Anda di halaman 1dari 105

HUBUNGAN ANTARA GAMBARAN ULTRASONOGRAFI TIROID

BERDASARKAN KLASIFIKASI TIRADS DENGAN KLASIFIKASI


SITOPATOLOGI BETHESDA PADA NODUL TIROID

The Relationship between Thyroid Nodular Ultrasonography based on


TIRADS and Cytopathology BETHESDA classifications in Nodular Goitre
Patients

Ramlah Massing

KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU


(COMBINEE DEGREE)
PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM BIOMEDIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014

HUBUNGAN ANTARA GAMBARAN ULTRASONOGRAFI TIROID


BERDASARKAN KLASIFIKASI TIRADS DENGAN KLASIFIKASI
SITOPATOLOGI BETHESDA PADA NODUL TIROID

Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi
Biomedik

Disusun dan Diajukan oleh

RAMLAH MASSING

Kepada

KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU


PROGRAM STUDI BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama

: RAMLAH MASSING

Nomor Mahasiswa : P1507210066


Program Studi

: Biomedik, Konsentrasi Pendidikan Dokter


Spesialis Terpadu (Combinee Degree)
FK.UNHAS

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini


benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari
terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini
hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.

Makassar, 15 Januari 2014


Yang menyatakan,

RAMLAH MASSING

PRAKATA
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas
semua berkah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini
disusun sebagai tugas akhir dalam Program Studi Dokter Spesialis Terpadu
Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Saya menyadari bahwa penyusunan tesis ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan

sehingga

dengan

segala

kerendahan

hati,

saya

mengharapkan kritik, saran dan koreksi dari semua pihak. Banyak kendala
yang dihadapi dalam rangka penyusunan tesis ini, namun berkat bantuan
berbagai pihak maka tesis ini dapat juga selesai pada waktunya.
Pada kesempatan ini pula saya ingin menyampaikan terima kasih dan
penghargaan kepada :
1. Prof. Dr. dr. Muhammad Ilyas, Sp.Rad(K) selaku Ketua Bagian Radiologi
FK-Unhas sekaligus sebagai Sekretaris Pembimbing, atas segala arahan
dan bimbingan yang diberikan selama saya menjalani pendidikan di
Bagian Radiologi dan bimbingan selama penelitian hingga penyusunan
dan penulisan karya akhir ini.
2. dr. Nurlaily Idris, Sp.Rad(K) selaku Ketua Komisi Penasihat, Pembimbing
Utama dan Guru saya, atas segala arahan, nasehat dan bimbingan yang
telah diberikan selama saya menjalani pendidikan di Bagian Radiologi dan
bimbingan selama penelitian hingga penyusunan dan penulisan karya
akhir ini.

3. dr. Frans Liyadi, Sp.Rad(K) selaku anggota komisi penasihat, Anggota


pembimbing dan Guru saya, atas segala arahan, nasehat dan bimbingan
yang telah diberikan selama saya menjalani pendidikan dan selama
penelitian hingga penyusunan dan penulisan karya akhir ini.
4. dr. Cahyono Kaelan, Ph.D, Sp.PA(K), Sp.S. atas bantuan dan bimbingan
yang

telah

diberikan

mulai

dari

pengembangan

minat

terhadap

permasalahan dan pelaksanaan penelitian sampai dengan penyusunan


tesis ini.
5. Pembimbing Metodologi : Dr. dr. Arifin Seweng, MPH yang telah
mencurahkan segala ilmunya yang demikian sangat berharga kepada
penulis dalam bidang Metode Penelitian dan Statistik selama penyusunan
tesis ini.
6. Rektor Universitas Hasanuddin, dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin,

Ketua TKP-PPDS FK. Unhas, Ketua Program Studi

Biomedik PPDS terpadu (combined degree) FK. Unhas, dan Direktur


Program Pascasarjana Unhas atas kesempatan yang diberikan kepada
saya untuk mengikuti PPDS di bagian ilmu radiologi FK. Unhas dan
Program Pascasarjana Program Studi Biomedik PPDS terpadu (combined
degree) Unhas Makassar
7. Prof. Dr. dr. Bachtiar Murtala, Sp.Rad(K) selaku Ketua Bagian Radiologi
FK. Unhas dan Prof. Dr. dr. Muhammad Ilyas, Sp.Rad(K) selaku Ketua
Program Studi Bagian Radiologi FK. Unhas

periode 2007-2011 yang

telah mengijinkan dan menerima saya sebagai peserta PPDS Ilmu


Radiologi FK. Unhas periode Juli 2009
8. Para Direksi dan Staf RS. dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar atas segala
bantuan, fasilitas, dan kerjasama yang diberikan selama kami menjalani
PPDS ini
9. Terima kasih dan hormat yang tak terhingga juga kami sampaikan kepada
para konsulen dan guru kami Prof. Dr. dr. Bachtiar Murtala, Sp.Rad(K); dr.
Hasanuddin, Sp.Rad(K)Onk.Rad; dr. Junus Baan, Sp.Rad; dr. Luthfy
Attamimi, Sp.Rad; dr. Sri Asriyani, Sp.Rad; dr. Nikmatiah Latief, Sp.Rad; dr.
M. Abduh, Sp.Rad; dr. Amir, Sp.Rad; dr. Isdiana Kaelan, Sp.Rad; dr.
Ahmad Dara, Sp.Rad; dr. Iskandar Masoud, Sp.Rad; dr. Sri Mulyati,
Sp.Rad; Dr. dr. Mirna Muis, Sp.Rad; yang dengan tulus dan dedikasi tinggi
telah mendidik dan membimbing kami selama pendidikan sampai pada
penelitian dan penulisan tesis ini.
10. Seluruh teman sejawat PPDS Radiologi periode Juli 2009 dan teman-teman
sesama peserta PPDS Bagian Radiologi lainnya Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin atas bantuan dan kerjasamanya selama kami
menjalani pendidikan.
11. Para staf Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, staf Program
Pascasarjana Universitas Hasanuddin, staf administrasi Bagian Radiologi
FK. Unhas, dan radiografer Bagian Radiologi RSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar atas bantuan dan kerjasamanya

12. Kepada orang tua kami, H.M. Idrus Massing dan Hj. Rimen (almarhumah)
dengan tulus ikhlas memberikan semangat dan dukungan moril maupun
materil, membimbing, mendidik, dan senantiasa mendoakan kami untuk
kesuksesan dan kebahagiaan.
13. Khususnya kepada suamiku tercinta dr. Zulfikar Djafar, M.Kes. Sp.An, dan
anak-anakku tersayang, Shafira Alya Putri Zulfikar dan Nadya Azzahra
Zulfikar, yang senantiasa menjadi penyejuk hati atas segala pengorbanan,
pengertian dorongan semangat, serta doa tulus selama ini yang telah
mengiringi perjalanan panjang saya dalam mengikuti pendidikan.
14. Kepada semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang
telah memberi bantuan baik moril maupun materiil secara langsung
maupun tidak langsung, saya ucapkan terima kasih.
Akhirnya kami mohon maaf sebesar-besarnya atas segala kesalahan
yang telah kami perbuat baik disengaja maupun tidak kepada semua pihak
selama kami menjalani pendidikan ini. Semoga Allah SWT senantiasa
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta membalas budi baik kepada
semua pihak yang telah memberikan dukungannya kepada kami.

Makassar, Januari 2014

Ramlah Massing

10

DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA

ABSTRAK

ix

DAFTAR ISI

xi

DAFTAR TABEL

xv

DAFTAR GAMBAR

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

xvii

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

xviii

I.

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

B.

Rumusan Masalah

C.

Tujuan Penelitian

10

D.

Hipotesis

10

E.

Manfaat Penelitian

10

II.

TINJAUAN PUSTAKA

12

A. Definisi

12

B. Epidemiologi

12

C. Anatomi

13

C.1. Vaskularisasi

14

C.2. Aliran limfe

15

C. 3. Persarafan

16

D. Fisiologi

16

11

III.

IV.

E. Histologi

17

F.

Patogenesis

18

G. Faktor-faktor Risiko

19

H. Patologi

20

H.1. Adenoma Tiroid

21

H. 2. Karsinoma Tiroid

22

2. a.

Karsinoma Papiler

22

2. b.

Karsinoma Folikuler

23

2. c.

Karsinoma Meduler

24

2. d.

Karsinoma Anaplastik

25

I. Diagnosis

25

I.1. Gejala Klinis

25

I.2. Pemeriksaan Fisik

26

I.3. Pemeriksaan Laboratorium

26

I.4. Pemeriksaan Radiologi

27

J. Pemeriksaan Patologi Anatomi

41

KERANGKA TEORI DAN KONSEP

46

A. Kerangka Teori

46

B. Kerangka Konsep

47

METODE PENELITIAN

48

A. Desain Penelitian

48

B. Tempat dan Waktu Penelitian

48

C. Populasi Penelitian

48

12

V.

D. Sampel dan Cara Pengambilan Sampel

48

E. Perkiraan Besar Sampel

48

F.

49

Kriteria Inklusi dan Eksklusi

G. Identifikasi dan Klasifikasi Variabel

50

H. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif

50

I.

Cara Kerja

53

J.

Alur Penelitian

56

K. Pengolahan dan Analisis Data

57

L.

57

Izin Penelitian dan Ethical Clearance

HASIL DAN PEMBAHASAN

58

A. Hasil Penelitian

58

1. Karakteristik Sampel Penelitian

58

2. Hasil Analisis Statistik Antara Variabel yang Diteliti

60

2.a. Hubungan Jenis Kelamin dengan Klasifikasi


TIRADS

61

2.b. Hubungan Jenis Kelamin dengan Klasifikasi


BETHESDA

62

2.c. Hubungan Umur dengan Klasifikasi TIRADS

63

2.d. Hubungan Umur dengan Klasifikasi BETHESDA

64

3. Analisis Kesesuaian Klasifikasi TIRADS dengan


BETHESDA

64

4. Perhitungan Sensitivitas dan Spesifisitas TIRADS


dibandingkan dengan BETHESDA

67

13

VI.

B. Pembahasan

68

KESIMPULAN DAN SARAN

72

A. Kesimpulan

72

B. Saran

73

DAFTAR PUSTAKA

74

LAMPIRAN 1. LEMBAR PERSETUJUAN ETIK

79

LAMPIRAN 2. PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

80

LAMPIRAN 3. FORM KUESIONER

81

LAMPIRAN 4. TABULASI DATA SAMPEL PENELITIAN

82

LAMPIRAN 5. CURRICULUM VITAE

86

14

DAFTAR TABEL
Nomor

HALAMAN

1. The Bethesda For Reporting Thyroid Cytopatology

2. Gambaran sonografik yang perlu dilaporkan untuk setiap


nodul tiroid
32
3. Karakteristik USG nodul tiroid, 10 pola USG dengan
risiko keganasan, serta kategori TIRADS menurut Horvath dkk.

36

4. Gambaran Mikroskopik nodul Tiroid berdasarkan BETHESDA

42

5. Sebaran sampel berdasarkan jenis kelamin, umur, TIRADS


58
6. Hubungan Jenis Kelamin dengan Klasifikasi TIRADS

61

7. Hubungan Jenis Kelamin dengan Klasifikasi BETHESDA

62

8. Hubungan Umur dengan Klasifikasi TIRADS

63

9. Hubungan umur dengan Klasifikasi BETHESDA

64

10. Analisis Kesesuaian Klasifikasi TIRADS dengan Klasifikasi


BETHESDA

65

11. Sensitivitas dan spesifisitas TIRADS dibandingkan dengan


BETHESDA

67

15

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar

Halaman

1. Anatomi tiroid dan sekitarnya (Netter, 2003)

14

2. Vaskularisasi dan persarafan tiroid (Netter, 2003)

16

3. Histologi tiroid (Halim H, 2013)

18

4. B-flow twinkling sign pada nodul tiroid.

30

5. Ukuran nodul tiroid yang sebaiknya diukur secara 3 dimensi.


(Gursoy dan Erdogan, 2012)

32

6. Komposisi nodul tiroid yaitu padat, kistik dan campuran


(Gursoy dan Erdogan, 2012)

32

7. Ekhogenitas nodul tiroid yaitu isoekhoik, hiperekhoik,


hipoekhoik, dan marked hypoechoic.
(Gursoy dan Erdogan, 2012)

33

8. Halo sign, gambaran hipoekhoik yang mengelilingi nodul tiroid.


Halo sign tipis, compressed vessel, halo sign tebal.
(Gursoy dan Erdogan, 2012)

33

9. Kategori kalsifikasi nodul tiroid. Mikrokalsifikasi,


Makrokalsifikasi dan egg-shell calcification.
(Gursoy dan Erdogan, 2012)

33

10. Tepi nodul. Tegas dan tidak tegas (Gursoy dan Erdogan, 2012)

34

11. Pola vaskularisasi nodul tiroid. Vaskularisasi perifer serta


vascularisasi sentral,dinilai dengan menggunakan color
doppler atau power doppler.

34

12. Grafik Hubungan klasifikasi TIRADS dengan klasifikasi BETHESDA 66


13. Grafik batang Hubungan Klasifikasi TIRADS dengan Klasifikasi
BETHESDA yang setingkat

66

16

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1.

Rekomendasi Persetujuan Etik

80

2.

Form persetujuan setelah penjelasan (informed consent)

81

3.

Formulir kuesioner penelitian

82

4.

Tabulasi data

83

5.

Curriculum vitae

87

17

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Lambang / Singkatan
%

Arti dan Keterangan


: Persentase

123

: Iodium-123

131

: Iodium-131

AFIP

: Armed Forces Institute of Pathology

I
I

: Anteroposterior
AP
Camp

: Cyclic Adenosine monophosphate


: Computed Tomography

CT
DNA

: Deoxyribonucleic Acid

FNAB

: Fine Needle Aspiration Biopsy

GCT

: Giant Cell Tumor

H&E

: Hematoxyllin dan Eosin

MEN

: Multiple Endocrine Neoplasia

Mhz

: Megahertz

Mm

: Millimeter

RS

: Rumah Sakit

RSUPN-CM

: Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto


Mangunkusumo

18

T3

: Triiodothyronine

T4

: Thyroxine

TG

: Thyroglobulin

TIRADS

: Thyroid Imaging Reporting and Data System

TSH

: Thyroid-Stimulating Hormone

USG

: Ultrasonografi

WHO

: World Health Organization

19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nodul tiroid adalah pembesaran yang teraba pada kelenjar tiroid di
daerah leher. Nodul tiroid merupakan suatu pertumbuhan sederhana yang
cepat dari jaringan tiroid normal, kista berisi cairan, inflamasi (tiroiditis), atau
tumor (salah satu dari jinak atau ganas). Nodul tiroid diindikasikan dengan
adanya satu atau beberapa nodul yang berada di dalam kelenjar tiroid.
(Welker MJ and Orlov D. 2003; Hedegus L. 2004)
Nodul tiroid dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, yaitu
1. Berdasarkan jumlah nodul : bila jumlah nodul hanya satu disebut
nodul tiroid soliter (uninodule) dan bila lebih dari satu, disebut
multinodul tiroid.
2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radioaktif, dikenal 3
bentuk nodul tiroid yaitu : nodul dingin, nodul hangat dan nodul panas.
3. Berdasarkan konsistensinya : nodul lunak, kistik, keras dan sangat
keras.
Secara lengkap penilaian karakteristik nodul tiroid dapat ditentukan
melalui berbagai pemeriksaan. Dengan pemeriksaan-pemeriksaan itu

20

selanjutnya dapat diperkirakan kemungkinan diagnosis nodul tiroid tersebut.


(Masjhur JS, 2006; Hong Cy and Mei TC, 2003)
Penyebab kelainan ini bermacam-macam. Pada setiap orang dapat
dijumpai masa di mana kebutuhan terhadap tiroksin meningkat, terutama
masa pertumbuhan, pubertas, menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause,
infeksi atau stress. Pada masa-masa tersebut dapat ditemukan adanya
hiperplasia dan involusi kelenjar tiroid. Penyebab lain dari nodul tiroid ini
yang menyebabkan insiden penyakit ini juga semakin bertambah adalah
adanya

riwayat

terkena

paparan

radiasi,

kekurangan

yodium

dan

pertambahan umur. Bentukan dari nodul tiroid yang tersering dapat berupa :
koloid, kista, tiroiditis limfositik, neoplasma jinak (Hurthle, folikuler) dan
neoplasma ganas (papilare, folikuler). Bentukan yang jarang adalah : tiroiditis
granulomatus, infeksi (abses, tuberkulosis), neoplasma ganas (medulare,
anaplastik, metastasis) dan limfoma. (Masjhur JS, 2006)
Nodul tiroid

umumnya

dapat

dideteksi dengan menggunakan

ultrasonografi sampai 60% dari seluruh populasi. Data dari the Surveillance
Epidemiology and End Results (SEER) terlihat adanya peningkatan
prevalensi differensiasi kanker tiroid diseluruh dunia

dimana jumlah

terbanyak yang terdeteksi adalah small pappilary carsinoma. Sebagai


evaluasi awal pada pasien dengan nodul tiroid dilakukan selain dengan USG
leher sebagai gold standar dilakukan FNA yang memberikan hasil diagnostik
cepat, murah, dan aman. Peningkatan diagnosis prevalensi karsinoma tiroid

21

dengan menggunakan USG juga meningkatkan prosedur diagnostik sitologi


(Ries LAG, et al, 2007; Hassell LA, 2011;Ross DS, 2006).
Di Amerika Serikat, ditemukan 4 sampai 7 persen populasi dewasa
yang mengidap nodul tiroid teraba. Akan tetapi, nodul tiroid yang ditemukan
secara insidental pada pemeriksaaan ultrasonografi memiliki prevalensi
sekitar 19 67%. Meskipun demikian hanya 1 di antara 20 kasus yang
teridentifikasi secara klinis merupakan kasus ganas.(Welker and Orlov, 2003;
Hegedus,2004)
Di Indonesia, studi RSUPN-CM Jakarta oleh Boedisantoso (1993),
melaporkan kejadian nodul tiroid sebesar 50,3%, sedangkan di RS Hasan
Sadikin Bandung, Setyawan melaporkan kasus nodul tiroid sebesar 60% dari
seluruh kasus penyakit tiroid. Prevalensi keganasan pada nodul tiroid
berkisar 5-19%.(Subekti, 2006)
Nodul tiroid lebih sering ditemukan pada wanita dibandingkan lakilaki, dan kebanyakan pada orang-orang yang hidup di daerah dengan
defisiensi iodium.(Welker and Orlov, 2003)
Tujuan utama evaluasi nodul tiroid adalah membedakan lesi jinak dan
ganas. Kebanyakan nodul tiroid merupakan lesi jinak. Sekitar 70 % nodul
yang diperiksa dengan FNAB terbukti merupakan lesi jinak, 4 5 %
merupakan lesi ganas. Sisanya merupakan lesi yang tidak dapat ditentukan.
Selain itu sasaran evaluasi adalah untuk menetapkan status fungsional, dan
menilai setiap efek samping terhadap struktur di sekitarnya. Indikasi
penatalaksanaan

pembedahan

adalah

kecurigaan

keganasan,

gejala

22

penekanan, hipertiroidisme, kontrol jalan napas pada kanker anaplastik,


serta kosmetik.(Slovik, et al, 2006)
Penggunaan

pencitraan

ultrasonografi

(USG)

dalam

pemeriksaan nodul tiroid menjadi semakin populer dan berkembang


terutama dengan dipergunakannya alat USG yang mempunyai daya resolusi
yang tinggi. Pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan yang non-invasif,
tidak menggunakan sinar pengion, sehingga dapat digunakan berulangulang, tidak menimbulkan rasa sakit pada penderita, pemeriksaannya relatif
cepat dan mudah, nilai akurasi diagnostiknya yang cukup tinggi, dan tidak
memiliki kontraindikasi apapun. Ultrasonografi dapat dipergunakan sebagai
pengarah pada Sitologi biopsi aspirasi jarum halus, dengan demikian jarum
biopsi dapat dengan lebih jelas dan akurat diinsersikan ke lesi yang
dicurigakan. USG secara signifikan meningkatkan sensitivitas dan spesifitas
sitologi biopsi aspirasi jarum halus pada nodul tiroid dan menurunkan jumlah
non-diagnostik sampel dibandingkan jika hanya dengan sitologi biopsi
aspirasi jarum halus. Terutama pada nodul tiroid yang sulit dipalpasi, karena
ukurannya yang sangat kecil atau letaknya yang dalam dan pada nodul tiroid
yang berhubungan dengan adanya proses yang difus seperti pada kasus
tiroiditis. Pada kasus lain seperti adanya perubahan kistik yang luas atau
fibrosis, dengan bantuan USG maka jarum halus dapat diarahkan ke bagian
yang solid untuk mendapatkan spesimen yang akurat. Pasien yang
didiagnosis mempunyai satu nodul secara palpasi, ternyata mempunyai
nodul tambahan 15-48% jika diperiksa dengan USG. (Rasad Sjahriar, 2005.)

23

Ultrasonografi tiroid merupakan modalitas utama dalam mengevaluasi


nodul tiroid. Dengan menggunakan ultrasonografi, nodul tiroid tampak
sebagai lesi noduler di dalam kelenjar tiroid yang dapat dibedakan dengan
parenkim

sekitarnya.

Beberapa

gambaran

ultrasonografi

seperti

hipoekogenisitas, tepi ireguler, mikrokalsifikasi dan bentuk taller-than-wide


telah diajukan sebagai prediktor keberadaan malignansi tiroid. Meskipun
demikian, berbagai penelitian melaporkan variabilitas dalam akurasi
diagnostik yang kemungkinan saling tumpang tindih dalam menentukan
nodul tiroid ganas atau jinak, tanpa memperhatikan apakah nodul tiroid
tersebut memiliki gambaran nodul solid atau kistik. (Popli et al,2012; Lee et
al, 2011).
Umumnya dengan menggunakan USG konvensional grey scale sudah
dapat mengevaluasi kelainan pada tiroid, termasuk nodul. Namun USG
konvensional memiliki keterbatasan dalam menentukan sifat jinak atau ganas
dari suatu nodul. Saat ini dengan perkembangan USG, khususnya dengan
penggunaan

teknik

Doppler,

menambah

kemampuan

mengevaluasi nodul tiroid. USG Doppler adalah

USG

pengembangan

dalam
USG

dengan menampilkan informasi mengenai gambaran vaskuler dari nodul dan


analisis spektrum vaskuler. Penggabungan USG konvensional grey scale
dengan teknik Doppler dikenal dengan USG dupleks.
Untuk pemeriksaan tiroid yang merupakan organ superfisial, maka
USG harus menggunakan transduser frekuensi tinggi, biasanya antara 7,5

24

10 MHz, dewasa ini sudah sering pula digunakan dengan frekwensi 14 MHz.
Hal ini dilakukan agar mendapatkan hasil yang optimal.(Visalli, 2008)
Eksistensi USG saat ini digunakan sebagai modalitas radiologi yang
dapat membedakan sifat nodul tiroid jinak dan ganas. (Lee et al, 2011). USG
memiliki validitas yang sangat baik dalam mengidentifikasi adanya lesi tiroid,
meskipun dalam ukuran yang relatif kecil, baik dalam hal gambaran kontras
terhadap jaringan sekitarnya, ukuran maupun morfologi nodul. USG dapat
digunakan untuk mengidentifikasi nodul nonpalpable, yang dapat berupa
kista tiroid ukuran 2 mm dan nodul tiroid yang solid dengan ukuran 3 mm.
(Khan, 2010; Chou,Tiu, 2003)
Namun dalam menentukan sifat nodul apakah jinak atau ganas masih
dalam perdebatan para peneliti. Beberapa peneliti menyatakan bahwa USG
memiliki validitas yang kurang dalam menentukan sifat jinak dan ganas,
sebagian peneliti lainnya menyatakan sebaliknya. Perbedaan pendapat ini
didasari adanya perbedaan metode dan parameter yang digunakan.
Sebagian peneliti menggunakan USG grey scale seperti Yoon DY, dkk
menggunakan kriteria kalsifikasi perifer (Yoon et al, 2007), Kim MJ, dkk
dengan makrokalsifikasi (Kim et al, 2008). Brunese L, dkk menggunakan
kriteria B-flow twinkling sign.(Brunese et al, 2008) Beberapa peneliti lainnya
menggunakan mikrokalsifikasi, tepi yang ireguler, hipogenitas, halo sign dan
limfadenopati regional seperti pada Hoang JK, dkk (Hoang et al, 2007), Algin
O dkk (Algin et al, 2010), Kim JY dkk (Kim et al, 2008), Iannuccilli JD
dkk.(Iannuccili et al, 2004)

25

Beberapa penelitian menyimpulkan akurasi diagnostik ultrasonografi


tiroid untuk nodul tiroid. Secara khusus, Horvath dkk, mengajukan Thyroid
Imaging Reporting and Data System (TIRADS) untuk mengembangkan
karakteristik ultrasonografi standar dan sistem pelaporan data untuk lesi
tiroid.

Meskipun

demikian,

tidak

ada

penelitian

yang

secara

berkesinambungan memanfaatkan klasifikasi ultrasonografi untuk nodul


tiroid. (Lee, et al, 2011).
Sistem pelaporan untuk FNA tiroid efektif untuk memfasilitasi
komunikasi antar Sitopatolog, ahli endokrin, ahli bedah, ahli radiologi, dan
petugas kesehatan lainnya. Saat ini ada beberapa klasifikasi tumor tiroid
diantaranya yang berdasarkan WHO, AFIP (Armed Forces of Institute
Pathology), maupun BETHESDA. Sehingga untuk menyamakan komunikasi,
sistem pelaporan sitopatologi tiroid klasifikasi BETHESDA digunakan
sebagai pelaporan dengan kategori diagnostik. Klasifikasi BETHESDA
merupakan sistem pelaporan hasil dari sitopatologi yang dapat dinilai
validitasnya. (Bongiovanni, 2012)
Tabel

1.

The

Bethesda

for

reporting

thyroid

Recommended Diagnostic Categories ( Cibas and Ali, 2009)

I. Nondiagnostic or Unsatisfactory
Cyst fluid only
Virtually acellular specimen
Other (obscuring blood, clotting artifact, etc)

cytopatology:

26

II. Benign
Concistent with a benign follicular nodule (includes adenomatoid
nodule, colloid nodule, etc)
Concistent with lymphocytic (Hashimoto) tiroiditis in proper clinical
context
Concistent with granulomatous (subacute) thyroiditis
other
III. Atipia of undetermined significance or follicular lesion of
undetermined significance
IV. Follicular neoplasm or suspicious for a follicular neoplasm
Specify if hrtle cell (oncocytic) type
V. Suspicious for malignancy
Suspicious for papilary carcinoma
Suspicious for medullary carcinoma
Suspicious for metastatic carcinoma
Suspicious for lymphoma
Other

VI. Malignant
Papilary thyroid carcinoma
Poorly differentiated carcinoma

27

Medullary thyroid carcinoma


Undifferentiated (anaplastic) carcinoma
Squamous cell carsinoma
Carcinoma with mixed features (specify)
Metastatic carcinoma
Non-Hodgkin lymphoma
Other
Mempertimbangkan

hal

tersebut

diatas

serta

belum

pernah

dilakukannya penelitian di Makassar tentang hubungan USG berdasarkan


klasifikasi TIRADS dengan klasifikasi BETHESDA sitopatologi pada nodul
tiroid, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul :
Hubungan antara gambaran ultrasonografi berdasarkan klasifikasi
TIRADS dengan klasifikasi sitopatologi BETHESDA pada nodul tiroid.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas dapat
dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: adakah Hubungan antara
gambaran ultrasonografi tiroid berdasarkan klasifikasi TIRADS dengan
klasifikasi sitopatologi BETHESDA pada nodul tiroid?

C. Tujuan Penelitian

28

1. Tujuan umum
Menentukan

Hubungan

antara

gambaran

ultrasonografi

tiroid

berdasarkan klasifikasi TIRADS dengan klasifikasi sitopatologi BETHESDA


pada nodul tiroid.
2. Tujuan khusus
a. Menilai gambaran nodul tiroid berdasarkan klasifikasi TIRADS
b. Menilai gambaran nodul tiroid pada pemeriksaan sitopatologi
berdasarkan klasifikasi BETHESDA tiroid pada nodul tiroid.
c. Membandingkan gambaran nodul tiroid berdasarkan klasifikasi
TIRADS pada pemeriksaan ultrasonografi dengan gambaran nodul
tiroid berdasarkan klasifikasi BETHESDA tiroid.
d. Menentukan hubungan gambaran nodul tiroid berdasarkan klasifikasi
TIRADS pada pemeriksaan ultrasonografi dengan gambaran nodul
tiroid berdasarkan klasifikasi BETHESDA tiroid.
D. Hipotesis Penelitian
Penilaian gambaran nodul tiroid berdasarkan klasifikasi TIRADS pada
pemeriksaan

ultrasonografi

tidak

berbeda

dengan

gambaran

tiroid

berdasarkan klasifikasi sitopatologi BETHESDA pada nodul tiroid.


E. Manfaat Penelitian
1. Memberikan

informasi

ilmiah

tentang

gambaran

nodul

tiroid

berdasarkan klasifikasi TIRADS pada pemeriksaan ultrasonografi dan

29

gambaran tiroid berdasarkan klasifikasi sitopatologi BETHESDA pada


nodul tiroid.
2. Apabila terbukti penilaian gambaran nodul tiroid berdasarkan
klasifikasi TIRADS pada pemeriksaan ultrasonografi tidak berbeda
dengan

gambaran

tiroid

berdasarkan

klasifikasi

sitopatologi

BETHESDA pada nodul tiroid, maka akan membantu klinisi dalam


menentukan tindakan yang cepat dan tepat pada penderia nodul tiroid
bila tidak ada ahli patologi di daerah sehingga dapat mengurangi
morbiditas dan mortalitas.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi
penelitian-penelitian selanjutnya

30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang
secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda
hypertiroidisme.(Sri Hartini, 1987). Nodul tiroid adalah suatu neoplasma dari
tiroid dengan lesi yang disebabkan adanya pertumbuhan abnormal dari
kelenjar tiroid yang berhubungan dengan pembelahan sel yang berlebihan
dan proliferasi. Nodul tiroid dapat teraba pada palpasi dan sering ditemukan
secara insidental pada pemeriksaan ultrasonografi. (Visalli, 2008). Diagnosis
nodul tiroid utamanya ditegakkan dengan pencitraan radiologi dan konfirmasi
sitohistopatologi untuk menentukan jenis tumor dan sifat jinak atau ganas.
B. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, nodul tiroid sering ditemukan, sekitar 4-7% dapat
dipalpasi pada populasi dewasa, perempuan lebih sering terkena dari lakilaki. Akan tetapi, nodul tiroid yang ditemukan secara insidental pada
pemeriksaaan ultrasonografi memiliki prevalensi sekitar 19 67%. Meskipun
demikian hanya 1 di antara 20 kasus yang teridentifikasi secara klinis
merupakan kasus ganas. Karsinoma tiroid lebih jarang dan terdapat sekitar

31

1% dari tumor yang didiagnosa. Rata-rata deteksi secara klinis yang


signifikan dari karsinoma tiroid dalam populasi secara umum hanya 0,004%.
Perkiraan 40% dari populasi dewasa umumnya yang mempunyai satu atau
banyak nodul, ditunjukkan pada pemeriksaan USG. Dalam seri otopsi, 49%
dari pasien-pasien secara klinis kelenjar tiroid normal mempunyai satu atau
lebih nodul, dimana angka kejadian keganasan adalah 2-4%. Kebanyakan
nodul tiroid adalah jinak. (Welker and Orlov, 2003; Hedegus, 2004; Khan,
2010)
Secara internasional, nodul tiroid kebanyakan didapat pada daerahdaerah pegunungan, dimana angka kejadian goiter tiroid multinoduler
meningkat.(Khan, 2010) Karsinoma tiroid cenderung lebih sering pada
perempuan, namun prognosis lebih buruk pada laki-laki. Di samping itu
karsinoma tiroid tiroid cenderung pada usia muda kurang dari 14 tahun dan
usia tua lebih dari 70 tahun.
C. Anatomi

Kata thyroid berarti organ berbentuk perisai segi empat. Kelenjar ini
merupakan

kelenjar

endokrin

yang

paling

banyak

vaskularisasinya,

dibungkus oleh kapsula yang berasal dari lamina pretracheal fascia profunda
yang melekatkan thyroid ke larynx dan trachea. (N.C.Chakrabarty and D.
Chakrabarty, 1997).
Terletak di anterior leher sejajar Vt C5 sampai Th1, terdiri dari lobus
kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus(dengan ketebalan rata-rata

32

12-15 mm) menutupi cincin trakea. Setiap lobus berbentuk seperti buah pear
tiap lobus panjangnya 50-60 mm, dengan apex di atas linea oblique lamina
cartilage thyroidea, dengan basis di bawah pada cincin trachea 5 atau 6.
Beratnya bervariasi antara 20-30 gr, rata-rata 25 gr pada dewasa (lebih berat
sedikit pada perempuan). (Khan, 2010; Faller et al, 2004; Ellis, 2002)

Gambar 1. Anatomi tiroid dan sekitarnya (Netter, 2003)


1. Vaskularisasi
Diperoleh dari a.thyreoidea superior, a.thyreoidea inferior dan kadangkadang ada a.thyreoidea ima (kira-kira 3 %). (Datu dkk, 2009)
a. Arteria thyreoidea superior
Merupakan cabang pertama dari a.carotis externa, setelah tembus
fascia pretrachealis, kemudian menuju ke ujung cranial lobus dan
mempercabangkan ramus anterior dan ramus posterior; ramus
anterior menuju ke isthmus dan ramus posterior berjalan sepanjang
permukaan dorsal lobus dan mengadakan anastomose dengan ramus
ascendens yang dipercabangkan oleh a.thyreoidea inferior. (Datu dkk,
2009)
b. Arteria thyreoidea inferior

33

Merupakan cabang dari truncus thyreocervicalis yang berjalan menuju


ke ujung inferior lobus glandula thyreoidea, mempercabangkan 4
sampai 5 buah cabang di sebelah superficial fascia pretrachealis, lalu
percabangan tersebut menembusi fascia bersangkutan dan memberi
suplai darah kepada sebagian besar dari kelenjar ini. (Datu dkk, 2009)
c. Arteria thyreoidea ima
Biasanya dipercabangkan oleh truncus brachiocephalis atau langsung
dipercabangkan dari arcus aortae; pembuluh darah ini perlu mendapat
perhatian pada waktu melakukan suatu tracheotomy. (Datu dkk, 2009)
Aliran darah venous dibawa oleh vena thyreoidea superior, vena
thyreoidea media dan vena thyreoidea inferior. Vena thyreoidea
superior et media bermuara kedalam vena jugularis interna,
sedangkan v.thyreoidea inferior akan bermuara kedalam vena
brachiocephalica. Vena thyreoidea inferior pada anal perlu mendapat
perhatian pada suatu tracheotomy. (Datu dkk, 2009)
2. Aliran lymphe
Yang berasal dari bagian cranial lobus thyreoideus mengalir mengikuti
a.thyreoidea superior untuk bermuara kedalam lymphonodus cervicalis
profundus. (Datu dkk, 2009)
Dari isthmus lymphe dialirkan kepada lymphonodus cervicalis
profundus bagian cranialis. Pembuluh lymphe dari ujung caudal glandula
thyreoidea berjalan mengikuti a.thyreoidea infeior menuju lymphonodus

34

paratrachealis dan selanjutnya menuju ke lymphonodus cervicalis profundus


bagian inferior. (Datu dkk, 2009)
3. Persarafan
Simpatis diperoleh dari ganglion cervicale superius dan ganglion
cervicale medius yang mencapai kelenjar thyreoidea dengan mengikuti
a.thyreoidea superior dan a.thyreoidea inferior atau mengikuti perjalanan
nervus laryngeus externus dan nervus recurrens. (Datu dkk, 2009)

Gambar 2. Vaskularisasi dan persarafan tiroid (Netter, 2003)


D. Fisiologi
Kelenjar

tiroid

menghasilkan

hormon

seperti

thyroxine

(T4,

tetraiodothyronine) dan triiodothyronine (T3) yang dibedakan berdasarkan


kandungan yodiumnya. Hormon-hormon ini akan merangsang metabolisme
sel yang dibutuhkan pada pertumbuhan sel. Sekresi dan pelepasan kedua
hormon ini diatur oleh TSH yang berasal dari hypothalamopituitary system.
(Khan, 2010; Visalli, 2008)

35

E. Histologi
Kelenjar tiroid terdiri dari unit-unit berbentuk cembung yang merapat
disebut folikel, yang mengandung banyak pembuluh darah kapiler. Bagian
dalam folikel terisi oleh koloid yang jernih dan mengandung protein, yang
normalnya merupakan bahan utama pembentuk tiroid. Pada potongan
melintang, jaringan tiroid terlihat sebagai struktur berbentuk cincin yang
rapat, yang terdiri dari satu lapis sel tiroid yang mengelilingi lumen.
(Salvatore et al. 2011)
Di bawah lapisan tengah dari fasia cervical dalam, tiroid mempunyai
kapsul yang tipis dan condong menutupi kelenjar. Perluasan dari kapsul
dengan substansi dari kelenjar dengan bentuk septa, yang terbagi menjadi
lobus dan lobulus. Lobulus-lobulus dibentuk dari folikel-folikel, unit struktur
dari kelenjar, yang terdiri dari lapisan epithelium sederhana disekitar a
colloid-filled cavity. Koloid ini (berwarna merah muda pada pengecatan
hematoxylin dan eosin [H&E]) berisi iodinated glycoprotein, iodothyroglobulin,
merupakan prekursor hormon tiroid. (Khan, 2010)
Diameter folikel bervariasi, tetapi rata-rata 200nm. Sel-sel folikel
memiliki tinggi yang bervariasi sesuai stimulasi kelenjar, menjadi kolumner
pada saat aktif, dan kuboidal pada saat inaktif. Epitel menumpu pada
membrana basalis yang kaya glikoprotein dan memisahkan sel-sel folikel dari
kapiler yang mengelilinginya. (Salvatore et al. 2011)

36

Antara 20 sampai 40 folikel dibatasi oleh septa jaringan penghubung


yang membentuk lobulus yang disuplai oleh satu arteri. Fungsi suatu lobulus
dapat berbeda dengan lobulus lain di sekitarnya. (Salvatore et al. 2011)
Kelenjar tiroid juga mengandung sel parafolikuler atau sel C, yang
merupakan sumber kalsitonin. Sel C berbeda dengan epitel folikel karena
epitel sel C tidak pernah berdampingan pada lumen folikel serta kaya dengan
mitokondria. (Salvatore et al. 2011)

Gambar.3. Histologi tiroid (Halim H, 2013)


F. Patogenesis
Defisiensi yodium, asupan goitrogenik atau proses autoimun dapat
menyebabkan peningkatan proliferasi dari sel-sel tiroid sebagai akibat
hiperplasia tiroid. Selanjutnya peningkatan proliferasi sel-sel tiroid ini
bersama-sama

dengan

kerusakan

DNA

akibat

adanya

aksi

H2O2

menyebabkan bertambahnya muatan mutasi yang berisi sejumlah sel-sel


tiroid

yang

bermutasi.

Beberapa

dari

sel-sel

yang

bermutasi

ini

mengakibatkan aktivasi kaskade konstitusif cAMP yang menstimulasi


pertumbuhan dan fungsinya. Akhirnya pada sel-sel tiroid yang berproliferasi
terjadi peningkatan thyroid growth factor. Sebagai hasil dari thyroid growth
factor, seluruh sel menjadi terbagi dan membentuk clones-clones berukuran

37

kecil. Selanjutnya clones dengan aktivasi mutasi tersebut akan berproliferasi


jika mempunyai stimulasi sendiri dan membentuk fokus kecil yang akan
berkembang menjadi nodul tiroid. Hal inilah yang menjadi pembentukan
nodul tiroid jinak. (Krohn et al, 2005, Kumar and Abbas, 2005; Maitra and
Abbas, 2005)
Dalam kondisi yang lain, pembentukan nodul tiroid yang ganas diawali
oleh kerusakan DNA yang diakibatkan interaksi dengan radiasi dan defisiensi
yodium. Pada kondisi terjadinya kerusakan DNA yang diikuti kegagalan
untuk reparasi DNA akan mengakibatkan terjadinya mutasi di genom sel
somatik. Kemudian terjadi aktivasi onkogenik, inaktivasi gen supresor tumor
dan perubahan sel pengatur apoptosis yang mengakibatkan terjadinya
ekspansi

klonal.

Ekspansi

klonal

bersama-sama

dengan

proses

angiogenesis dan mutasi tambahan mengakibatkan pertumbuhan sel-sel


tumor yang selanjutnya menjadi nodul tiroid ganas. Selanjutnya dengan sifat
ganas ini, nodul mengalami pertumbuhan cepat, melewati batas kapsul,
menginvasi jaringan sekitarnya dan hipervaskuler serta neovaskuler. Pada
jenis papiler, memiliki badan psammoma dengan kalsifikasi halus konsentris.
(Kumar and Abbas, 2005, Maitra and Abbas, 2005)
G. Faktor faktor Risiko
Pada nodul tiroid bersifat jinak dipengaruhi beberapa faktor risiko:
(Kumar and Abbas, 2005; Jameson and Weetman, 2005)
1 Defisiensi yodium, pada populasi dengan asupan yodium kurang
dapat menimbulkan terjadinya nodul tiroid.

38

2 Asupan goitrogen, populasi dengan konsumsi bahan makanan yang


mengandung

goitrogen

seperti

umbi-umbian

cassava

yang

mengandung thiosianat, sayuran dari famili cruciferae seperti kol dan


bunga kol, dapat menimbulkan terjadinya nodul tiroid.
3 Autoimun, umumnya terjadi pada lesi bersifat jinak seperti tiroiditis.
Sedangkan

terjadinya

nodul

tiroid

bersifat

ganas

dipengaruhi

beberapa faktor risiko antara lain : (Visalli, 2008, Jameson and Weetman,
2005)
1. Riwayat paparan radiasi pada kepala dan leher. Risiko akan tinggi
sekitar 50% bila paparan terjadi pada anak-anak umur di bawah 15
tahun, pada umur dibawah 30 tahun menjadi sekitar 20%.
2. Genetika, riwayat keluarga dengan karsinoma tiroid atau MEN 2.
3. Umur. Pasien dengan umur < 14 tahun (anak-anak) cenderung
memiliki risiko tinggi sekitar 50% terjadinya karsinoma, sedangkan
orang dewasa sekitar kurang dari 10%. Risiko juga lebih tinggi pada
umur lebih dari 70 tahun.
H. Patologi
Kebanyakan nodul tiroid bukan neoplasma sebenarnya tetapi
merupakan pertumbuhan jinak yang disebabkan oleh siklus dari hiperplasia
dan involusi dari jaringan tiroid yang mendasarinya. Hasil proses ini
merupakan fusi dari regio folikel-folikel yang mengandung koloid dan
parenkim, yang membentuk gambaran adenomatoid atau nodul koloid.

39

Nodul koloid memiliki sifat :


a. Jinak, Jenis yang terbanyak pada nodul tiroid. Umumnya adenoma
(70%), sebagian lagi soliter, multinoduler goiter dan nodul inflamasi.
b. Ganas, sekitar 4-7% secara histopatologi nodul tiroid merupakan
kanker. Dari nodul tiroid yang ganas sekitar 80% merupakan jenis
papiler, folikuler (diferensiasi baik) dan campuran papiler-folikuler
karsinoma.

Sedangkan

sisanya

karsinoma

meduler

(10%).

Undifferensiated atau karsinoma anaplastik (3%) dan Hrthle cell (2%)


merupakan jenis paling sedikit.
Dalam jumlah yang sangat kecil ada juga jenis keganasan pada tiroid
yang bukan nodul primer tiroid yaitu metastasis dan limfoma (Maitra and
Abbas, 2005).
1. Adenoma tiroid
Kebanyakan nodul tiroid adalah adenoma. Adenoma ini umumnya
multipel dan dapat ditemukan pada pemeriksaan USG, skintigrafi dan
pembedahan. Nodul ini pada pemeriksaan skintigrafi biasanya nonfungsi,
walaupun beberapa hiperfungsi. Bila solid, gambaran nodule adalah poorly
encapsulated dengan batas tidak tegas. Nodul kistik adenomatous adalah
hemoragik dengan dinding dalam irregular dan berisi cairan. Kadang-kadang
terdapat kalsifikasi intratumoral. (Khan, 2010, Maitra and Abbas, 2005, Clark
et al.2003)
Adenoma folikuler (15-40%) berasal dari epithelium folikuler dan
biasanya soliter, dengan kapsul yang tegas. Pada pemeriksaan skintigrafi,

40

terdapat gambaran toxic adenomas functioning (hot pada scintigraphy), atau


adenoma hiperfungsi dalam goiter multinoduler. Gambaran adenoma
nonfungsi pada skintigrafi adalah cold nodule.

Pada USG, adenoma

mungkin bisa sebagai nodul solid hiperekhoik atau hipoekhoik dengan


kecenderungan area sekelilingnya yang hipoekhoik regular disebut halo sign.
(Khan, 2010; Maitra and Abbas, 2005, Clark et al.2003)
2. Karsinoma Tiroid
Angka kejadian karsinoma tiroid adalah 10.000 kasus/tahun, dimana
pada 1/3 dari kasus tersebut secara klinis bersifat asimptomatis dan
ditemukan pada waktu biopsi atau pembedahan. Kebanyakan karsinoma
tiroid didapatkan pada pasien dengan usia dibawah 30 tahun, dengan
predominan perempuan. Sekitar 20% kasus kelainan kelenjar tiroid yang lain
yang

berhubungan

dengan

karsinoma

tiroid

adalah

adenomatous

hyperplasia, adenoma folikuler, nodul koloid dan tiroiditis. Karsinoma tiroid


disebabkan oleh karena induksi radiasi, dengan peningkatan angka kejadian
yang berhubungan dengan dosis radiasi yang tinggi, hal ini sudah terbukti
secara bermakna pada beberapa penelitian. Puncak angka kejadian terlihat
pada 5-30 tahun setelah radiasi. (Khan, 2010; Robinson, 2006; Maitra and
Abbas, 2005; Clark et al, .2003)
2. a. Karsinoma Papiler
Karsinoma papiler merupakan tipe karsinoma tiroid diferensiasi baik
yang terbanyak yaitu pada 50-81% dari kasus. Prevalensi ini lebih banyak
pada perempuan dengan rasio perempuan : laki-laki = 2-4 : 1. Prevalensi ini

41

khususnya pada pasien umur 20-40 tahun. Kebanyakan karsinoma tiroid tipe
papiler secara klinis adalah asimptomatis dan biasanya berukuran kurang
dari 1 cm.(Khan, 2010)
Secara histologi, gambaran karsinoma ini tampak tidak berkapsul
dengan

diferensiasi

baik.

Sekitar

22%

dari

lesi

ini

adalah

pseudoencapsulated. Sel-sel yang ganas mempunyai nukleus besar dengan


nuclear grooves dengan area kromatin yang sedikit, disertai gambaran
Orphan Annie eyes. Nukleus ini diidentifikasikan pada 83% dari sel-sel.
Psammoma bodies, tampak pada 50% dari spesimen, selain itu juga
terdapat gambaran kalsifikasi. (Robinson, 2006; Maitra and Abbas, 2005,
Clark et al. 2003)
2. b. Karsinoma Folikuler
Karsinoma folikuler tiroid digambarkan sebagai neoplasma dengan
diferensiasi baik. Angka kejadiannya 5% dari karsinoma tiroid, akan tetapi
insiden dapat menjadi lebih tinggi sampai 40% dari keganasan pada populasi
dengan kekurangan yodium. Perempuan lebih sering terkena, 2-3 kali dari
laki-laki. Dibandingkan dengan lesi yang lain, karsinoma folikuler tampak
pada umur yang lebih tua, umumnya pada pasien berumur 40-50 tahun.
Walaupun gambaran karsinoma ini dideteksi sebagai hasil dari suatu efek
massa, namun secara klinis bersifat asimptomatis. (Khan, 2010; Maitra and
Abbas, 2005; Chan, 2007)
Nodul tiroid ini terdapat kira-kira 10% pada pasien dengan karsinoma
folikuler. Metastasis secara hematogen tampak lebih dari 5% terdapat pada

42

paru, otak dan tulang. Pada pemeriksaan patologi, neoplasma tampak


bersifat ekspansif, massa yang berkapsul. Perbedaan karsinoma folikuler
dengan adenoma folikuler yang jinak adalah sulit. Diagnosis dari keganasan
menunjukkan gambaran adanya invasi vaskuler atau invasi kapsul yang
tebal.
Secara histologi, karsinoma folikuler diperkirakan berdiferensiasi baik
atau moderat. Indikator prognosis jelek termasuk lesi berdiferensiasi buruk,
lesi besar dengan penyebaran nodul ekstratiroid dan pasien usia lanjut pada
saat awal diagnosis.
2. c. Karsinoma Meduler
Karsinoma meduler, terdapat 3-10% dari keganasan tiroid, karsinoma
ini derivat dari parafolikuler cells (C cells), dengan level kalsitonin meningkat,
level ini dilaporkan mempunyai korelasi dengan tumor. (Khan, 2010; Maitra
and Abbas, 2005; Clark et al. 2003; Chan, 2007)
Walaupun

lebih

banyak

pada

perempuan

dibanding

laki-laki,

karsinoma meduler secara jenis kelamin kurang spesifik daripada keganasan


tiroid lainnya. Hubungan keluarga didapatkan pada 10-20% pasien, dengan
pola keturunan autosomal dominan. Karsinoma meduler adalah komponen
dari sindrom multiple endocrine neoplasia (MEN) tipe IIA dan IIB dan
berhubungan dengan feokromositoma

dan adenoma paratiroid atau

hiperplasia paratiroid. (Khan, 2010; Robinson, 2006; Maitra and Abbas,


2005; Clark et al, 2003)

43

Pasien biasanya merasakan adanya massa di leher, kemungkinan


berhubungan dengan sensasi tekanan atau disfagia. Metastasis ke kelenjar
limfe regional terdapat pada 50% pasien pada saat diagnosis. (Khan, 2010;
Robinson, 2006; Clark et al, 2003)
2. d. Karsinoma Anaplastik
Karsinoma anaplastik tiroid merupakan karsinoma yang bersifat
agresif dan terdapat 8-16% dari karsinoma tiroid. Prevalensi karsinoma ini
terdapat pada daerah endemik goiter. Khususnya pada usia 60-80 tahun,
rasio perempuan dengan laki-laki rata-rata

3:1. (Khan, 2010; Robinson,

2006; Clark et al, 2003)


Kebanyakan pasien bersifat simptomatis dan mempunyai pembesaran
massa leher yang cepat. Keluhan awal biasanya rasa nyeri pada leher,
disfonia, disfagia dan dispnoe. (Khan, 2010; Clark et al. 2003)
I. DIAGNOSIS
I.1.GEJALA KLINIS
Kebanyakan pasien dengan nodul tiroid adalah asimptomatis dan
kebanyakan nodul didapatkan pada pemeriksaan klinis atau self-palpation.
Rasa nyeri tiba-tiba dan bengkak yang terlokalisir dapat dipicu oleh
pendarahan spontan dalam lesi.(Khan, 2010)
Pada lesi yang besar dapat menggangu proses menelan dan jalan
nafas karena penekanan esofagus dan trakea. Selain itu gejala sistemik juga
tergantung dari level hormon tiroid (T3 dan T4) yang beredar di dalam darah

44

berupa hipertiroid atau hipotiroid.(Khan, 2010; Jameson and

Weetman,

2005)
I. 2.PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik pada kasus nodul tiroid dapat dilakukan berupa
inspeksi pada leher dari depan dan samping. Pada kasus dengan nodul tiroid
yang besar akan terlihat pembesaran pada leher. Tiroid dapat dipalpasi dari
depan ketika berhadapan maupun dari belakang pasien.
Palpasi tiroid dari belakang lebih sensitif apalagi dipadukan dengan
instruksi menelan pada pasien dalam menentukan adanya nodul tiroid.
Sayangnya pada kasus nodul tiroid yang kecil sering tak didapatkan adanya
kelainan maupun nodul tiroid. (Jameson and Weetman, 2005)
I. 3.PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium penting dilakukan pada penyakit tiroid
untuk membedakan jenis penyakit tiroid, tetapi uji fungsi tiroid tidak dilakukan
untuk menentukan apakah nodul tiroid jinak atau ganas.
Beberapa jenis pemeriksaan laboratorium pada nodul tiroid antara lain
: (Visalli, 2008, Jameson and Weetman, 2005)
a) Pengukuran level tiroid-stimulating hormone (TSH) sering digunakan
oleh klinisi sebagai uji skrining. Peningkatan level TSH yang tidak
adequat secara signifikan pada produksi hormon saat supresi level
dapat

menunjukkan

teregulasi.

produksi

hormon

yang

berlebihan

tidak

45

b) Jika TSH abnormal, mungkin terjadi penurunan level dari hormon


tiroid T4 dan T3.
c) Pemeriksaan hormon tiroid triyodotironin (T3) dan tiroksin (T4).
d) Autoantibodi dideteksi dalam aneka variasi (anti-TG, anti-TPO, TSH
receptor stimulating antibodies).
e) Ada

dua

Tiroglobulin

marker
(TG)

karsinoma
untuk

tipe

untuk
papiler

karsinoma

derivat

diferensiasi

baik

tiroid.
atau

adenokarsinoma, folikuler dan walau jarang kalsitonin sebagai


karsinoma marker kasus karsinoma meduler tiroid
I. 4. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
a. Foto Polos Leher-Thorax
Foto polos dapat digunakan untuk menunjukkan perluasan tiroid ke
retrosternal, kalsifikasi tiroid, tulang atau kelenjar limfe mediastinum dan
metastasis tulang. Foto polos memiliki kemampuan sangat terbatas dalam
mengevaluasi tiroid. Foto polos memperlihatkan adanya massa jaringan
lunak dan deviasi trakea. Perluasan retrosternal dan metastasis paru juga
dapat dideteksi pada foto polos. (Khan, 2010; Robinson, 2006)
Kalsifikasi pada karsinoma tiroid dapat terlihat pada foto polos.
Kalsifikasi berbentuk mikro pada tiroid menyokong gambaran karsinoma,
sedangkan kalsifikasi peripheral rim menyokong lesi jinak. Karsinoma
meduler dan metastasis juga memberikan gambaran kalsifikasi.(Yoon et al,
2007; Khan, 2010)

46

Foto polos juga dapat memperlihatkan adanya gambaran metastasis


pada tulang, yang menggambarkan adanya lesi litik maupun blastik pada
tulang. (Khan, 2010; Robinson, 2006)
b. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan modalitas awal yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi dari nodul tiroid yang tidak maupun dapat dipalpasi dan
menemukan lesi primer pada pasien dengan metastasis secara sistemik.
USG merupakan modalitas radiologi yang sensitif untuk mendiagnosis lesilesi intratiroid dan dapat menunjukkan lesi kistik dengan ukuran 2 mm dan
lesi solid intratiroid dengan ukuran 3 mm. (Khan, 2010; Chou and Tiu, 2003)
Gambar ultrasonografi dibentuk dengan pengolahan data ekho yang
kembali dan diterima oleh transduser dari berbagai kedalaman dalam tubuh
selama pancaran suatu gelombang ultrasound berdasarkan frekwensi
tertentu.(Schaberle, 2005)
Kecepatan gelombang suara, C, adalah hasil dari perkalian panjang
gelombang dan frekuensi f :

C=.f

Panjang gelombang adalah jarak terdekat di antara dua partikel yang


bergetar dengan gerakan yang sama. Kecepatan rata-rata gelombang suara
pada jaringan manusia adalah sekitar 1540 m/detik. Panjang gelombang
yang terjadi ultrasonografi ditentukan oleh frekuensi yang dipancarkan oleh
transduser dan berkisar antara 0.7 mm pada frekuensi 2 MHz sampai 0.15
mm pada frekuensi 10 MHz. (Schaberle, 2005)

47

Waktu ekho kembali (echo arrival time) adalah waktu perlambatan


(time delay) antara pancaran gelombang ultrasound dan kembalinya dari
refleksi ekho dan berfungsi penentuan jarak antara transduser dan partikel
yang merefleksikan. Dari data ekho pancaran dan ekho kembali, pada alat
ultrasonografi diproses menjadi suatu tampilan berdasarkan terangnya
sehingga dapat dilihat sebagai suatu gambar struktur jaringan yang
bersamaan dengan waktu pemeriksaan. Ini dikenal dengan ultrasonografi Bmode (real time B-mode ultrasound). (Schaberle, 2005)
Berdasarkan USG ditemukan beberapa kriteria, gambaran yang
digunakan untuk membedakan nodul dengan sifat jinak dan ganas.
Nodul-nodul jinak yang berbatas tegas (96% jinak), (Khan, 2010;
Tessler and Tublin, 1999; Wienke, et al. 2003, Rago et al. 1998) yang
menunjukan adanya kalsifikasi eggshell (peripheral rim) (Yoon et al. 2007;
Wienke et al. 2003) dan hipoekhoik halo tipis (halo sign) (Rago et al, 1998,
Bonavita et al. 2009) di sekeliling lesi secara keseluruhan lebih sering
dikatakan jinak.
Pada nodul ganas (31,6%) kebanyakan solid dan hipoekhoik, tepi
irregular dan mikrokalsifikasi dalam nodul khususnya pada karsinoma
papiler.

Karsinoma

tiroid

mempunyai

tekstur

hipoekhoik

(47,1%),

dibandingkan dengan kelenjar tiroid normal. Karsinoma tiroid terlihat sebagai


lesi hipoekhoik pada 68-100% pasien. Terdapat beberapa gambaran
tumpang tindih antara nodul jinak dan ganas. Beberapa nodul yang ganas
dapat mempunyai komponen kistik. Degenerasi kistik dilaporkan pada 4-33%

48

dari karsinoma tiroid. Bentuk dari nodul juga dilaporkan sebagai kriteria
menentukan sifat nodul, dimana nodul jinak cenderung berbentuk oval
(diameter lebar lebih besar dari tinggi, AP) sedangkan nodul ganas
cenderung bulat atau lebih tinggi dari lebar (diameter AP lebih besar dari
lebar). (Khan, 2010)
B-flow twinkling sign (suatu mikrokalsifikasi internal lesi) dilaporkan
memiliki prediksi malignansi pada nodul tiroid dengan sensitivitas 65,2% dan
spesifisitas 99,6%. (Brunese, 2008)

AB
Gambar 4. B-flow twinkling sign pada
nodul tiroid. A. Tampak satu B-flow
twinkling sign (panah), lesi jinak. B.
Tampak beberapa B-flow twinkling
sign dalam nodul dengan jarak < 2
mm (panah), merupakan lesi jinak. C.
Tampak beberapa B-flow twinkling
sign dalam nodul dengan jarak > 2
mm, merupakan lesi ganas. (Brunese,
2008)

Karakteristik nodul jinak pada pemeriksaan USG :

Nodul hiperekhoik

Batas reguler atau adanya halo

49

Dinding kista tipis

Kalsifikasi Eggshell or amorphous dengan shadowing

Polarized colloid (comet tail or cats eye)

Multinodularitas tanpa nodul dominan

Vaskularisasi perinodular pada Doppler

Karakteristik nodul ganas pada pemeriksaan USG :

Nodul hipoekhoik atau heterogen

Batas irreguler

Invasi ke otot atau struktur jaringan sekitar

Mikrokalsifikasi tanpa shadowing

Vaskularisasi intranoduler

More tall than wide (mikronodul < 1,5 cm)

Limfadenopati servikal
Pada pelaporan USG leher sebaiknya dilaporkan secara lengkap

segala sesuatu yang berhubungan dengan nodul tiroid. Untuk setiap nodul
tiroid, gray-scale maupun color atau power Doppler dilakukan untuk
mengevaluasi ukuran, lokasi dikelenjar tiroid serta gambaran sonografik yang
meliputi komposisi, echogenitas, regularitas tepi atau batas nodul, adanya
halo, pola vaskularisasi serta adanya kalsifikasi. Kombinasi dari gambaran
sonografik

tersebut

lebih

memudahkan

dalam

keganasan suatu nodul. (Gursoy dan Erdogan, 2012).

mengarahkan

tingkat

50

Tabel. 2. Gambaran sonografik yang perlu dilaporkan untuk setiap


nodul tiroid. (Gursoy dan Erdogan nodul tiroid, 2012)

Gambar.5. Ukuran nodul tiroid yang sebaiknya diukur secara 3 dimensi.


(Gursoy dan Erdogan, 2012)

Gambar.6. Komposisi nodul tiroid yaitu padat, kistik dan campuran (Gursoy
dan Erdogan, 2012)

51

Gambar.7. Ekhogenitas nodul tiroid yaitu isoekhoik, hiperekhoik,


hipoekhoik, dan marked hypoechoic. (Gursoy dan Erdogan, 2012)

Gambar.8. Halo sign, gambaran hipoekhoik yang mengelilingi nodul


tiroid. Halo sign tipis, compressed vessel, halo sign tebal. (Gursoy dan
Erdogan, 2012)

Gambar.9. Kategori kalsifikasi nodul tiroid. Mikrokalsifikasi,


makrokalsifikasi dan egg-shell calcification. (Gursoy dan Erdogan,
2012)

52

Gambar.10.Tepi nodul. Tegas dan tidak tegas (Gursoy dan Erdogan, 2012)

Gambar.11. Pola vaskularisasi nodul tiroid. Vaskularisasi perifer serta


vascularisasi sentral, dinilai dengan menggunakan color doppler atau power
doppler. (Gursoy dan Erdogan, 2012)

Ultrasonografi tiroid dapat digunakan untuk menuntun FNAB. FNAB


dengan tuntunan imejing memiliki keuntungan, seperti pada nodul yang kecil
atau tak teraba, nodul dengan komponen kistik, atau nodul yang sulit diakses
(nodul posterior atau substernal). FNAB dengan tuntunan ultrasonografi,
dikombinasikan dengan verifikasi sitologik di tempat oleh ahli patologi, dapat
memberikan sensitivitas dan spesifisitas tertinggi. (Dankle, 2011)
Horvath dan kawan-kawan pada tahun 2009 mengajukan suatu
karakteristik

USG

terstandar

(echostruktur,

echogenitas,

bentuk,

orientasi,adanya transmisi akustik, batas, permukaan, ada atau tidaknya


kapsula, kalsifikasi dan vaskularisasi) dengan sistem pelaporan data lesi
tiroid untuk manajemen klinik : Thyroid Imaging Reporting and Data System

53

(TIRADS), yang berdasarkan pada konsep seperti BIRADS dari American


College of Radiology.
Kategori TIRADS adalah sebagai berikut :

TIRADS 1: kelenjar tiroid normal.

TIRADS 2: kondisi jinak (0% malignitas).

TIRADS 3: mungkin nodul jinak (<5% malignitas).

TIRADS 4: nodul dicurigai ganas. (angka keganasan 580%). Di


bagi menjadi 4A (keganasan antara 5 dan 10%) dan 4B
(keganasan antara 10 dan 80%).

TIRADS 5: kemungkinan nodul ganas (malignancy <80%).

TIRADS 6: kategori yang disertai biopsi yang membuktikan nodul


ganas.

54

TABEL 3. Karakteristik USG nodul tiroid, 10 pola USG dengan risiko keganasan, serta kategori TIRADS (Horvath
et al. 2009)
Deskripsi pola USG

Gambaran USG

Pola USG

Malignitas

TIRADS

Nodul anekhoik, non vaskularisasi,


dengan titik-titik hiperekhoik

Colloid tipe 1

TIRADS 2:
Lesi echo campuran, tanpa

0%

kapsula, non ekspansil, dengan


bintik-bintik hiperekhoik, dengan
vaskularisasi. grid aspect (nodul
spongiform)

benign
findings

Colloid tipe 2

55

Nodul tanpa kapsula, ekho


campuran, ekspansil, dengan
Colloid tipe 3
vaskularisasi di dalamnya, disertai
bintik-bintik hiperekhoik.
Nodul hiper, iso atau hipoekhoik,
TIRADS 3:
sebagian berkapsula, dengan

Hashimoto
<5%

vaskularisasi perifer, pada tiroiditis

probably

pseudonodule
Benign

Hashimoto
Nodul padat atau campuran yang
hiper, iso atau hipoekhoik dengan
kapsula tipis.

Simple
TIRADS 4A:
neoplastic

510%
undetermined

Pattern

56

Nodul hipoekhoik dengan batas


tidak tegas, tanpa kalsifikasi.

de Quervain
pattern

Nodul hiper, iso atau hipoekhoik


Suspicious
disertai hipervaskularisasi dengan
neoplastic
kapsula tebal, mengandung
Pattern
kalsifikasi (kasar/mikrokalsifikasi).
Nodul hipoekhoik tanpa kapsula,
dengan bentuk dan tepi ireguler,

Malignant

vaskularisasi di dalamnya, dengan

pattern A

TIRADS 4B:
1080%

atau tanpa kalsifikasi

suspicious

57

Nodul iso atau hipiekhoik tanpa

TIRADS 5:

kapsula dengan mikrokalsifikasi

Malignant

perifer multipel dan

pattern B

consistent
>80%
with

hipervaskularisasi.

Malignancy

Nodul isoekhoik campuran tanpa

Malignant

kapsula dengan hipervaskularisasi

pattern C

dengan atau tanpa kalsifikasi tanpa

Cancer,

bintik hiperekhoik.

confirmed by

TIRADS 6:
100%

previous
biopsy

malignant

46

C. CT scan
CT bukan merupakan teknik sensitif untuk menunjukkan lesi-lesi
intratiroid. Akan tetapi CT digunakan dalam evaluasi limfadenopati,
penyebaran lokal tumor dan penyebaran ke dalam mediastinum atau regio
retrotrakea. Disamping USG digunakan untuk deteksi primer dari lesi- lesi
intratiroid maka CT digunakan untuk staging. Usaha untuk membedakan
nodul jinak dan ganas dengan pengukuran kandungan yodium dan
karakteristik

penyangatan

pada

nodul

dengan

CT

scans

tidak

berhasil.(Khan, 2010)
D. Kedokteran Nuklir (Skintigrafi tiroid)
Saat ini, indikasi skintigrafi tiroid relatif sudah berkurang terhadap
pemeriksaan

tiroid.

Pemeriksaan

skintigrafi

radiofarmaka yodium peroral (131 I dan

123

I) atau

tiroid
99m

menggunakan
Tc-pertechnetate

yang disuntikan secara intravena. (Khan, 2010)


Pada hasil scan akan terlihat adanya area aktivitas tangkapan
(uptake) terhadap radiofarmaka yang dapat dibedakan dalam 3 bentuk
yaitu berupa peningkatan tangkapan (hot), berkurang atau tidak adanya
aktivitas tangkapan (cold), dan dapat pula aktivitas tangkapan yang relatif
sama dengan jaringan tiroid sehat sekitarnya (warm). (Khan, 2010)
Dari hasil pemeriksaan skintigrafi tiroid tersebut tidak dapat
dipastikan sifat nodul apakah jinak atau ganas. Secara statistik terdapat
sekitar 95% struma nodosa memberikan gambaran sebagai nodul dingin

47

(cold) pada skintigrafi tiroid. Frekuensi keganasan pada nodul dingin


sekitar 10 15% dibandingkan nodul panas yang hanya 4%. Hal ini
memberikan informasi bahwa nodul panas biasanya merupakan nodul
jinak dan dingin biasanya merupakan nodul ganas, namun nodul ganas
hanya sedikit lebih sering pada nodul dingin dibanding nodul panas.
(Mettler and Guibertau, 2006)
J. PEMERIKSAAN PATOLOGI ANATOMI
Pemeriksaan sitologi berguna untuk mengetahui jenis dari sel-sel
pada nodul tiroid, yang sebelumnya dilakukan pengambilan jaringan
dengan cara Biopsi Asprirasi Jarum Halus (FNAB). Fnab oleh operator
yang terampil, saat ini dianggap sebagai metode yang efektif untuk
membedakan jinak atau ganas pada nodul soliter atau nodul dominan
pada multinoduler. (Subekti, 2006 )
FNAB

yang

dilanjutkan

dengan

sitologi

pada

nodul

tiroid

merupakan test diagnosis pertama untuk mengevaluasi goiter dan satusatunya test yang paling efektif untuk diagnosis nodul tiroid soliter
sebelum operasi. Indikasi utama FNAB ini adalah : (Kocjan 2006; Orell
2005)
1. Diagnosis dengan diffuse nontoxic goiter.
2. Diagnosis dengan nodul tiroid soliter atau dominan.
3. Konfirmasi jelas dengan keganasan tiroid secara klinis.
4. Memperoleh material untuk pemeriksaan laboratorium khusus
yang mengarah pada gambaran parameter prognostik.

48

Gold standard dalam menentukan sifat dan jenis nodul tiroid adalah
pemeriksaan histopatologi dari sediaan jaringan pascaoperasi.(Maitra and
Abbas, 2005; Decherd et al, 2002; Lansford and Teknos, 2006; Gharib et
al, 2006)
Aspirasi jarum halus (FNA) memiliki perana penting dalam evaluasi
pasien eutiroid dengan nodul tiroid. Hal tersebut mengurangi tindakan
operasi tiroid yang tidak perlu bagi pasien dengan nodul jinak dan
diagnosis

tepat

pasien

kanker

tiroid

sebelum

operasi.

Sebelum

penggunaan rutin tiroid FNA, persentase tiroid pembedahan nodul yang


ganas hanya 14% sedangkan sekarang setelah FNA digunakan secara
rutin, persentase nodul ganas yang direseksi sekitar 50%. (Cibas and Ali,
2009)
Tabel 4. Gambaran mikroskopik nodul tirpoid berdasarkan BETHESDA
(Kojgan, 2006; Hedinger C, et al,1989)
Klasifikasi

Nodul

BETHESDA
I.

Nondiagnostik

mikroskopik
Cyst Fluid

or
Unsatisficatory
II.

Benign

Gambaran

Benign follicular nodul


(Adenomatoid, colloid
nodule)

49

Lymphositic
(Hashimoto)Tiroiditis

Granulomatous
(subacute) thyroiditis

III.

Atipia of undetermined significance or


follicular lesion of undetermined
significance

IV.

Hrtle cell

Follicular
neoplasm

or

(oncocytic) type

suspicious for
a

follicular

neoplasm

V.

Suspicious
Malignancy

Susp. Pappilary Ca

50

Susp. Medullary Ca

Susp. Lymphoma

VI.

Malignant

Papilary

thyroid

carcinoma

Poorly differentiated
carcinoma

Medullary

thyroid

carcinoma

Undifferentiated
(anaplastic) Ca

51

Squamous

cell

carsinoma

Carcinoma
mixed

with
features

(specify)

Metastatic carcinoma

Non-Hodgkin
lymphoma

52

BAB III

KERANGKA TEORI DAN KONSEP


A.

Kerangka Teori

SEL TIROID
NORMAL

Defisiensi yodium Asupan goitrogen Autoimun -

- Radiasi
- Genetika, riwayat keluarga
karsinoma tiroid
- Defisiensi yodium

Proliferasi akibat hiperplasia tiroid


dan kerusakan DNA karena H2O2

Kerusakan DNA

Mutasi di genom sel somatik

Muatan mutasi

Stimulasi pertumbuhan
dan fungsi

Aktivasi
onkogen

Inaktivasi gen
supresi tumor

Pembentukan klonal
kecil

Perubahan sel
pengatur
apoptosis

Ekspansi klonal

Mutasi tambahan

NODUL TIROID

BENIGN
1. Cyst
2. Adenoma
3. Colloid goiter

MALIGNANT
1. Papillary
2. Follicular
3. Anaplastic
4. Medullary
5. Others

53

B. Kerangka Konsep
Pemeriksaan
USG leher
NODUL
TIROID

Pemeriksaan FNA
sitopatologi
NODUL TIROID
-

Standarisasi alat dan


prosedur
Lebih dari satu
pemeriksa

- Tindakan aspirasi
- Interpretasi FNA

Klasifikasi
BETHESDA

Klasifikasi
TIRADS

Keterangan :

: Variabel bebas
: Variabel tergantung
: Variabel kendali

:: Hubungan variabel bebas


: Hubungan variabel tergantung
: Hubungan variabel kendali

54

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah penelitian cross sectional dalam menilai korelasi
ultrasonografi

leher

berdasarkan

klasifikasi

TIRADS

dengan

pemeriksaan

sitopatologi berdasarkan klasifikasi BETHESDA pada penderita nodul tiroid


B. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Bagian Radiologi RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar mulai bulan Mei 2013 sampai Agustus 2013
C. Populasi Penelitian
Populasi adalah pasien nodul tiroid yang dikirim ke Bagian Radiologi untuk
dilakukan pemeriksaan ultrasonografi leher.
D. Sampel dan Cara Pengambilan Sampel
Sampel adalah semua populasi terjangkau yang memenuhi kriteria penelitian.
Sampel diambil dengan menggunakan metode consecutive sampling.
E. Perkiraan Sampel
Besar sampel (n) ditentukan berdasarkan rumus :

55

Keterangan :
Kesalahan tipe I = 5%, hipotesis satu arah, maka Z = 1,64
Kesalahan tipe II =10%, maka Z=1,28
Selisih minimal yang dianggap bermakna (x1-x2)= 2
Standar deviasi = 4

n1 = n2 = 34, 1056 35
Dengan demikian besar sampel minimal pada penelitian ini adalah 35
F. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria Inklusi :
1. Pasien struma noduler berdasarkan pemeriksaan USG.
2. Bersedia ikut dalam penelitian dengan mengisi dan menandatangani informed
consent.
Kriteria Eksklusi :
1. Pasien dengan limfoma leher
2. Pasien yang pernah mendapatkan terapi ablasi tiroid (bedah/ radionuklir).
3. Terdapat infeksi atau luka di permukaan kulit leher di atas dan sekitar kelenjar
tiroid yang menyulitkan pemeriksaan USG leher.

56

G. Identifikasi dan Kalsifikasi


1. Identifikasi variabel :
a. USG tiroid klasifikasi TIRADS

b. Hasil pemeriksaan sitopatologi nodul tiroid klasifikasi BETHESDA


2. Klasifikasi Variabel
Jenis Data :
USG tiroid klasifikasi TIRADS : Ordinal
Jenis nodul berdasarkan sitologi klasifikasi BETHESDA : Ordinal
H. Definisi Operasional
1. Definisi operasional
a. Struma noduler adalah pembesaran kelenjar tiroid yang disertai pembentukan
satu atau lebih benjolan (nodul) di dalam kelenjar.
b. Nodul tiroid adalah benjolan pada kelenjar tiroid dengan gambaran

ultrasonografi dan ukuran yang bervariasi, dapat merupakan lesi jinak


maupun lesi ganas.
c. TIRADS adalah sistem pelaporan nodul tiroid berdasarkan gambaran

ultrasonografi untuk menentukan risiko keganasan tiroid.

57

d. Hasil sitopatologi adalah kesimpulan tertulis pemeriksaan ahli Patologi

Anatomi dengan hasil jenis nodul tiroid jinak atau nodul tiroid ganas.
e. BETHESDA adalah sistem pelaporan hasil sitopatologi nodul tiroid untuk

menentukan risiko keganasan tiroid


2. Kriteria obyektif
a. Struma noduler jika terdapat pembesaran kelenjar tiroid yang disebabkan
oleh adanya benjolan atau nodul, dapat tunggal maupun lebih dari satu,
dengan ukuran bervariasi, bila nodul tunggal disebut nodul soliter, sedangkan
bila jumlah nodul lebih dari satu disebut struma multinoduler.
b. Nodul tiroid adalah lesi anekhoik, hipoekhoik, isoekhoik, hiperekhoik maupun

heterogen berbentuk nodul pada tiroid yang diperiksa dengan ultrasonografi.


c. TIRADS 1 apabila hasil sonografi tiroid normal.
d. TIRADS 2 apabila terdapat nodul anekhoik, non vaskularisasi, dengan titik-

titik hiperekhoik, atau lesi echo campuran, tanpa kapsula, non ekspansil,
dengan bintik-bintik hiperekhoik, dengan vaskularisasi. grid aspect (nodul
spongiform), atau nodul tanpa kapsula, ekho campuran, ekspansil, dengan
vaskularisasi di dalamnya, disertai bintik-bintik hiperekhoik.
e. TIRADS 3 apabila terdapat nodul hiperekhoik, isoekhoik atau hipoekhoik,

sebagian berkapsula, dengan vaskularisasi perifer.


f.

TIRADS 4A (undetermined) apabila terdapat nodul padat atau campuran yang


hiperekhoik, isoekhoik atau hipoekhoik dengan kapsula tipis, atau nodul

58

hipoekhoik dengan batas tidak tegas, tanpa kalsifikasi, atau nodul


hiperekhoik, isoekhoik atau hipoekhoik disertai hipervaskularisasi, dengan
kapsula tebal, mengandung kalsifikasi (kasar/mikrokalsifikasi).
g. TIRADS 4B apabila terdapat nodul hipoekhoik tanpa kapsula, dengan bentuk

dan tepi ireguler, disertai vaskularisasi di dalamnya, dengan atau tanpa


kalsifikasi.
h. TIRADS 5 apabila terdapat nodul iso atau hipoekhoik tanpa kapsula dengan

mikrokalsifikasi perifer multipel dan hipervaskularisasi.


i.

TIRADS 6 apabila terdapat nodul isoekhoik campuran tanpa kapsula dengan


hipervaskularisasi dengan atau tanpa kalsifikasi tanpa bintik hiperekhoik,
yang disertai hasil histopatologik sebelumnya yang menyatakan keganasan.

j.

BETHESDA 1

apabila hasil pemeriksaan sitopatologi merupakan Cyst

fluid, spesimen aseluler, artefak, bekuan darah, dll


k. BETHESDA 2 apabila hasil pemeriksaan sitopatologi merupakan nodul

folikuler jinak (nodul koloid, nodul adematous), tiroiditis (hashimoto) limfositik,


tiroiditis granulomatosa (subacute)
l.

BETHESDA 3 apabila hasil pemeriksaan sitologi merupakan atypia of


undetermined significance or follicular lesion of undetermined significance

m. BETHESDA 4 apabila hasil pemeriksaan sitopatologi merupakan folikuler

neoplasma atau curiga folikuler neoplasma seperti tipe hrthle cell (onkositik)

59

n. BETHESDA 5 apabila hasil pemeriksaan sitopatologi merupakan suspicious

for malignancy seperti Suspicious for papilary carcinoma, Suspicious for


medullary carcinoma, Suspicious for metastatic carcinoma, Suspicious for
lymphoma
o. BETHESDA 6 apabila hasil pemeriksaan sitopatologi merupakan Papilary

thyroid carcinoma, Poorly differentiated carcinoma, Medullary thyroid


carcinoma,

Undifferentiated

(anaplastic)

carcinoma,

Squamous

cell

carsinoma, Carcinoma with mixed features (specify), Metastatic carcinoma,


Non-Hodgkin lymphoma
p. FNAB adalah pemeriksaan menggunakan jarum halus untuk punksi pada

nodul tiroid yang dilanjutkan dengan pemeriksaan sitopatologi untuk


menentukan jenis tumor dan sifatnya yang jinak atau ganas.
I. CARA KERJA
A. Alokasi Subyek
Penelitian dilakukan pada semua orang dewasa yang memenuhi kriteria
inklusi.
B. Cara Penelitian
a. Pencatatan

60

1. Melakukan pendataan identitas penderita dan memberikan penjelasan


lengkap kepada mereka dan bila setuju mereka akan mengisi dan
menandatangani informed consent.
2. Memberikan kuesioner yang berisi pertanyaan tentang riwayat kesehatan dan
keluhan-keluhan nodul tiroid.
3. Penderita kemudian menjalani pemeriksaan ultrasonografi leher.
b. Pengukuran

Pada pemeriksaan USG leher didapatkan ukuran nodul yaitu ukuran mukabelakang dan ukuran superior-inferior.
c. Prosedur
1. Alat dan Bahan
Lembar registrasi pasien.
Pesawat Ultrasonografi merk Siemens, model Acuson X300, Power 230 V,
50/60 Hz, 500VA.
Transduser linier 7,5 MHz; atau linier 5 Mhz.
Jelly
Kertas print USG (thermal paper)
Komputer.
2. Cara Kerja
a. Posisi penderita

61

Pasien harus berbaring pada punggungnya (telentang) dengan leher yang


diekstensikan di atas bantal yang diletakkan di bawah bahu penderita. Tebal
bantal harus sekitar 10 cm.
Oleskan jeli secara bebas pada leher penderita.
b. Pemilihan transduser
Gunakan transduser linier 7,5 MHz, jika ada; kalau tidak ada, gunakan
transduser linier 5 MHz.
c. Penyetelan gain yang benar
Variasikan pengaturan gain untuk mendapatkan gambar terbaik dari bagian
yang tengah diskening.
d. Teknik skening
Skening harus dilakukan dalam bidang longitudinal maupun transversal
dengan projeksi oblique jika diperlukan.
Selama pemeriksaan mungkin perlu dilakukan rotasi kepala dari kanan ke kiri,
khususnya jika kita ingin melakukan pemeriksaan vaskuler.
e. Irisan-irisan yang digunakan
Irisan transversal (melintang) dimulai dari leher bagian bawah (suprasternal
notch) ke arah superior dengan interval jarak 1 cm sampai tepi atas dari
kelenjar tiroid.

62

Irisan longitudinal (membujur) dimulai midline ke arah lateral (kiri atau kanan)
dengan interval jarak cm dan transduser membentuk sudut 10-15 derajat
ke arah medial.
f. Kemudian dilakukan pembacaan hasil USG leher (ekspertise) oleh peneliti
dan 2 (dua) orang spesialis radiologi.
g. Hasil pemeriksaan USG leher dibawa ke dokter yang mengirim dan
selanjutnya menunggu hasil pemeriksaan sitopatologi dari Bagian Patologi
Anatomi.
J. Alur Penelitian
Subjek : Pasien struma/nodul tiroid
dilakukan USG leher di bagian Radiologi
RSWS kiriman dari
- Poliklinik bedah
- Poliklinik penyakit dalam
- Kiriman dokter praktek swasta/RS lain

Informed concent / Surat


penjelasan riset

Anamnesis
Pemeriksaan fisik

USG leher
KRITERIA
INKLUSI/EKSKLUSI
Nodul Tiroid

FNA

63

Klasifikasi sitopatologi
BETHESDA

Klasifikasi USG
TIRADS

Analisis data

Hasil dan Kesimpulan

K. Pengolahan dan Analisis Data


Data yang terkumpul dikelompokkan berdasarkan jenis data, kemudian dipilih
metode statistik yang sesuai yaitu :
1. Uji Spearman dengan menggunakan komputer digunakan untuk menguji korelasi
antara kedua variabel yang setara pada hasil pemeriksaan ultrasonografi leher
dan sitopatologi.
2. Menilai korelasi antara klasifikasi USG TIRADS dengan klasifikasi sitopatologi

BETHESDA
L. Izin Penelitian dan Etical Clearance
Permintaan persetujuan (informed consent) individu yang bersangkutan untuk
dijadikan sampel penelitian. Ethical clearance terlampir.

64

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN


A.Hasil Penelitian
1. Karakteristik Sampel Penelitian
Telah dilakukan penelitian terhadap 73 orang penderita nodul tiroid yang
dikirim ke bagian Radiologi RS Dr. Wahidin Sudirohusodo, untuk dilakukan
pemeriksaan USG leher pada bulan Mei 2013 sampai Agustus 2013 yang memenuhi
kriteria inklusi.
Karakteristik umum subjek penelitian yaitu semua penderita nodul tiroid.
Tabel 5. Sebaran sampel berdasarkan karakteristik
VARIABEL
N

Jenis Kelamin

Laki-laki
Perempuan

13
60

17,8
82,2

Umur

<=40 tahun
>40 tahun

27
46

37,0
63,0

TIRADS

Ganas
Jinak

23
50

31,5
68,5

Klasif. TIRADS

TIRADS 2
TIRADS 3
TIRADS 4A
TIRADS 4B
TIRADS 5

28
11
9
17
8

38,4
15,1
12,3
23,3
11,0

BETHESDA

Cenderung Ganas
Cenderung Jinak

29
44

39,7
60,3

65

Klasif.BETHESDA BETHESDA 2
40
BETHESDA 3
3
BETHESDA 4
9
BETHESDA 5
2
BETHESDA 6
19
Keterangan, % = persentase, n = jumlah sampel

54,8
4,1
12,3
2,7
26,0

Tabel 5 terlihat frekuensi dan persentase sampel berdasarkan umur pada


keseluruhan sampel. Hasilnya menunjukkan 27 sampel atau 37% berusia sampai 40
tahun, dan 46 sampel atau 63% berusia di atas 40 tahun.
Frekuensi dan persentase sampel berdasarkan jenis kelamin. Hasilnya
menunjukkan jumlah sampel terbanyak adalah perempuan dengan jumlah 60
sampel atau 82,2%, sedangkan laki-laki dengan jumlah 13 sampel atau 17,8%.
Frekuensi dan persentase sampel berdasarkan hasil USG nodul tiroid
TIRADS. Hasilnya menunjukkan jumlah sampel terbanyak adalah Jinak

dengan

jumlah 50 sampel atau 68,5%, sedangkan ganas dengan jumlah 23 sampel atau
31,5%.
Frekuensi dan persentase sampel berdasarkan Klasifikasi TIRADS. Hasilnya
menunjukkan jumlah sampel terbanyak adalah TIRADS 2 dengan jumlah 28 sampel
atau 38,4%. TIRADS 4B dengan jumlah sampel 17 atau 23,33%, TIRADS 3 dengan
jumlah sampel 11 atau 15,1% serta TIRADS 4A dengan jumlah sampel 9 atau
12,3%. TIRADS 5 dengan jumlah sampel 8 atau 11%.
Frekuensi dan persentase sampel berdasarkan hasil pemeriksaan sitopatologi
BETHESDA. Hasilnya menunjukkan jumlah sampel terbanyak adalah hasil

66

sitopatologi BETHESDA jinak dengan jumlah sampel 44 atau 60,3%, sedangkan


hasil sitopatologi BETHESDA ganas jumlah sampel 29 atau 39,7%.
Frekuensi dan persentase sampel berdasarkan Klasifikasi BETHESDA.
Hasilnya menunjukkan jumlah sampel terbanyak adalah BETHESDA 2 dengan
jumlah 40 sampel atau 54,8%. BETHESDA 6 dengan jumlah sampel 19 atau 26%,
BETHESDA 4 dengan jumlah sampel 9 atau 12,3% serta BETHESDA 3 dengan
jumlah sampel 3 atau 4,1%. BETHESDA 5 dengan jumlah sampel 2 atau 2,7%.
2. Hasil Analisis Statistik Antara Variabel yang Diteliti
Analisis data dilakukan dengan menggunakan komputer, yang terdiri dari
analisis deskriptif dan uji statistik. Analisis deskriptif dilakukan dengan melakukan
perhitungan nilai, sebaran jumlah dan persentase. Uji statistik dilakukan dengan
menggunakan uji Chi-Square.
a. Hubungan Jenis kelamin dengan Klasifikasi TIRADS
Tabel 6. Hubungan Jenis kelamin dengan Klasifikasi TIRADS
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
P
N
%
n
%
Klasifikasi TIRADS 2
5
38,5%
23
38,3%
TIRADS
TIRADS 3
3
23,1%
8
13,3%
TIRADS
2
15,4%
7
11,7%
4A
0,640
TIRADS
3
23,1%
14
23,3%
4B
TIRADS 5
0
0,0%
8
13,3%
Total
13
100,0%
60
100,0%

67

Keterangan ; n=jumlah sampel, %=persentase, p=probabilitas


Tabel 6 menunjukkan jumlah sampel terbanyak menurut jenis kelamin dan
Klasifikasi TIRADS 2 yaitu perempuan sebanyak 23 sampel atau 38,3%, sedangkan
sampel yang paling sedikit adalah laki-laki dan TIRADS 5 yaitu 0 sampel atau 0%.
Pada hasil uji Chi-Square, nilai signifikansi yang diperoleh adalah 0,640,
menunjukkan bahwa Sebaran klasifikasi TIRADS menurut jenis kelamin tidak
berbebeda secara signifikan (p>0,05).
b. Hubungan Jenis kelamin dengan Klasifikasi BETHESDA
Tabel 7. Hubungan Jenis kelamin dan Klasifikasi BETHESDA
Jenis Kelamin
Perempuan
%
N
%
69,2%
31
51,7%
0,0%
3
5,0%
15,4%
7
11,7%
0,0%
2
3,3%
15,4%
17
28,3%
100,0%
60
100,0%

Laki-Laki
Klasifikasi
BETHESDA

BETHESDA 2
BETHESDA 3
BETHESDA 4
BETHESDA 5
BETHESDA 6

Total

N
9
0
2
0
2
13

0,646

Keterangan ; n=jumlah sampel, %=persentase, p=probabilitas

Tabel 7 menunjukkan jumlah sampel terbanyak pada jenis kelamin


perempuan dan BETHESDA 2 yaitu 31 sampel atau 51,7%, sedangkan sampel yang
paling sedikit adalah pada jenis kelamin laki-laki dan BETHESDA 3 DAN 5 yaitu 0
sampel atau 0,0%.

68

Pada hasil uji Chi-Square, nilai signifikansi yang diperoleh adalah 0,646,
Sebaran klasifikasi BETHESDA menurut jenis kelamin tidak berbebeda secara
signifikan (p>0,05).
c. Hubungan Umur dengan Klasifikasi TIRADS
Tabel 8. Hubungan Umur dengan Klasifikasi TIRADS
Umur
<=40 tahun
n
%
9
33,3%
3
11,1%
4
14,8%

>40 tahun
N
%
19
41,3%
8
17,4%
5
10,9%

Klasifikasi TIRADS 2
TIRADS
TIRADS 3
TIRADS
4A
TIRADS
7
25,9%
10
21,7%
4B
TIRADS 5
4
14,8%
4
8,7%
Total
27
100,0%
46
100,0%
Keterangan ; n=jumlah sampel, %=persentase, p=probabilitas

0,800

Tabel 8 menunjukkan jumlah sampel terbanyak pada umur di bawah 40 tahun


dan Klasifikasi TIRADS 2 yaitu 9 sampel atau 33,3%, sedangkan sampel yang paling
sedikit adalah pada umur di atas 40 tahun dan Klasifikasi TIRADS 5 yaitu 4 sampel
atau 8,7%.
Pada hasil uji Chi-Square, nilai signifikansi yang diperoleh adalah 0,800,
Sebaran klasifikasi TIRADS menurut umur tidak berbebeda secara signifikan
(p>0,05).

69

d. Hubungan Umur dengan Klasifikasi BETHESDA


Tabel 9. Hubungan Umur dengan Klasifikasi BETHESDA
Umur
<=40 tahun
>40 tahun
N
%
N
%
Klasifikasi BETHESDA 2
13
48,1%
27
58,7%
BETHESDA BETHESDA 3
0
0,0%
3
6,5%
BETHESDA 4
2
7,4%
7
15,2%
BETHESDA 5
2
7,4%
0
0,0%
BETHESDA 6
10
37,0%
9
19,6%
Total
27
100,0%
46
100,0%
Keterangan; n= jumlah sampel, %=persentase, p=probabilitas

0,080

Tabel 9 menunjukkan jumlah sampel terbanyak pada umur diatas 40 tahun


dan Klasifikasi BETHESDA 2 yaitu 27 sampel atau 58,7%, sedangkan sampel yang
paling sedikit adalah umur dibawah 40 tahun dan Klasifikasi BETHESDA 3 yaitu 0
sampel atau 0,00%.
Pada hasil uji Chi-Square, nilai signifikansi yang diperoleh adalah 0,080
menunjukkan bahwa sebaran klasifikasi BETHESDA menurut umur tidak berbebeda
secara signifikan (p>0,05).
3. Analisis Kesesuaian Klasifikasi TIRADS dengan BETHESDA
Analisis data dilakukan dengan menggunakan komputer, yang terdiri dari
analisis deskriptif dan uji statistik. Analisis deskriptif dilakukan dengan melakukan

70

perhitungan nilai, sebaran jumlah dan persentase. Uji statistik dilakukan dengan
menggunakan uji korelasi Spearman.
Tabel 10. Analisis Kesesuaian Klasifikasi TIRADS dengan BETHESDA

Klasifikasi
TIRAD

Total

TIRADS 2 N
%
TIRADS 3 N
%
TIRADS
N
4A
%
TIRADS
N
4B
%
TIRADS 5 N
%
N
%

BETHESDA
2
25
34,2%
11
15,1%
2
2,7%
2
2,7%
0
0,0%
40
54,8%

Klasifikasi BETHESDA
BETHESDA BETHESDA BETHESDA BETHESDA
3
4
5
6
1
0
2
0
1,4%
0,0%
2,7%
0,0%
0
0
0
0
0,0%
0,0%
0,0%
0,0%
2
3
0
2
2,7%
4,1%
0,0%
2,7%
0
4
0
11
0,0%
5,5%
0,0%
15,1%
0
2
0
6
0,0%
2,7%
0,0%
8,2%
3
9
2
19
4,1%
12,3%
2,7%
26,0%

Total
28
38,4%
11
15,1%
9
12,3%
17
23,3%
8
11,0%
73
100,0%

Uji korelasi Spearman(p=0,000). Keterangan ; n=jumlah sampel, %=persentase,


p=probabilitas
Persentase kesesuian hasil = 34/73 x 100% = 46,6%
Tabel 10 menunjukkan jumlah sampel yang sesuai antara klasifikasi TIRADS
dan BETHESDA yaitu 34 sampel atau 46,6%, Ada kesesuaian hasil yang signifikan
antara klasifikasi TIRADS dengan klasifikasi BETHESDA (p<0,001). Walaupun
terlihat bahwa tingkat kesesuaian cukup rendah (46,6%).

71

2
5

4a

4b

Gambar 12. Grafik Hubungan klasifikasi TIRADS dengan klasifikasi BETHESDA

25
BETHESDA 2

20

BETHESDA 3
15

BETHESDA 4
BETHESDA 5

10
BETHESDA 6
5

BETHESDA 6

BETHESDA 4
BETHESDA 2

0
TIRADS TIRADS TIRADS TIRADS TIRADS
2
3
4A
4B
5

Gambar 6. Grafik batang Hubungan Klasifikasi TIRADS dengan Klasifikasi


BETHESDA yang setingkat

72

4. Perhitungan sensitivitas dan Spesifisitas TIRADS


Tabel 11. Sensitivitas dan Spesifisitas TIRADS dibandingkan
dengan BETHESDA
BETHESDA
Cenderung
Cenderung
Ganas
Jinak
Total
TIRADS Ganas
22
1
23
Jinak
7
43
50
Total
29
44
73
McNemar test (p=0,070)
Keterangan:
Secara statistik, terdapat kesesuaian hasil antara TIRADS dengan
BETHESDA. Hasil perbandingan dengan BETHESDA (sebagai Gold Standard),
menunjukkan bahwa TIRADS mempunyai nilai diagnostik/prognostik sebagai
berikut:
1. Sensitivitas = (22/29) x 100% = 75,9%
2. Spesifisitas = (43/44) x 100% = 97,7%
3. Nilai Prediksi Positif = (22/23) x 100% = 95,7%
4. Nilai Predikasi Negatif = (43/50) x 100% = 86,0%
5. Akurasi = (22+43)/73 x 100% = 89,0%

73

B. Pembahasan
Penelitian ini dilakukan pada penderita nodul tiroid yang menjalani
pemeriksaan ultrasonografi leher. Setiap penderita nodul tiroid ditentukan klasifikasi
TIRADS berdasarkan USG. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2013 sampai
Agustus 2013 pada sampel yang memenuhi kriteria inklusi, sebanyak 73 sampel..
Penelitian
ultrasonografi

ini

bertujuan

nodul tiroid

untuk

TIRADS

mengetahui

dengan

hasil

hubungan

antara

pemeriksaan

hasil

sitopatologi

BETHESDA pada penderita struma noduler, namun untuk menambah informasi


tentang faktor-faktor penting yang diperkirakan turut berpengaruh maka diteliti pula
variabel umur, jenis kelamin, TIRADS, Klasifikasi TIRADS, BETHESDA dan
Klasifikasi BETHESDA. Data hasil penelitian ini diolah dengan komputer. Variabel
yang dikorelasikan dibuat dalam kelompok ordinal dan ordinal. Uji statistik yang
digunakan adalah uji Chi-square dan uji Korelasi spearman.
Setelah dilakukan pengolahan dan uji statistik pada data yang diperoleh saat
penelitian, maka diperoleh hasil yang bermakna pada uji korelasi antara hasil USG
leher TIRADS dengan hasil pemeriksaan sitopatologi BETHESDA (p=0,000), arah
korelasi positif dan kekuatan korelasinya sedang (r=0,555) pada uji koefisien
kontingensi.
Analisis hubungan antara gambaran USG nodul tiroid TIRADS dengan hasil
sitopatologi di mana TIRADS merupakan jenis variabel kategorikal (ordinal) dan hasil
sitopatologi

yang

merupakan

jenis

variabel

ordinal

dalam

penelitian

ini

74

menggunakan analisis korelasi spearman dengan nilai p=0,000 (probabilitas


kemaknaan). Dari hasil analisis ini diperoleh kesesuaian hasil yang signifikan antara
Klasifikasi TIRADS dengan Klasifikasi BETHESDA (p<0,001). Walaupun terlihat
bahwa tingkat kesesuaian cukup rendah (46,6%).
Beberapa penelitian terdahulu mengenai TIRADS, antara lain oleh Horvath
dkk, Kwak dkk, Russ dkk, serta Lee dkk, merupakan uji diagnostik. Penelitian yang
dilakukan oleh Horvath dkk tahun 2009 diperoleh hasil sensitivitas 88%, spesifitas
49%, PPV 88%, NPV 49% dan akurasi 94%.Pada penelitian oleh Russ dkk pada
tahun 2011 didapatkan hasil sensitivitas 95%, spesifitas 68%, dan odds ratio 40%.
Kwak dkk serta Lee dkk. menilai TIRADS berdasarkan komponen penilaian USG
masing-masing. Kwak dkk mendapatkan kesimpulan bila angka kecurigaan pada
gambaran USG meningkat, maka probabilitas serta risiko keganasan akan
meningkat juga. Penelitian oleh Young dkk, mendapatkan hasil senstivitas,
spesifitas, PPV, NPV dan akurasi yaitu 86%, 95%, 91%, 92% dan 92%.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian yang telah diutarakan di
atas, oleh karena menghadapi kendala waktu penelitian yang pendek, sehingga
jumlah sampel yang diperoleh sedikit dan sebaran sampel yang tidak merata,
sehingga hanya dilakukan uji korelasi antara Klasifikasi TIRADS dengan hasil
sitopatologi Klasisfikasi BETHESDA.
Pada penelitian ini didapatkan beberapa sampel yang berbeda antara hasil
penilaian klasifikasi TIRADS dengan klasifikasi BETHESDA, yang mana pada

75

penilaian TIRADS merupakan nodul ganas, tetapi pada pemeriksaan sItopatologi


merupakan nodul tidak ganas. Hal ini dapat disebabkan oleh karena pemeriksaan
USG merupakan pemeriksaan yang operator-dependent, artinya hasil pemeriksaan
USG sangat tergantung pada kemampuan, keahlian serta keterampilan operator
yang melaksanakan pemeriksaan. Apabila operator yang melakukan pemeriksaan
USG memiliki kemampuan, keahlian dan keterampilan yang mencukupi, maka hasil
yang diperoleh dapat menjadi maksimal, demikian pula sebaliknya. Selain itu, hal
lain yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan adalah kemampuan pemeriksa
dalam menilai nodul tiroid, yang akan mempengaruhi hasil penilaian klasifikasi
TIRADS.
Hal lain yang dapat menimbulkan perbedaan antara klasifikasi TIRADS
dengan sitopatologi klasifikasi BETHESDA adalah adanya kemungkinan pada saat
dilakukan pemeriksaan sItopatologi, irisan sampel jaringan yang diambil sangat tipis,
sehingga memungkinkan bagian dari nodul yang diamati bukan bagian nodul yang
dinilai pada pemeriksaan USG.
Pada beberapa kasus struma multinoduler, kemungkinan perbedaan juga bisa
terjadi apabila sampel yang diambil oleh bagian Patologi Anatomi tidak sama
dengan yang pernah dinilai oleh operator USG.
Pada akhirnya, keterampilan dan pengetahuan tentang USG secara umum
dan khususnya tentang tiroid dan TIRADS harus dimiliki oleh setiap operator USG
untuk memudahkan pelaksanaan klasifikasi TIRADS, serta kerjasama yang baik

76

antara bagian radiologi, bedah dan patologi anatomi sangat dibutuhkan untuk
menentukan risiko keganasan nodul tiroid.
Pemeriksaan TIRADS dapat dipilih untuk deteksi dini dan sebagai
pemeriksaan rutin pada penderita nodul tiroid karena USG tidak bersifat radiatif,
sehingga seharusnya semua klinisi mengirim setiap lesi tiroid ke bagian radiologi
untuk USG sehingga ahli patologi dapat mengarahkan FNAB lebih tepat.

77

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
1. Ada kesesuaian hasil yang signifikan antara klasifikasi TIRADS berdasarkan
pemeriksaan

ultrasonografi

dengan

klasifikasi

BETHESDA

berdasarkan

pemeriksaan sitopatologi (p<0,001). Walaupun terlihat bahwa tingkat kesesuaian


cukup rendah (46,6%).
2. Tidak berbeda signifikan antara umur, jenis kelamin, klasifikasi TIRADS serta
hasil sitopatologi BETHESDA.
3. Klasifikasi TIRADS yang paling banyak ditemukan adalah TIRADS 2 (38,4%),
TIRADS 4B (23,3%), TIRADS 3 (15,1%), TIRADS 4A (12,3%) serta TIRADS 5
(11%)
4. Klasifikasi BETHESDA yang paling banyak ditemukan adalah BETHESDA 2
(54,8%), BETHESDA 6 (26%), BETHESDA 4 (12,3%), BETHESDA 3 (4,1%)
serta BETHESDA 5 (2,7%).
5. Hasil perbandingan dengan BETHESDA (sebagai Gold Standard), menunjukkan
bahwa TIRADS mempunyai Sensitivitas 75,9%, Spesifisitas 97,7%, Nilai
Prediksi Positif 95,7%, Nilai Predikasi Negatif 86,0% dan akurasi 89,0%

78

B. Saran
1. TIRADS berdasarkan pemeriksaan USG leher dapat digunakan sebagai
pemeriksaan radiologik untuk menilai risiko keganasan pada nodul tiroid.
2. Perlu dibuat format pelaporan hasil USG leher yang lebih lengkap dan harus
selalu dilakukan dalam penilaian kelainan pada kelenjar tiroid.
3. Perlu kerjasama antara bagian radiologi, bagian bedah dan bagian patologi
untuk menentukan bagian sampel yang akan dilakukan pemeriksaan sitopatologi
maupun histopatologi.

79

DAFTAR PUSTAKA
Algin O., Algin E., Gokalp G., Erdogan C., Saraydaroglu O., Tuncel E. (2010). Role
of duplex power doppler ultrasound in differentiation between malignant and
benign thyroid nodules. Korean J Radiol, 11:594-602
Brennan M, Franch J. (2007). Thyroid lumps and bumps. Australian Family
Phycisisan Vol. 36, No.7.
Bergman, Afifi, Heidger. Atlas of microscopic anatomy. A functional approach
companion to histology and neuroanatomy. 2nd ed. [cited on Oct. 2012]
Available from :
http://www.anatomyatlases.org/MicroscopicAnatomy/Microscopic
Anatomy.shtml
Bonavita et al. 2009. Pattern recognition of benign nodules at ultrasound of the
thyroid: which nodules can be left alone? AJR 2009; 193: 207-13.
Brunese et al. A new marker for diagnosis of thyroid papillary cancer. J Ultrasound
Med 2008; 27: 1187-94.
Cappelli C. et al. 2007. Fine needle cytology of complex thyroid nodules.
(http://www.eje-online.org, diakses 1 September 2009)
Chan JKC. The thyroid gland. In: Fletcher CDM, editor. Diagnostic histopathology of
tumors. 3rd edition, volume 2. China: Churchill Livingstone Elsevier;
2007.p.997-1063.
Chou YH, Tiu CM. In: Peh WCG, Hiramatsu Y. editors. The asian-oceanian textbook
of radiology. Singapore: TTG Asia Media Pte Ltd. 2003.p.337-50.
Clark et al. editors. Atlas of clinical oncology: endocrine tumor. Spain: BC Decker
Inc; 2003.p.1-46.
Dankle S. Thyroid nodule. [serial on the internet] 2012. [cited on August 2012].
Available
from
:
http://emedicine.medscape.com/article/127491overview#showall.
Datu, R. dkk. Diktat colli facialis. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran
UNHAS. 2005. Hal. 14 -18.
Decherd ME, Ryan MW, Quinn FB. Evaluation of thyroid nodule. Grand Rounds
Presentation: UTMB Department of Otolaryngology; 2002
Demer LM, Spencer CA. NACB: Laboratory support for diagnosis and monitoring of
thyroid disease. NACB [serial on the internet] 2002. [cited on September
2012].
Available
from
:
http://www.aacc.org/members/nacb/archive/LMPG.thyroiddisease/pages/thyro
iddiseaseword.aspx.
Ellis H. Thyroid. In: Ellis H. editor. Clinical anatomy. 10th edition. UK: Blackwell
Science Ltd; 2002.p. 284-8.
Faller A, Schanke M, Schanke G. The human body : an introduction to structure and
function. Germany:Grammlich;2004.p. 318-20.

80

Fine Needle Biopsy of Thyroid Nodules. Sultan Qaboos University Journal For Scientific
Research. Medical Sciences. Are scintigraphy and ultrasonography necessary before
fine needle aspiration cytology for thyroid nodules? Oman. 2001. Vol.1. p.29-33
Available at: http://www.endocrineweb.com/fna.html).

Gharib et al. AACE/AME guideline for clinical practice for the diagnosis and
management of thyroid nodules. Endocr Pract 2006; 12(1); 65-90.
Grsoy Alptekin, Erdoan Murat Faik. Ultrasonographic approach to thyroid nodules:
State of art. In: Peter PA Smyth, editors. Thyroid International. Published by:
Merck KGaA, Darmstadt, Germany; 2012. P. 1-20
Halim H, : Aspek anatomi dan histologi kelenjar endokrin [serials on the internet].
Available from : http://www.medicinesia.com. [cited March 2013]
Hassell LA, Gillies EM, Dunn ST: Cytologic and molecular diagnosis of thyroid
cancers: Is it time for routine reflex testing? Cancer Cytopathol 2011; 120: 7
17.).
Hedegus L. 2004. The Thyroid Nodule. [serials on the internet]. Available from :
http://www.pubmed.com. [cited December 2012]
Hedinger C, Williams ED, Sobin LH, 1989 The WHO histological classification of
thyroid tumors: A commentary on the second edition.p. 1-17
Hong CY, Mei TC. Disease of the thyroid, parathyroid and salivary glands and cervical lymp
nodes. Chapter 16. In: CG Peh W, Hiramatsu Y, editors. Textbook of radiologi.
Singapore: TTG Asia Media; 2003. P. 342-50.

Hoang JK, Lee WK, Lee M, Johnson D, Farrell S. (2007). US features of thyroid
malignancy; pearls and pitfalls. RadioGraphics; 27:847-865
Iannuccilli JD, Cronan JJ, Monchik JM. (2004). Risk of malignancy of thyroid nodules
as assessed by sonographic criteria. J Ultrasound Med; 23: 1455-1464.
Jameson JL, Weetman AP. Disorder of thyroid gland. In: Kasper DL, Fauci AS,
Longo DL, Braunwald E, Hauser S, editors. Harrisons principles of internal
medicine. 16th edition. USA: McGraw-Hill Companies Inc; 2005. p. 2104-23.
Kocjan G. Fine-needle aspiration cytology Diagnostic Principles and Dilemmas. Springer.
London. 2006. p: 215.Editor K.J. Lee. Essensial Otolaryngology Head and Neck
Surgery. 8th ed. McGraw-Hill. USA. 2003. p:632-634)

Khan AN. Thyroid nodules. Emedicine [serial on the internet]. 2010. [cited August
2012]. Available from : http://www.emedicine.medscape.com/radiology/head
and neck.
Kim MJ, Kim EK, Park SI, Kim BM, Kwak JY, Kim SJ, Youk JH, Park SH. (2008).
US-guided fine-needle aspiration of thyroid nodules: indication, techniques,
results. RadioGraphics: 28: 1869-1889
Koss LG. Morphologic characteristic of cancer cells. In: Koss LG, Editor. Diagnostic cytology
and its histopathologic bases. 4th edition. Philadelphia: JB Lippincott Company;
1992. p. 129.

81

Krohn et al. Pathogenesis of euthyroid and multinodular toxic goiter. Endocrine


review 2005; 26(4): 504-24.
Kharchenko et al. 2010, Ultrasound Diagnostics of Thyroid Diseases, SpringerVerlag Berlin Heidelberg
Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Thyroid. In: Robbins and cotran pathologic basis of
disease. Seventh edition. China: Elsevier Saunders; 2005.p.289-90.
Ladenson PW. Goiter and thyroid nodules. [cited on Oct 2012] Available from :
https://knol.google.com/k/paul-w-ladenson-md/goiter-and-thyroidnodules/uR0IJFRYF
Lansford CD, Teknos TN. Evaluation of thyroid nodule. Cancer Control 2006: 13: 8998.
Layfield LJ, Cibas ES, Gharib H, Mandel SJ. 2009. Thyroid aspiration cytologic
(http://caonline.amcancersoc.org/cgi/reprint/59/2/99, diakses 3 September 2009).

Lee YH, Kim DW, In HS, Park JS, Kim SH, Eom JW, Kim B, Lee EJ, Rho MH.
(2011). Differentiation between benign and malignant solid thyroid nodules
using an US classification system. Korean J Radiology; 12(5): 559-567
Maitra A, Abbas AK. The endocrine system. In: Kumar V, Abbas AK, Fausto N
editors. In: Robbins and cotran pathologic basis of disease. Seventh edition.
China: Elsevier Saunders; 2005.p.1175-83.
Masjhur JS. Nodul tiroid. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S, editors. Buku ajar penyakit dalam. Jakarta: Balai penerbit FKUI;
2006. hal. 1953-58.
Massimo Bongiovanni, Alessandra Spitale, 2012, meta analisis bethesda
Mettler FA, Guibertau MJ. Thyroid, parathyroid and salivary gland. In : Mettler FA,
Guibertau MJ. Editor. Essentials of nuclear medicine imaging. Fifth edition.
China: Saunders Elsevier; 2006 p. 75-99.
Miller JC, Lee SI. Management of thyroid nodules. Radiology Rounds 2005; 3(3):1-2.
Netter, FH. Atlas of human anatomy. 4th Ed. Elsevier. 2000.p.68
Orell SR, Sterret GF, Whitaker D. Thyroid. In: Orell SR, Sterret GF, Whitaker D,
editor. Fine needle aspiration cytology. 4th edition. China: Elsevier Limited;
2005. p. 125-30.
Popli MB, Rastogi A, Bhalla PJS, Solanki Y (2012) Utility of grayscale ultrasound to
differentiate benign from malignant thyroid nodules. Indian J Radology
Imaging; 22:63-68
Rago et al. Role of conventional ultrasonography and color-flow doppler sonography
in predicting malignancy in cold nodule thyroid. European Journal of
Endocrinology 1998; 138: 41-6.
Rasad Sjahriar, dkk. Radiologi Diagnostik. Ultrasonografi Tiroid. Edisi kedua.
Cetakan ke-6. Jakarta. 2005. hal: 453-457, 528-535. )
Ries LAG, Melbert D, Krapcho M, et al: SEER Cancer Statistics Review, 19752005.
Bethesda,
National
Cancer
Institute,
2007.
http://seer.cancer.gov/csr/1975_2005/5 Chen AY, Jemal A, Ward EM:

82

Increasing incidenceof differentiated thyroid cancer inthe United States, 1988


2005. Cancer 2009;115: 38013807.)
Robinson S. Thyoid and parathyroid neoplasms. In: Herman R. editor. Head and
neck cancer imaging. Germany: Springer-Verlag; 2006.p.271-87.
Ross DS: Predicting thyroid malignancy (editorial).J Clin Endocrinol Metabol 2006;
91:42534255).
Salvatore et al. Thyroid Gland. In: Melmed S. et al.(Eds) Wlliams Textbook of
endocrinology, 12th ed. 2011
Schberle W. Fundamental principles. In: Schberle W, editor. Ultrasonography in
vascular diagnosis. Germany: Springer-Verlag Berlin; 2005. p. 1-8
Sri Hartini, Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, hal. 461, FKUI, 1987
Subekti I. Pengelolaan nodul tiroid. dalam The 4th Annual Scientific Meeting of
Radiology. Jakarta, 2006. 84-92.
Tessler FN, Tublin ME. Thyroid sonography: current applications and future
directions. AJR 1999; 173: 437-43.
Visalli C. Benign and malignant neoplasms of thyroid. In: Baert. Editor.
Encyclopaedia of diagnostic imaging. Volume 2. Berlin. Germany: springerVerlag; 2008.p.1321-25.
Welker & Orlov Welker MJ and Orlov D. 2003. Thyroid Nodules. [cited on August
2012]. Available from : http://www.afserv@aafp.org.
Wienke JR, Chong WK, Fielding JR, Zou KH, Mittelstaedt CA. Sonographic features
of benign thyroid nodules. J Ultrasound Med. 2003; 22: 1027-31.
Yoon DY, Lee JW, Chang SK, Choi CS, Seo YL, Kim KH et al. Peripheral
calcification in thyroid nodules. J. Ultrasound Med 2007; 26: 1349-55.

83

84

Lampiran 2
FORMULIR PERSETUJUAN
PESERTA PENELITIAN
Dengan ini saya :
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Alamat
No. KTP

: ...........................................................
: ...........................................................
: ...........................................................
: ...........................................................
: ...........................................................
: ...........................................................

Setelah mendapatkan keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dan risiko


penelitian yang berjudul :
HUBUNGAN ANTARA GAMBARAN ULTRASONOGRAFI TIROID
BERDASARKAN KLASIFIKASI TIRADS DENGAN KLASIFIKASI
SITOPATOLOGI BETHESDA PADA NODUL TIROID
dengan sukarela menyatakan menyetujui diri saya sendiri / istri / suami / anak / ayah
/ ibu / saudara *) saya :
Nama
: ...........................................................
Umur
: ...........................................................
Jenis Kelamin
: ...........................................................
Alamat
: ...........................................................
No. KTP
: ...........................................................
Dirawat di
: ..
Nomor Rekam Medis
: ..
untuk diikutsertakan dalam penelitian tersebut di atas dengan catatan apabila suatu
waktu merasa dirugikan dalam bentuk apapun, berhak membatalkan persetujuan ini.

Dokter

Makassar,
2013
Peserta / Wali *) Penelitian,

( ......................................)

( ..........................................)

85

Saksi I

( ......................................)

Saksi II

(...........................................)

--------------------------------------------------------------------------------------------------Tempat meminta penjelasan :


Pejabat Peneliti,
Nama
: dr. Ramlah Massing
Alamat (RS) : Bagian Radiologi FK. Unhas / Bagian Radiologi RSUP. dr.
Wahidin Sudirohusodo - Makassar
Jl. Talasalapang II Kompleks P dan K blok J1/7 Makassar
Telepon(HP) : 081340870554
Pejabat medis,
Penanggungjawab medis : dr. Nirlaily Idris, Sp.Rad(K)
Alamat (RS) : Bagian Radiologi FK. Unhas / Bagian Radiologi RSUP. dr.
Wahidin Sudirohusodo - Makassar
Jl. Sunu Komp. UNHAS H 13
Telpon(HP)
: 0811444920

DISETUJUI OLEH KOMISI


PENELITIAN KESEHATAN
FAK. KEDOKTERAN
UNHAS
TGL...................................

86

Lampiran 3. FORM KUESIONER


I.

II.

III.

Data Pribadi
Nama

Umur

Gender

Pemeriksaan USG TIRADS


-

Echogenisitas

Ukuran

Batas

Tepi

Halo sign

Kapsula

Komposisi

Kalsifikasi

Skor TIRADS

Hasil Sitopatologi BETHESDA

87

Lampiran 4. TABULASI DATA SAMPEL PENELITIAN DENGAN JUDUL :


HUBUNGAN ANTARA GAMBARAN ULTRASONOGRAFI TIROID
BERDASARKAN KLASIFIKASI TIRADS
DENGAN KLASIFIKASI SITOPATOLOGI BETHESDA
PADA NODUL TIROID
Waktu Penelitian : Mei - Agustus 2013
NO.

NAMA

UMUR
(THN)

JENIS
KELAMIN

TIRADS

BETHESDA

HASIL EXPERTISE FNAB

Ny. Nw

47

suspect struma coloides cystic

Ny. Sm

60

neoplasma folikulare thyroidea

Ny. Nl

47

4B

neoplasma folikulare thyroidea

Tn. Li

41

Ny. Na

77

Ny. Mf

60

struma adenomatous
benign folikulare nodule / susp.
struma coloides
benign folikulare nodule /susp.
struma adenomatous

Ny. DG. S

53

Ny. Dd

31

Ny. Rw

38

4B

lesi cystic thyroid


benign folikulare nodule /susp.
struma adenomatous
high grade malignant tumor (susp.
undifferentiated ca. thyroid)

10

Ny. An

52

4B

apusan terdapat sel epitel maligna

11

Ny. Ws

51

4B

12

Ny. Ba

43

13

Ny. Hm

36

neoplasma folikulare nodul thyroid


benign folikulare nodul thyroid (susp.
struma adenomatosa)
benign folikulare nodul thyroid (susp.
struma adenomatosa)

14

Ny. Sp

33

neoplasma folikulare

15

Ny.Si

56

4B

neoplasma folikulare thyroidea

88

16

Ny. Iu

74

suspek struma adenomatosa

17

Ny. Yh

44

benign folikulare thyroidea

18

Ny. Na

47

4A

neoplasma folikulare

19

Tn. H

42

4B

20

Ny. H

53

suspect neoplasma foliculare thyroid


radang granulomatosa supurativa
susp. Tbc

21

Ny. A

32

4A

suspct neoplasma folikulare tiroid

22

Ny. Yo

55

23

Ny. M

44

struma coloides cystic


benign folikulare nodul thyroid (s/ str.
adenomatosa)

24

Tn. B

45

suspect struma coloides cystic

25

Ny. Tr

34

adenoma folikulare thyroidea

26

Ny. Jw

61

27

Tn. Ah

44

4A

struma adenomatous
metastasis scc, tidak berdiferensiasi
bilateral

28

Ny. Ad

44

29

Tn. Tk

53

4A

30

Tn. Um

66

31

Ny. Na

31

32

Ny. Sr

32

33

Ny. In

29

34

Tn. Gs

47

suspect struma coloides cystic


lesi jinak thyroid suspect struma
coloides
lesi jinak tiroid (str. adenomatosa dpt
dipertimbangkan)
lesi jinak tiroid suspek struma
colloides cystica
lesi cystic thyroid suspect struma
colloides cystica

35

Ny. Ds

63

struma colloides

36

Ny. Ev

38

37

Ny. Ap

32

38

Ny. S

36

3
2

2
2

struma adenomatosa
benign folliculare nodul thyroid
(susp. struma adenomatous
struma adenomatosa

39

Tn. Mkf

55

struma colloides

40

Ny.Ns

56

41

Ny. As

35

42

Ny. Ba

75

43

Ny. Sm

38

44

Ny. SN
Ny.M

39

struma adenomatosa
struma adenomatosa + thyroiditis
hashimoto
struma adenomatosa
str.adenomatosa dgn 1 fokus
adenoca papiliferum var.folikulare
struma adenomatosa

42

struma colloides

45

susp. lesi jinak thyroid


susp. neoplasma foliculare thyroid
dd/ str adenomatosa

89

46

Ny. E

49

struma adenomatosa

47

Ny. M

36

Ny. Sn

54

50

Ny. Nu

42

struma colloides
str. adenomatosa dgn bbrp fokus
adenoma follikuler
str.adenomatosa dgn 1 mikro fokus
adenoca papiler var. folikuler
struma adenomatosa

51

Ny. Ad

29

thyroiditis hashimoto

52

Ny. No

21

struma adenomatosa

53

Ny. Im

48

4A

54

Ny. Nu

33

4A

55

Ny. It

32

4A

adenoma follikular thyroidea


adeno ca papillary throidea dgn
fokus thyroiditis hashimoto
struma adenomatosa

56

Ny. Me

49

4A

57

Tn. Ho

29

4B

58

Ny. Se

35

4B

59

Ny. Mt

38

4B

60

Ny. Mo

53

4B

61

Ny. Mu

41

4B

62

Ny. Nm

40

4B

63

Nn. Se

24

4B

64

Ny. In

67

4B

65

Ny. Me

58

4B

66

Ny. Ha
Ny. Su

34

4B

16

4B

34
32

69

Ny. Es
Ny. N

70

Ny. Ha

71

71

Ny. Me

55

72

Ny. Ma

60

73

Ny. Nd

38

48
49

67
68

Ny. Hn

30

adeno ca differensiasi jelek


papillary thyroid carcinoma variant
folliculare
adenocarcinoma papillare thyroidea
papillary thyroid carcinoma variant
folliculare
struma adenomatosa
papillary thyroid carcinoma variant
folliculare
papillary thyroid carcinoma variant
folliculare
struma adenomatosa
papillary thyroid carcinoma variant
folliculare
adeno ca papillary thyroidea
papillary thyroid carcinoma variant
folliculare
adenocarcinoma papillare thyroidea
papillary thyroid carcinoma variant
folliculare
adenocarcinoma papillare thyroidea
papillary thyroid carcinoma variant
folliculare
papillary thyroid carcinoma variant
folliculare
papillary thyroid carcinoma variant
folliculare
papillary thyroid carcinoma variant
folliculare

90

Lampiran 5.

CURRICULUM VITAE

I.

Data Pribadi
1. Nama

: dr, Ramlah Massing

2. Tempat / tanggal lahir

: Jakarta / 28 Agustus 1976

3. Alamat

: Jl.Talasalapang II Kompleks P dan K

4. Status Sipil

Blok J1/7 Makassar


: Menikah

a. Nama suami

: dr.Zulfikar Djafar, M.Kes, Sp.An.

b. Nama anak

: Shafira Alya Putri Zulfikar


Nadya Azzahra Zulfikar

II.

Riwayat Pendidikan
Pendidikan Formal :

91

Tamat SD tahun 1989 di SDN 01 Pagi Jakarta

Tamat SMP tahun 1991 di SMPN 47 Jakarta

Tamat SMU tahun 1994 di SMUN 30 Jakarta

Sarjana (S1) / Dokter tamat tahun 2002 di Fakultas Kedokteran


Universitas YARSI Jakarta

III.

Riwayat Pekerjaan
Dokter PTT tahun 2002-2005 di Puskesmas Tellu SiattingE, Kabupaten Bone,
Sulawesi Selatan
Dokter PNS tahun 2005-2007 di Puskesmas Sapaya, Kabupaten Gowa,
Sulawesi Selatan
Dokter PNS tahun 2007-2009 di Puskesmas Bajeng, Kabupaten Gowa,
Sulawesi Selatan

IV.

Karya Ilmiah / Artikel jurnal yang sudah dipublikasikan : -

V.

Makalah pada Seminar / Konferensi Ilmiah Nasional dan Internasional


Single Atrium. Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) Chest Emergency Radiology
Malang, 2011

92

Anda mungkin juga menyukai