Studi Biologi Molekuler pada dasarnya berkaitan erat dengan analisis makromolekul.
Analisis makromolekul dapat dilakukan berdasarkan atas reaksi kimiawi yang ditimbulkan
oleh interaksinya dengan makromolekul/molekul lain, atau dengan mempelajari struktur
fisiknya.
Bab ini akan membahas tentang Teknik Dasar Analisis Biologi Molekuler. Adapun ruang
lingkup pembelajaran tentang Bab ini yaitu: (1) Jenis-Jenis Teknik Dasar Analisis Biologi
Molekuler (2) Pengenalan Peralatan Laboratorium Biologi Molekuler.
1) Teknik Dasar Analisi Biologi Molekuler untuk Asam Nukleat (DNA atau RNA)
Teknik dasar analisis biologi molekuler untuk DNA di antaranya dengan cara hibridisasi.
Pada metode ini dibuat pelacak (probe) yang merupakan untaian asam nukleat yang kira-kira
sesuai/ serasi dengan DNA yang akan dideteksi. Ketepatan metode ini rata-rata di bawah 80%.
Teknologi paling akurat untuk mendeteksi asam nukleat adalah Polymerase Chain Reaction
(PCR) yang memiliki ketepatan hingga 100%. Pada metode PCR suatu segmen asam nukleat
diperbanyak (diamplifikasi) menggunakan panduan primer yaitu batasan sekuen basa nitrogen
yang ada pada hulu dan hilir segmen yang dimaksud. Asam nukleat yang diperbanyak akan
dengan mudah divisualisasi dengan elektroforesis. Sedangkan ketepatan deteksi sekuen
nukleotida dapat dilakukan dengan metode sekuensing.
Ada beberapa jenis teknik dasar analisis biologi molekuler untuk asam nukleat, di antaranya:
a. Hibridisasi dengan Probe Asam Nukleat dalam Bentuk Larutan
Berdasarkan dasar pemikiran bahwa rangkaian potongan DNA sangat spesifik untuk
produk akhirnya dan bahwa asam nukleat berinteraksi satu sama lain melalui hubungan
pasangan basa, probe asam nukleat dapat diciptakan untuk mengidentifikasi potongan
DNA tertentu dengan mensintesis protein “pemancing” dengan rangkaian yang merupakan
komplementer terhadap potongan DNA yang dituju. Probe asam nukleat dengan rangkaian
tertentu dapat digunakan untuk mengikat dan dengan demikian mengidentifikasi potongan
komplementer DNA.
Langkah pertama dalam teknik hibridisasi adalah denaturasi cetakan DNA dengan suhu
tinggi untuk memutus ikatan hidrogen di antara pasangan-pasangan basa komplementer.
Panas menyebabkan pemisahan kedua untai DNA dengan memutus semua ikatan hidrogen
yang menghubungkan kedua untai DNA; suhu yang diperlukan untuk pemutusan ini
bergantung pada rangkaian DNA tertentu (misalnya, ikatan sitosin-guanin dengan 3 ikatan
hidrogen lebih kuata daripada ikatan adenosin-timin yang hanya berikatan dengan 2 ikatan
hidrogen; oleh sebab itu, ikatan sitosin-guanin memerlukan panas yang lebih besar untuk
dapat memutus ikatan tersebut), ukuran potongan DNA yang akan didenaturasi, dan
konsentrasi garam. Pendidihan larutan DNA dilanjutkan dengan mendinginkannya secara
cepat ke es (untuk mencegah penggabungan kembali kedua untai) seringkali digunakan
untuk “melepaskan sambungan” untai-untai DNA dan membukanya sehingga probe dapat
berikatan dengan rangkaian komplementernya. Gambar 1 menunjukkan mekanisme
pengikatan probe DNA ke gen (DNA sampel).
Dari gambar di atas, dapat Anda lihat bahwa analisis pengujian RFLP meliputi 5
tahapan, yaitu:
1. Isolasi dan purifikasi DNA.
2. Amplifikasi menggunakan PCR dan pemotongan fragmen DNA menggunakan enzim
restriksi.
3. Pemisahan dan deteksi produk pemotongan DNA menggunakan elektroforesis.
4. Analisis data untuk menghasilkan profil fragmen untuk setiap sampel.
5. Analisis pengelompokkan berdasarkan profil sampel yang diperoleh dari tahap 4.
Pendekatan dari teknik hibridisasi ini ada 3 yaitu teknik Southern blotting, Northern
blotting dan Western Blotting. Masing-masing teknik mempunyai tahap pemeriksaan yang
relatif sama, yang membedakan adalah jenis sampel dan probe yang digunakan apabila
digunakan sampel dan probe DNA (Southern blotting), sampel dan probe RNA (Northern
blotting), sampel dan probe protein/ polipeptida (Western Blotting).
Gambar 3. Perbedaan teknik Southern blotting, Northern blotting dan Western Blotting
c. Hibridisasi in situ
Selain untuk mengidentifikasi rangkaian DNA spesifik pada DNA yang berikatan dengan
matriks padat artifisial (seperti sebuah nilon atau membran nitroselulosa), probe asam
nukleat juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi rangkaian-rangkaian DNA spesifik
dalam sebuah sampel biologis. Pendekatan ini disebut hibridisasi in situ (in situ
hybridization/ ISH). Prinsipnya sama dengan teknik-teknik hibridisasi lain; sumber
cetakan asam nukleat menjadi spesimen biologis, baik sepotong jaringan ataupun sebuah
sel, dan targetnya dapat merupakan DNA atau RNA.
Langkah pertama dalam ISH adalah menangani jaringan atau sel untuk memperbaiki asam
nukleat target dan membuatnya lebih dapat diakses ke probe. Probe yang telah diberi label
(baik DNA maupun RNA) kemudian dibiarkan bereaksi dengan jaringan atau sel yang
sedang ditangani dalam suhu tinggi untuk memungkinkan terjadinya hibridisasi. Probe
tersebut dapat diberi label dengan radioaktif, antigenik (misalnya, digoksigenin, atau DIG,
yang dapat divisualisasi dengan menggunakan antibodi berlabel yang spesifik
terhadapnya), biotin, atau label fluoresen. Gambar 4 merupakan gambaran skema prinsip
hibridisasi in situ Fluoresen untuk mencari lokasi gen dalam nukleus.
Gambar 4. Skema Prinsip Hibridisasi in situ Fluoresen Untuk Mencari Lokasi Gen
dalam nucleus
2. Perangkat Elektroforesis
Molekul DNA bermuatan negatif, sehingga jika molekul DNA ditempatkan pada medan
listrik, maka akan berpindah dari kutub negatif menuju kutub positif. Prinsip elektroforesis
adalah perpindahan partikel-partikel yang bermuatan karena medan listrik. Perangkat
elektroforesis terdiri dari: power supply, mesin elktroforesis, cetakan gel dan sisir. Saat ini
dikenal ada dua jenis perangkat elektroforesis, yang dikenal dengan nama elektroforesis
horizontal dan elektroforesis vertikal. Elektroforesis horizontal biasanya dilaksanakan
dengan menggunakan gel agarosa, sedangkan elektroforesis vertikal dilaksanakan dengan
menggunakan gel akrilamid.
3. Biosafety cabinet
Komponen utama biosafety cabinet HEPA (High Efficiency Particulate Air) dan ULFA
(Ultra Low Penetration Air), merupakan jantung dari Biosafety Cabinet terbuat dari filter
tipe kering berbentuk mikrofiber borosilikat lembaran tipis seperti kertas. Fungsinya
menyaring debu, asap, bakteri, jelaga, serbuk sari dan partikel radioaktif).
4. Mesin PCR (PCR Thermal Cycler)
Mesin PCR merupakan suatu alat yang dipergunakan untuk mengamplifikasi atau
menggandakan untaian basa-basa DNA yang dibatasi oleh pasangan primer pengapitnya
melalui pengaturan suhu dan penggunaan enzim tahan panas tinggi. Dalam proses
amplifikasi tersebut, mesin PCR akan bekerja secara otomatis sesuai permintaan
pengaturan suhu untuk tahap denaturasi, annealing maupun ektensi/ elongasi serta berapa
siklus yang diperlukan sampai dengan proses PCR selesai.
5. Pipet mikro
Pipet dimaksudkan alat untuk mengambil larutan dari suatu tempat ke tempat lain dalam
jumlah tertentu secara akurat. Alat ini diperlukan dalam teknik PCR untuk mengambil
larutan atau suspensi dengan ketepatan yang sangat tinggi dan volume yang relatif kecil (
dalam µL).
6. Tabung (tubes)
Tabung mikro (micro tubes) dipergunakan dalam berbagai proses di laboratorium
molekuler termasuk proses PCR dalam berbagai volume. Dikenal berbagai macam ukuran
tabung, mulai ukuran kecil sampai besar, di antaranya ukuran 0,5 mL; 1,5 mL; 2,0 mL.
(Maftuchah, 2014).
7. Shaker
Berbagai aktivitas kultur mikroba dan kultur sel dalam media cair seringkali dilakukan
kegiatan penggoyangan media. Shaker merupakan peralatan yang berfungsi untuk
membantu penggoyangan media kultur mikroba yang sudah diinokulasi dalam waktu dan
kecepatan Penggoyangan berfungsi untuk menjaga homogenitas selama kegiatan kultur
tersebut sehingga diperoleh pertumbuhan optimal dari kultur mikroba tertentu untuk
menghasilkan metabolit yang diharapkan, misalnya untuk produksi enzim, antimikroba,
vitamin dan lain-lain.
8. Inkubator
Inkubator merupakan suatu peralatan yang digunakan untuk proses inkubasi sesuai dengan
temperatur yang diinginkan dalam proses inkubasi tersebut. Proses inkubasi sering
diperlukan dalam proses ekstraksi/ isolasi DNA, plasmid, enzim restriksi, analisis
Southern blot, perrtumbuhan mikroba dan-lain-lain. Apabila dalam proses inkubasi
tersebut harus disertai dengan penggoyangan media kultur mikroba, maka aktivitas dapat
dilakukan dengan peralatan yang disebut shaker inkubator.
9. Vortex
Vortex adalah suatu alat yang dipergunakan untuk membantu pencampuran larutan dalam
proses ekstraksi DNA, sehingga segala bahan padat dapat tercampur dengan pelarutnya
secara sempurna.
10. UV Crosslinker
UV crosslinker dipergunakan untuk memindahkan atau memfiksasi potongan DNA dari
gel ke membran. Peralatan ini digunakan pada proses analisis Shouthern blot maupun
Western blot.
11. Gel documentation dengan UV Transiluminator
Gel documentation (Geldoc) dengan UV Transiluminator dipergunakan untuk membantu
mendeteksi pita-pita DNA hasil separasi (running) elektroforesis, sehingga pita DNA yang
teramati dengan sinar UV dapat langsung direkam melalui koneksi langsung dengan
komputer.
12. Waterbath
Waterbath adalah suatu alat yang digunakan untuk memanaskan larutan yang ditempatkan
dalam alat gelas atau tabung reaksi. Masing-masing tipe waterbath memiliki kisaran suhu
pemanasan tertentu.
14. Autoclavae
Autoclave di laboratorium molekuler dipergunakan untuk sterilisasi alat gelas, mikrotip,
mikrotube, air, larutan pereaksi dan sebagainya. Prinsip sterilisasi dengan autoclave adalah
menggunakan uap panas bertekanan tinggi. Biasanya sterilisasi dengan menggunakan
peralatan ini dilakukan pada suhu 120oC selama 15-20 menit. Kapasitas volume autoclave
sangat beragam. Sumber panas untuk autoclave dapat berasal dari listrik dan ada pula yang
berasala dari sumber lain seperti LPG.