Anda di halaman 1dari 10

INDIVIDUAL ASSIGNMENT

SGBM
1nd Year / 1st Semester / 2022 / FMUI 2022
Name : Yoesoef Bachtiar Gusman Rahmadi
NPM : 2206047401

LTM SGBM QBD 3 SUB SOAL 3

a. Bagaimana Cara Mendeteksi Adanya Mutasi


Mekanisme pendekteksian mutasi pada manusia tergantung dengan jenis
mutasi yang terjadi. Metode yang digunakan untuk mendeteksi mutasi ada
dua kelompok yaitu sitogenik dan molecular. Analisis sitogenetik berfokus
pada pendeteksian kelainan/mutasi kromosom pada skala besar. Namun, di
sisi lain, analisis molecular lebih berfokus pada kelainan pada tingkat DNA. 1
a. Sitogenetik
i. Conventional Karyotyping
Karyotyping adalah metode test yang digunakan untuk memeriksa
kromosom dalam suatu sampel sel. Persiapan karyotyping dimulai
dengan penghentian mitosis sel pada tahap metaphase
menggunakan microtubule polymerization inhibitor. Setelah itu sel
diberi warna giemsa (G-Banding) dan kromsom di klasifikasikan
berdasarkan posisi sentromer dan pola banding. 1

ii. Fluorescence in situ hybridization (FISH)


FISH merupakan teknik yang digunakan untuk mencari dan
mendeteksi sekuens DNA yang spesifik pada suatu kromosom.
Setelah kromosom diletakkan di atas preparate, kromosom
diberikan sebuah “probe” yaitu suatu urutan DNA yang diberikan
suatu pewarna fluoresen. Probe ini lalu akan berikatan pada
sekuens DNA yang spesifik lalu posisi dan letak sekuens tersebut

1
akan terlihat pada mikroskop tertentu. Mekanisme ini digunakan
untuk mendeteksi trisomy dan sindrom microdeletion dengan
cepat.1

Gambar 1.1 Mekanisme FISH dan hasilnya di mikroskop


(https://www.genome.gov/genetics-glossary/Fluorescence-In-
Situ-Hybridization#:~:text=Fluorescence%20in%20situ
%20hybridization%20(abbreviated,DNA%20sequence%20on
%20a%20chromosome.)

iii. Comparative Genomic Hybridization (CGH)


Mirip dengan FISH namun menggunakan dua probe, satu di DNA
yang akan di test dan satu lagi di DNA normal. DNA tumor diberi
label dengan fluoresesns hijau dan DNA normal diberi label
fluoresens merah kemudian dicampur. Rasio fluorensi hijau ke
merah digunakan untuk melihat apakah adanya kekurangan atau
tambahan materi baru pada DNA tumor di lokus spesifik.
Kekurangan atau penambahan materi baru ini dapat dikalkulasi
oleh computer.1

2
b. Molecular
Di pendeteksian mutasi pada tingkat molecular ada kelompok metode
untuk mutasi yang sudah diketahui (Known Mutations) dan untuk yang
belum diketahui (Unknown Mutations).1
i. Known Mutations
1. PCR (Polymerase Chain Reaction)
PCR merupakan teknik yang digunakan untuk
menghasilkan jutaan copy dari sebuah daerah DNA
tertentu. Misalnya, PCR digunakan untuk amplifikasi gen
yang terkait dengan kelainan genetik dari DNA pasien
(atau dari DNA janin, dalam kasus pengujian prenatal). 2

Langkah dalam PCR meliputi 3 langkah dan menggunakan


Taq Polymerase (DNA polymerase yang tahan panas),
PCR primers (primer untuk memulai replikasi dna).
2
Tahapannya adalah sebagai berikut:

Denaturasi (96°C): Denaturasi DNA sehingga tersisa


single-stranded yang digunakan sebagai template.
Annealing (55-65°C): Suhu diturunkan agar primer
dapat berikatan dengan template DNA
Extension (72°C): Suhu ditingkatkan agar Taq
Polymerase dapat memanjangkan DNA dan memulai
replikasi.

Proses ini dilakukan berkali kali sehingga menghasilkan


cetakan DNA yang banyak.

2. DNA Microarray

3
Merupakan teknik untuk menentukan gen mana yang
secara aktif ditranskripsi dalam sel di bawah berbagai
kondisi.1
3. DNA Sequencing
Merupakan metode untuk menganalisis DNA pada tingkat
nukleotidanya. Digunakan untuk mendeteksi abnormalitas
urutan gen. Biasanya menggunakan metode Sanger. 1
4. Multiplex ligation-dependent probe amplification
(MLPA)
MLPA biasanya digunakan untuk skrining delesi dan
duplikasi pada DNA atau RNA. Untuk mekanismenya,
pada awal awal probe dihibridasikan dengan DNA dalam
larutan. Probe ini terdiri dari dua bagian. Sepasang probe
ini akan hibridasi pada taget sekuensnya secara
berdekatan sehingga dapat bergabung menggunakan
enzim ligase. Probe yang berdekatan lalu dapat di
amplifikasi melalui PCR. 1

ii. Unknown Mutations


1. Single Strand Conformational Polymorphism
(SSCP)
SSCP merupakan metode skrining mutasi yang tidak
diketahui paling sederhana. Mutasi yang dideteksi berupa
substitusi basa, delesi, atau insersi. Secara prinsip, DNA
dengan perubahan variasi dapat mengakibatkan
perubahan konformasi DNA pada saat gel electrophoresis.
Dengan membandingkannya dengan konformasi DNA wild
type dapat terlihat perbedaan pada kecepatan migrasi
untai DNA.1
2. Denaturing Gradient Gel Electrophoresis
DGGE didasari berdasarkan sifat perbedaan perilaku

4
pelelehan fragmen DNA kecil (200-700 bp). Ternyata,
satu subtitusi basa tunggal pun dapat menyebabkan
perbedaan tersebut. Teknik dilakukan dengan cara
membandingkan pelelehan fragmen DNA yang diselidiki
dengan DNA wild type.1

3. Analisis Heteroduplex
Heteroduplikat dibuat dengan mendenaturasi dan
mengubah sifat molekul DNA tipe liar dan mutan.
Homoduplikat dan heteroduplikat menunjukkan mobilitas
elektroforetik yang berbeda melalui gel poliakrilamid
nondenaturasi.1

4. Restriction fragment length polymorphism (RFLP)


Mutasi titik dapat terjadi pada situs restriksi DNA sehingga
menyebabkan perubahan pemotongan oleh endonuclease
restriksi sehingga menghasilkan fragmen fragmen dengan
ukuran berbeda dengan biasanya.1

b. Bagaimana cara atau prinsip diagnostic molekuler pada penyakit


menurun?
a. Diagnostik Molekuler
i. Tes untuk Mengidentifikasi Carrier
Sebagian besar kasus anak-anak dengan kelainan resesif
memiliki orang tua tanpa fenotipe yang terlihat. Dengan
mengingat hal itu, penting untuk mendiagnosis apakah orang
tua itu heterozigot atau homozigot resesif secara akurat. 3
Dalam teknologi saat ini kita dapat memprediksi genotipe orang
tua dengan menggunakan darah atau sel dari bagian dalam pipi.

5
Banyak alel resesif dapat dideteksi, termasuk untuk Tay Sachs
dan cystic fibrosis.

ii. Fetal Testing


1. Amniocentesis
Mengambil sel fetus yang berada di fluid amniotic. Dari
situ dapat dilakukan analisis DNA dan kromosom untuk
melihat apakah adanya kelainan genetic hereditas.
Caranya dengan memasuki jarum ke dalam uterus dan
mengambil sekitar 10 mL fluid amniotic (dilakukan
minggu 15 atau 16 kehamilan).3
2. Chorionic Villus Sampling
Pengambilan sampel sel chorionic villi dari plasenta
melalui servix. Dapat dilakukan minggu ke 10 kehamilan. 3

b. Prinsip
i. Diagnosis
Diagnosis harus bersifat etiological atau causal serta diagnosis
harus ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.4
ii. Recurrance Risk
Pembuatan pedigree chart untuk menganalisis recurrence risk
untuk keturunan dengan kelainan hereditas. 4
iii. Genetic Counseling
Predictive: untuk memprediksikan kesehatan pasien dan
kemungkinan yang akan muncul di masa depan
Diagnostic: memastikan diagnosis
Reproductive: keinginan untuk mempunyai anak, tetapi memiliki
riwayat atau kemungkinan masalah genetik. Bisa juga pada ibu
yang hamil tua.4
iv. Decision Making

6
Pemberian autonomi kepada pasien untuk menentukan Langkah
selanjutnya setelah diberikan semua informasi. 4

c. Apa yang dimaksud dengan “attenuated”, “inactivated”, “subunit”,


“RNA” vaccine?
Imunisasi adalah setiap proses klinis yang dapat menciptakan immunity pada
individu terhadap infeksi eksternal tertentu. Immunity dapat diperoleh dengan
berbagai cara, baik secara alami maupun buatan. Immunity alami dapat
dicapai melalui immunity aktif (mengembangkan immunity setelah infeksi)
atau immunity pasif (melalui plasenta, menyusui, dll.). Dalam immunity yang
diperoleh secara artifisial, ada juga immunity aktif dan pasif. Immunity aktif
artifisial berkembang ketika seseorang bereaksi terhadap antigen buatan dan
immunity pasif adalah transfer substansi immunitke individu lain secara
artifisial.5

Immunity buatan aktif dapat diperoleh melalui vaksinasi. Prinsip dasar vaksin
adalah untuk merangsang system imun dan mempersiapkannya untuk
paparan patogen di masa depan (mengembangkan kekebalan). Jika patogen
masuk ke dalam tubuh, respons imun sekunder tubuh akan lebih segera, kuat,
dan berkelanjutan.6

Persiapan vaksin didasarkan pada salah satu dari empat persiapan antigen
berikut:
a. Inactivated Vaccines
Vaksin inaktif menggunakan virus/bakteri yang mati atau tidak aktif
sebagai imunogen untuk merangsang respons imun.

Vaksin inaktif ini disiapkan dengan di culture terlebih dahulu jenis


patogen yang diinginkan dan kemudian memberikannya formalin,
radiasi, panas, atau agen lain yang tidak mengubah struktur antigenik
tetapi dapat melumpuhkan patogen. 5,6

7
Karena inactivated vaccine ini terdiri dari patogen yang "mati", patogen
itu sendiri tidak dapat berkembang biak dan bereplikasi sehingga vaksin
ini seringkali membutuhkan dosis yang lebih besar dan booster yang
lebih banyak agar bekerja dengan efektif. Contoh vaksin ini antara lain
polio, hepatitis A, dan vaksin rabies.5,6

b. Attenuated Vaccines
Vaksin attenuated terdiri dari patogen dengan efek virulensi yang lebih
rendah atau ditiadakan. Hal ini biasanya dicapai dengan memodifikasi
kondisi pertumbuhan patogen (contohnya dibuat agar pertumbuhan
patogen hanya pada suhu dingin) atau memanipulasi gennya untuk
menonaktifkan faktor virulensi. Contohnya termasuk vaksin untuk
rtuberkuolosis, campak, polio, dan rubella. 5,6

Ada beberapa kerugian dan keuntungan menggunakan attenuated


vaksin. Keuntungannya meliputi:5,6
i. Mikroorganisme dapat berkembang biak dan kemungkinan
menghasilkan infeksi (bukan penyakit)
ii. Mereka dapat memicu perlindungan yang lebih tahan lama
iii. Memerlukan dosis yang lebih sedikit

Kerugiannya meliputi:5,6
i. Membutuhkan fasilitas penyimpanan khusus
ii. Kemungkinan dapat menularkan ke orang lain (kelompok rentan)
iii. Mungkin dapat bermutasi kembali ke strain virus yang menular. (FF)

c. Vaksin Subunit
Vaksin subunit merupakan vaksin yang hanya menggunakan faktor
antigen yang diisolasikan. Antigen ini yang kemudian akan merangsang
system imun tubuh untuk menghasilkan kekebalan terhadap patogen

8
aslinya. Contoh antigen bisa berupa protein di permukaan bakteri atau
protein yang menempel pada virus (kapsid). 5,6

Vaksin subunit dapat diproduksi dengan terlebih dahulu


mengidentifikasi subunit (misal protein) yang sesuai yang dapat
menghasilkan antibodi pelindung. Setelah diidentifikasi, gen yang
mengkode protein dapat diisolasi, dikloning, dan diekspresikan oleh
bakteri dalam jumlah banyak lalu diberikan dalam bentuk vaksin.
Contoh vaksin subunit adalah hepatitis B.5,6
d.

e. Genetic Recombinant Vaccines


Vaksin rekayasa genetika bekerja dengan cara memasukkan gen
spesifik pengkode protein yang menimbulkan kekebalan dalam tubuh.
Ketika gen berada di dalam sel, proses sintesis protein akan mulai dan
menghasilkan antigen yang kemudian dipresentasikan di permukaan
sel.5

Gen dapat berupa DNA atau RNA. Dalam vaksin RNA, metodenya
menyerupai virus RNA yang tidak menular di mana gen digabungkan
dengan urutan yang mempromosikan ekspresi dalam sel. Baru-baru ini,
vaksin covid 19 Pfizer yang dikembangkan menggunakan metode ini. 6,7

References

9
1. Mahdieh, Nejat, and Rabbani, Bahareh. An overview of mutation detection
methods in genetic disorders. Iranian Journal of Pediatrics. 2013
Aug;23(4):375-88,
2. Polymerase Chain Reaction (PCR) [Internet]. California: Khan Academy; no
date [cited 2023 Feb 25]. Available from:
https://www.khanacademy.org/science/ap-biology/gene-expression-and-
regulation/biotechnology/a/polymerase-chain-reaction-pcr
3. Urry LA, Cain ML, Wasserman SA, Minorsky PV, Orr RB. Campbell biology.
12th ed. New York: Pearson; 2021 Jul 21. [cited 2023 Feb 25].
4. Sjarif D. Genetic counseling [unpublished lecture notes]. Sel Genetika dan
Biologi Molekuler. Depok: Universitas Indonesia; lecture given 2023 Feb 13
5. Murray PR, Rosenthal KS, Pfaller MA. Medical microbiology. 9th ed.
Philadelphia: Elsevier; 2021.
6. Talaro K, Chess B. Foundations in microbiology. 10th ed. New York: McGraw-
Hill Education; 2018.
7. Fang, Enyue, et al. Advances in COVID-19 MRNA vaccine development. Signal
Transduction and Targeted Therapy. 2022 Mar 3; 7:94.

10

Anda mungkin juga menyukai