Anda di halaman 1dari 19

BAB I

LANDASAN TEORI
A. Konsep Dasar Nyeri
1. Definisi Nyeri
Definisi nyeri sendiri banyak versi menurut berbagai sumber namun
secara umum sama saja pengertian dan makna yang disampaikan setiap
sumber. Namun, disini penulis memaparkan definisi menurut buku PPNI
(Persatuan Perawat Nasional Indonesia) dengan definisi dan indikator
diagnostik yaitu (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang
dari 3 bulan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
2. Etiologi Nyeri
Penyebab yang berasal dari nyeri ini bisa dikategorikan 3 (tiga) yaitu
menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI, 2017) yaitu:
a. Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma).
b. Agen pencemaran kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan).
c. Agen cedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan).
3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari nyeri ini menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017) dibagi menjadi gejala dan tanda yaitu mayor dan minor. Dari masing
masing gejala dan tanda mayor dan minor memiliki sub bagian yaitu dibagi
subjektif dan objektif, diantaranya adalah :
a. Mayor
1) Subjektif :
a) Mengeluh nyeri
2) Objektif:
a) Tampak meringis
b) Bersikap protektif (mis: waspada, posisi menghindari nyeri)
c) Gelisah
d) Frekuensi nadi meningkat
e) Sulit tidur
b. Minor
1) Subjektif:
a) (Tidak tersedia)
2) Objektif:
a) Tekanan darah meningkat
b) Pola nafas berubah
c) Nafsu makan berubah
d) Proses berpikir terganggu
e) Menarik diri
f) Berfokus pada diri sendiri
g) Diaforesis
4. Kondisi Klinis Terkait
Kondisi klinis yang terkait ataupun yang berhubungan dengan nyeri
ini dapat ditimbulkan atau dijumpai pada kasus penyakit atau masalah
kesehatan menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) adalah sebagai
berikut:
a. Kondisi pembedahan
b. Cedera traumatis
c. Infeksi
d. Sindrom koroner akut
e. Glaukoma
5. Fisiologi Nyeri
Menurut Kozier & Snyder (2011) terdapat 5 fisiologi nyeri yaitu :
a. Nosisepsi
Sistem saraf tepi meliputi saraf sensorik primer yang khusus
mendeteksi kerusakan jaringan dan menimbulkan sensasi sentuhan,
panas, dingin, nyeri dan tekanan. Reseptor yang menyalurkan
sensasi nyeri disebut nosiseptor. Reseptor nyeri atau nosiseptor ini
dapat dieksitasi oleh stimulus mekanis, suhu, kimia proses fisiologi
yang berhubungan dengan persepsi nyeri digambarkan sebagai
nosisepsi. Empat proses terlibat dalam nosisepsi: transduksi,
transmisi, persepsi, modulasi (Paice 2002 dalam Kozier 2011).
b. Tranduksi
Selama fase transduksi, stimulus berbahaya (cedera jaringan)
memicu pelepasan mediator biokimia (misalnya prostaglandin,
bradykinin, serotonin, histamin, zat P) yang mensensitisasi
nosiseptor. Stimulasi menyakitkan atau berbahaya juga
menyebabkan pergerakan ion-ion menembus membran sel, yang
membangkitkan nosiseptor. Obat nyeri dapat bekerja selama fase ini
dengan menghambat produksi prostaglandin atau dengan
menurunkan pergerakan ion-ion menembus membran sel misalnya,
anastesi lokal (Kozier 2011).
c. Transmisi
Proses nosisepsi kedua, transmisi nyeri, meliputi tiga segmen
(McCaffery & Pasero 1999). Selama segmen pertama, impuls nyeri
berjalan dari serabut saraf tepi ke medula spinalis. Zat P bertindak
sebagai sebuah neurotransmiter, yang meningkatkan pergerakan
impuls menyeberangi sinaps saraf dari neuron aferen primer ke
neuron ordo ke dua di kornu dorsalis medula spinalis dua tipe serabut
nosiseptif menyebabkan transmisi ini ke kornu dorsalis medula
spinalis : serabut C yang menstimulasi nyeri tumpul yang
berkepanjangan dan serabut A-delta yang mentransmisikan
nyeri tajam dan lokal. Segmen kedua adalah transmisi dari medula
spinalis dan asendens melalui traktus spinotalamikus ke batang otak
dan talamus. Segmen ketiga melibatkan transmisi sinyal antara
talamus ke korteks sensorik somatik tempat terjadinya persepsi nyeri
(Kozier 2011).
d. Persepsi
Proses ketiga, persepsi adalah saat klien menyadari rasa nyeri yaitu
diyakini bahwa persepsi nyeri terjadi dalam struktur kortikal, yang
memungkinkan strategi kognitif-perilaku yang berbeda dipakai
untuk mengurangi komponen sensorik dan afektif nyeri (McCaffery
& Pasero, 1999) misalnya, intervensi non farmakologi seperti
distraksi, imajinasi terbimbing, dan musik dapat mengalihkan
perhatian klien ke nyeri (Kozier 2011).
e. Modulasi
Seringkali digambarkan sebagai “sistem desendens” proses keempat
ini terjadi saat neuron di batang otak mengirimkan sinyal menuruni
kornu dorsalis medula spinalis (Paice, 2002, hal. 75). Serabut
desendens ini melepaskan zat seperti opioid endogen, serotonin, dan
norepinefrin, yang dapat menghambat naiknya impuls berbahaya
(menyakitkan) di kornu dorsalis. Namun, neurotransmiter ini
diambil kembali oleh tubuh, yang membatasi kegunaan analgetiknya
(McCaffery & Pasero, 1999). Klien yang mengalami nyeri kronik
dapat diberi resep antidepresan trisiklik, yang menghambat kembali
norepinefrin dan serotonin. Tindakan ini meningkatkan fase
modulasi yang membantu menghambat naiknya stimulus yang
menyakitkan (Kozier 2011).
6. Skala Nyeri
Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan
terapi nyeri yang efektif. Skala penilaian nyeri dan keterangan pasien
digunakan untuk menilai derajat nyeri. intensitas nyeri harus dimulai
sedini mungkin selama pasien dapat berkomunikasi dan menunjukan
15

ekspresi nyeri yang dirasakan. Penilaian terhadap intensitas nyeri dapat


menggunakan beberapa skala menurut (Mubarak, dkk., 2015) yaitu :
a. Skala nyeri numerik (numerical rating scale)
Pasien menyebutkan intensitas nyeri berdasarkan angka 0 – 10. Titik
0 berarti tidak nyeri, 5 nyeri sedang, dan 10 adalah nyeri beratyang
tidak tertahankan. NRS digunakan jika ingin menentukan berbagai
perubahan pada skala nyeri, dan juga menilai respon turunnya nyeri
pasien terhadap terapi yang diberikan (Mubarak, dkk., 2015).
b. Skala nyeri deskriptif
Skala nyeri deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan
nyeri yang objektif. Skala ini juga disebut skala pendeskripsian
verbal/ Verbal Deskriptor Scale (VDS) merupakangaris yang terdiri
dari tiga sampai lima kata pendeskripsian ini mulai dari “tidak terasa
nyeri” sampai “nyeri tidak tertahankan”, dan pasien diminta untuk
menunjukan keadaan yang sesuai dengan keadaan nyeri saat ini
(Mubarak, dkk., 2015).
c. Skala wajah (faces scale)
Pasien disuruh melihat skala gambar wajah. Gambar pertama tidak
nyeri, kedua sedikit nyeri dan selanjutnya lebih nyeri dan gambar
paling akhir, adalah orang dengan ekspresi nyeri yang sangat berat.
Setelah itu, pasien disuruh menunjuk gambar yang cocok dengan
nyerinya. Metode ini digunakan untuk pediatri, tetapi juga dapat
digunakan pada geriatri dengan gangguan kognitif (Mubarak, dkk.,
2015).

C. Konsep Umum Asuhan Keperawatan


16

1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan salah satu dari komponen proses
keperawatan yang dilakukan oleh perawat dalam menggali permasalahan
dari pasien meliputi pengumpulan data tentang status kesehatan pasien
secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan
(Muttaqin, 2011). Berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) terdapat 14 jenis subkategori data yang harus dikaji meliputi
respirasi, sirkulasi, nutrisi dan cairan, eliminasi, aktivitas dan istirahat,
neurosensory, reproduksi dan seksualitas, nyeri dan kenyamanan,
integritas ego, pertumbuhan dan perkembangan, kebersihan diri,
penyuluhan dan pembelajaran, interaksi sosial, serta keamanan dan
proteksi (PPNI, 2016).

Pengkajian mendalam terhadap nyeri yaitu, perawat perlu mengkaji


semua faktor yang mempengaruhi nyeri, seperti faktor fisiologis,
psikologis, perilaku, emosional, dan sosiokultural. Cara pendekatan yang
digunakan dalam mengkaji nyeri adalah dengan prinsip PQRST yaitu
provokasi adalah faktor yang memperparah atau meringankan nyeri.
Quantity adalah kualitas nyeri misalnya tumpul, tajam, merobek.
Region/radiasi adalah area atau tempat sumber nyeri. Severity adalah skala
nyeri yang dirasakan pasien dapat dinilai dengan skala 0-5atau
skala 0-10. Timing adalah waktu terjadinya nyeri, lamanya nyeri
berlangsung, dan dalam kondisi seperti apa nyeri itu muncul (s. Mubarak
Wahit Iqbal, 2015).

Pengkajian pada nyeri akut adalah sebagai berikut:


a. Gejala dan tanda mayor
1) Subjektif: mengeluh nyeri
17

2) Objektif: tampak meringis, bersikap protektif (mis. Waspada,


posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat,
sulit tidur).

b. Gejala dan tanda minor


1) Subjektif: tidak tersedia
2) Objektif: tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu
makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus
pada diri sendiri, diaphoresis.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respon Pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosa keperawatan dalam laporan ini yaitu
diagnosa aktual. Diagnosa aktual terdiri dari tiga komponen yaitu masalah
(problem), penyebab (etiologi), tanda (sign), dan gejala (symptom) (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Masalah (problem) merupakan label
diagnosa yang menggambarkan inti dari respons pasien terhadap kondisi
kesehatan atau proses kehidupannya. Label diagnosis terdiri darideskriptor
atau penjelas dan fokus diagnostik. Nyeri merupakan deskriptor,
sedangkan akut merupakan fokus diagnostik.

3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan adalah fase proses keperawatan yang penuh
pertimbangan dan sistematis dan mencangkup pembuatan keputusan dan
penyelesaian masalah, setiap tindakan berdasarkan penilaian klinis dan
pengetahuan, yang perawat lakukan untuk meningkatkan hasil pada pasien
(Kozier et al, 2010). Intervensi keperawatan terdiri dari intervensi utama
dan pendukung. Intervensi utama dari diagnosa keperawatan nyeri akut
18

adalah manajemen nyeri dan pemberian analgesik. Intervensi pendukung


diantaranya edukasi efek samping obat, edukasi manajemen nyeri, edukasi
teknik nafas dalam pemijatan masase, latihan pernapasan dan teknik
distraksi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).

Luaran (outcome) keperawatan merupakan aspek-aspek yang dapat


diobservasi dan diukur meliputi kondisi, perilaku, atau persepsi pasien
keluarga atau komunitas sebagai respon terhadap intervensi keperawatan.
Luaran keperawatan menunjukkan status diagnosis keperawatan setelah
dilakukan intervensi keperawatan. Hasil akhir intervensi keperawatanyang
terdiri dari indikator-indikator atau kriteria hasil pemulihan masalah.
Terdapat dua jenis luaran keperawatan yaitu luaran positif (perlu
ditingkatkan) dan luaran negatif (perlu diturunkan) (Tim Pokja SLKI DPP
PPNI, 2018).

SDKI SLKI SIKI


Nyeri akut b.d Setelah diberikan Manajemen Nyeri
agen pencedera asuhan keperawatan Observasi
fisiologis selama 2x24 jam ▪ lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
diharapkan nyeri kualitas, intensitas nyeri
menurun dengan ▪ Identifikasi skala nyeri
kriteria hasil: ▪ Identifikasi respon nyeri non verbal
a. Keluhan nyeri ▪ Identifikasi faktor yang memperberat
Menurun dan memperingan nyeri
19

b. Tampak meringis ▪ Identifikasi pengetahuan dan


menurun keyakinan tentang nyeri
c. Sikap protektif ▪ Identifikasi pengaruh budaya terhadap
menurun respon nyeri
d. Gelisah menurun ▪ Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
e. Kesulitan tidur
▪ Monitor keberhasilan terapi
menurun komplementer yang sudah diberikan
f. Frekuensi nadi ▪ Monitor efek samping penggunaan
membaik analgetik
g. Tekanan darah Terapeutik
membaik ▪ Berikan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat, aroma
terapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
▪ Control lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
▪ Fasilitasi istirahat dan tidur
▪ Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
▪ Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
▪ Jelaskan strategi meredakan nyeri
▪ Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
▪ Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
▪ Ajarkan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
▪ Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan fase ketika perawat mengimplementasikan
rencana keperawatan. Implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan
khusus yang diperlukan untuk melaksanakan intervensi. Penatalaksanaan
nyeri adalah pengurangan nyeri sampai pada tingkat kenyamanan yang
dapat diterima pasien. Penatalaksanaan tersebut terdiri dari dua tipe dasar
tindakan keperawatan yaitu farmakologi dan nonfarmakologi (Kozier et
al., 2010). Tindakan- tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas
20

observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,
2018). Implementasi ini akan mengacu pada SIKI yang telah dibuat pada
rencana keperawatan.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menilai
keberhasilan rencana tindakan yang telah dilaksanakan. Apabila hasil yang
diharapkan belum tercapai, intervensi yang sudah ditetapkan dapat
dimodifikasi. Evaluasi dapat berupa struktur, proses dan hasil evaluasi
terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama
program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah
program selesai dan mendapatkan informasi efektifitas pengambilan
keputusan. Evaluasi asuhan keperawatan di dokumentasikan dalam bentuk
SOAP (subjektif, objektif, assessment, planning) (Achjar, 2012).

Format yang digunakan dalam tahap evaluasi menurut Alimul (2012),


yaitu format SOAP yang terdiri dari :

a. Subjective, yaitu informasi berupa ungkapan yang didapat dari pasien


setelah tindakan yang diberikan. Pada pasien cephalgia dengan nyeri
akut diharapkan keluhan nyeri berkurang.
b. Objective, yaitu informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan.

c. Analysis, yaitu membandingkan antara informasi subjective dan


objective dengan tujuan dan kriteria hasil. Kemudian ditarik
kesimpulan dari tiga kemungkinan simpulan, yaitu :

1) Tujuan tercapai, yaitu respon pasien yang menunjukan perubahan


dan kemajuan yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

2) Tujuan tercapai sebagian, yaitu respon pasien yang menunjukan


masih dalam kondisi terdapat masalah.

3) Tujuan tidak tercapai, yaitu respon pasien tidak menunjukan


adanya perubahan kearah kemajuan.

d. Planning, yaitu rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan


berdasarkan hasil analisis.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Biodata Klien
Nama : An. BS

Umur : 2 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Bendega

Diagnose medis : Vulnus Laceratum

No KK : 5271044310200001

Identitas penanggung jawab :

Nama : Ny. Y

Umur : 37 tahun

Alamat : Bendega

Hubungan dengan pasien : Ibu

2. Keluhan Utama
Luka sobek
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu pasien mengatakan pasien mengalami luka sobek di bagian dahi karena
jatuh dari kamar mandi.

4. Riwayat Kesehatan Dahulu


Ibu pasien mengatakan sebelumnya pasien tidak pernah sakit hingga di
rawat inapkan

5, Riwayat Kesehatan Keluarga

Ibu pasien mengatakan bahwa keluarganya tidak memiliki riwayat


penyakit keturunan seperti Dm, Hipertensi, Jantung, Dll.
Genogram :

Keterangan :

: Perempuan Meninggal : Garis Pernikahan


: Laki-laki Meninggal : Satu Rumah
: Klien : Garis Keturunan

5. Riwayat Psikososial
a. Bahasa
Klien menggunakan bahasa sasak saat bersama keluarga, dan saat
dilingkungan umum menggunakan bahasa Indonesia.
b. Suasana hati
Ibu pasien mengatakan suasana hati anaknya tidak karuan karena rasa
sakit di kepalanya.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Ttv :
HR : 88 x/mnt
RR : 20 x/mnt S : 37 °C
b. Kepala
Setelah dilakukan pemeriksaan kepala pasien tidak terdapat benjolan,
rambut klien pendek, warna hitam, berantakan, terdapat nyeri tekan
pada area dahi. Pasien menangis kesakitan.
c. Mata
Konjungtiva tidak anemis, terdapat raccoon eye, tidak menggunakan
alat bantuan penglihatan, reflek kedip baik, tidak terdapat lesi dan
katarak.
d. Hidung
Bentuk hidung simetris, tidak terdapat lesi atau pembengkakan,
penciuman baik, tidak ada nyeri tekan.

e. Mulut
Setelah dilakukan pemeriksaan kebersihan mulut klien baik, klien
mengatakan dia gosok gigi saat pagi.

f. Telinga
Kedua daun telinga simetris. Tidak adalesi, pendengaran baik, tidak
terdapat nyeri tekan.
g. Leher
Tidak terdapat lesi, tidak ada nyeri tekan, tidak ada kesulitan menelan.
h. Paru-paru
Gerak dada simetris, tidak ada pembengkakan di area dada, tidak ada
jejas di area dada, dan RR: 20x/menit.
i. Jantung
Pergerakan dada simetris, Tidak terdapat pembesaran pada jantung,
tidak terdapat nyeri tekan, RR: 20x/menit.

j. Abdomen
Tidak terdapat lesi, tidak terdapat pembesaran pada bagian abdomen,
bising usus 10 x/menit.

k. Ekstremitas
Atas:
Baik .

Bawah:
Pada bagian kaki klien dapat digerakkan dengan normal.
Tonus Otot:
5 4

5 4

l. Kulit
Warna kulit pasien kuning langsat, tampak bersih.

7. Pola Nutrisi
a. Alergi
Klien mengatakan tidak memiliki alergi pada makanan, obat dan
cuaca.

b. Imunisasi
Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya sudah imunisasi lengkap

c. Pola makan
Sebelum sakit: ibu pasien mengatakan saat dirumah, pasien makan 3x
sehari dengan porsi normal dan selalu habis.

Saat sakit : tak terkaji


d. Pola tidur
Sebelum sakit: klien mengatakan tidur ± 7 jam/hari.

Setelah masuk rumah sakit : klien mengatakan sulit tidur ± 5 jam/hari.

e. Pola eliminasi
Sebelum masuk rumah sakit: klien mengatakan BAB 2 x/hari, BAK sering.
Setelah masuk rumah sakit : klien mengatakan BAB tidak ada, BAK
sering.

B. DATA PENUNJANG

Tidak ada data penunjang


1. Pengobatan

Jenis-jenis obat Dosis pemberian Jalur Pemberian

Amoxicillin syr 3x1 sendok oral

Paracetamol syr 3 x 1 sendok oral

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN, INTERVENSI, IMPLEMENTASI DAN


EVALUASI KEPERAWATAN
1. ANALISA DATA
a. Data Subjektif: Ibu pasien mengatakan dahi pasien berdarah karena
jatuh dikamar mandi.
Data Objektif:klien tampak meringis kesakitan, TTV pasien nadi 88
x/menit, respirasi 20 x/menit dan suhu tubuh 37°C. Etiologi: agen
pencedera fisiologis. Problem: nyeri akut.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan utama yang diterapkan dalam kasus An. BS ini
merujuk pada Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI, 2017).
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedra fisiologi ditandai
dengan:

1) Data Subjektif dan Data Objektif:


Data Subjektif : Ibu pasien mengatakan dahi pasien berdarah
karena jatuh dikamar mandi.
Data Objektif: klien tampak meringis kesakitan, nadi 88
x/menit, respirasi 20 x/menit dansuhu tubuh 37°C.

2) Perencanaan: Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan


1x60 menit diharapkan tingkat nyeri menurun dengan. Kriteria
hasil: keluhan nyeri menurun dari skala 5 turun menjadi 1-3,
gelisah menurun, kesulitan tidur menurun, tekanan darah
membaik, dan nafsu makan membaik.
3) Intervensi Keperawatan : Manajemen Nyeri
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri, skala nyeri.
b) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri
c) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri ( mis. Terapi musik, terapi pijat, terapi relaksasi nafas
dalam, kompres hangat/ dingin).

d) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri ( mis. Suhu


ruangan, pencahayaan, kebisingan).
e) Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri.

f) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu


4) Implementasi :
a) Implementasi hari pertama tanggal 21 Februari 2023
tindakan yang diberikan kepada An. BS pada pukul 14.00
wib yaitu: Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, skala nyeri.
Mengidentifikasi respon nyeri klien. Klien mengatakan nyeri
pada bagian kepala dengan P: sakit kepala, Q: seperti
berdenyut-denyut /diremas, R: Merambat ke seluruh kepala,
S: 5, T: nyeri hilang datang dengan waktu yang lama ±
selama 3 menit. Klien tampak meringis dan lemah, nadi
83x/menit, respirasi 20 x/menit dan suhu tubuh 36,5°C. dan
pada pukul 14.30 wib menganjurkan klien untuk melakukan
relaksasi nafas dalam saat nyeri datang tiba-tiba,
mengkolaborasi pemberian obat Inj. Paracetamol syr 3 x 1
sendok.
5) Evaluasi :
a) Evaluasi tanggal 21 Februari 2023 pukul 20.40: Data
Subjektif: Ibu pasien mengatakan nyeri berkurang,
anaknya sudah tidak menangis lagi. Data Objektif: Pasien
tampak tenang. Nadi 73 x/menit, respirasi 20 x/menit dan
suhu tubuh 37°C. Analisa: masalah belum teratasi.
Perencanaan: Intervensi dihentikan.

xxxii
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, S. (2013). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri.


Jogjakarta: ARRuzz Media.
Alimul, A. and H. (2012). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi
Konsep dan Proses Keperawatan. (D. Sjabana, Ed.) (1st ed.).
Salemba Medika.

Bahrudin, M. (2018). Patofisiologi Nyeri. 13(1), 7.


https://doi.org/10.22219/sm.v13i1.544
9
Fudori, A., Innayati, A., & Immawati, I. (2021). PENERAPAN
RELAKSASI OTOT PROGRESIF UNTUK MENGATASI
MASALAH KEPERAWATAN NYERI AKUT PADA PASIEN
CEPHALGIA DI KOTA METRO. Jurnal Cendikia
Muda, 1(4), 428-435.

Hidayati, H. B. (2016). Tinjauan Pustaka: Pendekatan Klinisi dalam


Manajemen Nyeri Kepala. Mnj, 2(2), 89–96

Hidayati, H. B. (2016a). Pendekatan Klinisi dalam Manajemen Nyeri


Kepala. Mnj.https://doi.org/http://dx.doi.org/10.21776

Hidayati, H. B. (2016b). Pendekatan Klinisi dalam Manajemen Nyeri


Kepala. Mnj,2(2), 89–96.

Kurniawan, B. C. (2019). Peran Anamnesis Terhadap Kesembuhan


Pasien Cephalgia.

Kurniawan, B. C. (2016). Peran Anamnesis Terhadap Kesembuhan


Pasien Cephalgia.

Kusuma, H. (2012). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


NANDA NIC NOC. Yogyakarta : Mediaction.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, shirlee J. (2010). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik
(7th ed.). Jakarta: EGC

Kozier, Erb, Berman, & Snyder. (2011). Buku Ajar Fundamental


xxxiii & Praktik. (7 ed., Vol. 1) Jakarta :
Keperawatan : Konsep, Proses
EGC.

Anda mungkin juga menyukai