Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN URINALISA DAN CAIRAN TUBUH

PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS, KIMIA DAN MIKROSKOPIS


CAIRAN OTAK (LIQUOR CEREBRO SPINALIS)/ LCS

Oleh :

Kelompok 5
1. Dwi Liana Abdi Pertiwi P07134018084
2. Shindy Sausan P07134018085
3. I Putu Virgatha Satya Adi Candra P07134018086
4. Luh Gede Meilia Ayu Suari Putri P07134018087
5. Putu Talia Jayanti P07134018088
6. Nadya Inderawati P07134018089
7. I Putu Ritzky Mahendra Yogi P07134018090

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
TAHUN 2019
I. TUJUAN
1.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami cara pemeriksaan makroskopis,
mikroskopis dan kimia pada cairan otak
1.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan makroskopis pada cairan
otak.
b. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan None-Apelt dan Pandy
pada untuk mengetahui kenaikan kadar globulin dan albumin pada
sampel LCS (Liquor Cerebro Spinalis.
c. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan cara hitung jumlah dan
jenis sel pada sampel cairan otak untuk mengetahui jumlah sel serta
dapat membedakan jenis sel mononuklear dan polinuklear dalam
cairan otak.
d. Mahasiswa dapat melakukan menginterpretasikan hasil
pemeriksaan makroskopis, mikroskopis serta pemeriksaan None-
Apelt dan Pandi pada cairan otak.

II. METODE
1. Pemeriksaan Makroskopis
Pengamatan langsung secara makroskopis pada sampel cairan otak.
2. Pemeriksaan Mikroskopis
Metode yang digunakan dalam menghitung jumlah dan jenis sel pada
cairan otak adalah bilik hitung/ kamar hitung Improved Neubaure.
3. Pemeriksaan Kimia
Metode pemeriksaan None adalah none-apelt dan metode pemeriksaan
Pandy adalah pandy

III. PRINSIP
1. Pemeriksaan Makroskopis
Hasil pengamatan pada sampel cairan otak dibandingkan dengan cairan
otak yang normal, kemudian diinterpretasikan.
2. Pemeriksaan Mikroskopis
Liquor Cerebro Spinalis diencerkan dengan larutan turk pekat akan ada
sel leukosit dan sel lainnya akan lisis dan dihitung selnya dalam kamar
hitung di bawah mikroskop.
3. Pemeriksaan Kimia
- Pemeriksaaan None-Apelt
Reagen None memberikan reaksi terhadap protein globulin dalam
bentuk kekeruhan yang berupa cincin. Ketebalan cincin berhubungan
dengan kadar globulin, makin tinggi kadarnya maka cincin yang
terbentuk makin tebal.
- Pemeriksaan Pandy
Reagen pandy memberikan reaksi terhadap protein (albumin dan
globulin) dalam bentuk kekeruhan. Pada keadaan normal tidak terjadi
kekeruhan atau kekeruhan yang ringan seperti kabut.

IV. DASAR TEORI


Pengertian LCS
Liquour Cerebrospinalis adalah cairan otak yang diambil melalui lumbal
punksi Cairan otak tidak boleh dipandang sama dengan cairan yang terjadi oleh
proses ultrafiltrasi saja dari plasma darah. Di samping filtrasi, faktor sekresi dari
plexus choriodeus turut berpengaruh. Karena itu cairan otak bukanlah transudat
belaka. Akan tetapi seperti transudat, susunan cairan otak juga selalu
dipengaruhi oleh konsentrasi beberapa macam zat dalam plasma darah.
Pengambilan cairan otak itu dilakukan dengan maksud diagnostik atau
untuk melakukan tindakan terapi. Kelainan dalam hasil pemeriksaan dapat
memberi petunjuk kearah suatu penyakit susunan saraf pusat, baik yang
mendadak maupun yang menahun dan berguna pula setelah terjadi trauma.
Secara makroskopi, mikroskopi, kimia, bakteriologi, dan serologi.
Anatomi dan Fisiologi
Cairan Serebro Spinal (CSS) ditemukan di ventrikel otak dan sisterna dan
ruang subarachnoid yang mengelilingi otak dan medula spinalis. Seluruh
ruangan berhubungan satu sama lain, dan tekanan cairan diatur pada suatu
tingkat yang konstan.
 Fungsi Bantalan Cairan Serebrospinal
Fungsi utamanya adalah untuk melindungi sistem saraf pusat (SSP) terhadap
trauma. Otak dan cairan serebrospinal memiliki gaya berat spesifik yang kurang
lebih sama (hanya berbeda sekitar4%), sehingga otak terapung dalam cairan ini.
Oleh karena itu, benturan pada kepala akan menggerakkan seluruh otak dan
tengkorak secara serentak, menyebabkan tidak satu bagian pun dari otak yang
berubah bentuk akibat adanya benturan tadi.
 Pembentukan, Aliran dan Absorpsi Cairan Serebrospinal
Sebagian besar CSS (dua pertiga atau lebih) diproduksi di pleksus
choroideus ventrikel serebri (utamanya ventrikel lateralis). Sejumlah kecil
dibentuk oleh sel ependim yang membatasi ventrikel dan membran arakhnoid
dan sejumlah kecil terbentuk dari cairan yang bocor ke ruangan perivaskuler di
sekitar pembuluh darah otak (kebocoran sawar darah otak).Pada orang dewasa,
produksi total CSS yang normal adalah sekitar 21 mL/jam (500 mL/
hari),volume CSS total hanya sekitar 150 mL. CSS mengalir dari ventrikel
lateralis melalui foramen intra ventrikular (foramen Monroe) ke venrikel ketiga,
lalu melewati cerebral aquaductus(aquaductus sylvii) ke venrikel keempat, dan
melalui apertura medialis (foramen Magendi) danapertura lateral (foramen
Luschka) menuju ke sisterna cerebelomedular (sisterna magna). Darisisterna
cerebelomedular, CSS memasuki ruang subarakhnoid, bersirkulasi disekitar otak
dan medulaspinalis sebelum diabsorpsi pada granulasi arachnoid yang terdapat
pada hemisfer serebral.
Sekresi Pleksus koroideus adalah pertumbuhan pembuluh darah seperti
kembang kol yang dilapisi oleh selapis tipis sel. Pleksus ini menjorok ke dalam
kornu temporal dari setiap ventrikel lateral,bagian posteror ventrikel ketiga dan
atap ventrikel keempat.Sekresi cairan oleh pleksus koroideus terutama
bergantung pada transpor aktif dari ion natrium melewati sel epitel yang
membatasi bagian luar pleksus. Ion- ion natrium pada waktu kembali positif
akan menarik ion akan menarik sejumlah besar ion-ion klorida, karena ion
natrium yang bermuatan klorida yang bermuatan negatif. Keduanya bersama -
sama meningkatkankuantitas osmotis substansi aktif dalam cairan serebrospinal,
yang kemudian segera menyebabkan osmosis air melalui membran, jadi
menyertai sekresi cairan tersebut. Transpor yang kurang begitu penting
memindahkan sejumlah kecil glukosa ke dalam cairan serebrospinal dan ion
kalium dan bikarbonat keluar dari cairan serebrospinal ke dalam kapiler. Oleh
karena itu, sifat khas dari cairan serebrospinal adalah sebagai berikut: tekanan
osmotik kira-kira sama dengan plasma; konsentrasi ion natrium kira-kira sama
dengan plasma; klorida kurang lebih 15% lebih besar dari plasma; kalium kira-
kira 40% lebih kecil; dan glukosa kira-kira 30% lebih sedikit. Inhibitor carbonic
anhidrase (acetazolamide) , kortikosteroid, spironolactone, furosemide,
isoflurane dan agen vasokonstriksi untuk mengurangi produksi CSS.
Absorpsi Cairan Serebrospinal Melalui Vili Arakhnoidalis. Absorpsi CSS
melibatkan translokasi cairan dari granulasi arachnoid ke dalam sinus
venosusotak. Vili arakhnoidalis, secara mikroskopis adalah penonjolan seperti
jari dari membran arakhnoidke dalam dinding sinus venosus. Kumpulan besar
vili-vili ini biasanya ditemukan bersama-sama, dan membentuk suatu struktur
makroskopis yang disebut granulasi arakhnoid yang terlihat menonjol kedalam
sinus. Dengan menggunakan mikroskop elektron, terlihat bahwa vili ditutupi
oleh sel endotel yang memiliki lubang-lubang vesikular besar yang langsung
menembus badan sel.
Telah dikemukakan bahwa lubang ini cukup besar untuk menyebabkan
aliran yang relatif bebas dari cairanserebrospinal, molekul protein, dan bahkan
partikel - partikel sebesar eritrosit dan leukosit ke dalam darah vena. Sebagian
kecil diabsorpsi di nerve root sleeves dan limfatik meningen. Walaupun
mekanismenya belum jelas diketahui, absorpsi CSS ini tampaknya berbanding
lurus terhadaptekanan intra kranial (TIK) dan berbanding terbalik dengan
tekanan vena serebral (Cerebral Venous Pressure = CVP). Karena otak dan
medula spinalis sedikit disuplai oleh sistem limfatik, absorpsimelalui CSS
merupakan mekanisme utama untuk mengembalikan protein perivaskuler dan
interstitiilke dalam aliran darah. Ruang Perivaskuler dan Cairan Serebrospinal
Pembuluh darah yang mensuplai otak pertama-tama berjalan melalui sepanjang
permukaanotak dan kemudian menembus ke dalam, membewa selapis pia mater,
yaitu membran yangmenutupi otak. Pia mater hanya melekat longgar pada
pembuluh darah, sehingga terdapat sebuahruangan, yaitu ruang perivaskuler,
yang ada di antara pia mater dan setiap pembuluh darah. Oleh karena itu, ruang
perivaskuler mengikuti arteri dan vena ke dalam otak sampai arteriol dan
venula, tapi tidak sampai ke kapiler. Fungsi Limfatik Ruang Perivaskuler.
Sama halnya dengan di tempat lain dalam tubuh, sejumlah kecil protein
keluar dari parenkim kapiler ke dalam ruang interstitiil otak, karena tidak ada
pembuluh limfe dalam jaringan otak, protein ini meninggalkan jaringan terutama
dengan mengalir bersama cairan yang melalui ruangperivaskuler ke dalam ruang
subarakhnoid. Untuk mencapai ruang subarakhnoid, protein akan mengalir
bersama cairan serebrospinal untuk diabsorpsi melalui vili arakhnoidalis ke dlam
vena-venaserebral. Ruang perivaskuler, sebenarnya, merupakan sistem limfatik
yang khusus untuk otak.. Selain menyalurkan cairan dan protein, ruang
perivaskuler juga menyalurkan partikel asing dari otak ke dalam ruang
subarakhnoid. Misalnya, ketika terjadi infeksi di otak, sel darah putih dan
jaringanmati infeksius lainnya dibawa keluar melalui ruang perivaskuler.
 Tekanan Cairan Serebrospinal
Tekanan normal dari sistem cairan serebrospinal ketika seseorang berbaring
pada posisi horizontal, rata-rata 130 mm air (10 mmHg), meskipun dapat juga
serendah 65 mm air atau setinggi 95 mm air pada orang normal.. Pengaturan
Tekanan Cairan Serebsrospinal oleh Vili Arakhnoidalis. Normalnya, tekanan
cairan serebrospinal hampir seluruhnya diatur oleh absorpsi cairanmelalui vili
arakhnoidalis. Alasannya adalah bahwa kecepatan normal pembentukan
cairanserebrospinal bersifat konstan, sehingga dalam pengaturan tekanan jarang
terjadi faktor perubahandalam pembentukan cairan. Sebaliknya, vili berfungsi
seperti katup yang memungkinkancairan danisinya mengalir ke dalam darah
dalam sinus venosus dan tidak memungkinkan aliran sebaliknya.
Secara normal, kerja katup vili tersebut memungkinkan cairan
serebrospinalmulai mengalir ke dalam darah ketika tekanan sekitar 1,5 mmHg
lebih besar dari tekanan darah dalam sinus venosus. Kemudian, jika tekanan
cairan serebrospinal masih meningkat terus, katup akan terbuka lebar,sehingga
dalam keadaan normal, tekanan tersebut tidak pernah meningkat lebih dari
beberapa mmHg dibanding dengan tekanan dalam sinus. Sebaliknya, dalam
keadaan sakit vili tersebut kadang-kadang menjadi tersumbat oleh partikel-
partikel besar, oleh fibrosis, atau bahkan oleh molekul protein plasma yang
berlebihan yang bocor ke dalam cairan serebrospinal pada penyakit otak.
Penghambatan seperti ini dapatmenyebabkan tekanan cairan serebrospinal
menjadi sangat tinggi. Pengukuran Tekanan Cairan Serebrospinal. Prosedur
yang biasa digunakan untuk mengukur tekanan cairan serebrospinal adalah
sebagai berikut : Pertama, orang tersebut berbaring horizontal pada sisi
tubuhnya, sehingga tekanancairan spinal sama dengan tekanan dalam ruang
tengkorak. Sebuah jarum spinal kemudiandimasukkan ke dalam kanalis spinalis
lumbalis di bawah ujung terendah medula spinalisdandihubungkan dengan
sebuah pipa kaca. Cairan spinal tersebut dibiarkan naik pada pipa kaca
sampaisetinggi-tingginya. Jika nilainya naik sampai setinggi 136 mm di atas
tingkat jarum tersebut,tekanannya dikatakan 136 mm air atau, dibagi dengan
13,6 yang merupakan berat jenis air raksa,kira-kira 10 mmHg.

V. ALAT DAN BAHAN


1. Pemeriksaan Makroskopis
a. Alat
- Tabung kecil diameter 7 mm
- Pipet ukur 1 ml
- Ball pipet
- Pipet tetes
- Stopwatch
- Gelas arloji
b. Bahan
- Sampel cairan otak

2. Pemeriksaan Mikroskopis
a. Alat
- Pipet thoma leukosit
- Kamar hitung Improved Neubauer
- Glass beaker
- Mikroskop
b. Bahan
- Sampel cairan otak
- Larutan Turk
- Aquadest
- Tissue

3. Pemeriksaan Kimia
a. Alat
- Tabung kecil diameter 7 mm
- Pipet ukur 1 ml
- Ball pipet
- Pipet tetes
- Stopwatch
- Gelas arloji
b. Bahan
1. Reagen none : Larutan (NH4)2SO4 jenuh.
2. R 1 : 85 g netral (NH 4)2SO4 dilarutkan dalam 100 ml aquadest
dipanaskan pada suhu 90ºC, dibiarkan beberapa hari.
3. Reagen Pandy
- Fenol Kristal : 10 g
- Aquadest : 100 ml
Dikocok, diinkubasi pada suhu 37ºC selama beberapa hari, reagen
harus sering dikocok.

VI. CARA KERJA


1. Pemeriksaan Makroskopis
- Amati sampel caiaran otak secara makroskopis
2. Pemeriksaan Mikroskopis
Syarat pemeriksaan :
Dilakukan dlm waktu < 30’, karena bila > 30’ jml sel akan berkurang
yang disebabkan:
 Sel mengalami sitolisis
 Sel akan mengendap, shg sulit mendapat sampel yang homogen
 Sel terperangkap dalam bekuan
 Sel cepat mengalami perubahan morfologi

Jenis Pemeriksaan:
 Hitung Jumlah Sel
 Hitung Jenis Sel
 Bakterioskopi

Cara kerja:
1. Cairan otak yang diperiksa dikocok dahulu agar homogen
2. Larutan turk dihisap sampai angka 1
3. Larutan cairan otak dihisap sampai angka 11
4. Dikocok perlahan selama lebih kurang 3 menit dengan
menggerakkan pipet tegak lurus sumbu panjang pipet
5. Lalu dibuang 3 tetes cairan pertama
6. Diteteskan pada bilik hitung Improved Neubauer
7. Dibiarkan selama 5 menit agar sel mengedap
8. Dihitung sel dalam kamar hitung pada semua kotak leukosit di
mikroskop lensa objektif 10x/ 40x serta dihitung jenis selnya
(hitung dalam 3 kamar hitung, kemudian kalikan 3)
Dengan perhitungan : Jumlah sel/ mm3 = 10/9 X N sel/ mm3
3. Pemeriksaan Kimia
a. Pemeriksaan None-Apelt
- Tabung serologi diisi dengan 1 ml larutan ammonium sulfat
jenuh
- Dituang 0,5 ml LCS dengan cara pelan-pelan lewat dinding
tabung sehingga terbentuk 2 lapisan, di mana lapisan atas
adalah LCS
- Diamkan selama 3 menit
- Kemudian dilihat pada perbatasan kedua lapisan dengan latar
belakang gelap
b. Pemeriksaan Pandy
- Gelas arloji diisi dengan 1 ml reagen Pandy
- Ditetesi dengan 1 tetes LCS
- Kemudian dilihat segera ada tidaknya kekeruhan
- Ditetesi dengan 1 tetes LCS
- Kemudian dilihat segera ada tidaknya kekeruhan

VII. INTERPRETASI HASIL


1. Pemeriksaan Makroskopis
No Parameter Penilaian Normal
Tidak berwarna, Kuning muda,
1. Warna Kuning, Kuning tua, Kuning coklat, Tidak berwarna
merah, hitam coklat
Jernih, agak keruh, keruh, sangat
2. Kejernihan Jernih
keruh, keruh kemerahan
3. Bekuan Tidak ada bekuan, ada bekuan Tidak ada bekuan
7,3 atau setara dengan pH
4. pH
plasma/serum
5. BJ 1.000 – 1.010 1.003 – 1.008

Hal yang perlu diperhatikan :


 Warna
Normal warna LCS tampak jernih, wujud dan viskositasnya sebanding air.
 Merah muda → perdarahan trauma akibat pungsi
 Merah tua atau coklat → perdarahan subarakhnoid akibat hemolisis dan
akan terlihat jelas sesudah disentrifuge
 Hijau atau keabu-abuan →  pus
 Coklat → terbentuknya methemalbumin pada hematoma subdural kronik
 Xanthokromia → (kekuning-kuningan) pelepasan hemoglobin dari
eritrosit yang lisis (perdarahan intraserebral/subarachnoid); juga
disebabkan oleh kadar protein tinggi (> 200 mg/dl)
 Kekeruhan
Normal → tidak ada kekeruhan atau jernih. Walaupun demikian LCS yang
jernih terdapat juga pada meningitis luetika, tabes dorsalis, poliomyelitis,
dan meningitis tuberkulosa.
 Keruh  → ringan seperti kabut mulai tampak jika  :
–        lekosit 200-500/ul3
–        eritrosit > 400/ml
–        mikroorganisme (bakteri, fungi, amoeba)
–        aspirasi lemak epidural sewaktu dilakukan pungsi
–        media kontras radiografi.
 Konsistensi bekuan
–        Bekuan banyak darah masuk
–        Normal → tidak terlihat bekuan
–        Bekuan → banyaknya fibrinogen yang berubah menjadi fibrin.
Disebabkan: trauma pungsi, meningitis supurativa, atau meningitis
tuberkulosa.
Jendalan sangat halus à LCS didiamkan di dalam almari es selama 12-24
jam.
2. Pemeriksaan Mikroskopis
- Hitung Jumlah Sel
 Normal = 0-5/ mm3
 Borderline = 6-10/ mm3
 Abnormal = > 10/ mm3
 Anak - anak umur < 5 tahun, Normal = < 20/ mm3
- Hitung Jenis Sel
MN 100% dan PMN 0%
3. Pemeriksaan Kimia
- Pemeriksaan None-Apelt
Negatif : tidak terbentuk cincin putih
+1 : terbentuk cincin putih sangat tipis, hanya dapat
dilihat dengan atar belakang hitam, bila dikocok akan
kembali jernih
+2 : cincin putih tampak agak jelas, bila dikocok cairan
jadi opalescent
+3 : cincin putih tampak jelas, bila dikocok jadi keruh
+4 : cincin putih sangat jelas, bila dikocok cairan menjadi
keruh sekali

- Pemeriksaan Pandy
Negatif : bila tidak terjadi kekeruhan (berkabut/ opalescent)
+1 : opalescent (kadar protein 50-100 mg%)
+2 : keruh (kadar protein 100-300 mg%)
+3 : sangat keruh (kadar protein 300-500 mg%)
+4 : Keruh seperti susu (kadar protein > 500 mg%)

VIII. HASIL PENGAMATAN


1. Pemeriksaan Makroskopis
Warna : Kekuningan seperti serum
Kejenuhan : Jernih
PH :7
Viskositas : Sedikit kental
Bekuan : Tidak ada bekuan

2. Pemeriksaan Mikroskopis
- Hitung Jumlah Sel
Hitung Jumlah Sel = 0/ mm3 (Normal)
- Hitung Jenis Sel
MN = –
PMN = –

3. Pemeriksaan Kimia
- Pemeriksaan Nonne – apelt
Sampel : LCS dari sampel rumah sakit
Hasil : +3, ditandai dengan cincin putih yang tampak jelas
apabila dikocok menjadi keruh
Sebelum dihomogenkan l, terdapat cincin putih yang tampak jelas

Setelah dihomogenkan, menjadi keruh

- Pemeriksaan Pandi
Sampel : LCS dari sampel rumah sakit
Hasil : +1 , Ditandai dengan opatescent atau kekruhan pada
bagian tengah, disekitarnya cairan masih jernih ( kadar protein 50-
100 mg% )

terdapat opatescent atau kekruhan pada bagian tengah, disekitarnya cairan masih
jernih

IX. PEMBAHASAN
Liquor cerebrospinalis (LCS) adalah cairan jernih yang menyelimuti
susunan saraf pusat yang menggenangi otak dan medula spinalis. Fungsi utama
LCS adalah sebagai alat pelindung bila terjadi hantaman keras pada tengkorak
yang dapat menyebabkan cidera berat. Liquor cerebro spinalis juga dapat
digunakan untuk menentukan penyebab penyakit yang menyerang susunan saraf
pusat. (Widyastiti2012)
Liquor cerebro spinalis berwarna jernih dan dinyatakan patologi sapa bila
berwarna kuning (xantochrome), cucian daging atau keruh (purulenta). Warna
kuning muncul dapat disebabkan oleh kadar protein lebih dari 1 g/L. Warna
merah muda pada LCS dapat disebabkan eritrosit yang melebihi 500 sel/cm 3.
Jumlah sel leukosit pada LCS dapat mencapai 4 - 5 sel/mm 3 dengan mungkin
hanya 1 sel PMN saja. Jumlah sel leukosit akan meningkat pada proses
inflamasi. Perhitungan jumlah sel harus dilakukan segera dan tidak boleh lebih
dari30 menit setelah pungsi lumbal. Penundaan pemeriksaan akan menyebabkan
sel mengalami lisis, pembekuan serta pembentukan fibrin,yang akan
mempengaruhi hasil perhitungan sel. Leukositosis ringan (5-20 sel/mm3) adalah
keadaan abnormal namun tidak spesifik.
Tekanan LCS dipengaruhi oleh kecepatan pembentukan cairan dan tahanan
terhadap absorpsi melalui vili araknoid. Peningkatn salah satu factor akan
menyebabkan peningkatan tekanan, demikian sebaliknya penurunan salah satu
faktor akan menyebabkan penurunan tekanan. Tekanan LCS juga dapat
dipengaruhi oleh posisi; dimana tekanan normal pada posisi berbaring
menghadap satu sisi adalah 8 - 15 mHg atau 1,1 - 2 kPa dan teknana pada posisi
duduk tegak adalah sebesar 16-24 mmHg atau 2,1 - 3,2 kPa. Tekanan LCS pada
anak berkisar 4,4 - 7,3 mmHg atau 0,78 - 0,98 kPa. (Agamanolis2011)
 Metode pemeriksaan kadar protein LCS
1. Pemeriksaan Non ne-Apelt dan Pandy
Kedua pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan protein kualitatif yang
paling umum digunakan untuk melihat adanya protein dalam LCS.
a. Pemeriksaan Pandy
Pemeriksaan Pandy digunakan untuk mengetahui adanya protein jenis globulin
dan albumin secara kualitatif. Pemeriksaan ini menggunakan larutan fenol jenuh
yang dibuat dari 10 mL penolum liquefactum dalam 90 mL akuades dan
disimpan selama beberap hari dalam lemari gelap. Pemeriksaan dilakukan
dengan menambahkan 2 tetes spesimen LCS ke dalam 1 mL reagen Pandy. Hasil
dibaca segera dan dinyatakan positif apabila terbentuk kekeruhan berwarna putih
yang bervariasi dari kabut halus hingga menyerupai gumpalan. Intensitas
kekeruhan tersebut dipengaruhi oleh kadar protein LCS. (Gandasoebrata 2007)
b. Pemeriksaan Non ne-Apelt
Pemeriksaan Non ne-Apelt atau pemeriksaan Ross-Jones digunakan untuk
mengetahui adanya protein jenis globulin secara kualitatif. Pemeriksaan ini
menggunakan larutan amonium sulfat jenuh yang terdiri dari 80 gram amonium
sulfat dalam 100 mL akuades. Prosedur pemeriksaan dengan menambahkan 2
tetes spesimen LCS melalui dinding tabung pada 1 mL reagen Non ne-Apelt.
Hasil positif apabila terbentuk cincin putih. (Gandasoebrata 2007)
2. Metode automatic analyser
Pemeriksaan kadar protein LCS menggunakan metode auto matic
analyser merupakan metode yang paling umum digunakan dan telah banyak
tersedia di berbagai instalasi laboratorium. Metode ini merupakan modifikasi
dari metode pirogalol molibdat - merah (SIEMENS2015). Priogalol merah yang
dikombinasikan dengan natrium molibdat akan membentuk komplek merah
dengan absorbansi maksimum pada panjang gelombang 470 nm. Protein pada
sampel akan bereaksi dengan komplek tersebut dalam suasana asam yang akan
membentuk komplek berwarna ungu kebiruan dengan absorbansi pada panjang
gelombang 600 nm. Hasil pembacaan pada panjang gelombang 600 nm tersebut
secara langsung menggambarkan kadar protein dalam spesimen.
Pemeriksaan kadar protein LCS menggunakan metode ini membutuhkan
sampel yang benar-benar bebas dari kontaminasi protein plasma. Spesimen LCS
yang mengandung darah akan menyebabkan kadar protein yang tidak valid.
Spesimen sebaiknya diperiksa langsung dan dapat bertahan hingga kurang dari
72 jam bila disimpan pada suhu 4°C atau 6 bulan apabila dibekukan. (Tietz2006)
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi kadar protein dari 6 hingga 250mg/dL.
Hasil lebih dari 250 mg/dL sebaiknya diulang dengan pengenceran. Sampel yang
mengandung amikasin, gentamisin, kanamisin dan tobramisin harus dihindari
karena dapat menyebabkan peningkatan kadar palsu. (SIEMENS2015)
3. Metode carik celup
Pemeriksaan kadar protein menggunakan metode carik celup merupakan
jenis pemeriksaan yang umum digunakan untuk spesimen urin. Pemeriksaan ini
memiliki keunggulan berupa efisiensi waktu dan biaya serta pelaksanaan yang
mudah dan tidak rumit. Pemeriksaan ini menggunakan prinsip “error of
indicators” yang melibatkan pH specimen dengan reagen tetrabromofenol biru
0,34 mg. pH spesimen akan dipertahankan oleh buffer kemudian protein yang
terdapat dalam specimen akan menyebabkan pelepasan ion H+ oleh zat warna
dan menyebabkan perubahan warna dari kuning (atau kuning kehijauan) hingga
hijau - biru.
Hasil pemeriksaan terbaca sebagai gradasi warna dimana warna kuning
(-) setara dengan kadar protein 0 mg/dL, warna hijau muda (+1) setara dengan
kadar protein hingga 30 mg/dL, warna hijau daun (+2) setara dengan kadar
protein hingga 100 mg/dL, warna hijau tua (+3) setara dengan kadar protein
hingga 300 mg/dL dan warna hijau kebiruan (+4) setara dengan kadar protein
hingga 1.000 mg/dL.Pemeriksaan ini memiliki kelemahan dalam hal
subjektifitas dalam penilaian gradasi warna maupun penilaian yang harus
dilakukan secara segera untuk menghindari perubahan intensitas warna yang
melebih kadar sesungguhnya.
4. Pemeriksaan mikroskopis cairan
Pemeriksaan mikroskopis yang dilakukan oleh praktikum meliputi
pemeriksaan jumlah sel leukosit dan pemeriksaan jenis sel leukosit. Pada
pemeriksaan hitung jumlah sel leukosit dalam cairan LCS dilakukan dengan
mengencerkan cairan LCS dengan pipet Thoma leukosit, kemudian dimasukkan
ke dalam kamar hitung. Larutan pengencer yang digunakan adalah larutan Turk.
Cairan LCS diisap hingga tanda 1 pada pipet Thoma leukosit, dan selanjutnya
dengan menahan cairan LCS pada tanda 1 diisap larutan turk hingga tanda 11.
Dihomogenkan sampel yang ada dalam pipet Thoma selama 15-30 detik. Sampel
cairan yang ada dibatang kapiler pipet dibuang 3 tetes, hal ini dilakukan untuk
membuang laruan pengencer agar cairan LCS yang diteteskan diatas kamar
hitung hasilnya representatif. Setelah sampel di buang 3 tetes, segara
disentuhkan ujung pipet Thoma pada sudut 30o pada permukaan kamar hitung
dengan menyinggung pinggir kaca penutup. Sebelum dilakukan perhitungan
kamr hitung yang berisi sampel dimasukkan ke dalam cawan Petri yang berisi
tisu basah, ditutup cawan Petri selama 2-3 menit. Hal tersebut dilakukan agar
leukosit dalam cairan LCS mengendap, sehingga akan mudah diamati. Leukosit
dihitung pada semua 3 bidang besar yang ada pada sudut-sudut kamar hitung.
Sel yang menyinggung garis batas kiri dan garis batas kanan boleh dihitung
sedangkan sel yang menyinggung garis batas kanan dan garis bawah tidak boleh
dihitung. Prosedur yang dilakukan praktikan adalah untuk cairan otak jernih
yang jumlah selnya sedikit. Untuk cairan otak yang keruh maka pilihlah
pengenceran yang sesuai dengan kekeruhan tersebut, misalnya dengan
pengenceran yang digunakan untuk menghitung jumlah leukosit dalam darah.
Dalam keadaan normal jumlah leukosit 0 – 5 sel/µL cairan otak dan 0 – 20
sel/µL cairan otak (untuk balita). Ambang batas normal, jumlah leukosit 6 – 10
sel/µL cairan otak. Abnormal, jumlah leukosit 6 – 10 sel/ µL cairan otak.
Poliomyelitis, enchephalitis, meningitis tuberculosa, dan neurosyphilis disertai
pleiositosis ringan sampai 200sel/µL cairan otak (Bakti, 2015).
Berdasarkan praktikum yang telah kelompok kami lakukan yaitu
pemeriksaan LCS pada cairan otak dengan menggunakan pemeriksaan kimia
cairan otak (Pemeriksaan Non ne-Apelt dan Pandy) dan pemeriksaan
mikroskopis. Pada pemeriksaan LCS yang sampel berasal dari rumah sakit
didapatkan hasil makroskopis : warna cairan kekunigan, jernih, tidak terdapat
bekuan, viskositas sedikit kental, pH cairan 7 yang berarti pemeriksaan
makroskopis. Sedangkan pada pemeriksaan kimia metode Non ne-Apelt
didapatkan hasil +3 ditandai dengan cincin putih yang tampak jelas dan apabila
dikocok menjadi keruh dan Metode Pandy mendapatan hasil +1 ditandai dengan
opalescent yang berarti kadar protein pada cairan 50 – 100 mg%.
Pada pemeriksaan mikroskopis yang telah kelompok kami lakukan,
sampel yang berasal dari rumah sakit tidak didapatkan hasil leukosit pada cairan
otak tabung tutup kuning. Apabila dibandingkan dengan nilai interpretasi hasil,
nilai tersebut normal.

X. KESIMPULAN
Pada pemeriksaan makroskopis, mikroskopis dan kimia metode None-
Apelt dan Pandy pada cairan otak atau LCS yang merupakan sampel dari rumah
sakit didapatkan hasil makroskopis yaitu warna kekuningan seperti serum,
jernih, tidak terdapat bekuan, viskositas sedikit kental dan pH cairan 7 yang
berarti pemeriksaan makroskopis normal.
Pemeriksaan mikroskopis mendapatkan hasil tidak ditemukan sel
maupun bakteri yang berarti normal. Sedangkan pemeriksaan kimia metode
None-Apelt mendapatkan hasil +3 (+++) ditandai dengan adanya cincin putih
yang tampak jelas apabila dikocok menjadi keruh dan metode Pandy
mendapatkah hasil +1 (+) ditandai dengan opalascent kekeruhan pada bagian
tengah dan disekitarnya masih jernih dengan kadar protein 50-100 mg%.

XI. DAFTAR PUSTAKA


Gandasoebrata, R.1969. Penuntun Laboratorium Klinik . Dian Rakyat : Jakarta
Ginsberg Lionel. 2007. Lecture Notes Neurology. Erlangga : Jakarta
Kee, Joyce LeFeffer .1999. Pemeriksaan Dan Diagnosis. EGC : Jakarta
Pearce, Evelyn C.1972. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis . GBAB I
https://www.scribd.com/document/364680024/Laporan-Praktikum-Kimia-
Klinis-Cairan-Serebrospinalis (Diakses pada tanggal 22 Oktober 2019)
https://www.scribd.com/document/364680024/Laporan-Praktikum-Kimia-
Klinis-Cairan-Serebrospinalis (Diakses pada tanggal 22 Oktober 2019)

Anda mungkin juga menyukai