OLEH KELOMPOK 2
JURUSAN BIOLOGI
2020
PEMBAHASAN
Prinsip dasar dari teknik rekombinan DNA yakni adanya DNA yang berperan
sebagai pembawa atau vector ( missal : plasmid, fagmid, yeast artificial
chromosome/YAC ) dan fragmen DNA yang akan disisipkan. DNA target dan vektor
dipotong dengan enzim retriksi endonuklease kemudian digabungkan kembali dengan
enzim ligase. DNA rekombinan kemudian dimasukkan dalam sel bakteri supaya dapat
menghasilkan protein target yang diinginkan.
Penemuan awal dari teknik PCR didasarkan pada tiga waterbaths yang
mempunyai temperatur yang berbeda. Thermal-cycler pertama kali dipublikasikan
pada tahun 1986, akan tetapi DNA polymerase awal yang digunakan masih belum
thermostable, dan harus ditambahkan disetiap siklusnya. Kelemahan lain temperature
37°C yang digunakan bias dan menyebabkan non-specific priming, sehingga
menghasilkan produk yang tidak dikehendaki. Taq DNA polymerase yang diisolasi
dari bakteri Thermus aquaticus (Taq) dikembangkan pada tahun 1988. Ensim ini
tahan sampai temperature mendidih 100°C, dan aktifitas maksimal pada temperatur
92-95°C.
2) Primer Annealing
b. Komponen PCR
1) Template DNA
Ukuran target amplifikasi biasanya kurang dari 1000 pasangan
basa (bp) atau 1KB, Hasil amplifikasi yang efisien antara 100-400bp.
Walaupun kemungkinan hasil amplifikasi lebih dari 1 kB tetapi
prosesnya kurang efisien, karena produk yang panjang rentan terhadap
inhibitor yang mempengaruhi kerja ensim DNA polymerase dan waktu
yang diperlukan lebih lama. Hal ini dapat menyebabkan hasil
amplifikasi yang tidak diinginkan.
2) Primers
Primer disusun dari sintesis oligonukleotida sepanjang 15-32bp
dan primer ini harus mampu mengenali urutan yang akan
diamplifikasi. Untuk standar amplifikasi sepasang primer akan
mempunyai kisaran pasangan basa sekitar 20 basa panjangnya pada
tiap primernya. Kandungan GC harus antara 45-60%. Annealing
temperatur antara primer yang digunakan harus berkisar antara 1°C.
Ujung 3’ dari setiap primer harus G atau C, akan tetapi hindari susunan
nukleotida G/C berturut-turut tiga pada ujung ini, misal CCG, GCG,
GGC, GGG, CCC, GCC. Pada penentuan atau penyusunan sepasang
primer, penting diperhatikan urutan primer tidak saling komplementer
sehingga membentuk dimer-primers, berikatan satu sama lain, atau
membentuk hairpins. Hal lainnya hindari menyusun primer pada
daerah DNA repetitif.
3) DNA polymerase
Enzim ini bersifat thermostabil dan diisolasi dari Thermus
aquaticus. Aktivitas polimerisasi DNAnya dari ujung-5’ ke ujung-3’
dan aktivitas enzimatik ini mempunyai waktu paruh sekitar 40 menit
pada 95ºC. Biasanya untuk setiap 100μl volume reaksi ditambahkan
2.0-2.5 unit.
4) PCR buffer dan konsentrasi Mg2+
Buffer standar untuk PCR tersusun atas 50mM KCl, 10mM
Tris-Cl (pH8.3) dan 1.5mM MgCl2. Buffer standard ini akan bekerja
dengan baik untuk DNA template dan primer dengan kondisi tertentu,
tetapi mungkin tidak optimum dengan kombinasi yang lain. Produk
PCR buffer ini terkadang dijual dalam bentuk tanpa atau dengan
MgCl2.
Konsentrasi ion magnesium dalam PCR buffer merupakan
faktor yang sangat kritikal, karena kemungkinan dapat mempengaruhi
proses annealing primer, temperatur dissosiasi untai DNA template,
dan produk PCR. Hal ini disebabkan konsentrasi optimal ion Mg2+ itu
sangat rendah. Hal ini penting untuk preparasi DNA template yang
tidak mengandung konsentrasi chelating agent yang tinggi, seperti
EDTA atau phosphat. Ion Mg2+ yang bebas bila terlalu rendah atau
tidak ada, maka biasanya tidak menghasilkan produk akhir PCR,
sedang bila terlalu banyak ion Mg2+yang bebas akan menghasilkan
produk PCR yang tidak diinginkan.
5) Nucleotides (dNTPs)
Konsentrasi yang biasanya digunakan untuk setiap dNTP
adalah 200 μM. Pada konsentrasi ini penting untuk mengatur
konsentrasi ke-empat dNTP pada titik estimasi Km untuk setiap dNTP.
50mM, harus selalu diatur pH7.0. Konsentrasi yang tinggi akan
menimbulkan ketidakseimbangan dengan enzim polymerase. Sedang
pada konsentrasi rendah akan memberikan ketepatan dan spesifitas
yang tinggi tanpa mereduksi hasil akhir. Total konsentrasi dNTP dan
ion saling terkait dan tidak akan merubah secara bebas.
6) PCR Thermal Cycler
PCR thermal cycler pertama kali dikembangkan oleh
perusahaan PerkinElmer sebagai pemegang paten asli. Pada saat ini
telah diproduksi berbagai macam tipe alat PCR thermal cycler ini dari
berbagai perusahaan yang bergerak dalam bioteknologi. Walaupun
nama masing-masing alat itu berbeda tetapi prinsip kerjanya sama.
2. Elektroforesis
(D) (E)
(F)
(G)
Gambar. Tahapan Elektroforesis. A) Pemasangan sisir pada cetakan gel
agarosa B) Menuangkan larutan agarosa yang cair setelah pemanasan C) setelah
permukaan gel padat, sisir diangkat D) setelah ditambahkan dengan larutan TBE,
masukkan DNA sampel pada setiap sumuran E) menghidupkan mesin elektroforesis
dengan waktu, set voltase dan arah migrasi yang telah ditetapkan F) hasil dari
elektroforesis G) hasil elektroforesis setelah diamati dengan UV illuminator (Sumber:
Hartwell, et. al., 2011)
3. Hibridisasi
a. Hibridisasi Southern
Hibridisasi Southern adalah proses perpasangan antara DNA yang menjadi
sasaran dan DNA pelacak. Hibridisasi southern biasa digunakan untuk melacak
adanya DNA yang sesuai dengan pelacak, misalnya untuk mengetahui integrasi
transgen di dalam organisme transgenik.
b. Hibridisasi Nothern
Northern Blot atau RNA Blot dikenalkan pertama kali pada tahun 1977,
dua tahun setelah teknik Southern Blot. Sebenarnya secara umum teknik ini mirip
dengan Suothern Blot (lihat postingan Mengenal Southern Blot). Yang
membedakan adalah sampel yang digunakan, yaitu RNA. Dan yang perlu diingat
adalah pada umumnya RNA lebih mudah terdegradasi, sehingga sebisa mungkin
tangan kita tidak bersentuhan langsung dengan sampel RNA. Maka dari itulah,
saat bekerja Northern Blot diharuskan memakai kaos tangan, bahkan masker.
Teknik ini digunakan untuk melihat ekspresi (transkripsi) suatu mRNA (gen) pada
organ atau jaringan tertentu, seperti daun, bunga, biji, batang, dan lain sebagainya.
4. Sekuensing
Sekuensing adalah teknik untuk menentukan urutan basa nukleotida dari
urutan suatu DNA seperti adenin, timin, guanosin, dan sitosin. Teknologi
sekuensing DNA mengalami perkembangan sejak dua dekade lalu hingga saat ini.
Pada awal 1970-an seseorang membutuhkan waktu sekitar satu tahun hanya untuk
menyelesaikan 100 urutan basa DNA. Sebuah perjuangan panjang untuk
mensekuensing urutan DNA pada saat itu.
Selanjutnya pada tahun 1976 ditemukan teknik sekuensing DNA yang
dikembangkan oleh Allan Maxam dan Walter Gilbert di Amerika Serikat. Dengan
metode yang ditemukan Maxam-Gilbert ini memungkinkan seseorang dapat
mensekuensing ribuan urutan pasangan basa DNA dalam waktu setahun.
Beberapa tahun kemudian teknik sequencing DNA yang baru kembali
diperkenalkan oleh Sanger. Penghargaan terhadap usaha keras keduanya
dianugerahi dengan hadiah nobel. Penemuan teknik sekuensing DNA yang lebih
cepat pada pertengahan 1970-an menjadi landasan terjadinya ledakan jumlah
sekuens DNA yang berhasil diungkapkan pada 1980-an dan 1990-an (Shendure &
Ji, 2008).
Sekuensing DNA memungkinkan para ilmuwan untuk menentukan urutan
genom. Proyek genom manusia adalah contoh terbesar dari sekuensing DNA.
Ketika genom manusia disekuensing kembali pada tahun 2001, banyak
kontradiksi yang bermunculan tapi saat ini kita bisa melihat dampaknya terhadap
penelitian medis dan farmasi. Para ilmuwan sekarang dapat mengidentifikasi gen
yang bertanggung jawab untuk menyebabkan penyakit genetik seperti penyakit
Alzheimer, distrofi myotonic dan banyak penyakit lainnya yang disebabkan oleh
ketidakmampuan gen untuk berfungsi dengan baik. Banyak jenis penyakit yang
diperoleh seperti kanker juga dapat dideteksi dengan mengamati gen tertentu.
Adapun Manfaat dalam sequencing DNA adalah sebagai berikut menurut
Tautz et al., (2003) antara lain:
a) Bidang Forensik
Sekuensing DNA telah diterapkan dalam ilmu forensik untuk
mengidentifikasi individu tertentu karena setiap individu memiliki
urutan yang unik pada DNA nya. Hal ini terutama digunakan untuk
mengidentifikasi pelaku criminal dengan mencari beberapa bukti yang
tertinggal pada TKP berupa sampel rambut, kuku, kulit atau darah.
Sekuensing DNA juga digunakan untuk menentukan orang tua dari
seorang anak. Demikian pula, juga mengidentifikasi spesies langka dan
dilindungi. Melalui sequencing DNA juga dapat diketahui identitas
dari korban bencana maupun kecelakaan.
b) Bidang Kedokteran
Dalam penelitian medis, sekuensing DNA dapat digunakan
untuk mendeteksi gen yang terkait dengan beberapa faktor keturunan
atau penyakit yang diperoleh. Para ilmuwan menggunakan teknik yang
berbeda dari rekayasa genetika seperti terapi gen untuk
mengidentifikasi gen yang cacat dan menggantinya dengan yang sehat.
c) Bidang Pertanian
Sekuensing DNA telah memainkan peran penting di bidang
pertanian. Pemetaan dan sekuensing seluruh genom mikroorganisme
telah memungkinkan agriculturist memanfaatkan mereka dalam
pengendalian hama/ penyakit tanaman secara hayati. Pada contoh lain,
gen spesifik dari beberapa tanaman pangan digunakan untuk
meningkatkan hasil produktivitas dan nilai nutrisi tanaman pangan.
Demikian pula, telah berguna dalam produksi ternak dengan
peningkatan kualitas daging dan susu.
d) Bidang Taksonomi
Salah satu kegiatan dibidang taksonomi adalah
mengklasifikasikan makhluk hidup kedalam kelompok-kelompok
tertentu sehingga dari pengelompokkan tersebut memudahkan kita
untuk mempelajari keanekaragaman makhluk hidup di alam.
Pengelompokan makhluk hidup dapat digunakan berbagai pendekatan.
Dunia ilmu pengetahuan saat ini mengenal tiga aliran dalam
mengklasifikasikan mahkluk hidup yaitu aliran fenetik, kladistik, dan
phyologenetik evolusioner.
5. Antibodi monoklonal
Struktur antibodi
Antibodi monoclonal dibuat dengan cara penggabungan atau fusi dua jenis sel
yaitu sel limfosit B yang memproduksi antibody dengan sel kanker (sel mieloma)
yang dapat hidup dan membelah terus-menerus. Hasil fusi antara sel limfosit B
dengan sel kanker secara in vitro ini disebut dengan hibridoma. Apabila sel hibridoma
dibiakkan dalam kultur sel, sel yang secara genetic mempunyai sifat yang identic akan
memproduksi antibodi sesuai dengan antibodi yang diproduksi dengan sel aslinya
yaitu sel limfosit B. Hal yang penting untuk diperhatikan adalah proses pemilihan sel
klon yang identic yang dapat mensekresi antibodi yang spesifik. Karena antibodi
yang diproduksi berasal sel hibridoma tunggal (mono-klon). maka antibodi yang
diproduksi disebut dengan antibodi monoklonal.
1) Imunisasi mencit
Maksum, R. 2010. Imunologi dan Virologi Edisi Revisi. Jakarta : PT ISFI Penerbitan
Sawant SV, Singh PK, Gupta SK, Madnala R and Tuli R. 1999. Conserved nucleotide
sequences in highly expressed genes in plants. Journal of Genetics. Vol. 78 (2). 123-
13.
Campbell, Reece dan Mitchel. 2002. Biologi Terjemahan edisi kelima jilid 1. Jakarta.
Erlangga
Nejad AM, Narimani Z, Hosseinkhan N. 2013. Next Generation Sequencing and Sequence
Assembly. New York: Springer