Anda di halaman 1dari 33

PROPOSAL EBNP

Intervensi Relaksasi Otot Progresif berdasarkan Evidence Based Nursing


Practice (EBNP) Terhadap Intensitas Nyeri pada Klien dengan Abdominal
Pain

DISUSUN OLEH :
DESI KUNTARI
P1337420922200

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

JURUSAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual dan potensial (Price,
2006). Secara umum tanda dan gejala yang sering terjadi pada pasien yang
mengalami nyeri dapat tercermin dari perilaku pasien misalnya suara
(menangis, merintih, menghembuskan nafas), ekspresi wajah (meringis,
menggigit bibir), pergerakan tubuh (gelisah, otot tegang, mondar-mandir,
dll), interaksi sosial (menghindari percakapan, disorientasi waktu) (Judha,
2012).
Intensitas skala nyeri dapat diketahui dengan menggunakan skala
nyeri. Skala nyeri menurut bourbanis ada beberapa tingkatan sebagai berikut
: (1). 0 = Tidak nyeri, (2). 1-3 = Nyeri ringan, (3). 4-6 = Nyeri sedang, (4).
7-9 = Nyeri berat, (5). 10 = Nyeri tak tertahankan (Potter dan Perry, 2006).
Penatalaksanaan nyeri dapat dilakukan secara farmakologi dan non far
makologi. Penanganan farmakologi yang sering digunakan adalah obat-obat
an jenis analgesic dan opiat (Black, 2014). Terapi non farmakologi untuk m
engatasi intensitas nyeri yang sering digunakan adalah metode TENS
(Transcutaneons Electric Nerve Stimulation), biofeedack, plasebo dan
distraksi.tindakan relaksasi mencakup latihan pernafasan diafragma,
meditasi, guided imagery, dan teknik relaksasi progresif (Brunner &
Suddart, 2016).
Teknik relaksasi otot progresif merupakan bentuk intervensi
keperawatan dengan menggunakan teknik relaksasi yang berfokus pada
penegangan perlahan dan merelaksasikan setiap otot dan berfokus pada
perbedaan antara ketegangan otot dan relaksasi (Astuti, Anggorowati, dan
Johan 2017). Pada penelitian yang dilakukan Giulia et all (2019) tentang
pengaruh relaksasi otot progresif terhadap penurunan nyeri pada pasien
diabetes mellitus didapatkan pengaruh yang bermakna terhadap penurunan
sesudah diberikan intervensi dengan nilai p value =0,001 (p < 0,05).
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti bagai
mana pengaruh teknik relaksasi otot progresif terhadap penurunan intensitas
nyeri pada klien dengan abdominal pain di RSUD Dr. Gondo Suwarno
Kabupaten Semarang.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Menganalisis asuhan keperawatan dengan penerapan relaksasi otot pro
gresif pada klien abdominal pain dengan masalah keperawatan nyeri di
RSUD Dr. Gondo Suwarno Kabupaten Semarang.
2. Tujuan Khusus
a. Menggambarkan proses keperawatan pada klien abdominal pain dengan
masalah keperawatan nyeri di RSUD Dr. Gondo Suwarno Kabupaten
Semarang.
b. Menerapkan relaksasi otot progresif pada klien abdominal pain dengan
masalah keperawatan nyeri di RSUD Dr. Gondo Suwarno Kabupaten
Semarang.
c. Mengevaluasi respon pasien setelah dilakukan relaksasi otot progresif p
ada klien abdominal pain dengan masalah keperawatan nyeri di RSUD
Dr. Gondo Suwarno Kabupaten Semarang.
C. Manfaat
Studi kasus ini bermanfaat bagi :

1. Bagi Klien
Diharapkan setelah dilakukan penerapan intervensi relaksasi otot pro
gresif dapat menyelesaikan masalah nyeri pada klien abdominal pain dan
meningkatkan kenyamanannya.
2. Bagi Pelayan Kesehatan
Hasil studi kasus ini diharapkan dapat memberi informasi dan masuk
an mengenai inovasi intervensi relaksasi otot progresif yang dapat dilaku
kan oleh perawat dalam mengatasi nyeri pada klien abdominal pain.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk institusi pe
ndidikan sebagai masukan bagi penelitian selanjutnya terkait dengan inte
rvensi keperawatan komplementer atau penatalaksanaan non farmakologi
pada klien dengan abdominal pain.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Intensitas Nyeri
1. Definisi nyeri
Nyeri merupakan masalah kesehatan yang komplek yang
mengerakkan seseorang untuk datang ke pelayanan kesehatan (Saurdana,
2015).Nyeri merupakan suatu keadaan yang tidak enak membuat orang
tertekan dan menderita (Sari, 2016).
Nyeri merupakan sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman
emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan ketusakan
jaringan aktual maupun potensial (Yoga, 2016). Nyeri bersamaan proses
penyakit, beberapa pemerikasaan diagnostik, pembedahan dan
pengobatan (Nurdin, 2013). Jenis-jenis nyeri ada nyeri akut dan nyeri
kronis.
Nyeri akut atau sementara merupakan pengalaman emosional yang
tidak menyenangkan akibat kerusakan aktual atau potensial.Terjadi tiba-
tiba atau lambat dari itensitas ringan hingga berat yang akirnya dapat
diantisipasi atau di prediksi (Herdman, 2015).Nyeri kronis, berlangsung
lebih lama dari yang diharapkan nyeri kronis ini berupa hal yang bersifat
kanker.Nyeri kanker biasanya disebabkan oleh perkembangan tumor,
berhubungan dengan patologis, infeksi, toksin dari pengobatan, dan
invasif (Potter & Perry, 2009).
Nyeri pada kanker berasal dari kerusakan jasmani akibat adanya
kanker, tekanan atau kerusakan jaringan yang mengandung reseptor nyeri
dan bisa karena tarikan, jepitan dan metastase.Pada pasien kanker
payudara nyeri disebabkan karena peradangan, akibat kerusakan ujung
saraf reseptor akibat peradangan atau terjepitnya oleh pembengkaan
(Kasih, 2015).Nyeri pada pasien kanker juga dirasakan saat menjalankan
kemoterapi karena penggunaan zat kimia (Setiawan, 2015).

2. Tinjauan Fisiologis Nyeri


Reseptor nyeri disebut noiseptor yang merupakan ujung-ujung saraf
bebas, tidak bermielin atau sedikit bermielin dari neuron afferen.
Nosiseptor tersebar luas pada kulit dan mukosa dan terdapat pada struktur
yang lebih dalam, viseral, dinding arteri, hati dan kandung
empedu.Noiseptor ini memberikan respon yang terpilih terhadap
stimulasi yang membahayakan seperti kimia (histamin, aseticolin,
substansi p, bradikinin, prostaglandin), listrik, mekanik (Smeltzer &
Bare, 2002).
Substansi kimia tersebut menyebabkan nosiseptor bereaksi, apabila
nosiseptor mencapai ambang nyeri, maka akan timbul implus saraf yang
akan di bawa oleh serabut saraf perifer yaitu serabut A–delta dan serabut
C- Implus saraf ini akan dibawa sepanjang serabut saraf sampai ke kornu
dorsal medula spinalis, menyebabkan pelepasan neurotransmiter
(substansi P) yang menyebabkan tranmisi sinopsis dari saraf perifer ke
saraf traktus spinotalamus. Otak mengelolah implus saraf timbul persepsi
nyeri dan reflek protektif terhadap nyeri.
Respon protektif terhadap nyeri secara fisiologis akan
memproduksi endogen untuk menghambat nyeri. Endogen terdiri dari
endofin dan enkefalin, substansi ini seperti morfin yang menghambat
tranmisi influs nyeri dengan memblok tranmisi implus ini diadalam otak
dan medula spinalis (Potter & Perry, 2009).
3. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Nyeri merupakan suatu keadaan yang kompleks dipengaruhi oleh
faktor fisiologis, spiritual, psikologis, dan budaya. Setiap individu
mempunyai pengalaman yang berbeda tentang nyeri, faktor-faktor yang
mempengaruhi nyeri adalah sebagai berikut:
a. Faktor Fisiologis
Faktor fisiologis yang mempengaruhi nyeri antara lain umur, jenis
kelamin, genetik (Sari, 2014).

1) Umur
Cara lansia berespon terhadap nyeri berbeda dengan cara
berespon orang yang berusia lebih muda (Smeltzer &
Bare, 2002).
2) Jenis Kelamin
Jenis kelamin, secara umum pria wanita tidak berbeda secara
bermakna dalam merespon terhadap nyeri. Beberapa kebudanyaan
yang mempengaruhi jenis kelamin misalnya seorang anak laki-laki
tidak boleh menangis sedangkan anak perempuan boleh menangis
dalam situasi yang sama (Potter & Perry, 2009).
3) Genetik
Genetik mempunyai kemungkinan untuk batas ambang nyeri
seseorang atau toleransi seseorang terhadap nyeri.
b. Faktor Sosial
Faktor sosial yang mempengaruhi nyeri terdiri dari perhatian,
pengalaman nyeri sebelumnya, dukungan keluarga dan sosial.
1) Perhatian
Seseorang yang memfokuskan perhatiannya terhadap nyeri
akan mempengaruhi persepsinya.
2) Pengalaman nyeri sebelumnya
Cara seseorang berespon terhadap nyeri adalah akibat dari
banyak kejadian nyeri selama rentang kehidupanya.
3) Dukungan keluarga dan social
Walaupun nyeri masih ada dukungan keluarga dan teman-
temanya dapat mengurangi nyeri yang dirasakan.
c. Faktor Spiritual
Spiritual membuat seseorang mencari tau makna atau nyeri yang
dirasakan, seperti mengapa nyeri ini terjadi pada dirinya, apa yang
telah dia lakukan selama ini, dan lain-lain (Potter & Perry,
2009).

d. Faktor Psikologis
Faktor psikologis yang mempengaruhi nyeri yaitu kecemasan dan
koping individu.
1) Kecemasan
Ansietas berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi
pasien terhadap nyeri. Misalnya pada pasien kanker payudara
dimana mengalami nyeri pinggang merasa takutbahwa nyeri
tersebut indikasi metastasis muda (Smeltzer & Bare, 2002).
2) Koping individu
Koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
memperlakukan nyeri, seseorang mengontrol nyeri dengan lokus
internal bahwa dirinya sendiri mempunyai kemampuan mengontrol
nyeri. Sebaliknya seseorang yang menggunakan lokus eksternal
bahwa faktor lain seperti perawat yang bertanggungjawab
terhadap nyeri yang dirasakan (Potter & Perry, 2009).
e. Faktor Budaya
Budaya dan etnisitas mempunyai pengaruh bagaimana seseorang
merespon terhadap nyeri (Smeltzer & Bare, 2002).
4. Klasifikasi Nyeri
Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua yakni nyeri akut
dan nyeri kronis (Smeltzer & Bare, 2002):
a. Nyeri Akut
Nyeri akut biasanya awitannya tiba-tiba dan umumnya berkaitan
dengan cedera fisik.Nyeri akut mengindikasian bahwa krusakan atau
cedera telah terjadi.Hal ini menarik perhatian pada kenyataan bahwa
nyeri ini benar terjadi dan mengajarkan kepada kita untuk
menghindari situasi serupa yang secara potensial menimbulkan
nyeri.Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit
sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadinya
penyembuhan.nyeri akut terjadi kurang dari 3 bulan. Untuk tujuan
definisi, nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung
dari beberapa detik hingga enam bulan.
b. Nyeri Kronis
Nyeri kronis adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu.Nyeri ini berlangsung diluar waktu
penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan
dengan penyebab atau cedera fisik. Nyeri kronis didefinisikan sebagai
nyeri yang berlangsung selama 3 bulan atau lebih, meskipun 3 bulan
merupakan suatu periode yang dapat berubah untuk membedakan
nyeri akut dan nyerikronis.
Tabel 2.1. Perbandingan Nyeri Akut dan Nyeri Kronis Menurut Aryani,
dkk 2009
Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis
Pengalaman Status kejadian Status situasi, status
eksistensi
Sumber Sebab eksternal atau Tidak diketahui atau
penyakit dari dalam pengobatan terlalu
lama
Serangan Mendadak Bisa mendadak,
berkembang dan
terselubung
Waktu Sampai enam bulan Lebih dari enambulan
sampaibertahun-tahun
Pernyataan nyeri Daerah nyeri tidak Daerah nyeri sulit
diketahui dengan pasti dibedakan instensitasnya,
sehingga sulit dievaluasi
(perubahan
perasaan)

Gejala-gejala klinis Pola respon yang Pola respons yang


khas dengan bervariasi, sedikit
gejala yang lebihjelas gejala-gejala (adaptasi)
Pola Terbatas Berlangsung terus
sehingga dapat
bervariasi
Perjalanan Biasanya berkurang Penderitaan
setelah beberapa saat meningkat setelah
beberapa saat

5. Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri yang
dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan
individual dan kemungkinan nyeri dalam intesitas yang sama dirasakan
sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda (Tamsuri, 2007).
Menurut Smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :
a. Skala Intensitas Nyeri Deskritif

Gambar 2.1
b. Skala Identitas Nyeri Numeric

Gambar 2.2
c. Skala Analog Visual

Gambar 2.3
d. Skala Nyeri Menurut Bourbanis

Gambar 2.4
Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan ; Secara obyektif klien dapat berkomunikasi
dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang ; Secara obyektif klien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat
mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-10 : Nyeri berat ; Secara obyektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak
dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi, Pasien
sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.
6. Penatalaksanaan Nyeri
Penanganan nyeri ada farmakologi dan ada non farmokologi.
a. Farmakologi
1) Analgesik Narkotika
Opiot merupakan obat yang paling umum untuk mengatasi
nyeri pada pasien.
2) Analgesik Lokal
Analgesik lokal bekerja dengan memblokade kondusi saraf
saat diberiakn langsung ke serabut saraf.
3) Analgesik yang dikontrol Pasien
Analgesik yang dikontrol klien terdiri dari infus yang diisi
narkotik sesuai resep, ini dipakai pada pasien kanker.
4) Obat-obat non steroid (NSAIDs)
Obat yang termasuk menghambat agregasi platelet, contoh
asam menfenamat, ketorolac (Nurmayanti, 2015).
b. Non farmakologi
Ada beberapa penanganan nyeri secara non farmakologi yaitu:
1) Distraksi
Memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain nyeri.
Misalnya dengan mendengarkan musik dapat menurunkan
intensitas nyeri pada penderita kanker payudara (Endarto,
2014).
2) Relaksasi
Terdiri atas nafas abdomen atau bernafas dengan tenang,
teratur, dengan frekuensi lambat (calm breath).
3) Hipnosis
Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan
jumlah analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut maupun nyeri
kronis. Dengan hipnoterapi meningkatkan kadar endorphirn
dalam tubuh, sehingga membuat rilek dan tenang menurunkan
nyeri (Dewi, 2013).
4) Bimbingan Spiritual
Bimbingan spiritual doa, dzikir dimanfaatkan untuk
menurunkan nyeri pada pasien kanker. Implementasi asuhan
keperawatan dengan menajemen nyeri non farmakologis
diantaranya adalah dengan dzikir mendekatkan diri kepada
Tuhan.

B. Relaksasi Otot Progresif


1. Pengertian Relaksasi Otot Progresif
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan
dan stress yang memberikan individu kontrol diri ketika tidak merasa
nyaman, stress fisik, dan emosi. Relaksasi merupakan suatu kondisi
istirahat pada aspek fisik dan mental individu, sementara aspek bawah
sadar tetap bekerja.Dalam keadaan relaksasi seluruh tubuh dalam
keadaan seimbang, keadaan tenang tapi tidak tertidur dan seluruh otot
dalam keadaan rileks dan posisi tubuh yang nyaman (Davis dkk, 1995).
Mengurangi ketegangan otot merupakan komponen dari terapi
komplementer yang digunakan untuk menurunkan angka kecemasan dan
memberikan kenyamanan. Sebagai contoh, relaksasi otot sering menjadi
bagian dari guided imagery. Banyak teknik yang ditawarkan untuk
memberikan relaksasi otot.Salah satu yang sering digunakan adalah
Progressive Muscle Relaxation yang diperkenalkan oleh Edmund
Jacobson pada tahun 1938.
Relaksasi otot memberikan sensasi kesadaran terhadap otot dan
ketegangan yang ada pada diri individu dan menurunkan ketegangan
tersebut.Kesadaran tersebut dapat dicapai dengan menegangkan otot-otot
dan merelakskannya dengan fokus terhadap otot tersebut dan
membayangkan otot tersebut bebas dari ketegangan yang dirasakan
(Maghritah dkk, 2015).
Relaksasi otot progresif merupakan salah satu teknik untuk
mengurangi ketegangan otot dengan proses yang simpel dan sistematis
dalam menegangkan sekelompok otot kemudian merilekskannya
kembali. Ketika otot tubuh terasa tegang, kita akan merasakan
ketidaknyamanan, seperti sakit pada leher, punggung belakang, serta
ketegangan pada otot wajahpun akan berdampak pada sakit kepala. Jika
ketegangan otot ini dibiarkan akan menganggu aktivitas dan
keseimbangan tubuh seseorang (Rochmawati, 2015).
Relaksasi otot progresif merupakan kombinasi latihan pernafasan
yang terkontrol dengan rangkaian kontraksi serta relaksasi kelompok
otot. Kegiatan ini menciptakan sensasi dalam melepaskan
ketidaknyamanan dan stress (Potter dan Perry, 2005). Dengan melakukan
tindakan relaksasi otot progresif secara berkelanjutan, seorang individu
dapat merasakan relaksasi otot pada berbagai kelompok otot yang
diinginkan.
Menurut Herodes (2010), teknik relaksasi otot progresif adalah
teknik relaksasi otot dalam yang tidak memerlukan imajinasi, ketekunan,
atau sugesti. Berdasrkan keyakinan bahwa tubuh manusia berespon pada
kecemasan dan kejadian yang merangsang pikiran dengan ketegangan
otot.
Teknik relaksasi otot progresif memusatkan perhatian pada suatu
aktivitas otot dengan mengidentifikasi otot yang tegang kemudian
menurunkan ketegangan dengan melakukan teknik relaksasi untuk
mendapatkan perasaan relaks (Herodes,2010). Teknik relaksasi otot
progresif merupakan suatu terapi yang diberikan kepada klien dengan
menegangkan otot-otot tertentu daan kemudian relaksasi.
2. Manfaat Relaksasi Otot Progresif
Relaksasi otot progresif memberikan hasil yang memuaskan dalam
program terapi terhadap ketegangan otot, menurunkan kecemasan,
memfasilitasi tidur, depresi, mengurangi kelelahan, kram otot,
mengurangi tingkat nyeri, menurunkan tekanan darah tinggi, fobia
ringan, serta meningkatkan konsentrasi (Davis, 1995). Target yang tepat
dan jelas dalam memberikan terapi relaksasi otot progresif ada keadaan
yang memiliki respon ketegangan otot yang cukup tinggi dan membuat
tidak nyaman sehingga dapat menggangu kegiatan sehari-hari. Relaksasi
otot progresif menurunkan konsumsi oksigen tubuh, metabolisme tubuh,
frekuensi nafas, ketegangan otot, kontraksi ventrikel yang tidak
sempurna, tekanan darah sistolik dan diastolik, dan meningkatkan
gelombang alpha otak.
3. Prinsip Kerja Relaksasi Otot Progresif
Dalam melakukan relaksasi otot progresif hal yang penting
dikenali adalah tegangan otot ketika otot berkontraksi (tegang) maka
rangsangan akan disampaikan ke otot melalui jalur saraf aferent. Tension
merupakan kontraksi dari serat otot rangka yang menghasilkan sensasi
tegangan.Relaksasi adalah pemanjangan dari serat serat otot tersebut
yang dapat menghilangkan sensasi ketegangan setelah memahami dalam
mengidentifikasi sensasi tegang, kemudian dilanjutkan dengan
merasakan relaks. Ini merupakan sebuah prosedur umum untuk
mengidentifikasi lokalisasi ketegangan, relaksasi dan merasakan
perbedaan antara keadaan tegang (tension) dan relaksasi yang akan
diterapkan pada semua kelompok otot utama. Dengan demikian, dalam
relaksasi otot progresif diajarkan untuk mengendalikan otot-otot rangka
sehingga memungkinkan setiap bagian merasakan sensasi tegang dan
relaks secara sistematis (Lestari, 2018).
4. Mekanisme Fisiologi Relaksasi Otot Progresif dalam Mengatasi Nyeri
Kontraksi dari serat otot rangka mengarah kepada sensasi dari
tegangan otot yang merupakan hasil dari interaksi yang kompleks dari
sistem saraf pusat dan sistem saraf tetapi dengan otot dan sistem otot
rangka. Dalam hal ini, saraf pusat melibatkan sistem saraf simpatis dan
sistem saraf parasimpatis.Beberapa organ dipengaruhi oleh kedua sistem
saraf ini.Walaupun demikian, terdapat perbedaan antara efek sistem saraf
simpatis dan para simpatis yang berasal dari otak dan saraf tulang
belakang.Antara simpatik dan para simpatik bekerja saling timbal
balik.Aktifasi dari sistem saraf simpatik disebut juga erotropic atau
respon figh or flight dimana organ diaktifitas untuk keadaan
stress.Respon ini memerlukan energi yang cepat, sehingga hati lebih
banyak melepaskan glukosa untuk menjadi bahan bakar otot sehingga
metabolisme juga meningkatkan.Efek dari saraf simpatis, yaitu
meningkatkan denyut nadi, tekanan darah, hiperglikemia, dan dilatasi
pupil, pernafasan meningkatkan, serta otot menjadi tegang (Widyastuti,
2013).
Aktivitas dari sistem saraf parasimpatis disebut juga trophotropic
yang dapat menyebabkan perasaan ingin istirahat, dan perbaikan fisik
tubuh.aktivas ini merupakan dasar yang disebut Benson (1972 dalam
Condrad dan Roth, 2007) yaitu respon relaksasi. Respon parasimpatik
meliputi penurunan denyut nadi dan tekanan darah serta meningkatkan
aliran darah.Oleh sebab itu melalui latihan relaksasi dapat memunculkan
respon relaksasi sehingga dapat mencapai keadaan tenang.
5. Syarat dilakukan Terapi Relaksasi Otot Progresif
Melakukan latihan ditempat yang tenang, sendirian, tanpa atau
menggunnakan audio untuk membantu konsentrasi pada kelompokotot,
melepaskan sepatu dan pakaian yang tebal, hindari makan dan minum
yang terbbaik dalam melakukan latihan sebelum makan, jangan terlalu
menegangkan otot berlebihan karena dapat melukai diri sendiri,
dibutuhkan waktu sekitar 20-50 detik untuk membuat otot-otot relaks,
perhatikan posisi tubuh, lebih nyaman dengan mata tertutup. Hindari
dengan posisi berdiri, menegakkan kelompok otot dua kali tegangan,
melakukan pada bagian kanan tubuh dua kali, kemudian bagian kiri dua
kali, memeriksan apakah klien benar- benar relaks, terus-menerus
memberikan instruksi, memberikan instruksi tidak terlalu cepat dan tidak
terlalu lambat, latihan membutuhkan waktu selama 15 sampai 20 menit
dan dilakukan latihan 5 – 20 kali latihan.
6. Pelaksanaan Teknik Relaksasi Otot Progresif
Berdasarkan (Davis, 1995) Relaksasi otot progresif memberikan
cara dalam mengidentifikasi otot dan kumpulan otot tertentu serta
membedakan antara perasaan tegang dan relaks. Terdapat 10 kelompok
utama dalam relaksasi otot progresif yang meliputi (1) kelompok otot
pergelangan tangan, (2) kelompok otot lengan bawah, (3) kelompok otot
siku dan lengan atas, (4) kelompok otot bahu, (5) kelompok otot kepala
dan leher, (6) kelompok otot wajah(bibir, dahi, rahang) (7) kelompok otot
punggung, (8) kelompok otot dada, (9), kelompok otot perut, (10)
kelompok otot kaki dan paha.
Relaksasi dilakukan secara bertahap dan dipraktekkan dengan
berbaring atau duduk di kursi dengan kepala ditopang dengan
bantal.Setiap kelompok otot ditegangangkan selama 5-7 detik dan
direlaksasikan selama 10 -20 detik.Prosedur ini diulang paling tidak satu
kali. Petunjuk relaksasi progresif dibagi dalam dua bagian, yaitu bagian
pertama dengan mengulang kembali pada saat praktek sehingga lebih
mengenali bagian otot tubuh yang paling sering tegang, dan bagian kedua
dengan prosedur singkat untuk menegangkan merilekskan beberapa otot
secara simultan sehingga relaksasi otot dapat dicapai dalam waktu
singkat. Waktu yang diperlukan untuk melakukan relaksasi otot progresif
sehingga dapat menimbulkan efek yang maksimal adalah selama satu
sampai dua minggu dan dilaksanakan selama satu sampai dua kali 15
menit per hari (Davis,1995).
Adapun urutan pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
a. Kelompok otot pergelangan tangan
1) Rentangkan lengan dan kepalkan kedua telapak tangan anda
dengan kencang, sekuat dan semampu yang anda bisa. Rasakan
ketegangan pada kedua pergelangan tangan anda selama 5-7
detik.
2) Lepaskan kepalan tangan anda dan rasakan tangan anda menjadi
lemas dan semua ketegangan pada tangan anda menjadi hilang.
Rasakan hal tersebut selama 10-20 detik.
3) Ulangi lagi gerakan menegangkan dan melemaskan otot tangan
anda.
4) Rasakan pergelangan tangan anda menjadi semakin lemas.
b. Kelompok otot lengan bawah
1) Tekuklah kedua lengan ke belakang pada pergelangan tangan
sekuat dan semampu yang anda bisa. Sehingga otot-otot di
tangan bagian belakang dan lengan bawah menegang, jari-jari
terbuka menghadap ke langit-langit. Rasakan ketegangan pada
bagian lengan bawah selama 5-7 detik.
2) Lemaskan dan luruskan kembali tangan bagian bawah anda
pada posisi yang nyaman. Rasakan lengan bawah dan telapak
tangan anda menjadi lemas dan seya ketegangan hilang.
Rasakan hal tersebut selama 10-20 detik.
3) Ulangi lagi gerakan menegangkan dan melemaskan otot lengan
bawah anda, rasakan perbedaan pada saat tegang dan lemas
serta rasakan lengan bawah anda menjadi semakin lemas.
c. Kelompok otot siku dan lengan atas
1) Genggamlah kedua tangan sehingga menjadi kepalan kemudian
bawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot-otot lengan atas
terasa kencang dan tegang. Lakukanlah sebisa dan semampu
anda. Lakukan selama 5-7 detik.
2) Luruskan siku dan jari-jari anda, rasakan lengan atas anda
menjadi lemas dan ketegangan pada lengan atas sudah hilang.
Rasakan hal tersebut 10-20 detik.
3) Ulangi lagi gerakan menegangkan otot siku dan lengan atas
anda, rasakan perbedaan antara saat tegang dan lemas serta
rasakan otot siku dan lengan atas semakinlemas.
d. Kelompok otot bahu
1) Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan bahu akan
dibawa menyentuh kedua telinga. Rasakan ketegangan pada
bahu selama 5-7 detik.
2) Lemaskan bahu anda hingga semua ketegangan pada bahu anda
tadi hilang.
3) Rasakan hal tersebut selama 10-20 detik.
4) Ulangi gerakan tersebut dan rasakan otot bahu anda semakin
lemas.
e. Kelompok otot kepala dan leher

1) Tekuk leher dan kepala anda ke belakang hingga menekan


bantal, rasakan ketegangan pada leher dan kepala bagian
belakang. Rasakan ketegangannya selama 5-7 detik.

2) Lemaskan dan luruskan kepada dan leher anda hingga semua


ketegangan pada kepala dan leher anda hilang. Lakukan dalam
10-20 detik.

3) Ulangi gerakan dan rasakan otot tersebut menjadi sangat lemas.

4) Tekuk leher dan kepala anda ke depan hingga menyentuh dada,


rasakan ketegangan pada leher dan kepala bagian depan selama
5-7 detik.

5) Lemaskan dan luruskan kepala dan leher anda hingga semua


ketegangan pada kepala dan leher anda hilang, rasakan dalam
10-20 detik.

6) Ulangi gerakan dan rasakan otot semakin lemas.


f. Kelompok otot wajah
1) Kerutkan dahi anda ke atas dan rasakan ketegangan pada dahi
anda selama 5-7 detik.
2) Lemaskan dahi anda sehingga ketegangan pada dahi anda akan
hilang, rasakan hal ini selama 10-20 detik.
3) Ulangi gerakan tersebut dan rasakan dahi anda semakin lemas.
4) Tutup mata anda sekuat dan semampu yang anda bisa, rasakan
ketegangan pada mata selama 5-7 detik.
5) Lemaskan mata perlahan-lahan dan hilangkan ketegangannya
selama 10-20 detik.
6) Ulangi gerakan menegangkan mata dan melemaskannya dan
rasakan mata semakin lemas.
7) Katupkan rahang dan gigi anda secara bersamaan sekuat dan
semampu yang anda bisa, rasakan ketegangannya selama 5-7
detik.
8) Lemaskan rahang anda dan hilangkan ketegangannya perlahan-
lahan dan rasakan dalam 10-20 detik.
9) Ulangi gerakan tersebut hingga anda merasakan rahang anda
semakin lemas.
10) Monyongkan bibir anda ke depan sekuat dan semampu
yang anda bisa, rasakan ketegangan selama 5-7 detik.
11) Lemaskan bibir dan hilangkan ketegangan pada bibir
selama 10-20 detik.
12) Ulangi gerakan dan rasakan bibir semakin lemas.
g. Kelompok otot punggung
1) Jika anda dalam posisi tidur, maka bangunlah dan jadikan posisi
anda duduk di tempat tidur. Lengkungkan punggung dan
busungkan dada sekuat dan semampu yang anda bisa, rasakan
ketegangan pada punggung selama 5-7 detik.
2) Lemaskan punggung anda sehingga ketegangannya hilang dan
rasakan melemasnya punggung 10-20 detik.
3) Ulangi gerakan dan rasakan lemasnya punggung anda.
h. Kelompok otot dada
1) Tarik nafas dalam dan tahan semampu anda. Rasakan
ketegangan pada dada selama 5-7 detik.
2) Lemaskan otot dada sambil mengeluarkan nafas secara
perlahan-lahan rasakan hilangnya ketegangan pada dada dalam
10-20 detik.
3) Ulangi gerakan kembali dan rasakan dada semakin lemas.
i. Kelompok otot perut
1) Tarik perut ke bagian dalam dan bernafaslah secara perlahan-
lahan, rasakan ketegangan pada perut selama 5-7 detik.
2) Lemaskan otot perut, dan hilang kan ketegangan serta rasakan
melemasnya otot perut dalam 10-20 detik.
3) Ulangi gerakan dan rasakan otot perut yang semakin lemas
j. Kelompok otot kaki dan paha
1) Tekuk telapak kaki ke arah atas, tekuk sebisa mungkin, dan
rasakan ketegangannya selama 5-7 detik.
2) Lemaskan otot-otot kaki dan paha, hilangkan ketegangannya
dan rasakan selama 10-20 detik.
3) Ulangi gerakan dan rasakan kaki dan paha semakin lemas.
4) Tekuk telapak kaki ke arah bawah, sehingga otot betis menjadi
tegang, rasakan ketegangannya selama 5-7 detik.
5) Hilangkan ketegangan perlahan-lahan dan rasakan otot tersebut
lemas selama 10-20 detik.

BAB III
METODE PENULISAN
A. Topik
Intervensi Relaksasi Otot Progresif berdasarkan Evidence Based Nursing
Practice (EBNP) Terhadap Intensitas Nyeri pada Klien dengan Abdominal
Pain.
B. Tujuan Umum
Menganalisis asuhan keperawatan dengan penerapan nafas dalam pada
klien dengan diagnose abdominal pain, dengan masalah keperawatan nyeri di
bangsal Alamanda RSUD dr. Gondo Suwarno Kabupaten Semarang.
C. Tujuan Khusus
1. Mengetahui penerapan relaksasi otot progresif pada pasien abdominal
pain
2. Menganalisa bagaimana penerapan relaksasi otot progresif untuk
mengatasi nyeri pasien
3. Melaporkan hasil yang didapatkan selama studi kasus ini mengenai
penerapan relaksasi otot progresif dalam membantu mengatasi masalah
nyeri pada pasien
D. Waktu
Pelaksanaan intervensi relaksasi otot progresif berdasarkan evidence based
nursing practice (ebnp) terhadap intensitas nyeri pada klien dengan abdominal
pain, dilakukan pada Praktik Klinik Keperawatan Dasar Profesi Tanggal 17
September 2022.
E. Tempat
Bangsal Alamanda RSUD dr. Gondo Suwarno Kabupaten Semarang.
F. Setting
1. Persiapan pelaksanaan
a. Menentukan rencana kegiatan
b. Mengajukan proposal kegiatan
c. Melakukan konsultasi, perbaikan, dan kegiatan yang akan
dilaksanakan
d. Menetukan waktu kegiatan dan mempersiapkan alat yang akan
digunakan dalam pelaksaan
e. Mengumpulkan data tentang pasien dengan keluhan/masalah
2. Pelaksanaan
a. Meminta izin kepada kepala ruangan ataupun CI sebelum
melaksanakan intervensi pada pasien
b. Mahasiswa menemui pasien, mengucapkan salam, mengevaluasi
keadaan pasien, menjelaskan tentang tujuan dan manfaat tindakan
yang akan dilakukan mengenai intervensi relaksasi otot progresif
c. Pasien dengan criteria inklusi yang setuju dijadikan responden maka
diambil sebagai responden
d. Melakukan pengkajian data focus
e. Mengimplementasikan teknik relaksasi otot progresif sesuai SOP
f. Melakukan evaluasi tindakan
g. Catat pada pelaporan tindakan/evaluasi
G. Media/Instrument
1. Alat dan bahan pengumpulan data
a. Rekam medis pasien
b. Format evaluasi tindakan
2. Alat dan bahan pelaksanaan
a. Tidak ada
H. Prosedur
1. Rancangan solusi yang ditawarkan
Penulisan ini disusun menggunakan design studi kasus atau case
study. Case study adalah metode yang digunakan untuk memahami
individu yang dilakukan secara integrative dan menyeluruh, dengan
tujuaan didapatkannya pemahaman yang mendalam mengenai kondisi
individu tersebut beserta masalah yang dihadapinya, dengan tujuan untuk
menyelesaikan permasalahan dan memperoleh perkembangan diri yang
baik (Rahardjo & Gudnanto, 2010).
2. Teknik pengumpulan data
a. Teknik pengumpulan data dengan melakukan skrining pada pasien
langsung
b. Pasien yang masuk pada kriteria inklusi kemudian dimintakan
persetujuan untuk dilakukan tindakan atau intervensi relaksasi otot
progresif
c. Pasien mendapat penjelasan mengenai mekanisme dan tujuan
relaksasi otot progresif
d. Apabila pasien setuju kemudian dilakukan intervensi
e. Catat hasil atau evaluasi setelah dilakukan tindakan atau intervensi
3. Kriteria pasien
Populasi dalam studi kasus ini adalah pasien dengan nyeri, sedangkan
sampel yang digunakan adalah pasien nyeri yang memiliki masalah nyeri
akut dengan kriteria sebagai berikut :
a. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria yang apabila terpenuhi dapat
mengakibatkan calon objek menjadi objek penelitian. Kriteria inklusi
pada studi kasus ini adalah :
1) Pasien dengan orientasi baik
2) Pasien yang merasakan nyeri memiliki masalah nyeri akut
3) Pasien bersedia menjadi responden
b. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi dalam studi kasus ini adalah :
1) Pasien dengan penurunan kesadaran
2) Pasien yang mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi
I. Evidance Based Practice
P (Population) : Populasi yang diambil adalah pasien dengan nyeri
I (Intervemtiom) : Intervensi yang dilakukan yaitu teknik relaksasi otot
progresif
C (Comparasion) : Pada studi kasus ini tidak ada intervensi pembanding
O (Outcome) : Hasil yang diharapkan dalam studi kasus ini adalah
tercapainya penurunan nyeri serta nyeri hilang setelah diberikan intervensi.
J. Analisis Artikel
No Judul Peneliti Tahun Analisis
1 Efektifitas Iwayan 2016 P : pasien gastritis
penggunaan Supetran I : Teknik relaksasi otot
teknik relaksasi progresif
otot progresif C : tidak ada intervensi
dalam pembanding
menurunkan O : Teknik relaksasi otot
tingkat nyeri progresif efektif dalam
pasien gastritis di menurunkan tingkat nyeri
rumah sakit pasien gastritis dari skala
daerah madani sedang ke skala ringan
palu
2 Pengaruh Helena Fira, 2021 P : remaja putri
Relakasi Otot Apriza, Nila I : relaksasi otot progresif
Progresif Kusumawati C : tidak ada intervensi
Terhadap pembanding
Penurunan Skala O : teknik relaksasi otot
Nyeri Dismenore progresif efektif dalam
pada Remaja menurunkan skala nyeri
Putri di Desa pada remaja putri yang
Pulau Jambu mengalami desminore
Wilayah Kerja
Puskesmas Kuok

K. Evaluasi EBNP
Evaluasi yang akan dilakukan pada studi kasus ini adalah apakah Relaksasi
otot progresif yang diberikan dapat membantu mengatasi masalah pada pasien
sehingga dapat tercapainya nyeri berkurang bahkan menghilang.
L. Referensi
Jurnal 1 :
Supetran, Iwayan (2016) Efektifitas Penggunaan Teknik Relaksasi Otot
Progresif dalam Menurunkan Tingkat Nyeri Pasien Gastritis di Rumah Sakit
Daerah Madani Palu. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol. 6 No. 1: Juni 2016.
Jurnal 2 :
Fira, Helena, Apriza, Nila Kusumawati (2021) Pengaruh Relakasi Otot
Progresif Terhadap Penurunan Skala Nyeri Dismenore pada Remaja Putri di
Desa Pulau Jambu Wilayah Kerja Puskesmas Kuok. PROPETIF Jurnal
Kesehatan Masyarakat Vol. 5 No. 1: April 2021
BAB IV
LAPORAN KEGIATAN
A. Pelaksanaan Kegiatan
1. Implementasi EBNP
Evidence Based Practice yang akan diterapkan pada studi kasus ini
yaitu penerapan Teknik Relaksasi Otot Progresif untuk mengatsi
masalah nyeri akut pada pasien
a. Prosedur Pelaksanaan :
1) Tahap Awal
Memilih pasien untuk dijadikan responden berdasarkan kriteria
inklusi
2) Tahap Pelaksanaan
a) Pra Interaksi
- Mengecek program terapi
- Mencuci tangan
- Menyiapkan alat
b) Tahap Interaksi
Orientasi
- Mengucapkan salam terapeutik pada klien
- Memperkenalkan diri
- Melakukan evaluasi atau validasi kondisi klien saat ini
- Menjaga privasi klien
- Melakukan kontrak (waktu, tempat, dan topic) dengan
klien
Kerja
- Mengatur posisi yang nyaman bagi klien dengan posisi
setengah duudk di tempat tidur atau di kursi atau
dengan posisi lying position (posisi berbaring) ditempat
tidur atau di kursi dengan satu bantal.
- Kepalkan tangan denagn erat (5-10 detik) lalu
kendurkan (20-30 detik), ulangi gerakan ini sampai 8
kali
- Luruskan tangan dan tarik telapak tangan ke arah kita
(ke langit-langit) dalm 5-10 detik lalu rilekskan
kembali otot, ulangi gerakan sampai 8 kali
- Kepalakn kedua tangan dan angkat kedua bahu tahan 5-
10 detik, dilakukan 8 kali
- Kerutkan dahi dan alis sampai otot terasa tahan dalam
hitungan 5-10 detik lalu rileks kan, ulangi gerakan 8
kali
- Katupkan rahang dengan menggigit gigi
- Monyongkan bibir sehingga terasa tegang dimulut
- Letakkan tangan dibelakang kepala lalu dorong kepala
kebelakang
- Tundukkan kepala hingga menyentuh dagu
- Busungkan dada dan kencangkan perut, dengan tarik
nafas dalam melalui hidung(tahan 3 detik) nuang
melalui mulut
- Tegangkan otot kaki tidak lebih dari 5 detik untuk
menghindari kram, kemudian rilekskan
- Langkah terakhir, lakukan nafas dalam tarik nafas
melalui hidung tahan 3 detik lalu keluarkan perlahan
melalui mulut
Terminasi
- Evaluasi hasil : kemampuan pasien untuk melakukan
teknik ini
- Memberikan kesempatan pada pasien untuk
memberikan umpan balik dari terapi yang dilakukan
- Tindak lanjut : topic, waktu, tempat untuk kegiatan
selanjutnya
- Membereskan alat
- Mencuci tangan
- Mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan dan
memantau respon klien
2. prosedur Intervensi Keperawatan Mandiri Berdasarkan EBNP
a) Penulis mengumpulkan data pasien dengan nyeri akut
b) Penulis melakukan pengkajian pada pasien nyeri akut yang
mengalami nyeri
c) Penulis meminta persetujuan kepada pasien untuk dilakukan Teknik
relaksasi otot progresif dengan menjelaskan metode dan cara
pelaksanaan prosedur tersebut.
d) Melaksanakan intervensi
e) Melakukan penilaian apakah teknik nafas dalam yang dilakukan
dapat memenuhi kriteria hasil yaitu mengatasi nyeri yang dialami
pasien.
B. Faktor Pendukung
Faktor pendukung dari kegiatan ini adalah :
1. Tersedianya jurnal, media serta sarana dan prasarana untuk
melakukan implementasi keperawatan EBNP
2. Pasien yang kooperatif dan mau bekerjasama dalam implementasi
ini
C. Faktor Penghambat
Tidak ada faktor penghambat dalam berjalannya desain inovatif EBNP ini
dikarenakan kondisi klien dan lingkungan sekitar yang mendukung. Selain
itu, klien juga kooperatif sehingga dapat berjalan sesuai rencana
D. Evaluasi Kegiatan
Kegiatan aplikasi tindakan “Relaksasi Otot Progresif Terhadap
Intensitas Nyeri” dapat berjalan dengan baik sesuai rencana. Kondisi ruangan
dan pasien yang kooperatif menjadi salah satu keberhasilan dalam kegiatan ini.
Dari kegiatan tersebut dapat diperoleh hasil sebagai berikut :
No Identitas Diagnosa Waktu Implementasi Respon
1. Ny. S Nyeri 17 1. Identifikasi DS : Klien
lokasi, mengatakan
dengan akut b.d September
karakteristik, nyeri sudah
diagnose agen 2022 durasi, berkurang
frekuensi, setelah
medis penceder 12.30
kualitas, dilakukan
abdominal a WIB intensitas teknik
nyeri relaksasi otot
pain, fisiologis
2. Identifikasi progresif
berusia 32 (D.0077) respon nyeri P : nyeri
non verbal muncul/bert
tahun. Klien
3. Berikan ambah saat
dirawat di teknik non klien
farmakologi makan/minu
ruang
untuk m
Alamanda mengurangi Q : kram
rasa nyeri R : perut
RSUD Dr.
(relaksasi sampai
Gondo otot pinggang
progresif) S : skala
Suwarno
4. Jelaskan nyeri 2
Kabupaten penyebab, T : hilang
periode, dan timbul
Semarang.
pemicu nyeri DO :
Klien 5. Anjurkan Kesadaran
monitor composmenti
mengatakan
nyeri secara s,Wajah
Klien mandiri klien tampak
lebih segar,
mengatakan
Klien tampak
nyeri pada jarang
memegang
ulu hati dan
perutnya
perut TTV :
TD : 110/70
hingga
mmHg
menjalar ke N :
67x/menit
punggung P
S : 36,2
: saat makan SpO2 : 97 %
dan minum,
Q :
kenceng-
kenceng
seperti
kram, R :
ulu hati dan
perut bagian
kanan atas
sampai
pinggang, S
: skala nyeri
4, T : hilang
timbul

Hasil penerapan relaksasi otot progresif untuk mengatasi masalah nyeri


pada pasien di ruang Alamanda RSUD Dr. Gondo Suwarno Kabupaten
Semarang. Besar sampel yang digunakan dalam studi kasus ini sebanyak 1
pasien sesuai dengan criteria retriksi. Pasien ini diberikan intervensi
relaksasi otot progresif dan intervensi dilaksanakan selama satu hari.
Pengambilan data dilaksanakan selama rentang waktu satu hari. Tindakan
tersebut dilaksanakan pada tanggal 17 September 2022. Adapun hasilnya
sebagai berikut :
Responden :
Pasien Ny. S dengan diagnose Abdominal Pain, masuk rumah sakit pada
tanggal 15 September 2022. Pasien mendapat intervensi relaksasi otot
progresif. Setelah implementasi relaksasi otot progresif maka dilakukan
pengkajian ulang mengenai intensitas skala nyeri klien. Klien mengatakan
lebih rileks dan tampak jarang memegang area perutnya.
BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penerapan teknik relaksasi otot progresif yang telah


dilakukan, didapatkan bahwa teknik relaksasi otot progresif dapat
menurunkan skala nyeri.

B. Saran dan Rencana Tindak Lanjut

Disarankan kepada tenaga kesehatan untuk mensosialisasikan dan


mengajarkan teknik relaksasi otot progresif kepada pasien dengan
gangguan rasa aman nyaman (nyeri), juga membantu pasien dan keluarga
untuk melakukan teknik relaksasi otot progresif agar termotivasi
melaksanakan tindakan secara mandiri agar skala nyeri dapat menurun.
DAFTAR PUSTAKA

A Potter, & Perry, A. G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,


Proses, Dan Praktik, Edisi 4, Volume 2. Jakarta : EGC.

Afroh F., Judha M., & Sudarti. (2012). Teori Pengukuran Nyeri & Nyeri
Persalinan. Yogyakarta : Nuha Medika.

American Cancer Society. (2015). Breast Cancer Fact & Figure 2015-2016.
Atlanta : American Cancer Societ.

Astuti, A., Anggorowati, A., & Johan, A. (2017). Effect Of Progressive Muscular
Relaxation On Anxiety Levels In Patients With Chronic Kidney Disease
Undergoing Hemodialysis In The General Hospital Of Tugurejo Semarang,
Indonesia. Belitung Nursing Journal, 3(4), 383-389.

Baradero, dkk. (2008). Klien Gangguan Kardiovaskuler. Jakarta : EGC

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen


klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Edisi 8. Jakarta: Salemba Medika.

Brunner & Suddarth. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8.
Jakarta : EGC

Casasola., Leon O.A.de. (2010). Cancer Pain:Pharmacologi, Interventional, and


Plliative Approaches. Saunder Elsevier: New York

Davis, K dan Newstrom. (1995). Perilaku dalam Organisasi. Erlangga : Jakarta.

Fine, Burton & Passik.(2011). Transformation of Acute Cancer Pain to Chronic


Cancer Pain Syndromes. The Journal of Supportive Oncology. Hal 1-7

Herdman, T . H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi &


Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC.
Majid, Abdul, et al. (2011). Keperawatan Perioperatif. Edisi 1. Yogyakarta:
Goysen Publishing.

Nurdin, Suhartini. (2013), Pengaruh Tehnik Relaksasi Terhadap Intesitas Nyeri


pada Pasien Post Operasi Fraktur Di Ruang Irnina A BLU RSUP Prf Dr.
R.D Kandou Manado, ejournal keperawatan (e-Kp), 1(1).

Persalinan, Nuha Medika: YogyakartaPotter & Perry. ( 2005 ). Buku Ajar


fundamental Keperawatan : konsep, Proses, dan praktik. Edisi 4. Jakarta :
EGC.

A. Price, Sylvia. (2006). Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G. (2002). Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh
Agung Waluyo…(dkk). Jakarta : EGC.

Tamsuri A. (2007). Konsep Dan Penatalaksanaan Nyeri . Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai