Anda di halaman 1dari 8

A.

Pengertian PCR
Reaksi Polimerase Berantai atau dikenal sebagai Polymerase
Chain Reaction (PCR), merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk
melipat gandakan suatu sekuens nukleotida tertentu secara in vitro.
Metode ini dikembangkan pertama kali oleh Kary B. Mulis pada tahun
1985. Metode ini sekarang telah banyak digunakan untuk berbagai macam
manipulasi dan analisis genetik.Pada awal perkembanganya metode ini
hanya digunakan untuk melipatgandakan molekul DNA, tetapi kemudian
dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat digunakan pula untuk
melipatgandakan dan melakukan kuantitas molekul mRN (Yuwono,
2006).
Dengan menggunakan metode PCR dapat meningkatkan jumlah
urutan DNA ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula, sekitar 106-107
kali. Setiap urutan basa nukleotida yang diamplifikasi akan menjadi dua
kali jumlahnya. Pada setiap siklus PCR akan diperoleh 2 n kali banyaknya
DNA target. Kunci utama pengembangan PCR adalah menemukan
bagaimana cara amplifikasi hanya pada urutan DNA target dan
meminimalkan amplifikasi urutan non-target. Metode PCR dapat
dilakukan dengan menggunakan komponen dalam jumlah yang sangat
sedikit, misalnya DNA cetakan yang diperlukan hanya sekitar 5μg,
oligonukliotida yang digunakan hanya sekitar 1 mM dan reaksi ini biasa
dilakukan dalam volume 50-100 μl. DNA cetakan yang digunakan juga
tidak perlu dimurnikan terlebih dahulu sehingga metode PCR dapat
digunakan untuk melipat gandakan suatu sekuens DNA dalam genom
bakteri (Yuwono, 2006).
PCR adalah reaksi polimerase berantai, yaitu reaksi yang
melibatkan enzim polimerase yang dilakukan secara berulang-ulang. Yang
diulang-ulang adalah proses pemisahan untai ganda DNA menjadi untai
tunggal, hibridisasi primer untuk mengawali replikasi DNA dilanjutkan
dengan proses penambahan basa pada cetakan DNA oleh enzim
polimerase, untuk melakukan kegiatan ini dibutuhkan tabung PCR yang
bersifat reponsif dengan perubahan suhu dan mesin thermal cycler, suatu
mesin yang mampu menaikkan dan menurunkan suhu dengan cepat, dan
bahan-bahan untuk membuat reaksi PCR (Campbell, 2000).
PCR merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan (replikasi)
DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Dengan teknik ini,
DNA dapat dihasilkan dalam jumlah besar dengan waktu relatif singkat
sehingga memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan DNA.
Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1983 dan ia memperoleh
hadiah Nobel pada tahun 1994 berkat temuannya tersebut. Penerapan PCR
banyak dilakukan di bidang biokimia dan biologi molekular karena relatif
murah dan hanya memerlukan jumlah sampel yang kecil. PCR
(Polimerase Chain Reaction) atau reaksi berantai polimerase adalah suatu
metode in vitro yang digunakan untuk mensintesis sekuens tertentu DNA
dengan menggunakan dua primer oligonukleotida yang menghibridisasi
pita yang berlawanan dan mengapit dua target DNA. Kesederhanaan dan
tingginya tingkat kesuksesan amplifikasi sekuens DNA yang diperoleh
menyebabkan teknik ini semakin luas penggunaannya. Konsep asli
teknologi PCR mensyaratkan bahwa bagian tertentu sekuen DNA yang
akan dilipatgandakan harus diketahui terlebih dahulu sebelum proses
pelipatgandaan tersebut dapat dilakukan. Sekuen yang diketahui tersebut
penting untuk menyediakan primer, yaitu suatu sekuens oligonukleotida
pendek yang berfungsi mengawali sintesis rantai DNA dalam reaksi
berantai polimerasi (Campbell, 2000).

B. Sejarah Penemuan PCR (Polymerase Chain Reaction)


PCR pertama kali ditemukan oleh Kary Banks Mullis. Kary Banks
Mullis lahir tanggal 28 Desember 1944 di Lenoir, Carolina Utara, Amerika
serikat. Ia dibesarkan kedua orang tuanya, Cecil Banks Mullis dan Bernice
Alberta Barker, dan tinggal di dekat areal peternakan milik kakek dari
pihak ibunya. Gelar sarjana kimianya ia raih dari Georgia Tech.
Sedangkan gelar doktor dalam bidang biokimia diterimanya dari
Universitas Carolina, Berkeley, tahun 1973, setelah berhasil
mempertahankan tesis berjudul ”Schizokinen: Struktur dan Kerja
Sintetik”. Tahun 1979, Mullis bergabung dengan Emeryville Cetus
Corporation di Carolina sebagai peneliti setelah beberapa kali menjalani
magang di fakultas kedokteran Universitas Kansas. Saat bekerja di tempat
inilah Mullis membangun ide mengenai PCR. Uniknya, ide brilian itu
muncul bukan di saat ia berkutat di dalam laboratorium, tetapi muncul di
saat ia sedang berada di dalam mobil Honda Civicnya dalam perjalanan
dari San Fransisco ke Mendocino sekira tahun 1985. ”Pemikiran dan ide-
ide terbaik saya kebanyakan muncul di saat saya sedang mengemudi,”
begitu katanya. Tak sia-sia, pemikiran genius itulah yang kemudian
mengantarkan Mullis menjadi seorang peraih hadiah Nobel bidang kimia
pada 1993 (Zuhriana, 2010).

C. Tahapan-tahapan Polymerase Chain Reaction (PCR)


Proses PCR terdiri dari tiga tahapan, yaitu denaturasi DNA
templat, penempelan (annealing) primer, dan polimerisasi (extension)
rantai DNA. Denaturasi merupakan proses pemisahan utas ganda DNA
menjadi dua utas tunggal DNA yang menjadi cetakan (templat) sebagai
tempat penempelan primer dan tempat kerja DNA polimerase, dengan
pemanasan singkat pada suhu 90-95°C selama beberapa menit. Menurut
Zuhriana (2010), penjelasan ringkas tentang setiap siklus reaksi PCR
adalah sebagai berikut:
1. Denaturasi.
Selama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka
menjadi dua untai tunggal. Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi
yang tinggi menyebabkan putusnya ikatan hidrogen diantara basa-basa
yang komplemen. Pada tahap ini, seluruh reaksi enzim tidak berjalan,
misalnya reaksi polimerisasi pada siklus yang sebelumnya. Denaturasi
biasanya dilakukan antara suhu 90oC – 95oC.
2. Penempelan Primer.
Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju
daerah yang spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Pada
proses annealing ini, ikatan hidrogen akan terbentuk antara primer
dengan urutan komplemen pada templat.
Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 50oC-60oC. Selanjutnya,
DNA polymerase akan berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut
akan menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila
dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya misalnya pada 72oC.
3. Reaksi Polimerisasi (Extension)
Umumnya, reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi
pada suhu 72oC. Primer yang telah menempel tadi akan mengalami
perpanjangan pada sisi 3‟nya dengan penambahan dNTP yang
komplemen dengan templat oleh DNA polimerase. Jika siklus
dilakukan berulang-ulang maka daerah yang dibatasi oleh dua primer
akan di amplifikasi secara eksponensial (disebut amplikon yang berupa
untai ganda), sehingga mencapai jumlah copy yang dapat dirumuskan
dengan (2n)x. Dimana n adalah jumlah siklus dan x adalah jumlah
awal molekul DNA. Jadi, seandainya ada 1 copy DNA sebelum siklus
berlangsung, setelah satu siklus, akan menjadi 2 copy, sesudah 2 siklus
akan menjadi 4, sesudah 3 siklus akan menjadi 8 kopi dan seterusnya.
Sehingga perubahan ini akan berlangsung secara eksponensial. PCR
dengan menggunakan enzim Taq DNA polimerase pada akhir dari
setiap siklus akan menyebabkan penambahan satu nukleotida A pada
ujung 3‟ dari potongan DNA yang dihasilkan. Sehingga nantinya
produk PCR ini dapat di kloning dengan menggunakan vektor yang
ditambahkan nukleotida T pada ujung-ujung 5‟-nya. Proses PCR
dilakukan menggunakan suatu alat yang disebut thermocycler.
Selain ketiga proses tersebut, secara umum menurut Zuhriana
(2010), PCR didahului dan diakhiri oleh tahapan berikut:
a. Pradenaturasi
Dilakukan selama 1-9 menit di awal reaksi untuk memastikan
kesempurnaan denaturasi dan mengaktifasi DNA Polymerase (jenis
hot-start alias baru aktif kalau dipanaskan terlebih dahulu).
b. Final Elongasi
Biasanya dilakukan pada suhu optimum enzim (70-72 oC) selama 5-
15 menit untuk memastikan bahwa setiap utas tunggal yang tersisa
sudah diperpanjang secara sempurna. Proses ini dilakukan setelah
siklus PCR terakhir.
D. Manfaat Polymerase Chain Reaction (PCR)
Menurut Nasir (2002), PCR atau (Polymerase Chain Reaction)
dapat digunakan untuk:
a. Amplifikasi urutan nukleotida.
b. Menentukan kondisi urutan nukleotida suatu DNA yang mengalami
mutasi.
c. Bidang kedokteran forensik.
d. Melacak asal-usul sesorang dengan membandingkan “finger print”.
Saat ini PCR sudah digunakan secara luas untuk berbagai macam
kebutuhan, diantaranya:
1. Isolasi Gen
Kita tahu bahwa DNA makhluk hidup memiliki ukuran
yang sangat besar, DNA manusia saja panjangnya sekitar 3 miliar
basa, dan di dalamnya mengandung ribuan gen. Fungsi utama
DNA adalah sebagai sandi genetik, yaitu sebagai panduan sel
dalam memproduksi protein, DNA ditranskrip menghasilkan RNA,
RNA kemudian diterjemahkan untuk menghasilkan rantai asam
amino alias protein. Dari sekian panjang DNA genome, bagian
yang menyandikan protein inilah yang disebut gen, sisanya tidak
menyandikan protein atau disebut “junk DNA‟, DNA ‘sampah’
yang fungsinya belum diketahui dengan baik. Para ahli seringkali
membutuhkan gen tertentu untuk diisolasi. Sebagai contoh, dulu
kita harus mengekstrak insulin langsung dari pankreas sapi atau
babi, kemudian menjadikannya obat diabetes, proses yang rumit
dan tentu saja mahal serta memiliki efek samping karena insulin
dari sapi atau babi tidak benar-benar sama dengan insulin manusia.
Berkat teknologi rekayasa genetik, kini mereka dapat
mengisolasi gen penghasil insulin dari DNA genome manusia, lalu
menyisipkannya ke sel bakteri (dalam hal ini E. coli) agar bakteri
dapat memproduksi insulin. Hasilnya insulin yang sama persis
dengan yang dihasilkan dalam tubuh manusia, dan sekarang insulin
tinggal diekstrak dari bakteri, lebih cepat, mudah, dan tentunya
lebih murah ketimbang cara konvensional yang harus
„mengorbankan‟ sapi atau babi. Untuk mengisolasi gen,
diperlukan DNA pencari atau dikenal dengan nama ‘probe’ yang
memiliki urutan basa nukleotida sama dengan gen yang kita
inginkan. Probe ini bisa dibuat dengan teknik PCR menggunakan
primer yang sesuai dengan gen tersebut.
2. DNA Sequencing
Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik
DNA Sequencing, metode yang umum digunakan saat ini adalah
metode Sanger (chain termination method) yang sudah
dimodifikasi menggunakan dye-dideoxy terminator, dimana proses
awalnya adalah reaksi PCR dengan pereaksi yang agak berbeda,
yaitu hanya menggunakan satu primer (PCR biasa menggunakan 2
primer) dan adanya tambahan dideoxynucleotide yang dilabel
fluorescent. Karena warna fluorescent untuk setiap basa berbeda,
maka urutan basa suatu DNA yang tidak diketahui bisa ditentukan.
3. Identifikasi Forensik
Seseorang yang terlibat kejahatan (baik pelaku maupun
korban), atau korban kecelakaan/bencana kadang sulit
dilakukan.Jika identifikasi secara fisik sulit atau tidak mungkin lagi
dilakukan, maka pengujian DNA adalah pilihan yang tepat. DNA
dapat diambil dari bagian tubuh manapun, kemudian dilakukan
analisa PCR untuk mengamplifikasi bagian-bagian tertentu DNA
yang disebut fingerprints alias DNA sidik jari, yaitu bagian yang
unik bagi setiap orang. Hasilnya dibandingkan dengan DNA sidik
jari keluarganya yang memiliki pertalian darah, misalnya ibu atau
bapak kandung.Jika memiliki kecocokan yang sangat tinggi maka
bisa dipastikan identitas orang yang dimaksud. Banyak orang yang
juga yang memanfaatkan pengujian ini untuk menelusuri orang tua
“sesungguhnya‟ dari seorang anak jika sang orang tua merasa ragu.
4. Diagnosa Penyakit
Penyakit Influenza A (H1N1) yang sebelumnya disebut flu
babi sedang mewabah saat ini, bahkan satu fase lagi dari fase
pandemi. Penyakit berbahaya seperti ini memerlukan diagnosa
yang cepat dan akurat. PCR merupakan teknik yang sering
digunakan. Teknologi saat ini memungkinkan diagnosa dalam
hitungan jam dengan hasil akurat. Disebut akurat karena PCR
mengamplifikasi daerah tertentu DNA yang merupakan ciri khas
virus Influenza A (H1N1) yang tidak dimiliki oleh virus atau
makhluk lainnya.

Kesimpulan
PCR (polymerase chain reaction) adalah teknologi yang dapat
digunakan untuk mendeteksi DNA dan dapat digunakan untuk amplifikasi
(penggandaan) DNA. Proses amplifikasi DNA ini diikuti dengan proses
enzimatis yaitu kerja dari enzim DNA polymerase. Keunggulan PCR
dikatakan sangat tinggi. Hal ini didasarkan atas spesifitas, efisiensi dan
keakuratannya. Masalah yang berkenaan dengan PCR yaitu biaya PCR yang
masih tergolong tinggi. Adapun tahapan yang dilakukan untuk proses PCR
antara lain :
1. Proses persiapan (mencampur bahan).
2. Proses reaksi di dalam mesin PCR yang terdiri dari: denaturasi, annealing
dan extention.
3. Elektroforesis dan analisis hasil PCR dibawah UV transiluminator.
Hasil amplifikasi DNA dapat dihitung dengan rumus 2n. 2 merupakan
jumlah untaian DNA awal dan n merupakan jumlah siklus yang terjadi
didalam mesin PCR.
Daftar Pustaka

Campbell, N.A., B.R. Jane, G.M. Lawrence, 2000, Biologi Jilid 1 Edisi Kelima.
Jakarta: Penerbit Erlangga.

Nasir, M. 2002. Bioteknologi Molekuler. Bandung: Citra Aditya Bandung.

Yuwono, Tribowo. 2006. Teori dan Aplikasi PCR. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Zuhriana, 2010. Polymerase Chain Reaction (PCR). Gorontalo: Jurusan


Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo.

Anda mungkin juga menyukai