Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN Ny. P.B DENGAN MASALAH GANGGUAN RASA AMAN DAN
NYAMAN (NYERI AKUT) DI RUANG BOUGENVILLE RSUD Mgr, Gabriel Manek
SVD ATAMBUA

OLEH

WENDELINA BUIK
223111120

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTASKESEHATAN
UNIVERSITAS CITRA BANGSA KUPANG
TAHUN AJARAN 2022/2023
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan ini telah disetujui pada

Hari/tanggal:

Oleh

Preceptor Akademika PreseptorKlinikal

(……………………..) (……………………)

Mengetahui
Kepala Ruangan

(…………………………………….)
BAB 1
KONSEP TEORI

1.1 Konsep Dasar Nyeri


1.1.1 Defenisi Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan pengalaman emosional yang tidak
menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial yang
dirasakan dalam kejadian dimana terjadi kerusakan jaringan tubuh (Wahyudi &
Abd.Wahid, 2016).
Perasaan nyeri pada setiap orang berbeda dalam hal skala maupun tingkatannya,
dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang
dialami (Aziz, 2009). Nyeri sangat penting sebagai proteksi tubuh apabila jaringan
sedang rusak atau tidak berfungsi dan menimbulnya reaksi individu untuk menghilangkan
nyeri. Anak menanggapi nyeri dengan respon yang berbeda sesuai usia ( Prasetyo, 2010).
1.1.2 Etiologi Nyeri
Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu penyebab yang
berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis. Secara fisik misalnya,
penyebab nyeri adalah trauma (baik trauma mekanik, termis, kimiawi, maupun elektrik),
neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah, dan lain-lain. Secara psikis,
penyebab nyeri dapat terjadi oleh karena adanya trauma psikologis (Asmadi, 2008).
1.1.3 Klasifikasi Nyeri
Menurut (Alimul & Musrifatul, 2013), klasifikasi nyeri dibagi menjadi 2, yakni :
1) Nyeri akut
Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak cepat menghilang, yang
tidak melebihi 6 bulan yang ditandai adanya peningkatan tegangan otot.
2) Nyeri kronis
Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbulnya secara perlahan-lahan, biasanya
berlangsung dalam waktu cukup lama lebih dari 6 bulan yang termasuk dalam kategori
ini adalah nyeri terminal, syndroma nyeri kronis, nyeri psikosomatik.
1.1.4 Pengukuran Intensitas Skala Nyeri
Menurut (Lyndon, 2013), intensitas nyeri dapat diukur dengan beberapa cara,
antara lain dengan menggunakan skala nyeri menurut hayward, skala nyeri menurut
McGill (McGill scale), dan skala wajah atau Wong-Baker FACES Rating Scale.
1) Skala nyeri Menurut Hayward
Pengukuran intensitas nyeri dengan menggunakan skala nyeri Hayward dilakukan
dengan meminta penderita untuk memilih salah satu bilangan (dari 0-10) yang
menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri yang ia rasakan.
Skala nyeri menurut Hayward dapat dilakukan sebagai berikut:
0 = tidak nyeri
1-3 = nyeri ringan
4-6 = nyei sedang
7-9 = sangat nyeri, tetapi masih dapat dikendalikan dengan aktivitas yang biasa
dilakukan 10 = sangat nyeri dan tidak bisa dikendalikan.
2) Skala nyeri Menurut McGill
Pengukuran intensitas nyeri dengan menggunakan skala nyeri McGill dilakukan
dengan meminta penderita penderita untuk memilih salah satu bilangan (dari 0-5) yang
menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri yang ia rasakan.
Skala nyeri menurut McGill dapat dilakukan sebagai berikut:
0 = tidak nyeri
1= nyeri ringan
2 = sedikit lebih nyeri
3 = lebih nyeri
4 = sangat nyeri
5 = nyeri sangat hebat
3) Skala wajah atau Wong-Baker FACES Rating Scale
Pengukuran intensitas nyeri dengan skala wajah dilakukan dengan cara
memerhatikan mimik wajah pasien pada saat nyeri tersebut menyerang. Cara ini
diterapkan pada pasien yang tidak dapat menyatakan intensitas nyerinya dengan skala
angka, misalnya anak-anak dan lansia.
1.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Menurut (Mubarak & Chatanin, 2013), ada beberapa faktor yang memengaruhi nyeri,
antara lain:
1) Etnik dan Nilai Budaya
Latar belakang etnik dan budaya merupakan faktor yang memengaruhi reaksi
terhadap nyeri dan ekspresi nyeri. Seperti, individu dari budaya tertentu cenderung
ekspresif dalam mengungkapkan nyeri, sedangkan individu dari budaya lain justru
lebih memilih menahan perasaan mereka dan tidak ingin merepotkan orang lain.
2) Tahap Perkembangan
Usia dan tahap perkembangan seseorang merupakan variabel penting yang akan
memengaruhi reaksi dan ekspresi terhadap nyeri. Dalam hal ini, anakanak
cenderung kurang mampu mengungkapkan nyeri yang mereka rasakan
dibandingakan orang dewasa, dan kondisi ini dapat menghambat penanganan nyeri
untuk mereka. Prevalensi nyeri pada individu lansia lebih tinggi karena penyakit
akut atau kronis yang mereka derita.
3) Lingkungan dan Individu Pendukung
Lingkungan yang asing, tingkat kebisingan yang tinggi, pencahayaan, dan aktivitas
yang tinggi di lingkungan tersebut dapat memperberat nyeri. Dukungan keluarga
dan orang terdekat menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi persepsi
nyeri individu.
4) Ansietas dan Stress
Ansietas sering kali menyertai peristiwa nyeri yang terjadi. Ancaman yang tidak
jelas asalnya dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau peristiwa di sekelilingnya
dapat memperberat persepsi nyeri.
1.1.6 Penatalaksanaan Nyeri
1) Penanganan Nyeri Farmakologis
a) Analgesik Narkotik
Analgesik narkotik terdiri dari berbagai derivate opium seperti morfin dan kodein.
Narkotik dapat memberikan efek penurunan nyeri dan kegembiraan karena obat ini
mengaktifkan penekan nyeri endogen pada susunan saraf pusat. Namun penggunaan
obat ini menimbulkan efek menekan pusat pernapasan di medulla batang otak
sehingga perlu pengkajian secara teratur terhadap perubahan dalam status
pernapasan jika menggunakan analgesik jenis ini (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).
b) Analgesik Non Narkotik
Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminofen, dan ibuprofen selain memiliki
efek anti nyeri juga memiliki efek anti inflamasi dan anti piretik. Obat golongan ini
menyebabkan penurunan nyeri dengan menghambat produksi prostalglandin dari
jaringan yang mengalami atau inflamasi. Efek samping yang paling umum terjadi
adalah gangguanpencernaan seperti adanya ulkus gaster dan perdarahan gaster
(Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).
2) Penanganan Nyeri Non Farmakologis
a) Distraksi
Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain nyeri, atau
dapat diartikan lain bahwa distraksi adalah suatu tindakan pengalihan perhatian
pasien ke hal-hal di luar nyeri. Dengan demikian, diharapkan pasien tidak terfokus
pada nyeri lagi dan dapat menurunkan kewaspadaan pasien terhadap nyeri bahkan
meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Distraksi diduga dapat menurunkan
presepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan
lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan distraksi
tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input
sensori selain nyeri.
b) Relaksasi
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari
ketegangan dan stres sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri.
Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi
lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan
perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapatdipertahankan dengan
menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi (“hirup, dua, tiga”)
dan ekhalasi (“hembuskan, dua, tiga”). Pada saat perawat mengajarkan ini, akan
sangat membantu bila menghitung dengan keras bersama pasien pada awalnya.
Napas yang lambat, berirama, juga dapat digunakan sebagai teknik distraksi.
Hampir semua orang dengan nyeri mendapatkan manfaat dari metode-metode
relaksasi. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan
keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri akut dan yang
meningkatkan nyeri (Andarmoyo, 2017).
BAB 2
KONSEP DASAR ASKEP

2.1 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Nyeri


2.1.1 Pengkajian
Pengkajian nyeri yang faktual dan tepat dibutuhkan untuk menetapkan data dasar,
menegakkan diagnosis keperawatan yang tepat, menyeleksi terapi yang cocok, dan
mengevaluasi respons klien terhadap terapi. Keuntungan pengkajian nyeri bagi klien
adalah nyeri dapat diidentifikasi, dikenali sebagai suatu yang nyata, dapat diukur, dan
dapat dijelaskan serta digunakan untuk mengevaluasi perawatan (Andarmoyo, 2017).
a) Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosis
medis.
b) Alasan masuk rumah sakit
Yaitu keluhan utama pasien saat masuk rumah sakit dan saat dikaji. Pasien mengeluh
nyeri, dilanjutkan dengan riwayat kesehatan sekarang, dan kesehatan sebelum
(Wahyudi & Wahid, 2016).
c) Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala disertai penurunan
tingkat kesadaran, salah satunya nyeri (Muttaqin, 2011).
d) Riwayat kesehatan sekarang
Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu lintas,
jatuh dari ketinggian, dan trauma langsung ke kepala. Pengkajian yang didapat
meliputi tingkat kesadaran menurun (GCS < 15), konklusi, muntah, takipnea/dispnea,
sakit kepala, wajah simetris/tidak, lemah, luka di kepala, paralisis, akumulasi sekret
pada saluran pernapasan, adanya liquor dari hidung dan telinga, serta kejang
(Muttaqin, 2011).
e) Riwayat kesehatan dahulu
Berisi pengalaman penyakit sebelumnya, apakah memberi pengaruh pada penyakit
yang diderita sekarang, riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, penggunaan obat-obatan antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-
obat adiktif, konsumsi alkohol berlebihan (Muttaqin, 2011).
f) Riwayat kesehatan keluarga
Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang menderita sakit yang sama
seperti klien, dikaji pula mengenaiadanya penyakit keturunan yang menular dalam
keluarga (Muttaqin, 2011).
g) Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai proses emosi
klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga
dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik
dalam keluarga maupun dalam masyarakat (Muttaqin, 2011).
h) Pengkajian nyeri
Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif. Data yang terkumpul secara
komprehensif dapat dijadikan sebagai acuan dalam menentukan manajemen nyeri
yang tepat.Menurut (Lyndon, 2013), pengkajian keperawatan pada masalah nyeri
secara umum mencakup lima hal, yaitu pemicu nyeri, kualitas nyeri, lokasi nyeri,
intensitas nyeri, dan waktu serangan. Cara mudah untuk mengingatnya adalah
dengan PQRST.
P = Provoking atau pemicu, yaitu faktor yang menimbulkan nyeri dan
memengaruhi gawat atau ringannya nyeri.
Q = Qualityatau kualitas nyeri, misalnya rasa tajam atau tumpul.
R = Region atau daerah/lokasi, yaitu, perjalanan ke daerah lain.
S = Severity atau keparahan, yaitu intensitas nyeri.
T = Time atau waktu, yaitu jangka waktu serangan dan frekuensi nyeri.
i) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara lengkap dan menyeluruh.
1) Ukur suhu tubuh, tekanan darah, nadi, serta tinggi dan berat badan pada
setiap pemeriksaan.
2) Amati seluruh tubuh pasien untuk melihat keberadaan lesi kulit,
hiperpigmentasi, ulserasi, tanda bekas tusukan jarum, perubahan warna dan
ada tidaknya oedema.
3) Lakukan pemeriksaan status mental untuk mengetahui orientasi pasien,
memori, komprehensi, kognisi dan emosi pasien terutama sebagai akibat dari
nyeri.
4) Pemeriksaan sendi selalu lakukan pemeriksaan di kedua sisi pasien apabila
kemungkinan untuk mendeteksi adanya asimetri. Lakukan palpasi untuk
mengetahui area spesifik dari nyeri.
5) Pemeriksaan sensorik, menggunakan diagram tubuh sebagai alat bantu
dalam menilai nyeri terutama untuk menentukan letak dan etiologi nyeri.
2.1.2 Diagnosa Keperawatan
Menurut SDKI 2016 diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada klien dengan
nyeri,yaitu:
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi, iskemia,
neoplasma), agen pencedera kimiawi (terbakar, bahan kimia iritan), agen
pencedera fisik (abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat,
prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan) ditandai dengan gejala dan
tanda mayor (subjektif: mengeluh nyeri), (objektif: tampak meringis, bersikap
protektif/waspada posisi menghindari nyeri, gelisah, frekuensi nadi meningkat,
sulit tidur. Gejala dan tanda minor (objektif: tekanan darah meningkat pola
napas berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri,
berfokus pada diri sendiri, diaforesis), kondisi klinis (kondisi pembedahan,
cedera traumatis, infeksi, sindrom koroner akut, glaukoma).
2) Nyeri kronis berhubungan dengan kondisi musculoskeletal kronis, kerusakan
sistem saraf, penekanan saraf, infiltrasi tumor, ketidakseimbangan
neurotransmitter, neuromodulator, dan reseptor, gangguan imunitas, gangguan
fungsi metabolik, riwayat posisi kerja statis, peningkatan IMT, kondisi paska
trauma, tekanan emosional, riwayat penganiniyaan, riwayat penyalahgunaan
obat/zat ditandai dengan gejala dan tanda mayor (subjektif: mengeluh nyeri,
merasa depresi), objektif (tampak meringis, gelisah, tidak mampu menuntaskan
aktivitas). Gejala dan tanda minor (subjektif: merasa takut mengalami cedera
berulang), (objektif: bersikap protektif, waspada, pola tidur berubah, anoreksia,
fokus menyempit, berfokus pada diri sendiri). Kondisi klinis (kondisi kronis,
infeksi, cedera medulla spinalis, kondisi pasca trauma, tumor)
3) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit, kurang
pengendalian situasional/lingkungan, ketidakadekuatan sumber daya, kurangnya
privasi, gangguan stimulus lingkungan, efek samping terapi, gangguan adaptasi
kehamilan ditandai dengan gejala dan tanda mayor (subjektif: mengeluh tidak
nyaman), (objektif: gelisah). Gejala dan tanda minor (subjektif: mengeluh sulit
tidur, tidak mampu rileks, mengeluh kedinginan/kepanasan, merasa gatal,
mengeluh mual, mengeluh lelah), (objektif: menunggu gejala distress, tampak
merintih/ menangis, pola eliminasi berubah, postur tubuh berubah, iritabilitas).
Kondisi kronis (penyakit kronis, keganasan, distress psikologis, kehamilan).
2.1.3 Intervensi/ Perencanaan Keperawatan
Tujuan dari rencana tindakan untuk mengatasi nyeri antara lain:
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
Nyeri akut berhubungan Goal: Label SIKI 1 dan 2:
dengan agen pencedera Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
fisiologis (inflamasi, iskemia, keperawatan diharapkan Tindakan: Observasi
neoplasma), agen pencedera masalah nyeri bisa diatasi. 1) Identifikasi lokasi,
kimiawi (terbakar, bahan Objektif: karateristik, durasi,
kimia iritan), agen pencedera Selama dalam masa frekuensi, kualitas,
fisik (abses, amputasi, perawatan diharapkan pasien intensitas nyeri
terbakar, terpotong, dapat terbebas dari agen 2) Identifikasi skala nyeri
mengangkat berat, prosedur pencedera fisiologis 3) Identifikasi nyeri non
operasi, trauma, latihan fisik (inflamasi, iskemia, verbal
berlebihan) ditandai dengan neoplasma), agen pencedera 4) Identifikasi faktor yang
gejala dan tanda mayor kimiawi (terbakar, bahan memperberat dan
(subjektif: mengeluh nyeri), kimia iritan), agen pencedera memperingan nyeri
(objektif: tampak meringis, fisik (abses, amputasi, 5) Identifikasi pengetahuan
bersikap protektif/waspada terbakar, terpotong, dan keyakinan tentang
posisi menghindari nyeri, mengangkat berat, prosedur nyeri
gelisah, frekuensi nadi operasi, trauma, latihan fisik 6) Identifikasi pengaruh
meningkat, sulit tidur. Gejala berlebihan). budaya terhadap respon
dan tanda minor (objektif: Outcomes: nyeri
tekanan darah meningkat pola Setelah dilakukan tindakan 7) Identifikasi pengaruh
napas berubah, nafsu makan keperawatan selama 1x24jam, nyeri pada kualitas hidup
berubah, proses berpikir klien akan menunjukkan: 8) Monitor keberhasilan
terganggu, menarik diri, Label SLKI 1: Tingkat Nyeri terapi komplementer yang
berfokus pada diri sendiri, 1)Kemampuan menuntaskan sudah diberikan
diaforesis), kondisi klinis aktifitas monitor efek samping
(kondisi pembedahan, cedera 2)Keluhan nyeri penggunan analgesik
traumatis, infeksi, sindrom 3)Meringis Terapeutik:
koroner akut, glaukoma). 4)Sikap protektif 1) Berikan teknik
5)Gelisah nonfarmakologis untuk
6)Kesulitan tidur mengurangi rasa nyeri
7)Menarik diri 2) Kontrol lingkungan yang
8)Berfokus pada diri sendiri memperberat rasa nyeri
9)Diaforesis 3) Fasilitasi istirahat dan
10) Perasaan depresi tidur
(tertekan) 4) Pertimbangkan jenis dan
11) Perasaan takut sumber nyeri dalam
mengalami cedera berulang pemilihan strategi
12) Anoreksia meredakan nyeri
13) Perineum terasa tertekan Edukasi:
14) Uterus teraba membulat 1) Jelaskan penyebab,
15) Ketegangan otot periode, dan pemicu nyeri
16) Pupil dilatasi 2) Jelaskan strategi
17) MuntahMual meredakan nyeri
18) Frekuensi napas 3) Anjurkan monitor nyeri
19) Pola napas secara mandiri
20) Tekanan darah 4) Anjurkan menggunakan
21) Proses berpikir analgetik secara tepat
22) Fokus 5) Anjurkan teknik
23) Fungsi berkemih nonfarmakologis untuk
24) Perilaku mengurangin rasa nyeri
25) Nafsu makan Kolaborasi:
26) Pola tidur 1) Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu.
Nyeri kronis berhubungan Goal: Intervensi yang digunakan
dengan kondisi Setelah dilakukan tindakan pada diagnosa nyeri kronis
musculoskeletal kronis, keperawatan diharapkan mengacu sama halnyadengan
kerusakan sistem saraf, masalah nyeri kronis bias intervensi pada diagnosa
penekanan saraf, infiltrasi diatasi. nyeri akut.
tumor, ketidakseimbangan Objektif:
neurotransmitter, Selama dalam masa
neuromodulator, dan reseptor, perawatan diharapkan pasien
gangguan imunitas, gangguan dapat terbebas dari kondisi
fungsi metabolik, riwayat musculoskeletal kronis,
posisi kerja statis, kerusakan sistem saraf,
peningkatan IMT, kondisi penekanan saraf, infiltrasi
paska trauma, tekanan tumor, ketidakseimbangan
emosional, riwayat neurotransmitter,
penganiniyaan, riwayat neuromodulator, dan reseptor,
penyalahgunaan obat/zat gangguan imunitas, gangguan
ditandai dengan gejala dan fungsi metabolik, riwayat
tanda mayor (subjektif: posisi kerja statis,
mengeluh nyeri, merasa peningkatan IMT, kondisi
depresi), objektif (tampak paska trauma, tekanan
meringis, gelisah, tidak emosional, riwayat
mampu menuntaskan penganiniyaan, riwayat
aktivitas). Gejala dan tanda penyalahgunaan obat/zat
minor (subjektif: merasa yang dirasakan.
takut mengalami cedera Outcomes:
berulang), (objektif: bersikap Setelah dilakukan tindakan
protektif, waspada, pola tidur keperawatan selama 1x24jam,
berubah, anoreksia, fokus klien akan menunjukkan:
menyempit, berfokus pada Label SLKI 1 dapat dilihat
diri sendiri). Kondisi klinis kembali seperti yang tertera
(kondisi kronis, infeksi, pada SLKI dengan diagnose
cedera medulla spinalis, nyeri akut.
kondisi pasca trauma, tumor)

Gangguan rasa nyaman Goal: Intervensi yang digunakan


berhubungan dengan gejala Setelah dilakukan tindakan pada diagnosa gangguan rasa
penyakit, kurang keperawatan diharapkan nyaman juga mengacu sama
pengendalian masalah gangguan rasa halnya dengan intervensi
situasional/lingkungan, nyaman bisa diatasi. pada diagnosa nyeri akut dan
ketidakadekuatan sumber Objektif: nyeri kronis.
daya, kurangnya privasi, Selama dalam masa
gangguan stimulus perawatan diharapkan pasien
lingkungan, efek samping dapat terbebas dari gejala
terapi, gangguan adaptasi penyakit, kurang
kehamilan ditandai dengan pengendalian
gejala dan tanda mayor situasional/lingkungan,
(subjektif: mengeluh tidak ketidakadekuatan sumber
nyaman), (objektif: gelisah). daya, kurangnya privasi,
Gejala dan tanda minor gangguan stimulus
(subjektif: mengeluh sulit lingkungan, efek samping
tidur, tidak mampu rileks, terapi, gangguan adaptasi
mengeluh kehamilan yang dirasakan.
kedinginan/kepanasan, Outcomes:
merasa gatal, mengeluh mual, Setelah dilakukan tindakan
mengeluh lelah), (objektif: keperawatan selama 1x24jam,
menunggu gejala distress, klien akan menunjukkan:
tampak merintih/ menangis, Label SLKI 1: Status
pola eliminasi berubah, Kenyamanan
postur tubuh berubah, 1) Kesejahteraan fisik
iritabilitas). Kondisi kronis 2) Kesejahteraan psikologis
(penyakit kronis, keganasan, 3) Dukungan sosial dari
distress psikologis, keluarga
kehamilan). 4) Dukungan sosial dari teman
5) Perawatan sesuai
keyakinan budaya
6) Perawatan sesuai
kebutuhan
7) Kebebasan melakukan
kebutuhan
8) Rileks
9) Keluhan tidak nyaman
10) Gelisah
11) Kebisingan keluhan sulit
tidur
12) Keluhan kedinginan
13) Keluhan kepanasan
14) Gatal
15) Mual
16) Lelah
17) Merintih
18) Menangis
19) Iritabilitas
20) Menyalahkan diri sendiri
21) Konfusi
22) Konsumsi alkohol
23) Penggunaan zat
24) Percobaan bunuh diri
25) Memori masa lalu
26) Suhu ruangan
27) Pola eliminasi
28) Postur tubuh
29) Kewaspadaan
30) Pola hidup
31) Pola tidur
2.1.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan komponen dari proses keperawatan yang
merupakan kategori dari perilaku keperawatan di mana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan
diselesaikan. Pengertian tersebut menekankan bahwa implementasi adalah melakukan
atau menyelesaikan suatu tindakan yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Terdapat berbagai tindakan yang bisa dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri.
Implementasi disini mengacu pada buku Standar Luaran Keperawatan Indonesia (2018).
2.1.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah tahapan terakhir dari proses keperawatan untuk
mengukur respons klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien ke arah
pencapaian tujuan.
Evaluasi keperawatan terhadap pasien dengan masalah nyeri dilakukan dengan
menilai kemampuan dalam merespons rangsangan nyeri, yang mengacu pada buku
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (2018).
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, H. Aziz (2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses keperawatan, Aplikasi
Konsep dan Proses Keperawatan.Jakarta: EGC

Mubarak, Iqbal, Wahit. 2013. Buku ajar : Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC

Nugroho Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan. Edisi 1. Yogyakarta: Nuha Medika.

Prasetyo, sigit (2010) Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Graha Ilmu

Saputra, Lyndon. 2013. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Binarupa Aksara

Anda mungkin juga menyukai