Anda di halaman 1dari 37

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) KONVENSIONAL

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok Mata Kuliah

Biologi Molekuler

Oleh Kelompok 5 (D32A) :

Adi Kurniawan (P17334119001)

Elsa Fatikasari (P17334119014)

Hilda Fatharani (P17334119019)

Liani Saadatus Saniyah (P17334119022)

Puspa Febrina Salsabila (P17334119027)

Sindi Yuni Prasetianingsih (P17334119033)

Wilda Sani Fazri Eliyanti (P17334119042)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG

JURUSAN ANALIS KESEHATAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “
Polymerse Chain Reaction (PCR) Konvensional"

Dalam kesempatan kali ini penulis menyampaikan hormat dan terima kasih
kepada dosen Biologi Sel dan Molekuler atas segala bimbingannya dalam proses
belajar serta kepada orang tua penulis yang telah memberikan semangat,
dukungan dan doa kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.

Adapun penyusunan makalah ini kiranya masih jauh dari kata sempurna. Untuk
itu, penulis menghaturkan permohonan maaf apabila terdapat kesalahan dalam
makalah ini. penulis pun berharap kepada pembaca makalah ini dapat memberikan
kritik dan sarannya kepada kami agar dikemudian hari kami bisa membuat
makalah yang lebih sempurna lagi.

Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih kepada segala pihak yang tidak bisa
disebutkan satu – persatu atas bantuannya dalam penyusunan makalah ini.

Cimahi, 4 Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................ 3
1.4 Manfaat Penulisan ..................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 5

2.1 PCR (Polymerase Chain Reaction) ............................................................ 5


2.2 Penggolongan Metode PCR .......................................................................
2.3 Jenis – jenis Teknik PCR ...........................................................................

BAB III PEMBAHASAN .............................................................................. 7

3.1 Macam – macam PCR................................................................................ 7


3.2 Faktor Yang Mendukung Pertumbuhan Bakteri ........................................ 16
3.3 Alat, Bahan dan Tahapan PCR Konvensional ...........................................
3.4 Kelebihan dan Kekurangan ........................................................................

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN........................................................ 27

4.1 Kesimpulan ................................................................................................ 27


4.2 Saran .................................................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 28

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini berkembang


semakin pesat. Salah satu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
sering diterapkan adalah bioteknologi. Bioteknologi merupakan pemanfaatan
berbagai prinsip ilmiah dan rekayasa terhadap organisme, sistem, atau proses
biologis untuk menghasilkan atau meningkatkan potensi organisme maupun
menghasilkan produk dan jasa bagi kepentingan hidup manusia. Secara umum
bioteknologi dikelompokkan menjadi dua, yaitu bioteknologi tradisional dan
bioteknologi modern. Bioteknologi tradisional merupakan bioteknologi yang
memanfaatkan mikroba, proses biokimia, dan proses genetik yang terjadi secara
alami. Bioteknologi tradisional ini terus mengalami perkembangan hingga
ditemukannya struktur DNA yang diikuti dengan penemuan lainnya. Dengan
ditemukannya struktur DNA dan berkembangnya ilmu pengetahuan tentang DNA,
muncullah istilah bioteknologi modern.

Bioteknologi modern merupakan bioteknologi yang didasarkan pada


manipulasi atau rekayasa DNA. Bioteknologi yang didasarkan pada manipulasi
DNA ini dilakukan dengan memodifikasi gen spesifik dan memindahkannya pada
organisme yang berbeda, seperti bakteri, hewan, dan tumbuhan. Produk dari
bioteknologi modern, misalnya insulin, kloning domba Dolly, antibodi
monoklonal. Dalam aplikasinya, bioteknologi menerapkan berbagai macam
disiplin ilmu. Disiplin ilmu tersebut antara lain: mikrobiologi (tentang mikroba),
biologi sel (tentang sel), genetika (tentang pewarisan sifat makhluk hidup), dan
biokimia (tentang makhluk hidup dilihat dari aspek kimianya). Salah satu pokok
bahasan yang penting untuk di pahami yaitu mengenai Polymerase Chain

1
2

Reaction atau yang lebih dikenal dengan istilah PCR. PCR adalah suatu
metode in vitro untuk menghasilkan sejumlah fragmen DNA spesifik dengan
panjang dan jumlah skuens yang telah ditentukan dari jumlah kecil template
kompleks.

PCR merupakan suatu teknik sangat kuat dan sangat sensitif dan dapat
diaplikasikan dalam berbagai bidang seperti biologi molekuler, genetika populasi,
dan analisis forensik. Mengingat peningnya peranan teknik PCR ini terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan kedepannya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah yang akan
dibahas adalah sebagai berikut.

1. Apa saja Macam-macam dari Polymerse Chain Reaction (PCR)?

2. Apa yang dimaksud dengan PCR konvensional?

3. Apa saja alat dan bahan serta tahapan-tahapan dari PCR konvensional ?

4. Apa kekurangan dan kelebihan dari PCR konvensional?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan dalam makalah


ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui macam – macam dari PCR


2. Untuk mengetahui mengenai PCR konvensional
3. Untuk mengetahui alat dan bahan serta tahapan dari PCR Konvensional
4. Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan dari PCR konvensional
3

1.4 Manfaat Penulisan

Penulisan ini memiliki dua manfaat, yaitu manfaat teoretis dan manfaat
praktis. Kedua manfaat tersebut akan dipaparkan sebagai berikut.

1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat
untuk menambah wawasan pembaca mengenai pentingnya pengetahuan
PCR Konvensional untuk menunjang terciptanya kesehatan tubuh pada
setiap individu.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut.
1) Bagi profesi, hasil penulisan diharapkan dapat meningkatkan
wawasan mengenai PCR konvensional.
2) Bagi praktisi, hasil penulisan diharapkan dapat memberikan
pengetahuan mengenai PCR Konvensional yang sangat penting untuk
kemudian disosialisasikan pada setiap elemen masyarakat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PCR (Polimerase Chain Reaction)

PCR (polimerase chain reaction) salah satu teknik untuk mempelajari


biologi molekuler, merupakan metode enzimatis yang digunakan untuk
melipatgandakan secara eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu dengan
cara in vitro. Metode ini sangat sensitif, sehingga dapat digunakan untuk
melipatgandakan satu molekul DNA.
Konsep asli teknologi PCR mensyaratkan bahwa bagian tertentu sekuen
DNA yang akan dilipatgandakan harus diketahui terlebih dahulu sebelum proses
pelipatgandaan tersebut dapat dilakukan. Sekuen yang diketahui tersebut penting
untuk menyediakan primer, yaitu sekuen oligonukleotida pendek yang berfungsi
mengawali sintesis rantai DNA dalam reaksi berantai polimerase. Pengembangan
lebih lanjut metode PCR memungkinkan dilakukannya pelipatgandaan suatu
fragmen DNA yang belum diketahui sekuennya, misalnya dengan metode
AluPCR (Rosenthal, 1992). Alu adalah suatu sekuen DNA (panjangnya kurang
lebih 300 bp) yang banyak terdapat sepanjang genom manusia (repetitive DNA
sequence). Alu-PCR adalah metode PCR yang memanfaatkan sekuen-sekuen Alu
sebagai dasar untuk membuat primer untuk melipatgandakan suatu fragmen DNA
yang belum diketahui sekuen yang terdepat di antara dua sekuen Alu.
Target PCR yaitu asam nukleat (DNA) untai ganda yang diekstraksi dari
sel dan terdenaturasi menjadi asam nukleat beruntai tunggal. Komponen reaksi
PCR terdiri atas pasangan primer berupa oligonukleotida spesifik untuk target gen
yang dipilih, enzim (umumnya Taq polymerase, enzim thermostable dan
thermoactive yang berasal dari Thermus aquaticus) dan triphosphat
deoxynucleoside (dNTP) digunakan untuk amplifikasi target gen secara

4
5

eksponensial dengan hasil replikasi ganda dari target awal. Reaksi ini
dilakukan dalam suatu mesin pemanas yangdiprogram secara otomatis disebut
thermocycler. Mesin tersebut 11 menyediakan kondisi termal yang diperlukan
untuk proses amplifikasi (Nollet & Toldrá 2011).
Proses yang terjadi dalam mesin PCR meliputi tiga tahap utama yaitu
denaturasi (pemisahan untai ganda DNA), annealing (penempelan primer) dan
ekstensi (pemanjangan primer). Proses yang dimulai dari denaturasi, penempelan
dan ekstensi disebut sebagai satu siklus. Produk PCR dapat langsung
divisualisasikan melalui proses elektroforesis dan digunakan untuk analisis lebih
lanjut (Weissensteiner et al., 2004). Produk PCR dipisahkan dengan elektroforesis
gel yang diwarnai dengan bromida dan divisualisasikan dengan sinar ultraviolet
(Nollet & Toldrá, 2011).

2.2 Penggolongan Metode PCR

Berdasarkan pasangan primer yang digunakan dalam teknik PCR, maka


ada dua macam teknik PCR yaitu (1) metode yang menggunakan sepasang primer
(primer yang ditempatkan di awal dan di akhir unit transkripsi) dimana primer-
primer tersebut sangat spesifik urutannya untuk menyambungkan dirinya dengan
segmen DNA; dan (2) metode yang menggunakan primer tunggal (primer yang
ditempatkan di awal unit transkripsi atau di akhir unit transkripsi) (Triwibowo,
2006).

Metode PCR dengan primer tunggal, meliputi : AP-PCR (Arbitrary Primed


PCR), RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA), serta DAF (DNA
Amplification Fingerprinting) yang meliputi proses amplifikasi dari DNA/VNTRs
dan Retroposon. Persamaan dari ketiga teknik ini adalah adanya urutan acak dari
primer, baik yang bekerja ke arah kanan maupun ke arah kiri dari sejumlah lokus.
Perbedaan dari ketiga teknik tersebut terdapat pada panjang-pendeknya primer,
dimana untuk AP-PCR sekitar 20 basa nukleotida, RAPD sekitar 10 basa
nukleotida dan DAF sekitar 6-8 nukleotida. Hasil visualisasi dari AP-PCR dan
6

RAPD relatif sama, sehingga orang lebih menyukai RAPD karena dengan ukuran
primer yang lebih sedikit (10 basa nukleotida) memberikan hasil yang tidak
berbeda dengan AP-PCR yang memiliki ukuran primer lebih besar (20 basa
nukleotida).

Metode PCR dengan menggunakan sepasang primer, meliputi : STSs


(Sequence-Tagged Sites) dan SCARs (Sequence Characterized Amplified
Regions), DALP (Direct Amplification of Length Polymorphism), SSRs (Simple
Sequence Repeats), IFLP (Intron Fragment Length Polymorphism), ESTs
(Expressed Sequence Tags), RAMP (Random Amplified Microsatellite
Polymorphism) dan REMAP (Retroposon-Microsatellite Amplified
Polymorphism), AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism) dan
modifikasinya, SSCP (Single Strand Conformation Polymorphism).

2.3 Jenis-Jenis Teknik Pcr

1. PCR Konvensional

PCR konvensional adalah PCR di mana tahap perbanyakan materi genetik


dan tahap deteksi produk PCR dilakukan secara berturut-turut, yaitu tahap deteksi
dilakukan bila tahap perbanyakan materi genetik telah selesai. Reaksi PCR
konvensional biasanya menggunakan satu pasang primer oligonukleotida untuk
mengamplifikasi bagian tertentu dari genom agen infeksi serta dilakukan pada
suatu tabung. Primer PCR adalah oligodeoksiribonukleotida pendek, atau
oligomer yang dirancang untuk melengkapi urutan akhir sekuen dari amplikon
target PCR dan digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA. (Dyah Ayu dan
Dharmayanti, 2014).

Tahap deteksi dapat dilakukan dengan beberapa cara (format), salah


satunya menggunakan elektroforesis gel kemudian dilanjutkan dengan hibridisasi
pada membran menggunakan reagen pelacak atau hibridisasi dalam tabung reaksi.
7

Jika yang diekstraksi adalah materi genetik berupa DNA maka DNA dapat
langsung diperbanyak. Namun jika yang diisolasi berupa RNA, maka diperlukan
tahap tambahan untuk mengubah RNA menjadi DNA yaitu tahap transkripsi
balik.

2. Real Time PCR (Q-PCR)

Real Time PCR adalah suatu metode analisa yang dikembangkan dari
reaksi PCR. Real time ini juga dikenal sebagai quantitative real time polymerase
chain reaction atau Q-PCR. Teknik ini dapat digunakan untuk mengamplifikasi
sekaligus menghitung jumlah target molekul DNA hasil amplifikasi tersebut.
Maksud dari kata real time pada metode ini adalah data fuoresensi yang dihasilkan
dari proses amplifikasi dapat diamati secara langsung pada saat proses amplifikasi
masih berjalan dan tanpa harus menunggu seluruh siklus amplifikasi selesai.

Pada analisa PCR konvensional, deteksi keberadaan DNA dilakukan pada


akhir reaksi dan pengamatan masih harus dilakukan dengan elektroforesis.
Dengan analisa Real Time PCR memungkinkan untuk dilakukan pengamatan
pada saat reaksi berlangsung. Pada Real Time PCR pengamatan hasil tidak lagi
membutuhkan tahap elektroforesis, sehingga tidak lagi dibutuhkan gel agarose
dan penggunaan Ethydium Bromide (EtBr) yang merupakan senyawa
karsinogenik. Cara kerja dari Real Time mengikuti prinsip umum reaksi PCR,
utamanya adalah DNA yang telah diamplifikasi dihitung setelah diakumulasikan
dalam reaksi secara real time sesudah setiap siklus amplifikasi selesai. Alur
pemeriksaan Real Time PCR disajikan pada Gambar 8.11
8

Real Time PCR merupakan pengembangan metode PCR yang hasil


amplifikasinya dianalisis selama proses amplifikasi dengan menggunakan
pewarna DNA atau pelacak berfluoresensi. Analisis data dilakukan dalam
instrumen yang sama, tanpa pemindahan sampel, tanpa penambahan sampel dan
tanpa pemisahan dengan elektroforesis. Metode ini dapat digunakan untuk analisis
secara kuantitatif jumlah awal sehingga dapat digunakan pengukuran secara
kuantitatif (Sudjadi, 2008). Terdapat beberapa jenis format deteksi pada metode
Real Time PCR di antaranya:

a. SYBR® GreenI

Dalam real-time PCR, diperlukan pewarna DNA yang berfluoresensi.


Sebagian besar digunakan fluoresen (SYBR® Green dye-based assays) atau
deteksi hydrolysis probe based solution (Taqman® or PerfectProbe). Proses
SYBR Green Fluorescent DNA Binding Dye yaitu SYBR. Senyawa ini berikatan
dengan DNA untai ganda dan menyebabkan fluoresensi, tetapi senyawa ini tidak
berikatan dengan DNA untai tunggal. Intensitas fluoresensi tergantung pada
jumlah DNA untai ganda hasil amplifikasi. Senyawa SYBR® Green I merupakan
pelacak yang berikatan dengan semua jenis DNA untai ganda (tidak spesifik)
tetapi tidak berikatan dangan DNA untai tunggal. Pelacak SYBR® Green I
9

memberikan fluoresensi dengan intensitas yang cukup tinggi (lebih dari 1000 kali
lipat) saat berinterkalasi dengan DNA untai ganda (Pestana dkk., 2010).

Berikut ilustrasi pemeriksaan Real Time PCR dengan pendekatan


mekanisme SYBR® Green I secara sederhana dan lengkap ditunjukkan masing-
masing pada Gambar 8.12 dan 8.13.
10

Sedangkan ilustrasi hasil pemeriksaan Real Time PCR dapat Anda simak pada
Gambar 8.14

b. Hidrolisis pelacak

Metode ini menggunakan aktivitas eksonuklease 5‟-3‟ dari DNA


polymerase. Pelacak membawa molekul reporter fluoresen dan molekul pemadam
yang jika molekul tersebut dalam keadaan utuh tidak akan terjadi fluoresensi. Jika
pelacak menempel pada hasil PCR dan DNA polymerase pada waktu sintesis
DNA menjumpai pelacak yang menempel di depannya, maka aktivitas maka
aktivitas eksonuklease 5‟-3‟ akan menghidrolisis pelacak sehingga reporter
berfluoresensi. Selanjutnya mari kita menyimak Ilustrasi pemeriksaan Real Time
PCR dengan pendekatan mekanisme hidrolisis pelacak yang ditunjukkan pada
Gambar 8.14 A dan 8.14 B, sedangkan ilustrasi hasil pemeriksaan Real Time PCR
ditunjukkan pada Gambar 8.15.
11
12

Setelah mengetahui Metode Real Time PCR, terdapat beberapa perbedaan


metode tersebut dengan metode PCR konvensional atau PCR standar yang akan
disajikan pada Tabel 8. 3 berikut ini :
13

3. Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)

Reverse transcriptase-PCR (RT-PCR) merupakan metode yang digunakan


untuk mengamplifikasi cDNA dari mRNA atau Bisa juga langsung dari
mikroorganisme yang memiliki materi genetik RNA (seperti virus (polio,campak,
rubella, influenza dll). RT-PCR digunakan untuk mendapatkan kembali dan
menyalin utas 5‟ dan 3‟ dari mRNA, menghasilkan kumpulan cDNA yang banyak
dari jumlah mRNA yang sangat sedikit. RTPCR dapat dengan mudah digunakan
untuk mengidentifikasi mutasi, polimorfisme dan mengukur kekuatan ekspresi
gen.

Konsep utama yang digarisbawahi pada teknik ini yaitu mengkonversi


mRNA ke bentuk rantai tunggal untuk cetakan cDNA. Primer
Oligodeoksinukleotida di hibridisasikan sehingga cDNA dapat teramplifikasi.
Tergantung pada tujuan penelitian, primer untuk sintesis cDNA rantai pertama
dapat disusun secara khusus untuk hibridisasi gen target atau dapat mengikat
secara umum semua mRNA.

Teknik RT-PCR memerlukan enzim transrriptase balik (reverse


transcriptase). Enzim transkriptase balik adalah enzim DNA polimerase yang
menggunakan molekul RNA sebagai cetakan untuk mensintesis molekul DNA
(cDNA) yang komplementer dengan molekul RNA tersebut. Beberapa enzim
transkriptase balik yang dapat digunakan antara lain mesofilik viral reverse
transcriptase (RT-ase) yang dikode oleh virus Avian myoblastosis (AMV)
maupun oleh virus Moloney murine leukemia (M-MuLV), dan Tth DNA
polymerase. RT-ase yang dikode oleh AMV maupun M-MuLV mampu
mensintesis cDNA sampai sepanjang 10 kb, sedangkan Tth DNA polimerase
mampu mensintesis cDNA sampai sepanjang 1 – 2 kb.

Berbeda dengan Tth DNA polimerase, enzim RTase AMV dan M-MuLV
mempunyai aktivitas RNase H yang akan menyebabkan terjadinya degradasi RNA
dalam hibrid RNA: cDNA. Aktivitas degradasi semacam ini akan berkurang jika
14

berkompetisi dengan proses sintesis DNA selama proses produksi untai pertama
cDNA. Enzim RTase yang berasal dari M-MuLV mempunyai aktivitas RNase H
yang lebih rendah dibanding dengan yang berasal dari AMV.

Enzim M-MuLV mencapai aktivitas maksimum pada suhu 37°C


sedangkan enzim AMV pada suhu 42°C dan Tth DNA polimerase mencapai
aktivitas maksimum pada suhu 60 - 70°C. Penggunaan enzim M-MuLV kurang
menguntungkan jika RNA yang digunakan sebagai cetakan mempunyai struktur
sekunder yang ekstensif. Di lain pihak, penggunaan Tth DNA polimerase kurang
menguntungkan jika ditinjau dari kebutuhan enzim ini terhadap ion Mn karena ion
Mn dapat mempengaruhi ketepatan (fidelity) sintesis DNA. Meskipun demikian,
enzim Tth DNA polimerase mempunyai keunggulan karena dapat digunakan
untuk reaksi transkripsi balik sekaligus proses PCR dalam satu langkah reaksi.

Reaksi transkripsi balik dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa macam


primer yaitu:

a. Oligo (dT) sepanjang 12-18 nukleotida yang akan melekat pada ekor poli (A)
pada ujung 3‟ mRNA mamalia. Primer semacam ini pada umumnya akan
menghasilkan cDNA yang lengkap.

b. Heksanukleotida acak yang akan melekat pada cetakan mRNA yang


komplementer pada bagian manapun. Primer semacam ini akan menghasilkan
cDNA yang tidak lengkap (parsial).

c. Urutan nukleotida spesifik yang dapat digunakan secara selektif untuk menyalin
mRNA tertentu. (Yuwono, T., 2006)

4. Nested PCR

Nested PCR adalah suatu teknik perbanyakan (replikasi) sampel DNA


menggunakan bantuan enzim DNA polimerase yang menggunakan dua pasang
primer untuk mengamplifikasi fragmen. Dengan menggunakan Nested PCR, jika
15

ada fragmen yang salah diamplifikasi, maka kemungkinan bagian tersebut


diamplifikasi untuk kedua kalinya oleh primer yang kedua.

Dengan demikian, Nested PCR adalah PCR yang sangat spesifik dalam
melakukan amplifikasi. Nested PCR dan PCR biasa berguna untuk
memperbanyak fragmen DNA tertentu dalam jumlah banyak. Dimana pada
Nested PCR digunakan 2 pasang primer sedangkan pada PCR biasa/ konvensional
hanya menggunakan 1 pasang primer. Pada amplifikasi pertama menggunakan
sepasang primer dan menghasilkan produk yang relatif panjang, yang kemudian
dipindah ke tabung ke 2.

Waktu yang diperlukan dalam reaksi Nested PCR lebih lama dari pada
PCR biasa karena pada Nested PCR dilakukan 2 kali reaksi PCR sedangkan pada
PCR biasa hanya 1 kali reaksi PCR. Selain itu, keuntungan Nested PCR adalah
meminimalkan kesalahan amplifikasi gandengan menggunakan 2 pasang primer.
Mekanisme kerja dari Nested PCR sendiri yakni pada Fase denaturasi, pertama-
tama DNA mengalami denaturasi lalu memasuki fase penempelan. Fase
penempelan, sepasang primer pertama melekat di kedua utas tunggal DNA dan
mengamplifikasi DNA di antara kedua primer tersebut dan terbentuklah produk
PCR pertama.

Fase pemanjangan, produk PCR pertama tersebut dijalankan pada proses


PCR kedua sehingga pasangan primer kedua (Nested primer) akan mengenali
sekuen DNA spesifik yang berada di dalam fragmen produk PCR pertama dan
memulai amplifikasi di antara kedua bagian primer tersebut. Hasilnya adalah
sekuens DNA yang lebih pendek daripada sekuens DNA hasil PCR pertama.
Adanya perbedaan target DNA yang ingin diteliti serta pola fragmen yang berbeda
menjadikan Nested PCR ini banyak digunakan. Marilah kita simak contoh teknik
amplifikasi menggunakan Nested PCR pada Gambar 8.16. Sedangkan hasil
visualisasinya dapat dilihat pada Gambar 8.17.
16
17

5. Multiplex-PCR

Multiplex PCR merupakan beberapa set primer dalam campuran PCR


tunggal untuk menghasilkan amplikon (hasil amplifikasi PCR) dari berbagai
ukuran yang spesifik untuk sekuens DNA yang berbeda. Dengan penargetan gen
sekaligus, informasi tambahan dapat diperoleh dari running-tes tunggal yang tidak
membutuhkan beberapa kali reagen dan lebih banyak waktu untuk melakukan.
Temperatur annealing untuk masing-masing set primer harus dioptimalkan untuk
bekerja dengan benar dalam reaksi tunggal, dan ukuran amplikon. Artinya,
panjangnya pasangan basa harus berbeda cukup untuk membentuk band yang
berbeda ketika divisualisasikan dengan elektroforesis gel. Contoh hasil
pemeriksaan menggunakan teknik Multiplex PCR ditampilkan pada Gambar 8.18.
18

6. PCR-ELISA

PCR-ELISA merupakan metode yang digunakan untuk menangkap asam


nukleat yang meniru prinsip dari Enzyme Linked Immunosorbant Assay (ELISA)
yang terkait. Di dalam suatu pengujian hibridisasi hasil produk dari PCR akan
terdeteksi dengan metode ini. Dengan metode ini dapat dilakukan pengukuran
19

sekuen internal pada produk PCR. Metode ini lebih dipilih karena lebih murah
dibandingkan metode Real Time PCR.

PCR-ELISA telah digunakan sejak akhir 1980-an dan telah berkembang


untuk mendeteksi sekuen tertentu dalam produk PCR. Meskipun banyak metode
yang tersedia untuk mendeteksi sequen tersebut, ELISA PCR berguna untuk
mendeteksi dan membedakan antara beberapa sasaran dari sekuen yang
diinginkan. ELISA PCR ini juga berguna untuk skrining beberapa sampel,
terutama bila jumlah sampel tidak menjamin.

Salah satu aspek yang paling berguna dari PCR-ELISA adalah


kemampuannya dalam membedakan antara produk reaksi perubahan polimerase
yang dihasilkan dari seperangkat primer yang mengandung variasi sekuen, yaitu
sekuen yang bervariasi antar primer. Berikut ilustrasi contoh hasil pemeriksaan
menggunakan metode ELISA PCR pada Gambar 8.21.
20

7. Touchdown PCR

Sebuah modifikasi dari PCR yang mencegah amplifikasi sekuen


nonspesifik dengan memvariasikan suhu annealing. Sebuah varian dari PCR yang
bertujuan untuk mengurangi latar belakang spesifik secara bertahap menurunkan
suhu annealing selama PCR berlangsung. Suhu annealing pada awal siklus
biasanya beberapa derajat (3-5 ° C) di atas Tm primer yang digunakan, sedangkan
pada siklus kemudian, dilanjutkan dengan beberapa derajat (3-5°C) di bawah Tm
primer. Suhu tinggi memberikan spesifisitas yang lebih besar untuk primer
mengikat, dan suhu yang lebih rendah memungkinkan amplifikasi lebih efisien
dari produk tertentu yang terbentuk selama siklus awal

Masih banyak jenis modifikasi dari PCR ini, seperti : Allele-specific PCR,
Assembly PCR, Assymetric PCR, Dial-out PCR dan Hot start PCR, dan jenis
PCR lainnya.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Macam-macam Polymerase Chain Reaction (PCR)

Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu metode enzimatis untuk


amplifikasi DNA dengan cara in vitro. Pada proses PCR diperlukan beberapa
komponen utama, yaitu DNA cetakan, Oligonukleotida primer,
Deoksiribonukelotida trifosfat (dNTP), Enzim DNA Polimerase, dan
Komponen pendukung lain adalah senyawa buffer. Teknik PCR dapat
dimodifikasi ke dalam beberapa macam diantaranya:

 Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)


Metode ini digunakan untuk membedakan organisme berdasarkan analisis
model derifat dari perbedaan DNA.
 Inverse-PCR
Metode ini digunakan ketika hanya satu sekuen internal yang diketahui.
Template didigesti dengan enzim restriksi yang memotong bagian luar
daerah yang akan diamplifikasi, fragmen restriksi yang dihasilkan
ditempelkan dengan ligasi dan diamplifikasi dengan menggunakan
sekuen primer yang memiliki titik ujung yang memiliki jarak yang
jauh satu sama lain dengan segmen eksternal yang telah tergabung.
Metode ini khusus digunakan untuk mengidentifikasi ”sekuen antara”
dari beragam gen.
 Nested-PCR
Proses ini memungkinkan untuk mengurangi kontaminasi pada produk
selama amplifikasi dari penyatuan primer yang tidak diperlukan. Dua
set primer digunakan untuk mendukung metode ini, set kedua
mengamplifikasi target kedua selama proses pertama berlangsung.

21
22

Sekuens DNA target dari satu set primer yang disebut primer inner
disimpan di antara sekuens target set kedua dari primer yang disebut
sebagai outer primer. Pada prakteknya, reaksi pertama dari PCR
menggunakan outer primer, lalu reaksi PCR kedua dilakukan dengan
inner primer atau nested primer menggunakan hasil dari produk reaksi
yang pertama sebagai target amplifikasi. Nested primer akan menyatu
dengan produk PCR yang pertama dan menghasilkan produk yang
lebih pendek daripada produk yang pertama.
 Quantitative-PCR
Digunakan untuk pengukuran berulang dari hasil produk PCR. Metode ini
secara tidak langsung digunakan untuk mengukur kuantitas, dimulai
dari jumlah DNA, cDNA, atau RNA. Hasil dari metode ini juga
menampilkan copy dari sampel

 Reverse Transcriptase (RT-PCR)


Metode ini digunakan untuk amplifikasi, isolasi atau identifikasi sekuen
dari sel atau jaringan RNA. Metode ini dibantu oleh reverse
transcriptase (mengubah RNA menjadi cDNA), mencakup pemetaan,
menggambarkan kapan dan dimana gen diekspresikan.

 Random Amplified Polymorphic DNA ( RAPD )


Bertujuan untuk mendeteksi polimorfisme pada tingkat DNA. Metode ini
dikembangkan oleh Welsh and Mc Clelland (1990) dengan cara
mengkombinasikan teknik PCR menggunakan primer – primer dengan
sequens acak untuk keperluan amplifikasi lokus acak dari genom.
23

3.2 Polymerase Chain Reaction (PCR) Konvensional

Polymerase chain reaction (PCR) konvensional adalah proses di mana


tahap perbanyakan materi genetik dan tahap deteksi produk dilakukan secara
berturut-turut, yaitu tahap deteksi dilakukan bila tahap perbanyakan materi
genetik telah selesai. Reaksi PCR konvensional biasanya menggunakan satu
pasang primer oligonukleotida untuk mengamplifikasi bagian tertentu dari
genom agen infeksi serta dilakukan pada suatu tabung. Primer PCR adalah
oligodeoksiribonukleotida pendek, atau oligomer yang dirancang untuk
melengkapi urutan akhir sekuen dari amplikon target PCR dan digunakan
untuk mengawali sintesis rantai DNA. Pada analisa konvensional ini, deteksi
keberadaan DNA dilakukan pada akhir reaksi dan pengamatan masih harus
dilakukan dengan elektroforesis.

Reaksi PCR konvensional biasanya menggunakan satu pasang primer


oligonukleotida untuk mengamplifikasi bagian tertentu dari genom agen
infeksi serta dilakukan pada suatu tabung. Primer PCR adalah
oligodeoksiribonukleotida pendek, atau oligomer yang dirancang untuk
melengkapi urutan akhir sekuen dari amplikon target PCR dan digunakan
untuk mengawali sintesis rantai DNA. Panjang basa DNA primer umumnya
15-25 nukleotida dan mempunyai 50-60% kandungan Guanine ditambah
Cytocine. Primer yang digunakan dalam PCR ada dua yaitu oligonukleotida
yang mempunyai sekuen yang identik dengan salah satu rantai DNA cetakan
pada ujung 5‟-fosfat dan oligonukleotida yang kedua identik dengan sekuen
pada ujung 3‟-OH rantai DNA cetakan yang lain. Masing-masing dari dua
primer PCR melengkapi untaian tunggal yang berbeda dari target untaian
ganda. Untuk mendapatkan skrining sekuen yang potensial dan homolog,
rancangan primer ditetapkan dengan menggunakan perangkat lunak seperti
Oligo (National Biosciences, Plymouth, NC) atau situs pencarian online
seperti BLAST (NCBI, www.ncbi.nlm.nih.gov/BLA ST/). Namun demikian,
24

primer PCR juga dapat homopolimer misalnya oligo (dT) yang sering
digunakan untuk mengawali proses PCR RNA.

Pengembangan teknik PCR konvensional telah banyak digunakan


terutama dalam bidang riset, salah satunya untuk mendeteksi level ekspresi
gen (mRNA) menggunakan semi kuantitatif Reverse Transcriptase-
Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Teknik ini merupakan metode yang
sederhana dan ekonomis. Namun, ada beberapa kesulitan yang sering ditemui
seperti pita DNA tidak spesifik atau smear, kuantitas DNA sedikit, primer
dimer atau misprime, hingga tidak terbentuknya produk PCR. Oleh karena itu,
memahami proses optimasi kondisi PCR untuk mendapatkan produk PCR
yang spesifik menjadi sangat penting.

3.3 Tahapan PCR Konversional

Metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyakit secara


molekuler adalah Polymerase Chain Reaction. PCR dapat mendeteksi gen dari
agen pembawa penyakit tertentu secara in vitro. PCR akan mendeteksi adanya
gen yang akan dianalisis kemudian melipatgandakan jumlah DNA gen
tersebut sehingga analisis lebih jelas. PCR banyak digunakan dalam analisis
molekuler karena beberapa keunggulan dibandingkan metode lainnya
diantaranya memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi (lebih dari 90%),
hasil analisis umumnya dapat diketahui dalam 1 hari, dapat mengamplifikasi
DNA meskipun dengan jumlah sedikit atau kualitas yang buruk.

Proses amplifikasi, dimana dalam reaksi ini dimulai dari proses denaturasi
(pemisahan) rantai DNA template, penempelan primer (annealing)
pada DNA target dan pemanjangan (extension) primer atau reaksi polimerisasi
yang dikatalisis oleh DNA Polimerase. Masing-masing tahap proses PCR
membutuhkan kisaran suhu 95°C, 50°C dan 72°C.
25

3.3.1 Tahapan - Tahapan PCR :


1. Denaturasi

Pada suhu 94ºC DNA mengalami denaturasi, artinya dari untai


ganda akan dirubah menjadi untai tunggal. Denaturasi ini merupakan
proses yang penting jika proses ini tidak lengkap akan menyebabkan
denaturasi secara cepat, sedangkan waktu denaturasi yang terlalu lama
dapat mempengaruhi enzim yang terdapat dalam master mix dan
mempengaruhi keberhasilan PCR. Selanjutnya ketika suhu mengalami
penurunan 62ºC ini merupakan proses penempelan primer pada DNA yang
telah terbelah secara spesifik.

2. Anheling

Penuruhan suhu (anneling) merupakan pelekatan primer pada DNA


untai tunggal. Primer akan menempel pada pangkal (forward) dan ujung
(reverse) masing-masing DNA tunggal. Kemudian ketika suhunya
dinaikkan sampai 720C, maka primer dengan bantuan enzim yang terdapat
didalam master mix akan membentuk atau pemanjangan (extention) untai
DNA sesuai dengan runutan DNA yang terbelah, sehingga akan
membentuk dua buah DNA tunggal yang baru. Annealing merupakan
tahap penempelan primer pada rantai tunggal DNA, waktu annealing
umumnya 30-45 detik.

Tahapan ini merupakan tahap lanjutan dari terputusnya ikatan


ganda DNA tamplate menjadi untai tunggal. Masing-masing untai
tunggal DNA template akan mengalami proses „pendinginan‟ hingga
mencapai suhu tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk memberi jeda bagi
penempelan primer. Setiap untai tunggal DNA template akan ditempeli
pasangan primer. Di alam, primer dibuat oleh enzim yang disebut primase.
Ada dua jenis primer yang akan menempel, yaitu primer maju (forward
primer) dan primer mundur (reserve primer). Setiap pasangan primer
26

tersebut telah dipilih sedemikian rupa agar satu primer bersifat


komplementer terhadap salah satu ujung gen yang diinginkan pada salah
satu rantai. Jadi, masing-masing primer akan menempati ujung yang
berbeda pada untai DNA. Pasangan primer ini akan membentuk ikatan
hidrogen dengan sekuen komplementernya. Dengan demikian maka akan
terbentuk molekul untai ganda yang stabil.

Tahap annealing merupakan tahap yang penting karena merupakan


tahap dari penempelan primer setelah rantai ganda DNA terbuka.
Pemilihan suhu annealing yang terlalu rendah akan menyebabkan
penempelan yang tidak spesifik, sedangkan suhu yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan sulit terbentuknya ikatan primer dan DNA template. Suhu
annealing yang digunakan harus disesuaikan dengan Tm atau suhu leleh
dari primer dan panjang dari primer. Suhu Tm dari primer forward dan
reverse adalah 55°C dan 51°C, suhu Tm yang digunakan untuk
menentukan suhu annealing adalah suhu Tm yang paling tinggi yaitu 55°C
dan diturunkan 5 °C sehingga digunakan Tm 50°C. Suhu annealing
optimum yang digunakan berdasarkan protokol dari mastermix adalah
60°C. Suhu annealing dilakukan optimasi diantara 50°C dan 60°C yaitu
54°C, 56°C dan 57°C. Suhu annealing pada 60°C menunjukan adanya
smear sehingga dilakukan optimasi suhu annealing dinaikan 2°C sehingga
digunakan suhu 62°C. Optimasi suhu annealing yang digunakan
diantaranya 50°C, 54°C, 56°C, 57°C, 60°C dan 62°C.

3. Extention

Final extention pada suhu 72ºC selama 10 menit untuk memberi


kesempatan enzyme yang terdapat di dalam master mix yang belum
menyelesaikan reaksinya sehingga tidak ada sintesa DNA baru yang belum
selesai. Ekstensi merupakan tahap enzim polimerase bekerja dalam
perpanjangan sekuens DNA dari ujung 3‟. Siklus denaturasi, annealing
27

dan ekstensi dilakukan berulang untuk menghasilkan DNA dengan jumlah


yang lebih banyak 2n /siklus. Setelah proses amplifikasi selesai, sampel
dapat disimpan dengan pengaturan suhu -200C atau dapat juga langsung
digunakan untuk proses elektroforesis.

DNA Polimerase digunakan untuk proses memperpanjang primer


(extend primers) dengan adanya bantuan dari dNTPs (dATP, dCTP, dGTP
dan dTTP) dan buffer yang sesuai. DNA Polimerase yang paling sering
digunakan dalam PCR berasal dari strain bakteri Thermus aquaticus yang
hidup di sumber air panas Yellowstone National Park. Bakteri ini dapat
bertahan hidup pada suhu medekati titik didih dan bekerja optimal pada 72
°C (162 ° F). Primer yang telah menempel pada untai
tunggal DNA template akan mengalami perpanjangan pada sisi 3‟ dengan
penambahan dNTP yang komplemen dengan template DNA polimerase.
Proses pemanjangan (extension) primer ini juga dikenal dengan istilah
polimerisasi primer.

Gambar Tahapan PCR


28

3.3.2 Alat dan Bahan


3.3.2.1 Komponen Bahan PCR yang Digunakan
1. Primer
2. TopTaq Master Mix Kit ( Qiagen )
3. DNA atau RNA

Komponen Master MIX PCR

 PCR Buffer (ion Mg)


 dNTPs
 Enzim Reverse Transcriptase
 Enzim Taq Polymerase
 Primer Forward
 Primer Reverse

3.3.2.2 Peralatan yang Digunakan


1. PCR Hood
2. Mini Centrifuge
3. Vortex
4. Mikropipet
5. Thermal Cycler
6. Refrigrator 4 C
7. ree er -
8. ree er -
9. Tabung PCR 0,2 mL
10. 1,5 mL/2 mL Centrifuge Tube
11. Aerosol Barrier Pipet Tips 1000 µl, 200 µl, 20 µl
12. Gloves
29

3.3.3 Alur Proses PCR

Preparasi Sampel

Ekstraksi / Purifikasi

PCR

Elektroforesis

Dokumentasi
30

3.4 Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan dan Kekurangan PCR Konvesional

Kelebihan :

- Standar alternatif untuk isolasi tanpa adanya agen hidup


- Bisa digunakan untuk diagnosis konfirmasi awal
- Format diagnostik molekuler yang banyak digunakan
- Mudah dimodifikasi dan diadaptasi

Kekurangan :

- Tidak otomatis
- Sensitivitas rendah
- Presisi rendah
- Deteksi keberadaan DNA dilakukan pada akhir reaksi
- Memerlukan waktu yang lebih lama
- Hasil tidak dinyatakan sebagai angka
- Rentan terhadap inhibitor
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 Kesimpulan

PCR (polimerase chain reaction) merupakan metode enzimatis yang


digunakan untuk melipatgandakan secara eksponensial suatu sekuen
nukleotida tertentu dengan cara in vitro. Jenis-jenis teknik pcr antara lain :
PCR Konvensional, Real Time PCR (Q-PCR) , Reverse Transcriptase-
Polymerase Chain Reaction (RT-PCR), Nested PCR, Multiplex-PCR, PCR-
ELISA, dan Touchdown PCR.

PCR konvensional adalah PCR dimana tahap perbanyakan materi genetik


dan tahap deteksi produk PCR dilakukan secara berturut-turut, yaitu tahap
deteksi dilakukan bila tahap perbanyakan materi genetik telah selesai.
Reaksi PCR konvensional biasanya menggunakan satu pasang primer
oligonukleotida untuk mengamplifikasi bagian tertentu dari genom agen
infeksi serta dilakukan pada suatu tabung.

Kekurangan PCR konvensional yaitu :

- Tidak otomatis
- Sensitivitas rendah
- Presisi rendah
- Deteksi keberadaan DNA dilakukan pada akhir reaksi
- Memerlukan waktu yang lebih lama
- Hasil tidak dinyatakan sebagai angka
- Rentan terhadap inhibitor

Kelebihan PCR konvensional yaitu :

31
32

- Standar alternatif untuk isolasi tanpa adanya agen hidup


- Bisa digunakan untuk diagnosis konfirmasi awal
- Format diagnostik molekuler yang banyak digunakan
- Mudah dimodifikasi dan diadaptasi

3.2 Saran
Agar Makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat dipahami
isinya, baik dari materi Macam – macam PCR dan PCR Konvensional.
DAFTAR PUSTAKA

Sumaryam.(2019). APLIKASI POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)


KONVENSIONAL DAN REAL TIME- PCR UNTUK DETEKSI VIRUS
VNN (Viral Nervous Necrosis) PADA IKAN KERAPU MACAN
(Epinephelu
sfuscoguttatus).http://repository.unitomo.ac.id/2130/1/3.%20Aplikasi%20
PCR_Sumaryam.pdf. Diakses Pada Tanggal 03 Oktober 2020.

Amanda,Kiki.(2015).OPTIMASI SUHU ANNEALING PROSES PCR


AMPLIFIKASI GEN shv BAKTERI Escherichia coli PASIEN ULKUS
DIABETIK.file:///C:/Users/User/Downloads/39969-75676622099-1-
PB.pdf. Diakses Pada 03 Oktober 2020.

Anonim.(2016).3 Tahap Proses PCR.https://news.labsatu.com/3-tahap-


proses-pcr/. Diakses Pada 04 Oktober 2020.

Hays, John P. and van Leeuwen, Willem B. 2012. Role of New


Technologies in Medical Microbiological Diagnosis and Research.
Rotterdam: Department of Medical Microbiology and Infectious Disease
Erasmus University Medical Centre (Eramus MC). Diakses 02 Oktober
2020

Thermo Fisher Scientific. Real-Time vs. Digital PCR vs. Traditional PCR.
https://www.thermofisher.com/id/en/home/life-science/pcr/real-time-
pcr/real-time-pcr-learning-center/real-time-pcr-basics/real-time-vs-digital-
vs-traditional-pcr.html#2. Diakses 02 Oktober 2020

Nurhayati, Betty dan Darmawati, Sri. 2017. Bahan Ajar Teknologi


Laboratorium Medis (TLM) : Biologi Sel dan Molekuler. Pusat pendidikan

33
34

Sumber Daya Manusia Kesehatan Badan Pengembangan dan


Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.

Susianti dan Lesmana , Ronny. 2017. Optimasi Reverse Transcriptase-


Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) Konvensional untuk Deteksi Level
Ekspresi mRNA pada Otot Gastrocnemius Tikus (Rattus norvegicus).
https://www.researchgate.net/publication/325390685_Optimasi_Reverse_
Transcriptase-Polymerase_Chain_Reaction_RT-
PCR_Konvensional_untuk_Deteksi_Level_Ekspresi_mRNA_pada_Otot_
Gastrocnemius_Tikus_Rattus_norvegicus. Diakses 03 Oktober 2020

Yusuf K.Zuhriana. 2010. POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR).


Diakses 03 Oktober 2020

Hewajuli Ayu ,Dyah dan Dharmayanti. 2013. Perkembangan Teknologi


Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction dalam Mengidentifikasi
Genom Avian Influenza dan Newcastle Diseases. Diakses 03 Oktober
2020

Anda mungkin juga menyukai