Anda di halaman 1dari 13

Isolasi DNA adalah proses pengeluaran DNA dari tempatnya berada (ekstraksi atau lisis)

biasanya dilakukan dengan homogenasi dan penambahan buffer ekstraksi atau buffer lisis
untuk mencegah DNA rusak (Yuwono, 2008).

Pada sel eukariotik termasuk tanaman dan hewan bagian terbesar dari DNA berada pada
nukleus yaitu organel yang dipisahkan dari sitoplasma dengan membran. Nukleus terdiri dari
90 % keseluruhan DNA seluler. Sisa DNA adalah organel lain seperti mitokondria dan
kloroplas. Karena DNA terdapat pada nukleus, maka perlu adanya metode pelisisan sel sampai
pemanenan sel. Dimana metode tersebut merupakan bagian dari metode isolasi DNA (Elrod,
2007).

Pemisahan DNA dari materi seluler lainnya merupakan hal yang signifikan dan mengharuskan
penyallinan DNA menjadi RNA dan translasi RNA menjadi protein berlangsung dalam
kompartemen( ruang ) yang berbeda yaitu secara berturut-turut dalam nucleus dan sitoplasma
( Elrod, 2007 ).

Terdapat organel-organel bermembran ganda di dalam sitoplasma, termasuk mitokondria baik


pada tumbuhan maupun hewan. Oleh karena itu perlu dilakukan isolasi DNA pada tanaman
dan hewan untuk mengetahui dan mempelajari DNA dari tanaman dan hewan tersebut. Sel
eukariotik memiliki DNA lebih banyak, lengkap dengan komponen-komponen lain. DNA
tanaman dan hewan tersimpan dalam nucleusyang terbungkus oleh membran. Isolasi DNA
merupakan langkah yang tepat untuk mempelajari DNA. Prinsipnya ada dua, yaitu sentrifugasi
dan presipitasi.Sentrifugasi merupakan teknik untuk memisahkan campuran berdasarkan berat
molekul komponennya. Molekul yang mempunyai berat molekul besar akan berada di bagian
bawah tabung dan molekul ringan akan berada pada bagian atas tabung. Hasil sentrifugasi akan
menunjukkan dua macam fraksi yang terpisah, yaitu supernatan pada bagian atas dan pelet
pada bagian bawah. Presipitasi merupakan langkah yang dilakukan untuk mengendapkan suatu
komponen dari campuran (Albert, 1994).

DNA pada makhluk hidup dapat diisolasi secara sederhana. Pengisolasian DNA secara
sederhana dapat dilakukan dengan memecahkan dinding sel, membran plasma dan membran
inti baik secara mekanik maupun secara kimiawi. Isolasi DNA merupakan suatu teknik yang
digunakan untuk memperoleh DNA murni, yaitu tanpa protein dan RNA dari suatu sel dalam
jaringan. Pemecahan dinding sel secara mekanik dapat dilakukan dengan pemblenderan atau
penggerus menggunakan mortar dan pistil. Sedangkan secara kimiawi dapat dilakukan dengan
pemberian detergen. Penambahan sabun cair dan garam dapur adalah untuk melisiskan
membran inti untuk mengeluarkan isi inti sel yang berisi DNA (Rachmat, 2012).

Isolasi DNA dapat dilakukan melalui tahapan-tahapan antara lain: preparasi ekstrak sel,
pemurnian DNA dari ekstrsk sel dan presipitasi DNA. Meskipun isolasi DNA dapat dilakukan
dengan berbagai cara, akan tetapi pada setiap jenis atau bagian tanaman dapat memberikan
hasil yang berbeda, hal ini dikarenakan adanya senyawa polifenol dan polisakarida dalam
konsentrasi tinggi yang dapat menghambat pemurnian DNA. Jika isolasi DNA dilakukan
dengan sample buah, maka kadar air pada masing-masing buah berbeda, dapat memberi hasil
yang berbeda-beda pula. Semakin tinggi kadar air, maka sel yang terlarut di dalam ekstrak akan
semakin sedikit, sehingga DNA yang terpretisipasi juga akan sedikit (Kirsman, 2010).

Penambahan deterjen dalam isolasi DNA dapat menyebabkan rusaknya membrane sel, melalui
ikatan yang dibentuk melalui sisi hidrofobik deterjen dengan protein dan lemak pada
membrane membentuk senyawa “lipid protein-deterjen kompleks”. Senyawa tersebut dapat
terbentuk karena protein dan lipid memiliki ujung hidrofilik dan hidrofobik, demikian juga
dengan deterjen, sehingga dapat membentuk suatu ikatan kimia (Kirsman, 2010).

Prinsip – prinsip dalam mengisolasi DNA (Tohib, 2012) :

1. melisis sel secara fisik, dengan cara penggerusan.


2. pemecahan dinding sel.
3. pemecahan membran sel.
4. pemisahan DNA dari bahan yang lain.

Dalam isolasi DNA, bahan yang kita gunakan biasanya berupa jaringan tumbuhan atau
jaringan hewan, untuk itu langkah pertama yang harus kita lakukan adalah memecahkan
jaringan menjadi sel-sel yang mandiri. Proses dilakukan secara mekanik atau fisik dengan
menumbuk atau menggerus bahan yang akan kita gunakan dengan mortar atau blender. Kedua
adalah memecahkan dinding sel dan membran sel lapisan pembungkus DNA. struktur utama
pembentuk membran dan dinding sel adalah lemak, untuk itu kita gunakan deterjen dan garam
dapur. Kedua bahan ini digunakan untuk melubangi dan merusak sel sehingga isi inti sel (DNA)
bisa keluar (Tohib, 2012).
Tahap selanjutnya adalah pemisahan DNA dari bahan yang lain. Pemisahan dilakukan dengan
menggunakan ethanol/alkohol dingin berkonsentrasi 90-95%. Ethanol/Alkohol tidak
melarutkan DNA dan berat jenis alkohol yang lebih ringan dari air membuat DNA naik dan
melayang-layang di permukaan (Tohib, 2012).

CTAB atau Cetyl trimethylammonium bromide merupakan sejenis deterjen yang dapat
mendegradasi dinding sel, denaturasi protein, memisahkan karbohidrat, merusak membran sel
dan melarutkan DNA. Apabila dinding sel terdegradasi maka semua isi sel dapat keluar
termasuk DNA dan dilepaskan ke dalam buffer ekstraksi.Dalam proses isolasi DNA tanaman,
penambahan senyawa pereduksi seperti merchaptoetanol dapat mencegah proses oksidasi
senyawa fenolik sehingga menghambat aktivitas radikal bebas yang dihasilkan oleh oksidasi
fenol terhadap asam nukleat. Merchaptoetanol juga berfungsi untuk melindungi RNA dari
senyawa quinon, disulphide, peroksida, poliphenoksidase, dan protein. Proses pemansan
pertama bertujuan untuk melarutkan CTAB dan mercaptoetanol. Sedangkan pemanasan yang
kedua bertujuan untuk memdegradasi protein dan dinding sel (Tohib, 2012).
Klorofrom dan isoamilalkohol (CIAA) berfungsi untuk mengekstrak dan dan mengendapkan
komponen polisakarida di dalam buffer ektraksi yang mengkontaminasi larutan DNA.
Pemberian isopropanol dan etanol dilakukan agar terjadi dehidrasi DNA sehingga terjadi
presipitasi. Setelah pemberian etanol, pellet yang dipeoleh dikeringanginkan. Hal ini bertujuan
untuk mengeringkan pellet dari sisa-sisa buffer maupun etanol.Tahapan terakhir dari ektraksi
ini adalah penambahan buffer TE. Buffer TE tris electrophoresisberfungsi untuk melarutkan
DNA yangdihasilkan dan menjagaDNA agar tidak mudah rusak. Dalam buffer TE
mengandung EDTA atau Ethylene Diamine Tetra Acid yang berfungsi sebagai senyawa
pengkelat yang mengikat ion Magnesium, yaitu kofaktor yang diperlukan untuk altivtas
berbagai enzim nuclease. Metode ekstraksi DNA dengan CTAB akan menghasilkan pita DNA
yang berukuran tebal dan dapat memisahkan DNA dari polisakarida karena adanya perbedaan
karakteristik kelarutan (differensial of solubility). Disamping deperoleh fragmen DNA, dengan
metode CTAB juga akan diperoleh RNA dengan pita tipis yang terletak jauh berada di bawah
pita DNA. Keberadaan pita RNA tergantung bahan yang diekstraksi (Asris, 2010).
Metode ini tidak membutuhkan biaya yang lebih mahal dibandingkan dengan menggunakan
kit. Selain itu, kelebihan dari ektraksi ini adalah pita DNA yangdiproleh lebih tebal bila
dibandinglan dengan ektraksi metode fenol dan tanpa fenol. Akan tetapi, dari hasil dengan
metode ini masih terdapat pita smear dan DNA yang dihasilkan lebih sedikit daripada ektraksi
dengan menggunakan kit. Kendala yang umum terjadi dalam ekstraksi CTAB adalah adanya
inhibitor pada inang, rendahnya konsentrasi vius dan pengaruh cara maupun lama waktu
penyimpanan (Asris, 2010).

Proses isolasi DNA diawali dengan proses ekstraksi DNA. Hal ini bertujuan untuk
memisahkan DNA dengan partikel lain yang tidak diinginkan. Proses ini harus dilakukan
dengan hati-hati, sehingga tidak menyebabkan kerusakan pada DNA. Untuk mengeluarkan
DNA dari sel, dapat dilakukan dengan memecahkan dinding sel, membran plasma dan
membran inti baik dengan cara mekanik maupun secara kimiawi. Cara mekanik bisa dilakukan
dengan pemblenderan atau penggerus menggunakan mortar dan pistil. Sedangkan secara
kimiawi dapat dengan pemberian yang dapat merusak membran sel dan membran inti, salah
satunya adalah deterjen.
Penambahan deterjen dalam isolasi DNA dapat dilakukan karena deterjen dapat
menyebabkan rusaknya mebran sel, melalui ikatan yang dibentuk melalui sisi hidrofobik
deterjen dengan protein dan lemak pada membran membentuk senyawa ”lipid protein-deterjen
kompleks”. Senyawa tersebut dapat terbentuk karena protein dan lipid memiliki ujung
hidrofilik dan hidrofobik, demikian juga dengan deterjen, sehingga dapat membentuk suatu
ikatan kimia (Machmud, 2006)

Membran sel pada setiap organisme dapat mengalami kerusakan yang disebabkan oleh
pengaruh senyawa-senyawa kimia. Senyawa kimia yang mampu merusak membrane ataupun
dinding sel antara lain lisozim yang mampu mempengaruhi kerja senyawa polimerik sehingga
kekakuan sel tidak lagi dapat terjaga. Selain itu, ada pula senyawa EDTA
(etilendiamintetraasetat) yang berfungsi untuk menghilangkan ion Mg2+ yang penting untuk
mempertahankan struktur selubung sel serta menghambat enzim yang dapat merusak DNA.
Dalam proses isolasi DNA, deterjen berfungsi menggantikan senyawa-senyawa kimia tersebut
di atas. Deterjen mengandung sodium dodesil sulfat (SDS) yang dapat menyebabkan hilangnya
molekul lipid pada membran sel sehingga struktur membrane akan rusak dan melisiskan isi
sel..

Setelah penggerusan dalam detergen, larutan ini kemudian diinkubasi pada air dengan suhu 55-
60◦ C. pada suhu ini protein akan terdenaturasi, namun DNA tidak akan rusak karena DNA kan
terdenaturasi pada suhu lebih dari 60◦C. selain itu Pengembangan Teknik Isolasi DNA … Biologi B - 83
dengan adanya pemanasan ini akan membantu melunakkan membrane sel dan membantu detergen
menyisip diantara membran sehingga membran bisa terurai.

Sampel disentrifugasi dengan kecepatan yang tinggi sehingga komponen yang berukuran lebih
besar atau lebih berat akan mengendap membentuk sedimen pada bagian bawah tabung.

Prinsip kerja sentrifus adalah melawan gaya tarik bumi (gravitasi)dengan kekuatan sentrifugal
sehingga partikel yang terlarut dalam cairan akan terlempar keluar dari pusat putaran, dengan berat
paling besar akan terlempar terlebih dahulu.

\Supernatant adalah substansi hasil sentrifugasi yang berbobot ringan dan berwarna lebih jernih,
Prinsip, Metode, dan Teknik Isolasi DNA
Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam keperluan
seperti amplifikasi dan analisis DNA melalui elektroforesis. Isolasi DNA dilakukan dengan tujuan
untuk memisahkan DNA dari bahan lain seperti protein, lemak, dan karbohidrat. Prisnsip utama
dalam isolasi DNA ada tiga yakni penghancuran (lisis), ektraksi atau pemisahan DNA dari bahan
padat seperti selulosa dan protein, serta pemurnian DNA (Corkill dan Rapley, 2008; Dolphin, 2008).
Menurut Surzycki (2000), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses isolasi DNA antara
lain harus menghasilkan DNA tanpa adanya kontaminan seperti protein dan RNA; metodenya harus
efektif dan bisa dilakukan untuk semua spesies metode yang dilakukan tidak boleh mengubah
struktur dan fungsi molekul DNA; dan metodenya harus sederhana dan cepat.

Isolasi DNA tanaman, isolasi DNA buah, isolasi DNA bakteri, dan isolasi DNA hewan pada dasarnya
memiliki prinsip yang sama. Prisnsip isolasi DNA pada berbagai jenis sel atau jaringan pada berbagai
organisme pada dasarnya sama namun memiliki modifikasi dalam hal teknik dan bahan yang
digunakan. Bahkan beberapa teknik menjadi lebih mudah dengan menggunakan kit yang diproduksi
oleh suatu perusahaan sebagai contoh kit yang digunakan untuk isolasi DNA pada tumbuhan
seperti Kit Nucleon Phytopure sedangkan untuk isolasi DNA pada hewan digunakan GeneJETTM
Genomic DNA Purification Kit. Namun tahapan-tahapan isolasi DNA dalam setiap langkahnya memiliki
protokol sendiri yang disesuaikan dengan keperluan. Penggunaan teknik isolasi DNA dengan kit dan
manual memiliki kelebihan dan kekurangan. Metode konvensional memiliki kelebihan harga lebih
murah dan digunakan secara luas sementara kekurangannya membutuhkan waktu yang relatif lama
dan hasil yang diperoleh tergantung jenis sampel.

Silahkan baca juga: Isolasi RNA

1. Tahapan Lisis
Tahap pertama dalam isolasi DNA adalah proses perusakan atau penghancuran membran dan dinding
sel. Pemecahan sel (lisis) merupakan tahapan dari awal isolasi DNA yang bertujuan untuk
mengeluarkan isi sel (Holme dan Hazel, 1998). Tahap penghancuran sel atau jaringan memiliki
beberapa cara yakni dengan cara fisik seperti menggerus sampel dengan menggunakan mortar dan
pestle dalam nitrogen cair atau dengan menggunakan metode freezing-thawing dan iradiasi
(Giacomazzi et al., 2005). Cara lain yakni dengan menggunakan kimiawi maupun enzimatik.
Penghancuran dengan menggunakan kimiawi seperti penggunaan detergen yang dapat melarutkan
lipid pada membran sel sehingga terjadi destabilisasi membran sel (Surzycki, 2000). Sementara cara
enzimatik seperti menggunakan proteinase K seperti untuk melisiskan membran pada sel darah
(Khosravinia et al., 2007) serta mendegradasi protein globular maupun rantai polipeptida dalam
komponen sel (Brown, 2010; Surzycki (2000).

Pada proses lisis dengan menggunakan detergen, sering digunakan sodium dodecyl sulphate (SDS)
sebagai tahap pelisisan membran sel. Detergen tersebut selain berperan dalam melisiskan membran
sel juga dapat berperan dalam mengurangi aktivitas enzim nuklease yang merupakan enzim
pendegradasi DNA (Switzer, 1999). Selain digunakan SDS, detergen yang lain seperti cetyl
trimethylammonium bromide (CTAB) juga sering dipakai untuk melisiskan membran sel pada isolasi
DNA tumbuhan (Bettelheim dan Landesberg, 2007). Parameter keberhasilan dalam penggunaan
CTAB bergantung pada beberapa hal. Pertama, Konsentrasi NaCl harus di atas 1.0 M untuk mencegah
terbentuknya kompleks CTAB-DNA. Karena jumlah air dalam pelet sel sulit diprediksi, maka
penggunaan CTAB sebagai pemecah larutan harus dengan NaCl dengan konsentrasi minimal 1.4 M.
Kedua, ekstrak dan larutan sel yang mengandung CTAB harus disimpan pada suhu ruang karena
kompleks CTAB-DNA bersifatinsolublepada suhu di bawah 15°C. Ketiga, penggunaan CTAB dengan
kemurnian yang baik akan menentukan kemurnian DNA yang didapatkan dan dengan sedikit sekali
kontaminasi polisakarida. Setelah ditambahkan CTAB, sampel diinkubasikan pada suhu kamar.
Tujuan inkubasi ini adalah untuk mencegah pengendapan CTAB karena CTAB akan mengendap pada
suhu 15°C. Karena efektivitasnya dalam menghilangkan polisakarida, CTAB banyak digunakan untuk
purifikasi DNA pada sel yang mengandung banyak polisakarida seperti terdapat pada sel tanaman dan
bakteri gram negatif seperti Pseudomonas, Agrobacterium, dan Rhizobium (Surzycki, 2000).

Dalam penggunaan buffer CTAB seringkali ditambahkan reagen-reagen lain seperti NaCl, EDTA, Tris-
HCl, dan 2-mercaptoethanol. NaCl berfungsi untuk menghilangkan polisakarida sementara 2-
mercaptoethanol befungsi untuk menghilangkan kandungan senyawa polifenol dalam sel tumbuhan
(Ranjan et al., 2010). 2-mercaptoethanol dapat menghilangkan polifenol dalam sel tanaman dengan
cara membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa polifenol yang kemudian akan terpisah dengan
DNA (Lodhi et al., 1994). Senyawa polifenol perlu dihilangkan agar diperoleh kualitas DNA yang baik
(Moyo et al., 2008). Polifenol juga dapat menghambat reaksi dari enzim Taq polimerase pada saat
dilakukan amplifikasi. Disamping itu polifenol akan mengurangi hasil ektraksi DNA serta mengurangi
tingkat kemurnian DNA (Porebskiet al., 1997). Penggunaan 2-mercaptoethanol dengan pemanasan
juga dapat mendenaturasi protein yang mengkontaminasi DNA (Walker dan Rapley, 2008).

Konsentrasi dan pH dari bufer yang digunakan harus berada dalam rentang pH 5 sampai 12. Larutan
buffer dengan pH rendah akan mengkibatkan depurifikasi dan mengakibatkan DNA terdistribusi ke
fase fenol selama proses deproteinisasi. Sedangkan pH larutan yang tinggi di atas 12 akan
mengakibatkan pemisahan untai ganda DNA. Fungsi larutan buffer adalah untuk menjaga struktur
DNA selama proses penghancuran dan purifikasi sehingga memudahkan dalam menghilangkan
protein dan RNA serta mencegah aktivitas enzim pendegradasi DNA dan mencegah perubahan pada
molekul DNA. Untuk mengoptimalkan fungsi larutan buffer, dibutuhkan konsentrasi, pH, kekuatan
ion, dan penambahan inhibitor DNAase dan detergen (Surzycki 2000).

2. Tahapan Ekstraksi
Pada tahapan ekstraksi DNA, seringkali digunakan chelating agent seperti ethylenediamine tetraacetic
acid (EDTA) yang berperan menginaktivasi enzim DNase yang dapat mendenaturasi DNA yang
diisolasi, EDTA menginaktivasi enzim nuklease dengan cara mengikat ion magnesium dan kalsium
yang dibutuhkan sebagai kofaktor enzim DNAse (Corkill dan Rapley, 2008). DNA yang telah
diekstraksi dari dalam sel selanjutnya perlu dipisahkan dari kontaminan komponen penyusun sel
lainnya seperti polisakarida dan protein agar DNA yang didapatkan memiliki kemurnian yang tinggi.
Fenol seringkali digunakan sebagai pendenaturasi protein, ekstraksi dengan menggunakan fenol
menyebabkan protein kehilangan kelarutannya dan mengalami presipitasi yang selanjutnya dapat
dipisahkan dari DNA melalui sentrifugasi (Karp, 2008). Bettelheim dan Landesberg (2007)
menyebutkan bahwa setelah sentrifugasi akan terbentuk 2 fase yang terpisah yakni fase organik pada
lapisan bawah dan fase aquoeus (air) pada lapisan atas sedangkan DNA dan RNA akan berada pada
fase aquoeus setelah sentrifugasi sedangkan protein yang terdenaturasi akan berada pada interfase
dan lipid akan berada pada fase organik (Gambar 1). Selain fenol, dapat pula digunakan campuran
fenol dan kloroform atau campuran fenol, kloroform, dan isoamil alkohol untuk mendenaturasi
protein. Ekstrak DNA yang didapat seringkali juga terkontaminasi oleh RNA sehingga RNA dapat
dipisahkan dari DNA ekstrak dengan cara pemberian RNAse (Birren, et al., 1997; Clark, 2010).
Gambar 1. Asam nukleat berada pada lapisan air setelah disentrifugasi pada tahapan ekstraksi
(Clark, 2010).

Asam nukleat adalah molekul hidrofilik dan bersifat larut dalam air. Disamping itu, protein juga
mengandung residu hidrofobik yang mengakibatkan protein larut dalam pelarut organik.
Berdasarkan sifat ini, terdapat beberapa metode deproteinisasi berdasarkan pemilihan pelarut
organik. Biasanya pelarut organik yang digunakan adalah fenol atau kloroform yang mengandung 4%
isoamil alkohol. Penggunaan kloroform isoamil alkohol (CIA) berdasarkan perbedaan sifat pelarut
organik. Kloroform tidak dapat bercampur dengan air dan kemampuannya untuk mendeproteinisasi
berdasarkan kemampuan rantai polipeptida yang terdenaturasi untuk masuk atau termobilisasi ke
dalam fase antara kloroform – air. Konsentrasi protein yang tinggi pada fase antara tersebut dapat
menyebabkan protein mengalami presipitasi. Sedangkan lipid dan senyawa organik lain akan terpisah
pada lapisan kloroform (Clark, 2010).
Proses deproteinisasi yang efektif bergantung pada besarnya fase antara kloroform-air. Proses ini
dapat dilakukan dengan membentuk emulsi dari air dan kloroform. Hal ini hanya dapat dilakukan
dengan penggojogan atau sentrifugasi yang kuat karena kloroform tidak dapat bercampur dengan air.
Isoamil alkohol berfungsi sebagai emulsifier dapat ditambahkan ke kloroform untuk membantu
pembentukan emulsi dan meningkatkan luas permukaan kloroform-air yang mana protein akan
mengalami presipitasi. Penggunaan kloroform isoamil alkohol ini memungkinkan untuk didapatkan
DNA yang sangat murni, namun dengan ukuran yang terbatas (20.000–50.000 bp). Fungsi lain dari
penambahan CIA ini adalah untuk menghilangkan kompleks CTAB dan meninggalkan DNA pada fase
aquoeus. DNA kemudian diikat dari faseaquoeus dengan presipitasi etanol (Surzycki, 2000).

3. Tahapan Pemisahan DNA


Setelah proses ekstraksi, DNA yang didapat dapat dipekatkan melalui presipitasi (pemisahan). Pada
umumnya digunakan etanol atau isopropanol dalam tahapan presipitasi. Kedua senyawa tersebut
akan mempresipitasi DNA pada fase aquoeus sehingga DNA menggumpal membentuk struktur fiber
dan terbentuk pellet setelah dilakukan sentrifugasi (Switzer, 1999).Hoelzel (1992) juga
menambahkan bahwa presipitasi juga berfungsi untuk menghilangkan residu-residu kloroform yang
berasal dari tahapan ekstraksi.

Menurut Surzycki (2000), prinsip-prinsip presipitasi antara lain pertama, menurunkan kelarutan
asam nukleat dalam air. Hal ini dikarenakan molekul air yang polar mengelilingi molekul DNA di
larutan aquoeus. Muatan dipole positif dari air berinteraksi dengan muatan negatif pada gugus
fosfodiester DNA. Interaksi ini meningkatkan kelarutan DNA dalam air. Isopropanol dapat bercampur
dengan air, namun kurang polar dibandingkan air. Molekul isopropanol tidak dapat berinteraksi
dengan gugus polar dari asam nukleat sehingga isopropanol adalah pelarut yang lemah bagi asam
nukleat; kedua, penambahan isopropanol akan menghilangkan molekul air dalam larutan DNA
sehingga DNA akan terpresipitasi; ketiga, penggunaan isopropanol dingin akan menurunkan aktivitas
molekul air sehingga memudahkan presipitasi DNA.

Pada tahapan presipitasi ini, DNA yang terpresipitasi akan terpisah dari residu-residu RNA dan
protein yang masih tersisa. Residu tersebut juga mengalami koagulasinamun tidak membentuk
struktur fiber dan berada dalam bentuk presipitat granular.Pada saat etanol atau isopropanol dibuang
dan pellet dikeringanginkan dalam tabung, maka pellet yang tersisa dalam tabung adalah DNA
pekat.Proses presipitasikembali dengan etanol atau isopropanol sebelum pellet dikeringanginkan
dapat meningkatkan derajat kemurnian DNA yang diisolasi (Bettelheim dan Landesberg, 2007). Keller
dan Mark (1989) menerangkan bahwa pencucian kembali pellet yang dipresipitasi oleh isopropanol
dengan menggunakan etanol bertujuan untuk menghilangkan residu-residu garam yang masih
tersisa. Garam-garam yang terlibat dalam proses ekstraksi bersifat kurang larut dalam isopropanol
sehingga dapat terpresipitasi bersama DNA, oleh sebab itu dibutuhkan presipitasi kembali dengan
etanol setelah presipitasi dengan isopropanol untuk menghilangkan residu garam (Ausubel et al.,
2003).

Setelah dilakukan proses presipitasi dan dilakukan pencucian dengan etanol, maka etanol kemudian
dibuang dan pellet dikeringanginkan, perlakuan tersebut bertujuan untuk menghilangkan residu
etanol dari pelet DNA. Penghilangan residu etanol dilakukan dengan cara evaporasi karena etanol
mudah menguap (Surzycki, 2000). Pada tahap pencucian biasanya etanol dicampur dengan
ammonium asetat yang bertujuan untuk membantu memisahkan kontaminan yang tidak diinginkan
seperti dNTP dan oligosakarida yang terikat pada asam nukleat (Sambrook et al., 2001).
Setelah pellet DNA dikeringanginkan, tahap selanjutnya adalah penambahan buffer TE ke dalam
tabung yang berisi pellet dan kemudian disimpan di dalam freezer dengan suhu sekitar -20ºC. Verkuil
et al. (2008) menyatakan bahwa buffer TE dan penyimpanan suhu pada -20ºC bertujuan agar sampel
DNA yang telah diekstraksi dapat disimpan hingga waktu berminggu-minggu. Keller dan Mark (1989)
juga menjelaskan bahwa pelarutan kembali dengan buffer TE juga dapat memisahkan antara RNA
yang mempunyai berat molekul lebih rendah dibandingkan DNA sehingga DNA yang didapatkan tidak
terkontaminasi oleh RNA dan DNA sangat stabil ketika disimpan dalam keadaan terpresipitasi pada
suhu -20ºC.

Gambar 2. Proses pufrifikasi DNA dengan menggunakan metode silika dan kolom kromatografi (a)
proses pengikatan DNA ke silika dengan bantuan perubahan konsentrasi garam, (b) DNA dielusi untuk
memperoleh DNA (Brown, 2010).
Kit Isolasi DNA
Isolasi DNA juga dapat dilakukan dengan menggunakan kit yang sudah diproduksi oleh beberapa
perusahan untuk mempermudah dan mempercepat proses isolasi DNA. Kit isolasi juga disesuaikan
dengan kebutuhan oleh konsumen dan jenis sel yang akan digunakan. Berikut adalah bagan contoh
isolasi DNA tanaman dengan menggunakan Kit Nucleon Phytopure yang disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Bagan isolasi DNA dengan menggunakan kit phytopure.
Klik gambar untuk memperbesar.

Referensi:
1. Ausubel, F. M. et al. 2003. Current Protocols in Molecular Biology.

2. Bettelheim & Landesberg. 2007. Laboratory experiments for general organic and
biochemistry.

3. Clark, Melody S. 1997. Plant Molecular Biology : A laboratory manual.

4. Dolphin, W. D. 2008. Biological Investigations.

5. Hoelzel, A. R. 1992. Molecular Genetic Analysis of Populations.

6. Holme, D. J. & Hazel P. 1998. Analytical Biochemistry.

7. Karp, Gerald. 2008. Cell and Molecular Biology.

8. Keller, G. H. & Mark M. M. 1989. DNA probes.

9. Khosravinia, H. & Ramesha, K. P. 2007. Influence of EDTA and magnesium on DNA


extraction from blood samples and specificity of polymerase chain reaction. African Journal of
Biotechnology 6 (3), pp. 184-187
10. Surzycki, S. 2000. Basic techniques in molecular biology.

11. Switzer. 1999. Experimental biochemistry.


12. Verkuil, E. v. P., Alex van B., & John P. H. 2008. Principles and technical aspects of PCR
amplification.

13. Walker, J. M. & Ralph R. 2008. Molecular Biomethods Handbook.

Anda mungkin juga menyukai