Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH BIOLOGI MEDIK

“ ISOLASI Deoxyribonucleic Acid (DNA)”


Dosen Mata Kuliah : Dra. Ratih Dewi Dwiyanti M.Kes

OLEH :
Maulidi Rahman
NIM P07134224075R
(RPL Kelas Banua Anam)

HALAMAN JUDUL

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BANJARMASIN
JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
PRODI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
PROGRAM SARJANA TERAPAN
2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang “Isolasi
Deoxyribonucleic Acid (DNA) ” ini tepat pada waktunya.
Dengan selesainya makalah ini, tidak lepas dari bantuan banyak pihak yang telah
memberikan banyak masukan kepada saya. Untuk itu saya mengucapkan terimakasih
kepada Ibu Dra. Ratih Dewi Dwiyanti M.Kes selaku dosen mata kuliah “Biologi Medik”
yang telah bersedia memeriksa dan mengoreksi makalah saya.
Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Maka
dari itu, kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan demi tercapainya
kesempurnaan dari makalah ini.

Banjarbaru, 28 Maret 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Tujuan

PEMBAHASAN

A. Penemuan DNA

B. Isolasi DNA

C. Tahapan Isolasi DNA

D. Metode Isolasi DNA

E. Teknik Memotong Rantai Mol DNA

F. Isolasi DNA dengan Teknik PCR

PENUTUP

A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

DNA dapat mengalami denaturasi dan renaturasi. Selain itu DNA juga bisa
diisolasi. Isolasi DNA dapat dilakukan melalui tahapan-tahapan antara lain:
preparasi esktrak sel, pemurnian DNA dari ekstrak sel dan presipitasi DNA.
Meskipun isolasi DNA dapat dilakukan dengan berbagai cara, akan tetapi pada setiap
jenis atau bagian tanaman dapat memberikan hasil yang berbeda, hal ini karena
adanya senyawa polifenol dan polisakarida dalam konsentrasi tinggi yang dapat
menghambat pemurnian DNA. Jika isolasi DNA dilakukan dengan sampel buah yang
berbeda, dapat memberi hasil yang berbeda pula. Buah dengan kadar air tinggi akan
menghasilkan isolat yang berbeda jika dibandingkan dengan buah berkadar air
rendah. Semakin tinggi kadar air maka sel yang terlarut di dalam ekstrak akan
semakin sedikit, sehingga DNA yang terpretisipasi juga akan sedikit (Donata, 2007).
Percobaan isolasi DNA tanaman dan hewan perlu dilakukan karena isolasi DNA
sendiri merupakan teknik esensial dalam biologi molekuler. Isolasi DNA adalah
tahap awal dalam mempelajari DNA sequence yang spesifik dengan populasi DNA
yang lengkap, dan dalam analisa struktur gen dan ekspresi gen. Pada sel eukariotik
termasuk tanaman dan hewan bagian terbesar dari DNA berada pada nukleus yaitu
organel yang dipisahkan dari sitoplasma dengan membran. Nukleus terdiri dari 90 %
keseluruhan DNA seluler. Sisa DNA adalah organel lain seperti mitokondria dan
kloroplas.
Karena DNA terdapat pada nukleus, maka perlu adanya metode pelisisan sel
sampai pemanenan sel. Dimana metode tersebut merupakan bagian dari metode
isolasi DNA. Sel eukariotik memiliki DNA lebih banyak, lengkap dengan
komponen-komponen lain. DNA tanaman dan hewan tersimpan dalam nukleus yang
terbungkus membran (Lubis, 2013).
Akan tetapi, pada kenyataannya terdapat organel-organel bermembran ganda
dalam sitoplasma, termasuk mitokondria baik pada tumbuhan maupun hewan. Oleh
karena itu perlu dilakukan isolasi DNA dari tanaman dan hewan untuk mengetahui

1
DNA dari tanaman dan hewan tersebut. Dikarenakan isolasi DNA merupakan hal
yang sangat penting untuk diketahui dan merupakan teknik esensial dalam biologi
molekuler untuk itulah makalah ini dibuat.

B. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Mengetahui pengertian isolasi DNA.
2. Mengetahui metode-metode dalam isolasi DNA.
3. Mengetahui tahapan-tahapan dalam isolasi DNA.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penemuan DNA

DNA ditemukan pada tahun 1869 oleh seorang dokter muda Friedrich
Miescher yang percaya bahwa rahasia kehidupan dapat diungkapkan melalui
penelitian kimia pada sel-sel. Ia memilih sel yang terdapat pada nanah untuk
dipelajari dan ia mendapatkan sel-sel tersebut dari bekas pembalut luka yang
diperolehnya dari ruang bedah. Sel-sel tersebut dilarutkan dalam asam encer dan
dengan cara ini diperolehnya inti sel yang masih terikat pada sejumlah protein.
Kemudian dengan menambahkan enzim pemecah protein ia dapat memperoleh
inti sel saja dan dengan cara ekstraksi terhadap inti sel ini ia memperoleh suatu zat
yang larut dalam basa tetapi tidak larut dalam asam.

Pada waktu itu ia belum menemukan rumus kimia dari zat tersebut, sehingga ia
menamakannya nuclein. Sebenarnya apa yang ia peroleh dari ekstrak inti sel
tersebut adalah campuran senyawa-senyawa yang mengandung 30% DNA (Rian,
2013).

DNA memiliki struktur pilinan utas ganda yang anti pararel dengan
komponen-komponennya, yaitu gula pentosa (deoksiribosa), gugus fosfat dan
pasangan basa. Sebuah sel memiliki DNA yang merupakan materi genetik dan
bersifat herediter pada seluruh sistem kehidupan. Genom adalah set lengkap dari
materi genetik (DNA) yang dimiliki suatu organisme dan terorganisasi menjadi
kromosom. DNA juga dapat diisolasi, baik pada manusia maupun tumbuhan.
DNA manusia dapat diisolasi melalui darah. Komponen darah yang diisolasi yaitu
sel darah putih, karena memiliki nukleus dimana terdapat DNA di dalamnya
(Priyani, 2004).

DNA pada organisme tingkat tinggi seperti manusia, hewan dan tumbuhan
terdapat di dalam inti sel, dan beberapa organ lain di dalam sel seperti
mitokondria dan kloroplast. Penyebutan nama DNA juga didasarkan pada lokasi
asalnya. DNA genome inti (nuclear DNA genome) berasal dari inti sel, DNA
genom mitokondria (mitokondria DNA genome) berasal dari mitokondria, DNA

3
genom kloroplast berasal dari kloroplast. Pada organisme tingkat rendah, DNA
penyusun kromosom dan plasmid dibungkus oleh dinding sel (pada bakteri) atau
dibungkus oleh protein tertentu (pada virus). Kromosom eukariot berbentuk linear
sedangkan kromosom prokariot berbentuk sirkular. Selain itu prokariot juga
mengandung satu atau lebih plasmid. Plasmid merupakan mulekul DNA sirkular
dengan ukuran yang jauh lebih kecil dibanding kromosom (Rian, 2013).

Gambar 1. Struktur DNA


(Sumber: Priyani, 2004)

Menurut Priyani (2004), DNA mempunyai fungsi-fungsi yang sangat penting


bagi tubuh kita. Hal tersebut dikarenakan DNA merupakan molekul kehidupan
utama di dalam sel makhluk hidup. Fungsi-fungsi tersebut adalah:
1. Tempat menyimpan dan menyalurkan informasi genetik suatu makhluk

hidup.
2. Fungsi heterokatalis, yaitu fungsi untuk melaksanakan pengaturan
pembuatan molekul-molekul lain yang penting dalam tubuh dan
fungsi autokatalis, yaitu fungsi DNA untuk mereplikasi dirinya
sendiri.

Sel eukariotik mengandung sejumlah molekul DNA, masing-masing pada


umumnya berukuran jauh lebih besar dari satu molekul DNA di dalam
prokariotanya. Molekul DNA di dalam eukariotik bergabung dengan protein dan

4
dikelompokkan menjadi serabut kromatin di dalam nukleus, yang dikelilingi oleh
sistem membran ganda yang bersifat kompleks (Rian, 2013).

Asam ribonukleat terdiri benang panjang ribonukleotida. Walaupun molekul


ini jauh lebih pendek dari DNA, RNA ditemukan dalam jumlah yang jauh lebih
banyak di dalam kebanyakan sel. Pada sel prokariotik dan eukariotik, ketiga
golongan utama RNA adalah RAN data (mRNA = messenger RNA), RNA
Ribosom (rRNA), dan RNA pemindah (tRNA = transfer RNA). Masing-masing
terdiri dari satu rantai ribonukleotida, dan masing-masing mempunyai molekul
urutan nukleotida, dan fungsi biologis yang khas. DNA mengandung 2 basa
pirimidin utama, sitosin (C) dan timin (T), dan dua basa urin utama adenine (A)
dan guanin (G). RNA juga mengandung dua pirimidin utama sitosin (C) dan urasil
(U), dan dua basa purin, adenine (A) dan guanine (G) (Rian, 2013).

B. Isolasi DNA
Isolasi DNA pertama kali dilakukan oleh ilmuwan asal Swiss bernama
Friedrich Miescher pada tahun 1869. Ia menemukan senyawa asam yang
mengandung nitrogen dan fosfat pada inti sel dari sel darah putih. Senyawa ini
diberi nama nuklein, namun pada tahun 1889 muridnya yaitu Richard Altmann
menamainya asam nukleat. Metode yang digunakan oleh Miescher adalah
alkalyne lysis untuk memecahkan sel dan mengisolasi DNA (Muladno,
2002).

1. Isolasi DNA Kromosom


Metode ini adalah contoh metode alkalyne lysis. Isolasi kromosom bakteri
dimulai dengan menginokulasi biakan pada media Luria Broth dengan kondisi
37 °C selama 18 jam, lalu suspensi bakteri disentrifugasi pada 8000 rpm selama
2 menit. Kemudian supernatan dibuang hingga bersih dan pelet diresuspensi
dengan penambahan 400 µL bufer Tris- EDTA 1X. Suspensi bakteri
ditambahkan dengan 100 µL lisozim 50 mg/mL, selanjutnya diinkubasi dengan
kondisi 37 °C selama 1 jam dan setiap 15 menit tabung di-flip. Lalu suspensi
bakteri ditambahkan dengan 150 µL SDS 10% dan di-flip, serta ditambahkan 10

5
µL Proteinase K 10
mg/mL (Yuwono, 2008).
Selanjutnya suspensi bakteri diinkubasi pada suhu 37 °C selama 1 jam dan
setiap 15 menit tabung di-flip. Ke dalam suspensi ditambahkan 100 µL NaCl 5
M dan 100 µL CTAB 10% untuk mengikat protein sehingga DNA terpisah dari
protein, kemudian tabung di-flip. Suspensi diinkubasi dengan kondisi 65 °C
selama 20 menit, dan ditambahkan 200 µL P:C:I yang terdiri dari phenol yang
berfungsi untuk degradasi protein. Dan juga terdiri dari kloroform untuk
degradasi lemak, dan isoamil alkohol sebagai anti buih. Lalu dibolak-balik.
Kemudian suspensi disentrifugasi 10000 rpm selama 10 menit (Yuwono, 2008).
Sebanyak 500 µL lapisan atas diambil dan dipindahkan ke tabung baru, lalu
sebanyak 500 µL C:I ditambahkan ke tabung baru. Suspensi kembali
disentrifugasi pada 10000 rpm selama 10 menit, dan lapisan atas sebanyak 300
µL diambil dan dipindahkan ke tabung baru. Selanjutnya isopropanol dingin
sebanyak 300 µL ditambahkan ke tabung baru tersebut. Suspensi diinkubasi
dengan kondisi -20 oC selama 1 jam, kemudian disentrifugasi pada 10000 rpm
selama 10 menit. Lalu pelet ditambahkan dengan 700 µL etanol 70% kemudian
di-spin selama 10 detik. Etanol dibuang dan tabung dikeringkan dalam inkubator
dengan kondisi 37 °C, dan pelet diresuspensi dengan 50 µL ddH2O kemudian
diinkubasi dengan kondisi 37 °C (Yuwono, 2008).

2. Isolasi DNA Plasmid


Sebanyak 1,5 mL garam fisiologis untuk menjaga tekanan isotonis
dimasukkan ke tabung mikro lalu biakan sebanyak setengah cawan bakteri
diambil dan dilakukan pengadukan. Tabung mikro disentrifugasi 6000 rpm
selama 2 menit. Supernatan dibuang dari pelet. Pelet diresuspensi dengan 250
μL larutan A yang terdiri dari Tris-Cl sebagai pengatur pH, glukosa sebagai
penjaga tekanan isotonis, dan EDTA sebagai chelating agent dingin. Kemudian
diinkubasi pada suhu ruang selama 5 menit (Muladno, 2002).
Lalu larutan B yang terdiri dari NaOH sebagai pendenaturasi DNA dan SDS
sebagai pelarut membran sel sebanyak 250 μL ditambahkan, dan tabung mikro
dibolak balik 5 kali, lalu diinkubasi baki es selama 10 menit. Larutan C dingin
yang terdiri dari kalium asetat dan asam asetat yang berfungsi untuk

6
merenaturasi DNA sebanyak 250 μL ditambahkan ke campuran, kemudian
dibolak balik 5 kali, lalu diinkubasi 5 menit tepat di baki es. Selanjutnya tabung
mikro disentrifugasi 10.000 rpm selama 10 menit. Lalu supernatan sebanyak 600
μL dipindahkan ke tabung mikro steril baru (Muladno, 2002).
P:C:I yang terdiri dari phenol yang berfungsi untuk degradasi protein,
kloroform untuk degradasi lemak, dan isoamil alkohol sebagai anti buih
sebanyak 500 μL ditambahkan ke campuran, lalu dibolak balik 5 kali, lalu
disentrifugasi 10.000 rpm selama 10 menit. Supernatan sebanyak 400 μL
dipindahkan ke tabung mikro steril baru, lalu etanol 96% untuk mengikat air
sehingga DNA mengendap sebanyak 1 mL ditambahkan. Suspensi diinkubasi
freezer -20 °C, lalu disentrifugasi 10.000 rpm selama 2 menit. Supernatan
dibuang dengan segera, lalu etanol 70% untuk mencuci DNA sebanyak 700 μL
ditambahkan. Tabung mikro disentrifugasi 10.000 rpm selama 5 menit, lalu
supernatan segera dibuang. Tabung mikro dikeringkan pada inkubator 37 oC
hingga etanol 70% kering. TE atau ddH2O steril sebanyak 30 μL ditambahkan
ke tabung mikro (Muladno, 2002).

C. Tahapan Isolasi DNA


Menurut Lubis (2013), molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau
diisolasi untuk berbagai macam keperluan seperti amplifikasi dan analisis DNA
melalui elektroforesis. Isolasi DNA dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan
DNA dari bahan lain seperti protein, lemak, dan karbohidrat. Prisnsip utama
dalam isolasi DNA ada tiga yakni penghancuran (lisis), ektraksi atau pemisahan
DNA dari bahan padat seperti selulosa dan protein, serta pemurnian DNA. Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses isolasi DNA antara lain harus
menghasilkan DNA tanpa adanya kontaminan seperti protein dan RNA;
metodenya harus efektif dan bisa dilakukan untuk semua spesies metode yang
dilakukan tidak boleh mengubah struktur dan fungsi molekul DNA; dan
metodenya harus sederhana dan cepat. Isolasi DNA bergantung pada:
1. Banyaknya DNA yang ingin didapatkan dari isolasi.
2. Jenis organisme yang akan diisolasi DNA nya.
Isolasi DNA hewan berbeda dengan tumbuhan. Isolasi DNA organisme
prokaryotik juga berbeda dengan isolasi DNA organisme eukaryotik. Untuk

7
mendapatkan DNA berkualitas, setiap step harus dilakukan dengan benar. DNA
yang baik ciri-cirinya adalah transparan dan tidak lengket seperti jelly. Jika
lengket seperti jelly, berarti terdapat banyak polisakarida dalam isolate (Faatih,
2009).
Prisnsip isolasi DNA pada berbagai jenis sel atau jaringan pada berbagai
organisme pada dasarnya sama namun memiliki modifikasi dalam hal teknik dan
bahan yang digunakan. Bahkan beberapa teknik menjadi lebih mudah dengan
menggunakan kit yang diproduksi oleh suatu perusahaan sebagai contoh kit yang
digunakan untuk isolasi DNA pada tumbuhan seperti Kit Nucleon Phytopure
sedangkan untuk isolasi DNA pada hewan digunakan
GeneJETTM Genomic DNA Purification Kit. Namun tahapan-tahapan isolasi
DNA dalam setiap langkahnya memiliki protokol sendiri yang disesuaikan
dengan keperluan. Penggunaan teknik isolasi DNA dengan kit dan manual
memiliki kelebihan dan kekurangan. Metode konvensional memiliki kelebihan
harga lebih murah dan digunakan secara luas sementara kekurangannya
membutuhkan waktu yang relatif lama dan hasil yang diperoleh tergantung jenis
sampel (Faatih, 2009).
Isolasi DNA dapat menggunakan Wizard Genomic DNA Purification Kit
atau Genomic DNA Mini Kit. Wizard Genomic DNA Purification Kit dirancang
untuk mengisolasi DNA dari leukosit, jaringan hewan dan tumbuhan, yeast,
bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Prinsip isolasi DNA menggunakan
Wizard Genomic DNA Purification Kit yaitu lisis, ekstraksi, homogenisasi,
presipitasi protein, rehidrasi DNA. Lisis bertujuan untuk menghancurkan dinding
sel maupun membran sel. Ekstraksi bertujuan untuk menghancurkan sel sehingga
materi yang ada di dalam sel dapat keluar. Homogenisasi bertujuan untuk
mencampurkan zat. Homogenisasi biasanya dilakukan setiap penambahan suatu
zat. Teknik-teknik homogensasi meliputi flicking, thawing, inverting, dan
vortexing. Presipitasi atau pengendapan bertujuan untuk memisahkan supernatant
dengan pellet. Rehidrasi DNA merupakan teknik pemurnian DNA dengan cara
mengeringkan atau menguapkan (Faatih, 2009).
Genomic DNA Mini Kit merupakan salah satu metode untuk pemurnian
DNA dari jaringan hewan dan serangga. Prinsip isolasi DNA menggunakan

8
Genomic DNA Mini Kit yaitu lisis, ekstraksi, dan presipitasi. Sama seperti prinsip
Wizard Genomic DNA Purification Kit, lisis bertujuan untuk menghancurkan
dinding atau menbran sel. Ekstraksi dilakukan agar sel hancur sehingga isi sel
keluar. Presipitasi dilakukan untuk menghasilkan supernatant dan pellet. Akan
tetapi, dalam Genomic DNA Mini Kit dibutuhkan GD column (Faatih, 2009).
Perusakan dinding sel biasanya menggunakan nitrogen cair yang memiliki
suhu -169˚C. Penggunakan nitrogen cair ini dimaksudkan untuk membekukan sel,
setelah sel beku lalu sel dirusak (digerus) sampai benar benar halus dengan mortar
agar dinding sel rusak. Lisis membran sel yaitu proses untuk meluruhkan
membran sel pada nukleus. Teknik ini umumnya dilakukan menggunakan larutan
deterjen kationik yaitu CTAB. Hal ini dikarenakan waktu isolasi yang relatif
cepat serta tahapan metode yang relatif lebih mudah. Bufer CTAB merupakan
detergen kationik yang dapat melisis membran sel dan mampu mengendapkan
polisakarida serta senyawa-senyawa fenolik (Faatih, 2009).
Penggunakan CTAB berfungsi untuk mengurangi kontaminan, mengurangi
browning dan untuk menjaga DNA agar tidak rusak. Komponen- komponen yang
terkandung dalam bufer CTAB adalah Tris-Cl, EDTA, NaCl, CTAB, PVP, dan
merkaptoetanol. Tris-Cl berfungsi untuk mendenaturasi protein. NaCl berfungsi
sebagai bahan penetral pada gula fosfat DNA. EDTA berfungsi sebagai
penghancur sel dengan cara mengikat ion magnesium yang diperlukan oleh sel
untuk menjaga keutuhan selubung sel secara keseluruhan. Larutan CTAB, PVP,
dan merkaptoetanol berfungsi untuk mendegradasi senyawa-senyawa metabolit
sekunder sekaligus mengurangi browning akibat oksidasi (Lubis, 2013).
Pemurnian (purifikasi) DNA bertujuan untuk menghilangkan beberapa
kontaminan seperti senyawa sekunder (fenol), polisakarida, RNA dan juga
protein. Pemurnian dari kontaminan protein dan RNA dilakukan menggunakan
senyawa kloroform isoamilalkohol, asam asetat, dan enzim RNAse. Senyawa
kloroform isoamilalkohol dan asam asetat berfungsi mendenaturasi protein
sedangkan enzim RNAse berfungsi melisiskan RNA dari ekstrak DNA tersebut.
Presipitasi (pemekatan) DNA dilakukan menggunakan isopropanol dingin yang
bertujuan agar DNA tersebut mengendap/mengumpul sekaligus memisahkannya
dari garam-garam mineral sisa CTAB. Pelet hasil presipitasi oleh isopropanol ini

9
dibersihkan menggunakan alkohol 70%. Pemurnian ini merupakan tahapan paling
penting dalam Isolasi DNA. Karena bila ada kontaminan selain DNA maka hasil
isolasi DNA yang dilakukan diangap gagal. Kontaminasi ini dapat menurunkan
kualitas DNA hasil isolasi dan mengakibatkan data yang didapat tidak valid
(Faatih, 2009).
Reagent-reagent yang umum digunakan dalam teknik isolasi DNA yaitu
nitogen cair, polyvinyl pyrrolidone (PVP), bufer CTAB, mercaptoethanol,
CHISAM, isopropanol dingin, bufer Tris-EDTA (TE), RNAse, dan ethanol 70%.
Sedangkan alat-alatnya adalah sebagai berikut, yaitu mortar dan pestle, tabung
nitrogen, tube eppendorf 1,5 ml atau 2 ml, mikropipet, oven, freezer, mesin
elektrofotometer, mesin spektrofotometer, mesin sentrifuse, pipet tip 1000 µl dan
20 µl (Faatih, 2009).

Gambar 2. Tahapan Isolasi DNA


(Sumber: Faatih, 2009)
Tahap pertama dalam isolasi DNA adalah proses perusakan atau
penghancuran membran dan dinding sel. Pemecahan sel (lisis) merupakan
tahapan dari awal isolasi DNA yang bertujuan untuk mengeluarkan isi sel. Tahap
penghancuran sel atau jaringan memiliki beberapa cara yakni dengan cara fisik
seperti menggerus sampel dengan menggunakan mortar dan pestle dalam nitrogen
cair atau dengan menggunakan metode freezing-thawing dan iradiasi. Cara lain
yakni dengan menggunakan kimiawi maupun enzimatik. Penghancuran dengan
menggunakan kimiawi seperti penggunaan detergen yang dapat melarutkan lipid

10
pada membran sel sehingga terjadi destabilisasi membran sel. Sementara cara
enzimatik seperti menggunakan proteinase K seperti untuk melisiskan membran
pada sel darah serta mendegradasi protein globular maupun rantai polipeptida
dalam komponen sel (Lubis, 2013).
Pada proses lisis dengan menggunakan detergen, sering digunakan Sodium
Dodecyl Sulphate (SDS) sebagai tahap pelisisan membran sel. Detergen tersebut
selain berperan dalam melisiskan membran sel juga dapat berperan dalam
mengurangi aktivitas enzim nuklease yang merupakan enzim pendegradasi DNA.
Selain digunakan SDS, detergen yang lain seperti Cetyl Trimethylammonium
Bromide (CTAB) juga sering dipakai untuk melisiskan membran sel pada isolasi
DNA tumbuhan. Parameter keberhasilan dalam penggunaan CTAB bergantung
pada beberapa hal. Pertama, Konsentrasi NaCl harus di atas 1.0 M untuk
mencegah terbentuknya kompleks CTAB-DNA. Karena jumlah air dalam pelet
sel sulit diprediksi, maka penggunaan CTAB sebagai pemecah larutan harus
dengan NaCl dengan konsentrasi minimal 1.4M (Lubis, 2013).
Kedua, ekstrak dan larutan sel yang mengandung CTAB harus disimpan pada
suhu ruang karena kompleks CTAB-DNA bersifat insoluble pada suhu di bawah
15°C. Ketiga, penggunaan CTAB dengan kemurnian yang baik akan menentukan
kemurnian DNA yang didapatkan dan dengan sedikit sekali kontaminasi
polisakarida. Setelah ditambahkan CTAB, sampel diinkubasikan pada suhu
kamar. Tujuan inkubasi ini adalah untuk mencegah pengendapan CTAB karena
CTAB akan mengendap pada suhu 15°C. Karena efektivitasnya dalam
menghilangkan polisakarida, CTAB banyak digunakan untuk purifikasi DNA
pada sel yang mengandung banyak polisakarida seperti terdapat pada sel tanaman
dan bakteri gram negatif seperti Pseudomonas, Agrobacterium, dan Rhizobium
(Lubis, 2013).
Dalam penggunaan buffer CTAB seringkali ditambahkan reagen-reagen lain
seperti NaCl, EDTA, Tris-HCl, dan 2-mercaptoethanol. NaCl berfungsi untuk
menghilangkan polisakarida sementara 2-mercaptoethanol befungsi untuk
menghilangkan kandungan senyawa polifenol dalam sel tumbuhan. 2-
mercaptoethanol dapat menghilangkan polifenol dalam sel tanaman dengan cara
membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa polifenol yang kemudian akan

11
terpisah dengan DNA. Senyawa polifenol perlu dihilangkan agar diperoleh
kualitas DNA yang baik. Polifenol juga dapat menghambat reaksi dari enzim Taq
polimerase pada saat dilakukan amplifikasi. Di samping itu polifenol akan
mengurangi hasil ektraksi DNA serta mengurangi tingkat kemurnian DNA.
Penggunaan 2-mercaptoethanol dengan pemanasan juga dapat mendenaturasi
protein yang mengkontaminasi DNA (Lubis, 2013).
Konsentrasi dan pH dari buffer yang digunakan harus berada dalam rentang
pH 5 sampai 12. Larutan buffer dengan pH rendah akan mengkibatkan
depurifikasi dan mengakibatkan DNA terdistribusi ke fase fenol selama proses
deproteinisasi. Sedangkan pH larutan yang tinggi di atas 12 akan mengakibatkan
pemisahan untai ganda DNA. Fungsi larutan buffer adalah untuk menjaga struktur
DNA selama proses penghancuran dan purifikasi sehingga memudahkan dalam
menghilangkan protein dan RNA serta mencegah aktivitas enzim pendegradasi
DNA dan mencegah perubahan pada molekul DNA. Untuk mengoptimalkan
fungsi larutan buffer, dibutuhkan konsentrasi, pH, kekuatan ion, dan penambahan
inhibitor DNAase dan detergen (Lubis, 2013).
Pada tahapan ekstraksi DNA, seringkali digunakan chelating agent seperti
Ethylenediamine Tetraacetic Acid (EDTA) yang berperan menginaktivasi enzim
DNase yang dapat mendenaturasi DNA yang diisolasi, EDTA menginaktivasi
enzim nuklease dengan cara mengikat ion magnesium dan kalsium yang
dibutuhkan sebagai kofaktor enzim DNAse. DNA yang telah diekstraksi dari
dalam sel selanjutnya perlu dipisahkan dari kontaminan komponen penyusun sel
lainnya seperti polisakarida dan protein agar DNA yang didapatkan memiliki
kemurnian yang tinggi. Fenol seringkali digunakan sebagai pendenaturasi protein,
ekstraksi dengan menggunakan fenol menyebabkan protein kehilangan
kelarutannya dan mengalami presipitasi yang selanjutnya dapat dipisahkan dari
DNA melalui sentrifugasi (Lubis, 2013).
Setelah sentrifugasi akan terbentuk 2 fase yang terpisah yakni fase organik
pada lapisan bawah dan fase aquoeus (air) pada lapisan atas sedangkan DNA dan
RNA akan berada pada fase aquoeus setelah sentrifugasi sedangkan protein yang
terdenaturasi akan berada pada interfase dan lipid akan berada pada fase organic.
Selain fenol, dapat pula digunakan campuran fenol dan kloroform atau campuran

12
fenol, kloroform, dan isoamil alkohol untuk mendenaturasi protein. Ekstrak DNA
yang didapat seringkali juga terkontaminasi oleh RNA sehingga RNA dapat
dipisahkan dari DNA ekstrak dengan cara pemberian RNAse (Lubis, 2013).

Gambar 3. Fase-fase pada Isolasi DNA (Sumber: Lubis, 2013)

Asam nukleat adalah molekul hidrofilik dan bersifat larut dalam air.
Disamping itu, protein juga mengandung residu hidrofobik yang mengakibatkan
protein larut dalam pelarut organik. Berdasarkan sifat ini, terdapat beberapa
metode deproteinisasi berdasarkan pemilihan pelarut organik. Biasanya pelarut
organik yang digunakan adalah fenol atau kloroform yang mengandung 4%
isoamil alkohol. Penggunaan kloroform isoamil alkohol (CIA) berdasarkan
perbedaan sifat pelarut organik. Kloroform tidak dapat bercampur dengan air dan
kemampuannya untuk mendeproteinisasi berdasarkan kemampuan rantai
polipeptida yang terdenaturasi untuk masuk atau termobilisasi ke dalam fase
antara kloroform – air. Konsentrasi protein yang tinggi pada fase antara tersebut
dapat menyebabkan protein mengalami presipitasi. Sedangkan lipid dan senyawa
organik lain akan terpisah pada lapisan kloroform (Lubis, 2013).
Proses deproteinisasi yang efektif bergantung pada besarnya fase antara
kloroform-air. Proses ini dapat dilakukan dengan membentuk emulsi dari air dan
kloroform. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan penggojogan atau sentrifugasi
yang kuat karena kloroform tidak dapat bercampur dengan air. Isoamil alkohol
berfungsi sebagai emulsifier dapat ditambahkan ke kloroform untuk membantu
pembentukan emulsi dan meningkatkan luas permukaan kloroform-air yang mana
protein akan mengalami presipitasi. Penggunaan kloroform isoamil alkohol ini

13
memungkinkan untuk didapatkan DNA yang sangat murni, namun dengan ukuran
yang terbatas (20.000–50.000 bp). Fungsi lain dari penambahan CIA ini adalah
untuk menghilangkan kompleks CTAB dan meninggalkan DNA pada fase
aquoeus. DNA kemudian diikat dari fase aquoeus dengan presipitasi etanol
(Lubis, 2013).
Setelah proses ekstraksi, DNA yang didapat dapat dipekatkan melalui
presipitasi.Pada umumnya digunakan etanol atau isopropanol dalam tahapan
presipitasi. Kedua senyawa tersebut akan mempresipitasi DNA pada fase aquoeus
sehingga DNA menggumpal membentuk struktur fiber dan terbentuk pellet
setelah dilakukan sentrifugasi. Presipitasi juga berfungsi untuk menghilangkan
residu-residu kloroform yang berasal dari tahapan ekstraksi (Faatih, 2009).
Prinsip-prinsip presipitasi antara lain pertama, menurunkan kelarutan asam
nukleat dalam air. Hal ini dikarenakan molekul air yang polar mengelilingi
molekul DNA di larutan aquoeus. Muatan dipole positif dari air berinteraksi
dengan muatan negatif pada gugus fosfodiester DNA. Interaksi ini meningkatkan
kelarutan DNA dalam air. Isopropanol dapat bercampur dengan air, namun
kurang polar dibandingkan air. Molekul isopropanol tidak dapat berinteraksi
dengan gugus polar dari asam nukleat sehingga isopropanol adalah pelarut yang
lemah bagi asam nukleat; kedua, penambahan isopropanol akan menghilangkan
molekul air dalam larutan DNA sehingga DNA akan terpresipitasi; ketiga,
penggunaan isopropanol dingin akan menurunkan aktivitas molekul air sehingga
memudahkan presipitasi DNA (Faatih, 2009).
Pada tahapan presipitasi ini, DNA yang terpresipitasi akan terpisah dari
residu-residu RNA dan protein yang masih tersisa. Residu tersebut juga
mengalami koagulasi namun tidak membentuk struktur fiber dan berada dalam
bentuk presipitat granular. Pada saat etanol atau isopropanol dibuang dan pellet
dikeringkan dalam tabung, maka pellet yang tersisa dalam tabung adalah DNA
pekat. Proses presipitasi kembali dengan etanol atau isopropanol sebelum pellet
dikeringkan dapat meningkatkan derajat kemurnian DNA yang diisolasi.
Pencucian kembali pellet yang dipresipitasi oleh isopropanol dengan
menggunakan etanol bertujuan untuk menghilangkan residu-residu garam yang
masih tersisa. Garam-garam yang terlibat dalam proses ekstraksi bersifat kurang

14
larut dalam isopropanol sehingga dapat terpresipitasi bersama DNA, oleh sebab
itu dibutuhkan presipitasi kembali dengan etanol setelah presipitasi dengan
isopropanol untuk menghilangkan residu garam (Faatih, 2009).
Setelah dilakukan proses presipitasi dan dilakukan pencucian dengan etanol,
maka etanol kemudian dibuang dan pellet dikeringanginkan, perlakuan tersebut
bertujuan untuk menghilangkan residu etanol dari pelet DNA. Penghilangan
residu etanol dilakukan dengan cara evaporasi karena etanol mudah menguap.
Pada tahap pencucian biasanya etanol dicampur dengan ammonium asetat yang
bertujuan untuk membantu memisahkan kontaminan yang tidak diinginkan seperti
dNTP dan oligosakarida yang terikat pada asam nukleat (Rosana, 2014).
Setelah pellet DNA dikeringanginkan, tahap selanjutnya adalah penambahan
buffer TE ke dalam tabung yang berisi pellet dan kemudian disimpan di dalam
freezer dengan suhu sekitar -20ºC. Buffer TE dan penyimpanan suhu pada -20ºC
bertujuan agar sampel DNA yang telah diekstraksi dapat disimpan hingga waktu
berminggu-minggu. Pelarutan kembali dengan buffer TE juga dapat memisahkan
antara RNA yang mempunyai berat molekul lebih rendah dibandingkan DNA
sehingga DNA yang didapatkan tidak terkontaminasi oleh RNA dan DNA sangat
stabil ketika disimpan dalam keadaan terpresipitasi pada suhu -20ºC (Rosana,
2014). Menurut Rosana (2014), isolasi DNA juga dapat dilakukan dengan
menggunakan kit yang sudah diproduksi oleh beberapa perusahan untuk
mempermudah dan mempercepat proses isolasi DNA. Kit isolasi juga disesuaikan
dengan kebutuhan oleh konsumen dan jenis sel yang akan digunakan.

15
Gambar 4. Isolasi DNA (Sumber: Rosana, 2014)

D. Metode Isolasi DNA


1. Teknik Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD)

Teknik pengujian polimorfisme DNA berdasarkan pada amplifikasi dari


segmen-segmen DNA acak yang menggunakan primer tunggal yang sekuen
nukleotidanya ditentukan secara acak. Primer tunggal ini biasanya berukuran
10 basa. PCR dilakukan pada suhu anealing yang rendah yang
memungkinkan primer menempel pada beberapa lokus pada DNA. Aturan
sederhana untuk primer adalah terdiri atas 18-28 susunan basa dengan
persentase G+C 50-60% (Rosana, 2014).
2. Metode CTAB

Menghasilkan pita DNA yang berukuran tebal dan dapat memisahkan


DNA dari polisakarida karena adanya perbedaan karakteristik kelarutan
(differensial of solubility). Di samping diperoleh fragmen DNA, dengan
metode CTAB juga akan diperoleh RNA dengan pita tipis yang terletak jauh
berada di bawah pita DNA. Keberadaan pita RNA tergantung bahan yang
diekstraksi (Rosana, 2014).
3. Phenol:Chloroform
Mengunakan senyawa Phenol-choloroform-isoamyl alcohol, Metode
standard untuk ekstraksi DNA, Akhir-akhir ini ditinggalkan, karena sifat
toksik phenol (Rosana, 2014).
4. Salting Out
Menggunakan garam konsentrasi tinggi (NaCl 6 M), untuk medenaturisasi
protein menggunakan Proteinase K untuk denaturasi
protein (Rosana, 2014).
5. Guanidine Isothiocyanate
Metode ini lebih cepat dibanding dua metode sebelumnya, Thiocyanate
bersifat toksik, untuk lisis dinding sel, memerlukan chloroform untuk
denaturasi protein (Rosana, 2014).

16
6. Silica Gel
Silica gel dapat mengikat DNA dengan perantaraan garam/buffer tertentu
(NaI), Cepat, tetapi recovery DNA kurang (Rosana, 2014).
7. PCR (Polymerase Chain Reaction)

Merupakan suatu teknik perbanyakan (amplifikasi) potongan DNA


secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah primer
oligonukleotida. Primer yang digunakan sebagai pembatas daerah yang
diperbanyak adalah DNA untai tunggal yang urutannya komplemen dengan
DNA templatnya. Proses tersebut mirip dengan proses replikasi DNA secara
in vivo yang bersifat semi konservatif (Rosana, 2014).

E. Teknik Memotong Rantai Mol DNA


Pada tahun 1960, Werner Arber & Hamilton Smith menemukan enzim dari
mikroba yang dapat memotong DNA utas ganda. Enzim tersebut sekarang dikenal
dengan enzim restriksi atau endonuklease restriksi. Enzim tersebut mengenal dan
memotong DNA pada sekuen spesifik yang panjang 4 sampai dengan 6 pasang
basa. Enzim tersebut dikenal dengan enzim restriksi atau enzim endonuklease
restriksi. Secara alami, bakteri menghasilkan enzim restriksi untuk
menghancurkan DNA fage yang menginfeksinya (yang masuk ke dalam sel
bakteri) Sampai saat ini sudah banyak jenis enzim restriksi yang telah ditemukan
dan diisolasi dari berbagai spesies bakteri. Nama setiap enzim restriksi diawali
dengan tiga huruf yang menyatakan nama bakteri yang menghasilkan enzim
tersebut (Yuwono, 2008).
Setiap enzim restriksi mengenal sekuens dan situs pemotongan yang khas.
Enzim restriksi memotong DNA bukan pada sembarang tempat, tetapi memotong
DNA pada bagian tertentu. Bagian pada DNA yang dikenai aksi pemotongan oleh
enzim restriksi ini dinamakan sekuens pengenal. Suatu sekuens pengenal adalah
urutan nukleotida (urutan basa) tertentu yang dikenal oleh enzim restriksi sebagai
tempat atau bagian yang akan dipotongnya. Enzim retriksi (endonuklease) adalah
enzim yang berasal dari bakteri, yang dapat memotong rantai DNA (double
stranded) atau RNA (Yuwono, 2008).
Dalam bakteri enzim ini berfungsi sebagai perlindungan diri dengan cara

17
memotong DNA pada sisi pemotongan tertentu. Salah satu contoh enzim retriksi
adalah Enzim EcoRI yang telah diisolasi pertama kali oleh Herbert Boyer pada
tahun 1969 dari bakteri Escherichia coli. Enzim Ecor memotong DNA pada
bagian yang urutan basanya adalah GAATTC ( sekuens pengenal bagi EcoRI
adalah GAATTC). Di dalam sekuens pengenal tersebut, Enzim EcoRI
memotongnya tidak pada sembarang situs tetapi hanya memotong pada bagian
atau situs anara G dan A (Yuwono, 2008).
Menurut Yuwono (2008), pada DNA utas ganda, sekuens GAATTC ini akan
berpasangan dengan sekuens yang sama tetapi berlawanan arah. Enzim EcoRI ini
memotong setiap utas dari utas ganda tersebut pada bagian anatara G dan A.
Sebagai akibatnya, potongan-potongan atau fragmen-fragmen DNA utas ganda
yang dihasilkan akan memliki ujung berutas tunggal. Ujung seperti ini yang
dikenal dengan istilah sticky ends atau cohesive ends. Berikut adalah contoh
organisme-organisme penghasil enzim retriksi. nama enzim sekuens pengenal
organisme asal yaitu :
1. EcoRI G AATTC Escherichia coli
2. HindIII A AGCTT Haemophilus influenza
3. HhaI GCG C Haemophilus haemolyticus
4. TaqI T CGA Thermus aquaticus
5. BsuRI GG CC Bacillus subtilis
6. BalI TGG CCA Brevibacterium albidum
7. NotI GC GGCCGC Nocardia otidis-caviarum
8. BamHI G GATCC Bacillus amylolyquefaciens
9. SmaI CCC GGG Serratia marcescens

Menurut Yuwono (2008), berdasarkan cara pemotongannya enzim retriksi


digolongkan menjadi dua :
1. Endonuklease, memtotong nukleotida dari arah dalam
2. Eksonuklease memotong nukleotida hanya pada ujung atau dari arah
luar
Endonuklease dapat mengenal urutan atau sekuen nukleotida pendek, antara 4-8
nuklotida, yang sering dikenal dengan restrictionsite atau sisi pemotongan, atau
situs pemotongan yang spesifik dan berbeda-beda. Secara umum berdasarkan hasil

18
pemotongan DNA double strain dengan enzim endonuklease memilik dua bentuk
yaitu hasil pemotongan sticky end (ujung runcing) dan blund end (ujung tumpul).
Kemampuan memotong DNA pada sisi spesifik menjadi tonggak penting
dalam pengembangan metode manipulasi DNA sekarang ini. Endonuklease
restriksi merupakan enzim bakteri yang memotong DNA dupleks pada urutan
target spesifik. Enzim ini dapat diperoleh secara komersial dari perusahaan-
perusahaan produk bioteknologi. Penamaan enzim restriksi didasarkan pada
sistem sederhana yang diusulkan oleh Smith and Nathans. Nama enzim (seperti
BamHI, EcoRI) menunjukkan bahwa asal enzim, tetapi tidak menunjukkan
informasi spesifisitas pemotongan. Sisi pengenalan enzim restriksi pada umumnya
adalah urutan palindromik dengan panjang 4, 5, atau 6 pasang basa (pb) seperti
AGCT (untuk AluI), GAATTC (untuk EcoRI), dan lain sebagainya (Yuwono,
2008).
Masing-masing enzim restriksi memotong urutan palindrom pada sisi
spesifik, dan dua enzim berbeda dapat mempunya urutan pengenalan yang sama,
tetapi memotong DNA pada titik berbeda di dalam urutan basa tersebut. Ujung
DNA hasil pemotongan enzim restriksi dapat dikelompokkan menjadi tiga
ketergori: ujung tumpul, ujung lengkaet 5’ dan ujung lengket 3’ (Yuwono, 2008).

Agarose gel elektroforesis atau southern analisis digunakan untuk


memisahkan fragmen DNA berdasarkan berat molekulnya. Metode ini ditemukan
oleh Ed sourthern pada tahun 1975. Metode ini digunakan untuuk
mengidentifikasi fragmen DNA yang secara menyeluruh untuk mengetahui DNA
sekuen. Sourthern hibridisasi juga disebut sourthern blotting digunakan untuk
mengetahui perbandinagn antara genome dari suatu particular organisme dan
dengan gen penanda atau gen fragmen (probe). Ini dapat menjelaskan apakah
suatu organisme berisi pertikel gen dan mengandung informasi tentang
pengorganisasian dan restriction map dari suatu gen (Yuwono, 2008).
Langkah-langkah dalam analisis sourthern gen DNA pada organisme
dipotong dengan enzim retriksi (endonuklease) menjadi fragmen-framen DNA
lalu fragmen DNA tersebut dimasukkan pada gel agarose lalu dilakukan
elektroforesis dengan mengalirkan arus listrik dari kutub negatif ke positif
kemudian hasil pemisahan DNA tersebut didenaturasi dalam suatu alkali dan

19
ditransferkan pada membran nitroselulosa. Pada membrane fragmen DNA telah
menjadi single stranded lalu dimasukkan kedalam larutan yang mengandung DNA
probe, proses ini disebut DNA hibridisasi dengan kata lain DNA target dan DNA
probe membentuk suatu ” hybdrid” karena keduanya saling melengkapi sekuen
dan juga dapat membentuk ikatan satu sama lain (Yuwono, 2008).
DNA probe biasanya mengandung pelabelan radioaktif dengan γ- [32P] dan
polynucleotide kinase sering dengan pemindahan 5′ phosphate dari probe dengan
menggunakan alkaline phosphatase. Setalah itu membrane dicuci untuk
menghilangkan ikatan probe yang non spesifik, kemudian dengan
memajangkannya pada film sinar X akan terbentuk warna hitam apabila positif
terbentuk ikatan antara DNA dan probe. Proses ini disebut autoradiography. Hal
ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi ukuran DNA dan sejumlah fragmen
gen kromosom dengan kekuatan yang sama dengan fragmen gen yang digunakan
oleh probe (Yuwono, 2008).

F. Isolasi DNA dengan Teknik PCR


Hasil sentrifugasi akan menunjukkan dua macam fraksi yang terpisah, yaitu
supernatan pada bagian atas dan pelet pada bagian bawah. Presipitasi merupakan
langkah yang dilakukan untuk mengendapkan suatu komponen dari campuran.
Polymerase Chain Reacton (PCR) adalah suatu teknik sintesis dan amplifikasi
DNA secara in vitro. Teknik ini pertama kali dikembangkan oleh Karry Mullis
pada tahun 1985. Teknik PCR dapat digunakan untuk mengamplifikasi segmen
DNA (Faatih, 2009).
Pengukuran secara kualitas, dilakukan pengecekan hasil isolasi DNA pada gel
agarose, horizontal elektroforesis. Sebanvak 4 ml DNA sampel dan 1 ml loading
dye di-running dalam tangki elektroforesis agarose 1% pada 100 volt selama 30
menit. Gel hasil elektroforesis kemudian direndam dalam larutan ethidium
bromide selama 10 menit. Kemudian pola pita yang dihasilkan dilihat di bawah
UV transilluminator dan difoto dengan kamera Polaroid MP4. Jika muncul pita
berarti DNA hasil isolasi siap untuk digunakan sebagai template untuk PCR
(Faatih, 2009).

1. Komponen PCR

20
Komponen- komponen yang diperlukan pada proses PCR adalah templat
DNA; sepasang primer, yaitu suatu oligonukleotida pendek yang mempunyai
urutan nukleotida yang komplementer dengan urutan nukleotida DNA templat;
dNTPs (Deoxynucleotide triphosphates); buffer PCR; magnesium klorida
(MgCl2) dan enzim polimerase DNA (Faatih, 2009).

a. Templat DNA

Fungsi DNA templat di dalam proses PCR adalah sebagai cetakan


untuk pembentukan molekul DNA baru yang sama. Templat DNA ini
dapat berupa DNA kromosom, DNA plasmid ataupun fragmen DNA
apapun asal di dalam DNA templat tersebut mengandung fragmen DNA
target yang dituju. Penyiapan DNA templat untuk proses PCR dapat
dilakukan dengan menggunakan metode lisis sel ataupun dengan cara
melakukan isolasi DNA kromosom atau DNA plasmid dengan
menggunakan metode standar yang ada. Pemilihan metode yang
digunakan di dalam penyiapan DNA templat tergantung dari tujuan
eksperimen (Faatih, 2009).
b. Primer

Keberhasilan suatu proses PCR sangat tergantung dari primer


yangdigunakan. Di dalam proses PCR, primer berfungsi sebagai pembatas
fragmen DNA target yang akan diamplifikasi dan sekaligus menyediakan
gugus hidroksi (-OH) pada ujung 3’ yang diperlukan untuk proses
eksistensi DNA. Perancangan primer dapat dilakukan berdasarkan urutan
DNA yang telah diketahui ataupun dari urutan protein yang dituju. Data
urutan DNA atau protein bisa didapatkan dari database GenBank. Apabila
urutan DNA maupun urutan protein yang dituju belum diketahui maka
perancangan primer dapat didasarkan pada hasil analisis homologi dari
urutan DNA atau protein yang telah diketahui mempunyai hubungan
kekerabatan yang terdekat (Faatih, 2009).
c. dNTPs (Deoxynucleotide Triphosphates)

dNTPs merupakan suatu campuran yang terdiri atas dATP


(deoksiadenosin trifosfat), dTTP (deoksitimidin trifosfat) , dCTP

21
(deoksisitidin trifosfat) dan dGTP (deoksiguanosin trifosfat). Dalam proses
PCR dNTPs bertindak sebagai building block DNA yang diperlukan dalam
proses ekstensi DNA. dNTP akan menempel pada gugus –OH pada ujung
3’ dari primer membentuk untai baru yang komplementer dengan untai
DNA templat. Konsentrasi optimal dNTPs untuk proses PCR harus
ditentukan (Fatih, 2009).
d. Buffer PCR dan MgCl2

Reaksi PCR hanya akan berlangsung pada kondisi pH tertentu. Oleh


karena itu untuk melakukan proses PCR diperlukan buffer PCR. Fungsi
buffer di sini adalah untuk menjamin pH medium. Selain buffer PCR
diperlukan juga adanya ion Mg2+, ion tersebut berasal dari berasal
MgCl2. MgCl2 bertindak sebagai kofaktor yang berfungsi menstimulasi
aktivitas DNA polimerase. Dengan adanya MgCl2 ini akan meningkatkan
interaksi primer dengan templat yang membentuk komplek larut dengan
dNTP (senyawa antara). Dalam proses PCR konsentrasi MgCl2
berpengaruh pada spesifisitas dan perolehan proses. Umumnya buffer
PCR sudah mengandung senyawa MgCl2 yang diperlukan. Tetapi
disarankan sebaiknya antara MgCl2 dan buffer PCR dipisahkan supaya
dapat dengan mudah dilakukan variasi konsentrasi MgCl2 sesuai yang
diperlukan (Faatih, 2009).
e. Enzim Polimerase DNA

Enzim polimerase DNA berfungsi sebagai katalisis untuk reaksi


polimerisasi DNA. Pada proses PCR enzim ini diperlukan untuk tahap
ekstensi DNA. Enzim polymerase DNA yang digunakan untuk proses
PCR diisolasi dari bakteri termofilik atau hipertermofilik oleh karena itu
enzim ini bersifat termostabil sampai temperatur 95 °C. Aktivitas
polimerase DNA bergantung dari jenisnya dan dari mana bakteri
tersebut diisolasi. Sebagai contoh adalah enzim Pfu polimerase
(diisolasi dari bakteri Pyrococcus furiosus) mempunyai aktivitas
spesifik 10x lebih kuat dibandingkan aktivitas spesifik enzim Taq
polymerase (diisolasi dari bakteri Thermus aquaticus) (Muladno, 2002).
Penggunaan jenis polymerase DNA berkaitan erat dengan buffer

22
PCR yang dipakai. Dengan menggunakan teknik PCR, panjang
fragmen. DNA yang dapat diamplifikasi mencapai 35 kilo basa.
Amplifikasi fragmen DNA pendek (kurang dari tiga kilo basa) relatif
lebih mudah dilakukan. Untuk mengamplifikasi fragmen DNA panjang
(lebih besar dari tiga kilo basa) memerlukan beberapa kondisi khusus,
di antaranya adalah diperlukan polimerase DNA dengan aktivitas yang
kuat dan juga buffer PCR dengan pH dan kapasitas tinggi (High-salt
buffer) (Muladno, 2002).

2. Tahapan pada Proses PCR


Proses PCR melibatkan beberapa tahap yaitu: (pra-denaturasi DNA
templat; denaturasi DNA templat; penempelan primer pada templat
(annealing); pemanjangan primer (extension) dan pemantapan
(postextension). Penjelasan tentang tahapan PCR adalah sebagai berikut:
a. Denaturasi

Denaturasi dilakukan dengan pemanasan hingga 96oC selama


30-60 detik. Pada suhu ini DNA utas ganda akan memisah menjadi
utas tunggal (Muladno, 2002).
b. Annealing

Setelah DNA menjadi utas tunggal, suhu diturukan ke kisaran


40-60oC selama 20-40 detik untuk memberikan kesempatan bagi
primer untuk menempel pada DNA template di tempat yang
komplemen dengan sekuen primer (Muladno, 2002).
c. Ekstensi/Elongasi

Dilakukan dengan menaikkan suhu ke kisaran suhu kerja


optimum enzim DNA polymerase, biasanya 70-72oC. Pada tahap ini
DNA polymerase akan memasangkan dNTP yang sesuai pada
pasangannya, jika basa pada template adalah A, maka akan dipasang
dNTP, begitu seterusnya (ingat pasangan A adalah T, dan C dengan
G, begitu pula sebaliknya). Enzim akan memperpanjang rantai baru
ini hingga ke ujung. Lamanya waktu ekstensi bergantung pada
panjang daerah yang akan diamplifikasi, secara kasarnya adalah 1

23
menit untuk setiap 1000 bp (Muladno, 2002).
3. Manfaat PCR
Menurut Muladno (2002), Polymerase Chain Reaction (PCR)
dapat digunakan untuk:
a. Amplifikasi urutan nukleotida.
b. Menentukan kondisi urutan nukleotida suatu DNA yang mengalami

mutasi.
b. Bidang kedokteran forensik.
c. Melacak asal-usul sesorang dengan membandingkan finger print.

24
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

DNA adalah singkatan dari Deoxyribo Nucleic Acid. DNA merupakan


molekul yang memuat seluruh instruksi genetik yang dibutuhkan oleh semua
organisme dalam seluruh siklus hidupnya. Informasi genetik yang terdapat dalam
DNA diturunkan oleh orang tua atau induk ke generasi berikutnya melalui
reproduksi.
DNA adalah asam nukleat yang mengandung materi genetik dan berfungsi
untukmengatur perkembangan biologis seluruh bentuk kehidupan secara seluler.
DNAterdapat pada nukleus, mitikondria, dan kloroplas. Perbedaan ketiganya adal
ah DNA nukleus berbentuk linier dan berasosiasi sangat erat dengan protein histo
n, sedangkan DNAmitokondria dan kloroplas berbentuk sirkular dan tidak
berasosiasi dengan protein histon.Selain itu DNA mitokondria dan kloroplas
memiliki ciri khas, yaitu hanya mewariskansifat-sifat yang berasal dari garis ibu.
Sedangkan DNA nukleus memiliki pola pewarisansifat dari kedua orangtua.
Dilihat dari organismenya, struktur DNA prokariot tidakmemiliki protein
histon dan berbentuk sirkular, sedangkan DNA eukariot berbentuk linierdan
memiliki protein histon.DNA memiliki struktur pilinan utas ganda yang anti
pararel dengan komponen-komponennya, yaitu gula pentosa (deoksiribosa), gugus
fosfat dan pasangan basa. Sebuah sel memiliki DNA yang merupakan materi
genetik dan bersifat herediter pada seluruh sistem kehidupan. Isolasi DNA
merupakan teknik pemisahan DNA dari zat-zat lain selain DNA. Metode-metode
untuk isolasi DNA yaitu teknik Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD),
Metode CTAB, Phenol:Chloroform, Salting Out, Guanidine Isothiocyanate, Silica
Gel, serta PCR (Polymerase Chain Reaction). Isolasi DNA dapat dilakukan
melalui tahapan-tahapan antara lain:, lisis, ekstraksi, presipitasi, purifikasi, dan
pengawetan. Isolasi DNA akan sangat bergantung dengan banyaknya DNA yang
ingin didapatkan dari isolasi serta jenis organisme yang akan diisolasi DNAnya.

25
DAFTAR PUSTAKA

Donata. 2007. Komunikasi Pribadi. Ciri-ciri DNA Murni dan Penyebab


Keberhasilan serta Kegagalan dalam PCR dan Elektroforesis. Jakarta:
Erlangga.
Faatih, M. 2009. Isolasi dan Digesti DNA Kromosom. Website:
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/432/7.%20FATIH.
pdf?sequence=1. Diakses Senin, 18 Januari 2016 pukul 19.48 WIB.

Lubis, N.A. 2013. Laporan Praktikum Isolasi Dna Manusia (Epitelial Mulut
dan Darah) dan Teknik Pcr dan Isolasi Protein dari Darah, Elektroforesis
Agarose dan Sds-Page. Website: http://openwetware.org/images/8/8f/
Lap._Praktikum_isolasi_DNA,_Protein_dan_Elektroforesis.pdf. Diakses
Senin, 18 Januari 2016 pukul 19.47 WIB.
Muladno. 2002. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Bogor: Pusataka
Wirausaha Muda.
Priyani, N. 2004. Sifat Fisik dan Kimia DNA. Website: http://library.usu.ac.id/
download/ fmipa/biologi-nunuk2.pdf. Diakses Senin, 18 Januari 2016 pukul
17.00 WIB.
Rian. 2013. Struktur DNA. Website: http://web.unair.ac.id/admin/file/f_35969_
PCR.pdf. Diakses Senin, 18 Januari 2016 pukul 16.00 WIB.
Rosana, A. 2014. Penuntun Praktikum Genetika. Yogyakarta: Kanisius.
Yuwono, T. 2008. Biologi Molekuler. Jakarta : Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai