BIOTEKNOLOGI
“POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) DAN SEQUENCING”
Oleh
Kelompok 2
Elmayana Fradila (19177008)
Yanti Elfika Desti (18177038)
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya
sehingga makalah Bioteknologi Pendidikan yang membahas tentang “Polymerase Chain Reaction
(PCR) Dan Sequencing” ini dapat terselesaikan sebagaimana mestinya. Shalawat serta salam tidak
lupa kita haturkan kepada junjungan Baginda Nabi Besar Muhammad SAW atas bimbingan beliau
sehingga kita dapat keluar dari zaman yang belum memiliki ilmu pengetahuan seperti yang kita
Ucapan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah bioteknologi yang telah
memberikan kami kesempatan untuk membuat makalah ini sebagai pedoman, acuan, dan sumber
belajar.
Akhir kata, Penyusun menyadari bahwa masih terdapat banyak kesalahan baik dari segi
bahasa, tulisan, maupun kalimat yang kurang tepat dalam makalah ini, oleh karena itu, kritik dan
saran yang bersifat membangun dari para pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah
berikutnya.
Penulis
DAFTAR ISI
2
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3
BAB I
PENDAHULUAN
Bioteknologi diartikan sebagai penerapan prinsip ilmu dan rekayasa dalam pemanfaatan
makhluk hidup (bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup
(enzim,alkohol) dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Bioteknologi
secara umum berarti meningkatkan kualitas suatu organisme melalui aplikasi teknologi.
Aplikasi teknologi tersebut dapat memodifikasi fungsi biologis suatu organisme dengan
menambahkan gen dari organisme lain atau merekayasa gen pada organisme tersebut.
biokimia, dan proses genetik yang terjadi secara alami. Produk dari bioteknologi tradisional
tersebut antara lain: tempe, oncom, yoghurt, dan keju. Bioteknologi tradisional ini terus
memodifikasi gen spesifik dan memindahkannya pada organisme yang berbeda, seperti
bakteri, hewan, dan tumbuhan. Produk dari bioteknologi modern, misalnya insulin, kloning
macam disiplin ilmu. Disiplin ilmu tersebut antara lain: mikrobiologi (tentang mikroba),
biologi sel (tentang sel), genetika (tentang pewarisan sifat makhluk hidup), dan biokimia
(tentang makhluk hidup dilihat dari aspek kimianya). Salah satu pokok bahasan yang penting
untuk di pahami yaitu mengenai Polymerase Chain Reaction atau yang lebih dikenal dengan
istilah PCR. PCR adalah suatu metode in vitro untuk menghasilkan sejumlah fragmen DNA
spesifik dengan panjang dan jumlah skuens yang telah ditentukan dari jumlah kecil template
4
kompleks. Polymerase Chain Reacton (PCR) adalah suatu teknik sintesis dan amplifikasi
DNA secara in vitro. Teknik ini pertama kali dikembangkan oleh Karry Mullis pada tahun
1985. Teknik PCR dapat digunakan untuk mengamplifikasi segmen DNA dalam jumlah
jutaan kali hanya dalam beberapa jam. Dengan diketemukannya teknik PCR di samping juga
teknik-teknik lain seperti sekuensing DNA, telah merevolusi bidang sains dan teknologi
khususnya di bidang diagnosa penyakit genetik, kedokteran forensik dan evolusi molekular.
PCR ditemukan pada akhir tahun 1980an, teknik ini dipakai secara cepat, intensif dan
meluas pada hampir semua cabang ilmu hayati, termasuk mikrobiologi medis dan veteriner
(VILJOEN et al., 2005). Sebagai alat diagnosis penyakit menular, PCR secara langsung
cepat dan akurat keberadaan agen penyakit walaupun keberadaannya dalam spesimen sangat
sedikit. Segmen spesifik nukleotida agen penyakit digandakan jutaan kali oleh PCR sehingga
hasil gandaan yang disebut amplikon dapat divisualisasi. Elektroforesis agarose dengan
pewarnaan ethidium bromida merupakan cara yang paling banyak dipakai untuk
memvisualisasi amplikon tersebut. Limit deteksi cara ini untuk fragmen DNA sepanjang 600
bp adalah 7,72 X 109 buah atau setara dengan 5 ng. Fragmen sebanyak itu mengisyaratkan
bahwa reaksi PCR harus efisien mengamplifikasi template dalam sampel (OROSKAR et al.,
1996). Kenyataannya, PCR sering tidak efisien disebabkan banyak faktor seperti adanya
inhibitor pada sampel, primer, enzim polimerase atau reagen yang lain yang kurang optimum.
5
1.3 Tujuan Pembahasan
1. Menjelaskan defenisi Polymerase Chain Reacton (PCR)
2. Menjelaskan bagaimana tujuan Polymerase Chain Reacton (PCR)
3. Menjelaskan bagaimana cara kerja Polymerase Chain Reacton (PCR)
4. Menjelaskan bagaimana manfaat Polymerase Chain Reacton (PCR)
5. Menjelaskan defenisi sekuensing
6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Polymerase Chain Reacton (PCR)
Polymerase Chain Reacton (PCR) adalah suatu teknik sintesis dan amplifikasi DNA
secara in vitro. Teknik ini pertama kali dikembangkan oleh Karry Mullis pada tahun 1985.
Teknik PCR dapat digunakan untuk mengamplifikasi segmen DNA dalam jumlah jutaan kali
PCR adalah suatu teknik yang melibatkan beberapa tahap yang berulang (siklus) dan
pada setiap siklus terjadi duplikasi jumlah target DNA untai ganda. PCR adalah reaksi
polimerase berantai, yaitu reaksi yang melibatkan enzim polimerase yang dilakukan secara
berulang-ulang. Yang diulangulang adalah proses pemisahan untai ganda DNA menjadi untai
tunggal, hibridisasi primer untuk mengawali replikasi DNA dilanjutkan dengan proses
penambahan basa pada cetakan DNA oleh enzim polimerase, untuk melakukan kegiatan ini
dibutuhkan tabung PCR yang bersifat responsive dengan perubahan suhu dan mesin thermal
cycle, suatu mesin yang mampu menaikkan dan menurunkan suhu dengan cepat, dan bahan-
sekuens nukleotida atau meningkatkan jumlah urutan DNA ribuan bahkan jutaan kali dari
empat, kemudian delapan, dan seterusnya hingga terbentuk jutaan salinan. Hal ini dapat
dicapai dengan menggunakan suatu enzim yang disebut polimerase. Proses pelipat gandaan
7
ini dicapai dalam tiga tahap : denaturation, annealing (peleburan/ penempelan), dan
elongation atau extension (pemanjangan). Ketiga tahap ini membentuk satu siklus
amplifikasi.
suhu 90-97°C menjadi sebuah DNA untai tunggal atau single-stranded DNA.
b. Annealing: DNA tersebut “dilebur” (annealing) pada suhu 50-60°C dengan dua
primer. Primer adalah sebuah fragmen DNA yang akan menempel pada gen yang ditarget
deoksinukleotida trifosfat (dNTP) sebagai substrat sehingga diperoleh DNA salinan dari
DNA aslinya. Ketiga tahap ini terus diulang sampai diperoleh jumlah salinan yang
diinginkan. Sebagai contoh amplifikasi dengan 30 siklus akan menghasilkan lebih dari satu
miliar salinan DNA (Kubista et al., 2006). Hasil PCR konvensional nantinya akan dibacakan
memisahkan sampel DNA berdasarkan atas ukuran (berat molekul) dan struktur fisik
Komponen- komponen yang diperlukan pada proses PCR adalah template DNA;
sepasang primer, yaitu suatu oligonukleotida pendek yang mempunyai urutan nukleotida
triphosphates); buffer PCR; magnesium klorida (MgCl2) dan enzim polimerase DNA
Pada proses PCR diperlukan beberapa komponen utama yang dibutuhkan untuk
a. DNA cetakan, yaitu fragmen DNA yang akan dilipat gandakan. Dua hal penting
8
b. Oligonukleotida primer, yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek (18 – 28 basa
d. Enzim DNA Polimerase, yaitu enzim yang melakukan katalisis reaksi sintesis rantai
DNA. Enzim polimerase taq tahan terhadap pemanasan berulang-ulang yang akan membantu
melepaskan ikatan primer yang tidak tepat dan meluruskan wilayah yang mempunyai struktur
sekunder.
Kusuma (2010:7) menjelaskan tahapan pada proses PCR secara ringkas sebagai
berikut.
1. Denaturasi
o
Pada tahap ini molekul DNA dipanaskan sampai suhu 95 C yang
menyebabkan terjadinya pemisahan untai ganda DNA menjadi untai DNA tunggal. Untai
DNA tunggal inilah yang menjadi cetakan bagi untai DNA baru yang akan dibuat.
2. Penempelan (Annealing)
Enzim Taq polimerase dapat memulai pembentukan suatu untai DNA baru jika ada
seuntai DNA berukuran pendek (DNA yang mempunyai panjang sekitar 10 sampai 30
pasang basa) yang menempel pada untai DNA target yang telah terpisah. DNA yang
pendek ini disebut primer. Agar suatu prmi er dapat menempel dengan tepat pada
9
0
target, diperlukan suhu yang rendah sekitar 55 C selama 30-60 detik.
3. Pemanjangan (Ekstension)
Setelah primer menempel pada untai DNA target, enzim DNA polimerase akan
memanjangkan sekaligus membentuk DNA yang baru dari gabungan antara primer, DNA
Secara ringkas ketiga tahapan dari proses amplifikasi pada siklus pertama dapat
10
Gambar 4. Siklus Amplifikasi DNA dengan PCR
Sumber : Yusuf, 2010
Ketika tiga tahap di atas dilakukan pengulangan, maka untai DNA yang baru
dibentuk akan kembali mengalami proses denaturasi, penempelan dan pemanjangan untai
DNA menjadi untai DNA yang baru. Pengulangan proses PCR akan menghasilkan
amplifikasi DNA cetakan baru secara eksponensial. Produk PCR dapat diidentifikasi
melalui ukurannya dengan menggunakan elektroforesis gel agarosa. Metode ini terdiri atas
menginjeksi DNA ke dalam gel agarosa dan menyatukan gel tersebut dengan listrik.
Hasilnya untai DNA kecil pindah dengan cepat dan untai yang besar diantara gel
11
Gambar 5. Metode elektroforesis produk PCR
Sumber: Yusuf, 2010.
Ketiga tahap siklus tersebut diulang sesuai dengan jumlah siklus amplifikasi. Pada
siklus pertama dua untai tunggal DNA cetakan akan disalin menjadi 2 DNA untai ganda.
Pada siklus kedua, 2 DNA cetakan untai ganda masing-masing akan bertindak sebagai
cetakan sehingga pada siklus kedua dihasilkan jumlah 4 DNA untai ganda. Pada siklus
berikutnya akan dihasilkan jumlah DNA secara eksponensial, dimana pada siklus ketiga
DNA akan disalin menjadi 8 kali, siklus ke 10 menjadi 1.024 kali, siklus 30 menjadi
1.073.741.824 dan seterusnya. Pada akhir siklus, DNA cetakan akan digandakan secara
eksponensial sehingga dihasilkan DNA dalam jumlah yang berlipat ganda hanya dalam
Penggunaan PCR dalam bidang kesehatan maupun kedokteran sudah banyak dirasakan.
Selain memfasilitasi analisis gen, PCR juga banyak dikembangkan dalam aplikasi praktis.
12
Sebagai contoh teknik dan aplikasi PCR dapat disebutkan sebagai berikut: kloning hasil PCR,
sekuensing hasil PCR, kajian evolusi molecular, deteksi mutasi (penyakit genetik;
determinasi seks pada sel prenatal), kajian forensik (tersangka kriminal, tersangka ayah pada
kasus paternal), dan masih banyak lainnya. Dengan demikian, penemuan dan manfaat teknik
PCR ini berdampak sangat luas terhadap kemajuan sains dan teknologi secara umum.
PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA dengan cara amplifikasi
DNA. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosa sepanjang
pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai. Keunggulan PCR
dikatakan sangat tinggi. Hal ini didasarkan atas spesifitas, efisiensi dan keakuratannya.
Masalah yang berkenaan dengan PCR yaitu biaya PCR yang masih tergolong tinggi dan
ketersediaan alat yang masih terbatas hanya di fasilitas-fasilitas kesehatan tertentu saja serta
memerlukan keterampilan khusus untuk membaca PCR karena tidak semua tenaga medis
Sequencing adalah penentuan urutan basa DNA dalam segmen molekul DNA yang
relatif pendek. Pengurutan ( sequencing ) asam nukleat memungkinkan kita mengetahui kode
genetic dari molekul DNA. Sequencing disebut juga metoda untuk membaca urutan basa-
pijakannya. DNA yang akan ditentukan urutan basa ACGT-nya dijadikan sebagai cetakan
bahan yang mirip dengan reaksi PCR, namun ada penambahan beberapa pereaksi tertentu.
13
Proses ini dinamakan cycle sequencing.
Saat proses ekstensi, enzim polimerase akan membuat rantai baru DNA salinan dari
14
template dengan menambahkan dNTP-dNTP sesuai dengan urutan pada DNA cetakannya.
Jika yang menempel adalah ddNTP, maka otomatis proses polimerisasi akan terhenti karena
ddNTP tidak memiliki gugus 3′-OH yang seharusnya bereaksi dengan gugus 5′-Posfat dNTP
berikutnya membentuk ikatan posfodiester. Pada akhir cycle sequencing, yang dihasilkan
dipisahkan dengan elektroforesis, maka akan terpisah-pisah dengan jarak antar fragmennya
Ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengurutkan molekul DNA. Metode
Maxam Gilbert dan metode Sanger. Kedua metode tersebut menghasilkan fragmen-fragmen
DNA dengan panjang bervariasi, yang satu sama lain berbeda sebanyak satu basa tunggal.
Dari fragmen-fragmen tersebut kita dapat menarik kesimpulan mengenai sequence asam
nukleat molekul DNA yang diperiksa. Teknik yang digunakan adalah gel-gel poliakrilamid
molekul DNA dengan perbedaan panjang 30-50 basa, sedangkan gel poliakrilamid dapat
pendenaturasi menyebabkan molekul DNA menjadi beruntai tunggal dan tetap dalam
keadaan seperti itu sepanjang proses elektroforesis. Gel pendenaturasi mengandung urea dan
dijalankan dengan suhu yang ditinggikan. Kedua hal tersebut mendorong terjadinya
1. Metode Maxam-Gilbert
didaerah spesifik oleh zat-zat kimiawi selain enzim. Akan tetapi, metode ini sekarang jarang
digunakan. Pada metode ini fragmen-fragmen DNA yang akan disekuens harus dilabeli
pada salah satu ujungnya, biasanya menggunakan fosfat radioaktif atau suatu nukleotida
15
pada ujung 3’. Metode Maxam-Gilbert dapat diterapkan baik untuk DNA untai ganda
maupun DNA untai tunggal dan melibatkan pemotongan basa spesifik yang dilakukan
dalam dua tahap. Molekul DNA terlebih dahulu dipotong-potong secara parsial
memetilasi basa G, asam format menyerang A dan G, hidrazin akan menghidrolisis C dan T,
tetapi garam yang tinggi akan menghalangi reaksi T sehingga hanya bekerja pada C. Dengan
demikian, akan dihasilkan empat macam fragmen, masing-masing dengan ujung G, ujung A
2. Metode Sanger
Metode yang pertama kali dikembangkan oleh Frederick Sanger pada tahun 1975,
yaitu dengan melakukan reaksi cycle sequencing pada empat tabung terpisah yang masing-
masing beris semua pereaksi yang dibutuhkan. Khusus untuk ddNTP, yang ditambahkan
hanya 1 jenis untuk setiap tabung. Setiap tabung diberi tanda, A jika yang ditambahkan
adalah ddATP, G jika ddGTP, C jika ddCTP dan T jika ddTTP. Setelah reaksi cycle
sequencing selesai, keempat hasil reaksi tersebut dirunning pada gel electrophoresis sehingga
fragmen-fragmen yang dihasilkan dapat terpisah. Urutan basa DNA dapat ditentukan dengan
mengurutkan fragmen yang muncul dimulai dari yang paling bawah (paling pendek).
Fragmen DNA dapat divisualisasi karena primer yang digunakan dilabel dengan radioaktif
atau fluorescent. Pada teknik lain, bukan primer yang dilabel melainkan dNTP. Jenis
Agar proses pemisahan fragmen pada gel electrophoresis bisa digabung dalam 1 lajur
saja, digunakanlah pelabel fluorescent dengan 4 warna berbeda untuk setiap reaksi cycle
16
sequencing. Dengan teknik ini visualisasi dan penentuan urutan basa dapat dilakukan dengan
lebih mudah karena keempat reaksi dipisahkan dalam satu lajur electrophoresis dengan 4
warna berbeda.
b. Dye-Terminators Sequencing
Para ilmuwan menemukan cara yang lebih simple untuk melabel ddNTP dengan 4
label fluorescent yang berbeda-beda untuk ddATP, ddCTP, ddGTP dan ddTTP. Dengan
demikian, reaksi cycle sequencing dapat dilakukan dalam 1 tabung reaksi dan diputar pada
Dalam metode Sanger, sintesis DNA secara enzimatik terjadi melalui pembentukan
secara berurut ikatan fosfodiester antara gugus fosfat ujung 5’ bebas dari nukleotida baru
dengan gugus OH dari ujung 3’ rantai yang sedang memanjang . proses ini berlangsung
sepanjang molekul DNA. Dideoksinukleotida tidak mempunyai gugus OH pada ujung 3’nya,
ikatan difosfat tidak terbentuk. Pemanjangan rantai kan terhenti pada titik ini dan basa
terakhir diujung 3’ rantainya dalah sebuah terminator dideoksi. Modifikasi dari metode
sanger ini disebut dideoxy termination sequencing Dalam metode pengurutan Sanger,
digunakan empat campuran reaksi dalam pengurutan fragmen DNA. Tiap campuran reaksi
mengandung molekul DNA cetakan yang akan diurutkan, primer yang telah diberi label
terminator dideoksi (ddATP, ddCTP, ddGTP, atau ddTTP). Jika salah satu dari terminator ini
digunakan pada untai DNA yang baru terbentuk, maka sintesis untai baru ini akan terhenti;
hasilnya adalah semua untai dengan panjang yang bervariasi pada campuran reaksi akan
berakhir dengan basa yang sama. Produk-produk radioaktif tersebut akan dipisahkan dengan
bawah gel (fragmen terpendek yang berhenti paling dekat dengan ujung 5’) kearah atas untuk
17
mengetahui sekuens basa komplementer dari untai cetakan.
Sampel dibagi menjadi empat kelompok. The novalty dari metode ini melibatkan molekul
yang disebut dideoksinukleosida trifosfat (ddNTP), yang mirip dengan nukleotida normal
kecuali bahwa atom oksigen hilang dalam 3 ‘spot dari deoksiribosa. Mereka ditetapkan
sebagai ddTTP, ddATP, ddCTP, dan masing-masing sesuai ddGTP ke T, A, C, dan G. Tidak
adanya atom oksigen berakhir ekstensi primer reaksi ketika nukleotida normal digantikan
oleh ddNTP. Selain itu, masing-masing ddNTP neon memancarkan sinyal yang berbeda
2) Primer yang sesuai (sepotong kecil DNA yang berpasangan dengan template DNA dan
3) DNA polymerase (enzim yang mengkopi DNA, menambahkan nukleotida baru ke ujung 3
dari template
fluorescent)
6) Template DNA direplikasi melibatkan nukeotida normal tetapi secara random dideoxy
8) Hasilnya DNA dengan panjang yang bervariasi, masing-masing berhenti pada Dnukleotida
Karena tiap panjang yang berbeda bergerak dengan kecepatan yang berbeda selama
18
elektroforesis, maka urutannya dapat ditentukan.
a. Tahapan sekuencing yang pertama adalah menyediakan dsDNA (double strand DNA)
b. Memotong dsDNA (double strand DNA) menjadi ssDNA (single strand DNA)
c. Mengambil template (cetakan) DNA dari ssDNA hasil potongan dari dsDNA tadi.
d. Menyediakan seluruh alat dan bahan untuk sekuensing DNA. Bahan untuk sekuensing
adalah template (cetakan) DNA, primer, dNTP, ddNTP dan enzym polymerase.
Primer berfungsi sebagai landasan/pijakan yang mengenal situs spesifik pada DNA
dNTP (deoksi nukleotida triphospat) berfungsi sebagai sumber nukleotida pada proses
polymerase sekuensing. dNTP ada 5 jenis, yaitu dATP (deoksi adenin triphospat), dGTP
(deoksi guanin triphospat), dUTP (deoksi urasil triphospat), dCTP (deoksi citosin
19
ddNTP (dideoksi nukleotida tri phospat) berfungsi untuk menghentikan/terminasi
ddGTP, ddCTP, ddATP, dan ddTTP. Masing-masing tabung reaksi diisi dengan ddNTP
yang berbeda. Tabung pertama diisi dengan ddGTP, tabung kedua diisi dengan ddCTP,
tabung ketiga diisi dengan ddATP, dan tabung keempat diisi dengan ddTTP.
f. Setelah masing-masing tabung diisi dengan ddNTP, kemudian masing-masing tabung diisi
dengan dNTP, sebagai sumber nukleotida pada proses polimerasi. Yaitu dGTP, dCTP,
h. Kemudian memasukkan primer ke dalam tabung reaksi. Primer berfungsi mengenali situs
spesifik pada DNA template, juga berfungsi sebagai landasan/pijakan untuk memulai
polimerisasi.
20
i. Setelah pemberian primer, juga dimasukkan enzim polimerase (taq-polymerase). Enzim
21
Berikut ini gambar perbedaan struktur dNTP (deoksinukleotida tri phospat) dan ddNTP
proses polimerisasi.
22
o. Keempat tabung reaksi tersebut dipersiapkan untuk dialirkan pada gel agarosa.
gel agarosa.
23
kemudian setiap bagian diinkubasi dengan semua bahan yang diperlukan untuk sintesis
untas komplementer (primer, DNA polimerase, dan keempat deoksiribonukleotida
triphospat).
2. Sintesis untai DNA baru
random sebagai ganti ekuivalensi normalnya. Pada akhirnya dihasilkan serangkaian untai
3. Elektroforesis Gel
Untai DNA baru dalam setiap campuran, reaksi dipisahkan dengan cara
elektroforesis pada gel poliakrilamid yang dapat memisahkan untai-untainya, bahkan yang
hanya mempunyai perbedaan sekecil nukleotida panjangnya. Sampel diproses oleh
elektroforesis gel seperti biasa mengungkap urutan DNA komplementer label pada akhir
dari setiap fragmen.
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini sebagai berikut.
atau meningkatkan jumlah urutan DNA ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula,
3) Tahapan kerja PCR secara umum adalah denaturasi, penempelan dan elongasi.
4) Sequencing adalah penentuan urutan basa DNA dalam segmen molekul DNA yang
relatif pendek.
3.2 Saran
makalah ini. Untuk itu, penulis dengan terbuka menerima saran atau kritikan dari rekan-rekan
serta pembaca yang membangun guna kesempurnaan makalah ini dan menambah wawasan
baru.
25
DAFTAR PUSTAKA
Bruce, B. (Eds.). 1997. Genome Analysis, a laboratory manual. Vol 1 (Analyzing DNA).
USA: Cold Spring Harbor Laboratory Press.
Fadhilah, N. R, Febrina. M. Hatta. 2016. Penentuan Urutan Basa DNA Dalam Segmen
Fatchiyah, dkk. 2011. Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis. Jakarta: Erlangga.
Handoyo, D. dan Ari R. 2000. “Prinsip umum dan Pelaksaan Polymerase Chain Reaction
(PCR) (General principles and Implementation of Polymerase Chain Reaction)”.
Jurnal Unitas, Vol. 9, No. 1 (17-29).
Kusuma, SAF. 2010. Polymerase Chain Reaction (PCR). Bandung: Universitas Padjajaran.
Nejad AM, Narimani Z, Hosseinkhan N. 2013. Next Generation Sequencing and Sequence
Assembly. New York: Springer.
26