Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH GENETIKA DAN PEMULIAAN IKAN

“EKSTRAKSI ASAM DEOKSIRIBONUKLEAT (DNA)”

DISUSUN OLEH:

Lindiyani Bahrudin
1913010043

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas perkenan-Nya penulis dapat
menyelesaikan Makalah tentang Ekstraksi Asam Deoksiribonukleat ini dengan baik dan sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan sebagai salah satu tugas individu mata kuliah Genetika dan
Pemuliaan Ikan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah membantu dalam
pembuatan makalah ini. Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan pembuatan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca dan menjadi bahan pembelajaran bagi mahasiswa program studi
budidaya perairan Fakultas kelautan dan perikanan Universitas Nusa Cendana.

Kupang, Maret 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

Cover/Sampul
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 4
1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................... 6
2.1 Deoxyribonucleic Acid (DNA) ........................................................................................ 6
2.1.1 Definisi DNA ............................................................................................................ 6
2.1.2 DNA Mitokondria , DNA inti, dan Jaringan Otot .................................................... 7
2.2 Ekstraksi DNA ................................................................................................................. 8
2.3 Persiapan Ekstraksi DNA ................................................................................................. 9
2.4 Metode Ekstraksi DNA .................................................................................................. 10
2.4.1 Metode Phenol Chloroform Isoamly Alcohol (PClA) ............................................ 10
2.4.2 Metode Ion Exchange Resin Chelex ....................................................................... 11
2.4.3 Metode Double Spin Column ................................................................................. 13
2.5 Penyimpanan Ekstrak DNA ........................................................................................... 15
2.6 Hal yang perlu diperhatikan dalam proses ekstraksi DNA ............................................ 15
BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 17
3.2 Saran ............................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 18

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu genetika merupakan salah satu cabang ilmu dari Biologi. Semua hal yang berkaitan
dengan materi genetik, mulai dari asam nukleat (DNA dan RNA) hingga penjelasan
mengenai teori evolusi yang pertama kali dicetuskan oleh Charles Darwin dipelajari dan
diungkap menggunakan ilmu genetika. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, pengetahuan mengenai ilmu genetika semakin dibutuhkan dan banyak digunakan
sebagai dasar dan acuan. Sebagai contoh, dalam hal pemanfaatan DNA, dapat digunakan
untuk mengidentifikasi kelainan genetik atau penyakit hingga penemuan obatnya,dengan cara
memanipulasi dan bereksperimen dengan DNA tersebut (Ganie, 2005). Para ahli geoetik juga
dapat memanupulasi beberapa organisme untuk menghasilkan hal-hal yang bermanfaat,
contohnya pada kasus terapi gen untuk hormon insulin (Pulungan& Herqutanto,2009;
Roberts, 2004). Gen penghasil hormon insulin dimanipulasi, sehingga penderita diabetes
dapat bidup lebih lama. Selain itu, dalam kajian taksonomi, taksonom juga dapat
mengidentifikasi dan mengklasifikasikan secara akurat suatu organisme ke dalam kelompok
takson tertentu dengan lebih mudah berdasar karakter DNA tertentu, sehingga dapat
ditentukan bahwa suatu organisme berbeda dengan organisme yang lain (Hebert el al.,
2003;Holmeset ai., 2009;Marshall, 2005;Ward et al., 2005).

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa itu Deoxyribonucleic Acid (DNA) ?
2) Bagaimana keterkaitan DNA Mitokondria, DNA inti dan jaringan otot?
3) Apa itu Ekstraksi DNA?
4) Apa saja persiapan dalam ekstraksi DNA?
5) Bagaimana Metode ekstraksi DNA?
6) Bagaimana penyimpanan ekstrak DNA?
7) Apa saja yang perlu diperhatikan dalam melakukan ekstraksi DNA?

4
1.3 Tujuan Penulisan
1) Memahami tentang Deoxyribonucleic Acid (DNA)
2) Menjabarkan keterkaitan DNA Mitokondria, DNA inti dan jaringan otot
3) Mengetahui tentang Ekstraksi DNA
4) Mengetahui hal yang dilakukan dalam persiapan ekstraksi DNA
5) Memahami metode-metode ekstraksi DNA
6) Mengetahui cara penyimpanan ekstrak DNA
7) Mengetahui hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan ekstraksi DNA

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Deoxyribonucleic Acid (DNA)


2.1.1 Definisi DNA
Deoxyribonucleic acid (DNA) adalah polimer asam nukleat yang
tersusun secara sistematis dan merupakan pembawa informasi genetik yang
diturunkan kepada keturunannya. Informasi genetik disusun dalam bentuk kodon
yang berupa tiga pasang basa nukelotida.

Gambar 1. Struktur dan komponen untai ganda DNA

Secara struktural, DNA merupakan polimer nukleotida, di mana setiap


nukelotida tersusun atas gula deoksiribosa, fosfat, dan basa. Polimer tersebut
membentuk struktur dua untai heliks ganda yang disatukan oleh ikatan hydrogen
antara basa-basa yang ada. Terdapat empat basa dalam DNA, yaitu adenin (A),
sitosin (C), guanin (G), dan timin (T). Adenin akan membentuk dua ikatan
hydrogen dengan timin, sedangkan guanin akan membentuk tiga ikatan hidrogen
dengan sitosin. Kombinasi jumlah dan susunan yang terbentuk antara ikatan-

6
ikatan basa ini memungkinkan setiap individu memiliki cetak biru genetik yang
spesifik dibandingkan organisme lain.

2.1.2 DNA Mitokondria , DNA inti, dan Jaringan Otot


Jaringan otot merupakan salah satu jaringan tubuh yang berfungsi untuk
menggerakkan sistem rangka tubuh yang tersusun dari jaringan tulang, sehingga
jaringan otot merupakan jaringan yang sangat aktif bergerak dalam tubuh suatu
individu. Sel-sel dalam jaringan otot membutuhkan energi yang lebih besar
daripada sel-sel dalam jaringan lainnya untuk mendukung aktifitas geraknya
(Neumann, 2013). Kebutuhan energi dalam sistem selular disokong oleh salah
satu organela sel yang dinamakan mitokondria, yang juga dikenal sebagai house
of power. Sebagai pusat pembentukan energi, mitokondria mengendalikan proses
metabolisme sel yang berarti bahwa pembentukan molekul protein yang
digunakan sebagai bio-katalis dalam proses metabolisme sci sebagian besar
diproduksi di dalam mitokondria (Cooper & Hausman, 2000). Hal ini terjadi
karena mitokondria menyimpan sejumlah materi genetik: (DNA) tersendiri yang
karakteristik:nya berbeda dengan materi genetik yang terdapat di dalam inti sel.

Gambar 2. DNA inti dan DNA mitokondria pada manusia


Sejumlah DNA tersebut selanjutnya dikenal sebagai DNA mitokondria
(mtDNA) (Giles et 01., 1980). DNA mitokondria hanya merupakan bagian kecil
DNA dalam suatu sel eukariotik di mana sebagian besar DNA terdapat di dalam

7
inti sel. Adapun beberapa perbedaan karakter tersebut di antaranya adalah
mtDNA memiliki laju mutasi yang Iebih tinggi, yaitu sekitar 10-17 kali dari pada
DNA inti. Selain itu, DNA terdapat dalam jumlah banyak (lebih dari 1000 kopi)
dalam tiap sel, sedangkan DNA inti hanya berjumlah dua kopi. DNA inti
merupakan hasil perpaduan DNA dari kedua orang tua (bapak-ibu/pejantan-
betina), sementara rot DNA banya diwariskan dari ibu/ betina (maternally
inherited) (Wallace et 01.,1999).DNA tersebut menghasilkan asam amino yang
kemudian terangkai membentuk protein yang digunakan dalam proses
metabolisme sel. Sejumlah DNA yang terdapat dalam mitokondria inilah yang
lebih sering digunakan dalam analisis genetik untuk tujuan tertentu, seperti
identifikasi molekular, DNA barcoding dan analisis struktur populasi suatu
spesies meskipun analisis tersebut juga dapat dilakukan dengan menggunakan
data sekuens DNA lainnya, seperti data sekuens DNA inti.

Hal inilah yang menjadi alasan mengapa dipilih jaringan otot untuk
digunakan dalam proses ekstrasi DNA, karena jumlah mitokondria dalam jaringan
otot Iebih banyak daripada jaringan yang lain. Hal ini berkaitan dengan tingkat
aktifitas geraknya yang lebih tinggi daripada jaringan lainnya, sebingga
membutuhkan suplai energi yang lebih besar. Suplai energi yang besar mampu
disokong oleh jumlah mitokondria yang banyak. Jumlah mitokondria yang banyak
mempermudah proses ekstraksi DNA, sehingga diharapkan dapat diperoleh
ekstrak DNA dengan konsentrasi tioggi yang diekstrak dari jaringan otot. Selain
itu, DNA inti tentunya juga bisa diekstrak dari inti sel dari sel otot yang
menyusun jaringan otot, sebingga selain ekstrak mt DNA, ekstrak DNA inti juga
dapat diperoleh selama proses ekstraksi DNA dari jaringan otot. Hal ini tentunya
dapat menyingkat waktu dan mengefisienkan penggunaan bahan.

2.2 Ekstraksi DNA


Ekstraksi DNA adalah proses dan tahapan pertama yang dilakukan untuk
mendapatkan total DNA dari suatu biota. Secara umum, ekstraksi DNA meliputi
beberapa tahapan proses penting, yaitu dari mulai tahap persiapan hingga akhirnya
diperoleh ekstrak DNA yang terlarut dalam suatu larutan penyangga (buffer) khusus.

8
Larutan tersebut digunakan untuk menyimpan dan mempertahankan kondisi DNA secara
kualitatif dan kuantitatif dalam jangka waktu yang relative lama. Secara kualitatif, berarti
larutan penyangga tersebut harus dapat mempertahankan kualitas DNA yang terlarut
tetap dalam kondisi baik. Sedangkan secara kuantitatif berarti larutan penyangga tersebut
harus mampu mempertahankan jumlah DNA yang terlarut, sehingga jumlahnya tetap
(tidak terdegradasi/rusak) dan cukup untuk digunakan dalam tahapan selanjutnya tanpa
mengalami penurunan kualitas maupun kuantitas DNA terlarut.
Adapun tahapan proses ekstraksi DNA, dimulai dari persiapan sampel, pemilihan
metode ekstraksi yang tepat, hingga didapatkan ekstrak DNA. Keberhasilan proses
ekstraksi DNA dapat diukur melalui beberapa proses, diantaranya adalah melalui
pengecekan keberadaan band DNA dengan metode elektroforesis atau melalui
pengukuran konsentrasi DNA terlarut dengan metode spektrofotometri (phillips et al.,
2012).
2.3 Persiapan Ekstraksi DNA
Sebelum masuk dalam proses ekstraksi DNA, sampel biota yang diperoleh dari
lapangan harus dipersiapkan secara khusus terlebih dahulu. Disarankan, sebaiknya
memisahkan sampel menjadi dua bagian, yaitu sampel yang akan diekstrak dan sampel
yang akan disimpan sebagai koleksi yang ataupun diproses untuk tujuan yang lain.
Sebagai catatan penting, ukuran sampel yang perlu disiapkan untuk analisis DNA rata-
rata hanya sekitar 50-100 mg (tergantung tujuan penelitian). Ukuran ini relatif kecil yaitu
seukuran 2 bulir beras.
Proses pemisahan ini dimaksudkan untuk menjaga kesegaran dan kebersihan sampel,
serta meminimalkan resiko kontaminasi dari organisme lain maupun dari berbagai jenis
reagen kimia, seperti formalin yang dapat mengganggu proses ekstraksi DNA. Sampel
yang telah terpisahkan, selanjutnya disimpan dalam larutan Ethanol (99,99%) atau
minimal 96% untuk menjaga kualitas sampel dan kualitas DNA yang akan diekstrak.
Proses tersebut dinamakan preservasi sampel untuk ekstraksi DNA.
Menurut Srinivasan et al. (2002) larutan Ethanol 96%-100% mampu menjaga
kestabilan kondisi DNA di dalam sel untuk waktu yang relatif lama. Hal ini disebabkan
larutan Ethanol tersebut akan langsung terserap dan mengawetkan DNA yang terdapat di
dalam sel dengan cepat, mengingat ukuran sampel yang akan digunakan relatifkecil (30-

9
50 mg), sehingga kualitas DNAnya dapat terjaga dengan baik. Hal ini tidak dapat
dilakukan oleh larutan Ethanol 70%, karena proses penyerapannya relatif lebih lambat
yang disebabkan kandungan airnya lebih besar (30%). Selain itu, kandungan air dalam
larutan Ethanol 70% yang lebih besar dibandingkan dengan larutan Ethanol 100% atau
96% dapat memicu terjadinya proses pembusukan sampel yang Iebih cepat oleh bakteri
resisten alcohol sehingga sampellebih cepat rusak. Oleh karena itu, larutan Ethanol 70%
tidak: direkomendasikan untuk digunakan untuk menyimpan sampel organisme yang
terkait dengan proses ekstraksi DNA dalam wak:tu yang relatif lama.

2.4 Metode Ekstraksi DNA


Proses ekstraksi DNA dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai macam metode
dan dengan berbagai jenis reagen. Masing-masing metode memiliki kelebihan dan
kelemahan, sehingga hal ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan metode
yang akan digunakan untuk proses ekstraksi DNA. Narnun, hal ini tentunya tidak terlepas
dari tujuan awal sebuah penelitian dimana suatu metode yang dipakai akan sangat
tergantung pada tujuan yang akan dicapai, dan akan sangat berpengaruh terhadap hasil
yang akan diperoleh di dalam suatu penelitian. Secara umum, metode dan reagen yang
digunakan dapat dibedakan antara lain berdasarkan wujud sampel, jenis organisme,
wujud dan karakter sampel, dan kondisi sampel. Beberapa metode tersebut antara lain
adalah:
2.4.1 Metode Phenol Chloroform Isoamly Alcohol (PClA)
Pada dasarnya, metode ini merupakan metode ekstraksi DNA yang
konvensional (tanpa kit) dengan menggunakan perpaduan reaksi kimia dari
berbagai macam reagen kimia yang digunakan dalam metode ini. PClA
merupakan serangkaian larutan yang terdiri dari larutan phenol, klorofrom, dan
isoarnil-alkohol yang digunakan untuk mengekstrak DNA yang kemudian dikenal
sebagai salah satu metode ekstraksi DNA, yaitu. Metode tersebut sering
digunakan untuk mengekstrak DNA dari beberapa macam wujud sampel, antara
lain berupa daging/otot, sirip, darah, dan beberapa wujud sampel lainnya.
Kelebihan utama penggunaan metode ini adaIah ekstrak DNA yang diperoleh

10
berupa pelet DNA transparan yang dapat teramati, sehingga mempermudah
peneliti untuk memastikan keberadaan ekstrak DNA di akhir proses ekstraksi.
Adapun kelemahan metode ini adalah larutan fenol dan larutan kloroform
merupakan dua larutan beracun dan karsinogenik yang dapat mengganggu saluran
pernafasan, dan dalam kasus tertentu dapat menyebabkan kematian. Selain itu,
kedua larutan tersebut sangat volatile (mudah menguap), mudah terbakar, dan
proses biodegradasinya di alam memerlukan waktu yang lama. Walaupun metode
tersebut masih digunakan sampai sekarang, namun penggunaannya sudah mulai
berkurang dan tidak direkomendasikan mengingat efek samping yang dapat
mengganggu kesehatan penggunanya (Gross Bellard et 01., 1973; Matsunaga et
01., 1999; Strauss, 1998).

2.4.2 Metode Ion Exchange Resin Chelex


Istilah Chelex merupakan singkatan kata dari Chelating Ion Exchange
Resin yang kemudian oleh sebuah perusahaan biokimia digunakan menjadi
sebuah nama dagang suatu produk ekstraksi DNA, yaitu Chelex". Reagen yang
tcrkandung dalam produk tersebut adalah sebuah resin yang dapat digunakan
untuk mengekstrak DNA yaitu resin Chelex. Resin Chelex digunakan untuk
mengekstrak DNA dengan cara memanaskannya pada suhu tertentu (hot shock),

11
biasanya dilakukan dengan menggunakan hot plate pada suhu 95 - 100°C selama
30-45 menit. Selama proses ekstraksi, resin Chelex mampu melindungi sampel
dari enzim DNAse yang mungkin tetap aktif selama proses ekatraksi. Hal ini
dilakukan melalui pengikatan ion dan kation, salah satunya adalah pengikatan ion
Magnesium (Mg2+).
Secara alami, enzim DNAse terdapat pada semua jaringan tubuh. Enzim
ini mampu memotong DNA menjadi fragmen kecil, hingga mampu
menghancurkan DNA, sehingga keberadaan enzim ini dapat mengurangi kuantitas
ekstrak DNA yang dihasilkan. Jika jumlah DNA di dalam ekstrak DNA kurang,
maka hal ini akan berpengaruh terhadap keberbasilan proses selanjutnya, seperti
proses PCR (Polymerase Chain Reaction). Terkait dengan ion Magnesium
(Mg2+), Mg2+ adalah kofaktor penting untuk DNAse. Resin Chelex akan
mengikat erat ion dan kation yang terlarut dalam larutan resin tersebut, termasuk
ion Mg2<. Dengan pengikatan tersebut, resin Chelex membuat DNAse tidak
bereaksi, sehingga akan melindungi DNA dari aktivitas enzim tersebut. Setelah
mendidih, resin Chelex DNA akan berada dalam kondisi stabil dan selanjutnya
dapat disimpan pada suhu 4°C selama 3-4 bulan. Setelah proses ekstraksi,
komponen seluler bersama dengan DNA dan RNA akan terlarut di kolom larutan
Chelex, dimana DNA akan berada di permukaan kolom laeutan (supernatant).
Setelah proses sentrifugasi, DNA dan RNA akan tetap berada di permukaan
sedangkan komponen seluler akan berada di bawah (endapan) (Walsh er al.,
1991). Dengan demikian, ekstrak DNA dapat diambil dengan mudah, meskipun
perlu pengalaman dan ketrampilan agar hanya ekstrak DNA saja yang terambil.

12
Adapun kelebihan dari proses ekstraksi menggunakan resin Chelex yakni
hanya membutuhkan waktu yang relatif singkat (30-45 menit), proses pembuatan
larutan resin Chelex sangat praktis (tidak rumit). Chelex merupakan resin stabil
yang marnpu bekerja secara efektif pada kisaran pH yang luas, yaitu antara pH 2 -
14, dan juga dianggap sebagai pilihan reagen yang sangat ekonomis untuk proses
ekstraksi DNA, karena harganya relative murah. Selain itu, metode ini merupakan
metode yang paling aman jika dilihat dari sisi penggunakan larutan-larutan yang
berbahaya, seperti yang ada dalam metode PClA. Di sisi lain, proses ekstraksi
menggunakan resin Chelex juga memiliki kelemahan, antara lain DNA dan RNA
yang dihasilkan relatif sedikit, tahap pemanasan yang dilakukan selama proses
ekstraksi dapat merusak struktur rantai ganda DNA (denaturasi)yang dihasilkan,
sehingga dibutuhkan pula freeze shock setelah proses pemanasan untuk
menormalkan kembali struktur DNA. dan juga diperlukan ketrampilan yang
handal untuk mengambil ekstrak DNA agar tidak terkontaminasi oleh molekul
ataupun senyawa lainnya. Selain itu, molekul DNA maupun RNA yang dihasilkan
dengan metode ini akan kurang stabil selama proses penyimpanan dengan rentang
waktu yang lama (Phillips et al., 2012; Walsh et al., 1991).
2.4.3 Metode Double Spin Column
Di antara kedua metode yang telah dijelaskan di atas, metode double spin
column menawarkan hal yang berbeda yaitu dengan penggunaan membran silika

13
untuk memerangkap DNA yang telah keluar dari sel. Selain itu, penggunaan kit
dengan reagen khusus yang biasanya digunakan dalam metode ini mampu
rneningkatkan kuantitas dan kualitas DNA yang dihasilkan. Chan et al. (2001)
menyebutkan bahwa metode double spin column merupakan metode yang paling
efisien dalam penggunaannya, bahkan dapat digunakan untuk mengekstrak
sampel dalam bentuk sampel yang telah dipreservasi dalam parafin, contohnya
adalah sampel Human Pappiloma Virus (HPV). Metode tersebut secara komersial
diproduksi oleh beberapa pabrikan dengan beberapa merek dagang antara lain
DNeasy® Blood &Tissue Kit (QIAGEN, Jerman) dan Wizard" Genomic DNA
Purification Kit (Promega, USA).

Reaksi enzimatis dari proteinase K yang digunakan dalam metode ini


mampu melisiskan DNA dari dalam selnya, sehingga mempermudah proses
ekstraksi DNA. Penggunaan reagen khusus untuk mengikat dan membersihkan
sisa alkohol dan pengotor lainnya, seperti beberapa enzim inhibitor, protein, dan
kation bivaleo yang masih tersisa dari proses preservasi sampel. Proses
pembilasan yang lebih dari sekali dengan menggunakan reagen khusus, dan
proses sentrifugasi dengan kecepatan tinggi (8000 rpm hingga 14000 rpm) yang
diterapkan dalam metode tersebut, mampu menghasilkan ekstrak DNA yang lebih
bersih, lebih mumi, dan dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Dengan demikian,
ekstrak DNA yang dihasilkan diharapkan mampu mendukung kesuksesan proses
selanjutnya (amplifikasi DNA dan sequensing DNA). Selain itu, penggunaan
beberapa Iarutan buffer khusus dalam kit tersebut, yang bekerja dengan mengikat

14
DNA mampu menjaga kualitas ekstrak DNA untuk penyimpanan yang lebih lama
(lebih dari 2-3 tahun). Hal inilah yang menjadi beberapa kelebihan dari metode
ini. Di sisi lain, kelemahan utama penggunaan metode tersebut adalah secara
umum proses ekstraksinya memerlukan waktu yang relative lama, yaitu sekitar 2
jam babkan mungkin lebih dari 24 jam, mulai dari proses pemecahan sel hingga
diperoleh ekstrak DNA, sehingga dianggap kurang praktis. Selain itu, barga kit
yang masih mahal dibanding dengan harga reagen yang dipakai dalam metode
yang lain, dianggap menjadi kendala tersendiri dalam penggunaan metode ini
(Demeke & Jenkins,2010; Phillips eJ al., 2012;Tan &Yiap, 2009).

2.5 Penyimpanan Ekstrak DNA


Setelah ekstrak DNA didapatkan, tahapan selanjutnya yaitu penyimpanan ekstrak
DNA. Ekstrak DNA yang telah diperoleh dan terlarut dalam larutan bufeer (buffer TE
atau sejenisnya), selanjutnya disimpan di dalam freezer yang bersuhu -200C. Dalam
pernbahasan ini, satu hal yang penting dan harus dicatat adalah semakin rendah
temperatur di dalam freezer, maka ekstrak DNA semakin lama dapat disimpan. Adapun
suhu ideal untuk penyimpanan ekstrak DNA menurut Lahiri & Schnabel (1993) adalah -
70°C, dan saat ini telah memungkinkan untuk menyimpan sampel ekstrak DNA dalam
freeze: khusus (molecular grade) dengan suhu -86°C.

2.6 Hal yang perlu diperhatikan dalam proses ekstraksi DNA


Pada dasarnya, semua metode yang telah dijelaskan di atas dapat digunakan secara
optimal dalam proses ekstraksi DNA. Namun faktanya, masih banyak masalah dan
kendala yang muncul dalam proses ekstraksi DNA, sehingga DNA tidak dapat terekstrak
secara optimal. Masalah dan kendala tersebut dapat diakibatkan karena kesalahan
manusia (human error), seperti eerobob (tidak hati-hati), kurang terampil, hingga
kesalahan yang sangat fatal yaitu kesalahan penggunaan reagen kimia. Hal lain yang
biasanya juga menjadi masalah dan kendala , adalah kondisi alat di laboratorium yang
kurang memadai dan kondisi lain yang tidak terduga dan tidak mampu diatasi (jorce
major).

15
Hal-hal yang berkaitan dengan kesalahan manusia (human error), yang biasanya dan
sangat mungkin terjadi, namun masih dapat diatasi dengan pengulangan proses ekstraksi.
Oleh karena itu, beberapa hal teknis di bawah ini perlu diperbatikan untuk meminimalkan
resiko kegagalan dalam proses ekstraksi DNA, yakni sebagai berikut:
1) Secara umum, semua peralatan yang digunakan harus dalam kondisi steril. Bila
perlu, lakukan sterililasi ulang selama proses ekstraksi, contohnya dengan
menggunakan lampu spirtus. Hal ini dapat dilakukan sesering mungkin untuk
menghindari kontaminasi.
2) Diperlukan kehati-hatian dan ketrampilan dalam pengambilan ekstrak DNA,
khususnya saat menggunakan metode ion exchangeresin Chelex karena banyak
bagian permukaan kolom laturan (supernatan) yang mengandung ekstrak DNA,
sedangkan resin Chelex yang merupakan bagian endapan justru dapat
menghambat aktifitas enzim Taq-polymerase di dalam reaksi PCR.
3) Ukuran sampel yang dimasukkan harus terukur, terutama terkait dengan
penggunaan metode ion exchange resin Chelex. Sampel yang perlu dimasukkan
dalam resin Chelex hanya sekitar 0,2 - 0,5 mm. sedangkan sampel yang
diperlukan dalam metode double sipn column hanya seukuran 1/2 bulir beras. Hal
ini perlu diperhatikan, karena terlalu besar ulruran sampel yang dimasukkan justru
dapat menghambat proses ekstraksi DNA dari sampel tersebut.
4) Penggunaan wujud sampel yang berbeda (misalkan daging, darah, ekor, atau
rambut) terkadang memerlukan perlakukan khusus, karena kadang kala akan
menampilkan hasil ekstraksi yang berbeda, meskipun menggunakan metode
ekstraksi yang sama, khususnya ketika menggunakan resin Chelex. Satu sampel
mungkin dapat terekstrak DNAnya dengan sangat cepat, namun sampel yang lain
harus menunggu selama satu Malam. Di samping itu, hasil ekstraksi dapat sangat
bervariasi tergantung jenis biota yang digunakan.
5) Khusus selama penggunaan metode ion exchange resin Chelex, seandainya tidak
didapatkan ekstrak DNA pada proses esktraksi kali pertama, maka bukan berarti
sampel sudah tidak dapat dipakai kembali. Solusinya adalah semua tahap dalam
metode ion exchange harus diulang dari awal dengan proses inkubasi yang perlu
diperpanjang, namun tanpa perlu mengganti resin Chelex dan sampelnya.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Deoxyribonucleic acid (DNA) adalah polimer asam nukleat yang tersusun secara
sistematis dan merupakan pembawa informasi genetik yang diturunkan kepada
keturunannya. Informasi genetik disusun dalam bentuk kodon yang berupa tiga pasang
basa nukelotida.
Kebutuhan energi dalam sistem selular disokong oleh salah satu organela sel yang
dinamakan mitokondria, yang juga dikenal sebagai house of power. Sebagai pusat
pembentukan energi, mitokondria mengendalikan proses metabolisme sel yang berarti
bahwa pembentukan molekul protein yang digunakan sebagai bio-katalis dalam proses
metabolisme sci sebagian besar diproduksi di dalam mitokondria (Cooper & Hausman,
2000). Hal ini terjadi karena mitokondria menyimpan sejumlah materi genetik: (DNA)
tersendiri yang karakteristik:nya berbeda dengan materi genetik yang terdapat di dalam
inti sel.
Ekstraksi DNA adalah proses dan tahapan pertama yang dilakukan untuk
mendapatkan total DNA dari suatu biota. Secara umum, ekstraksi DNA meliputi
beberapa tahapan proses penting, yaitu dari mulai tahap persiapan hingga akhirnya
diperoleh ekstrak DNA yang terlarut dalam suatu larutan penyangga (buffer) khusus.
Beberapa metode ekstraksi DNA yaitu Metode Phenol Chloroform Isoamly Alcohol
(PClA), Metode Ion Exchange Resin Chelex, dan Metode Double Spin Column. Dalam
proses ekstraksi DNA perlu di perhatikan mulai dari persiapan, metode, hingga
penyimpanan untuk meminimalkan resiko kegagalan dalam proses ekstraksi DNA.

3.2 Saran
Untuk para pembaca agar lebih banyak membaca serta mencari sumber yang banyak
serta terpercaya agar dapat menambah wawasan serta pengetahuan mengenai Ekstraksi
DNA dan proses genetika.

17
DAFTAR PUSTAKA

Burton, K. (1962). Deoxyribonucleic acid. British Medical Bulletin, 18(1), 3–9.


https://doi.org/10.1093/oxfordjournals.bmb.a069930

Marwayana, O. N. (2015). Ekstraksi Asam Deoksiribonukleat (DNA) dari Sampel Jaringan Otot.
Oseana, 15(2), 1–9.

Chan, P.,D. Chan, K.To,MYu, 1. Cheung,and A Cheng. 2001. Evaluatioo of extraction


methods from paraffin wax embedded tissues for PCR amplification of human and viral
DNA. Journal of Clinical Pathology, 54(5),401-403.

Cooper, G M.and R E. Hausman. 2000. The cell: a molecular approach. Fifth Edition.
Sinauer Associates Sunderland, Boston University, USA pp. 433-435

Demeke, T. and GR Jenkins. 2010. Influence of DNA extraction methods, PCR inhibitors and
quantification methods on real-time PCR assay of biotecbnology-derived traits. Analytical
and bioanalytical chemistry, 396(6), 1977-1990.

Anonim 1. 2015. Phenol-Chloroform. http://www.piercenet.com/

Anonim 2. 2015. Chelex® 100 Molecular Biology Grade Resin. http://www.biorad.com/.

Anonim 3.2015. DNeasy® Blood and Tissue Kit. http://www.giagen.coml.

18

Anda mungkin juga menyukai