Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH

BIOTEKNOLOGI

SELEKSI DAN ANALISIS KLON DNA REKOMBINAN SERTA


PENENTUAN URUTAN DNA

DISUSUN OLEH:

NAMA : SARAH HAPRITASYA LAUENDE

NIM : G30120011

KELAS : A

PROGRAM STUDI KIMIA

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

SEPTEMBER, 2022
SELEKSI DAN ANALISIS KLON DNA REKOMBINAN SERTA PENENTUAN
URUTAN DNA

A. Metode-metode Seleksi Kloning DNA


Proses seleksi kloning DNA dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti
hibridisasi DNA probe, hibridisasi antibody monoclonal dan seleksi nutrient.
1. Hibridisasi DNA probe
Teknik hibridisasi meliputi dua proses, yaitu proses denaturasi atau pemisahan
dua rantai asam nukleat yang komplementer dari proses renaturasi atau
perpaduan kembali dua rantai asam nukleat. Proses denaturasi biasanya
dilakukan dengan cara pemanasan DNA untuk memecah ikatan hidrogen yang
terdapat di antara pasangan basa sehingga rantai asam nukleat akan terpisah.
Proses ini kemudian diikuti dengan proses renaturasi dengan cara pendinginan.
Pengujian sel bakteri pembawa rekombinan, gen-gen target, level mRNA, hasil
pemotongan ER (RFLP) dan uji lainnya yang menggunakan teknik hibridisasi,
membutuhkan proses denaturasi dan fragmen asam nukleat yang tidak diketahui
dan memfiksasi fragmen tersebut pada bahan solid seperti filter nitroselulosa.
Untuk pengujian dengan hibridisasi diperlukan suatu probe asam nukleat yang
komplementer dicampurkan dengan fragmen asam nukleat yang terdapat pada
bahan solid tersebut pada kondisi yang mendukung terjadinya hibridisasi. Proses
hibridisasi dan visualisasi diawali dengan transfer DNA dari gel agarose ke nilon
berpori atau membrane nitroselulosa. Transfer DNA disebut ‘Southern blotting’.
Pada metode ini mula-mula gel didenaturasi dengan larutan dasar dan diletakkan
pada suatu nampan. Selanjutnya di atas gel hasil elektroforesis diletakkan nilon
berpori atau membrane nitroselulosa, kemudian di atasnya diberi pemberat.
Semua fragment hasil pemotongan dengan enzim restriksi yang pada awalnya
berada pada gel akan ditransfer secara kapiler ke membrane tersebut dalam
bentuk untai tunggal. Pola fragmen akan sama dengan yang berada pada gel.

2. Hibridisasi antibody monoclonal


Pembuatan sel hibridoma terdiri dari tiga tahap utama yaitu imunisasi, fusi, dan
kloning. Imunisasi dapat dilakukan dengan imunisasi konvensional, imunisasi
sekali suntik intralimpa, maupun imunisasi in vitro. Fusi sel ini menghasilkan sel
hibrid yang mampu menghasilkan antibodi seperti pada sel limpa dan dapat terus
menerus dibiakan seperti sel myeloma. Frekuensi terjadinya fusi sel ini relatif
rendah sehingga sel induk yang tidak mengalami fusi dihilangkan agar sel hasil
fusi dapat tumbuh.
Frekuensi fusi sel dapat diperbanyak dengan menggunakan Polietilen glikol
(PEG), DMSO, dan penggunaan medan listrik. PEG berfungsi untuk membuka
membran sel sehingga mempermudah proses fusi. Sel hibrid kemudian
ditumbuhkan pada media pertumbuhan. Penambahan berbagai macam sistem
pemberi makan dapat meningkatkan pertumbuhan sel hybridoma.
3. Seleksi nutrient
Seleksi ini biasa dilakukan dengan menggunakan media agar, nantinya gen yang
telah dikloning akan dipisahkan sehingga membentuk genetic baru yang nantinya
akan dikombinasikan dengan gen lain.

B. Teknik-teknik Analisis DNA


1. PCR
Reaksi Polimerase Berantai atau dikenal sebagai Polymerase Chain Reaction
(PCR), merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk mengamplifikasi
nukleotida secara in vitro. Metoda PCR dapat meningkatkan jumlah urutan DNA
ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula, sekitar 106-107 kali. Setiap urutan
basa nukleotida yang diamplifikasi akan menjadi dua kali jumlahnya. Pada setiap
n siklus PCR akan diperoleh 2n kali banyaknya DNA target. Kunci utama
pengembangan PCR adalah menemukan bagaimana cara amplifikasi hanya pada
urutan DNA target dan meminimalkan amplifikasi urutan non-target.
Penggunaan PCR telah berkembang secara cepat seirama dengan perkembangan
biologi molekuler. PCR digunakan untuk identifikasi penyakit genetik, infeksi
oleh virus, diagnosis dini penyakit seperti AIDS, Genetic profiling in forensic,
legal and bio-diversity applications, biologi evolusi, Site-directed mutagenesis of
genes dan mRNA Quantitation di sel ataupun jaringan.
2. Sequensing
Sequensing DNA atau pengurutan DNA adalah proses atau teknik penentuan
urutan basa nukleotida pada suatu molekul DNA. Urutan tersebut dikenal sebagai
sekuens DNA, yang merupakan informasi paling mendasar suatu gen atau genom
karena mengandung instruksi yang dibutuhkan untuk pembentukan tubuh
makhluk hidup. Sekuensing DNA dapat dimanfaatkan untuk menentukan identitas
maupun fungsi gen atau fragmen DNA lainnya dengan cara membandingkan
sekuens-nya dengan sekuens DNA lain yang sudah diketahui. Teknik ini
digunakan dalam riset dasar biologi maupun berbagai bidang terapan seperti
kedokteran, bioteknologi, forensik, dan antropologi.
Teknik sekuensing DNA mulai dikembangkan pada tahun 1970-an dan telah
menjadi hal rutin dalam penelitian biologi molekular pada dekade berikutnya
berkat dua metode yang dikembangkan secara independen namun hampir
bersamaan oleh tim Walter Gilbert di Amerika Serikat dan tim Frederick Sanger
di Inggris sehingga kedua ilmuwan tersebut mendapatkan Penghargaan Nobel
Kimia pada tahun 1980. Selanjutnya, metode Sanger menjadi lebih umum
digunakan dan berhasil diautomatisasi pada pertengahan 1980-an. Sejak tahun
1995, berbagai proyek genom yang bertujuan menentukan sekuens keseluruhan
DNA pada banyak organisme telah diselesaikan, termasuk Proyek Genom
Manusia. Sekuensing DNA seluruh genom semakin terjangkau dan cepat
dilakukan berkat pengembangan sejumlah teknik sekuensing generasi berikutnya
mulai tahun 2000-an.

3. Hibridisasi
Hibridisasi adalah pembentukan ikatan dupleks stabil antara dua rangkaian
nukleotida yang saling komplementer melalu perpasangan basa N. Hibridisasi
dapat menunjukkan suatu keseragaman sekuens. Pasangan DNA–DNA, DNA–
RNA, atau RNA–RNA dapat terbentuk melalui proses ini. Hibridisasi DNA–DNA
terbentuk dalam blot Southern sedangkan hibridisasi DNA–RNA terbentuk dalam
blot Northern. Hasil ikatan basa yang dibentuk dari hibridisasi disebut hibrida.

C. Teknik Sequencing
DNA sequencing menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction) sebagai
pijakannya. DNA yang akan ditentukan urutan basa ACGT-nya dijadikan sebagai
cetakan untuk kemudian diamplifikasi menggunakan enzim dan bahan-bahan yang
mirip dengan reaksi PCR, namun ada penambahan beberapa pereaksi tertentu. Proses
ini dinamakan cyclesequencing. Jadi yang membedakan cycle sequencing dengan
PCR biasa adalah:
• Primer yang digunakan hanya satu untuk satu arah pembacaan, tidak
dua(sepasang) seperti PCR
• ddNTPs (dideoxy-Nucleotide Triphosphate) adalah modifikasi dari dNTPs
dengan menghilangkan gugus 3′-OH pada ribosa.
• Struktur molekul dNTP dan ddNTP, perhatikan bedanya

Saat proses ekstensi, enzim polimerase akan membuat rantai baru DNA salinan
dengan menambahkan dNTP-dNTP sesuai dengan urutan pada DNA cetakannya.
Jika yang menempel adalah ddNTP, maka otomatis proses polimerisasi akan terhenti
karena ddNTP tidak memiliki gugus 3′-OH yang seharusnya bereaksi dengan gugus
5 Posfat dNTP berikutnya membentuk ikatan posfodiester.
Pada akhir cycle sequencing, yang dihasilkan adalah fragmen-fragmen DNA dengan
panjang bervariasi. Jika fragmen-fragmen tersebut dipisahkan dengan elektroforesis,
maka akan terpisah-pisah dengan jarak antar fragmennya satu basa-satu basa
DAFTAR PUSTAKA

Oliver SG & Ward JM. 1985. A Dictionary of Genetic Engineering. Cambridge


University Press

https://id.wikipedia.org/wiki/Hibridisasi_(biologi_molekuler) diakses pada tanggal 21


september 2022

http://fatchiyah.lecture.ub.ac.id/teaching-responsibility/general/molecular-probe-
hybridization/ diakses pada tanggal 21 september 2022

Anda mungkin juga menyukai