LANDASAN TEORI
A. Konsep Dasar Nyeri
1. Definisi Nyeri
Definisi nyeri sendiri banyak versi menurut berbagai sumber namun
secara umum sama saja pengertian dan makna yang disampaikan setiap
sumber. Namun, disini penulis memaparkan definisi menurut buku PPNI
(Persatuan Perawat Nasional Indonesia) dengan definisi dan indikator
diagnostik yaitu (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang
dari 3 bulan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
2. Etiologi Nyeri
Penyebab yang berasal dari nyeri ini bisa dikategorikan 3 (tiga) yaitu
menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI, 2017) yaitu:
a. Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma).
b. Agen pencemaran kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan).
c. Agen cedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan).
3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari nyeri ini menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017) dibagi menjadi gejala dan tanda yaitu mayor dan minor. Dari masing
masing gejala dan tanda mayor dan minor memiliki sub bagian yaitu dibagi
subjektif dan objektif, diantaranya adalah :
a. Mayor
1) Subjektif :
a) Mengeluh nyeri
2) Objektif:
a) Tampak meringis
b) Bersikap protektif (mis: waspada, posisi menghindari nyeri)
c) Gelisah
d) Frekuensi nadi meningkat
e) Sulit tidur
b. Minor
1) Subjektif:
a) (Tidak tersedia)
2) Objektif:
a) Tekanan darah meningkat
b) Pola nafas berubah
c) Nafsu makan berubah
d) Proses berpikir terganggu
e) Menarik diri
f) Berfokus pada diri sendiri
g) Diaforesis
4. Kondisi Klinis Terkait
Kondisi klinis yang terkait ataupun yang berhubungan dengan nyeri
ini dapat ditimbulkan atau dijumpai pada kasus penyakit atau masalah
kesehatan menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) adalah sebagai
berikut:
a. Kondisi pembedahan
b. Cedera traumatis
c. Infeksi
d. Sindrom koroner akut
e. Glaukoma
5. Fisiologi Nyeri
Menurut Kozier & Snyder (2011) terdapat 5 fisiologi nyeri yaitu :
a. Nosisepsi
Sistem saraf tepi meliputi saraf sensorik primer yang khusus
mendeteksi kerusakan jaringan dan menimbulkan sensasi sentuhan,
panas, dingin, nyeri dan tekanan. Reseptor yang menyalurkan
sensasi nyeri disebut nosiseptor. Reseptor nyeri atau nosiseptor ini
dapat dieksitasi oleh stimulus mekanis, suhu, kimia proses fisiologi
yang berhubungan dengan persepsi nyeri digambarkan sebagai
nosisepsi. Empat proses terlibat dalam nosisepsi: transduksi,
transmisi, persepsi, modulasi (Paice 2002 dalam Kozier 2011).
b. Tranduksi
Selama fase transduksi, stimulus berbahaya (cedera jaringan)
memicu pelepasan mediator biokimia (misalnya prostaglandin,
bradykinin, serotonin, histamin, zat P) yang mensensitisasi
nosiseptor. Stimulasi menyakitkan atau berbahaya juga
menyebabkan pergerakan ion-ion menembus membran sel, yang
membangkitkan nosiseptor. Obat nyeri dapat bekerja selama fase ini
dengan menghambat produksi prostaglandin atau dengan
menurunkan pergerakan ion-ion menembus membran sel misalnya,
anastesi lokal (Kozier 2011).
c. Transmisi
Proses nosisepsi kedua, transmisi nyeri, meliputi tiga segmen
(McCaffery & Pasero 1999). Selama segmen pertama, impuls nyeri
berjalan dari serabut saraf tepi ke medula spinalis. Zat P bertindak
sebagai sebuah neurotransmiter, yang meningkatkan pergerakan
impuls menyeberangi sinaps saraf dari neuron aferen primer ke
neuron ordo ke dua di kornu dorsalis medula spinalis dua tipe serabut
nosiseptif menyebabkan transmisi ini ke kornu dorsalis medula
spinalis : serabut C yang menstimulasi nyeri tumpul yang
berkepanjangan dan serabut A-delta yang mentransmisikan
nyeri tajam dan lokal. Segmen kedua adalah transmisi dari medula
spinalis dan asendens melalui traktus spinotalamikus ke batang otak
dan talamus. Segmen ketiga melibatkan transmisi sinyal antara
talamus ke korteks sensorik somatik tempat terjadinya persepsi nyeri
(Kozier 2011).
d. Persepsi
Proses ketiga, persepsi adalah saat klien menyadari rasa nyeri yaitu
diyakini bahwa persepsi nyeri terjadi dalam struktur kortikal, yang
memungkinkan strategi kognitif-perilaku yang berbeda dipakai
untuk mengurangi komponen sensorik dan afektif nyeri (McCaffery
& Pasero, 1999) misalnya, intervensi non farmakologi seperti
distraksi, imajinasi terbimbing, dan musik dapat mengalihkan
perhatian klien ke nyeri (Kozier 2011).
e. Modulasi
Seringkali digambarkan sebagai “sistem desendens” proses keempat
ini terjadi saat neuron di batang otak mengirimkan sinyal menuruni
kornu dorsalis medula spinalis (Paice, 2002, hal. 75). Serabut
desendens ini melepaskan zat seperti opioid endogen, serotonin, dan
norepinefrin, yang dapat menghambat naiknya impuls berbahaya
(menyakitkan) di kornu dorsalis. Namun, neurotransmiter ini
diambil kembali oleh tubuh, yang membatasi kegunaan analgetiknya
(McCaffery & Pasero, 1999). Klien yang mengalami nyeri kronik
dapat diberi resep antidepresan trisiklik, yang menghambat kembali
norepinefrin dan serotonin. Tindakan ini meningkatkan fase
modulasi yang membantu menghambat naiknya stimulus yang
menyakitkan (Kozier 2011).
6. Skala Nyeri
Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan
terapi nyeri yang efektif. Skala penilaian nyeri dan keterangan pasien
digunakan untuk menilai derajat nyeri. intensitas nyeri harus dimulai
sedini mungkin selama pasien dapat berkomunikasi dan menunjukan
15
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan salah satu dari komponen proses
keperawatan yang dilakukan oleh perawat dalam menggali permasalahan
dari pasien meliputi pengumpulan data tentang status kesehatan pasien
secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan
(Muttaqin, 2011). Berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) terdapat 14 jenis subkategori data yang harus dikaji meliputi
respirasi, sirkulasi, nutrisi dan cairan, eliminasi, aktivitas dan istirahat,
neurosensory, reproduksi dan seksualitas, nyeri dan kenyamanan,
integritas ego, pertumbuhan dan perkembangan, kebersihan diri,
penyuluhan dan pembelajaran, interaksi sosial, serta keamanan dan
proteksi (PPNI, 2016).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respon Pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosa keperawatan dalam laporan ini yaitu
diagnosa aktual. Diagnosa aktual terdiri dari tiga komponen yaitu masalah
(problem), penyebab (etiologi), tanda (sign), dan gejala (symptom) (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Masalah (problem) merupakan label
diagnosa yang menggambarkan inti dari respons pasien terhadap kondisi
kesehatan atau proses kehidupannya. Label diagnosis terdiri darideskriptor
atau penjelas dan fokus diagnostik. Nyeri merupakan deskriptor,
sedangkan akut merupakan fokus diagnostik.
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan adalah fase proses keperawatan yang penuh
pertimbangan dan sistematis dan mencangkup pembuatan keputusan dan
penyelesaian masalah, setiap tindakan berdasarkan penilaian klinis dan
pengetahuan, yang perawat lakukan untuk meningkatkan hasil pada pasien
(Kozier et al, 2010). Intervensi keperawatan terdiri dari intervensi utama
dan pendukung. Intervensi utama dari diagnosa keperawatan nyeri akut
18
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan fase ketika perawat mengimplementasikan
rencana keperawatan. Implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan
khusus yang diperlukan untuk melaksanakan intervensi. Penatalaksanaan
nyeri adalah pengurangan nyeri sampai pada tingkat kenyamanan yang
dapat diterima pasien. Penatalaksanaan tersebut terdiri dari dua tipe dasar
tindakan keperawatan yaitu farmakologi dan nonfarmakologi (Kozier et
al., 2010). Tindakan- tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas
20
observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,
2018). Implementasi ini akan mengacu pada SIKI yang telah dibuat pada
rencana keperawatan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menilai
keberhasilan rencana tindakan yang telah dilaksanakan. Apabila hasil yang
diharapkan belum tercapai, intervensi yang sudah ditetapkan dapat
dimodifikasi. Evaluasi dapat berupa struktur, proses dan hasil evaluasi
terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama
program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah
program selesai dan mendapatkan informasi efektifitas pengambilan
keputusan. Evaluasi asuhan keperawatan di dokumentasikan dalam bentuk
SOAP (subjektif, objektif, assessment, planning) (Achjar, 2012).
Umur : 2 tahun
Alamat : Bendega
No KK : 5271044310200001
Nama : Ny. Y
Umur : 37 tahun
Alamat : Bendega
2. Keluhan Utama
Luka sobek
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu pasien mengatakan pasien mengalami luka sobek di bagian dahi karena
jatuh dari kamar mandi.
Keterangan :
5. Riwayat Psikososial
a. Bahasa
Klien menggunakan bahasa sasak saat bersama keluarga, dan saat
dilingkungan umum menggunakan bahasa Indonesia.
b. Suasana hati
Ibu pasien mengatakan suasana hati anaknya tidak karuan karena rasa
sakit di kepalanya.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Ttv :
HR : 88 x/mnt
RR : 20 x/mnt S : 37 °C
b. Kepala
Setelah dilakukan pemeriksaan kepala pasien tidak terdapat benjolan,
rambut klien pendek, warna hitam, berantakan, terdapat nyeri tekan
pada area dahi. Pasien menangis kesakitan.
c. Mata
Konjungtiva tidak anemis, terdapat raccoon eye, tidak menggunakan
alat bantuan penglihatan, reflek kedip baik, tidak terdapat lesi dan
katarak.
d. Hidung
Bentuk hidung simetris, tidak terdapat lesi atau pembengkakan,
penciuman baik, tidak ada nyeri tekan.
e. Mulut
Setelah dilakukan pemeriksaan kebersihan mulut klien baik, klien
mengatakan dia gosok gigi saat pagi.
f. Telinga
Kedua daun telinga simetris. Tidak adalesi, pendengaran baik, tidak
terdapat nyeri tekan.
g. Leher
Tidak terdapat lesi, tidak ada nyeri tekan, tidak ada kesulitan menelan.
h. Paru-paru
Gerak dada simetris, tidak ada pembengkakan di area dada, tidak ada
jejas di area dada, dan RR: 20x/menit.
i. Jantung
Pergerakan dada simetris, Tidak terdapat pembesaran pada jantung,
tidak terdapat nyeri tekan, RR: 20x/menit.
j. Abdomen
Tidak terdapat lesi, tidak terdapat pembesaran pada bagian abdomen,
bising usus 10 x/menit.
k. Ekstremitas
Atas:
Baik .
Bawah:
Pada bagian kaki klien dapat digerakkan dengan normal.
Tonus Otot:
5 4
5 4
l. Kulit
Warna kulit pasien kuning langsat, tampak bersih.
7. Pola Nutrisi
a. Alergi
Klien mengatakan tidak memiliki alergi pada makanan, obat dan
cuaca.
b. Imunisasi
Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya sudah imunisasi lengkap
c. Pola makan
Sebelum sakit: ibu pasien mengatakan saat dirumah, pasien makan 3x
sehari dengan porsi normal dan selalu habis.
e. Pola eliminasi
Sebelum masuk rumah sakit: klien mengatakan BAB 2 x/hari, BAK sering.
Setelah masuk rumah sakit : klien mengatakan BAB tidak ada, BAK
sering.
B. DATA PENUNJANG
xxxii
DAFTAR PUSTAKA