Kemudian gen yang sudah
ditemukan dapat diperbanyak menggunakan PCR dengan primer termodifikasi BglII dan XbaI.
4. Sel inang yang digunakan adalah E.coli yang mempunyai karakteristik yaitu pertumbuhannya
cepat dan mudah untuk dikultivasi. Strain yang digunakan adalah DH5alpha yang memiliki
efisiensi transformasi yang tinggidan dapat menstabilkan gen sisipan.
5. Plasmid yang dapat digunakan adalah pRADZ1 yang mempunyai jumlah salinan tinggi, cocok
untuk strain DH5alpha, mempunyai ori, gen resisten ampicillin, serta gen lacZ.
6. Molekul yang digunakan untuk pemotongan adalah enzim BglII dan XbaI, untuk modifikasi
menggunakan metilase, untuk penyambungan menggunakan DNA ligase T4.
7. Transformasi yang digunakan adalah teknik elektroporasi untuk plasmid besar.
8. Teknik skrining yang digunakan yaitu skrining biru/putih, teknik seleksi yang digunakan yaitu
seleksi resistensi antibiotik.
9. Untuk menguji keberhasilan ekspresi menggunakan PNPG dan SDS-PAGE.
56
DAFTAR PUSTAKA
Addgene. 2015. Plasmid 101 : A Desktop Resource 2nd Edition. [ONLINE] Diakses dari
www.addgene.org pada 1 Oktober 2016.
Hawwa, R. 2015. How to Choose Restriction Enzyme. [ONLINE] Available at:
http://www.livestrong.com/article/373830-how-to-choose-restriction-enzymes/ [Accessed 25
September 2016].
Howe, C.J. (2007). Gene Cloning and Manipulation 2nd Edition. New York : Cambride University
Press.
Lodge, J., Lund, P., Minchin, S. 2006. Gene Cloning : Principles and Application. New York : Garland
Science.
New
England
Biolabs.
2016.
XbaI
|
NEB
.
[ONLINE]
Available
at:
https://www.neb.com/products/r018xbai. [Accessed 25 September 2016].
New
England
Biolabs.
2016.
BglII
|
NEB
.
[ONLINE]
Available
at:
https://www.neb.com/products/r0144-bglii. [Accessed 25 September 2016].
Primrose, S. B, Twyman, R.M, and Old, R.W. (2001). Principles Of Gene Manipulation. Oxford:
Blackwell Scientific.
Tak, M., Tth, A., G. Nagy, L., Krisch, J., Vgvlgyi, C. and Papp, T. (2009). A new -glucosidase
gene from the zygomycete fungus Rhizomucor miehei. Antonie van Leeuwenhoek, 97(1),
pp.1-10.
Translation and Open Reading Frames. 2016. Translation and Open Reading Frames. [ONLINE]
Available at: http://bioweb.uwlax.edu/genweb/molecular/seq_anal/translation/translation.html.
[Accessed 25 September 2016].
Oswald, Nick. 2015. How SDS-PAGE works.[ONLINE] Available at: http://bitesizebio.com/580/howsds-page-works/ [Accessed 30 September 2016]
Anonim. 2016. beta-Glucosidase.
https://calzyme.com/commerce/catalog/spcategory.jsp?category_id=1026. [Online]
You,Hyun Ju, et al. 2014. High Expression of -Glucosidase in Bifidobacterium bifidum BGN4 and
Application in Conversion of Isoflavone Glucosides During Fermentation of Soy Milk. Seoul.
[ONLINE]
Bile Esculin Hydrolisis Test. Anonim. 2016. [ONLINE] Available at:
http://spot.pcc.edu/~jvolpe/b/bi234/lab/differentialMedia/esculin.html. [Accessed 20September
2016]
Singh, Gopal. 2014. Catalytic properties, functional attributes and industrial applications of glucosidases. [ONLINE] Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/. [Accessed 20September
2016]
Rajoka, M.I, et al. 1998. Cloning and Expression of 13-Glucosidase Genes in Escherichia coli and
Saccharomyces cerevisiae. Pakistan. [Accessed 20September 2016]
De Palma-Fernandez, E., Gomes, E. & Da Silva, R., 2002. Purification and characterization of two glucosidases from the thermophilic fungus Thermoascus aurantiacus. Folia Microbiologica,
47(6), 685-690.
Bhatia Y, Mishra S, Bisaria VS. Microbial -glucosidases: cloning, properties, and applications.
Critical Reviews in Biotechnology. 2002; 22:375-407.
Yoshioka H, Hayashida S. Production and purification of thermostable -glucosidase from Mucor
miehei YH-10. Agricultural Biology and Chemistry 1980; 44:2817-2824.
Characterization of the minimal replicon of a cryptic Deinococcus radiodurans SARK plasmid and
development of versatile Escherichia coli-D. radiodurans shuttle vectors. Meima R, Lidstrom
57
58
Team Resources. (2016). Other Cloning Protocols: Blue-White Screening Protocols. [ONLINE] Oxford
Genetics. Tersedia di: http://www.oxfordgenetics.com/SiteContent/TeamResources/othercloning-protocols. Diakses pada 24 September 2016.
Welch, J. (2015). Plasmids 101: Blue-White Screening. [ONLINE] AddGene. Tersedia di:
www.addgene.org/plasmids-101-blue-white-screening. Diakses pada 25 September 2016.
Welch, J. (2015). Plasmid Protocols: Bacterial Transformation. [ONLINE] AddGene. Tersedia di:
https://www.addgene.org/plasmid-protocols/bacterial-transformation/.
Diakses
pada
25
September 2016.
Woodall, C.A., et al. (2003). E.coli Plasmid Vectors: Methods and Applications. New Jersey: Humana
Press.
Anonim.
2005.
Rhizomucor
Mold
Species.
[ONLINE]
http://www.mold.ph/rhizomucor.htm. Diakses 02 Oktober 2016.
Dapat
diakses
pada:
Krisch, J., dkk. 2012. Characterization of A B-Glucosidase with Transgalactosylation Capacity from
The Zygomycete Rhizomucor miehei. Bioresource Technology 114 (2012) 555560
59
LAMPIRAN
Sekuens lengkap -glukosidase R.miehei NRRL 5282 (nomor akses AM922334 dari situs NCBI)
60