Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN “Tn.

R” DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN


KEBUTUHAN RASA NYAMAN: NYERI DI RUANG INTERNA RINRA
SAYANG 1 RSUD HAJI MAKASSAR

DISUSUN OLEH:

Zulfi PujiSriastuti (2104045)


SuwarniSyam (2104039)
Nur Syahraeny Ramli (2104018)
SyahrulSyam (2104052)
Dian Wahyuningsih (2104047)
Sry Wahyuni Mansur (2104037)
Nurwahida (2104020)
Reni Anggriawan (2104050)

CI INSTITUSI CI LAHAN

( ) ( )

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN

STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR

PROFESI NERS

2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP KEBUTUHAN DASAR RASA NYAMAN: NYERI


1. Definisi Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan pengalaman emosional yang tidak
menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial yang
dirasakan dalam kejadian dimana terjadi kerusakan jaringan tubuh (Wahyudi et al.,
2016).
Nyeri merupakan respon yang bersifat subyektif tentang adanya stressor fisik dan
psikologis. Nyeri merupakan perasaan tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya
orang yang mengalaminya yang dapay menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut
(Saputra, 2013).
Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidakmenyenangkan
sebagai akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial, yang menyakitkan
tubuh serta diungkapkan oleh individu yang mengalaminya. Ketika suatu jaringan
mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan–bahan yang dapat
menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin,
prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier et al,
2009).
Kenyamanan atau rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang
meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan
transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri). Kenyamanan
harus dipandang secara holistik yang mencakup empat aspek yaitu: 1. Fisik,
berhubungan dengan sensasi tubuh. 2. Sosial, berhubungan dengan hubungan
interpersonal, keluarga, dan sosial. 3. Psikososial, berhubungan dengan kewaspadaan
internal dalam diri sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan. 4.
Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia seperti
cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya (Wahyudi & Abd.Wahid,
2016).
2. Klasifikasi Nyeri
Menurut Alimul et al., (2013) klasifikasi nyeri dibagi menjadi dua, yakni:
a. Nyeri akut
Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak cepat menghilang,
yang tidak melebihi 6 bulan yang ditandai adanya peningkatan tegangan otot.
b. Nyeri kronik
Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbulnya secara perlahan-lahan, biasanya
berlangsung dalam waktu cukup lama lebih dari 6 bulan yang termasuk dalam
kategori ini adalah nyeri terminal, syndroma nyeri kronis, nyeri psikosomatik.
3. Pengukuran Intensitas Nyeri
Menurut Lyndon Saputra (2013), intensitas nyeri dapat dikukur dengan beberapa
cara, antara lain dengan menggunakan skala nyeri menurut hayward, skala nyeri menurut
McGill (McGill scale), dan skala wajah atau Wong-Baker FACES Rating Scale.
a. Skala nyeri Menurut Hayward
Pengukuran intensitas nyeri dengan menggunakan skala nyeri Hayward
dilakukan dengan meminta penderita untuk memilih salah satu bilangan (dari 0-10)
yang menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri yang ia rasakan. Skala
nyeri menurut Hayward dapat dilakukan sebagai berikut:
0 : tidak nyeri
1-3: nyeri ringan
4-6: nyeri sedang
7-9: nyeri berat, tetapi masih dapat dikendalikan dengan aktivitas yang biasa
dilakukan
10 : sangat nyeri dan tidak bisa dikendalikan
b. Skala nyeri Menurut McGill
Pengukuran intensitas nyeri dengan menggunakan skala nyeri McGill
dilakukan dengan meminta penderita penderita untuk memilih salah satu bilangan
(dari 0-5) yang menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri yang ia
rasakan. Skala nyeri menurut McGill dapat dilakukan sebagai berikut:
0: tidak nyeri
1: nyeri ringan
2: nyeri sedang
3: nyeri berat atau parah
4: nyeri sangat berat
5: nyeri berat
c. Skala wajah atau Wong-Baker FACES Rating Scale
Pengukuran intensitas nyeri dengan skala wajah dilakukan dengan cara
memerhatikan mimik wajah pasien pada saat nyeri tersebut menyerang. Cara ini
diterapkan pada pasien yang tidak dapat menyatakan intensitas nyerinya dengan
skala angka, misalnya anak-anak dan lansia.
4. Faktor yang Memengaruhi Nyeri
Menurut Mubarak et al., (2013), ada beberapa faktor yang memengaruhi nyeri,
antara lain:
a. Etnik Dan Nilai Budaya
Latar belakang etnik dan budaya merupakan faktor yang memengaruhi reaksi
terhadap nyeri dan ekspresi nyeri. Seperti, individu dari budaya tertentu cenderung
ekspresif dalam mengungkapkan nyeri, sedangkan individu dari budaya lain justru
lebih memilih menahan perasaan mereka dan tidak ingin merepotkan orang lain.
b. Tahap perkembangan
Usia dan tahap perkembangan seseorang merupakan variabel penting yang
akan memengaruhi reaksi dan ekspresi terhadap nyeri. Dalam hal ini, anakanak
cenderung kurang mampu mengungkapkan nyeri yang mereka rasakan
dibandingakan orang dewasa, dan kondisi ini dapat menghambat penanganan nyeri
untuk mereka. Prevalensi nyeri pada individu lansia lebih tinggi karena penyakit akut
atau kronis yang mereka derita.
c. Lingkungan dan individu pendukung
Lingkungan yang asing, tingkat kebisingan yang tinggi, pencahayaan, dan
aktivitas yang tinggi di lingkungan tersebut dapat memperberat nyeri. Dukungan
keluarga dan orang terdekat menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi
persepsi nyeri individu.
d. Ansietas dan stres
Ansietas sering kali menyertai peristiwa nyeri yang terjadi. Ancaman yang
tidak jelas asalnya dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau peristiwa di
sekelilingnya dapat memperberat persepsi nyeri.
5. Fisiologi Nyeri
Terdapat tiga komponen fisiologis dalam nyeri yaitu resepsi, presepsi, dan relaksi.
Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut
nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan
akhirnya sampai di dalam masa berwarna abu-abu di medula spinalis. Terdapat pesan
nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga
tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral, maka otak
menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan
pengetahuan yang dimiliki serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersiapkan nyeri
(Wahyudi et al., 2016).
6. Respons Terhadap Nyeri
Menurut Wahyudi et al., (2016) reaksi terhadap nyeri terdiri atas respons
fisiologis, psikologis, dan perilaku yang terjadi setelah mempresepsikan nyeri.
a. Reaksi fisiologis
Pada saat impuls nyeri naik ke medula spinalis menuju ke batang otak dan
talamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respons stres.
Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial
menimbulkan reaksi “flight-ataufight”, yang merupakan sindrom adaptasi umum.
Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf otonom menghasilkan respons
fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus-menerus secara tipikal akan melibatkan
organ-organ viseral, sistem saraf parasimpatis menghasilkan suatu aksi. Respons
fisiologis terhadap nyeri sangat membahayakan individu. Kecuali pada kasus-kasus
nyeri berat yang menyebabkan individu mengalami syok, kebanyakan individu
mencapai tingkat adaptasi, yaitu tanda-tanda fisik kembali normal. Dengan demikian
klien yang mengalami nyeri tidak akan selalu memperlihatkan tanda-tanda fisik.
b. Reaksi psikologis
Respons psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien tentang nyeri.
Klien yang mengartikan nyeri sebagai sesuatu yang “negatif” cenderung memiliki
suasana hati sedih, berduka, ketidakberdayaan, dan dapat berbalik menjadi rasa
marah atau frustasi. Sebaliknya, bagi klien yang memiliki presepsi yang “positif”
cenderung menerima nyeri yang dialaminya.
c. Respons perilaku
Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri. Gerakan tubuh yang khas dan
ekspresi wajah yang mengindikasikan nyeri dapat ditunjukkan oleh pasien sebagai
respons perilaku terhadap nyeri. Respons tersebut seperti: menkerutkan dahi, gelisah,
memalingkan wajah ketika diajak bicara.
7. Efek yang Ditimbulkan oleh Nyeri
Nyeri merupakan kejadian ketidaknyamanan yang dalam perkembangannya akan
mempengaruhi berbagai komponen dalam tubuh. Efek nyeri dapat berpengaruh terhadap
fisik, perilaku, dan pengaruhnya pada aktivitas sehari-hari (Andarmoyo, 2017).
a. Tanda dan gejala
Tanda fisiologis dapat menunjukkan nyeri pada klien yang berupaya untuk
tidak mengeluh atau mengakui ketidaknyamanan. Sangat penting untuk
mengobservasi keterlibatan saraf otonom. Saat awitan nyeri akut, denyut jantung,
tekanan darah, dan frekuensi pernapasan meningkat (Wahyudi et al., 2016).
b. Efek fisik
1) Nyeri akut
Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai efek
yang membahayakan diluar ketidaknyamanan yang disebabkannya. Selain
merasakan ketidaknyamanan dan mengganggu, nyeri akut yang tidak kunjung
mereda dapat memengaruhi sistem pulmonary, kardiovaskuler, gastrointestinal,
endokrin, dan imunologik (Andarmoyo, 2017).
2) Nyeri kronis
Seperti halnya nyeri akut, nyeri kronis juga mempunyai efek negatif dan
merugikan. Supresi atau penekanan yang terlalu lama pada fungsi imun yang
berkaitan dengan nyeri kronis dapat meningkatkan pertumbuhan tumor
(Andarmoyo, 2017).
3) Efek perilaku
Pasien yang mengalami nyeri menunjukkan ekspresi wajah dan gerakan
tubuh yang khas dan berespons secara vokal serta mengalami kerusakan dalam
interaksi sosial. Pasien seringkali meringis, mengernyitkan dahi, menggigit bibir,
gelisah, imobilisasi, mengalami ketegangan otot, melakukan gerakan melindungi
bagian tubuh sampai dengan menghindari percakapan, menghindari kontak sosial
dan hanya fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri (Wahyudi et al., 2016).

4) Pengaruh pada aktivitas sehari-hari


Pasien mengalami nyeri setiap hari kurang mampu berpartisipasi dalam
aktivitas rutin, seperti mengalami kesulitan dalam melakukan tindakan higiene
normal dan dapat mengganggu aktivitas sosial dan hubungan seksual (Wahyudi
et al., 2016).
8. Penanganan Nyeri
a. Penanganan nyeri farmakologis
1) Analgesik narkotik
Analgesik narkotik terdiri dari berbagai derivate opium seperti morfin dan
kodein. Narkotik dapat memberikan efek penurunan nyeri dan kegembiraan
karena obat ini mengaktifkan penekan nyeri endogen pada susunan saraf pusat.
Namun penggunaan obat ini menimbulkan efek menekan pusat pernapasan di
medulla batang otak sehingga perlu pengkajian secara teratur terhadap perubahan
dalam status pernapasan jika menggunakan analgesik jenis ini (Wahyudi et al.,
2016).
2) Analgesik non narkotik
Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminofen, dan ibuprofen selain
memiliki efek anti nyeri juga memiliki efek anti inflamasi dan anti piretik. Obat
golongan ini menyebabkan penurunan nyeri dengan menghambat produksi
prostalglandin dari jaringan yang mengalami atau inflamasi. Efek samping yang
paling umum terjadi adalah gangguan pencernaan seperti adanya ulkus gaster dan
perdarahan gaster (Wahyudi et al., 2016).
b. Penanganan nyeri non farmakologis
1) Distraksi
Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain nyeri,
atau dapat diartikan lain bahwa distraksi adalah suatu tindakan pengalihan
perhatian pasien ke hal-hal di luar nyeri. Dengan demikian, diharapkan pasien
tidak terfokus pada nyeri lagi dan dapat menurunkan kewaspadaan pasien
terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Distraksi diduga
dapat menurunkan presepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden,
yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak.
Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan
membangkitkan input sensori selain nyeri. Berikut jenis-jenis teknik distraksi:
a) Distraksi visual/penglihatan
Yaitu pengalihan perhatian selain nyeri yang diarahkan ke dalam tindakan-
tindakan visual atau melalui pengamatan.
b) Distraksi audio/pendengaran
Yaitu pengalihan perhatian selain nyeri yang diarahkan ke dalam tindakan
melalui organ pendengaran.
c) Distraksi intelektual
Yaitu pengalihan perhatian selain nyeri yang dialihkan ke dalam tindakan-
tindakan dengan menggunakan daya intelektual yang pasien miliki
(Andarmoyo, 2017).
2) Relaksasi
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari
ketegangan dan stres sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri.
Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi
lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan
perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan
menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi (“hirup, dua, tiga”)
dan ekhalasi (“hembuskan, dua, tiga”). Pada saat perawat mengajarkan ini, akan
sangat membantu bila menghitung dengan keras bersama pasien pada awalnya.
Napas yang lambat, berirama, juga dapat digunakan sebagai teknik distraksi.
Hampir semua orang dengan nyeri mendapatkan manfaat dari metode-metode
relaksasi. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan
keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri akut dan yang
meningkatkan nyeri (Andarmoyo, 2017).
3) Imajinasi terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam
suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu.
Tindakan ini membutuhkan konsentrasi yang cukup. Upayakan kondisi
lingkungan klien mendukung untuk tindakan ini. Kegaduhan, kebisingan, bau
menyengat, atau cahaya yang sangat terang perlu dipertimbangkan agar tidak
mengganggu klien untuk berkonsentrasi. Beberapa klien lebih rileks dengan cara
menutup matanya (Andarmoyo, 2017).

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian nyeri yang faktual dan tepat dibutuhkan untuk menetapkan data dasar,
menegakkan diagnosis keperawatan yang tepat, menyeleksi terapi yang cocok, dan
mengevaluasi respons klien terhadap terapi. Keuntungan pengkajian nyeri bagi klien
adalah nyeri dapat diidentifikasi, dikenali sebagai suatu yang nyata, dapat diukur, dan
dapat dijelaskan serta digunakan untuk mengevaluasi perawatan (Andarmoyo, 2017).
a. Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosis
medis.
b. Alasan masuk rumah sakit
Yaitu keluhan utama pasien saat masuk rumah sakit dan saat dikaji. Pasien mengeluh
nyeri, dilanjutkan dengan riwayat kesehatan sekarang, dan kesehatan sebelum
(Wahyudi et al., 2016).
c. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala disertai penurunan
tingkat kesadaran, salah satunya nyeri (Muttaqin, 2011).
d. Riwayat kesehatan sekarang
Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu lintas,
jatuh dari ketinggian, dan trauma langsung ke kepala. Pengkajian yang didapat
meliputi tingkat kesadaran menurun (GCS < 15), konklusi, muntah,
takipnea/dispnea, sakit kepala, wajah simetris/tidak, lemah, luka di kepala, paralisis,
akumulasi sekret pada saluran pernapasan, adanya liquor dari hidung dan telinga,
serta kejang (Muttaqin, 2011).
e. Riwayat kesehatan dahulu
Berisi pengalaman penyakit sebelumnya, apakah memberi pengaruh pada penyakit
yang diderita sekarang, riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, penggunaan obat-obatan antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-
obat adiktif, konsumsi alkohol berlebihan (Muttaqin, 2011).
f. Riwayat kesehatan keluarga
Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang menderita sakit yang sama
seperti klien, dikaji pula mengenai adanya penyakit keturunan yang menular dalam
keluarga (Muttaqin, 2011).
g. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai proses emosi
klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga
dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik
dalam keluarga maupun dalam masyarakat (Muttaqin, 2011).
h. Pengkajian nyeri
Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif. Data yang terkumpul secara
komprehensif dapat dijadikan sebagai acuan dalam menentukan manajemen nyeri
yang tepat.
Tabel Komponen Pengkajian Nyeri JCAHO

1. Faktor pencetus atau penyebab


2. Faktor yang meringankan: teknik
atau keadaan yang dapat
P (Provoking incident) menurunkan nyeri
3. Faktor yang memperberat: teknik
atau keadaan yang dapat
meningkatkan nyeri
Q (Quality/quantity) Deskripsi nyeri yang dirasakan
seseorang, karakteristik nyeri.

Regio yang mengalami nyeri, dapat


R (Region/relief)
ditunjukkan dengan gambar.

Kekuatan dari nyeri dengan


S (Severity)
menggunakan skala nyeri.

Waktu timbul nyeri, periode (durasi)


T (Time)
nyeri dirasakan.

Penatalaksanaan yang digunakan untuk


Penatalaksanaan nyeri saat ini mengontrol nyeri, hasil, dan
keefektifan.

Riwayat penatalaksanaan nyeri Riwayat penatalaksanaan nyeri, baik


sebelumnya intervensi medis maupun nonmedis.

Perubahan gaya hidup seperti tidur,


Dampak nyeri
nutrisi, dan sebagainya.

Harapan tentang tingkat nyeri, toleransi,


Tujuan mengontrol nyeri
dan pemulihan

Sumber: Zakiyah (2015)

i. Riwayat nyeri
Saat mengkaji nyeri, perawat harus memberikan pasien kesempatan untuk
mengungkapkan cara pandang mereka terhadap nyeri dan situasi tersebut dengan
cara atau kata-kata mereka sendiri. Langkah ini akan membantu perawat memahami
makna nyeri pada pasien, pengkajian riwayat nyeri meliputi beberapa aspek, antara
lain:
1) Lokasi: untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, perawat bisa memberikan
bantuan dengan gambar tubuh untuk pasien agar bisa menandai bagian mana
yang dirasakan nyeri.
2) Intensitas nyeri: cara menentukan intensitas nyeri pasien, biasanya paling banyak
menggunakan skala nyeri biasanya dalam rentang 0-5 atau 0-10. Angka „0‟
menandakan tidak adanya nyeri dan angka tertinggi adalah nyeri „terhebat‟ yang
dirasakan pasien.
3) Kualitas nyeri: terkadang nyeri yang dirasakan bisa seperti, tertusuk-tusuk, teriris
benda tajam, disetrum dan rasa terbakar. Perawat dapat mencatat kata-kata yang
digunakan pasien dalam menggambarkan nyerinya.
4) Pola: pola nyeri meliputi, waktu, durasi, dan kekambuhan interval nyeri. Maka,
perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri berlangsung,
apakah nyeri berulang, dan kapan nyeri terakhir kali muncul.
5) Faktor presipitasi: terkadang, aktivitas tertentu dapat memicu munculnya nyeri.
Seperti, aktivitas berlebih yang mengkibatkan timbulnya nyeri dada, selain itu
faktor lingkungan, suhu lingkungan dapat berpengaruh terhadap nyeri, stresor
fisik dan emosional juga dapat memicu munculnya nyeri.
6) Gejala yang menyertai: nyeri juga bisa menimbulkan gejala yang menyertai,
seperti mual, muntah, dan pusing.
7) Pengaruh pada aktivitas sehari-hari: dengan mengetahui sejauh mana nyeri
mempengaruhi aktivitas harian pasien akan membantu perawat dalam memahami
prespektif pasien tentang nyeri. Beberapa aspek kehidupan yang perlu dikaji
terkait nyeri, yaitu pola tidur, nafsu makan, konsentrasi, pekerjaan dan aktivitas
diwaktu senggang.
8) Sumber koping: setiap individu memiliki strategi koping berbeda-beda dalam
menghadapi nyeri. Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh pengalaman nyeri
sebelumnya, atau pengaruh agama dan budaya.
9) Respon afektif: respon afektif pasien terhadap nyeri bervariasi, bergantung pada
situasi, derjat dan durasi nyeri, dan faktor lainnya. Perawat perlu mengkaji
adanya perasaan ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan gagal pada diri
pasien (Mubarak & Chayatin, 2008).
j. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara lengkap dan menyeluruh.
1) Ukur suhu tubuh, tekanan darah, nadi, serta tinggi dan berat badan pada setiap
pemeriksaan.
2) Amati seluruh tubuh pasien untuk melihat keberadaan lesi kulit, hiperpigmentasi,
ulserasi, tanda bekas tusukan jarum, perubahan warna dan ada tidaknya oedema.
3) Lakukan pemeriksaan status mental untuk mengetahui orientasi pasien, memori,
komprehensi, kognisi dan emosi pasien terutama sebagai akibat dari nyeri.
4) Pemeriksaan sendi selalu lakukan pemeriksaan di kedua sisi pasien apabila
kemungkinan untuk mendeteksi adanya asimetri. Lakukan palpasi untuk
mengetahui area spesifik dari nyeri.
5) Pemeriksaan sensorik, menggunakan diagram tubuh sebagai alat bantu dalam
menilai nyeri terutama untuk menentukan letak dan etiologi nyeri.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut SDKI (2016), diagnosa keperawatan yang muncul berhubungan dengan
gangguan rasa nyaman nyeri adalah:
a. Nyeri akut
 Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
 Penyebab:
1) Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia, neoplasma)
2) Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)
3) Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur bedah, trauma, latihan fisik berlebihan)
 Gejala dan tanda mayor
1) Subjektif
a) Mengeluh nyeri
2) Objektif
a) Tampak meringis
b) Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri)
c) Gelisah
d) Frekuensi nadi meningkat
e) Sulit tidur
 Gejala dan tanda minor
1) Subjektif
(tidak tersedia)
2) Objektif
a) Tekanan darah meningkat
b) Pola napas berubah
c) Nafsu makan berubah
d) Proses berpikir terganggu
e) Menarik diri
f) Berfokus pada diri sendiri
g) Diaphoresis
 Kondisi klinis terkait
1) Kondisi pembedahan
2) Cedera traumatis
3) Infeksi
4) Sindrom coroner akut
5) Glaucoma
b. Nyeri kronis
 Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat dan konstan, yang berlangsung lebih dari 3
bulan.
 Penyebab
1) Kondisi musculoskeletal kronis
2) Kerusakan sistem saraf
3) Penekanan saraf
4) Infiltrasi tumor
5) Ketidakseimbangan neurotransmitter, neuromodulator, dan reseptor
6) Gangguan imunitas (mis. neuropati terkait HIV, virus varicella-zoster)
7) Gangguan fungsi metabolic
8) Riwayat kerja statis
9) Peningkatan indeks massa tubuh
10) Kondisi pasca trauma
11) Tekanan emosional
12) Riwayat penganiyaan (mis. fisik, psikologis, seksual)
13) Riwayat penyalahgunaan obat/zat
 Gejala dan tanda mayor
1) Subjektif
a) Mengeluh nyeri
b) Merasa depresi (tertekan)
2) Objektif
a) Tampak meringis
b) Gelisah
c) Tidak mampu menuntaskan aktivitas
 Gejala dan tanda minor
1) Subjektif
a) Merasa takut mengalami cedera berulang
2) Objektif
a) Bersikap protektif (mis. posisi menghindari nyeri)
b) Waspada
c) Pola tdiur berubah
d) Anoreksia
e) Focus menyempit
f) Berfokus pada diri sendiri
 Kondisi klinis terkait
1) Kondisi kronis (mis. arthritis rheumatoid)
2) Infeksi
3) Cedera medulla spinalis
4) Kondisi pasca trauma
5) Tumor
c. Hipertermia
 Definisi : suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh
 Penyebab:
1) Dehidrasi
2) Terpapar lingkungan panas
3) Proses penyakit (mis, infeksi,kanker)
4) Ketidaksesuaina pakaian dengan suhu lingkungan
5) Peningkatan laju metabolism
6) Respon trauma
7) Aktivitas berlebihan
8) Penggunaan inkubator
 Gejala dan tanda mayor
1) Subjektif : -
2) Objektif : suhu tubuh diatas nilai normal
 Gejala dan tanda minor
1) Subjektif : -
2) Objektif :
 kulit merah
 kejang
 takikardi
 takipnea
 kulit terasa hangat
 Kondisi klinis terkait
1) Proses infeksi
2) Hipertiroid
3) Stroke
4) Dehidrasi
5) Trauma
6) Prematuritas
d. Hipotermia
 Definisi : suhu tubuh dibawah rentang normal
 Penyebab :
1) Kerusakan hipotalamus
2) Konsumsi alcohol
3) Berat badan ekstrem
4) Kekurangan lemak subkutan
5) Terpapar suhu lingkungan rendah
6) Malnutrisi
7) Pemakaian pakaian tipis
8) Penurunan laju metabolism
9) Tidak beraktivitas
10) Transfer panas (mis, konduksi,konveksi,evaporasi,radiasi)
11) Trauma
12) Proses penuan
13) Efek agen farmakologi
14) Kurang terpapar informasi tentang pencegahan hipotermia
 Gejala dan tanda mayor
1) Subjektif :-
2) Objek :
 Kulit teraba dingin
 Mengigil
 Suhu tubuh di bawah nilai normal

 Gejala dan tanda minor


1) Subjektif
 Objektif
 Akrosianosis
 Bradikardi
 Dasar kuku sianotik
 Hipoglikemia
 Hipoksia
 Pengisian kapiler >3 detik
 Konsumsi oksigen meningkat
 Ventilasi menurun
 Piloereksi
 Takikardia
 Vasokonstriksi perifer
 Kutis memorata (pada neonatus)
 Kondisi klinis terkait
 Hipotiroidisme
 Anoreksia nervosa
 Cedera batang otak
 Prematuritas
 Berat badan lahir rendah
 Tenggelam
3. Perencanaan Keperawatan
a. Nyeri akut
1) Luaran Keperawatan
Tingkat nyeri menurun.
2) SIKI
Manajemen nyeri
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi respons nyeri non verbal
d) Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
e) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
f) Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup
g) Monitor efek samping penggunaan analgetik
h) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
i) Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis, suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
j) Fasilitasi istirahat dan tidur
k) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
l) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
m) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
n) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
o) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
p) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
b. Nyeri kronis
1) Luaran Keperawatan
Control nyeri meningkat
2) SIKI
Terapi relaksasi
a) Identifikasi penurunan tingkat energy, ketidakmampuan berkonsentrasi, atau
gejala lain yang mengganggu kemampuan kognitif
b) Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
c) Identifikasi kesediaan, kemampuan dan penggunaan teknik sebelumnya
d) Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu sebelum dan
sesudah latihan
e) Monitor respons terhadap terapi relaksasi
f) Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan pencahayaan dan
suhu ruang nyaman, jika memungkinkan
g) Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur teknik relaksasi
h) Gunakan pakaian longgar
i) Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama
j) Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang analgetik atau tindakan medis
lain, jika sesuai
k) Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan jenis relaksasi yang tersedia (mis.
music, meditasi, napas dalam, relaksasi otot progresif)
l) Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
m) Anjurkan megambil posisi nyaman
n) Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
o) Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih
p) Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis. napas dalam, peregangan,
atau imajinasi terbimbing)
c. Hipertermia
1) Luaran keperawatan
Termoregulasi
2) SIKI
a) Identifikasi penyebab hipertermia (mis,dehidrasi,terpapar lingkungan
panas,penggunaan inkubator)
b) Monitor suhu tubuh
c) Monitor kadar elektrolit
d) Monitor haluarn urine
e) Monitor komplikasi akibat hiperermia
f) Sediakan lingkungan yang dingin
g) Longgarkan atau lepaskan pakaian
h) Basahi atau kipasi permukaan tubuh
i) Berikan cairan oral
j) Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hyperhidrosis
(keringat berlebih)
k) Lakukan pendinginan eksternal (mis.selimut hipotermia atau kompres dingin
pada dahi,leher,dada,abdomen,aksila)
l) Hindari pemberian antipiretik dan aspirin
m) Anjurkan tirah baring
n) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravea. Jika perlu
d. Hipotermia
1) Luaran keperawatan
Termoregulasi
2) SIKI
a) Monitor suhu tubuh
b) Identifikasi penyebab hipotermia (mis. Terpapar suhu lingkungan
rendah,pakaian tipis, kerusakan hipotalamus,penurunan laju
metabolism,kekurangan lemak subkutan)
c) Monitor tanda dan gejala tanda dan gejala akibat hipotermia (hipotermia
ringan: takipnea,disartria,mengigil,hipertensi,diuresis: Hipotermia sedang:
aritmia,hipotensi,apatis,koagulopati,refleks menurun: hipotermia
berat :oliguria, refleks menghilang,edema paru,asam basa normal)
d) Sediakan lingkungan yang hangat (mis.atur suhu ruangan,inkubator)
e) Ganti pakaian atau linen yang basah
f) Lakukan penghangatan pasif (mis. Selimut,menutup kepala,pakaian tebal)
g) Lakukan penghangatan aktif eksternal (mis. Kompres hangat, botol
hangat,selimut hangat,perawatan metode kangguru)
h) Anjurkan minum air hangat.
DAFTAR PUSTAKA

Kozier et al. (2009). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Edisi 5. Jakarta: EGC.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Saputra, L. (2013). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Binarupa Aksara.

Anda mungkin juga menyukai