Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH BIOTEKNOLOGI FARMASI

KLONING GENETIK

Disusun oleh :

Anggota :

Anggin Tiara Lestari (31116153)

Annisa Tresna Asih (31116154)

Syifa Ayudia Finuzi (31116194)

Winda Rahayu Agustin (31116198)

PRODI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi Allah SWT dengan nikmat-Nya sehingga kami dapat

menyelesaikan makalah Bioteknologi Farmasi. Karena atas berkat rahmat dan

hidayahnyalah sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Bioteknologi

Farmasi ini dalam waktu yang telah ditentukan.

Dalam pembuatan Makalah ini kami tidak luput dari halangan dan

rintangan, namun berkat usaha dan doa kepada Allah swt. Kami dapat

menyelesaikan Makalah ini dengan baik.

Kami sangat berharap masukan berupa saran yang dapat membangun, agar

kami dapat mengoreksi kesalahan pada pembuatan makalah kami di waktu yang

akan datang.

Tasikmalaya, Februari 2019

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB 1 PEMBAHASAN................................................................................... 1
Isolasi DNA.......................................................................................... 1
Karakterisasi DNA................................................................................ 8
BAB 2 VEKTOR KLONING........................................................................... 12
Definisi................................................................................................. 12
Macam-macam Vektor Kloning .......................................................... 12
BAB 3 SELEKSI SEL TRANSFORMAN....................................................... 19
Probe .................................................................................................... 21
Reaksi Berantai Polimerasi ( PCR )...................................................... 22
BAB 4 TRANSFORMASI DNA...................................................................... 29
Transformasi DNA................................................................................ 29
BAB 5 KESIMPULAN ................................................................................... 32
Daftar Pustaka.......................................................................................

ii
BAB I
PEMBAHASAN

1.1. Isolasi DNA


Identifikasi molekuler memerlukan tahapan awal yaitu isolasi DNA
genom. Prinsip isolasi DNA adalah mendapatkan DNA murni yang tidak
tercampur dengan komponen sel lainnya seperti protein dan karbohidrat.
Isolasi DNA genom dapat dilakukan dengan metode lisis sel secara fisik dan
kimia. Secara fisik sel dipecah dengan kekuatan mekanik yaitu secara freeze
thaw, bead mill homogenization dan resonansi misalnya dengan sonikasi.
Sedangkan secara kimia sel dirusak dengan buffer lisis berisi senyawa kimia
yang dapat merusak integritas barrier dinding sel, misalnya SDS (Sodium
Dedocyl Sulfate) dan CTAB (Cetyltrimethylammonium bromide) (Cheng et
al., 2003).

Kualitas DNA genom yang baik merupakan hal penting yang dibutuhkan
dalam aplikasi biologi molekuler. Aplikasi tersebutmeliputi PCR (Polymerase
Chain Reaction),RFLP(Restriction Fragment Length Polymorphism), RAPD
(Random Amplified Polymorphic DNA), dan analisis molekuler yang lain.
Prinsip utama dalam isolasi DNA ada tiga yakni penghancuran (lisis),
ektraksi atau pemisahan DNA dari bahan padat seperti selulosa dan protein,
serta pemurnian DNA (Corkill dan Rapley, 2008; Dolphin, 2008). Menurut
Surzycki (2000), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses
isolasi DNA antara lain harus menghasilkan DNA tanpa adanya kontaminan
seperti protein dan RNA; metodenya harus efektif dan bisa dilakukan untuk
semua spesies metode yang dilakukan tidak boleh mengubah struktur dan
fungsi molekul DNA; dan metodenya harus sederhana dan cepat. Isolasi DNA
tanaman, isolasi DNA buah, isolasi DNA bakteri, dan isolasi DNA hewan pad
a dasarnya memiliki prinsip yang sama. Prinsip isolasi DNA pada berbagai
jenis sel atau jaringan pada berbagai organisme pada dasarnya sama namun
memiliki modifikasi dalam hal teknik dan bahan yang digunakan.
Tahapan isolasi DNA antara lain:

1
2

1. Tahapan Lisis
Tahap pertama dalam isolasi DNA adalah proses perusakan atau
penghancuran membran dan dinding sel. Pemecahan sel (lisis) merupakan
tahapan dari awal isolasi DNA yang bertujuan untuk mengeluarkan isi sel
(Holme dan Hazel, 1998). Tahap penghancuran sel atau jaringan memiliki
beberapa cara yakni dengan cara fisik seperti menggerus sampel dengan
menggunakan mortar dan pestle dalam nitrogen cair atau dengan
menggunakan metode freezing-thawing dan iradiasi (Giacomazzi, et al.,
2005). Nitrogen cair digunakan karena memiliki suhu sangat rendah yaitu -
1960C, sehingga dapat membekukan sel danmemudahkan dalam pemecahan
dinding sel secara mekanik. Selain itu, suhu dingin juga dapat menonaktifkan
kerja seluler misalnya enzim nuklease yang memiliki fungsi dalam
pemotongan DNA, sehingga berpengaruh pada hasil isolasi DNA (Cheng, et
al., 2003). Cara lain yakni dengan menggunakan kimiawi maupun enzimatik.
Penghancuran dengan menggunakan kimiawi seperti penggunaan detergen
yang dapat melarutkan lipid pada membran sel sehingga terjadi destabilisasi
membran sel (Surzycki, 2000). Sementara cara enzimatik seperti
menggunakan proteinase K seperti untuk melisiskan membran pada sel darah
(Khosravinia et al., 2007) serta mendegradasi protein globular maupun rantai
polipeptida dalam komponen sel (Brown, (2010); Surzycki (2000).
Pada proses lisis dengan menggunakan detergen, sering digunakan sodium
dodecyl sulphate (SDS) sebagai tahap pelisisan membran sel. Detergen
tersebut selain berperan dalam melisiskan membran sel juga dapat berperan
dalam mengurangi aktivitas enzim nuklease yang merupakan enzim
pendegradasi DNA (Switzer, 1999). SDS merupakan larutan deterjen anion
kuat yang dapat melarutkan lipid sebagai penyusun membran, sehingga DNA
akan terekspos ke luar sel, sedangkanpenambahan proteinase-Kberfungsi
untuk menghilangkan protein dalam larutan dengan memotong ikatan
peptida.Sentrifugasi pada tahap ini berfungsi untuk memisahkan debris dan
komponen sel lainyang menjadi penyebab kontaminasi dengan DNA
(Syafaruddin dan Santoso, 2011).Selain digunakan SDS, detergen yang lain
seperti cetyl trimethylammonium bromide (CTAB) juga sering dipakai untuk
3

melisiskan membran sel pada isolasi DNA tumbuhan (Bettelheim dan


Landesberg, 2007). Penambahan buffer CTAB berfungsi untuk melisiskan
dinding sel maupun membran sel yang memiliki komposisi berupa komponen
lipid dan protein. Selain itu di dalam bufer CTAB mengandung
PVP(polivilpirolidone) yang berfungsi mereduksi senyawa fenolik.Parameter
keberhasilan dalam penggunaan CTAB bergantung pada beberapa hal.
Pertama, Konsentrasi NaCl harus di atas 1.0 M untuk mencegah terbentuknya
kompleks CTAB-DNA. Karena jumlah air dalam pelet sel sulit diprediksi,
maka penggunaan CTAB sebagai pemecah larutan harus dengan NaCl dengan
konsentrasi minimal 1.4 M. Kedua, ekstrak dan larutan sel yang mengandung
CTAB harus disimpan pada suhu ruang karena kompleks CTAB-DNA
bersifatinsolublepada suhu di bawah 15°C. Ketiga, penggunaan CTAB dengan
kemurnian yang baik akan menentukan kemurnian DNA yang didapatkan dan
dengan sedikit sekali kontaminasi polisakarida. Setelah ditambahkan CTAB,
sampel diinkubasikan pada suhu kamar. Tujuan inkubasi ini adalah untuk
mencegah pengendapan CTAB karena CTAB akan mengendap pada suhu
15°C. Karena efektivitasnya dalam menghilangkan polisakarida, CTAB
banyak digunakan untuk purifikasi DNA pada sel yang mengandung banyak
polisakarida seperti terdapat pada sel tanaman dan bakteri gram negatif seperti
Pseudomonas, Agrobacterium, dan Rhizobium (Surzycki, 2000).
Dalam penggunaan buffer CTAB seringkali ditambahkan reagen-reagen
lain seperti NaCl, EDTA, Tris-HCl, dan 2-mercaptoethanol. NaCl berfungsi
untuk menghilangkan polisakarida sementara 2-mercaptoethanol befungsi
untuk menghilangkan kandungan senyawa polifenol dalam sel tumbuhan
(Ranjan et al., 2010). 2-mercaptoethanol dapat menghilangkan polifenol
dalam sel tanaman dengan cara membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa
polifenol yang kemudian akan terpisah dengan DNA (Lodhi et al., 1994).
Senyawa polifenol perlu dihilangkan agar diperoleh kualitas DNA yang baik
(Moyo et al., 2008). Polifenol juga dapat menghambat reaksi dari enzim Taq
polimerase pada saat dilakukan amplifikasi. Disamping itu polifenol akan
mengurangi hasil ektraksi DNA serta mengurangi tingkat kemurnian DNA
(Porebskiet al., 1997). Penggunaan 2-mercaptoethanol dengan pemanasan juga
4

dapat mendenaturasi protein yang mengkontaminasi DNA (Walker dan


Rapley, 2008).
Konsentrasi dan pH dari bufer yang digunakan harus berada dalam rentang
pH 5 sampai 12. Larutan buffer dengan pH rendah akan mengkibatkan
depurifikasi dan mengakibatkan DNA terdistribusi ke fase fenol selama proses
deproteinisasi. Sedangkan pH larutan yang tinggi di atas 12 akan
mengakibatkan pemisahan untai ganda DNA. Fungsi larutan buffer adalah
untuk menjaga struktur DNA selama proses penghancuran dan purifikasi
sehingga memudahkan dalam menghilangkan protein dan RNA serta
mencegah aktivitas enzim pendegradasi DNA dan mencegah perubahan pada
molekul DNA. Untuk mengoptimalkan fungsi larutan buffer, dibutuhkan
konsentrasi, pH, kekuatan ion, dan penambahan inhibitor DNAase dan
detergen (Surzycki 2000).
2. Tahapan Ekstraksi
Pada tahapan ekstraksi DNA, seringkali digunakan chelating agent seperti
ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) yang berperan menginaktivasi
enzim DNase yang dapat mendenaturasi DNA yang diisolasi, EDTA
menginaktivasi enzim nuklease dengan cara mengikat ion magnesium dan
kalsium yang dibutuhkan sebagai kofaktor enzim DNAse (Corkill dan Rapley,
2008). DNA yang telah diekstraksi dari dalam sel selanjutnya perlu dipisahkan
dari kontaminan komponen penyusun sel lainnya seperti polisakarida dan
protein agar DNA yang didapatkan memiliki kemurnian yang tinggi. Fenol
seringkali digunakan sebagai pendenaturasi protein, ekstraksi dengan
menggunakan fenol menyebabkan protein kehilangan kelarutannya dan
mengalami presipitasi yang selanjutnya dapat dipisahkan dari DNA melalui
sentrifugasi (Karp, 2008). Bettelheim dan Landesberg (2007) menyebutkan
bahwa setelah sentrifugasi akan terbentuk 2 fase yang terpisah yakni fase
organik pada lapisan bawah dan fase aquoeus (air) pada lapisan atas
sedangkan DNA dan RNA akan berada pada fase aquoeus setelah sentrifugasi
sedangkan protein yang terdenaturasi akan berada pada interfase dan lipid
akan berada pada fase organik (Gambar 1). Selain fenol, dapat pula digunakan
campuran fenol dan kloroform atau campuran fenol, kloroform, dan isoamil
5

alkohol untuk mendenaturasi protein. Ekstrak DNA yang didapat seringkali


juga terkontaminasi oleh RNA sehingga RNA dapat dipisahkan dari DNA
ekstrak dengan cara pemberian RNAse (Birren, et al., 1997; Clark, 2010).

3. Tahapan Pemisahan DNA


Asam nukleat adalah molekul hidrofilik dan bersifat larut dalam air.
Disamping itu, protein juga mengandung residu hidrofobik yang
mengakibatkan protein larut dalam pelarut organik. Berdasarkan sifat ini,
terdapat beberapa metode deproteinisasi berdasarkan pemilihan pelarut
organik. Biasanya pelarut organik yang digunakan adalah fenol atau
kloroform yang mengandung 4% isoamil alkohol. Penggunaan kloroform
isoamil alkohol (CIA) berdasarkan perbedaan sifat pelarut organik.
Kloroform tidak dapat bercampur dengan air dan kemampuannya untuk
mendeproteinisasi berdasarkan kemampuan rantai polipeptida yang
terdenaturasi untuk masuk atau termobilisasi ke dalam fase antara kloroform
– air. Konsentrasi protein yang tinggi pada fase antara tersebut dapat
menyebabkan protein mengalami presipitasi. Sedangkan lipid dan senyawa
organik lain akan terpisah pada lapisan kloroform (Clark, 2010). Chloroform
merupakan pelarut organik yangdapat melarutkan protein, lipid, dan molekul
lain sepertipolisakarida. Penambahan PCI (Phenol Chloroform
Isoamilalkohol) yang mengandung fenol berfungsi untuk memaksimalkan
presipitasi, dimana fenol merupakan senyawa yang mampu berikatan dengan
protein. Penambahan PCI menghasilkan 3 lapisan yaitu lapisan aquous,
protein dan fenol. DNA terdapat pada lapisan aquousyang bebas dari
6

kontaminan, sementara protein membentuk lapisan tengah, dan cloroform


terletak di bawah karena memiliki berat jenis besar.
Proses deproteinisasi yang efektif bergantung pada besarnya fase antara
kloroform-air. Proses ini dapat dilakukan dengan membentuk emulsi dari air
dan kloroform. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan penggojogan atau
sentrifugasi yang kuat karena kloroform tidak dapat bercampur dengan air.
Isoamil alkohol berfungsi sebagai emulsifier dapat ditambahkan ke kloroform
untuk membantu pembentukan emulsi dan meningkatkan luas permukaan
kloroform-air yang mana protein akan mengalami presipitasi. Penggunaan
kloroform isoamil alkohol ini memungkinkan untuk didapatkan DNA yang
sangat murni, namun dengan ukuran yang terbatas (20.000–50.000 bp).
Fungsi lain dari penambahan CIA ini adalah untuk menghilangkan kompleks
CTAB dan meninggalkan DNA pada fase aquoeus. DNA kemudian diikat
dari faseaquoeus dengan presipitasi etanol (Surzycki, 2000).
Setelah proses ekstraksi, DNA yang didapat dapat dipekatkan melalui
presipitasi (pemisahan). Pada umumnya digunakan etanol atau isopropanol
dalam tahapan presipitasi. Kedua senyawa tersebut akan mempresipitasi DNA
pada fase aquoeus sehingga DNA menggumpal membentuk struktur fiber dan
terbentuk pellet setelah dilakukan sentrifugasi (Switzer, 1999).Hoelzel (1992)
juga menambahkan bahwa presipitasi juga berfungsi untuk menghilangkan
residu-residu kloroform yang berasal dari tahapan ekstraksi.
Menurut Surzycki (2000), prinsip-prinsip presipitasi antara lain pertama,
menurunkan kelarutan asam nukleat dalam air. Hal ini dikarenakan molekul
air yang polar mengelilingi molekul DNA di larutan aquoeus. Muatan dipole
positif dari air berinteraksi dengan muatan negatif pada gugus fosfodiester
DNA. Interaksi ini meningkatkan kelarutan DNA dalam air. Isopropanol
dapat bercampur dengan air, namun kurang polar dibandingkan air. Molekul
isopropanol tidak dapat berinteraksi dengan gugus polar dari asam nukleat
sehingga isopropanol adalah pelarut yang lemah bagi asam nukleat; kedua,
penambahan isopropanol akan menghilangkan molekul air dalam larutan
DNA sehingga DNA akan terpresipitasi; ketiga, penggunaan isopropanol
7

dingin akan menurunkan aktivitas molekul air sehingga memudahkan


presipitasi DNA.
Pada tahapan presipitasi ini, DNA yang terpresipitasi akan terpisah dari
residu-residu RNA dan protein yang masih tersisa. Residu tersebut juga
mengalami koagulasinamun tidak membentuk struktur fiber dan berada dalam
bentuk presipitat granular.Pada saat etanol atau isopropanol dibuang dan
pellet dikeringanginkan dalam tabung, maka pellet yang tersisa dalam tabung
adalah DNA pekat.Proses presipitasikembali dengan etanol atau isopropanol
sebelum pellet dikeringkan dapat meningkatkan derajat kemurnian DNA yang
diisolasi (Bettelheim dan Landesberg, 2007). Keller dan Mark (1989)
menerangkan bahwa pencucian kembali pellet yang dipresipitasi oleh
isopropanol dengan menggunakan etanol bertujuan untuk menghilangkan
residu-residu garam yang masih tersisa. Garam-garam yang terlibat dalam
proses ekstraksi bersifat kurang larut dalam isopropanol sehingga dapat
terpresipitasi bersama DNA, oleh sebab itu dibutuhkan presipitasi kembali
dengan etanol setelah presipitasi dengan isopropanol untuk menghilangkan
residu garam (Ausubel et al., 2003). Etanol absolut dan NaOAcdigunakan
sebagai agen presipitasi lanjutan.Etanol memiliki dielektrik lebih rendah
daripada air sehingga memudahkan garam yang memiliki muatan positif
(Na+) untuk berinteraksi dengan DNA yang bermuatan negatif. Interaksi
tersebutmenyebabkan DNA bersifat hidrofob dan mengendap. Pellet DNA
kemudian dicuci dengan etanol 70% untuk menghilangkan kelebihan garam
(Syafaruddin dan Santoso, 2011). Purifikasi dilakukan dengan penambahan
RNAse dengan tujuan untuk menghilangkan RNA pada larutan DNA. RNAse
merupakan enzim pendegradasi RNA. Prinsip kerja RNAse adalah memotong
ikatan fosfodiester antara 5'-ribosa dari nukleotida dan gugus fosfatyang
melekat pada 3'-ribosa, yang kemudian dihidrolisis membentuk 3'- nukleosida
fosfat (Sambrook et al., 1989).
Setelah dilakukan proses presipitasi dan dilakukan pencucian dengan
etanol, maka etanol kemudian dibuang dan pellet dikeringkan, perlakuan
tersebut bertujuan untuk menghilangkan residu etanol dari pelet DNA.
Penghilangan residu etanol dilakukan dengan cara evaporasi karena etanol
8

mudah menguap (Surzycki, 2000). Pada tahap pencucian biasanya etanol


dicampur dengan ammonium asetat yang bertujuan untuk membantu
memisahkan kontaminan yang tidak diinginkan seperti dNTP dan
oligosakarida yang terikat pada asam nukleat (Sambrook et al., 2001).
Setelah pellet DNA dikeringkan, tahap selanjutnya adalah penambahan
buffer TE ke dalam tabung yang berisi pellet dan kemudian disimpan di
dalam freezer dengan suhu sekitar -20ºC. Verkuil et al. (2008) menyatakan
bahwa buffer TE dan penyimpanan suhu pada -20ºC bertujuan agar sampel
DNA yang telah diekstraksi dapat disimpan hingga waktu berminggu-
minggu. Keller dan Mark (1989) juga menjelaskan bahwa pelarutan kembali
dengan buffer TE juga dapat memisahkan antara RNA yang mempunyai berat
molekul lebih rendah dibandingkan DNA sehingga DNA yang didapatkan
tidak terkontaminasi oleh RNA dan DNA sangat stabil ketika disimpan dalam
keadaan terpresipitasi pada suhu -20ºC.

1.2. Karakterisasi DNA


2. Pemetaan Restriksi

Manipulasi cloned DNA memerlukan pengertian strukturnya. Preparasi


suatu peta restriksi adalah tahap pertama untuk mempelajari. Suatu peta
restriksi dikonstruksi seperti suatu jigsaw puzzle dari ukuran fragmen yang
dihasilkan oleh pencerna tunggal ( single digests) , yang disiapkan dengan
enzim restriksi individual, dan oleh pencerna ganda ( double digests), yang
dibentuk dengan pasangan-pasangan enzim restriksi (Gambar 7-10). Peta
retriksi juga merupakan tahap awal menuju DNA sequencing , karena peta
tersebut mengidentifikasi jaringan fragmen yang akan menyediakan
subclones( fragmen DNA yang relative kecil) yang dapat menjadi subyek
untuk analisis lebih lanjut, yang dapat dilakukan DNA sequencing . sebagai
tambahan, peta restriksi menyediakan suatu dasar informasi yang sangat
spesifik yang memungkinkan fragmen DNA, diidentifikasi berdasarkan
ukuran, dikaitkan dengan fungsi-fungsi gen spesifik.
9

3. Susunan

Sususnan DNA menampikan struktur gen dan memungkinkan penelitian


untuk mengenal struktur produk gen. informasi susunan gen memungkinkan
manipulasi gen untuk dimengerti atau diubah fungsinya. Analisis susunan
DNA menjelaskan region regulator yang mengendalikan ekspresi gen dan
genetic hot spots khudud yang peka terhadap mutasi. Perbandingan susunan
DNA menjelaksan hubungan evolusioner yang menyediakan suatu kerangka
kerja ( fragmen work) untuk klasifikasi organisme dan virus. Perbandingan
seperti itu dapat membantu ientifikasi region yang sering ditemukan
( conserved) yang dapat sangat berguna sebagai pelacak hibridasi spesifik
untuk detesi organisme atau virus dalam specimen klinik.

Dua metode yang umumnya digunakan untuk penentuan susunan DNA


adalah teknik Maxam-Gilbert, yang secara khemis bertanggung jawab
terhadap ikatan-ikatan nukleotida yang berbeda, dan metode sanger (dideoxy
termination), yang memutus perpanjangan (elongasi) susunan DNA dengan
cara memasukan dideoxynucleotides ke dalam susunan DNA.

Kedua teknik menghasikan suatu set oligonukleotida yang dimulai dari


suatu origin tunggal dan pemisahan rantai-rantai DNA pada suatu gel
sequencing yang dibedakan dengan penambahan suatu nukleotida tunggal.
Suatu gel sequencing memisahkan rantai-rantai yang berbeda panjangnya dari
satu sampai beberapa nukleotida dan menyatakan susunan DNA bervariasi
panjangnya. Suatu susunan DNA ditunjukan dengan menjalakan campuran
reaksi yang mirip pada empat jalur sejajar , masing-masing yang terpapar
suatu nukleotida spesifik dalam berbagai susunan ( Gambar 7-13). Contohnya,
terminasi elongasi dengan memasukan 2',3' – deoxyadenine 5' phosphate
menyatakan suatu panjang relative dari suatu rantai yang mengandung adenine
pada posisi terminasi. Suatu seri rantai semacam itu, masing-masing
diterminasi rantai membuatnya memungkinkan untuk menentukan urutan
DNA dengan cara metode sanger ( Gambar 7-13).
10

Penyederhanaan metode sanger mengakibatkannya lebih umum


digunakan, tetapi teknik Maxam- Gilbert secara luas digunakan karena dapat
dipapar region DNA yang terlindung oleh protein-protein ikatan spesifik
melawan modifikasi khemikal.

DNA sequencing sangat dibantu oleh manipulasi genetic dari E.coli


bacteriophage M13, yang mengandung DNA rantai tunggal. Bentuk reflikasi
DNA phage adalah suatu lingkar tertutup secara covalent dari DNA rantai
ganda yang direkayasa sehingga mengandung suatu multiple cloning site yang
memungkinkan integrasi fragmen DNA spesifik yang telah diidentifikasi
sebslumnya dengan cara pemetaaan restriksi. Bakteri yang terinfeksi dengan
bentukan replikastif mensekresi phage memodifikasi yang dikandungnya, ke
dalam mantel proteinnya, DNA rantai tunggal yang termasuk inserted
sequence. DNA ini membantu sebagai cetakan untuk reaksi elongasi. Origin
untuk elongasi ditentukan oleh suatu primer DNA, yang dapat disintesis
menggunakan mesin otomatis untuk sintesis oligonukleotida khemikal. Mesin
seperti itu, yang dapat menghasilkan rantai-rantai DNA mengandung 75 atau
lebih oligonukleotida dalam suatu urutan sebelum ditentukan, secara ekstrim
sangat berguna pada sequencing dan pada modifikasi DNA menggunakan site-
directed mutagenesis.

Sintesisn oligonukleotida secara khemikal dapat membantu sebagai


primer-primer untuk reaksi PCR (polymerase chain reaction) , suatu prosedur
yang memungkinkan amplifikasi dan sequencing DNA yang terletak diantara
primer-primer. Banyak contoh, DNA tidak perlu dilakukan clone supaya
disekuens atau dibuat siap untuk direkayasa.

Studi biologi telah mengalami revolusi dengan pengembangan teknologi


yang memungkinkan sequencing dan analisis keseluruhan genom yang
berkisar mulai virus sampai prokariota uniseluler dan mikroorganisme
eukariota sampai manusia. Hal ini sangat dibantu oleh penggunaan prosedur
shotgunning. Pada prosedur ini DNA dipecah menjadi fragmen-fragmen lebih
kecil secara random untuk menciptakan suatu pustaka fragmen. Fragmen
tanpa pesanan ini disekuens menggunakan DNA sequencer otomatis dan
11

digabungkan kembali pada suatu urutan yang betul menggunakan powerful


computer software.

Jumlah yang cukup dari fragmen-fragmen disekuens untuk untuk


menjamin cakupan tanpa meninggalkan sangat banyak gap. Untuk mencapai
hal ini, keseluruhan genom dari total DNA yang disekuens. Setelah fragmen-
fragmen random digabung pada daerah sekuens overlap, beberapa gap tersisa
dapat diidentifikasi dan didekatkan. Prosesing data yang rumit memungkinkan
penandaan data sekuens dimana coding regions yang diduga, operons, dan
sekuens regulator diidentifikasi. Genom dari sejumlah mikroorganisme
penting telah disekuens. Analisis berkelanjutan dari data sekuens dari
pathogen manusia yang penting digabung dengan studi pathogenesis
molekuler akan membantu pengertian kita tentang bagaimana organisme ini
mengakibatkan penyakit dan akan memungkinkan strategi terapeutik dan
vaksin yang lebih baik.
BAB II
VEKTOR KLONING

2.1 Definisi

Vektor adalah molekul DNA yang berfungsi sebagai wahana atau


kendaraan yang akan membawa fragmen DNA masuk ke dalam sel inang dan
memungkinkan terjadinya replikasi dan ekspresi fragmen DNA asing
tersebut. (Susanto.A.Hery, 2011)
Menurut Hyde (2009) vektor merupakan molekul DNA yang dapat
ditempatkan dalam suatu sel dan digunakan sebagai pembawa (carrier) DNA
asing pada sel tersebut. Vektor harus memiliki kemampuan untuk bereplikasi
secara mandiri dalam sel bakteri sehingga tidak perlu diinsersi pada genom
bakteri. Vektor memiliki setidaknya satu selectable marker, hal ini agar kita
dapat mengidentifikasi keberadaan vektor tersebut dalam sel bakteri.
Marka atau penanda selektif (Selectable marker) berfungsi
mengidentifikasi sel bakteri yang mengandung plasmid serta membedakan
plasmid yang mengandung hasil kloning suatu DNA asing. (Hyde, 2009)
Marka yang paling umum digunakan adalah suatu elemen yang
memungkinkan bakteri resisten terhadap antibiotik tertentu seperti Ampicillin,
Kanamycin atau Tetracycline (Meyers, 1995).

2.2 Macam-macam Vektor Kloning


A. Plasmid
Secara umum plasmid dapat didefinisikan sebagai molekul DNA
sekuler untai ganda di luar kromosom yang dapat melakukan replikasi sendiri.
Plasmid tersebar luas diantara organisme prokariot denganukuran yang
bervariasi dari sekitar 1 kb hingga lebih dari 250 kb (1 kb= 1000 pb).
(Susanto.A.Hery, 2011)
Plasmid merupakan molekul DNA ekstrakromosomal yang dapat
bereplikasi (memperbanyak diri) secara mandiri dan ditemukan dalam sel
prokariot dan eukariot. Secara alami plasmid terdapat pada bakteri dan

12
13

beberapa organisme eukariot seperti Saccharomyces ceriviseae. Ukuran


plasmid bervariasi antara 1 kb sampai 200 kb. Dalam penelitian rekayasa
genetika, plasmid digunakan sebagai kendaraan molekuler untuk
memasukkan gen dari luar ke dalam sel inang (Palomares et al. 2004; Yadav
et al. 2011).
Plasmid harus memenuhi syarat agar dapat digunakan sebagai vektor
kloning, syarat-syarat plasmid yaitu sebagai berikut:
1. Mempunyai ukuran relatif kecil bila dibandingkan dengan pori dinding
sel inang sehingga dapat dengan mudah melintasinya
2. Mempunyai sekurang-kurangnya dua gen marker yang dapat menandai
masuk tidaknya plasimd ke dalam sel inang
3. Mempunyai tempat pengenalan restriksi sekurang-kurangnya di dalam
salah satu marker yang dapat digunakan sebgai tempat penyisipan
fragmen DNA
4. Mempunyai titik awal replikasi (ori) sehingga dapat melakukan replikasi
di dalam sel inang. (Susanto.A.Hery, 2011)
Menurut Hardianto, et.al (2018) plasmid mempunyai 3 komponen
penting yaitu:
1) Origin of replication (ORI), sehingga plasmid dapat bereplikasi secara
mandiri
2) mempunyai daerah unik sebagai situs pemotongan enzim endonuclease,
yang biasa disebut multiple cloning site (MCS)
3) membawa penanda seleksi (biasanya resistensi terhadap antibiotika) untuk
membedakan antara sel
Klasifikasi plasmid berdasarkan karakteristik gen yang dikodenya yaitu
sebagai berikut:
1) Plasmid fertilitas atau F, membawa gen tra sehingga plasmid dapat
berpindah secara konyugasi, contoh plasmid F pada E. Coli
2) Plasmid resisten atau R, membawa gen resistensi terhadap antibiotika,
contoh: resistensi terhadap kloramfenikol, ampisilin, dan zeocin
3) Plasmid Col mempunyai gen pengkode protein kolisin, protein yang dapat
membunuh bakteri lain, contoh ColE1 pada E. Coli
14

4) Plasmid degradatif memungkinkan sel inang memetabolisme senyawa


yang tidak umum (toluene dan asam salisilat), contoh: Tol pada
Pseudomonas putida
5) Plasmid virulensi, memungkinkan sel inang dapat menginfeksi organisme
lain. Contoh plasmid Ti pada Agrobacterium tumefaciens sehingga dapat
menginfeksi tanaman dikotiledon. Plasmid pICZ A merupakan salah satu
jenis plasmid resisten yang mempunyai gen pengkode resisten terhadap
zeocin. (Brown, 2010)
Salah satu contoh plasmid buatan yang banyak digunakan dalam
kloning gen adalah pBR322. Plasmid ini dikontruksi oleh F.Bolivar dan
kawan-kawannya pada tahun 1977. Uruta basa lengkapnya telah ditentukan
sehingga baik tempat marker maupun pengenalan restriksinya juga telah
diketahui. Sayangnya, tempat pengenalan EcoR 1, salah satu enzim restriksi
yang sangat umum digunakan, terletak di luar marker. Oleh karena satu
marker akan menjadi tempat penyisipan fragmen DNA asing, maka EcoR 1
tidak dapat digunakan untuk memotong pBR322 di tempat penyisipan
tersebut. Namun, saat ini telah dikonstruksi derivat-derivat pBR322 yang
mempunyai tempat pengenalan EcoR 1 di dalam marker, misalnya plasmid
pBR324 dan pBR325 yang masing-masing mempunyai tempat pengenalan
EcoR 1 di dalam gen struktural kolisin dan di dalam gen resisten
kloramfenikol. (Susanto.A.Hery, 2011)
Misalnya saja kita menyisipkan suatu fragmen DNA pada daerah
marker resisten tertentu selain EcoR1 (mengapa haru selain EcoR 1?).
Plasmid pBR322 yang tersisipi oleh fragmen DNA akan kehilangan sifat
resistensinya terhadap ampisilllin, tetapi masih mempunyai sifat resistensi
terhadap tetrasiklin. Oleh karena itu, ketika plasmid pBR322 rekombinan ini
dimasukkan ke dalam sel inangnya, yaki E.coli, bakteri transforman ini tidak
mampu tumbuh padamedium yang mengandung ampisilin, tetapi tumbuh
pada medium tetrasiklin. Secara alami E.coli tidak mampu tumbh baik pada
medium ampisili maupun tetrasiklin sehingga sel transforman dapat dengan
mudah dibedakan dengan sel nontrasforman yang tidak mengandung pBR322
sama sekali. Sementara itu, E.coli trasnforman yang membawa plasmid
15

pBR322 utuh (religasi) mampu tumbuh pada kedua medim antibiotik


tersebut. Jadi, untuk memperoleh sel E.coli transforman yang membawa
DNA rekombinan dicari koloni yang hidup di tetrasiklin tetapi mati di
ampisilin. Secara teknis, pekerjaan ini dilakukana menggunakan transfer
koloni atau replika plating. (Susanto.A.Hery, 2011)
Plasmid yang digunakan pada bakteri gram negatif seperti halnya
pBR322 tidak dapat digunakan pada bakteri gram positif. Namun, saat
misalnya pT127 dan pC194, yang dikontruksi oleh S.D. Erlich pada tahun
1977 dari bakteri Staphylococcus aureus. Demikian juga, telah ditemukan
plasmid untuk kloning pada eukariot, khususnya pada khamir, misalnya yeast
integrating plasmid (YIps), yeas episomal plasmids (YEps), yest replicating
plasmid (YRps), dan yeast centromere plasmid (YCps). (Susanto.A.Hery,
2011)
B. Bakteriofag λ
Bakteriofag atau fag λ merupakan virus kompleks yang menginfeksi
bakteri E.coli. DNA yang diisolasi dari partikel fag ini mempunyai
konformasi linier untai ganda dengan panjanng 48,5 kb. Namun masing-
masing ujung fosfatnya berupa untai tunggal sepanjang 12 pb yang
komplementer satu sama lain sehingga memungkinkan DNA λ untuk berubah
konformasinya menjadi sirkuler. Dalam bentuk sirkuler, tempat
bergabungnya kedua untai tunggal sepanjang 12 pb tersebut dinamakan kos.
Ada 2 macam vektor kkloning yang berasal dari DNA λ, yaitu:
1) Vektor insersional, yang dengan mudah dapat disisipi oleh fragmen DNA
asing
2) Vektor substitusi, yang membawa bentuk fragmen DNA asing harus
membuang sebagian atau seluruh urutan basanya yang terdapat di daerah
nonesensial dan menggantinya dengan urutan basa fragmen DNA asing
tersebut. (Susanto.A.Hery, 2011)
Diantara kedua macam vektor λ tersebut, vektor substitusi lebih
banyak digunakan karena kemampuannya untuk membawa fragmen DNA
asing hingga 23 kb. Salah satu cintihnya adalah vektor WES, yang
mempunyai mutasi pada tiga gen esensial, yaitu gen W, E, dan S. Vektor ini
16

hanya dapat digunakan pada sel inang yang dapat menekan mutasi tersebut.
(Susanto.A.Hery, 2011)
Cara substitusi fragmen DNA asing pada daerah nonesensial
membutuhkan dua tempat pengenalan restriksi untuk setiap enzim restrisi.
Jika suatu enzim restriksi memotong daerah nonesensial di dua tempat
berbeda maka segmen DNA λ diantara kedua tempat tersebut akan dibuang
untuk selanjutnya diagantikan oleh fragmen DNA asing. Jika pembuangan
segmen DNA λ tidak diikuti oleh substitusi fragmen DNA asing, maka akan
terjadi religasi vektor DNA λ yang kehilangan sebagian segemen pada daerah
nonesensial. Vektor religasi semacam ini tidak akan mampu bertahan di
dalam sel inang. Dengan demikian ada suatu mekanisme seleksi automatis
yang dapat membedakan antara sel inaang dengan vektor rekombinan dan sel
inang dengan vektor religasi. (Susanto.A.Hery, 2011)
Bakteriofag λ mempunyai dua fase daur hidup, yaitu fase litik dan fase
lisogenik. Pada fase litik, transfeksi sel inang (transformasi untuk DNA fag)
dimulai dengan masuknya DNA λ yang berubah konformasinya menjadi
sirkuler dan mengalami replikasi secara independen atau tidak bergantung
kepada kromososm sel inang. Setelah replikasi menghasilkan sejumlah
salinan DNA λ sirkuler, masing-masing DNA ini akan melakukan transkripsi
dan translasi membentuk protein kapsid (kepala). Selanjutnya, tiap DNA akan
dikemas dalam kapsid sehingga dihasilkan partikel λ baru yang akan keluar
dari sel inang untuk menginfeksi sel inang lainnya. Selain itu, pada fase
lisogenik DNA λ akan terintegrasi ke dalam kromosom sel inang sehingga
replikasinya bergantung kromosom sel inang. Fase lisogenik tidak
menimbulkan lisis pada sel inang. (Susanto.A.Hery, 2011)
Di dalam medium kultur, sel inang yang mengalami lisis akan
membentuk plak berupa darah bening di antara koloni-koloni sel inang yang
tumbuh. Oleh karena itu, seleksi vektor rekombinan dapat dilakukan dengan
melihat terbentuknya plak tersebut. (Susanto.A.Hery, 2011)
17

C. Bakteriofag M13
Ada jenis bakteriofag lainnya yang dapat menginfeksi E.coli. Berbeda
dengan λ yang mempunyai struktur ikosahedral berekor, fag jenis kedua ini
mempunyai struktur berupa filamen. Contoh yang paling penting adalah M13,
yang mempunyai genom berupa untai DNA sirkuler sepanjang 6.408 basa.
Infeksinya pada sel inang berlangsung melalui pili, suatu penonjolan pada
permukaan sitoplasma. (Susanto.A.Hery, 2011)
Ketika berada di dalam sel inang genom M13 berubah menjadi untai
ganda sirkuler yang dengan cepat akan bereplikasi menghasilkan sekitar 100
salinan. Salinan-salinan ini membentuk untai tunggal sirkuler baru yang
kemudian bergerak ke permukaan sel inang. Dengan cara seperti ini DNA
M13 akan terselubungi oleh membran dan keluar dari sel inang partikel fag
yag infektif tanpa menyebabkan lisis. Oleh karena fag M13 terselubungi
dengan cara pembentukan kuncup pada membran sel inang, maka tidak ada
batas ukuran DNA asing yang disisipkan kepadanya. Inilah salah satu
keuntungan penggunaan M13 sebagai vektor kloning bila dibandingkan
dengan plasmid dan λ. Keuntungan lainnya adalah bahwa M13 dapat
digunakan untuk sekuensing (penentuan urutan basa) DNA dan mutaenesis
tampak terarah (site directed mutagenesis) karena untai tunggal DNA M13
dapat dijadikan cetakan di dalam kedua proses tersebut. (Susanto.A.Hery,
2011)
Meskipun demikian, M13 hanya mempunyai sedikit sekali daerah
pada DNAnya yang dapat disisipi oleh DNA asing. Di samping itu, tempat
pengenalan restriksinya pun sangat sedikit. Namun sejumlah derivat M13
telah dikontruksi untuk mengatasi masalah tersebut. (Susanto.A.Hery, 2011)
D. Kosmid
Kosmid merupakan vektor yang dikontruksi dengan menggabungkan
kos dari DNA λ dengan plasmid. Kemamuannya untuk membawa fragmen
DNA sepanjang 32 hingga 47 kb menjadikan kosmid lebih menguntungkan
daripada fag λ dan plasmid. (Susanto.A.Hery, 2011)
E. Fasmid
18

Selain kosmid, ada kelompok vektor sintesis yang merupakan


gabungan antara plasmid dan fag λ. Vektor yang dinamakan fasmid ini
membawa segmen DNA λ yang berisi tempat att. Tempat att digunakan oleh
DNA λ untuk berintegrasi dengan kromosom sel inang pada fase lisogenik.
(Susanto.A.Hery, 2011)
BAB III
SELEKSI SEL TRANSFORMAN

3.1 Seleksi Sel Transforman

DNA yang dimasukan kedalam sel inang bukan hanya DNA rekombinan,
maka yang harus dilakukan seleksi untuk memilih sel inang transforman yang
membawa DNA rekombinan. Selanjutnya, dianatara sel-sel transforman yang
membawa DNA rekombinan masih harus dilakukan seleksi untuk mendapatkan
sel yang DNA rekombinannya membawa fragmen sisipan atau gen yang
diinginkan . (Indra, Deden. D. 2007)

Pada dasarnya, ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi setelah


transformasi dilakukan, yaitu

1. Sel inang tidak dimasuki DNA apapun atau berarti transformasi gagal
2. Sel inang dimasuki vektor religasi atau berarti ligasi gagal
3. Sel inang dimaski vektor rekombinan dengan/ tanpa fragmen sisipan atau
gen yang diinginkan.

Untuk membedakan antara kemungkinan pertama dan kedua dilihat dari


perubahan sifat yang terjadi pada sel inang. Jika sel inang memperlihatkan dua
sifat marker vektor, maka dapat dipastikan bahwa kemungkinan kedualah yang
terjadi. Selanjutnya, untuk membedakan antara kemungkinan kedua dan ketiga
dilihat pula perubahan sifat yang terjadi pada sel inang. Jika sel inang hanya
memperlihatkan salahsatu sifat diantara kedua marker vektor, maka dapat
dipastikan bahwa kemungkinan ketigalah yang terjadi. (Campbell. Neil A, Jane B,
Reece. 2010)

Seleksi sel rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan


dilakukan dengan mencari fragmen tersebut menggunakan fragmen pelacak
(probe), yang pembuatanya dilakaukan secara invitro menggunakan teknik reaksi
polimerasi berantai atau polymerase chain reaction (PCR). Pelacakan fragmen
yang diinginkan antara lain dapat dilakukan melalui cara yang dinamakan

19
20

hibridisasi koloni. Koloni-koloni sel rekombinan ditransfer ke membran nilon,


dilisis agar isi selnya keluar, dibersihkan protein dan remukan sel lainya hingga
tinggal tersisa DNA nya saja. Selanjutnya, dilakukan fiksasi DNA dan
perendaman didalam larutan pelacak. Posisi-posisi DNA yang terhibridisasi oleh
fragmen pelacak dicocokan dengan posisi koloni pada kultur awal (master plate).
Dengan demikian, kita bisa menentukan koloni-koloni sel rekombinan yang
membawa fragmen yang diinginkan. (Down B. Marks, Allan D. Marks & Collen
M. Smith. 2000)

Penyeleksian koloni bakteri untuk mendapatkan kloning yang diinginkan


dengan cara X-gal atau pemotongan dengan enzim restriksi. Seleksi dengan X-gal
dapat digunakan untuk mengindentifikasi plasmid rekombinan dengan
komplementasi. Sedangkan pemotongan dengan enzim restriksi dapat digunakan
untuk menyeleksi plasmid rekombinan hasil kloning. Hasil pemotongan tersebut
dielektoforesis dan memperlihatkan pita fragmen DNA sisipan yang terpisah dari
pita vektor kloning (sambrook, 1989).

Menurut Dauley dan Siregar (2005) mekanisme kloning sel pada manusia
dapat digambarkan seperti ditunjukan dan dijelaskan secara sederhana sebagai
berikut:

1. Mempersiapkan sel stem : suatu sel awal yang akan tumbuh menjadi
berbagai sel tubuh. Sel ini diambil dari manusia yang hendak dikloning.
2. Sel stem diambil inti sel yang mengandung informasi genetik kemudian
dipisahkan dari sel.
3. Memeprsiapkan sel telur: suatu sel yang diambil dari sukarelawan
perempuan Kemudian intinya dipisahkan.
4. Inti sel dari sel stem diimplantasikan ke sel telur.
5. Sel telur dipicu supaya terjadi pembelahan dan petumbuhan. Setelah
membelah (hari kedua) menjadi sel embrio.
6. Sel embrio yang terus membelah (disebut blastosis) mulai memisahkan
diri (hai ke-5) dan siap diimplantsikan kedalam rahim.
7. Embrio tumbuh dalam rahim menjadi bayi dengan kode genetik persis
sama dengan sel stem donor. Dari pengertian kloning dan prosesnya diatas
21

yang menghasilkan individu baru dan mempunyai sifat genetik yang


identik (sama)

Menurut biomol (2010) vektor adalah molekul DNA yang berfungsi


sebagai wahana atau kendaraan yang akan membawa suatu fragen DNA masuk
kedalam sel inang dan memungkinkan terjadinya replikasi dan ekpresi fragmen
DNA asing tersebut. Vektor yag dapat digunakan pada sel inang prokariot,
khususnya E-coli adalah pasmid, bakteriofag, kosmid, dan fasmid. Sementara itu,
vektor YACs dan YEps dapat digunakan pada khamir. Plasmid Ti, baculovirus,
SV40, dan retrovirrus merupakan vektor-vektor yang dapat digunakan pada sel
eukariot tingkat tinggi.

1. Probe

Probe adalah DNA untai tungal yang dapat membentuk pasangan basa dengan
urutan komplementer pada polinukleotida untai-tungal lain yang tersusun dari
DNA atau RNA. Proses ini dikenal sebagai penyatu kembali (reannealing) atau
hibridasi. Untuk mengidentifikasi urutan sasaran, probe harus membawa suatu
label. Apabila probe membawa sel radioaktif misalnya 32P,probe dapat dideteksi
dengan autoradiografi. Dibuat autodiagram dengan membungku bahan yang
mengandung probe dengan selembar sinar-X. Elektron yang dipancarkan akibat
kehancuran (disintegrasi) atom radioakif menyebabka film terpajan di daerah tepat
di atas probe (Gambar.1)
22

Gambar.1. Penggunaan probe untuk mengidentifikasi urutan DNA. Probe


mungkin berupa DNA atau RNA Probe dapat terdiri dari cDNA (dihasilkan dari
mRNA oleh reverse transcriptase), fragmen DNA genom (diputuskan dari genom
oleh enzim retriksi), oligonukleotida yang disintesis secara kimiawi, atau kadang-
kadang RNA. Terdapat sejumlah teknik untuk memasukan label kedalam probe
tersebut. Tidak semua probe diberi label radioaktif. Sebagian adalah produk
tambahan (adduct) (senyawa yang berikatan dengan kovalen dengan DNA) yang
dapat diidentifikasi, misalnya dengan fluoresens. (Down B. Marks, Allan D.
Marks & Collen M. Smith. 2000)

2. PCR

Reaksi berantai polimerase adalah suatu metode in vitro yang dapat


digunakan untuk pembuatan cepat DNA dalam jumlah besar. Metode ini
sangat cocok untuk memperbanyak DNA untuk prosedur pemeriksaan klinis
atau foresik karena hanya diperlukan smpel DNA yang sangat sedikit sebagai
bahan awal. DNA dapat diperbanyak oleh reksi berantai polimerase dari
sehelai rambut atau setets darah atau semen. ( Down B. Marks, Allan D.
Marks & Collen M. Smith. 2000)
23

Gambar 2. Skema sederhana untuk pengklonan DNA dalam bakterti

3.1 Teknik Untuk Amplifikasi Urutan DNA

Untuk meneliti urutan gen atau urutan DNA lainya harus diperoleh bahan
dalam jumlah yang memadai. Isolasi DNA dalam jumlah yang bermakna dari
sumber asli sulit dilakukan. Misalnya, individu biasanya tidak dapat menyediakan
cukup jaringan untuk menghasilkan jumlah DNA yang diperlukan bagi
pemeriksaan klinis. Oleh karena itu, jumlah DNA yang ada harus diperbanyak
(diamplifikasi). (Down B. Marks, Allan D. Marks & Collen M. Smith. 2000)

A. PENGKLONAAN DNA
Teknik pertama yang diciptakan untuk memeprbanyak jumlah
DNA dikenal sebagai pengklonaan (cloning). Suatu fragmen DNA dari
suatu organisme (DNA “asing”) disisipkan kedalam vektor (atau
pembawa) yang terdiri dari DNA, dan chimera (vektor yang mengandung
DNA rekombinan) digunkan untuk mengubah bentuk sel pejamu. Sewaktu
sel penjamu membelah, selain melakukan reflikasi terjadap DNA nya
sendiri, sel-sel tersebut juga melakukan reflikasi DNA vektor, yang
mencakup DNA asing, kemudian, dapat diisolasi DNA asing dalam
jumlah relatif besar. (Down B. Marks, Allan D. Marks & Collen M. Smith.
2000)
Apabila sel penjamunya adalah bakteri, langkah pertama dalam
prosedur pengkolanaan adalah menyisipkan DNA asing kedalam suatu
vektor yang kemudian membawa DNA kedalam bakteri. Vektor yang
sering digunakan adalah bakteriofaga (virus yang menginfeksi bakteri),
plasmid (potongan ekstrakromosom DNA sirkular yang diserap oleh
bakteri), atau kosmid (plasmid yang mengandung urutan DNA dari faga
lambda). ( Down B. Marks, Allan D. Marks & Collen M. Smith. 2000)
Segmen DNA asing atau DNA vektor biasanya diputuskan oleh
enzim restriksi yang sama. Proses paling sederhana menggunakan suatu
enzim yang menghasilkan ujung-ujung lengket komplementer pada DNA
asing dan DNA vektor. Regio untai tunggal komplementer dapat
24

memebentuk pasangan basa, dan molekul dapat diikat secara kovelen oleh
DNA ligase. ( Down B. Marks, Allan D. Marks & Collen M. Smith. 2000)
Apabila digunakan sel eukariotik sebagai pejamu, vektor sering
tidak diperlukan karena tersedia teknik yang memungkinkan DNA asing
masuk kedalam sel pejamu. DNA asing kemudian dapat berintegrasi
kedalam genom sel pejamu melalui proses rekombinan yang belum
sepenuhnya dipahami. ( Down B. Marks, Allan D. Marks & Collen M.
Smith. 2000)
Sel pejamu yang mengandung DNA rekombinan sering disebut sel
yang mengalami tranformasi (transforman cells) apabila sel tersebut
adalah bakteri, atau sel yang mengalami transfeksi (transfected cells)
apabila sel tersebut adalah eukariot. Digunakan penanda pada DNA vektor
untuk mengidentifikasi sel yang telah mengalami tranformasi, dan
digunakan probe untuk DNA asing untuk menentukan bahwa sel pejamu
sebenarnya mengandung DNA asing. Proses ini disebut penapisan
(screening). ( Down B. Marks, Allan D. Marks & Collen M. Smith. 2000)
Sel pejamu yang mengandung DNA asing dinkubasikan dibawah
kondisi yang mendorong sel-sel tersebut membelah dengan cepat. DNA
asing kemudian diisolasi dari sel tersebut. Apabila sel pejamu
ditumbuhkan dibawah kondisi yang menungkinkan ekpresi DNA asing,
protein yang dihasilkan dari DNA ini dapat diisolasi. ( Down B. Marks,
Allan D. Marks & Collen M. Smith. 2000)
25

3.2 Reaksi Berantai Polimerasi ( PCR )


Reaksi berantai polimerase adalah suatu metode in vitro yang dapat
digunakan untuk pembuatan cepat DNA dalam jumlah besar. Metode ini sangat
cocok untuk memperbanyak DNA untuk prosedur pemeriksaan klinis atau foresik
karena hanya diperlukan smpel DNA yang sangat sedikit sebagai bahan awal.
DNA dapat diperbanyak oleh reksi berantai polimerase dari sehelai rambut atau
setets darah atau semen. ( Down B. Marks, Allan D. Marks & Collen M. Smith.
2000)
Mula-mula hatus dilakukan isolasi terhadap sampel DNA yang
mengandung segmen yang akan diamplifikasi. Ditambahkan primer, keempat
26

deoksiribonukleosida triforfat, dan DNA polimerase tahan-panas dalam jumlah


besar ke dalam larutan dimana DNA dipanaskan untuk memisahkan untai-untai.
Primer adalah dua oliganukleotida sintetik. Setiap oliganukleotida bersifat
komplementer (saling melengkapi ) terhapat urutan yang penddek pada satu untai
DNA untuk diamplifikasi. Sewaktu larutan mendingin, oliganukleotida
membentuk pasangan basa dengan DNA dan berfungsi sebagai primer untuk
sintesis untai DNA yang dikatalisis oleh DNA polimerase tahan-pans. Keempat
deoksiribonukleosida trifosfat berfungsi sebagai prekursor untuk sintesis untai
DNA baru. Proses pemanasan, pendinginan dan sintesis DNA baru diulang
berkali-kali sampai diperoleh salinan DNA dalam jumlah besar. Proses dapat
diautomasikan sehingga setiap putaran replikasi hany memerlukan waktu
beberapa menit. Dalam 20 daur pemanasan dan pendinginan, DNA mengalami
amplifikasi lebih dari sejuta kali. ( Down B. Marks, Allan D. Marks & Collen M.
Smith. 2000)
27

Penapisan sel untuk mencari DNA yang telah diklona, dalam


contoh ini, vektor, plasmid yang membawa sebuah gen resistensi
ampisilin, dipotong oleh enzim restriksi EcoRI, seperti juga DNA genom,
yang didalamnya mengandung fragmen yang diinginkan. Ujung-ujung
lengket dapat diligasi bersama untuk menghasilkan serangkaian molekul
rekombinan, dimana sebagai fragmen genom telah disisipkan ke dalam
vektor. Campuran ini kemudian ditranfeksikan ke dalam E.coli peka-
ampisilin yang telah diberi kalsium klorida untuk meningkatkan daya
serap bakteri terhadap DNA. Hanya bakteri yang menyerap plasmid
dengan gen resisten ampisilin akan membentuk koloni apabila ditaman
dalam medium yang mengandung ampisilin. Sel bakteri yang akan
dimatikan. Untuk mengidentifikasi rekmbinan spesifik yang membawa
fragmen genom yang diinginkan, dilakukan hibridisasi.dari lempeng
28

dibuat tiruan dari saringan nitroselulosa dan diinkubasi dalam kantung


hibridasi dengan probe berlabelzat radioaktif, yang mengandung paling
sedikit sebagian dari urutan DNA yang diinginkan. Probe akan secara
selektif berikatan dengan DNA dari koloni yang memiliki plasmid yang
diinginkan sehingga dapat diidentifikasi dengan penempatan saringan
terhadap film sinar-X. Dimodifikasi dari Gelehrter T, Collins F. Principles
of medical genetics. Baltimore: Williams & Wilkins, 1990:74.
BAB IV
TRANSFORMASI DNA

1.1 Transformasi DNA

Transformasi DNA merupakan salah satu metode untuk


memasukkan DNA ke dalam sel bakteri. Metode transformasi ini pertama kali
dikembangkan untuk memindahkan sifat-sifat genetika yang membawa
kenyataan bahwa DNA adalah bahan genetika. Meskipun transformasi telah
dieksploitasi untuk mempelajari pautan gen pada berbagai organisme, metode
ini sekarang secara luas dipakai untuk mentransfer plasmid-plasmid kecil dari
satu galur bakteri ke galur lainnya.

Prinsip dari transformasi adalah dengan ekstraksi DNA dari sel donor,
kemudian dicampur dengan sel resipien yang telah dibuat rentan terhadap
masuknya molekul DNA melalui pori atau saluran dalam dinding
dan membran sel. Bila molekul DNA yang masuk berupa plasmid,
maka replikasi plasmid dapat dimungkinkan dengan genom inang yang baru
selama transformasi. Bioteknologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari
pemanfaatan makhluk hidup (bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun
produk dari makhluk hidup (enzim, alkohol) dalam proses produksi untuk
menghasilkan barang dan jasa. Perkembangan bioteknologi tidak hanya
didasari pada biologi semata, tetapi juga pada ilmu-ilmu terapan dan murni
lainnya, seperti biokimia, komputer, biologi molekular, mikrobiologi,
genetika, kimia ,matematika, dan lain sebagainya. Perkembangan
bioteknologi pada abad 21 sudah sangat pesat, terutama di negara-negara
maju. Teknik bioteknologi modern telah berkembang pesat sejak 1970-an.
Perkembangan ini tidak lepas dari peran para ilmuan yang tak kenal lelah
untuk mengembangkan berbagai teknik bioteknologi. Teknik bioteknologi
modern yang sudah sering didengar antara lain teknik kultur jaringan dan
Rekayasa Genetik atau yang lebih dikenal dengan Teknik DNA Rekombinan.

29
30

Pada dasarnya upaya untuk mendapatkan suatu produk yang


diinginkan melalui teknologi DNA rekombinan melibatkan beberapa tahapan
tertentu. Tahapan-tahapan tersebut adalah isolasi DNA genomik/kromosom
yang akan diklon, pemotongan molekul DNA menjadi sejumlah fragmen
dengan berbagai ukuran, isolasi DNA vektor, penyisipan fragmen DNA ke
dalam vektor untuk menghasilkan molekul DNA rekombinan, transformasi
sel inang menggunakan molekul DNA rekombinan, reisolasi molekul DNA
rekombinan dari sel inang, dan analisis DNA rekombinan.

Teknik DNA Rekombinan melibatkan upaya perbanyakan gen tertentu


di dalam suatu sel yang bukan sel alaminya sehingga sering pula dikatakan
sebagai kloning gen. Banyak definisi telah diberikan untuk mendeskripsikan
pengertian teknologi DNA rekombinan. Salah satu di antaranya, yang
mungkin paling representatif menyebutkan bahwa teknologi DNA
rekombinan adalah pembentukan kombinasi materi genetik yang baru dengan
cara penyisipan molekul DNA ke dalam suatu vektor sehingga
memungkinkannya untuk terintegrasi dan mengalami perbanyakan di dalam
suatu sel organisme lain yang berperan sebagai sel inang.

Sel inang yang biasa digunakan untuk rekayasa genetik adalah bakteri.
Hal ini dilatarbelakangi oleh beberapa sifat yang dimiliki bakteri. Bakteri
memiliki dua jenis materi genetik yaitu kromosom bakteri dan plasmid.
Plasmid merupakan rantai DNA berbentuk sirkuler yang ditemukan di
bakteri. Plasmid terkadang mengandung gen yang membuat bakteri tahan
terhadap antibiotik ampisilin dan tetrasilin. Plasmid dapat keluar masuk sel,
bahkan dapat masuk ke dalam sel bakteri yang berbeda jenis. Perpindahan
Plasmid antar bakteri dalam teknik DNA Rekombinan biasanya
menggunakan teknik transformasi.

Transformasi adalah ekspresi materi genetik asing yang masuk


melalui dinding sel. Pada dasarnya dinding sel berfungsi melindungi sel dari
masuknya benda-benda asing termasuk DNA, tapi dalam kondisi tertentu
dinding sel ini bisa memiliki semacam celah atau lubang yang bisa dimasuki
DNA. Sebetulnya ada lebih dari 1% spesies bakteri mampu melakukan
31

transformasi secara alami, dimana mereka memproduksi protein-protein


tertentu yang dapat membawa DNA menyeberangi dinding sel. Untuk
membuat bakteri biasa menjadi kompeten (istilah untuk bakteri yang siap
bertransformasi) terdapat beberapa teknik. Selanjutnya, untuk mengetahui
suatu DNA vektor telah berubah menjadi DNA Rekombinan juga memiliki
cara tersendiri dalam teknologi DNA Rekombinan.

Teknik DNA rekombinan merupakan kumpulan teknik untuk merekombinasi


gen dalam tabung reaksi. Teknik itu diantaranya isolasi DNA, teknik
memotong DNA, teknik menggbung DNA dan teknik untuk memasukan
DNA ke dalam sel hidup. Setelah DNA rekombinan terbentuk maka
dilakukan proses transformasi ke host cell kemudian dilakukan proses
inkubasi sel bakteri tersebut. Setelah dilakukan inkubasi maka sel bakteri
dapat diuji kehadiran DNA rekombinannya yaitu melalui uji antibiotik, uji
medium seleksi dan seleksi putih biru. Setelah didapatkan bakteri dengan
DNA rekombinan maka dilakukan purifikasi untuk mengisolasi gen yang
direplikasi. Transfer DNA atau perpindahan DNA atau perpindahan DNA ke
dalam bakteri dapat melalui tiga cara, yaitu konjugasi, transformasi, dan
transduksi. DNA yang masuk ke dalam sel bakteri selanjutnya dapat
berintegrasi dengan DNA atau kromosom bakteri sehingga terbentuk
kromosom rekombinan. Pada pembuatan kedelai transgenik resisten terhadap
herbisida digunakan transfer DNA dengan cara transformasi genetic.
Transformasi merupakan pengambilan DNA oleh bakteri dari lingkungan di
sekelilingnya. DNA yang berada di sekitar bakteri (DNA asing) dapat berupa
potongan DNA atau fragmen DNA yang berasal dari sel bakteri yang lain
atau organisme yang lain.
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

a. Teknik isolasi DNA ada beberapa macam diantaranya, Teknik


Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD), Metode CTAB ,
Phenol:chloroform , Salting Out , Guanidine isothiocyanate Silica Gel
,PCR (Polymerase Chain Reaction).
b. Tahapan isolasi DNA ada beberapa macam daiantaranya , Isolasi
jaringan, Pelisisan dinding dan membran sel , Pengekstraksian dalam
larutan , Purifikasi ,Presipitasi.
c. Kloning gen yaitu suatu prosedur untuk memperoleh replika yang
dapat sama dari sel atau organisme tunggal. Kloning gen meliputi
serangkaian proses isolasi fragmen DNA spesifik dari ggenom suatu
organisme, penentuan sekuen DNA, pembentukan molekul DNA
rekombinan, dan ekspresi gen target dalam sel inang. Ada beberapa
teknik isolasi DNA yaitu, teknik Random Amplified Polymorphic
DNA (RAPD), metode CTAB, teknik menggunakan senyawa fenol-
kloroform, senyawa guanidine isothiocyanate, dengan silica gel, dan
dengan teknik salting out.
d. Vektor adalah molekul DNA yang berfungsi sebagai wahana atau
kendaraan yang akan membawa fragmen DNA masuk ke dalam sel
inang dan memungkinkan terjadinya replikasi dan ekspresi fragmen
DNA asing tersebut. Transformasi DNA merupakan salah satu
metode untuk memasukkan DNA ke dalam sel bakteri.
e. Seleksi sel rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan
dilakukan dengan mencari fragmen tersebut menggunakan fragmen
pelacak (probe), yang pembuatanya dilakaukan secara invitro
menggunakan teknik reaksi polimerasi berantai atau polymerase chain
reaction (PCR). Pelacakan fragmen yang diinginkan antara lain dapat
dilakukan melalui cara yang dinamakan hibridisasi koloni. Koloni-

32
33

koloni sel rekombinan ditransfer ke membran nilon, dilisis agar isi


selnya keluar, dibersihkan protein dan remukan sel lainya hingga
tinggal tersisa DNA nya saja. Selanjutnya, dilakukan fiksasi DNA dan
perendaman didalam larutan pelacak. Posisi-posisi DNA yang
terhibridisasi oleh fragmen pelacak dicocokan dengan posisi koloni
pada kultur awal (master plate). Dengan demikian, kita bisa
menentuka
f. Transformasi DNA merupakan salah satu metode untuk
memasukkan DNA ke dalam sel bakteri.
DAFTAR PUSTAKA

Brown, T.A. 2010. Gene Cloning and DNA Analysis: An Introduction, Sixth
Edition. Hongkong: Graphicraft Limited.
Campbell. Neil A, Jane B, Reece. 2010. Biologi (Jilid 1 Edisi 8). Jakarta. Penerbit
Erlangga
Corkill, G., dan Rapley, R. 2008. The Manipulation of Nucleic Acids: Basic Tools
and Techiques in Molecular Biomethods Handbook Second Edition. Ed:
Walker, J.M., Rapley, R. Humana Press, NJ,USA.
Down B. Marks, Allan D. Marks & Collen M. Smith. 2000. Biokimia Kedokteran
Dasar. Jakarta. EGC.
Giacomazzi, S., Leroi, F. and Joffraud, J.J. 2005. Biochemistry. Thomson
Brocomparison of Three Methods of DNA Extraction from Cold-Smoked
59 Salmon and Impact of Physical Treatments. Journal of Applied
Microbiology. 98:1230.
Hardianto, D., Indarto, A. and Sasongko, N. D. 2018. Optimasi Metode Lisis
Alkali Untuk Meningkatkan Konsentrasi Plasmid. Jurnal Bioteknologi &
Biosains Indonesia (JBBI): 2(2)
Holme, D. J., dan P. Hazel. 1998. E-book: Analytical Biochemistry Third Edition.
England: Pearson Education.
Hyde, D.R. 2009. Introduction to Genetic Principle. New York: McGraw-Hill
CompaniesInc
Indra, Deden. D. 2007. Bioteknologi Pemanfaatan Mikroorganisme & Teknologi
Bioproses. Jakarta. EGC
Khosravinia, et al. 2007. Optimazing Factors Influencing DNA Extraction from
Fresh Whole Avian Blood. African Journal Biotechnology, 6(4).
Meyers, R.A. 1995. Molecular Biology and Biotechnology. New York: Wiley-
VCH
Palomares, L.A, Mondaca S.T, dan Ramirez, O.T. 2004. Production of
Recombinant Proteins: Challenges and Solutions. In: Methods in
Molecular Biology: Recom-binant Gene Expression Reviews and
Protocols. New Jersey: Humana Press Inc
Surzycky, R. 2000. Molecular and Cellular Biology. Wadsworth Inc., Belmont
Susanto, Agus Hery. 2011. Genetika. Yogyakarta: Graha Ilmu
Simbolon, H. 1994. Biologi Jilid 3. Jakarta: Penerbit Erlangga
Sambrook J, Fritsch EF, & Maniatis T. 1989. Molecular Cloning: A Labolatory
Manual. USA: Cold Spring Harbor Lab ress
Yadav, P., et al. 2011. A Novel Method of Plasmid Isolation Using Laundry
Detergent. J Exp Biol, 49:558-560

Anda mungkin juga menyukai