Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

“MANAJEMEN NYERI”

Di Susun Oleh:
SILVIANA, S.Kep
(2214901021)

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Ns. Rebbi Permata Sari, M.Kep) (Ns. Nilmala Sari AR, S.Kep)

KETERAMPILAN DASAR PROFESI (KDPK)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
TAHUN 2022
1.1 Konsep Nyeri
A. Definisi
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat
subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau
tingkatannya, hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi
nyeri yang dialaminya (SDKI, 2016)
Nyeri menurut The International Association for the Study of Pain adalah
pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang disertai oleh
kerusakan jaringan secara potensial, aktual dan sering dilukiskan sebagai suatu
yang berbahaya (noksius, protofatik) atau yang tidak berbahaya (non-noksius,
epikritik) misalnya sentuhan ringan, kehangatan, tekanan ringan. Nyeri dirasakan
apabila reseptor-reseptor nyeri spesifik teraktifasi, dapat dijelaskan secara subjektif
dan objektif berdasarkan lama atau durasi, kecepatan sensasi dan letak (RSUD
Puri, 2016).
Nyeri merupakan pengalaman universal yang berfungsi sebagai tanda yang
penting bahwa tubuh tidak berfungsi atau mengalami kerusakan. Nyeri merupakan
perasaan tidak nyaman, baik ringan maupun berat yang hanya dapat dirasakan oleh
individu tanpa dapat dirasakan oleh orang lain. Karena pengalaman nyeri masing-
masing individu bersifat unik dan tergantung pada faktor internal dan eksternal,
nyeri juga didefinisikan sebagai :” Nyeri adalah apa yang dikatakan oleh pasien
dan ada saat pasien tersebut mengatakannya”. Dari definisi ini tersirat laporan
nyeri ini adalah kombinasi dari respons sensorik, afektif dan kognitif, sehingga
hubungan nyeri dengan kerusakan jaringan tidak sama dan tidak konstan.
Akibatnya rasa nyeri itu subjektif, sehingga laporan atau keluhan dari pasien
merupakan penilaian yang paling mempunyai arti (gold standard), dalam
menengakkan diagnosa nyeri (RSUD Puri, 2016).

B. Klasifikasi
Klasifikasi nyeri dibagi berdasarkan waktu yaitu nyeri akut dan nyeri kronik.
Untuk nyeri akut terjadi segera setelah tubuh terkena cidera/ intervensi bedah,
intensitasnya bervariasi dari berat sampai ringan. Nyeri akut dihubungkan dengan
kerusakan jaringan dan pengobatan cepat diberikan untuk hilangkan nyeri. Durasi
nyeri akut dimulai dari terkena cidera sampai dengan 7 hari (Sangaji, 2022).

1
Nyeri kronik adalah nyeri konstan/ hilang timbul yang menetap sepanjang
suatu periode tertentu, terjadi proses inflamasi/peradangan. Intensitas bervariasi,
ada periode remisi (gejala hilang sebagian atau keseluruhan) dan eksaserbasi
(keparahan meningkat). Biasanya nyeri kronik sering sulit diobati karena biasanya
nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang diarahkan pada
penyebabnya. Durasi dari nyeri kronik berlangsung hingga enam bulan (Sangaji,
2022).
Peradangan merupakan respons tubuh terhadap rangsangan berbahaya, seperti
luka fisik atau infeksi dan memiliki 5 gejala klasik yaitu panas berlebihan, rasa
nyeri, memerah, pembengkakan dan gangguan fungsi. Pada banyak kasus yang
terjadi, nyeri punggung menunjukkan kasus tertinggi dan dianggap prioritas, dan
nyeri sendi kasusnya lebih rendah meskipun tingkat kekronisannya mendorong
presentasi signifikan untuk konsumsi obat pada kategori ini (Sangaji, 2022).

C. Anatomi Fisiologi
Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu nosisepsi,
sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik,
reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisi. Antara stimulus cedera jaringan
dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses tersendiri : tranduksi,
transmisi, modulasi, dan persepsi (Bahrudin, 2017).
Transduksi adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen menerjemahkan
stimulus (misalnya tusukan jarum) ke dalam impuls nosiseptif. Ada tiga tipe
serabut saraf yang terlibat dalamproses ini, yaitu serabut A-beta, A-delta, dan C.
Serabut yang berespon secara maksimal terhadap stimulasi non noksius
dikelompokkan sebagai serabut penghantar nyeri, atau nosiseptor. Serabut ini
adalah A-delta dan C. Silent nociceptor, juga terlibat dalamproses transduksi,
merupakan serabut saraf aferen yang tidak bersepon terhadap stimulasi eksternal
tanpa adanya mediator inflamasi (Bahrudin, 2017).
Transmisi adalah suatu proses dimana impuls disalurkan menuju kornu
dorsalis medula spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik menuju otak.
Neuron aferen primer merupakan pengirimdan penerima aktif dari sinyal elektrik
dan kimiawi. Aksonnya berakhir di kornu dorsalis medula spinalis dan selanjutnya
berhubungan dengan banyak neuron spinal (Bahrudin, 2017).

2
Modulasi adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri (pain related
neural signals). Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis medula spinalis, dan
mungkin juga terjadi di level lainnya. Serangkaian reseptor opioid seperti mu,
kappa, dan delta dapat ditemukan di kornu dorsalis. Sistem nosiseptif juga
mempunyai jalur desending berasal dari korteks frontalis, hipotalamus, dan area
otak lainnya ke otak tengah (midbrain) dan medula oblongata, selanjutnya menuju
medula spinalis. Hasil dari proses inhibisi desendens ini adalah penguatan, atau
bahkan penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di kornu dorsalis. Persepsi nyeri
adalah kesadaran akan pengalaman nyeri (Bahrudin, 2017).
Persepsi merupakan hasil dari interaksi proses transduksi, transmisi,
modulasi, aspek psikologis, dan karakteristik individu lainnya. Reseptor nyeri
adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh
yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang
berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secaara potensial merusak. Reseptor
nyeri disebut juga Nociseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri (nociseptor) ada
yang bermiyelin dan ada juga yang tidak bermiyelin dari syaraf aferen (Bahrudin,
2017).

D. Teori Nyeri
Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan
bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap paling
relevan. Menurut Bahrudin (2017):
a. Teori Spesivisitas (Specivity Theory)
Teori ini digambarkan oleh Descartes pada abad ke 17. Teori ini didasarkan
pada kepercayaan bahwa terdapat organ tubuh yang secara khusus mentransmisi
rasa nyeri. Syaraf ini diyakini dapat menerima rangsangan nyeri dan
mentransmisikannya melalui ujung dorsal dan substansia gelatinosa ke talamus,
yang akhirnya akan dihantarkan pada daerah yang lebih tinggi sehingga timbul
respon nyeri. Teori ini tidak menjelaskan bagaimana faktor-faktor multi
dimensional dapat mempengaruhi nyeri Bahrudin (2017).
b. Teori Pola (Pattern Theory)
Teori ini menurut Bahrudin (2017) menerangkan bahwa ada dua serabut nyeri
yaitu serabut yang mampu menghantarkan rangsang dengan cepat dan serabut
yang mampu menghantarkan dengan lambat. Dua serabut syaraf tersebut
3
bersinaps pada medula spinalis dan meneruskan informasi ke otak mengenai
sejumlah intensitas dan tipe input sensori nyeri yang menafsirkan karakter dan
kualitas input sensasi nyeri.
c. Teori Gerbang Kendali Nyeri ( Gate Control Theory )
Tahun 1959 Milzack dan Wall dalm Bahrudin (2017) menjelaskan teori
gerbang kendali nyeri, yang menyatakan terdapat semacam pintu gerbang yang
dapat memfasilitasi transmisi sinyal nyeri. Gate Control Theory merupakan
model modulasi nyeri yang populer. Teori ini menyatakan eksistensi dari
kemampuan endogen untuk mengurangi dan meningkatkan derajat perasaan
nyeri melalui modulasi impuls yang masuk pada kornu dorsalis melalui “gate”
(gerbang) (Bahrudin, 2017).
Berdasarkan sinyal dari sistem asendens dan desendens maka input akan
ditimbang. Integrasi semua input dari neuron sensorik, yaitu pada level medulla
spinalis yang sesuai, dan ketentuan apakah gate akan menutup atau membuka,
akan meningkatkan atau mengurangi intensitas nyeri asendens. Gate Control
Theory ini mengakomodir variabel psikologis dalampersepsi nyeri, termasuk
motivasi untuk bebas dari nyeri, dan peranan pikiran, emosi, dan reaksi stress
dalam meningkatkan atau menurunkan sensasi nyeri. Melalui model ini, dapat
dimengerti bahwa nyeri dapat dikontrol oleh manipulasi farmakologis maupun
intervensi psikologis (Bahrudin, 2017).

E. Skala Nyeri
1. Kategorikal/ one dimensional
Umumnya pengukuran ini menempatkan pasien pada beberapa kategori
yang umum dipakai yaitu : tidak ada nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang, dan nyeri
hebat. Contohnya adalah verbal rating scale. Tidak terdapat nyeri diartikan pasien
tidak merasakan nyeri. Nyeri ringan diartikan sebagai nyeri yang umumnya
bersifat siklik dan tidak mengganggu aktivitas keseharian. Nyeri sedang bila nyeri
bersifat episodik, terdapat masa eksaserbasi. Umumnya nyeri masih dapat ditolerir
walaupun pasien membutuhkan analgetikum. Rasa nyeri akan meningkat apabila
melakukan aktivitas yang tidak biasa dilakukan. Nyeri hebat adalah apabila pasien
dalam melakukan aktivitas kesehariannya merasa nyeri dan mengganggu
aktivitasnya (Agustin 2022).

4
Gambar 1.3 Skala Nyeri Kategorikal Likert

2. Numerikal/ Numerical Rating Scale


Numeric rating scale merupakan skala nyeri yang paling sering digunakan.
Skala nyeri ini dirancang untuk digunakan oleh pasien yang berusia di atas 9
tahun. Tingkat intensitas nyeri ini dapat dinilai pada perawatan awal, atau secara
berkala setelah perawatan (Agustin, 2022).
Pada mengukuran skala nyeri ini, pasien diminta untuk menilai rasa sakit yang
dialami menggunakan angka 0–10 atau 0–5. Semakin besar angka yang dipilih,
maka semakin sakit juga nyeri yang dirasakan. Berikut adalah penjelasannya:
1) Angka 0 artinya tidak nyeri
2) Angka 1–3 artinya nyeri ringan
3) Angka 4–6 artinya nyeri sedang
4) Angka 7–10 artinya nyeri berat (Agustin, 2022).
Gambar 1.4 Skala Nyeri Numerik

3. Visual Analogue scale/VAS


VAS merupakan suatu garis lurus yang mewakili skala nyeri dan memiliki
alat keterangan verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi kebebasan klien
untuk mengidentifikasi keparahan nyeri.VAS merupakan pengukur skala nyeri
yang lebih sensitif, karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada
rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka. Skala ini
menggunakan angka 0 sampai 10 untuk menggambarkan tingkat nyeri.
Pengukuran dikatakan sebagai nyeri ringan pada nilai di bawah 4, nyeri sedang
bila nilai antara 4-7 dikatakan sebagai nyeri hebat apabila nilai di atas 7 (Agustin,
2022).

5
Gambar 2.5 Visual Analogue Scale

Agar pengukuran dapat berjalan sebagai mestinya, sebelum dilakukan


pengukuran pasien diberi penjelasan mengenai pengukuran yang akan dilakukan
beserta prosedurnya. Kemudian pasien diminta untuk memberi tanda pada garis
sesuai dengan intensitas nyeri yang dirasakan pasien. Biasanya pasien akan
memberi tanda berupa goresan garis vertikal pada VAS horizontal dan
sebaliknya. Dalam pengukuran ini pasien diberi kebebasan penuh untuk memberi
tanda pada VAS sesuai dengan intensitas nyeri yang ia rasakan (Agustin, 2022).
4. Face Rating Scale
Skala penilaian wajah biasanya digunakan untuk mengukur intensitas nyeri
pada anak-anak. Foto wajah seorang anak yang menunjukkan rasa tidak nyaman
dirancang sebagai petunjuk untuk memberi pengertian kepada anak-anak sehingga
dapat memahami makna dan tingkat keparahan nyeri. Skala tersebut terdiri dari
enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan wajah dari mulai gambar
wajah yang sedang tersenyum (tidak merasa nyeri) kemudian secara bertahap
meningkat menjadi wajah kurang bahagia (sangat nyeri). Saat ini para peneliti
mulai menggunakan skala wajah ini pada orang-orang dewasa atau pasien yang
kesulitan dalam mendeskripsikan intensitas nyerinya, dan orang dewasa yang
memiliki gangguan kognitif (Agustin, 2022).
Gambar 2.6 Faces Pain Rating Scale

Menurut Marilynn Jackson dan Lee Jackson (2012) penilaian nyeri


berdasarkan OPQRST :

6
Tabel 2.1
Cara Penilaian Nyeri
Inisial Deskripsi Contoh Pertanyaan
O Onset Tentukan kapan terjadi ketidaknyamanan yang
membuat pasien mulai mencari bantuan.

P Provocation Tanyakan apa yang memperburuk nyeri atau


(provokasi) ketidaknyamanan.
Apakah posisi ?
Apakah memburuk dengan menarik nafas dalam atau
palpasi pada dada ?
Apakah nyeri menetap ?
Q Quality (kualitas) Tanyakan bagaimana jenis nyerinya. Biarkan pasien
menjelaskan dengan bahasanya sendiri.
R Radiation (radiasi) Apakah nyeri berjalan (menjalar) ke bagian tubuh yang
lain?
Dimana ?
S Severity (keparahan) Gunakan perangkat penilaian skala nyeri (sesuai untuk
pasien) untuk pengukuran keparahan nyeri yang
konsisten. Gunakan skala nyeri yang sama untuk
menilai kembali keparahan nyeri dan apakah nyeri
berkurang atau memburuk.
T Time (waktu) Berapa lama nyeri berlangsung dan apakah hilang
timbul atau terus-menerus ?

(Agustin 2022).

F. Penatalaksanaan
Manajemen nyeri merupakan salah satu cara yang digunakan dibidang
kesehatan untuk mengatasi nyeri yang dialami pasien. Manajemen nyeri yang tepat
haruslah mencakup penanganan secara keseluruhan, tidak hanya terbatas pada
pendekatan farmakologi saja, karena nyeri juga dipengaruhi oleh emosi dan
tanggapan individu terhadap dirinya. Secara garis besar ada dua manajemen untuk
mengatasi nyeri yaitu manajemen farmakologi dan non farmakologi (Utami, 2017).
Teknik farmakologi merupakan tindakan kolaborasi antara perawat dan
dokter yang menekankan pada pemberian obat yang efektif untuk menghilangkan
nyeri terutama untuk nyeri yang sangat hebat dan berlangsung lama. Pemberian
analgetik dan obat tidur bisa juga diberikan untuk mengurangi nyeri. Namun
pemakaian yang berlebihan mempunyai efek samping kecanduan dan dapat
7
membahayakan pemakainya bila over dosis. Metode pereda nyeri nonfarmakologis
merupakan tindakan mandiri perawat untuk mengurangi intensitas nyeri sampai
dengan tingkat yang dapat ditoleransi oleh pasien. Metode pereda nyeri
nonfarmakologis merupakan tindakan mandiri perawat untuk mengurangi
intensitas nyeri sampai dengan tingkat yang dapat ditoleransi oleh pasien (Potter &
Perry, 2012). Sekarang telah banyak dikembangkan intervensi keperawatan yang
dilakukan untuk mengurangi intensitas nyeri paska operasi seperti teknik relaksasi
dan distraksi yang bertujuan untuk memberikan rasa nyaman dan rileks pada
pasien, dapat mengurangi intensitas nyeri, serta dapat meningkatkan ventilasi paru
dan meningkatkan oksigen darah. Terapi relaksasi merupakan suatu teknik yang
berkaitan dengan tingkah laku manusia dan efektif dalam mengatasi nyeri akut
terutama rasa nyeri akibat prosedur diagnostik dan pembedahan (Utami, 2017)

G. Patofisiologi
Munculnya nyeri berkaitan dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor
nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas
yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin yang tersebar pada kulit
dan mukosa, khususnya pada visera, persendian dinding arteri, hati dan kandung
empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respons akibat adanya stimulasi atau
rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti histamine,
bradikinin, prostaglandin, dan macam asam yang dilepas apabila terdapat
kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat
berupa termal, listrik atau mekanis.
Selanjutnya stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut ditransmisikan ke
serabut C. serabut-serabut aferen masuk ke spinal melalui akar dorsal (dorsal root)
serta sinaps pada dorsal horn. Dorsal horn, terdiri atas beberapa lapisan atau
laminae yang saling bertautan. Diantara lapisan dua dan tiga berbentuk substansia
gelatinosa yang merupakan saluran utama impuls. Kemudian, impuls nyeri
menyeberangi sumsum tulang belakang pada interneuron dan bersambung ke jalur
spinal asendens yang paling utama, yaitu jalur spinothalamic tract (STT) atau jalur
spinothalamus tract (SRT) yang membawa informasi tentang sifat dan lokasi nyeri.
Dari proses transmisi terdapat dua jalur mekanisme terjadinya nyeri, yaitu jalur
opiate dan jalur non-opiate. Jalur opiate ditandai oleh pertemuan reseptor pada otak
yang terdiri atas jalur spinal desendens dari thalamus yang melalui otak tengah dan
8
medulla ke tanduk dorsal dari sumsum tulang belakang yang berkonduksi dengan
nociceptor impuls supresif. Serotonin merupakan neurotransmitter dalam impuls
supresif. System supresif lebih mengaktifkan stimulasi nociceptor yagn
ditransmisikan oleh serabut A. Jalur non-opiate merupakan jalur desendens yang
tidak memberikan respons terhadap naloxone yang kurang banyak diketahui
mekanismenya. (Khumaira, 2016)

1.2 Manajemen Nyeri : Relaksasi


a. Definisi
Tujuan teknik relaksasi adalah membantu orang menjadi rileks, dengan
demikian dapat memperbaiki berbagai aspek kesehatan fisik. Untuk membantu
individu mengontrol diri dan memfokuskan perhatian sehingga ia saat berada dalam
situasi yang menegangkan. (Zainul, 2015).
Relaksasi merupakan suatu bentuk teknik yang melibatkan pergerakan anggota
badan dan bisa dilakukan dimana saja (Potter & Perry, 2012). Tehnik ini didasarkan
kepada keyakinan bahwa tubuh berespon pada ansietas yang merangsang karena nyeri
atau kondisi penyakitnya. Tehnik relaksasi dapat menurunkan ketegangan fisiologis
(Asmadi, 20)
b. Jenis-jenis Teknik Relaksa
Ada beberapa jenis dari relaksasi
1. Relaksasi otot
Relaksasi otot bertujuan untuk mengurangi ketegangan dengan cara melemaskan
badan. Dalam latihan relaksasi otot individu diminta menegangkan otot dengan
ketegangan tertentu dan kemudian diminta untuk mengendurkannya. Sebelum
dikendurkan penting dirasakan ketegangan tersebut sehingga individu dapat
membedakan antara otot tegang dan otot lemas.

2. Relaksasi kesadaran indera


Teknik ini individu dapat diberi satu persatu diberi pertanyaan yang tidak dijawab
secara lisan tetapi untuk dirasakan sesuai dengan apa yang dapat atau yang tidak
dapat dalam individu pada waktu intruksi diberikan pengembangan.
3. Relaksasi melalui hipnosa, yoga, dan meditasi
9
a. Hipnosa ialah kondisi yang menyerupai tidur lelap tetapi lebih aktif, saat
seseorang memiliki sedikit keinginan tahu dari dirinya dan bertindak menurut
sugesti dari orang yang menyebabkan terjadinya kondisi tersebut.
b. Yoga yaitu sebuah sistematika baru yang mampu menjelaskan manusia secara
utuh, bagaiman menjalani hidup secara berimbang serta bagaimana cara
bertahan hidup jika tidak ada keseimbangan.
c. Meditasi adalah suatu teknik latihan dalam meningkatkan kesadaran pada satu
objek stimulasi yang tidak berubah pada waktu tertentu. (Zainul, 2015).
c. Manfaat Relaksasi
Secara garis besar siswa-siswi TPQ dianjurkan kelapangan sebelum masuk ke kelas
tujuannya, untuk memberikan pengetahuan tentang manfaat relaksasi dengan cara
lari-lari kecil ditempat, mengatur nafas agar selalu rileks dalam mengerjakan sesuatu
di dalam kelas, dengan hal itu telah dijadikan menjadi beberapa manfaat yaitu:
1. Relaksasi akan membuat individu lebih mampu menghindari reaksi yang
berlebihan karena adanya stress.
2. Masalah-masalah yang berhubungan dengan stress seperti hipertensi, sakit
kepala, insomania dapat dikurangi atau diobati dengan relaksasi.
3. Mengurangi tingkat kecemasan.
4. Mengurangi kemungkinan gangguan yang berhubungan dengan stress.
5. Mengontrol anticipatory anxiety sebelum situasi yang menimbulkan kecemasan,
seperti pada pertemuan penting, wawancara atau sebagainya.
6. Penelitian menunjukkan bahwa perilaku tertentu dapat lebih sering terjadi selama
periode stress, misalnya naiknya jumlah rokok yang dihisap, konsumsi alcohol,
pemakaian obat-obatan, dan makanan yang berlebih-lebihan.
7. Meningkatkan penampilan kerja, sosial, dan penampilan fisik.
8. Kelelahan, aktivitas mental dan latihan fisik yang tertunda dapat diatasi dengan
menggunakan ketrampilan relaksasi. (Zainul, 2007).

d. Teknik-teknik Relaksasi
1. Relaksasi progesif (progressive relaxation training)
Untuk membawa seseorang relaks sampai pada otot-ototnya. Jacobson percaya
bahwa jika seseorang berada dalam keadaan seperti itu, akan terjadi pngurangan
timbulnya reaksi emosi yang bergelora, baik pada susunan syaraf otonom dan
lebih lanjut dapat meningkatkan perasaan segar dan sehat jasmani maupun rohani.
10
2. Otogenik (autogenic training)
Otogenik adalah latihan untuk merasakan berat dan panas pada anggota gerak,
pengaturan pada jantung dan paru-paru, perasaan panas pada perut dan dingin
pada dahi. Johanes Schultz, memperkenalkan teknik pasif agar seseorang dapat
menguasai munculnya emosi yang bergelora.
3. Sugesti diri (suggestion technique)
Seseorang dapat melakukan sendiri perubahan kefaalan pada dirinya sendiri, juga
bias mengatur permunculan-permunculan dari emosinya pada tingkatan maksimal
yang dikehendaki.
4. Melakukan sendiri (self help)
Seseorang diajarkan untuk melakukannya sendiri dengan mempergunakan alat
“bio feedback” agar pasien mengetahui saat-saat tercapainya keadaan relaks.
e. Macam-macam Teknik Relaksasi
1. Relaxation Via Tension relaxation
Metode ini digunakan agar individu agar dapat merasakan perbedaan antara saat-
saat tubuhnya tegang dan saat otot dalam keadaan lemas. Selain itu individu
dilatih untuk capai keadaan rileks. Otot yang dilatih adalah otot lengan, tangan,
biceps, bahu, wajah, perut dan kaki.
2. Relaxation Via Letting Go
Metode ini biasanya merupakan tahap dari pelatihan Relaxation Via Tension-
Relaxation, yaitu latihan untuk memperdalam dan menyadari relaksasi. Pada
metode ini diharapkan individu dapat lebih peka terhadap ketegangan dan lebih
ahli dalam mengurangi ketegangan.
3. Differential relaxation
Relaksasi differensial merupakan salah satu ketrampilan relaksasi progesif. Dalam
pelatihan relaksasi differensial ini, individu tidak hanya menyadari kelompok otot
yang diperlukan untuk melakukan aktifitas tertentu saja tetapi juga
mengidentifikasikan dan lebih menyadari lagi otot-otot yang tidak perlu
melakukan aktifitas tersebut.

f. Pelaksanaan Dan Tempat Latihan


Agar efektif hasilnya latihan ini sebaiknya dilakukan ditempat dan situasi yang
memungkinkan latihan tersebut berlangsung dengan baik, antara lain:

11
1. dilaksanakan ditempat yang tenang, bebas dari hal-hal yang mengganggu
kosentrasi, suara bising, tempat kotor, panas terik, dll.
2. Sebaiknya dilapisi oleh matras yang cukup empuk agar dapat berbaring dengan
enak.
3. Dilakukan di tempat yang teduh terhindar dari sengatan langsung matahari
4. Dilakukan musik yang menenangkan jiwa (musik klasik) dalam memberikan
instruksi suara harus betul-betul menenangkan.
5. Harus dilakukan secara sukarela dan tekun dan mempunyai kemampuan
kosentrasi dengan baik
g. Tahap Pelaksanaan Teknik Relaksasi Progresif
1. Tahap persiapan
Peneliti memposisikan tubuh pasien secara nyaman mungkin. pasien diinstruksikan
untuk duduk semi fowler dengan rileks, mata tertutup, melonggarkan pakaian
disekitar leher dan pinggang.
2. Tahap pelaksanaan
Pada tahapan ini responden melaksanakan latihan relaksasi otot progresif dengan
dibimbing langsung oleh peneliti sendiri.
3. Tahap penutupan
Pada tahapan ini responden bersiap-siap untuk istirahat. Sesudah latihan relaksasi
otot progresif.
4. Tahap evaluasi
Pada tahapan ini peneliti menanyakan kembali perasaan responden dan
menjelaskan bahwa intervensi telah selesai dilakukan.

1.3 Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan
pasien, baik fisik, mental, social dan lingkungan (Dermawan, 2012).

12
2. Pengumpulan Data
1) Identitas pasien: Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, tempat
tinggal
2) Riwayat penyakit sekarang: Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adanya keluhan
pada area yang nyeri
3) Riwayat penyakit dahulu: Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien
dengan timbulnya nyeri
4) Riwayat penyakit keluarga: Adakah anggota keluarga yang mengalami penyakit
seperti yang dialami pasien, adakah anggota keluarga yang mengalami penyakit
lainnya
5) Riwayat psikososial dan spiritual: Bagaimana hubungan pasien dengan anggota
keluarga yang lain dan lingkungan sekitar sebelum maupun saat sakit, apakah pasien
mengalami kecemasan, rasa sakit, karena penyakit yang dideritanya, dan bagaimana
pasien menggunakan koping mekanisme untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapinya.
3. Riwayat bio- psiko- sosial- spiritual
a) Pola Nutrisi
Bagaimana kebiasaan makan, minum sehari- hari, jenis makanan apa saja yang
sering di konsumsi, makanan yang paling disukai, frekwensi makanannya. Klien
biasanya mengalami anoreksia, Jenis diet yang dianjurkan adalah diet TKTP
b) Pola Eliminasi
Kebiasaan BAB, BAK, frekwensi, warna BAB, BAK, adakah keluar darah atau
tidak, keras, lembek, cair.
c) Pola personal hygiene
Kebiasaan dalam pola hidup bersih, mandi, menggunakan sabun atau tidak,
menyikat gigi.
d) Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan istirahat tidur berapa jam.
e) Kebiasaan – kebiasaan sebelum tidur apa saja yang dilakukan.
Pola aktivitas dan latihan
f) Kegiatan sehari-hari, olahraga yang sering dilakukan, aktivitas diluar kegiatan
olahraga, misalnya mengurusi urusan adat di kampung dan sekitarnya.
g) Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Kebiasaan merokok, mengkonsumsi minum-minuman keras, ketergantungan dengan
13
obat-obatan (narkoba ).
h) Hubungan peran
Hubungan dengan keluarga harmonis, dengan tetangga, teman-teman sekitar
lingkungan rumah, aktif dalam kegiatan adat.
i) Pola persepsi dan konsep diri
Pandangan terhadap image diri pribadi, kecintaan terhadap keluarga, kebersamaan
dengan keluarga.
j) Pola nilai kepercayaan
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, keyakinan terhadap agama yang
dianut, mengerjakan perintah agama yang di anut dan patuh terhadap perintah dan
larangan-Nya.
k) Pola reproduksi dan seksual
Hubungan dengan keluarga harmonis, bahagia, hubungan dengan keluarga besarnya
dan lingkungan sekitar.
4. Riwayat pengkajian nyeri
P: Provokatus paliatif: Apa yang menyebabkan gejala? Apa yang bias memperberat?
apa yang bias mengurangi
Q: QuaLity-quantity: Bagaimana gejala dirasakan, sejauh mana gejala dirasakan
R: Region – radiasi: Dimana gejala dirasakan ? apakah menyebar?
S: Skala – severity: Seberapah tingkat keparahan dirasakan? Pada skala berapah?
T: Time: Kapan gejala mulai timbul? Seberapa sering gejala dirasakan? tiba-tiba atau
bertahap? seberapa lama gejala dirasakan?
5. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum sakit sedang, kesadaran compos mentis, suhu 37,5 C, nadi 602)
100X/ menit, RR 16-20x / menit tensi 120/ 80 mmHg.
b) Pemeriksaan head totoe
1) Kepala dan leher: Dengan tehnik inspeksi dan palpasi:
Rambut dan kulit kepala: Pendarahan, pengelupasan, perlukan, penekanan
Telinga: Perlukaan, darah, cairan, bauh.
2) Mata: Perlukaan, pembengkakan, replek pupil, kondisi kelopak mata, adanya
benda asing, skelera putih.
3) Hidung: Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping, kelainan anatomi akibat trauma?
4) Mulut: Benda asing, gigi, sianosis, kering? Bibir: Perlukaan, pendarahan,
sianosis, kering? Rahang: Perlukaan, stabilitas.
14
5) Leher: Bendungan vena, deviasi trakea, pembesaran kelenjar tiroid
6) Pemeriksaan dada
- Inspeksi: Bentuk simetris kanan kiri, inspirasi dan ekspirasi pernapasan,
irama, gerakkan cuping hidung, terdengar suara napas tambahan bentu dada.
- Palpasi: Pergerakkan simetris kanan kiri, taktil premitus sama antara kanan
kiri dinding dada.
- Perkusi: Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara redup pada batas
paru dan hipar.
- Auskultasi: Terdengar adanya suara visikoler di kedua lapisan paru, suara
ronchi dan wheezing
7) Kardiovaskuler
- Inspeksi: Bentuk dada simetris
- Palpasi: Frekuensi nadi,
- Parkusi: Suara pekak
- Auskultasi: Irama regular, systole/ murmur,
8) System pencernaan/abdomen
- Inspeksi: Pada inspeksi perlu diperliatkan, apakah abdomen membuncit atau
datar, tapi perut menonjol atau tidak, lembilikus menonjol atau tidak, apakah
ada benjolanbenjolan / massa.
- Palpasi: Adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa ( tumor, teses) turgor
kulit perut untuk mengetahui derajat bildrasi pasien.
- Perkusi: Abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cair akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika urinaria, tumor)
- Auskultasi: Secara peristaltic usus dimana nilai normalnya 5- 35 kali
permenit.
P:Provokatus paliatif: Apa yang menyebabkan gejala? Apa yang bias
memperberat? apa yang bias mengurangi
Q:QuaLity-quantity: Bagaimana gejala dirasakan, sejauh mana gejala dirasakan
R: Region – radiasi: Dimana gejala dirasakan ? apakah menyebar?
S: Skala – severity: Seberapa tingkat keparahan dirasakan? Pada skala berapa?
T: Time: Kapan gejala mulai timbul? Seberapa sering gejala dirasakan? tiba-tiba
atau bertahap? seberapa lama gejala dirasakan?
9) Pemeriksaan extremitas atas dan bawah meliputi:

15
- Warna dan suhu kulit.
- Perabaan nadi distal.
- Depornitas extremitas alus..
- Gerakan extremitas secara aktif dan pasif.
- Gerakan extremitas yang tak wajar adanya krapitasi
- Derajat nyeri bagian yang cidera
- Edema tidak ada, jari-jari lengkap dan utuh
- Reflek patella
10) Pemeriksaan pelvis/genitalia
Kebersihan, pertumbuhan rambut
Kebersihan, pertumbuhan rambut pubis, terpasang kateter, terdapat lesi atau tidak
6. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap pengalaman atau
respon individu, keluarga, atau komunitas pada masalah kesehatan, pada resiko masalah
kesehatan atau pada proses kehidupan . Diagnosa keperawatan merupakan bagian vital
dalam menentukan asuhan keperawatan yang sesuai untuk membantu pasien mencapai
kesehatan yang optimal (PPNI, 2016):
a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injury fisik

16
7. Intervensi Keperawatan
Tabel Intervensi Keperawatan Teoritis
NO SDKI SLKI SIKI
1 Nyeri Akut    Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri
keperawatan selama 3 x Observasi
24 jam diharapkan nyeri a. Identifikasi lokasi,
pada pasien berkurang karakteristik, durasi,
dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas, intensitas
Tingkat Nyeri nyeri
1. Nyeri berkurang b. Identifikasi skala nyeri
dengan skala 2 c. Identifikasi respon nyeri
2. Pasien tidak mengeluh nonverbal
nyeri Terapeutik
3. Pasien tampak tenang a. Berikan teknik non
4. Pasien dapat tidur farmakologis untuk
dengan tenang meredakan nyeri (aromaterapi,
5. Frekuensi nadi dalam terapi pijat, hypnosis,
batas normal (60-100 biofeedback, teknik imajinasi
x/menit) terbimbing, teknik tarik napas
6. Tekanan darah dalam dalam dan kompres hangat/
batas normal (90/60 dingin)
mmHg – 120/80 b. Kontrol lingkungan yang
mmHg) memperberat nyeri ( missal:
7. RR dalam batas normal suhu ruangan, pencahayaan
(16-20 x/menit) dan kebisingan)
Kontrol Nyeri Perawatan kenyamanan
1. Melaporkan bahwa Observasi
nyeri berkurang dengan a. Identifikasi gejala yang tidak
menggunakan menyenangkan (mis. Mual,
manajemen nyeri nyeri, gatal, sesak)
2. Mampu mengenali Terapeutik
nyeri (skala, intensitas, - Berikan posisi yang nyaman
frekuensi dan tanda - Ciptakan lingkungan yang

17
nyeri) nyaman
Status Kenyamanan Edukasi
1. Menyatakan rasa  Jelaskan mengenai kondisi dan
nyaman setelah nyeri pilihan terapi/pengobatan
berkurang  Ajarkan terapi relaksasi nafas
dalam
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgesik, antipruritus,
antihistamin, jika perlu

8. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Potter & Perry, 2012).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-
faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017).
9. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi
adalah kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien,
perawat dan anggota tim kesehatan lainnya (Padila, 2012).
Menurut Setiadi (2012) dalam buku Konsep & penulisan Asuhan
Keperawatan, Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana
tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan
cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan
lainnya.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam mencapai
tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi,
2012). Menurut (Asmadi, 2014)Terdapat 2 jenis evaluasi :

18
a) Evaluasi formatif (Proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktifitas proses keperawatan dan hasil
tindakan keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini meliputi 4 komponen yang
dikenal dengan istilah SOPA, yakni subjektif (data keluhan pasien), objektif
(data hasil pemeriksaan), analisis data (perbandingan data dengan teori), dan
perencanaan.
b) Evaluasi sumatif (hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktifitas
proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai
dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode
yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara
pada akhir pelayanan, menanyakan respon pasien dan keluarga terkai
pelayanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir layanan. Ada tiga
kemungkinan hasil evaluasi dalam pencapaian tujuan keperawatan, yaitu :
1) Tujuan tercapai/masalah teratasi
2) Tujuan tercapai sebagian/masalah teratasi sebagian
3) Tujuan tidak tercapai/masalah belum teratasi

19
DAFTAR PUSTAKA
SDKI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
PPNI

Azis, A. Hidayat Alimul. 2016. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Agustin, S. (2022) Menilai Rasa Sakit dengan Skala Nyeri, https://www.alodokter.com/.


Diakses 10 Oktober 2022

Bahrudin, M. (2017) ‘Patofisiologi Nyeri (Pain)’, Jurnal Universitas Muhammadiyah


Malang, 13.

Islamarida, R. et al. (2022) Keperawatan Jiwa I. Kediri: Lembaga Chakra Brahmanda


Lentera. Available at: Diakses 10 Oktober 2022

RSUD Puri (2016) Konsep Nyeri, http://rsudpurihusada.inhilkab.go.id/. Diakses 10 Oktober


2022

Ruswadi, I. (2021) Keperawatan Jiwa : Panduan Praktis Untuk Mahasiswa Keperawatan.


Jawa Barat: CV Adanu Abimata.

Sangaji, K. (2022) Apa itu Nyeri?, https://awalbros.com/. Diakses 10 Oktober 2022

Utami, S. (2017) ‘Efektifitas Relaksasi Napas Dalam Dan Distraksi Dengan Latihan 5 Jari
Terhadap Nyeri Post Laparatomi’, Jurnal Keperawatan Jiwa, 4.

20

Anda mungkin juga menyukai