Anda di halaman 1dari 34

1

Asuhan Keperawatan Nyeri Akut Pada Ny. S dengan Cephalgia


Di Rs. Universitas Tanjungpura Pontianak
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Masalah Utama : Nyeri


1. Definisi Nyeri
Definisi nyeri sendiri banyak versi menurut berbagai sumber namun
secara umum sama saja pengertian dan makna yang disampaikan setiap
sumber. Namun, disini penulis memaparkan definisi menurut buku PPNI
(Persatuan Perawat Nasional Indonesia) dengan definisi dan indikator
diagnostik yaitu (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
2. Etiologi Nyeri
Penyebab yang berasal dari nyeri ini bisa dikategorikan 3 (tiga) yaitu
menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI, 2017) yaitu:
a. Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma).
b. Agen pencemaran kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan).
c. Agen cedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan).
3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari nyeri ini menurut (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2017) dibagi menjadi gejala dan tanda yaitu mayor dan minor.
Dari masing masing gejala dan tanda mayor dan minor memiliki sub
bagian yaitu dibagi subjektif dan objektif, diantaranya adalah :

4
6

a. Mayor
1) Subjektif :
a) Mengeluh nyeri
2) Objektif:
a) Tampak meringis
b) Bersikap protektif (mis: waspada, posisi menghindari nyeri)
c) Gelisah
d) Frekuensi nadi meningkat
e) Sulit tidur
b. Minor
1) Subjektif:
a) (Tidak tersedia)
2) Objektif:
a) Tekanan darah meningkat
b) Pola nafas berubah
c) Nafsu makan berubah
d) Proses berpikir terganggu
e) Menarik diri
f) Berfokus pada diri sendiri
g) Diaforesis
4. Kondisi Klinis Terkait
Kondisi klinis yang terkait ataupun yang berhubungan dengan nyeri
ini dapat ditimbulkan atau dijumpai pada kasus penyakit atau masalah
kesehatan menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) adalah sebagai
berikut:
a. Kondisi pembedahan
b. Cedera traumatis
c. Infeksi
d. Sindrom koroner akut
e. Glaukoma
7

5. Fisiologi Nyeri
Menurut Kozier & Snyder (2011) terdapat 5 fisiologi nyeri yaitu :
a. Nosisepsi
Sistem saraf tepi meliputi saraf sensorik primer yang khusus
mendeteksi kerusakan jaringan dan menimbulkan sensasi sentuhan,
panas, dingin, nyeri dan tekanan. Reseptor yang menyalurkan
sensasi nyeri disebut nosiseptor. Reseptor nyeri atau nosiseptor ini
dapat dieksitasi oleh stimulus mekanis, suhu, kimia proses fisiologi
yang berhubungan dengan persepsi nyeri digambarkan sebagai
nosisepsi. Empat proses terlibat dalam nosisepsi: transduksi,
transmisi, persepsi, modulasi (Paice 2002 dalam Kozier 2011).
b. Tranduksi
Selama fase transduksi, stimulus berbahaya (cedera jaringan)
memicu pelepasan mediator biokimia (misalnya prostaglandin,
bradykinin, serotonin, histamin, zat P) yang mensensitisasi
nosiseptor. Stimulasi menyakitkan atau berbahaya juga
menyebabkan pergerakan ion-ion menembus membran sel,
yang membangkitkan nosiseptor. Obat nyeri dapat bekerja selama
fase ini dengan menghambat produksi prostaglandin atau dengan
menurunkan pergerakan ion-ion menembus membran sel misalnya,
anastesi lokal (Kozier 2011).
c. Transmisi
Proses nosisepsi kedua, transmisi nyeri, meliputi tiga segmen
(McCaffery & Pasero 1999). Selama segmen pertama, impuls nyeri
berjalan dari serabut saraf tepi ke medula spinalis. Zat P bertindak
sebagai sebuah neurotransmiter, yang meningkatkan pergerakan
impuls menyeberangi sinaps saraf dari neuron aferen primer ke
neuron ordo ke dua di kornu dorsalis medula spinalis dua tipe
serabut nosiseptif menyebabkan transmisi ini ke kornu dorsalis
medula spinalis : serabut C yang menstimulasi nyeri
tumpul yang berkepanjangan dan serabut A-delta yang
mentransmisikan
8

nyeri tajam dan lokal. Segmen kedua adalah transmisi dari medula
spinalis dan asendens melalui traktus spinotalamikus ke batang
otak dan talamus. Segmen ketiga melibatkan transmisi sinyal antara
talamus ke korteks sensorik somatik tempat terjadinya persepsi
nyeri (Kozier 2011).
d. Persepsi
Proses ketiga, persepsi adalah saat klien menyadari rasa nyeri yaitu
diyakini bahwa persepsi nyeri terjadi dalam struktur kortikal, yang
memungkinkan strategi kognitif-perilaku yang berbeda dipakai
untuk mengurangi komponen sensorik dan afektif nyeri
(McCaffery & Pasero, 1999) misalnya, intervensi non farmakologi
seperti distraksi, imajinasi terbimbing, dan musik dapat
mengalihkan perhatian klien ke nyeri (Kozier 2011).
e. Modulasi
Seringkali digambarkan sebagai “sistem desendens” proses
keempat ini terjadi saat neuron di batang otak mengirimkan sinyal
menuruni kornu dorsalis medula spinalis (Paice, 2002, hal. 75).
Serabut desendens ini melepaskan zat seperti opioid endogen,
serotonin, dan norepinefrin, yang dapat menghambat naiknya
impuls berbahaya (menyakitkan) di kornu dorsalis. Namun,
neurotransmiter ini diambil kembali oleh tubuh, yang membatasi
kegunaan analgetiknya (McCaffery & Pasero, 1999). Klien yang
mengalami nyeri kronik dapat diberi resep antidepresan trisiklik,
yang menghambat kembali norepinefrin dan serotonin. Tindakan
ini meningkatkan fase modulasi yang membantu menghambat
naiknya stimulus yang menyakitkan (Kozier 2011).
6. Skala Nyeri
Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan
terapi nyeri yang efektif. Skala penilaian nyeri dan keterangan pasien
digunakan untuk menilai derajat nyeri. intensitas nyeri harus dimulai
sedini mungkin selama pasien dapat berkomunikasi dan menunjukan
9

ekspresi nyeri yang dirasakan. Penilaian terhadap intensitas nyeri


dapat menggunakan beberapa skala menurut (Mubarak, dkk., 2015)
yaitu :
a. Skala nyeri numerik (numerical rating scale)
Pasien menyebutkan intensitas nyeri berdasarkan angka 0 – 10.
Titik 0 berarti tidak nyeri, 5 nyeri sedang, dan 10 adalah nyeri
berat yang tidak tertahankan. NRS digunakan jika ingin
menentukan berbagai perubahan pada skala nyeri, dan juga
menilai respon turunnya nyeri pasien terhadap terapi yang
diberikan (Mubarak, dkk., 2015).
b. Skala nyeri deskriptif
Skala nyeri deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat
keparahan nyeri yang objektif. Skala ini juga disebut skala
pendeskripsian verbal/ Verbal Deskriptor Scale (VDS)
merupakan garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata
pendeskripsian ini mulai dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri
tidak tertahankan”, dan pasien diminta untuk menunjukan
keadaan yang sesuai dengan keadaan nyeri saat ini (Mubarak,
dkk., 2015).
c. Skala wajah (faces scale)
Pasien disuruh melihat skala gambar wajah. Gambar pertama
tidak nyeri, kedua sedikit nyeri dan selanjutnya lebih nyeri dan
gambar paling akhir, adalah orang dengan ekspresi nyeri yang
sangat berat. Setelah itu, pasien disuruh menunjuk gambar yang
cocok dengan nyerinya. Metode ini digunakan untuk pediatri,
tetapi juga dapat digunakan pada geriatri dengan gangguan
kognitif (Mubarak, dkk., 2015).

B. Konsep Umum Cephalgia


1. Pengertian Cephalgia
Cephalgia adalah istilah medis dari nyeri kepala atau sakit kepala.
Cephalgia berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua kata yaitu
cephalo dan algos. Cephalgia memiliki arti kepala, sedangkan logos
10

memiliki arti nyeri. Cephalgia dapat menimbulkan gangguan pada pola


tidur, pola makan, menyebabkan depresi sampai kecemasan pada
penderitaannya (Hidayati, 2016).
Cephalgia atau nyeri kepala merupakan suatu penyakit yang sering
atau pernah dialami oleh masyarakat. Penyakit ini menyerang pada
segala umur. Namun penyakit ini bisa disembuhkan dengan berbagai cara
salah satunya adalah dengan periksa ke dokter (Kurniawan, 2019).
Nyeri kepala merupakan perasaan sakit atau nyeri, termasuk rasa
tidak nyaman yang menyerang seluruh kepala dengan batas dari bawah
dagu sampai belakang kepala. Gangguan rasa nyaman ini dapat
berlangsung kurang dari 1 jam atau bahkan selama beberapa hari, serta
dapat muncul secara tiba-tiba atau perlahan-lahan.
Berdasarkan penyebab dapat digolongkan menjadi nyeri kepala
primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer adalah nyeri
kepala yang tidak jelas terdapat kelainan anatomi atau kelainan struktur
atau sejenisnya. Sedangkan nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala
yang jelas terhadap kelainan anatomi atau kelainan struktur.
2. Klasifikasi Cephalgia
Tahun 2013, International Headache Society merilis sistem
klasifikasi terbarunya untuk nyeri kepala. Ada tiga kategori nyeri kepala
menurut IHS berdasarkan sumber nyeri:
a. Nyeri kepala primer
Yang termasuk tipe nyeri kepala primer, yaitu: tension, migrain dan
cluster. Nyeri kepala primer dapat mempengaruhi kualitas hidup.
Beberapa orang mungkin dapat mengalami pemulihan yang segera
sementara sedangkan orang lain dapat terus berulang dalam waktu
yang lama. Walaupun nyeri kepala dalam tipe ini sering dianggap
ringan, namun terkadang keluhan-keluhan ini dapat berkaitan dengan
gejala yang menyerupai gejala stroke atau penyakit serius lainnya.
b. Nyeri kepala sekunder
Yang termasuk tipe nyeri kepala sekunder, yaitu:
11

- Nyeri kepala post-konkusi (Post-concussion headaches).


- Nyeri kepala yang disebabkan oleh kondisi infeksi seperti
meningitis. Infeksi juga dapat berasal dari bagian tubuh lain
selain kepala, seperti yang terjadi pada kasus sinusitis, flu,
infeksi telinga, serta infeksi pada gigi.
- Nyeri kepala rebound. Nyeri kepala ini disebabkan karena
terlalu banyak mengkonsumsi obat pereda sakit.
- Nyeri kepala akibat penambahan massa dalam kepala misal
tumor otak, dan perdarahan dalam otak.
- Orang yang meminum terlalu banyak alkohol biasanya bangun
dengan nyeri kepala. Tipe ini termasuk ke dalam kategori nyeri
kepala sekunder.
c. Neuralgia cranialis, nyeri fasialis dan nyeri kepala lain.
Neuralgia artinya nyeri saraf. Neuralgia cranialis menandakan
adanya inflamasi pada salah satu dari dua belas saraf kranialis yang
berasal dari otak. Salah satu contoh yang paling sering adalah
trigeminal neuralgia yang melibatkan nervus kranial V (saraf
trigeminal). Nyeri timbul ketika saraf mengalami radang.
3. Etiologi
Penyebab nyeri kepala banyak sekali, meskipun kebanyakan adalah
kondisi yang tidak berbahaya (terutama bila kronik dan kambuhan),
namun nyeri kepala yang timbul pertama kali dan akut awas ini adalah
manifestasi awal dari penyakit sistemik atau suatu proses intrakranial
yang memerlukan evaluasi sistemik yang lebih teliti (Bahrudin, 2013).
Menurut Papdi (2012) sakit kepala sering berkembang dari sejumlah
faktor resiko yang umum yaitu:
a. Penggunaan obat yang berlebihan dapat memicu sakit kepala
bertambah parah setiap diobati.
b. Stres adalah pemicu yang paling umum menyebabkan sakit kepala.
Stres dapat menyebabkan pembuluh darah dibagian otak
mengalami penegangan sehingga menyebabkan sakit kepala.
12

c. Masalah tidur merupakan salah satu faktor terjadinya sakit kepala,


karena saat tidur seluruh anggota tubuh termasuk otak dapat
beristirahat.
d. Kegiatan berlebihan Kegiatan yang berlebihan dapat
mengakibatkan pembuluh darah di kepala dan leher mengalami
pembengkakan, sehingga efek dari pembengkakan dan terasa nyeri.
e. Rokok Kandungan didalam rokok yaitu nikotin yang dapat
mengakibatkan pembuluh darah menyempit, sehingga
menyebabkan sakit kepala.
4. Manifestasi Klinis
Cephalgia biasanya ditandai dengan nyeri kepala ringan maupun
berat, nyeri seperti diikat, tidak berdenyut, nyeri tidak terpusat pada
satu titik, terjadi secara spontan, vertigo, dan adanya gangguan
konsentrasi (Kusuma, 2012).
Gejala dan tanda nyeri menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
(2017) adalah sebagai berikut:
a. Gejala dan Tanda Mayor
1) Subjektif : mengeluh nyeri
2) Objektif : tampak meringis, bersikap protektif (mis. waspada,
posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat,
dan sulit tidur.
b. Gejala dan Tanda Minor
1) Subjektif : tidak tersedia
2) Objektif : tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu
makan berubah, proses berfikir terganggu, menarik diri,
berfokus pada diri sendiri, dan diaphoresis.
5. Patofisiologi
Mekanisme nyeri dimulai dari transduksi stimuli akibat kerusakan
jaringan dalam saraf sensorik menjadi aktivitas listrik kemudian
ditransmisikan melalui serabut saraf bermielin A delta
(mentransmisikan nyeri yang tajam dan terlokalisasi) dan saraf
bermielin C
13

(mentransmisikan nyeri tumpul dan menyakitkan) ke kornus dorsalis


medulla spinalis, thalamus, dan korteks serebri. Impuls listrik tersebut
dipersepsikan dan didiskriminasi sebagai kualitas dan kuantitas nyeri
setelah mengalami modulasi sepanjang saraf perifer dan disusun saraf
pusat. Rangsangan nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, suhu (panas
dan dingin), agen kimia, trauma/inflamasi (Iqbal Mubarak,M 2015).
Efek yang ditimbulkan dapat berupa pasien mengeluh nyeri, tampak
meringis, bersikap protektif terhadap lokasi nyeri, menimbulkan
kegelisahan, frekuensi nadi meningkat, pasien mengalami kesulitan
tidur, tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu makan
berubah, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, dalam kasus tertentu
pasien bisa mengalami perubahan proses berfikir dan diaphoresis
(PPNI, 2016).
14

6. Pathway
Trauma Non Trauma

Beban

Tumpul Tajam
Stress

Ekstrakarnial Intrakranial
Hormon
Terputusnya kontuinitas jaringan kulit otot dan vaskuler kortisol ↑
Jaringan Otak
Rusak (Kontusio

Faso kontriksi
Perubaha pemulih darah
Gangguan Suplai darah otak
Perdarahan Hematoma n
Kejang Gang. Pola Tidur

Perubahan sirkulasi CSSPenekanan


jaringan otak
Ketidak
adekuatan
Peningkatan Hipoksia suplai darah

Girus medialis Risiko perfusi serebra tidak efektif


lobus Mual muntah
papilodema.
Pandangan kabur.
Nekrosis
jaringan otak
Nyeri Kepala Resiko defisit
Mesesenfal (Cephalgia)

Gang. Fungsi Kerusakan saraf


Disfungsi bagian
otak motorik
Gang. Resiko Jatuh
Kesadara
n
Sumber Soemarmo, (2009) Penuntun Neurlogi. Jakarta : Binarupa
15

C. Konsep Umum Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan salah satu dari komponen proses
keperawatan yang dilakukan oleh perawat dalam menggali permasalahan
dari pasien meliputi pengumpulan data tentang status kesehatan pasien
secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan
(Muttaqin, 2011). Berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (SDKI) terdapat 14 jenis subkategori data yang harus dikaji
meliputi respirasi, sirkulasi, nutrisi dan cairan, eliminasi, aktivitas dan
istirahat, neurosensory, reproduksi dan seksualitas, nyeri dan
kenyamanan, integritas ego, pertumbuhan dan perkembangan, kebersihan
diri, penyuluhan dan pembelajaran, interaksi sosial, serta keamanan dan
proteksi (PPNI, 2016).
Pengkajian pada pasien cephalgia menggunakan pengkajian
mengenai nyeri akut meliputi ; identitas pasien, keluhan utama, riwayat
kesehatan, riwayat kesehatan dahulu atau sebelumnya, riwayat kesehatan
sekarang, dan riwayat kesehatan keluarga.
Pengkajian mendalam terhadap nyeri yaitu, perawat perlu mengkaji
semua faktor yang mempengaruhi nyeri, seperti faktor fisiologis,
psikologis, perilaku, emosional, dan sosiokultural. Cara pendekatan yang
digunakan dalam mengkaji nyeri adalah dengan prinsip PQRST yaitu
provokasi adalah faktor yang memperparah atau meringankan nyeri.
Quantity adalah kualitas nyeri misalnya tumpul, tajam, merobek.
Region/radiasi adalah area atau tempat sumber nyeri. Severity adalah
skala nyeri yang dirasakan pasien dapat dinilai dengan skala
0-5 atau skala 0-10. Timing adalah waktu terjadinya nyeri, lamanya nyeri
berlangsung, dan dalam kondisi seperti apa nyeri itu muncul (s. Mubarak
Wahit Iqbal, 2015).
Pengkajian pada nyeri akut adalah sebagai berikut:
a. Gejala dan tanda mayor
1) Subjektif: mengeluh nyeri
16

2) Objektif: tampak meringis, bersikap protektif (mis. Waspada,


posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat,
sulit tidur).
b. Gejala dan tanda minor
1) Subjektif: tidak tersedia
2) Objektif: tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu
makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri,
berfokus pada diri sendiri, diaphoresis.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respon Pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosa keperawatan dalam penelitian ini
yaitu diagnosa aktual. Diagnosa aktual terdiri dari tiga komponen yaitu
masalah (problem), penyebab (etiologi), tanda (sign), dan gejala
(symptom) (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Masalah (problem)
merupakan label diagnosa yang menggambarkan inti dari respons pasien
terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupannya. Label diagnosis
terdiri dari deskriptor atau penjelas dan fokus diagnostik. Nyeri
merupakan deskriptor, sedangkan akut merupakan fokus diagnostik.
Penyebab (etiologi) merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan status kesehatan. Etiologi dapat mencangkup empat kategori
yaitu fisiologis, biologis atau psikologis, efek terapi/tindakan,
situasional(lingkungan atau personal), dan maturasional. Etiologi dari
nyeri akut terdiri dari agen pencedera fisiologis, agen pencemaran
kimiawi, agen cedera fisik(prosedur operasi). Tanda(sign) dan gejala
(sign and symptom). Tanda merupakan data objektif yang diperoleh dari
hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan prosedur
diagnostik, sedangkan gejala merupakan data subjektif yang diperoleh
dari hasil anamnesis. Tanda dan gejala dikelompokkan menjadi dua yaitu
mayor dan minor. Tanda dan gejala pada nyeri akut terdiri dari tanda
mayor yaitu
17

mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif(mis.waspada, posisi


menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur. Tanda
dan gejala minor yaitu, tekanan darah meningkat, pola napas berubah,
nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus
pada diri sendiri, dan diaphoresis.
Proses penegakan diagnosis atau mendiagnosis merupakan suatu
proses sistematis yang terdiri atas tiga tahap yaitu analisis data,
identifikasi masalah, dan perumusan diagnosis. Metode penulisan pada
diagnosa aktual terdiri dari masalah, penyebab, dan tanda/gejala. Masalah
berhubungan dengan penyebab dibuktikan dengan tanda/gejala (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Adapun diagnosa keperawatan yang akan
diteliti pada penelitian ini yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen
pencedera fisiologis: proses inflamasi ditandai dengan pasien mengeluh
nyeri, tampak meringis, bersikap protektif (misal, waspada, menghindari
nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah
meningkat, pola napas berubah.
Diagnosis yang muncul pada pasien cephalgia menurut Soemarno
(2009) adalah:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.
2. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
3. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (mis.
Stres, keengganan untuk makan).
4. Resiko perfusi serebral tidak efektif ditandai dengan cedera kepala.
5. Resiko jatuh ditandai dengan kejang.
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan adalah fase proses keperawatan yang penuh
pertimbangan dan sistematis dan mencangkup pembuatan keputusan dan
penyelesaian masalah, setiap tindakan berdasarkan penilaian klinis dan
pengetahuan, yang perawat lakukan untuk meningkatkan hasil pada
pasien (Kozier et al, 2010). Intervensi keperawatan terdiri dari intervensi
utama dan pendukung. Intervensi utama dari diagnosa keperawatan
nyeri akut
18

adalah manajemen nyeri dan pemberian analgesik. Intervensi pendukung


diantaranya edukasi efek samping obat, edukasi manajemen nyeri,
edukasi teknik nafas dalam pemijatan masase, latihan pernapasan dan
teknik distraksi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
Luaran (outcome) keperawatan merupakan aspek-aspek yang dapat
diobservasi dan diukur meliputi kondisi, perilaku, atau persepsi pasien
keluarga atau komunitas sebagai respon terhadap intervensi keperawatan.
Luaran keperawatan menunjukkan status diagnosis keperawatan setelah
dilakukan intervensi keperawatan. Hasil akhir intervensi keperawatan
yang terdiri dari indikator-indikator atau kriteria hasil pemulihan
masalah. Terdapat dua jenis luaran keperawatan yaitu luaran positif
(perlu ditingkatkan) dan luaran negatif (perlu diturunkan) (Tim Pokja
SLKI DPP PPNI, 2018).
Komponen luaran keperawatan diantaranya label (nama luaran
keperawatan berupa kata-kata kunci informasi luaran), ekspektasi
(penilaian terhadap hasil yang diharapkan, meningkat, menurun, atau
membaik), kriteria hasil (karakteristik pasien yang dapat diamati atau
diukur, dijadikan sebagai dasar untuk menilai pencapaian hasil
intervensi, menggunakan skor 1-3 pada pendokumentasian computer-
based). Ekspektasi luaran keperawatan terdiri dari ekspektasi
meningkat yang artinya bertambah baik dalam ukuran, jumlah, maupun
derajat atau tingkatan, menurun artinya berkurang, baik dalam ukuran,
jumlah maupun derajat atau tingkatan, membaik artinya menimbulkan
efek yang lebih baik, adekuat, atau efektif (Tim Pokja SLKI DPP PPNI,
2018).

SDKI SLKI SIKI


Nyeri akut b.d Setelah diberikan Manajemen Nyeri
agen pencedera asuhan keperawatan Observasi
fisiologis selama 2x24 jam ▪ lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
diharapkan nyeri kualitas, intensitas nyeri
menurun dengan ▪ Identifikasi skala nyeri
kriteria hasil: ▪ Identifikasi respon nyeri non verbal
a. Keluhan nyeri ▪ Identifikasi faktor yang memperberat
menurun dan memperingan nyeri
19

b. Tampak meringis ▪ Identifikasi pengetahuan dan


menurun keyakinan tentang nyeri
c. Sikap protektif ▪ Identifikasi pengaruh budaya terhadap
menurun respon nyeri
▪ Identifikasi pengaruh nyeri pada
d. Gelisah menurun
kualitas hidup
e. Kesulitan tidur
▪ Monitor keberhasilan terapi
menurun komplementer yang sudah diberikan
f. Frekuensi nadi ▪ Monitor efek samping penggunaan
membaik analgetik
g. Tekanan darah Terapeutik
membaik ▪ Berikan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
▪ Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
▪ Fasilitasi istirahat dan tidur
▪ Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
▪ Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
▪ Jelaskan strategi meredakan nyeri
▪ Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
▪ Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
▪ Ajarkan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
▪ Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
Resiko defisit Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
nutrisi tindakan keperawatan Observasi
berhubungan diharapkan status ▪ Identifikasi status nutrisi
dengan faktor nutrisi membaik. ▪ Identifikasi alergi dan intoleransi
psikologis Kriteria hasil: makanan
a. Porsi makan yang ▪ Identifikasi makanan yang disukai
dihabiskan ▪ Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
meningkat nutrient
b. Berat badan ▪ Identifikasi perlunya penggunaan
selang nasogastrik
membaik
▪ Monitor asupan makanan
c. Frekuensi makan
▪ Monitor berat badan
membaik
20

d. Nafsu makan ▪ Monitor hasil pemeriksaan


membaik laboratorium
Terapeutik
▪ Lakukan oral hygiene sebelum makan,
jika perlu
▪ Fasilitasi menentukan pedoman diet
(mis. Piramida makanan)
▪ Sajikan makanan secara menarik dan
suhu yang sesuai
▪ Berikan makan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
▪ Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
▪ Berikan suplemen makanan, jika perlu
▪ Hentikan pemberian makan melalui
selang nasogastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
▪ Anjurkan posisi duduk, jika mampu
▪ Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
▪ Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
▪ Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
Defisit Setelah dilakukan Edukasi Perilaku Upaya Kesehatan
Pengetahuan b.d pendidikan kesehatan Observasi
kurang terpapar diharapkan klien ▪ Identifikasi kesiapan dan kemampuan
informasi memahami tentang menerima informasi
penyakitnya. Terapeutik
Kriteria hasil : ▪ Sediakan materi dan media pendidikan
a. Klien menyatakan kesehatan
pemahaman ▪ Jadwalkan pendidikan kesehatan
tentang hipertensi sesuai kesepakatan
b. Mempertahankan ▪ Berikan kesempatan untuk bertanya
tekanan darah ▪ Gunakan variasi model pembelajaran
dalam batas ▪ Gunakan pendekatan promosi
normal kesehatan dengan memperhatikan
pengaruh dan hambatan dari
lingkungan, sosial serta budaya.
▪ Berikan pujian dan dukungan terhadap
usaha positif dan pencapaiannya
Edukasi
▪ Jelaskan penanganan masalah
kesehatan
▪ Informasikan sumber yang tepat yang
tersedia di masyarakat
21

▪ Anjurkan menggunakan fasilitas


kesehatan
▪ Anjurkan menentukan perilaku
spesifik yang akan diubah (mis.
keinginan mengunjungi fasilitas
kesehatan)
▪ Ajarkan mengidentifikasi tujuan yang
akan dicapai
▪ Ajarkan program kesehatan dalam
kehidupan sehari hari
Resiko perfusi Setelah dilakukan Manajemen Peningkatan Tekanan
serebral tidak tindakan keperawatan Intrakranial
efektif ditandai 3x24 jam diharapkan Observasi
dengan cedera perfusi serebral ▪ Identifikasi penyebab peningkatan
kepala. meningkat dengan TIK (mis. Lesi, gangguan
kriteria hasil: metabolisme, edema serebral)
a. Sakit kepala ▪ Monitor tanda/gejala peningkatan TIK
menurun (mis. Tekanan darah meningkat,
b. Gelisah menurun tekanan nadi melebar, bradikardia,
c. Kesadaran pola nafas irregular, kesadaran
membaik menurun)
d. Demam menurun ▪ Monitor MAP (Mean Arterial
Pressure)
e. Kecemasan
▪ Monitor CVP (Central Venous
menurun
Pressure), jika perlu
▪ Monitor PAWP, jika perlu
▪ Monitor PAP, jika perlu
▪ Monitor ICP (Intracranial Pressure),
jika tersedia
▪ Monitor CPP (Cerebral Perfusion
Pressure)
▪ Monitor gelombang ICP
▪ Monitor status pernapasan
▪ Monitor intake dan output cairan
▪ Monitor cairan cerebrospinalis (mis.
Warna, konsistensi)
Terapeutik
▪ Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang tenang
▪ Berikan posisi semi fowler
▪ Hindari maneuver Valsava
▪ Cegah terjadinya kejang
▪ Hindari penggunaan PEEP
▪ Hindari pemberian cairan IV hipotonik
▪ Atur ventilator agar PaCO2 optimal
▪ Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
▪ Kolaborasi pemberian sedasi dan
antikonvulsan, jika perlu
▪ Kolaborasi pemberian diuretik
osmosis, jika perlu
22

▪ Kolaborasi pemberian pelunak tinja,


jika perlu
Resiko jatuh Setelah dilakukan Pencegahan jatuh
ditandai dengan tindakan keperawatan Observasi
kejang. 3x24 jam diharapkan ▪ Identifikasi resiko jatuh (mis, usia>65
tingkat jatuh menurun tahun, tingkat kesadaran, defisit
dengan kriteria hasil: kognitif, hipotensi ortostatik,
a. Jatuh dari tempat gangguan keseimbangan, gangguan
tidur menurun penglihatan, neuropati).
b. Jatuh saat berdiri ▪ Identifikasi resiko jatuh setidaknya
menurun sekali setiap shift atau sesuai dengan
c. Jatuh saat duduk kebijakan institusi
menurun ▪ Identifikasi faktor lingkungan yang
d. Jatuh saat berjalan meningkatkan resiko jatuh (mis, lantai
menurun licin, penerangan kurang)
▪ Monitor kemampuan berpindah tempat
tidur ke kursi roda dan sebaliknya.
Terapeutik
▪ Orientasikan ruangan pada pasien dan
keluarga
▪ Pastikan roda tempat tidur dan kursi
selalu dalam kondisi terkunci
▪ Atur mekanis tempat tidur pada posisi
rendah
▪ Gunakan alat bantu berjalan
Edukasi
▪ Anjurkan memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan untuk
berpindah
▪ Anjurkan menggunakan alas kaki yang
tidak licin

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan fase ketika perawat mengimplementasikan
rencana keperawatan. Implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan
khusus yang diperlukan untuk melaksanakan intervensi. Penatalaksanaan
nyeri adalah pengurangan nyeri sampai pada tingkat kenyamanan yang
dapat diterima pasien. Penatalaksanaan tersebut terdiri dari dua tipe dasar
tindakan keperawatan yaitu farmakologi dan nonfarmakologi (Kozier et
al., 2010). Tindakan- tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas
23

observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP


PPNI, 2018). Implementasi ini akan mengacu pada SIKI yang telah
dibuat pada rencana keperawatan.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menilai
keberhasilan rencana tindakan yang telah dilaksanakan. Apabila hasil
yang diharapkan belum tercapai, intervensi yang sudah ditetapkan dapat
dimodifikasi. Evaluasi dapat berupa struktur, proses dan hasil evaluasi
terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama
program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah
program selesai dan mendapatkan informasi efektifitas pengambilan
keputusan. Evaluasi asuhan keperawatan di dokumentasikan dalam
bentuk SOAP (subjektif, objektif, assessment, planning) (Achjar, 2012).
Format yang digunakan dalam tahap evaluasi menurut Alimul
(2012), yaitu format SOAP yang terdiri dari :
a. Subjective, yaitu informasi berupa ungkapan yang didapat dari
pasien setelah tindakan yang diberikan. Pada pasien cephalgia
dengan nyeri akut diharapkan keluhan nyeri berkurang.
b. Objective, yaitu informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan.
c. Analysis, yaitu membandingkan antara informasi subjective dan
objective dengan tujuan dan kriteria hasil. Kemudian ditarik
kesimpulan dari tiga kemungkinan simpulan, yaitu :
1) Tujuan tercapai, yaitu respon pasien yang menunjukan
perubahan dan kemajuan yang sesuai dengan kriteria yang
ditetapkan.
2) Tujuan tercapai sebagian, yaitu respon pasien yang menunjukan
masih dalam kondisi terdapat masalah.
3) Tujuan tidak tercapai, yaitu respon pasien tidak menunjukan
adanya perubahan kearah kemajuan.
d. Planning, yaitu rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisis.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

klien Ny.S dengan gangguan rasa nyaman : Nyeri akut berhubungan agen cedera
biologis. Asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian diagnosa, rencana
keperawatan, catatan keperawatan (implementasi) dan catatan perkembangan
(evaluasi) yang diberikan selama 3 hari mulai dari tanggal 7 – 9 November 2021.
A. Pengkajian Keperawatan
1. Biodata Klien
Klein bernama Ny.S, umur 45 tahun, berjenis kelamin perempuan,
beragama islam dan suku jawa, beralamat di dusun mulyorejo, suaminya
bernama Tn. S, pekerjaan suami swasta, dirujuk masuk rumah sakit yaitu
dengan keluhan nyeri kepala, terdapat mual dan muntah.
2. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri kepala, seperti berdenyut-denyut, dalam waktu
kurang lama 3 menit, terdapat mual muntah dan nafsu makan menurun.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan kurang lebih 1 minggu klien mengalami nyeri di
bagian kepala, nyeri yang dirasakan seperti berdenyut-denyut, lokasi
nyeri merambat ke seluruh bagian kepala, skala nyeri yang dirasakan dari
1-10 berada di 5 (sedang), dan terdapat rasa mual dan ingin muntah.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan dulu pernah rawat inap di rumah sakit lain dengan
keluhan terdapat gumpalan darah pada kepala.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan bahwa keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit
keturunan seperti Dm, Hipertensi, Jantung, Dll.

24
25

Genogram :

Keterangan :

: Perempuan Meninggal : Garis Pernikahan


: Laki-laki Meninggal : Satu Rumah
: Klien : Garis Keturunan

6. Riwayat Lingkungan
Lingkungan rumah klien masih terdapat pohon-pohon, terdapat polusi
udara terutama pada musim panas dn sering terjadi kebakaran hutan.
7. Riwayat Psikososial
a. Bahasa
Klien menggunakan bahasa jawa saat bersama keluarga, dan saat di
lingkungan umum menggunakan bahasa melayu.
b. Sumber dukungan
Klien berharap agar bisa segera pulih dan dapat beraktivitas kembali,
suami, anak dan keluarganya selalu mendukung dan menemani.
c. Suasana hati
Klien mengatakan suasana hatinya tidak karuan karena rasa sakit
kepala yang berat.
d. Tingkat perkembangan
Klien tampak lebih banyak berbaring karena saat klien duduk, klein
merasa pusing.
26

8. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Ttv :
Td : 118/70 mmHg Hr : 73 x/mnt
Rr : 20 x/mnt S : 37 °C
b. Kepala
Setelah dilakukan pemeriksaan kepala klien tidak terdapat benjolan,
rambut klien panjang, warna putih bercampur hitam, berantakan,
tidak terdapat nyeri tekan.
c. Mata
Setelah dilakukan pemeriksaan klien konjungtiva tidak anemis,
terdapat raccoon eye, tidak menggunakan alat bantuan penglihatan,
reflek kedip baik, tidak terdapat lesi dan katarak.
d. Hidung
Setelah dilakukan pemeriksaan bentuk hidung klien simetris, tidak
terdapat lesi atau pembengkakan, penciuman baik, tidak ada nyeri
tekan.
e. Mulut
Setelah dilakukan pemeriksaan kebersihan mulut klien baik, klien
mengatakan dia gosok gigi saat pagi.
f. Telinga
Setelah dilakukan pemeriksaan kedua daun telinga simetris. Tidak
ada lesi, pendengaran baik, tidak terdapat nyeri tekan.
g. Leher
Tidak terdapat lesi, tidak ada nyeri tekan, tidak ada kesulitan menelan.
h. Paru-paru
Gerak dada simetris, tidak ada pembengkakan di area dada, tidak ada
jejas di area dada, dan RR: 20x/menit.
27

i. Jantung
Pergerakan dada simetris, Tidak terdapat pembesaran pada jantung,
tidak terdapat nyeri tekan, RR: 20x/menit.
j. Abdomen
Tidak terdapat lesi, tidak terdapat pembesaran pada bagian abdomen,
bising usus 10 x/menit.
k. Ekstremitas
Atas:
Klien terpasang infus aserin pada sebelah kanan, pergerakan tangan
lemah.
Bawah:
Pada bagian kaki klien dapat digerakkan dengan normal.
Tonus Otot:
5 4

5 4

l. Kulit
Warna kulit klien sawo matang, tampak bersih, terpasang infus
aserin di sebelah tangan kanan.
9. Pola Nutrisi
a. Alergi
Klien mengatakan tidak memiliki alergi pada makanan, obat dan
cuaca.
b. Imunisasi
Klien mengatakan bahwa dirinya sudah lupa pernah mendapatkan
imunisasi atau tidak.
c. Kebiasaan
Klien mengatakan tidak memiliki kebiasaan merokok ataupun minum
alkohol.
d. Pola latihan
Sebelum masuk rumah sakit: tidak terjadi
28

Setelah masuk rumah sakit : klien hanya berjalan ke kamar mandi


dengan bantuan suaminya.
e. Pola makan
Sebelum masuk rumah sakit: klien mengatakan saat dirumah, klien
makan 3x sehari dengan porsi normal dan selalu habis.
Setelah masuk rumah sakit : klien mengatakan selama sakit dan
masuk rumah sakit makan 3x sehari tetapi tidak habis dan hanya dua
suapan karena klien merasakan mual dan ingin muntah.
f. Pola tidur
Sebelum masuk rumah sakit: klien mengatakan tidur ± 7 jam/hari.
Setelah masuk rumah sakit : klien mengatakan sulit tidur ± 5
jam/hari.
g. Pola eliminasi
Sebelum masuk rumah sakit: klien mengatakan BAB 2 x/hari, BAK
sering.
Setelah masuk rumah sakit : klien mengatakan BAB tidak ada, BAK
sering.

B. DATA PENUNJANG
1. Laboratorium
Tanggal pemeriksaan : 10-november 2021
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

PT (Foto optik) 16.2 10.0 – 14.0

APTT (Foto optik) 38.6 20.0 – 40.0

INR 1.46 0.9 – 1.5

WBC 6.60 3.50 – 9.50

RBC 3.04 3.80 – 5.80

MPV 425 125 – 350


29

2. MSCT Kepala
Tanggal pemeriksaan : 10 November 2021
Tidak terlampir

3. Pengobatan
Jenis-jenis obat Dosis pemberian Jalur Pemberian

Infuse Aserin IV

Inf.PCT 3 x 1 gr IV

Keterolac 2 x 50 gr IV

Kutoin 3 x 100 mg Oral

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN, INTERVENSI, IMPLEMENTASI DAN


EVALUASI KEPERAWATAN
Dalam penulisan atau penerapan diagnosis, intervensi, implementasi
dan evaluasi keperawatan dalam asuhan keperawatan Gangguan rasa nyaman:
Nyeri akut ini, penulis merujuk kepada sumber Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia (SDKI, 2017), Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI, 2018), serta Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI,
2019), untuk tahap evaluasi keperawatannya. Bisa dilihat dari pemaparan
dibawah ini sebagai berikut:
1. ANALISA DATA
a. Data Subjektif: Klien mengatakan nyeri kepala seperti berdenyut-
denyut, klien mengatakan terdapat mual dan muntah. Data Objektif:
klien tampak meringis kesakitan, tekanan darah klein 118/70 mmHg,
nadi 73 x/menit, respirasi 20 x/menit dan suhu tubuh 37°C. Etiologi:
agen pencedera fisiologis. Problem: nyeri akut.
b. Data Subjektif: klien mengatakan makan 3x sehari tetapi hanya
beberapa suapan saja dikarenakan merasa mual dan ingin muntah.
Data Objektif: klien tampak lemah, klien tamak ingin muntah saat
makan. Etiologi: faktor psikologis. Problem: Resiko defisit nutrisi.
30

c. Data subjektif: Klien menanyakan masalah yang sedang dihadapi.


Data Objektif: klien tampak merasakan bingung dengan
keadaannya, klien selalu menanyakan akan masalah yang saat ini
dihadapi. Etiologi: kurang terpapar informasi. Problem: Defisit
pengetahuan.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan utama yang diterapkan dalam kasus Ny.S
dengan Cephalgia ini merujuk pada Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (SDKI, 2017).
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedra fisiologi
ditandai dengan:
1) Data Subjektif dan Data Objektif:
Data Subjektif: Klien mengatakan nyeri kepala seperti
berdenyut-denyut, klien mengatakan terdapat mual dan muntah.
Data Objektif: klien tampak meringis kesakitan, tekanan darah
klein 118/70 mmHg, nadi 73 x/menit, respirasi 20 x/menit dan
suhu tubuh 37°C.
2) Perencanaan: Tujuan: Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 1x60 menit diharapkan tingkat nyeri menurun
dengan. Kriteria hasil: keluhan nyeri menurun dari skala 5
turun menjadi 1-3, gelisah menurun, kesulitan tidur menurun,
tekanan darah membaik, dan nafsu makan membaik.
3) Intervensi Keperawatan : Manajemen Nyeri
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri, skala nyeri.
b) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri
c) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri ( mis. Terapi musik, terapi pijat, terapi relaksasi nafas
dalam, kompres hangat/ dingin).
d) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri ( mis.
Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan).
31

e) Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa


nyeri.
f) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
4) Implementasi :
a) Implementasi hari pertama tanggal 7 november 2021
tindakan yang diberikan kepada Ny.S pada pukul 14.00 wib
yaitu: Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, skala nyeri.
Mengidentifikasi respon nyeri klien. Klien mengatakan
nyeri pada bagian kepala dengan P: sakit kepala, Q: seperti
berdenyut-denyut /diremas, R: Merambat ke seluruh kepala,
S: 5, T: nyeri hilang datang dengan waktu yang lama ±
selama 3 menit. Klien tampak meringis dan lemah, tekanan
darah klein 105/65 mmHg, nadi 73x/menit, respirasi 20
x/menit dan suhu tubuh 36,5°C. dan pada pukul 14.30 wib
menganjurkan klien untuk melakukan relaksasi nafas dalam
saat nyeri datang tiba-tiba, mengkolaborasi pemberian obat
Inj. PCT 3 x 1 gram dan Kutoin 3x 100 mg.
b) Implementasi hari kedua tanggal 8 november 2021 tindakan
yang diberikan kepada Ny.S pada pukul 08.00 wib yaitu:
Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri, skala nyeri. Mengidentifikasi
respon nyeri klien. Klien mengatakan nyeri pada bagian
kepala berkurang dengan P: sakit kepala, Q: seperti
berdenyut-denyut /diremas, R: Merambat ke seluruh kepala,
S: 3, T: nyeri hilang datang. Klien tampak lemah, tekanan
darah klein 105/66 mmHg, nadi 76x/menit, respirasi 20
x/menit dan suhu tubuh 36,7°C. dan pada pukul 08.20 wib
menganjurkan klien untuk melakukan relaksasi nafas dalam
saat nyeri datang tiba-tiba, mengkolaborasi pemberian obat
32

Inj. PCT 3 x 1 gram, Kutoin 3x 100 mg dan Ketorolak 2 x


50 mg.
c) Implementasi hari ketiga tanggal 9 november 2021 tindakan
yang diberikan kepada Ny.S pada pukul 06.30 wib yaitu:
Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri, skala nyeri. Mengidentifikasi
respon nyeri klien. Klien mengatakan nyeri pada bagian
kepala timbul kembali dengan P: sakit kepala, Q: seperti
berdenyut-denyut / tertusuk-tusuk, R: Merambat ke seluruh
kepala, S: 5, T: nyeri hilang datang dengan waktu yang
cukup lama, klien mengatakan terdapat mual dan muntah
tadi subuh sekitar pukul 05.00, suami klien mengatakan
bahwa klien tidak memiliki nafsu makan. Klien tampak
meringis, klien tampak lemah lemah, tekanan darah klein
116/65 mmHg, nadi 77x/menit, respirasi 20 x/menit dan
suhu tubuh 36,7°C. dan pada pukul 08.00 wib
menganjurkan klien untuk melakukan relaksasi nafas dalam
saat nyeri datang tiba-tiba, mengkolaborasi pemberian obat
Inj. PCT 3 x 1 gram, Kutoin 3x 100 mg dan Ketorolak 2 x
50 mg.
5) Evaluasi :
a) Evaluasi tanggal 7 november 2021 pukul 20.40: Data
Subjektif: klien mengeluh nyeri kepala skala 5 seperti
tertusuk-tusuk dalam jangka waktu yang lama dan sakitnya
merambat. Data Objektif: klien tampak meringis
kesakitan, klien tampak lemah. Tekanan darah klein 118/65
mmHg, nadi 73 x/menit, respirasi 20 x/menit dan suhu
tubuh 37°C. Analisa: masalah belum teratasi.
Perencanaan: Lanjutkan intervensi.
b) Evaluasi tanggal 8 november 2021 pukul 13.00 : Data
Subjektif: klien mengatakan nyeri berkurang, klien
mengatakan nyeri hilang datang, skala 3 dan menjalar. Data
33

Objektif: klien tampak lemah, tekanan darah klein 97/61


mmHg, nadi 81 x/menit, respirasi 20 x/menit dan suhu
tubuh 36,5°C. Analisa: masalah teratasi sebagian.
Perencanaan: Lanjutkan intervensi.
c) Evaluasi tanggal 9 november 2021 pukul 13.00 : Data
Subjektif: Klien mengatakan nyeri pada bagian kepala
timbul kembali,seperti berdenyut-denyut / tertusuk-tusuk,
Merambat ke seluruh kepala, nyeri hilang datang dengan
waktu yang cukup lama, klien mengatakan terdapat mual
dan muntah tadi subuh sekitar pukul 05.00, suami klien
mengatakan bahwa klien tidak memiliki nafsu makan..
Data Objektif: klien tampak lemah, klien tampak meringis,
tekanan darah klein 95/56 mmHg, nadi 76 x/menit, respirasi
20 x/menit dan suhu tubuh 36,8°C. Analisa: masalah
teratasi sebagian. Perencanaan: Lanjutkan intervensi.
b. Resiko defisit nutrisi b.d faktor psikologis (keengganan untuk
makan) ditandai dengan:
1) Data Subjektif dan Data Objektif:
Data Subjektif: klien mengatakan makan 3x sehari tetapi hanya
beberapa suapan saja dikarenakan merasa mual dan ingin
muntah. Data Objektif: klien tampak lemah, klien tamak ingin
muntah saat makan.
2) Perencanaan: Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan status nutrisi membaik. Kriteria hasil: Porsi makan
yang dihabiskan meningkat, Berat badan membaik, Frekuensi
makan membaik, dan Nafsu makan membaik.
3) Intervensi:
a) Identifikasi makanan yang disukai
b) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
c) Anjurkan klien makan sedikit demi sedikit.
34

4) Implementasi:
a) Implementasi hari pertama 7 november 2021. Pada pukul
14.00 wib mengkaji keluhan klien, mengidentifikasi makanan
yang disukai klien, mengidentifikasi alergi, menganjurkan
klien untuk tetap makan sedikit demi sedikit dan berhenti
sejenak ketika klien merasakan mual, menganjurkan klien
makan dengan posisi setengah duduk sambil menyandarkan
kepala.
b) Implementasi hari kedua 8 november 2021. Pada pukul 08.00
wib mengkaji keluhan klien, menganjurkan klien untuk tetap
makan sedikit demi sedikit dan berhenti sejenak ketika klien
merasakan mual, menganjurkan klien makan dengan posisi
setengah duduk sambil menyandarkan kepala.
c) Implementasi hari ketiga 9 november 2021. Pada pukul 08.00
wib mengkaji keluhan klien, menganjurkan klien untuk tetap
makan sedikit demi sedikit dan berhenti sejenak ketika klien
merasakan mual, menganjurkan klien mengkonsumsi buah-
buahan segar, menganjurkan klien makan dengan posisi
setengah duduk sambil menyandarkan kepala.
5) Evaluasi:
a) Evaluasi hari pertama 7 november 2021. Data Subjektif:
klien mengatakan merasa mual ketika makan, klien
mengatakan hanya mampu makan 2 suapan, klien
mengatakan pusing ketika makan dengan posisi duduk,
Suami klien mengatakan setiap makan selalu terdapat reflek
muntah. Data Objektif: klien tampak lemah, klien hanya
terbaring di tempat tidur. Analisa: masalah belum teratasi.
Perencanaan: lanjutkan intervensi.
b) Evaluasi hari kedua 8 november 2021. Data Subjektif: klien
mengatakan nafsu makan sudah sedikit membaik, klien
mengatakan memakan buah sedikit demi sedikit. Data
35

Objektif: klien tampak menyemai buah-buahan. Analisa:


masalah teratasi sebagian. Perencanaan: lanjutkan intervensi.
c) Evaluasi hari ketiga 9 november 2021. Data Subjektif:
suami klien mengatakan mual dan terdapat muntah cair
bercampur makanan semalam sekitar jam 05.00 subuh. Data
Objektif: klien tampak terbaring lemah. Analisa: masalah
belum teratasi. Perencanaan: lanjutkan intervensi.
c. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi tentang
Cephalgia ditandai dengan:
1) Data Subjektif dan Data Objektif:
Data Subjektif: klien mengatakan bingung apa yang
menyebabkan rasa nyeri timbul, klien mengatakan pernah
melakukan pengobatan menggunakan laser di rumah sakit lain.
Data Objektif: klien selalu bertanya akan penyakitnya.
2) Perencanaan: Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan
2 x 24 jam diharapkan tingkat pengetahuan meningkat, dengan
Kriteria hasil: perilaku sesuai anjuran meningkat, pertanyaan
tentang masalah yang dihadapi menurun.
3) Intervensi Keperawatan:
a) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi.
b) Identifikasi kemampuan tentang penyakit cephalgia.
c) Menyediakan materi dan media pendidikan kesehatan.
d) Jelaskan perubahan fisik dan psikologis penderita cephalgia.
e) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat.
4) Implementasi:
a) Implementasi hari pertama 7 november 2021. Pada pukul
19.00, mengkaji pengetahuan klien tentang penyakit yang
diderita, memberikan penjelasan tentang penyakit,
penyebab terjadinya nyeri.
b) Implementasi hari kedua 8 november 2021. Pada pukul
11.00, memberikan edukasi tentang penyakit, penyebab
36

terjadinya nyeri, memberikan kesempatan pada klien untuk


bertanya, Mengevaluasi kembali apa yang telah dijelaskan.
f) Implementasi hari ketiga 9 november 2021. Pada pukul
10.00, Menjelaskan perubahan fisik dan psikologis
penderita cephalgia. Mengajarkan perilaku hidup bersih dan
sehat.
5) Evaluasi:
a) Evaluasi tanggal 7 november 2021. Data Subjektif: Klien
menanyakan masalah yang sedang dihadapi. Data
Objektif: klien tampak merasakan bingung dengan
keadaannya, klien selalu menanyakan akan masalah yang
saat ini dihadapi. Analisa: masalah belum teratasi.
Perencanaan : lanjutkan intervensi.
b) Evaluasi tanggal 8 november 2021. Data Subjektif: klien
mengatakan nyeri datang saat mengingat anak dan kerjaan
dirumah, klien mengatakan nyeri datang secara tiba-tiba dan
pasien sebelah ribut. Data Objektif: klien tampak meringis,
klien sudah dapat memahami penyebab timbulnya nyeri.
Analisa: masalah teratasi sebagian. Perencanaan:
lanjutkan intervensi.
c) Evaluasi tanggal 9 november 2021. Data Subjektif: Suami
klien menanyakan kembali penyebab yang membuat
istrinya kembali merasakan nyeri yang berat dan tiba-tiba
mual- muntah. Data Objektif: suami klien masih tampah
bingung, klien tampak lemah dan merintih. Analisa:
masalah belum teratasi. Perencanaan: lanjutkan intervensi.

Anda mungkin juga menyukai