Anda di halaman 1dari 23

PROPOSAL SKRIPSI

PERBANDINGAN NYERI PASCA OPERASI BEDAH MINOR DENGAN


ATAU TANPA PEMBERIAN PARASETAMOL INTRAVENA DINILAI
DENGAN VISUAL ANALOG SCALE (VAS) DI RUMAH SAKIT
BHAYANGKARA KOTA BENGKULU

DAUD HABINSARAN GULTOM


H1A014015

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2019
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


The International Association For The Study Of Pain (IASP) menyatakan
bahwa nyeri adalah suatu ketidaknyamanan sensoris maupun emosional yang
berhubungan dengan kerusakan jaringan atau sesuatu yang berpotensi terhadap
kerusakan jaringan. Pada kasus post operasi, nyeri menyebabkan perubahan mendasar
metabolisme tubuh pada pasien yang mengakibatkan perubahan tekanan darah,
iskemia jantung, masalah pernapasan, pencernaan dan ginjal, mortalitas, peningkatan
biaya perawatan di rumah sakit dan perawatan pasien. Faktor-faktor seperti ras, usia,
jenis kelamin, pengalaman nyeri sebelumnya, dan penyakit yang mendasari biasanya
dapat mempengaruhi rasa sakit pada pasien.

Indikator yang sering digunakan untuk mengukur derajat nyeri tersebut adalah
dengan menggunakan visual analog scale (VAS), yaitu suatu metode yang dilakukan
dengan memberikan pertanyaan kepada pasien mengenai derajat nyeri yang diwakili
dengan angka 0 (tidak ada nyeri) sampai 10 (nyeri sangat hebat).

Mekanisme kerja parasetamol adalah menekan sintesis prostaglandin.


Siklooksigenase (COX) adalah enzim pertama dalam siklus produksi prostaglandin,
dan parasetamol menghambat siklus ini dan bertindak sebagai analgesik. Saat ini,
penggunaan opioid adalah salah satu pilihan utama perawatan nyeri. Namun, karena
efek sampingnya, ada kebutuhan untuk menemukan produk yang lebih efektif untuk
menghilangkan rasa sakit dan mengurangi penggunaan opioid. NSAID dan
asetaminofen, yang biasanya digunakan sebagai obat antipiretik, dapat digunakan
sebagai pengganti, atau pelengkap, obat-obatan untuk mengendalikan rasa sakit pasca
operasi (Kalani et al.,2016)

Parasetamol atau Acetaminophen (ACT) merupakan salah satu anti nyeri atau
analgesik yang telah digunakan secara global sejak 1955 dan dianggap sebagai
analgesik efektif yang aman (Bunchorntavakul and Reddy, 2013). Menurut penelitian
Mccrae et al parasetamol dapat menjadi pilihan dengan efek samping terendah yang
dapat digunakan sebagai analgesik lini pertama. Berdasarkan uraian di atas, maka
peneliti merasa perlu untuk menganalisis pengaruh pemberian parasetamol terhadap
penurunan angka kesakitan pasca operasi bedah minor.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana perbandingan nilai VAS antara pasien yang diberikan dan tidak
diberikan parasetamol intravena pada luka setelah operasi?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbandingan nilai VAS pada pasien setelah dengan
pemberian parasetamol intravena dan tanpa pemberian parasetamol intravena

1.3.2. Tujuan Khusus


a. Menilai nilai VAS setelah operasi pasien yang menjalani operasi
bedah minor dan diberikan parasetamol intravena..
b. Menila nilai VAS setelah operasi pasien yang menjalani operasi bedah
minor dan diberikan parasetamol intravena.
c. Menganalisis perbedaan nilai VAS pada pasien yang diberikan dan
tidak diberikan parasetamol intravena setelah operasi bedah minor.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat bagi peneliti
Peneliti dapat mengetahui efek pemberian parasetamol intravena sebagai
analgesia pada pasien post operasi bedah minor.
1.4.2 Manfaat bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu
Hasil penelitian ini dapat memberi manfaat bagi mahasiswa untuk dijadikan
referensi untuk penelitian selanjutnya
1.4.3 Manfaat bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan membantu memberikan alternatif pilihan
prosedur setelah operasi bedah minor.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Operasi Bedah Minor


2.2. Nyeri
2.2.1.Pengertian
The International Association For The Study Of Pain (IASP)
mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman sensoris dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial yang
akan menyebabkan kerusakan jaringan. Persepsi yang disebabkan oleh rangsangan
yang potensial dapat menyebabkan kerusakan jaringan adalah nosisepsion.
Reseptor neurologik yang dapat membedakan antara rangsang nyeri dengan
rangsang lain adalah nosiseptor. Nyeri dapat mengakibatkan impairment dan
disabilitas. Impairment adalah abnormalitas atau hilangnya struktur atau fungsi
anatomik, fisiologik, maupun psikologik. Sedangkan disabilitas adalah hasil dari
impairment, yaitu keterbatasan atau gangguan kemampuan untuk melakukan
aktifitas normal (Sudoyo dkk., 2014).
Intensitas rangsang terendah yang menimbulkan persepsi nyeri disebut
ambang nyeri. Ambang nyeri biasanya bersifat tetap, misalnya rangsang panas
lebih dari 50° C akan menyebabkan nyeri. Berbeda dengan ambang nyeri, toleransi
nyeri adalah tingkat nyeri tertinggi yang dapat diterima seseorang. Toleransi nyeri
berbeda-beda antara satu individu dengan individu lain dan dapat dipengaruhi oleh
pengobatan. Dalam praktek sehari-hari, toleransi nyeri lebih penting dibandingkan
dengan ambang nyeri (Sudoyo dkk., 2014).

2.2.2.Mekanisme Nyeri
Proses nyeri dimulai dengan stimulasi nosiseptor oleh stimulus noxious
sampai terjadinya pengalaman subjektif nyeri adalah suatu seri kejadian elektrik
dan kimia yang bisa dikelompokkan menjadi 4 proses, yaitu transduksi, transmisi,
modulasi dan persepsi (Sudoyo dkk., 2014). Stimulus dapat berupa fisik (tekanan),
suhu (panas) dan kimia (substansi nyeri) (Bahrudin, 2017).

Secara singkat mekanisme nyeri dimulai dari stimulasi nosiseptor oleh


stimulus noxious pada jaringan, yang kemudian akan mengakibatkan stimulasi
nosiseptor dimana disini stimulus noxious tersebut akan dirubah menjadi potensial
aksi. Proses ini disebut dengan transduksi atau aktivasi reseptor. Selanjutnya
potensial aksi tersebut akan ditransmisikan menuju neuron susunan saraf pusat
yang berhubungan dengan nyeri. Tahap pertama transmisi adalah konduksi impuls
dari neuron ke aferen primer ke kornu dorsalis medulla spinalis, pada kornu
dorsalis ini neuron aferen primer bersinaps dengan neuron susunan saraf pusat.
Dari sini jaringan neuron tersebut akan akan naik keatas di medulla spinalis
menuju batang otak dan talamus. Selanjutnya terjadi hubungan timbal balik antara
thalamus dengan pusat-pusat yang lebih tinggi di otak yang mengurusi respon
persepsi dan afektif yang berhubungan dengan nyeri. Rangsangan nosiseptif tidak
selalu menimbulkan persepsi nyeri dan sebaliknya persepsi nyeri bisa terjadi tanpa
stimulasi nosiseptif. Terdapat proses modulasi sinyal yang mampu mempengaruhi
proses nyeri tersebut, tempat modulasi sinyal yang paling diketahui adalah kornu
dorsalis medulla spinalis. Proses terakhir adalah persepsi, dimana pesan nyeri di
relai menuju ke otak dan menghasilkan pengalaman yang tidak menyenangkan
(Sudoyo dkk., 2014).

2.2.3.Faktor yang Mempengaruhi Nyeri


Menurut Prasetyono (2009), ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi
nyeri dan reaksi tiap individu terhadap nyeri, yaitu :
1. Usia
Usia merupakan hal yang penting dalam mempengaruhi rasa nyeri pada
tiap individu. Anak-anak akan lebih susah mengungkapkan rasa nyeri secara
verbal. Sedangkan tingkat nyeri akan lebih tinggi pada lansia dibandingkan dengan
orang dewasa karena adanya perubahan fisiologis dan psikologis karena faktor
penuaan.

2. Jenis kelamin
Pria dan wanita memiliki reaksi berbeda terhadap rasa sakit. Wanita
umumnya lebih sensitif terhadap sakit, hal tersebut juga dipengaruhi oleh hormon.

3. Psikologis
Rasa cemas dan ketakutan yang berlebih sebelum dilakukan tindakan
pembedahan dapat menyebabkan ambang batas nyeri lebih rendah sehingga
cenderung akan mengalami nyeri pasca operasi yang lebih hebat. Kecemasan
tersebut akan membentuk kondisi nyeri post operasi atau disebut “hospital stress”,
pasien dengan hospital stress yang tinggi biasanya memiliki ambang batas nyeri
lebih rendah sehingga akan mengalami nyeri post operasi yang lebih hebat.
Kondisi hospital stress dapat terjadi karena lingkungan sekitar yang kurang
bersahabat atau informed concent yang kurang jelas disampaikan.
4. Kebudayaan
Respon terhadap nyeri dapat diekspresikan berdasarkan latar belakang
budaya dan pendidikan. Nyeri dapat diekspresikan secara emosional seperti
meringis, menangis dan menjerit-jerit atau diekspresikan dengan lebih tenang
seperti diam dan menahan rasa nyeri.
5. Pengalaman nyeri sebelumnya
Pengalaman nyeri biasanya mempengaruhi kecemasan pada pasien sebelum
tindakan operasi dimulai. Hal tersebut berkolerasi terhadap perkembangan dari
nyeri akut yang lama dan menetap kemudian menjadi nyeri kronik apabila tidak
dikelola secara baik.
2.3. Visual Analog Scale
Kontrol nyeri pasca bedah adalah bagian penting dalam manajemen nyeri
karena hal ini yang menentukan penggunaan dan pemberian obat analgetik.
Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual. Kemungkinan yang
terjadi pada nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua
orang yang berbeda pula. Oleh sebab itu digunakan alat pengukuran untuk menilai
derajat intensitas nyeri secara keseluruhan (Breivik dkk., 2008).
Visual analog scale (VAS) adalah cara untuk menilai nyeri yang paling
banyak digunakan. VAS merupakan skala linier yang menggambarkan secara
visual gradasi tingkat nyeri yang mungkin dialami seorang pasien. Rentang rasa
nyeri diwakili sebagai garis sepanjang 10 cm dengan atau tanpa adanya tanda pada
setiap sentimeter. Tanda di kedua ujung pada garis 10 cm tersebut dapat berupa
angka atau pernyataan deskriptif. Ujung satu mewakili tidak adanya rasa nyeri,
sedangkan ujung yang satu lagi mewakili rasa nyeri terparah yang dirasakan
pasien. Skala ini dapat dibuat dalam bentuk vertikal atau horizontal (Yudiyanta,
Khoirunnisa dan Novitasari, 2015).
Penilaian nyeri merupakan hal yang sulit karena adanya ekspresi yang
beraneka ragam tentang afektif, kognitif, fisik, sensoris, perilaku, sosial budaya
dan perasaan subjektif. Terlepas dari keragaman ini, visual analoge scale banyak
digunakan dalam praktik klinis (Brokelman dkk., 2012). Dalam penggunaan VAS
terdapat beberapa keuntungan dan kerugian yang dapat diperoleh. Keuntungan
penggunaan VAS antara lain adalah metode pengukuran intensitas nyeri yang
paling sensitif, murah dan mudah dibuat. Namun kekurangan dari skala ini adalah
VAS memerlukan pengukuran yang lebih teliti dan sangat bergantung pada
pemahaman pasien terhadap alat ukur tersebut (Hawker dkk., 2011).
Gambar 4.2 Visual Analogue Scale

2.4 Parasetamol
Parasetamol pertama kali disintesis pada tahun 1878 oleh Morse, dan
diperkenalkan untuk penggunaan medis pada tahun 1883. Parasetamol digunakan
dalam pengobatan lini pertama untuk nyeri dan demam. Parasetamol memiliki profil
keamanan yang umumnya sangat baik kecuali dalam dosis yang berlebihan, dengan
sedikit interaksi obat. Pemberian oral dan rektal dapat menghasilkan efek analgesia
setelah 40 menit, dengan berefek maksimal setelah 1 jam, dengan bioavailabilitas
bervariasi sebesar (63 hingga 89% untuk oral, dan 24 hingga 98% secara rektal).
Pemberian secara intravena tidak hanya mengatasi masalah bioavailabilitas yang
membatasi kecepatan onsetnya, tetapi kemudahan penggunaannya ketika pemberian
oral tidak memungkinkan juga telah memperkuat posisinya dalam hampir setiap
rencana manajemen nyeri anestetik / peroperatif. Efek analgesik parasetamol
intravena mulai pada menit ke-5 dan puncak nya pada menit 40-60, dan berlangsung
selama 4-6 jam (Sharma et al., 2013).
2.4.1 Cara kerja
2.4.1.1 Penghambatan Prostaglandin
Prostaglandin H2 sintesis (PGHS) memiliki dua bagian aktif: Siklooksigenase
(COX) dan peroksidase (POX). Konversi dari asam arakidonat ke prostanoid terdiri
dari dua tahap, Pertama aktivasi dari COX untuk menghasilkan intermediate
hydroperoxide tidak stabil dan prostaglandin G2 (PGG2) yang kemudian dikonversi
menjadi prostaglandin H2 (PGH2) melalui POX. Aktivitas enzimatik COX
bergantung pada keberadaannya dalam bentuk teroksidasi. Parasetamol mengganggu
secara tidak langsung dengan cara bertindak sebagai substrat co-reduksi pada POX.
Dalam sel utuh, ketika kadar asam arakidonat rendah, parasetamol merupakan
inhibitor potensial sintesis prostagladin, dengan menghalangi regenerasi fisiologis
POX. Namun, dalam sel yang rusak, di mana konsentrasi hidroperoksida tinggi,
sintesis prostaglandin hanya dihambat secara lemah (Sharma et al., 2013).

Gambar 2.1 Peran parasetamol dalam penghambatan produksi prostaglandin.


2.4.2 Penggunaan Parasetamol untuk mengatasi nyeri
BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental yang bertujuan untuk
mengetahui pengaruh perbedaan tingkat nyeri setelah pemberian parasetamol
intravena pasca operasi menggunakan skor Visual Analog Scale (VAS) pada subjek
yang menjalani operasi bedah minor di Rumah Sakit Bhayangkara Kota Bengkulu
tahun 2020.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Bhayangkara Kota Bengkulu tahun 2020.

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi target adalah laki-laki dewasa muda sampai dewasa berusia 18-55
tahun yang menjalani operasi bedah minor.
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian yang digunakan adalah semua pasien operasi bedah minor
yang ada di Rumah Sakit Bhayangkara Kota Bengkulu pada bulan Januari 2020
hingga Februari 2020 yang memenuhi kriteria inklusi.
Perhitungan sampel pada penelitian ini menggunakan rumus beda rerata dua
kelompok tidak berpasangan dengan skala kategorik (Dahlan, 2010).

( Zα + Zβ ) S 2
n1=n2=2 (
X 1−X 2 )
.....................................................................(3.1)

Keterangan:
n1 : Besar sampel kelompok 1 ( Subjek diberikan lidokain-prilokain)
n2 : Besar sampel kelompok 2 (Subjek tidak diberikan lidokain-prilokain)
Zα : Derivat baku alfa (1,96)
Zβ : Derivat baku beta (0,84)
S : Simpangan baku gabungan (1,60) (Qane dkk., 2012)
X1-X2 : Selisih minimal rerata yang dianggap bermakna (3) (Caesarinka,
2015)
2
( 1,96+0,84 ) 1,60
n1=n2=2 ( 3 )
n1=n2=5

Berdasarkan perhitungan sampel tersebut, didapatkan jumlah subjek minimal


sebesar 5 orang dan ditambahkan dengan perhitungan sampel kemungkinan drop
out 10%, sehingga :
n
n' = ....................................................................................... (3.2)
( 1−f )
Keterangan :
n = jumlah subjek penelitian yang dihitung
f = perkiraan proporsi drop out (10%)
5
n' =
(1−0,1)
n' =5,56 ≈ 6 orang

Berdasarkan perhitungan jumlah sampel di atas dan ditambahkan dengan


perhitungan sampel perkiraan drop out 10% dari total sampel, maka didapatkan
total sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini berjumlah 12 subjek yang
menjalani operasi sirkumsisi di Rumah Sakit Bhayangkara Kota Bengkulu.

3.4 Teknik Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah non-probability sampling
dengan jenis yang paling baik, yaitu consecutive sampling. Peneliti mengambil semua
subjek yang menjalani operasi di Rumah Sakit Bhayangkara Kota Bengkulu dan
memenuhi kriteria inklusi sampai jumlah subjek minimal terpenuhi (Dahlan, 2010).
3.5 Kriteria Penelitian
3.5.1 Kriteria Inklusi
a. laki-laki berusia 18-55 tahun yang melakukan sirkumsisi di RS Bhayangkara
Kota Bengkulu.
b. Pasien bedah minor
c. Bersedia mengikuti penelitian.
3.5.2 Kriteria Eksklusi
a. Memiliki alergi terhadap parasetamol.
b. Mengkonsumsi parasetamol, NSAID atau analgesic lain secara rutin.
c. Pasien gangguan hepar, hamil atau menyusui, gangguan kesadaran dan
kognitif serta pasien dengan hipertensi tidak terkontrol.
3.5.3 Kriteria pengeluaran
a. Subjek menolak melanjutkan ikut penelitian.
b. Subjek mengalami sakit berat selama periode penelitian.
c. Pasien mengkonsumsi analgesik saat penilaian VAS.
d. Pasien dengan reaksi alergi setelah pemberian parasetamol intravena.
3.6 Alur Penelitian

Subjek sesuai kriteria


inklusi dan eksklusi

Setelah prosedur operasi


bedah minor selesai

Diberikan parasetamol Tidak diberikan


intravena parasetamol intravena

Melakukan pengukuran skala nyeri menggunakan Visual Analog Scale (VAS) pada
45 menit dan 90 menit setelah pemberian parasetamol intravena

Hasil

Analisis

Kesimpulan

Gambar 3.1. Alur Penelitian

3.7 Identifikasi Variabel


3.7.1 Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah pemberian parasetamol intravena
pada pasien setelah menjalani operasi bedah minor.
3.7.2 Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah nyeri pasca operasi yang dinilai
dengan visual analog scale (VAS) pada pasien yang menjalani operasi bedah
minor.

Tabel.3.1. Identifikasi variabel penelitian


Variabel Indikator Metode Skala
Data Usia Wawancara Numerik
karakteristik
pasien
Riwayat operasi sebelumnya Wawancara Nominal

Karakteristik Nilai VAS pasien 45 dan 90 menit


Wawancara Numerik
klinis setelah sirkumsisi

3.8 Definisi Operasional


Definisi yang harus diketahui dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Usia
a. Definisi Satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan
suatu benda atau makhluk, baik yang hidup
maupun yang mati sejak dilahirkan sampai dengan
sekarang (Depkes RI, 2015).
b. Cara ukur Wawancara
c. Alat ukur Wawancara dan pengisian lembar data subjek.
d. Hasil ukur Usia dalam tahun
e. Skala Numerik (Usia)

2. Riwayat Operasi
a. Definisi : Operasi sebelumnya yang pernah dijalani oleh pasien .
b. Cara ukur : Wawancara.
c. Alat ukur : Wawancara dan pengisian lembar data subjek.
d. Hasil ukur : 1 = pernah
2 = tidak pernah
e. Skala : Nominal

3. Visual Analog Scale (VAS)


a. Definisi VAS adalah suatu instrumen yang digunakan untuk menilai
intensitas nyeri dengan menggunakan sebuah tabel garis 10
cm dengan pembacaan skala 0–100 mm
b. Cara ukur Mengukur jarak antara ujung garis yang menunjukkan tidak
nyeri hingga ke titik yang ditunjukkan pasien.
c. Alat ukur Lembar penilaian VAS
d. Hasil ukur 1 = Tidak nyeri (>0 - 4 mm)
2 = Nyeri ringan (≥5 – 44 mm)
3 = Nyeri sedang (≥45 – 74 mm)
4 = Nyeri berat (≥75 – 100 mm) (Jensen, Chen dan Brugger,
2003)
e. Skala Numerik (skor VAS)
Ordinal (tingkat nyeri)

4.7 Instrumen Penelitian


4.7.1 Formulir
1. Formulir A : Lembar persetujuan (informed consent) sebagai subjek
penelitian (Lampiran 1).
2. Formulir B : Lembar seleksi subjek penelitian (Lampiran 2).
3. Formulir C : Lembar data subjek penelitian (Lampiran 3).
4. Formulir D : Lembar penilian VAS (Lampiran 4)
5. Formulir E : Lembar hasil pengolahan data (Lampiran 5).
6. Formulir F : Table Dummy (Lampiran 6)

4.7.2 Alat dan Bahan


Alat tulis, data rekam medis, lembar penilaian VAS, abbocath, infus set, NaCl
0,9% dan parasetamol intravena 1000 mg.

4.8 Cara Kerja


4.8.1 Cara memperoleh Subek Penelitian

Setelah mendapat persetujuan penelitian dari bagian kemahasiswaan FKIK


Universitas Bengkulu, peneliti mengambil sampel berdasarkan teknik non-
probability sampling dengan metode consecutive sampling. Pada teknik
pengambilan sampel ini, semua subjek penelitian yang datang secara berurutan
dan memenuhi kriteria pemilihan akan dimasukkan dalam penelitian sampai
semua subjek yang diperlukan terpenuhi. Peneliti setiap hari akan mendatangi
Rumah Sakit Bhayangkara Kota Bengkulu, sesuai jadwal operasi masing –
masing pasien sehingga diharapkan tidak ada data yang tertinggal. Subjek yang
telah terpilih kemudian diseleksi menurut kriteria inklusi dan eksklusi (lampiran
2). Apabila ternyata subjek tidak memenuhi kriteria inklusi atau termasuk dalam
salah satu kriteria eksklusi maka subjek tidak dapat melanjutkan penelitian dan
tidak dilakukan pengambilan data. Subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan
bersedia menjadi sampel penelitian kemudian diminta untuk mengisi dan
menandatangani lembar persetujuan (lampiran 1) yang dilakukan oleh orangtua /
wali subjek setelah mendapatkan menjelaskan mengenai penelitian yag akan
dilakukan. Lembar persetujuan akan dikembalikan dan disimpan oleh peneliti
sebagai bukti kesediaan pasien untuk menjadi sampel penelitian. Agar data
responden subjek terjaga kerahasiaannya, maka peneliti menggunakan metode
pengkodean setiap formulir yang diisi. Data tersebut hanya dipegang serta
disimpan oleh peneliti paling lama 1 tahun dan akan segera dimusnahkan setelah
penelitian selesai dilakukan.
3.5.4 Pelaksanaan Penelitian
Setelah mendapatkan subjek penelitian yang tepat dan persetujuan
subjek/wali subjek maka akan dilakukan pengambilan data. Subjek/wali subjek
diwawancarai mengenai data karakteristik dasar yaitu usia, kategori usia, riwayat
konsumsi obat dan riwayat penyakit (Lampiran 3).

3.5.5 Teknik Pengumpulan Sample


3.5.5.1 Tahap Wawancara
Pada tahap ini dilakukan penjelasan mengenai penelitian kemudian
peneliti akan melakukan pemilihan subjek yang akan dijadikan sampel
penelitian dengan metode consecutive sampling kemudian dilakukan
penyeleksian subjek ke dalam kelompok penelitian dengan menggunakan
randomisasi sederhana. Randomisasi sederhana yang dimaksud adalah dengan
meminta subjek memilik amplop yang didalamnya terdapat huruf A dan B.
Amplop yang berisi huruf A dimasukkan kedalam kelompok perlakuan dan
amplop yang berisi huruf B dimasukkan kedalam kelompok kontrol. Subjek
tidak diberitahu bahwa ia menerima perlakuan apa agar dapat meminimalkan
terjadinya bias saat penilai VAS. Apabila subjek memenuhi kriteria inklusi dan
tidak termasuk dalam kriteria eksklusi maka subjek dapat dijadikan subjek
penelitian (Lampiran 2). Apabila subjek bersedia menjadi sampel penelitian
maka subjek diminta untuk menandatangani lembar kesediaan (Lampiran 1).
Subjek diwawancarai mengenai data diri seperti: nama, usia, pekerjaan, alamat,
riwayat penyakit (Lampiran 3).

3.5.5.2 Tahap Pemberian Parasetamol intravena

3.5.5.3 Tahap Penilaian VAS


Peneliti akan melakukan pengukuran nilai Visual Analog Scale
sebanyak 2 kali yaitu pada 45 menit dan 90 menit setelah pasien diberi
parasetamol intravena, karena pada waktu tersebut efek dari anestesi inhalasi
yang diberikan telah hilang.
VAS adalah suatu instrumen yang digunakan untuk menilai intensitas
nyeri dengan menggunakan sebuah tabel garis 10 cm dengan pembacaan skala
0–100 mm. Pengukuran VAS dilakukan satu kali saat nyeri pertama kali mulai
dirasakan oleh pasien, dicatat nilai VAS dan waktu saat pengukuran. Kemudian
hasil yang diperoleh dikategorikan dalam klasifikasi VAS (Lampiran 4)

Skala VAS Interpretasi


>0 - 4 mm Tidak Nyeri
≥5 – 44 mm Nyeri Ringan
≥45 – 74 mm Nyeri sedang
≥ 75 – 10 mm Nyeri berat
(Jensen, Chen dan Brugger, 2003)
Tabel 3.2 Skala Visual Analog Scale

Pengukuran nilai VAS dilakukan dengan cara pasien menandai sendiri


dengan pensil / menunjuk pada nilai skala yang sesuai dengan intensitas nyeri
yang dirasakan, penilaian dilakukan dengan mengukur jarak antara ujung garis
yang menunjukkan tidak nyeri hingga ke titik yang ditandai oleh pasien. Agar
pengukuran dapat berjalan sebagaimana mestinya, sebelum dilakukan
pengukuran pasien diberi penjelasan dengan sejelas-jelasnya mengenai
pengukuran yang akan dilakukan beserta prosedurnya.
Gambar 3.2 Skala Visual Analog Scale
3.6 Teknik Analisis Data
3.6.1 Analisis Data dan Interpretasi Data
Analisis univariat (analisis deskriptif) bertujuan untuk mendeskripsikan atau
menggambarkan masing-masing data karakteristik penelitian. Masing-masing data
ini akan didistribusi ke dalam tabel dummy (Lampiran 6) untuk mengetahui
gambaran deskriptif dari data karakteristik tersebut. Data deskriptif pada penelitian
ini ada dua, yaitu data deskriptif kategorik dan data deskriptif numerik. Data
deskriptif kategorik akan ditampilkan dalam bentuk n dan juga persen (%).
Sedangkan data deskriptif numerik akan dianalisis menggunakan metode analisis uji
Saphiro-Wilk yang betujuan untuk mengetahui normalitas sebaran data penelitian.
Kemudian akan dilakukan uji Levine untuk melihat homogenitas data, hasil
menunjukkan homogen jika nilai p > 0,05.
Analisis bivariat untuk melihat perbedaan nilai VAS pada penggunaan krim
lidokain-prilokain dan yang tidak diberikan krim lidokain-prilokain dan untuk
melihat perbandingan nilai VAS pada menit ke 45 dan ke 90 dengan atau tanpa
pemberian krim lidokain-prilokain menggunakan uji T. Uji bivariat untuk melihat
frekuensi nilai VAS pasien yang diberikan dan tidak diberikan krim lidokain-
prilokain menggunakan Chi Square dan uji Fisher sebagai alternatifnya apabila
tidak memenuhi syarat uji Chi Square. Analisis data pada penelitian ini akan
menggunakan program SPSS (Statistical Program for Social Science) untuk
Windows version 23 dengan tingkat kepercayaan 95%. Batas kemaknaan yang
digunakan adalah 5% yang artinya ketentuan bermakna jika nilai p <0.05 dan tidak
bermakna apabila nilai p ≥ 0.05.

3.6.2 Penyajian Data


Data disajikan dalam bentuk teks, tabel, diagram dan grafik.

3.7 Jadwal Penelitian

Keterangan: Waktu penelitian

3.8 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, tentu memerlukan subjek sebagai bahan penelitian.


Mengingat subjek yang akan digunakan adalah manusia peneliti wajib memegang
teguh prinsip-prinsip etika penelitian dalam melaksanakan seluruh kegiatan
penelitian. Adapun etika penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti akan menjelaskan mengenai
penelitian yang akan dilakukan dan meminta persetujuan (informed consent)
kepada subjek penelitian secara tertulis tanpa mengalami paksaan, pengaruh
atau bujukan yang tidak layak atau intimidasi.
2. Subjek berhak menolak untuk diikutsertakan tanpa ada konsekuensi apapun.
3. Prosedur dan metode penelitian yang digunakan oleh peneliti merupakan
metode yang baik dan tidak mencederai subjek penelitian.
4. Masyarakat akan mendapatkan manfaat dan pengaruh positif dari hasil
penelitian ini.
5. Peneliti akan melindungi secara aman kerahasiaan data subjek penelitian.
6. Semua biaya yang berhubungan dengan penelitian ini menjadi tanggung jawab
peneliti.

Anda mungkin juga menyukai