KLONING GENETIK
Disusun oleh :
Anggota :
PRODI S1 FARMASI
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur bagi Allah SWT dengan nikmat-Nya sehingga kami dapat
Dalam pembuatan Makalah ini kami tidak luput dari halangan dan
rintangan, namun berkat usaha dan doa kepada Allah swt. Kami dapat
Kami sangat berharap masukan berupa saran yang dapat membangun, agar
kami dapat mengoreksi kesalahan pada pembuatan makalah kami di waktu yang
akan datang.
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB 1 PEMBAHASAN................................................................................... 1
Isolasi DNA.......................................................................................... 1
Karakterisasi DNA................................................................................ 8
BAB 2 VEKTOR KLONING........................................................................... 12
Definisi................................................................................................. 12
Macam-macam Vektor Kloning .......................................................... 12
BAB 3 SELEKSI SEL TRANSFORMAN....................................................... 19
Probe .................................................................................................... 21
Reaksi Berantai Polimerasi ( PCR )...................................................... 22
BAB 4 TRANSFORMASI DNA...................................................................... 29
Transformasi DNA................................................................................ 29
BAB 5 KESIMPULAN ................................................................................... 32
Daftar Pustaka.......................................................................................
ii
BAB I
PEMBAHASAN
Kualitas DNA genom yang baik merupakan hal penting yang dibutuhkan
dalam aplikasi biologi molekuler. Aplikasi tersebutmeliputi PCR (Polymerase
Chain Reaction),RFLP(Restriction Fragment Length Polymorphism), RAPD
(Random Amplified Polymorphic DNA), dan analisis molekuler yang lain.
Prinsip utama dalam isolasi DNA ada tiga yakni penghancuran (lisis),
ektraksi atau pemisahan DNA dari bahan padat seperti selulosa dan protein,
serta pemurnian DNA (Corkill dan Rapley, 2008; Dolphin, 2008). Menurut
Surzycki (2000), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses
isolasi DNA antara lain harus menghasilkan DNA tanpa adanya kontaminan
seperti protein dan RNA; metodenya harus efektif dan bisa dilakukan untuk
semua spesies metode yang dilakukan tidak boleh mengubah struktur dan
fungsi molekul DNA; dan metodenya harus sederhana dan cepat. Isolasi DNA
tanaman, isolasi DNA buah, isolasi DNA bakteri, dan isolasi DNA hewan pad
a dasarnya memiliki prinsip yang sama. Prinsip isolasi DNA pada berbagai
jenis sel atau jaringan pada berbagai organisme pada dasarnya sama namun
memiliki modifikasi dalam hal teknik dan bahan yang digunakan.
Tahapan isolasi DNA antara lain:
1
2
1. Tahapan Lisis
Tahap pertama dalam isolasi DNA adalah proses perusakan atau
penghancuran membran dan dinding sel. Pemecahan sel (lisis) merupakan
tahapan dari awal isolasi DNA yang bertujuan untuk mengeluarkan isi sel
(Holme dan Hazel, 1998). Tahap penghancuran sel atau jaringan memiliki
beberapa cara yakni dengan cara fisik seperti menggerus sampel dengan
menggunakan mortar dan pestle dalam nitrogen cair atau dengan
menggunakan metode freezing-thawing dan iradiasi (Giacomazzi, et al.,
2005). Nitrogen cair digunakan karena memiliki suhu sangat rendah yaitu -
1960C, sehingga dapat membekukan sel danmemudahkan dalam pemecahan
dinding sel secara mekanik. Selain itu, suhu dingin juga dapat menonaktifkan
kerja seluler misalnya enzim nuklease yang memiliki fungsi dalam
pemotongan DNA, sehingga berpengaruh pada hasil isolasi DNA (Cheng, et
al., 2003). Cara lain yakni dengan menggunakan kimiawi maupun enzimatik.
Penghancuran dengan menggunakan kimiawi seperti penggunaan detergen
yang dapat melarutkan lipid pada membran sel sehingga terjadi destabilisasi
membran sel (Surzycki, 2000). Sementara cara enzimatik seperti
menggunakan proteinase K seperti untuk melisiskan membran pada sel darah
(Khosravinia et al., 2007) serta mendegradasi protein globular maupun rantai
polipeptida dalam komponen sel (Brown, (2010); Surzycki (2000).
Pada proses lisis dengan menggunakan detergen, sering digunakan sodium
dodecyl sulphate (SDS) sebagai tahap pelisisan membran sel. Detergen
tersebut selain berperan dalam melisiskan membran sel juga dapat berperan
dalam mengurangi aktivitas enzim nuklease yang merupakan enzim
pendegradasi DNA (Switzer, 1999). SDS merupakan larutan deterjen anion
kuat yang dapat melarutkan lipid sebagai penyusun membran, sehingga DNA
akan terekspos ke luar sel, sedangkanpenambahan proteinase-Kberfungsi
untuk menghilangkan protein dalam larutan dengan memotong ikatan
peptida.Sentrifugasi pada tahap ini berfungsi untuk memisahkan debris dan
komponen sel lainyang menjadi penyebab kontaminasi dengan DNA
(Syafaruddin dan Santoso, 2011).Selain digunakan SDS, detergen yang lain
seperti cetyl trimethylammonium bromide (CTAB) juga sering dipakai untuk
3
3. Susunan
2.1 Definisi
12
13
hanya dapat digunakan pada sel inang yang dapat menekan mutasi tersebut.
(Susanto.A.Hery, 2011)
Cara substitusi fragmen DNA asing pada daerah nonesensial
membutuhkan dua tempat pengenalan restriksi untuk setiap enzim restrisi.
Jika suatu enzim restriksi memotong daerah nonesensial di dua tempat
berbeda maka segmen DNA λ diantara kedua tempat tersebut akan dibuang
untuk selanjutnya diagantikan oleh fragmen DNA asing. Jika pembuangan
segmen DNA λ tidak diikuti oleh substitusi fragmen DNA asing, maka akan
terjadi religasi vektor DNA λ yang kehilangan sebagian segemen pada daerah
nonesensial. Vektor religasi semacam ini tidak akan mampu bertahan di
dalam sel inang. Dengan demikian ada suatu mekanisme seleksi automatis
yang dapat membedakan antara sel inaang dengan vektor rekombinan dan sel
inang dengan vektor religasi. (Susanto.A.Hery, 2011)
Bakteriofag λ mempunyai dua fase daur hidup, yaitu fase litik dan fase
lisogenik. Pada fase litik, transfeksi sel inang (transformasi untuk DNA fag)
dimulai dengan masuknya DNA λ yang berubah konformasinya menjadi
sirkuler dan mengalami replikasi secara independen atau tidak bergantung
kepada kromososm sel inang. Setelah replikasi menghasilkan sejumlah
salinan DNA λ sirkuler, masing-masing DNA ini akan melakukan transkripsi
dan translasi membentuk protein kapsid (kepala). Selanjutnya, tiap DNA akan
dikemas dalam kapsid sehingga dihasilkan partikel λ baru yang akan keluar
dari sel inang untuk menginfeksi sel inang lainnya. Selain itu, pada fase
lisogenik DNA λ akan terintegrasi ke dalam kromosom sel inang sehingga
replikasinya bergantung kromosom sel inang. Fase lisogenik tidak
menimbulkan lisis pada sel inang. (Susanto.A.Hery, 2011)
Di dalam medium kultur, sel inang yang mengalami lisis akan
membentuk plak berupa darah bening di antara koloni-koloni sel inang yang
tumbuh. Oleh karena itu, seleksi vektor rekombinan dapat dilakukan dengan
melihat terbentuknya plak tersebut. (Susanto.A.Hery, 2011)
17
C. Bakteriofag M13
Ada jenis bakteriofag lainnya yang dapat menginfeksi E.coli. Berbeda
dengan λ yang mempunyai struktur ikosahedral berekor, fag jenis kedua ini
mempunyai struktur berupa filamen. Contoh yang paling penting adalah M13,
yang mempunyai genom berupa untai DNA sirkuler sepanjang 6.408 basa.
Infeksinya pada sel inang berlangsung melalui pili, suatu penonjolan pada
permukaan sitoplasma. (Susanto.A.Hery, 2011)
Ketika berada di dalam sel inang genom M13 berubah menjadi untai
ganda sirkuler yang dengan cepat akan bereplikasi menghasilkan sekitar 100
salinan. Salinan-salinan ini membentuk untai tunggal sirkuler baru yang
kemudian bergerak ke permukaan sel inang. Dengan cara seperti ini DNA
M13 akan terselubungi oleh membran dan keluar dari sel inang partikel fag
yag infektif tanpa menyebabkan lisis. Oleh karena fag M13 terselubungi
dengan cara pembentukan kuncup pada membran sel inang, maka tidak ada
batas ukuran DNA asing yang disisipkan kepadanya. Inilah salah satu
keuntungan penggunaan M13 sebagai vektor kloning bila dibandingkan
dengan plasmid dan λ. Keuntungan lainnya adalah bahwa M13 dapat
digunakan untuk sekuensing (penentuan urutan basa) DNA dan mutaenesis
tampak terarah (site directed mutagenesis) karena untai tunggal DNA M13
dapat dijadikan cetakan di dalam kedua proses tersebut. (Susanto.A.Hery,
2011)
Meskipun demikian, M13 hanya mempunyai sedikit sekali daerah
pada DNAnya yang dapat disisipi oleh DNA asing. Di samping itu, tempat
pengenalan restriksinya pun sangat sedikit. Namun sejumlah derivat M13
telah dikontruksi untuk mengatasi masalah tersebut. (Susanto.A.Hery, 2011)
D. Kosmid
Kosmid merupakan vektor yang dikontruksi dengan menggabungkan
kos dari DNA λ dengan plasmid. Kemamuannya untuk membawa fragmen
DNA sepanjang 32 hingga 47 kb menjadikan kosmid lebih menguntungkan
daripada fag λ dan plasmid. (Susanto.A.Hery, 2011)
E. Fasmid
18
DNA yang dimasukan kedalam sel inang bukan hanya DNA rekombinan,
maka yang harus dilakukan seleksi untuk memilih sel inang transforman yang
membawa DNA rekombinan. Selanjutnya, dianatara sel-sel transforman yang
membawa DNA rekombinan masih harus dilakukan seleksi untuk mendapatkan
sel yang DNA rekombinannya membawa fragmen sisipan atau gen yang
diinginkan . (Indra, Deden. D. 2007)
1. Sel inang tidak dimasuki DNA apapun atau berarti transformasi gagal
2. Sel inang dimasuki vektor religasi atau berarti ligasi gagal
3. Sel inang dimaski vektor rekombinan dengan/ tanpa fragmen sisipan atau
gen yang diinginkan.
19
20
Menurut Dauley dan Siregar (2005) mekanisme kloning sel pada manusia
dapat digambarkan seperti ditunjukan dan dijelaskan secara sederhana sebagai
berikut:
1. Mempersiapkan sel stem : suatu sel awal yang akan tumbuh menjadi
berbagai sel tubuh. Sel ini diambil dari manusia yang hendak dikloning.
2. Sel stem diambil inti sel yang mengandung informasi genetik kemudian
dipisahkan dari sel.
3. Memeprsiapkan sel telur: suatu sel yang diambil dari sukarelawan
perempuan Kemudian intinya dipisahkan.
4. Inti sel dari sel stem diimplantasikan ke sel telur.
5. Sel telur dipicu supaya terjadi pembelahan dan petumbuhan. Setelah
membelah (hari kedua) menjadi sel embrio.
6. Sel embrio yang terus membelah (disebut blastosis) mulai memisahkan
diri (hai ke-5) dan siap diimplantsikan kedalam rahim.
7. Embrio tumbuh dalam rahim menjadi bayi dengan kode genetik persis
sama dengan sel stem donor. Dari pengertian kloning dan prosesnya diatas
21
1. Probe
Probe adalah DNA untai tungal yang dapat membentuk pasangan basa dengan
urutan komplementer pada polinukleotida untai-tungal lain yang tersusun dari
DNA atau RNA. Proses ini dikenal sebagai penyatu kembali (reannealing) atau
hibridasi. Untuk mengidentifikasi urutan sasaran, probe harus membawa suatu
label. Apabila probe membawa sel radioaktif misalnya 32P,probe dapat dideteksi
dengan autoradiografi. Dibuat autodiagram dengan membungku bahan yang
mengandung probe dengan selembar sinar-X. Elektron yang dipancarkan akibat
kehancuran (disintegrasi) atom radioakif menyebabka film terpajan di daerah tepat
di atas probe (Gambar.1)
22
2. PCR
Untuk meneliti urutan gen atau urutan DNA lainya harus diperoleh bahan
dalam jumlah yang memadai. Isolasi DNA dalam jumlah yang bermakna dari
sumber asli sulit dilakukan. Misalnya, individu biasanya tidak dapat menyediakan
cukup jaringan untuk menghasilkan jumlah DNA yang diperlukan bagi
pemeriksaan klinis. Oleh karena itu, jumlah DNA yang ada harus diperbanyak
(diamplifikasi). (Down B. Marks, Allan D. Marks & Collen M. Smith. 2000)
A. PENGKLONAAN DNA
Teknik pertama yang diciptakan untuk memeprbanyak jumlah
DNA dikenal sebagai pengklonaan (cloning). Suatu fragmen DNA dari
suatu organisme (DNA “asing”) disisipkan kedalam vektor (atau
pembawa) yang terdiri dari DNA, dan chimera (vektor yang mengandung
DNA rekombinan) digunkan untuk mengubah bentuk sel pejamu. Sewaktu
sel penjamu membelah, selain melakukan reflikasi terjadap DNA nya
sendiri, sel-sel tersebut juga melakukan reflikasi DNA vektor, yang
mencakup DNA asing, kemudian, dapat diisolasi DNA asing dalam
jumlah relatif besar. (Down B. Marks, Allan D. Marks & Collen M. Smith.
2000)
Apabila sel penjamunya adalah bakteri, langkah pertama dalam
prosedur pengkolanaan adalah menyisipkan DNA asing kedalam suatu
vektor yang kemudian membawa DNA kedalam bakteri. Vektor yang
sering digunakan adalah bakteriofaga (virus yang menginfeksi bakteri),
plasmid (potongan ekstrakromosom DNA sirkular yang diserap oleh
bakteri), atau kosmid (plasmid yang mengandung urutan DNA dari faga
lambda). ( Down B. Marks, Allan D. Marks & Collen M. Smith. 2000)
Segmen DNA asing atau DNA vektor biasanya diputuskan oleh
enzim restriksi yang sama. Proses paling sederhana menggunakan suatu
enzim yang menghasilkan ujung-ujung lengket komplementer pada DNA
asing dan DNA vektor. Regio untai tunggal komplementer dapat
24
memebentuk pasangan basa, dan molekul dapat diikat secara kovelen oleh
DNA ligase. ( Down B. Marks, Allan D. Marks & Collen M. Smith. 2000)
Apabila digunakan sel eukariotik sebagai pejamu, vektor sering
tidak diperlukan karena tersedia teknik yang memungkinkan DNA asing
masuk kedalam sel pejamu. DNA asing kemudian dapat berintegrasi
kedalam genom sel pejamu melalui proses rekombinan yang belum
sepenuhnya dipahami. ( Down B. Marks, Allan D. Marks & Collen M.
Smith. 2000)
Sel pejamu yang mengandung DNA rekombinan sering disebut sel
yang mengalami tranformasi (transforman cells) apabila sel tersebut
adalah bakteri, atau sel yang mengalami transfeksi (transfected cells)
apabila sel tersebut adalah eukariot. Digunakan penanda pada DNA vektor
untuk mengidentifikasi sel yang telah mengalami tranformasi, dan
digunakan probe untuk DNA asing untuk menentukan bahwa sel pejamu
sebenarnya mengandung DNA asing. Proses ini disebut penapisan
(screening). ( Down B. Marks, Allan D. Marks & Collen M. Smith. 2000)
Sel pejamu yang mengandung DNA asing dinkubasikan dibawah
kondisi yang mendorong sel-sel tersebut membelah dengan cepat. DNA
asing kemudian diisolasi dari sel tersebut. Apabila sel pejamu
ditumbuhkan dibawah kondisi yang menungkinkan ekpresi DNA asing,
protein yang dihasilkan dari DNA ini dapat diisolasi. ( Down B. Marks,
Allan D. Marks & Collen M. Smith. 2000)
25
Prinsip dari transformasi adalah dengan ekstraksi DNA dari sel donor,
kemudian dicampur dengan sel resipien yang telah dibuat rentan terhadap
masuknya molekul DNA melalui pori atau saluran dalam dinding
dan membran sel. Bila molekul DNA yang masuk berupa plasmid,
maka replikasi plasmid dapat dimungkinkan dengan genom inang yang baru
selama transformasi. Bioteknologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari
pemanfaatan makhluk hidup (bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun
produk dari makhluk hidup (enzim, alkohol) dalam proses produksi untuk
menghasilkan barang dan jasa. Perkembangan bioteknologi tidak hanya
didasari pada biologi semata, tetapi juga pada ilmu-ilmu terapan dan murni
lainnya, seperti biokimia, komputer, biologi molekular, mikrobiologi,
genetika, kimia ,matematika, dan lain sebagainya. Perkembangan
bioteknologi pada abad 21 sudah sangat pesat, terutama di negara-negara
maju. Teknik bioteknologi modern telah berkembang pesat sejak 1970-an.
Perkembangan ini tidak lepas dari peran para ilmuan yang tak kenal lelah
untuk mengembangkan berbagai teknik bioteknologi. Teknik bioteknologi
modern yang sudah sering didengar antara lain teknik kultur jaringan dan
Rekayasa Genetik atau yang lebih dikenal dengan Teknik DNA Rekombinan.
29
30
Sel inang yang biasa digunakan untuk rekayasa genetik adalah bakteri.
Hal ini dilatarbelakangi oleh beberapa sifat yang dimiliki bakteri. Bakteri
memiliki dua jenis materi genetik yaitu kromosom bakteri dan plasmid.
Plasmid merupakan rantai DNA berbentuk sirkuler yang ditemukan di
bakteri. Plasmid terkadang mengandung gen yang membuat bakteri tahan
terhadap antibiotik ampisilin dan tetrasilin. Plasmid dapat keluar masuk sel,
bahkan dapat masuk ke dalam sel bakteri yang berbeda jenis. Perpindahan
Plasmid antar bakteri dalam teknik DNA Rekombinan biasanya
menggunakan teknik transformasi.
5.1 Kesimpulan
32
33
Brown, T.A. 2010. Gene Cloning and DNA Analysis: An Introduction, Sixth
Edition. Hongkong: Graphicraft Limited.
Campbell. Neil A, Jane B, Reece. 2010. Biologi (Jilid 1 Edisi 8). Jakarta. Penerbit
Erlangga
Corkill, G., dan Rapley, R. 2008. The Manipulation of Nucleic Acids: Basic Tools
and Techiques in Molecular Biomethods Handbook Second Edition. Ed:
Walker, J.M., Rapley, R. Humana Press, NJ,USA.
Down B. Marks, Allan D. Marks & Collen M. Smith. 2000. Biokimia Kedokteran
Dasar. Jakarta. EGC.
Giacomazzi, S., Leroi, F. and Joffraud, J.J. 2005. Biochemistry. Thomson
Brocomparison of Three Methods of DNA Extraction from Cold-Smoked
59 Salmon and Impact of Physical Treatments. Journal of Applied
Microbiology. 98:1230.
Hardianto, D., Indarto, A. and Sasongko, N. D. 2018. Optimasi Metode Lisis
Alkali Untuk Meningkatkan Konsentrasi Plasmid. Jurnal Bioteknologi &
Biosains Indonesia (JBBI): 2(2)
Holme, D. J., dan P. Hazel. 1998. E-book: Analytical Biochemistry Third Edition.
England: Pearson Education.
Hyde, D.R. 2009. Introduction to Genetic Principle. New York: McGraw-Hill
CompaniesInc
Indra, Deden. D. 2007. Bioteknologi Pemanfaatan Mikroorganisme & Teknologi
Bioproses. Jakarta. EGC
Khosravinia, et al. 2007. Optimazing Factors Influencing DNA Extraction from
Fresh Whole Avian Blood. African Journal Biotechnology, 6(4).
Meyers, R.A. 1995. Molecular Biology and Biotechnology. New York: Wiley-
VCH
Palomares, L.A, Mondaca S.T, dan Ramirez, O.T. 2004. Production of
Recombinant Proteins: Challenges and Solutions. In: Methods in
Molecular Biology: Recom-binant Gene Expression Reviews and
Protocols. New Jersey: Humana Press Inc
Surzycky, R. 2000. Molecular and Cellular Biology. Wadsworth Inc., Belmont
Susanto, Agus Hery. 2011. Genetika. Yogyakarta: Graha Ilmu
Simbolon, H. 1994. Biologi Jilid 3. Jakarta: Penerbit Erlangga
Sambrook J, Fritsch EF, & Maniatis T. 1989. Molecular Cloning: A Labolatory
Manual. USA: Cold Spring Harbor Lab ress
Yadav, P., et al. 2011. A Novel Method of Plasmid Isolation Using Laundry
Detergent. J Exp Biol, 49:558-560