Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH IMUNOHISTOKIMIA

FIBRONEKTIN

Disusun Oleh :
Kelas C Kelompok 7

ASNI DERA YUNA RITONGA (G1C221034)

NUR FARA LUSTI (G1C221050)

ELVINA OKTAVIA LABINA (G1C221080)

SURIYANI (G1C221086)

PROGRAM STUDI D-IV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2021-2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai selesai. Terima kasih kepada dosen lmunohistokima lbu Dra. Sri Sinto Dewi,
M.Si.Med yang telah memberikan tugas sehingga kami dapat memahami materi-materi yang
terdapat pada makalah ini.

Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar
menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan artikel ini.

Semarang, 9 Desember 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

COVER......................................................................................................................
KATA PENGANTAR................................................................................................ i
DAFTAR 1S1................................................................................................................ ii

BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................................

A.Latar Belakang............................................................................................ 1

B.Rumusan Masalah....................................................................................... 1

C.Tujuan......................................................................................................... 2

BAB 11 PEMBAHASAN...........................................................................................

A. Pegertian Fibrinogen..................................................................................... 3
B.Struktur Fibronektin...................................................................................... 5

C.Domain Fungsional...................................................................................... 6

D.Peran Fibronektin........................................................................................ 8

E.Perakitan Matrik Fibronektin......................................................................... 9

F.Prosedur Pemeriksaan Fibronektin.................................................................. 11

G.Gambar- Gambar Pulasan IHC ……………………………………………. 16

BAB111 PENUTUP...................................................................................................

A.Kesimpulan................................................................................................. 21

B.Saran.......................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... .... 23

ii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fibronektin (FN) merupakan glikoprotein yang menghubungkan sel dengan serat
kolagen di EMC (matriks ekstraselular). Fibronektin terlibat dalam banyak proses selular,
termasuk perbaikan jaringan, emb ryogenesis, pembekuan darah, dan migrasi sel / adhesi.
Bentuk fibronektin terbagi menjadi fibronektin selular dan fibronektin plasma.
Fibronektin selular sebagai dimer glikoprotein larut yang berfungsi sebagai linker dalam
ECM (matriks ekstraselular), bentuk ECM dibuat oleh fibroblast, kondrosit, sel endotel,
makrofag, serta sel-sel epitel tertentu. Sedangakan Fibronektin plasma sebagai disulfida
terkait dimer larut ditemukan dalam plasma. Bentuk plasma disintesis oleh sel parenkim
utama dalam hati.
Fibronektin merupakan protein ekstraseluler yang membantu sel melekat dengan
matriks dan merupakan glikoprotein besar yang ditemukan dalam semua vertebrata.
Fibronektin adalah dimer yang tersusun atas 2 subunit yang sangat besar yang terhubung
dengan ikatan disulfida pada satu ujungnya. Tipe utamanya disebut ulangan fibronektin tipe
111, berikatan dengan integrin. Tipe ini memiliki panjang sekitar 90 asam amino.
Fibronektin tidak hanya penting untuk pelekatan sel ke matriks tapi juga untuk
menuntun migrasi sel dalam embrio vertebrata. Fibronektin memiliki banyak fungsi, yang
membolehkannya berinteraksi dengan banyak zat ekstraseluler, seperti kolagen, fibrin dan
heparin, dan dengan reseptor membran yang spesifik pada sel-sel yang responsif (Alberts dt
og., 2003).
Dalam makalah ini akan membahas mengenai fibronektin, mulai dari pengertian,
fungsi/peran, struktur, dan mekanisme kerja fibronektin

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan fibronektin?
2. Bagaimana struktur fibronektin?
3. Apa fungsi dari fibronektin ?
4. Bagaimana mekanisme kerja fibronektin?
5. Contoh prosedur kerja dari pemeriksaan fibronektin ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian fibrinoketin
2. Untuk mengetahui struktur fibronektin
3. Untuk mengetahui fungsi dari fibronektin
4. Untuk mengetahui mekanisme kerja fibronektin
5. Untuk mengetahui prosedur kerja dari pemeriksaan fibronektin

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pegertian Fibronektin
Fibronektin (FN) adalah protein matriks ekstraseluler yang diperlukan saat
memelihara homeostasis jaringan, penyembuhan luka, perkembangan, proses terjadinya
penyakit (terutama kanker). Berbagai tipe-tipe sel termasuk sel-sel kanker dan sel-sel
endotel dapat memproduksi fibronektin, meskipun sebenarnya disekresi oleh fibroblas.
Fibronektin didalam plasma dikenal juga sebagai globulin yang tidak larut dalam keadaan
dingin. Fibronektin dianggap mempunyai peran biologi dalam menghubungkan sel,
kolagen dan glikosaminoglikan. Interaksi ini membantu menengahi adhesi sel normal dan
migrasi. Fibronektin memiliki berat molekul (BM) sebesar 222.000-240.000.
Fibronectin berperan penting dalam proses penyembuhan luka dan merupakan salah
satu marker yang muncul segera dan paling banyak pada saat terjadi cedera kulit. Secara
umum, luka antemortal akan menimbulkan reaksi inflamasi di sekitar luka dan pada kasus
yang menyebabkan kerusakan pembuluh darah akan menimbulkan perdarahan yang lebih
hebat dibandingkan dengan luka posmortal. Luka atau trauma didefinisikan sebagai suatu
kerusakan pada setiap bagian tubuh yang disebabkan oleh kekuatan mekanik. Definisi
luka dalam konteks hukum adalah suatu cedera atau trauma yang menyebabkan hilangnya
integritas atau kontinuitas kulit.
Tahapan penyembuhan luka dijadikan pedoman dalam menentukan vitalitas dan
usia luka di kedokteran forensik. Proses penyembuhan luka di kulit dimulai segera setelah
terjadi trauma atau jejas dan terdiri atas tiga fase yaitu fase inflamasi, fase proliferasi, dan
fase maturasi. Selama proses penyembuhan luka banyak sitokin, glikoprotein, faktor
pertumbuhan, dan matriks ekstraseluler yang terlibat. Berdasarkan hal tersebut maka
pemeriksaan marker dalam penyembuhan luka dapat digunakan untuk menentukan
vitalitas dan usia luka. Fibronectin paling banyak ditemukan di membran basal jaringan
dewasa dan akan tersebar luas pada jaringan yang mengalami inflamasi.
Jaringan ikat tersebar luas di seluruh bagian tubuh dengan fungsi utama untuk
menghubungkan berbagai komponen sel atau jaringan. Terdapat berbagai jenis jaringan
ikat yang sesuai dengan fungsi dan lokasinya. Perbedaan utama dari berjenis-jenis
jaringan ikat tersebut berdasarkan susunan dan komposisi matriks intersel. Jaringan ikat
terdiri dari dua komponen dasar utama yaitu sel dan matriks ekstrasel/intersel. Komponen
sel terdiri dari sel tetap dan sel bebas. Yang termasuk komponen sel tetap ialah antara lain
3
sel mesenkim/perisit, fibroblas, sel lemak (adiposit), sel mast, dan makrofag. Sedangkan
yang termasuk komponen sel bebas ialah sel plasma, limfosit, neutrofil, eosinofil, basofil,
monosit, dan makrofag. Matriks intersel/ekstrasel yaitu bahan yang terdapat di antara sel-
sel pada jaringan ikat, dan terdiri dari protein serat (serat kolagen, serat retikular, dan
sistem serat elastin) dan substansia dasar (ground substance) berupa glikosaminoglikan,
proteoglikan,glikoprotein multiadhesif, dan cairan jaringan. Protein spesifik yang disebut
antibodi dihasilkan oleh sel-sel plasma dalam jaringan penyambung.
Glikoprotein struktural adalah persenyawaan yang mengandung bagian protein
tempat melekatnya karbohidrat. Berbeda dari proteoglikans, bagian protein itu umumnya
lebih dominan, dan molekul ini tidak mengandung polisakarida linier yang dibentuk oleh
disakarida yang mengandung heksosamin. Sebagai gantinya, bagian karbohidrat
glikoprotein seringkali merupakan struktur bercabang. Beberapa glikoprotein telah
berhasil diisolasi dari jaringan penyambung, dan mereka berperan penting tidak saja
dalam interaksi antar sel dewasa dan sel embrional yang bersebelahan, namun juga dalam
adhesi sel pada substrat nya. Glikoprotein adalah suatu protein dengan satu atau lebih
rantai heterosakarida yang mengandung heksosamin, galaktosa dan gula lainnya.
Termasuk fibronektin, laminin, dan kondronektin

4
B. Struktur Fibronektin
1. Struktur dasar
Fibronektin terutama ada sebagai glikoprotein dimer, dengan dua subunit 240-
kDa yang serupa yang terhubung secara kovalen melalui sepasang penyimpangan
obligasi dekat C-terminus. Ada tiga jenis modul berulang di masing-masing subunit
fibrektonik: 12 tipe I (diistilahkan FN1), 2 tipe II (disebut FN2), dan 15-17
mengulangi tipe III (disebut FN3) (Gambar 2.1); terhitung 90% dari urutannya. Jenis
Jenis Fibronektin Itu urutan yang tersisa termasuk konektor antara modul 3FN1 dan
6FN1, singkat konektor antara 1FN3 dan 2FN3, dan urutan variabel (V) yang tidak
homolog ke bagian lain dari bronektin.

Gambar 2.1 Struktur Fibronektin

2. Penyambung Alternatif
Ada dua atau segmen yang tersambung secara alternatif dalam fibronektin
karena penggunaan ekson alternatif. ekstra domain A (EDA) yang terletak di antara
modul FN3 11 dan 12, dan domain tambahanB (EDB) antara modul FN3 ketujuh dan
kedelapan (Gambar 2.1a). Yang tidak bermetamorfosis variabel (V) wilayah antara
modul FN3 14 dan 15, yang tunduk pada subdivisi ekson, menghasilkan lima variasi
wilayah V yang berbeda dalam fibronektin manusia (VO, V64, V89, V95, dan V120,
dengan nomor berdiri untuk jumlah asam amino residu di setiap varian).
Ada jenis khusus splicing tulang rawan dengan fibroektin yang kurang di
seluruh wilayah V melalui Modul FN1 (Burton-Wurster et al. 1999; MacLeod et al.
1996). Penyambungan alternatif dari bronektin diatur oleh tipe sel, tahap
pengembangan dan usia (ffrench-Constant 1995; Kornblihtt et al. 1996). Fibronektin
terisolasi dari plasma cenderung memiliki berat molekul yang lebih rendah dari pada
5
yang terkandung fibrinektin kultur sel, yang telah menghasilkan istilah,
plasmaintlektin dan seluler fibronektin. Plasfektin plasma umumnya tidak memiliki
sekuens EDA dan EDB, dan mengandung subunit yaitu VO. Coronektin seluler
adalah kelompok yang lebih heterogen varian sambatan dengan kehadiran variabel
EDA, EDB, dan V wilayah isoform. Isoform tertentu dari fibroektin, terutama yang
mengandung EDA dan modul EDB, diregulasi setelah terluka, dan di sel-sel ganas
(ffrench-Konstan 1995).
Modul EDA dari fibronektin memediasi diferensiasi sel (Jamagin et al. 1994).
Fibronektin yang mengandung modul EDA jauh lebih baik dalam mempromosikan sel
adhesi dan penyebaran daripada fibroektin yang tidak memiliki modul EDA (Manabe
et al. 1997). Kehadiran modul EDA dalam fibronektin meningkatkan fibrosektin a5b1
interaksi integrin dan meningkatkan adhesi sel (Manabe et al. 1997). Langsung
interaksi antara EDA dan integrin a9b1, bagaimanapun, sangat penting untuk limfatik
morfogenesis katup melalui regulasi perakitan fibronektin (Bazigou et al 2009).

3. Modifikasi Posttranslational
Selain alternatif splicing pra-mRNA, berbagai modifikasi posttranslational
yang terjadi secara intraselular selama trafik melalui retikulum endoplasma dan golgi
berkontribusi pada heterogeneitas fibronektin. Fibronektin dapat diglikosilasi,
terfosforilasi, dan sulfat (Paul dan Hynes 1984). Intrachain dan ikatan disosiasi
intramodule dari modul FN1 dan FN2 juga terbentuk dalam langkah ini. (Xu and
Mosher, 2011)

C. Domain Fungsional
Fibronektin memiliki peran penting dalam memediasi berbagai perekat sel dan
kegiatan migrasi. Fibronektin berikatan dengan sel melalui reseptor permukaan sel (integrin)
dan secara khusus berinteraksi dengan protein lain, termasuk kolagen, fibrin, dan heparin / heparan
sulfat.
1. Domain Interaksi Integrin
Dua situs utama fibronektin yang memediasi adhesi sel adalah domain pengikat sel~
(9FN3—I0FN3) dan daerah V yang disambung secara alternatif (Gambar 2.I a). Fibrodinektin
berinteraksi dengan banyak integrin. Motif pengikatan integrin semua mengandung Asp residu
kritis (D), yang berinteraksi dengan logam di situs adhesi bergantung ion-logam (MIDAS)

6
dalam integrin (Gambar 2.2). Situs pengikatan integrin tambahan juga tersedia dalam modul
EDA, yang mengikat integrin a4bIor a9bI.

Gambar 2.2 interaksi integrin

2. Domain Pengikatan Kolagen


Domain pengikat kolagen fibronektin diidentifikasi sebagai 6FNI-9FNI termasuk modul
IFN2-2FN2 (Gambar 2.Ia). Fibronektin mengikat kolagen denatured (gelatin) lebih efektif
daripada kolagen asli (Engvall et al. I978). Kolagen menyuburkan secara lokal pada suhu
fisiologis dan membuka triple helices mereka (Leikina et al. 2002), memungkinkan fibronektin
untuk berinteraksi dengan kolagen asli in vivo. lnteraksi fibronektin-kolagen dapat memediasi
adhesi sel terhadap kolagen denaturasi, membentuk ikatan silang nonkovalen fibronektin dan
kolagen dalam jalur migrasi, dan mengatur penghilangan material kolagen yang terdenaturasi
dari darah dan jaringan (Mosher I989; Pankov dan Yamada 2002). Dua segmen dari domain
gelatin-mengikat 6FNI-7FNI (termasuk IFN2-2FN2) dan 8FNI-9FNI mengikat urutan yang
sama dari kolagen aI (Erat et al. 2009; Pickford et al. 200I).
3. Fibrin-Binding Domains
Ada tiga tempat pengikatan fibrin di fibronektin. Situs pengikatan fibrin pertama dan
utama berada di N-terminal 4FNI-5FNI (Williams et al. I994). Situs pengikatan kedua adalah
I0FNI—I2FNI dekat dengan C-terminus. Situs pengikatan ketiga muncul setelah pencernaan
chymotrypsin dari fibronektin, dan berbatasan langsung dengan domain pengikatan kolagen
(Mosher I989).
4. Heparin-Binding Domains
Heparin-Bind ing Domains mungkin bekerja sama dengan domain pengikat sel
fibronektin dan mempotensiasi adhesi sel, penyebaran sel, dan pembentukan bundel mikrofil
amen aktin pada fibronektin untuk jenis sel tertentu.

7
5. Bacteria-Binding Domains
Selain heparin dan fibrin, N-terminal IFNI-5FNI dapat mengikat beberapa jenis bakteri,
seperti Staphylococus aureus atau Streptococcus pyogenes (Mosher I989). Baru-baru ini,
banyak perhatian telah dibayarkan kepada protein pengikat fibronektin bakteri (FnBPs) yang
memediasi adhesi sel dan menginduksi masuknya bakteri ke sel inang nonfagositik
menggunakan fibronektin (Schwarz-Linek et al. 2004). Penelitian Crystal dan NMR
mengungkapkan bahwa FnBP mengalami gangguan dalam keadaan tidak terikat dan setelah
interaksi dengan fibronektin menjadi teratur melalui mekanisme b¬ripper tandem yang tidak
biasa dan khas (Bingham et al. 2008.
D. Peran Fibronektin
Peran fibronektin sangat penting bagi tubuh saat penyembuhan luka maupun
terjadinya infeksi adalah :
1. Peran Fibronectin pada Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka terdiri dari 3 fase yaitu:
a. Fase inflamasi dimulai segera sampai 4-5 hari setelah trauma. Pembuluh darah
terbuka menyebabkan keluarnya serum protein, trombosit, faktor-faktor
pembekuan darah dan kolagen. Mekanisme pertama untuk mencegah
kehilangan darah adalah de ngan hemostasis dan pembentukan bekuan darah
serta pembentukan matriks luka untuk mengisi defek yang disebabkan oleh
trauma. Trombosit diaktivasi untuk mengeluarkan growth faktor, fibrinogen
dan fibronektin. Pada fase ini soluble fibronectin, bersama dengan fibrin,
berfungsi untuk membentuk bekuan darah dan merangsang terjadinya migrasi
sel ke dalam luka (Suryadi dkk, 2013).
b. Fase proliferasi dimulai sejak hari 3-6. Matriks luka akan ditempati oleh sel
endothelial yang berprollferasi. Sel tersebut akan membentuk pembuluh darah
baru, dilanjutkan dengan produksi matriks ekstraseluler sementara dan migrasi
sel membentuk suatu lapisan yang akan menutupi permukaan luka.
c. Fase remodeling atau kontraksi ditandai dengan peningkatan jumlah kolagen
dan anyaman serat sehingga membentuk kekuatan baru pada parut. Pada fase
ini fibroblast mensekresi protease termasuk matriks metalloprotease yang
mendegradasi soluble fibronectin yang semula berperan pada fase proliferatif.
Selanjutnya fibroblast akan mensekresi insoluble fibronectin dan
menyatukannya dalam matriks jaringan. Fragmentasi dari fibronectin oleh

8
protease diduga ikut berperan penting dalam menyebabkan kontraksi luka
(Valenick et al., 2005).
2. Peran Fibronenectin pada infeksi
Fibronectin didapatkan pada saliva manusia dan berperan untuk mencegah
kolonisasi bakteri patogen di cavum oris dan faring (Hasty dan Simpson, 1987).
Fibronectin berikatan secara spesifik dengan Staphylococcus aureus. Mekanisme
perlekatan fibronectin pada bakteri S. aureus belum diketahui secara pasti.
lnteraksi fibronectin dengan bakteri penting untuk proses opsonisasi melalui
soluble fibronectin. Selain itu, fibronectin berperan dalam proses perlekatan
bakteri pada jaring an melalui insoluble fibronectin (Mosher dan Furcht, 1981).
E. Perakitan Matrik Fibronektin
Fibronektin penting untuk banyak kegiatan termasuk migrasi sel dan morfogenesis
jaringan. Kegiatan ini memerlukan fibrone ktin untuk dirangkai menjadi fibronektin fibril,
yang merupakan salah satu komponen paling awal matriks ekstraseluler, dan
menyediakan perancah untuk pengendapan protein yang berinteraksi dengan fibronektin
seperti kolagen dan heparan sulfat proteoglikan pada matriks ekstraseluler (Hynes 2009).
Penghambatan pembentukan fibrilektin fibril menyebabkan keterlambatan dalam
perkembangan embrio (Darribere et al. 1990). Tidak seperti perakitan kolagen atau
laminin, fibronogenesis fibronektin tidak terjadi secara spontan pada konsentrasi garam
fisiologis dan pH. Ini membutuhkan kehadiran sel-sel kompeten perakitan. Aturan untuk
perakitan fibronektin tampaknya sama untuk fibronektin plasma dan fibronektin seluler
(Bae et al. 2004).
1. Langkah perakitan matrik fibronektin
Fibronektin padat terlarut perlu dirakit ke bentuk matriks fibrillarnya dalam
sel yang dimediasi, secara bertahap. Fibronektin perakitan dimulai dengan
mengikat fibronektin larut ke reseptor permukaan sel yang menginduksi perubahan
konformasi yang mengekspos situs mengikat samar di fibronektin terikat.
Perubahan ini memfasilitasi interaksi fibronektin-fibronektin, membentuk
fibronektin fibril, fibronectin fibril elongation melalui tegangan yang dihasilkan sel
dimediasi oleh integrin, dan pembentukan jaringan fibrillar yang tidak larut
(Gambar 2.3).

9
Gambar 2.3 perakitan matrik fibronektin

2.Perakitan matrik fibronektin domain esensial


Kemampuan fibronektin-nihil fibroblast patuh untuk merakit fibronektin
eksogen bergantung pada substrat patuh: sel-sel yang melekat pada vitronektin tidak
dapat membentuk fibronektin eksogen, sementara sel yang melekat pada kolagen,
laminin, atau fibronektin kompeten untuk perakitan fibronektin (Bae et al. 2004).
Dalam identifikasi fragmen yang lebih kecil di fibronektin yang bertanggung jawab
atas aktivitas pendukung, modul 1FN3 dan modul C-terminal ditemukan diperlukan
untuk aktivasi sel patuh agar secara optimal kompeten untuk perakitan fibronektin
(Xu et al. 2009). Mekanisme bagaimana vitronektin menekan atau bagaimana
fibronektin, kolagen, atau laminin mendukung sel patuh untuk perakitan fibronektin
tidak jelas. Vitronektin terutama berinteraksi dengan integrin avb3, sementara
kolagen, laminin, atau fibronektin terutama berinteraksi dengan integrin b1. b3
integrin mendaur ulang melalui jalur daur ulang "short-loop" endosom, dan b1
integrin mendaur ulang melalui jalur daur ulang "loop panjang" perinuklear (White
et al. 2007). Ditemukan bahwa daur ulang dari integrin avb3 dapat menghambat
pengembalian integralin integrin a5b1 kembali ke membran plasma (White et al.
2007).
3.Peran Integrin dan Kontraktilitas Cytoskeletal di perakitan fibronectin
Fibronektin membutuhkan perubahan konformasi untuk mengekspos situs
samar-samarnya interaksi fibronektin-fibronektin. Selain perubahan konformasi
yang disebabkan oleh interaksi langsung antara fibronektin dan integrin, gerakan
integrin sel didorong sepanjang permukaan sel dapat meregangkan fibronektin dan

10
menyebabkan paparan lebih lanjut dari situs self-association samar. Hilangnya
kontraktilitas sel dengan penyumbatan Rho, myosin rantai ringan kinase, atau
interaksi aktin-myosin menghambat pembentukan matriks fibronektin (Halliday dan
Tomasek 1995; Wu et al. 1995b; Zhang dkk. 1994; Zhang dkk. 1997; Zhong dkk.
1998). Mayoritas situs interaksi fibronektin-fibronektin samar berada dalam modul
FN3 (Geiger et al. 2001). (Xu and Mosher, 2011)
F. Prosedur Pemeriksaan Fibronektin

Aplikasi Imunohistokimia: Imunohistokimia dapat digunakan untuk mendeteksi


berbagai penyakit, seperti kanker, tumor dan dapat digunakan untuk identifikasi sel atau
jaringan. Imunohistokimia adalah teknik yang digunakan dalam banyak laboratorium
patologi untuk memeriksa antigen unik atau antigen penanda dalam jaringan tertentu.
Dibutuhkan antibody primer danantibody sekunder agar terjadi reaksi. Antibodi adalah
bagian dari imunitas tubuh yang berperan dalam menjaga ketahanan tubuh dari berbagai
mikroorganisme patogen. Ada antibodi yang berupa monoclonal dan ada juga antibodi
poliklonal.
Antibodi Monoklonal biasanya banyak dipakai untuk identifikasi, karakterisasi dan
lokalisasi antigen tertentu. Antigen adalah protein yang dapat merangsang tubuh
mengeluarkan antibodi. Antibodi primer diperlukan untuk percobaan imunohistokimia,
yang mana dibutuhkan pula produk lainnya seperti antibodi sekunder, kit DAB, larutan
pewarna hematoxylin dan reagen lainnya.

11
 Berikut adalah langkah-langkah pengerjaan IHK untuk Preparat Parafin.
A. Deparafinasi dan rehidrasi
1. Rendam preparat pada xylol I, xylol II, secara berurutan selama 10 menit.
2. Rendam preparat pada alkohol bertingkat: alkohol absolut I, II, III, alkohol 95%,
alkohol 80% dan alkohol 70% secara berurutan selama 5 menit, kemudian cuci
dengan air deionisasi selama 2 menit lakukan sebanyak 2 kali

B. Pengangkatan Antigen (optional)


1. Rendam preparat pada larutan penyangga 0.01M asam sirat (pH 6.0)
2. .Rendam preparat pada larutan penyangga 0.01M asam sirat (pH 6.0).
3. Kemudian masukkan ke dalam microwave selama 10 menit (waktu terhitung saat
medium mendidih), perhatikan agar jaringan tidak sampai kering.
4. Ambil wadah rendaman preparat kemudian dinginkan suhu ruang. Setelah dingin,
angkat preparat dan cuci dengan PBS (pH 7.4) selama 3 menit ulangi 3 kali. Note:
pencucian jangan langsung ke jaringan agar jaringan tidak pecah.

C. Inaktivasi
1 . Teteskan H2O2 3% ke preparat secara perlahan untuk memblok enzim peroksidase
dalam sel. Lalu diamkan di suhu kamar selama 15 menit dalam larutan H2O2 30%,
terakhir cuci preparat dengan PBS selama 3 menit ulangi 3 kali.
D. Inkubasi Antibodi
1. Bersihkan kertas absorbent dengan PBS, tambahkan serum normal 5% (tambah
antibodi sekunder dengan jenis spesies yang sama atau mirip) setetes setetes pada
kertas absorbent, lalu dilakukan pemblokiran pada suhu 37℃ selama ½ jam.
2. Jika ada cairan di sekitar jaringan preparat dikeringkan dengan kertas absorbent,
kemudian buat tanda lingkaran dengan oil pen di sekitar jaringan yang akan diamati,
lalu teteskan antibodi primer yang telah diencerkan. Masukan PBS di bagian kontrol,
jika tidak memiliki kontrol negatifnya. Setelah ditambahkan antibodi primer yang
telah diencerkan, preparat diletakkan pada wadah basah dan disimpan dalam suhu 4℃
semalaman. (Pengenceran antibodi sebelumnya sudah dilakukan optimasi dahulu
untuk menentukan pengenceran yang tepat).
3. Preparat dicuci dengan PBS sebanyak 3x, masing masing selama 2 menit, keringkan
preparat dengan kertas absorbent, lalu tambahkan antibodi sekunder terkonjugasi HRP
dan inkubasi dalam suhu 37℃ selama 30 menit.

12
E. Deteksi Sinyal
1. Lakukan pencucian pada preparat selama 3 menit, diulang 4 kali, keringkan dengan
kertas absorbent, masukkan DAB substrate tetes demi tetes keseluruh bagian jaringan,
lalu amati di bawah mikroskop. Sinyal positive ditandai dengan warna coklat
kekuningan atau coklat. Pada proses ini perlu diperhatikan agar warna tidak terlalu
gelap, jika terjadi reaksi maka hentikan dengan air mengalir.
2. Pewarnaan Hematoxylin: rendam preparat dalam larutan Harris hematoxylin selama ½
– 1 menit, kemudian cuci dengan air dan rendam dalam larutan alkohol + HCL 1%,
terakhir cuci lagi dengan air (optional).

F. Dehidrasi dan Mounting


1. Pertama rendam preparat dan cuci dengan air, kemudian rendam dengan larutan
alkohol dan xylol bertingkat: Alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, alkohol absolut I,
alkohol absolut II, xylol I dan xylol II. Lakukan perendaman masing masing larutan
selama 2 menit dan keringkan di lemari asam.
2. Preparat ditutup dengan cover glass, usahakan jangan sampai terbentuk gelembung
udara. Teknik meletakkan penutup kaca objek dengan dimiringkan ke salah satu sisi
kemudian tutup perlahan dengan rata. Terakhir keringkan dalam lemari asam.
3. Amati dengan mikroskop preparat yang sudah kering dan ambil gambarnya

 Menurut Chin (2005), pemeriksaan imunohistokimia fibronektin adalah sebagai


berikut :
1.Pemeriksaan secara imunohistokimia dengan menggunakan potongan jaringan 3um
dari blok parafin.
2.Slide dilakukan deparafinasi dengan menggunakan xylol dan alcohol secara bertingkat.
3.Sebelum pewarnaan immunostainning dengan streptavidin biotin dilakukan induksi
dengan EDTA
4.Diberi hydrogen peroxida 3 % selama 5 menit.
5.Diberi antibodi monoklonal anti fibronektin selama 10 menit (Novocaste Lab U.K)
6.Kemudian diberi antibodi sekunder biotinylated (Dako Denmark).
7.Diberi labeling peroxida streptavidin (Dako Denmark), inkubasi suhu kamar selama 10
menit.
8.Deaminasi dengan warna chromogen dan dinkubasi selama 5 menit
13
9.Diberi wama penutup Harris Haematoxylin.
10.Penilaian fibronektin matrik mesangial dengan menggunakan skala 0 sampai 4
kriteria :
0 : intensitas kurang dari 5%
1: intensitas 5-25%
2: intyensitas 25-50%
3 :Intensitas 50-75%
4 : intensitas lebih dari 75%

Interpretasi hasil:

A B C
A : Ekspresi fibronektin skala 0
B : Ekspresi fibronektin skala 1
C : Ekspresi fibronektin skala 2
D : Ekspresi fibronektin skala 3
E : Ekspresi fibronektin skala 4

D E

\
Contoh kasus :
Penanda fibronektin pada kasus infark miokard
Bahan dan metode
Bahan :
1.Kelompok dengan buktin pasti infark miokard (kelompok control positif)
2. Kelompok dengan penyebab kematian lain yang tidak terkait dengan miokardium
termasuk kecelakaan, luka bakar listrik dan termal (kelompok kontrol negatif)

14
3. Kelompok dengan kecurigaan klinis yang kuat terhadap infark miokar dan adanya
stenosis arteri koroner yang signifikan (yaitu lebih dari 75% stenosis setidaknya satu
dari tiga mayor arteri koroner). Kelompok ini yang disebut grup mencurigakan

Dari setiap bagian setelah pemrosesan rutin dua slide disiapkan; satu diwamai dengan
metode H & E dan pewama lainnya untuk fibronektin immunohistochemically.

Pewarnaan Immunohistokimia
1. Jantung yang diotopsi difiksasi dalam 10% buffer formalin dan jaringan bagian yang
diproses secara rutin. Bagian yang diproses adalah tertanam dalam blok parafin dan
dari mana 4 micrometerthick bagian slide disiapkan dan dipindahkan ke sialinized
slide mikroskopis.
2. Bagian slide diinkubasi selama satu jam dalam 60°C dan kemudian deparaffinized
dalam dua perubahan xilena masing-masing selama 5 menit. Kemudian aktivitas
peroksidase endogen diblokir oleh inkubasi selama 15 menit menggunakan 3%
hidrogen peroksida dalam metanol.
3. Setelah dicuci dengan Tris-buffered saline (TBS), slide diinkubasi selama 35 menit
oleh antibodi primer (1/1000 pengenceran Anti Kelinci yang berpemilik fibronektin
manusia, antibodi monoklonal, Dakocytomation, Denmark).
4. Selanjutnya antibodi yang tidak terikat tersapu bersih dengan slide mengapung dalam
tiga perubahan TBS, setiap tiga menit.
5. Akhirnya, antibodi yang berpotensi membatasi itu dikembangkan dan dideteksi oleh
LSAB2 System-HRP detection kit (Dakocytomation, Denmark)

15
Gambar 1 Pulasan Fibronectin Negatif pada luka antemortal (Pembesaran 100x)

Gambar 2 Pulasan Fibronectin dengan Intensitas Kuat pada luka antemortal


(Pembesaran 100x)

16
Tidak ada pewarnaan

Gambar 3 : tidak ada pewarnaan untuk fibronektin mengharapkan untuk dinding


pembuluh darah dalam suatu kasus kematian noncardiac, kelompok control
negative (skor = 0). Pewarnaan pembuluh darah digunakan sebagai control positif
internal yang mendukung pewarnaan yang benar prosedur. 40x

Pewarnaan lemah

Gambar 4 : pewarnaan sitoplasma ringan dalam kasus yang mencurigakan. Pola


pewarnaan tambal sulam. Kasus ini diberi skor 1+ 100x

17
Pewarnaan patchy yang intens

Gambar 5 : pewarnaan nanas dan sitoplasma yang relative kuat dalam sebuah
kasus yang dicurigai infark miokard. Kasus ini mendapat skor 2+. 100x

Pewarnaan difus yang intens

Gambar 6: pewarnaan konfluen kuat untuk fibronektin (skor=3+) dilokasi infark


dalam subjek control positif. Ditandai leukosit polimorfonuklear infiltrasi juga
terlihat. 100x

18
Gambar 7 Fibronektin (FNI) antibody monoclonal pada tikus ( parafinem bedded
Adeno karsinoma jaringan ovarium manusia)

Gambar 8 Fibronecting (FN1) antibody monoclonal pada tikus (parafinem bedded


adeno karsinoma jaringan usus besar manusia)

19
Hasil
Hasil penelitian dirangkum dalam table 1

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fibronektin (FN) adalah protein matriks ekstraseluler yang diperlukan saat
memelihara homeostasis jaringan, penyembuhan luka, perkembangan, proses terjadinya
penyakit (terutama kanker). Fibronektin dianggap mempunyai peran biologi dalam
menghubungkan sel, kolagen dan glikosaminoglikan. Interaksi ini membantu menengahi
adhesi sel normal dan migrasi. Fibronektin memiliki berat molekul (BM) sebesar
222.000-240.000.

 Struktur fibronektin terbagi menjadi 3 yaitu:


1. Struktur dasar,
2. Penyambungan alternative, dan
3. Modifikasi post translational.
 Beberapa domain fungsional dari fibronektin yaitu:
1. Domain Interaksi Integrin
2. Domain Pengikatan Kolagen
3. Fibrin-Binding Domains
4. Heparin-Binding Domain
5. Bacteria-Binding Domains
 Hal yang perlu dipahami dalam perakitan matrik fibronektin yaitu:
1. Langkah perakitan matrik fibronektin
2. Perakitan matrik fibronektin domain esensial
3. Peran Integrin dan kontraktilitas cytoskeletal di perakitan fibronektin
 Kontrol
1. Komponen penting control mutu, validitas hasil
2. Menghubungkan prosedur kerja (fase analitik) dan interpretasi hasil (fase post-
analitik)
3. Prosedur dapat dikerjakan dengan benar dan dapat di ulang
4. Memberikan spesifitas dan sensitifitas yang diharapkan

21
 Control Posotif
5. Menguji protocol yang digunakan
6. Memberikan informasi technical sensitivity intensitas pewarnaan (lemah
sampai kuat)
7. Internal dan eksternal on slide and batch
8. ICAPCS ( Immunohistochemistry Critical Assay Performance Control ) dan
sekunder
 Control Negatif
1. Menguji spesifitas antibody yang digunakan technical specifity
2. KNJ : internal dan eksternal : on slide and batch
3. KNR : abprim dan det-sys (control negative reagen system deteksi)

B. Saran
Saran kami untuk pembaca yaitu untuk tidak menjadikan makalah ini sebagai satu-
satunya refrensi melainkan mencari refrensi lainnya guna memperdalam wawasan
pembaca dalam materi tentang fibronektin.

22
DAFTAR PUSTAKA

https://indogen.id/ihc-2-panduan-imunohistokimia-ihk-untuk-preparat-paraffin/
http://pustaka.unpad.ac.id
www.origene.com; https://cdn.origene.com/datasheet/ta803733.pdf
Alberts, B. et al. (2003) Molecular Biology of the cell.4th edn. Biohemistry
And Molecular Biology Education.
Dolinak D, Matshes EW. Blunt Force Injury. In: Dolinak D, Matshes EW, Lew EO, ed.
Forensic pathology principles and practice. London: Elsevier, 2005; p. 121-42
Dr. Sri herwiyanti, MS; Temu Ilmiah Daring 2020; control Mutu pewarnaan
imunohistokimia; UGM. ac. Id ;
Grellner W, Madea B. Demands on scientific studies: vitality of wounds and wound age
estimation. Forensic Sci Int. 2007;165(2-3):150-4.
Ishida Y, Kimura A, Takayasu T, Eisenmenger W, Kondo T. Detection of fibrocytes in
human skin wounds and its application for wound age determination. Int J of legal
Med. 2009; 123(4):299-304.
Kondo T, Ishida Y. Molecular pathology of wound healing. Forensic Sci Int. 2010; 203(1-3):
93-8.
Liu N, Chen Y, Huang X. Fibronectin EIIIA splicing variant: a useful contribution to forensic
wounding interval estimation. Forensic Sci Int. 2006;162(1-3):178-82
Ortiz-Rey JA, Suarez-Penaranda JM, Da Silva EA, Munoz JI, San Miguel-Fraile P, De la
Fuente-Buceta A, et al. Immunohistochemical detection of fibronectin and tenascin in
incised human skin injuries. Forensic Sci Int. 2002;126(2):118-22.
Pathophysiology of wound healing. In: Jason P, Anthony B, William S, ed. Forensic
medicine clinical and pathological aspects. London: Greenwich Medical Media, 2003;
p. 81-8.
Saleki, S. et al. (2016) ‘Fibronectin as an Immunohistochemical Marker for
Postamortem Diagnosis of Myocardial Infarction’, Mathews jour of
Immunology & Allergy, 1(1),pp.1-5.
Suryadi I.A., Asmarajaya AAGN, Maliawan S; proses penyembuhan Dan
Penanganan Luka; E-Journal Universitas Udayana; 2013; Available
From: http:)//ojs.unud.ac.id
Valennick LV, Hsia HC, Schwarzbauer JE. (2005). Fibronectin Fragmentation
Promotes alpha4beta1 integrin-mediatedcontraction of a fibrin-
23
Fibronectin provisional matrix ; Experimental cell Reesearch; Available
From:
Vitality, injury age, determination of skin wound age, and fracture age. In: Reinhard BD, ed.
Forensic histopathology fundamentals and perspectives. Berlin: Springer, 2011; p.
191-205.
Xu,J. and Mosher, D.(2011) ‘Fibronectin and other Adhesive Glycoproteins’,
pp.41-76. doi: 10.1007/978-3-642-16555-9

24

Anda mungkin juga menyukai