Anda di halaman 1dari 22

PROPOSAL TERAPI BERMAIN MENYUSUN PUZZLE

SEDERHANA PADA ANAK USIA 3-6 TAHUN


DI RSUP. DR. M. JAMIL PADANG

Oleh
Kelompok I :

1. Agung Mulia , S.Kep


2. Gustia Marda Putri, S.Kep
3. Kurniati Melisa, S.Kep
4. Nadilla Audina Amri, S.Kep
5. Nova Elviana, S.Kep
6. Rina, S.Kep
7. Silfi Aulia, S.Kep
8. Siska Nurma Putri, S.Kep

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( Ns. Rischa Hamdanesti M.kep ) (Ns. Yori Rahmi, S.Kep )

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN ANAK (PPKA)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
STIKES ALIFAH PADANG
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan seluruh
rahmat dan nikmatnya kepada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan
“Proposal Terapi Bermain dengan Menyusun Puzzle pada anak usia sekolah di RSUO DR.
M.DJAMIL Padang”. Penulis sadar masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki dalam
membuat laporan pendahuluan ini.
Walaupun demikian penulis sudah berusaha dengan maksimal demi kesempurnaan
penyusunan laporan ini. Kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan bagi
penulis guna untuk kesempurnaan penulisan laporan selanjutnya.
Dapat kesempatan ini, penulis haturkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu dalam penyusunan laporan ini.
1. Ibu Ns. Rischa Hamdanesti,M.Kep, selaku preceptor akademik dan terimakasih juga
kepada Ns. Yori Rahmi, S.Kep preceptor klinik
2. Orang tua kami yang banyak memberikan dukungan baik moril maupun materil.
3. Semua pihak yang tidak dapat saya rinci satu persatu yang telah membantu dalam
proses penyusunan laporan ini.
Dimana pihak yang telah mendukung penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan
ini. Penulis berharap semoga laporan ini bisa bermanfaat serta dapat membantu bagi
perkembangan STIKes Alifah Padang.

Padang,25 Januari 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................................4
B. Tujuan.............................................................................................................................5
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Hospitalisasi.......................................................................................................6
B. Konsep Bermain..............................................................................................................8
C. Konsep Bermain Puzzle................................................................................................12
BAB III STRATEGI PELAKSANAAN..............................................................................17
A. Pelaksanaan Kegiatan....................................................................................................17
B. Kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok...........................................................................17
C. Susunan Lingkungan Terapi Bermain..........................................................................19
D. Pengaturan Acara..........................................................................................................20
E. Evaluasi Proses..............................................................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak sakit yang dirawat di Rumah Sakit umumnya mengalami krisis oleh karena
seorang anak akan mengalami stress akibat terjadi perubahan lingkungan serta anak
mengalami keterbatasan untuk mengatasi stress. Krisis ini dipengaruhi oleh berbagai hal
yaitu usia perkembangan anak, pengalaman masa lalu tentang penyakit, perpisahan atau
perawatan di rumah sakit, support system serta keseriusan penyakit dan ancaman
perawatan.
Hospitalisasi merupakan perawatan yang dilakukan dirumah sakit dan dapat
menimbulkan trauma dan stress pada klien yang baru mengalami rawat inap dirumah sakit.
Hospitalisasi dapat diartikan juga sebagai suatu keadaan yang memaksa seseorang harus
menjalani rawat inap di rumah sakit untuk menjalani pengobatan maupun terapi yang
dikarenakan klien tersebut mengalami sakit. Pengalaman hospitalisasi dapat mengganggu
psikologi seseorang terlebih bila seseorang tersebut tidak dapat beradaptasi dengan
lingkungan barunya di rumah sakit. Pengalaman hospitalisasi yang dialami klien selama
rawat inap tersebut tidak hanya mengganggu psikologi klien, tetapi juga akan sangat
berpengaruh pada psikososial klien dalam berinteraksi terutama pada pihak rumah sakit
termasuk pada perawat.
Masalah yang dapat ditimbulkan dari hospitalisasi biasanya berupa cemas, rasa
kehilangan, dan takut akan tindakan yang dilakukan oleh pihak rumah sakit, jika masalah
tersebut tidak diatasi maka akan mempengaruhi perkembangan psikososial, terutama pada
anak-anak. Masalah tersebut akan berpengaruh pada pelayanan keperawatan yang akan
diberikan, karena yang mengalami masalah psikososial akibar hospitalisasi cenderung
tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan di rumah sakit. Hal ini tentu saja akan
menyebabkan terganggunya interaksi baik dari perawat maupun tim medis lain di rumas
sakit.
Untuk mencegah supaya masalah hospitalisasi teratasi salah satunya dengan cara
melakukan terapi bermain kepada anak seperti menyusun puzzle dan tetap memberikan
dukungan  (support) dan dorongan kepada klien yang efektif agar tidak terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan dan tetap menjaga kepercayaan klien agar klien tidak merasa takut
akan tindakan yang akan dilakukan oleh perawat (Ayu et al., 2022)
Hasil yang di peroleh bahwa 16 anak yang mengikuti terapi bermain di mana dari
yang diperoleh yaitu sebelum dilakukan terapi bermain 20 anak mengalami hospitalisasi
sedangkan setelah diberikan terapi bermain diperoleh data 15 anak mengalami penurunan
hospitalisasi dan masih ada 5 anak yang mengalami hospitalisasi. Hasil yang di peroleh
bahwa 15 anak yang mengikuti terapi bermain mampu menyelesaikan tahap tahap terapi
bermain. Hal ini merupakan suatu acuan secara berkelanjutan bagaimana mengatasi
dampak hospitalisasi pada anak. Dalam terapi bermain diperoleh 4 anak dengan menyusun
puzzle terbaik diberikan hadiah (Jat, 2022).
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh penulis pada tanggal selama 24-29
Januari 2023 didapatkan anak usia prasekolah berkisaran 30%. Dimana terlihat mereka
juga kurang dalam terapi dengan konsep bermain. Maka dari itu penulis tertarik
mengambil terapi bermain dengan menyusun puzzle pada anak usia prasekolah di
RSUP.DR.M.JAMIL PADANG.

B. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Merangsang perkembangan sensorik intelektual, sosial, kreatifitas, kesadaran diri,
moral dan bermain dengan terapi.
2. Tujuan Instruksional Khusus
a. Setelah mengikuti permainan selama 30 menit didapatkan:
1) meningkatkan kemampuan dan kreatifitas anak
2) meningkatkan keterampilan anak
3) mengidentifikasi anak terhadap keterampilan tertentu
4) memberi kesenangan dan kepuasan anak
.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Hospitalisasi
1. Defenisi hospitalisasi
Menurut WHO hospitalisasi merupaka pengalaman yang mengancam ketika
anak menjalani suatu proses diaman karna suatu alasan atau keadaan darurat yang
mengharuskan anak untuk tinggal di RS untuk menjlani perawatan sampai pemulangan
kembali ke rumah. Hospitalisasi pada anak juag merupakan pengalaman yang
menyakitkan bagi anak dan orang tua, pada saat hospitalisasi idividu akan merasakan
stres selama dirawat di ruamah sakit karna perasaan yang tidak aman. Stres yang
dialami oleh anak selama hospitalisasi dapat menimbulkan dampak yang negatif yang
mengganggu perkembangan anak. Respon anak ketika menjalani hospitalisasi dapat di
anggap suatu pengalaman yang buruk serta dapat menimbulkan krisis bagi anak dan
keluarga hal ini mungkin karna anak tidak memahami mengapa di rawat, cemas akan
adanya perubahan setataus kesehatan, lingkungan, kebiasaan sehari-hari dan
keterbatasan mekanisme koping. (Roberts, 2018).
Hospitalisasi merupakan perawatan yang dilakukan dirumah sakit dan dapat
menimbulkan trauma dan stress pada klien yang baru mengalami rawat inap dirumah
sakit. Hospitalisasi dapat diartikan juga sebagai suatu keadaan yang memaksa
seseorang harus menjalani rawat inap di rumah sakit untuk menjalani pengobatan
maupun terapi yang dikarenakan klien tersebut mengalami sakit. Pengalaman
hospitalisasi dapat mengganggu psikologi seseorang terlebih bila seseorang tersebut
tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan barunya di rumah sakit. Pengalaman
hospitalisasi yang dialami klien selama rawat inap tersebut tidak hanya mengganggu
psikologi klien, tetapi juga akan sangat berpengaruh pada psikososial anak dalam
berinteraksi terutama pada pihak rumah sakit termasuk pada perawat.
Hospitalisasi pada anak dapat berdampak pada orang tua, dampak tersebut
meliputi dampak biologis, psikologis dan social. Dampak biologis terjadi karna orang
tua berada di lingkungan rumah sakit dimana rumah sakit terdapat banyak jenis kuman
penyakit sehingga memiliki resiko tertular penyakit dari lingkungan sekitar. Dampak
psikologis akibat hospitalisasi juga akan dirasakan oleh orang tua diaman kondisi
psikologis yang di alami orang tua biasanya berbeda-beda misalnya perasaan takut dan
gelisah. Masalah psikologis yang di alami orang tua biasanya sangat di rasakan oleh
ibuibu hal ini di kaarnakan tingkat kecemasan perempuan lebih tinggi di bandingkan
dengan laki-laki walaupun dalam berprilaku perempuan dan laki-laki tidak memiliki
perbedaan yang signifikan. Dampak sosial yang di akibatkan oleh anak saat sakit dan
menjalani hospitalisasi hal tersebut akan menyebabkan orang tua berbeda jauh dari
lingkungan tempat tinggalnya sehingga harus beradaptasi dengan lingkungan rumah
sakit. (National Comorbidity Survey (NCS) 2020).
2. Peran orang tua pada anak yang menjalani hospitalisasi
Peran orang tua selama anak di rawat di ruamah sakit adalah dengan menjadi
kolaborasi antara keluarga dengan petugas kesehatan serta kehadiran orang tua
yang dapat memberikan rasa nyaman terhadap anak. Bentuk kolaorasi orang tua
dengan tenaga kesehatan diwujudkan dengan adanya keterlibatan orang tua dalam
perawatan anak serta memenuhi kebutuhan anak dengan memberikan suport
emosional, menjaga serta merawat anak. Saat hospitalisasi orang tua bisa terlibat
pada tindakan yang sderhana seperti mengatasi tingkat kecemasan pada anak,
seorang tenaga kesehatan memberikan intervensi kepada anak harus
memperhatikan kebutuhan anak sesuai dengan pertumbuhan anaknya. Anak sangat
membutuhkan dukungan dan dampingan dari orang tua selama perawatan,
kebutuhan rasa aman dan kebutuhan aktivitasnya. Peran keluarga saat menjlani
hospitalisasi orang tua begitu penting dalam perawatan di rumah sakit, karna pada
dasarnya setiap asuhan pada anak ynag di rawat di rumah sakit memerlukan
keterlibatan orang tua (pean & Juan, 2020).
3. Dampak hospitalisasi pada anak
Dampak hospitalisasi pada anak dapat menyebabkan anak menjadi takut,
rewel, cemas, panik dan gangguan tumbuh kembang dampak hospitalisasi juga
dapat berdampak kecemasan di pengaruhi oleh banyak faktor, baik dari faktor
petugas kesehatan maupun lingkungan, keluarga sering merasa cemas dengan
perkembangan anak, keadaan, pengobatan dan biyaya anaknya. Meskipun dampak
tersebut tidak bersifat langsung terhadap anak secara psikologi anak akan merasa
perubahan perilaku dari orang tua yang mendapingi selama perawatan, hal ini
dapat berpengaruh pada proses penyembuhan yaitu menurunya respon imun hal ini
dibuktikan oleh Robert Ader (2019).
B. Konsep Bermain
1. Defenisi bermain
Bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
kesenangan tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Ada orang tua yang berpendapat bahwa
anak yang terlalu banyak bermain akan membuat anak menjadi malas bekerja dan
bodoh. Anggapan ini kurang bijaksana, karena beberapa ahli psikolog mengatakan
bahwa permainan sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa anak.
Bermain adalah kegiatan yang dilakukan berulang-ulang secara sukarela untuk
memperoleh kesenangan atau kepuasan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir
(Suhendi, 2019). Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan
atau mempraktekkan ketrampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi
kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan berperilaku dewasa (Aziz A, 2018). Jadi
kesimpulannya bermain adalah cara untuk meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan serta melatih perkembangan motorik kasar dan halus (Saputro, Heri.
Fazrin, Intan, 2017).

2. Kategori bermain
1. Bermain Aktif: Anak banyak menggunakan energi inisiatif dari anak sendiri.
Contoh: bermain sepak bola.
2. Bermain Pasif: Energi yang dikeluarkan sedikit, anak tidak perlu melakkan
aktivitas (hanya melihat).
Contoh: Memberikan support (Saputro, Heri. Fazrin, Intan, 2017).

3. Ciri-ciri bermain
1. Selalu bermain dengan sesuatu atau benda
2. Selalu ada timbal balik interaks
3. Selalu dinamis
4. Ada aturan tertentu
5. Menuntut ruangan tertentu (Saputro, Heri. Fazrin, Intan, 2017)
4. Klasifikasi bermain
1. Menurut Isi
Menurut Saputro, dkk (2017) klasifikasi bermain isi yaitu:
a. Social affective play
Anak belajar memberi respon terhadap respon yang diberikan oleh lingkungan
dalam bentuk permainan, misalnya orang tua berbicara memanjakan anak
tertawa senang, dengan bermain anak diharapkan dapat bersosialisasi dengan
lingkungan.
b. Sense of pleasure play
Anak memperoleh kesenangan dari satu obyek yang ada di sekitarnya, dengan
bermain anak dapat merangsang perahaan alat, misalnya bermain air atau pasir
c. Skill play.
Memberikan kesempatan bagi anak untuk memperoleh keterampilan tertentu dan
anak akan melakukan secara berulang-ulang missal mengendarai sepeda.
d. Dramatika play role play.
Anak berfantasi menjalankan peran tertentu misalnya menjadi ayah atau ibu.
2. Klasifikasi Bermain Menurut Karakteristik Sosial
Menerut Saputro, dkk (2017) klafikasi bermain menurut karakteristik sosial, yaitu:
a. Solitary play
Jenis permainan dimana anak bermain sendiri walaupun ada beberapa orang
lain yang bermain disekitarnya. Biasa dilakukan oleh anak balita
b. Paralel play
Permainan sejenis dilakukan oleh suatu kelompok anak masing-masing
mempunyai mainan yang sama tetapi yang satu dengan yang lainnya tidak ada
interaksi dan tidak saling tergantung, biasanya dilakukan oleh anak pre school.
Contoh: bermain balok.

c. Asosiatif play
Permainan dimana anak bermain dalam keluarga dengan aktivitas yang sama
tetapi belum terorganisasi dengan baik, belum ada pembagian tugas, anak
bermain sesukanya.
d. Kooperatif play.
Anak bermain bersama dengan sejenisnya permainan yang terorganisasi dan
terencana dan ada aturan tertentu. Biasanya dilakukan oleh anak usia sekolah
Adolesen.

5. Faktor yang mempengaruhi aktivitas bermain


Menurut saputro, dkk (2017) faktor yang memperngaruhi aktivitas bermain, yaitu:
1. Tahap perkembangan, tiap tahap mempunyai potensi / keterbatasan
2. Status kesehatan, anak sakit perkembangan psikomotor kognitif terganggu
3. Jenis kelamin
4. Lingkungan lokasi, negara, kultul
5. Alat permainan senang dapat menggunakan
6. Intelegensia dan status sosial ekonomi

6. Tahap perkembangan bermain


Menurut Saputro, dkk (2017) tahap perkembangan bermain, yaitu:
1. Tahap eksplorasi
Merupakan tahapan menggali dengan melihat cara bermain
2. Tahap permainan
Setelah tahu cara bermain, anak mulai masuk dalam tahap permainan
2. Tahap bermain sungguhan

Anak sudah ikut dalam permainan


4. Tahap melamun.

7. Bermain di rumah sakit


1. Manfaat
Manfaat bermain di rumah sakit adapun manfaat bermain di rumah sakit menurut
Wong (2019) yaitu sebagai berikut
a. Memberikan pengalihan dan menyebabkan relaksasi
b. Membantu anak merasa lebih aman di lingkungan yang asing
c. Membantu mengurangi stres akibat perpisahan dan perasaan rindu rumah
d. Alat untuk melepaskan ketegangan dan ungkapan perasaan
e. Meningkatkan interaksi dan perkembangan sikap yang positif terhadap orang
lain
f. Sebagai alat ekspresi ide-ide dan minat
g. Sebagai alat untuk mencapai tujuan terapeutik
h. Menempatkan anak pada peran aktif dan memberi kesempatan pada anak untuk
menentukan pilihan dan merasa mengendalikan
2. Prinsip
Terapi bermain yang dilaksanakan di rumah sakit tetap harusmemperhatikan
kondisi kesehatan anak (Supartini, 2018). Beberapa prinsip permainan pada anak
dirumah sakit yaitu sebagai berikut:
a. Permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yangsedang dijalankan
pada anak. Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih permainan yang dapat
dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak boleh diajak bermain dengan
kelompoknya di tempat bermain khusus yang ada di ruang rawat.
b. Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat dansederhana. Pilih
jenis permainan yang tidak melelahkan anak, menggunakan alat permainan yang
ada pada anak atau yang tersedia di ruangan.
c. Permainan harus mempertimbangkan keamanan anak. Pilih alatpermainan yang
aman untuk anak, tidak tajam, tidak merangsang anak untuk berlari-lari dan
bergerak secara berlebihan.
d. Melibatkan orang tua saat anak bermain. Orang tua mempunyai kewajiban
untuk tetap melangsungkan upaya stimulasi tumbuh-kembang pada anak
walaupun sedang dirawat di rumah sakit termasuk dalam aktivitas bermain
anaknya. Perawat hanya bertindak sebagai fasilitator sehingga apabila
permainan diinisiasi oleh perawat, orang tua harus terlibat secara aktif
danmendampingi anak.
C. Konsep Bermain Puzzle
1. Definisi Menyusun Puzzle
Puzzle merupakan permainan yang membutuhkan kesabaran dan ketekunan
anak dalam merangkainya. Puzzle merupakan kepingan tipis yang terdiri dari 2-3
bahkan 4-6 potongyang terbuat dari kayu atau lempeng karton. Dengan terbiasa
bermain puzzle, lambat laun mental  anak  juga  akan  terbiasa  untuk  bersikap
tenang,  tekun,  dan  sabar  dalam menyelesaikan sesuatu. Kepuasan yang didapat saat
anak menyelesaikan  puzzle  pun merupakan salah satu pembangkit motifasi anak
untuk menemukan hal-hal yang baru.
Bermain puzzle selain menyenangkan juga meningkatkan keterampilan
anak. Puzzle merupakan permainan yang membutuhkan kesabaran dan ketekunan
anak dalam merangkainya. Dengan terbiasa bermain puzzle, lambat laun mental anak
juga akan terbiasa untuk bersikap tenang, tekun, dan sabar dalam menyelesaikan
sesuatu. Kepuasan yang didapat saat ia menyelesaikan puzzle pun merupakan salah
satu pembangkit motivasi untuk mencoba hal-hal yang baru baginya.
Permainan puzzle hendaklah berikan penghargaan dan dukungan pada setiap
usaha anak. Misal, saat anak selesai menyusun puzzle, berikan penghargaan berupa
tepuk tangan atau pujian. Hal ini akan membuat anak merasa percaya diri dan
mempunyai keyakinan bahwa dirinya bisa melakukannya lagi. Rasa percaya diri dapat
menambah rasa aman pada anak.

2. Manfaat Menyusun Puzzle


Adapun manfaat permainan menyusun puzzle adalah:
a. Meningkatkan Keterampilan Motorik Halus,
Keterampilan motorik halus (fine motor skill) berkaitan dengan kemampuan anak
menggunakan otot-otot kecilnya khususnya tangan dan jari-jari tangan. Anak balita
khususnya anak berusia kurang dari tiga tahun (batita) direkomendasikan banyak
mendapatkan latihan keterampilan motorik halus. Dengan bermain puzzle tanpa
disadari anak akan belajar secara aktif menggunakan jari-jari tangannya.
Supaya puzzle dapat tersusun membentuk gambar maka bagian-bagian puzzle harus
disusun secara hati-hati. Perhatikan cara anak-anak memegang bagian puzzle  akan
berbeda dengan caranya memegang boneka atau bola. Memengang dan
meletakkan puzzle mungkin hanya menggunakan dua atau tiga jari, sedangkan
memegang boneka atau bola dapat dilakukan dengan mengempit di ketiak (tanpa
melibatkan jari tangan) atau menggunakan kelima jari dan telapak tangan sekaligus.
b.   Meningkatkan Keterampilan Kognitif
Keterampilan kognitif (cognitive skill) berkaitan dengan kemampuan untuk belajar dan
memecahkan masalah. Puzzle adalah permainan yang menarik bagi anak balita karena
anak balita pada dasarnya menyukai bentuk gambar dan warna yang menarik. Dengan
bermain puzzle anak akan mencoba memecahkan masalah yaitu menyusun gambar.
Pada tahap awal mengenal puzzle, mereka mungkin mencoba untuk menyusun gambar
puzzle dengan cara mencoba memasang-masangkan bagian-bagian puzzle tanpa
petunjuk. Dengan sedikit arahan dan contoh, maka anak sudah dapat mengembangkan
kemampuan kognitifnya dengan cara mencoba menyesuaikan bentuk, menyesuaikan
warna, atau logika. Contoh usaha anak menyesuaikan warna misalnya warna merah
dipasangkan dengan warna merah. Contoh usaha anak menggunakan logika, misalnya
bagian gambar roda atau kaki posisinya selalu berada di bawah.
c.   Meningkatkan Keterampilan Sosial
Keterampilan sosial berkaitan dengan kemampuan berinteraksi dengan orang lain.
Puzzle dapat dimainkan secara perorangan. Namun puzzle dapat pula dimainkan secara
kelompok. Permainan yang dilakukan oleh anak-anak secara kelompok akan
meningkatkan interaksi sosial anak. Dalam kelompok anak akan saling menghargai,
saling membantu dan berdiskusi satu sama lain. Jika anak bermain puzzle di rumah
orang tua dapat menemani anak untuk berdiskusi menyelesaikan puzzlenya, tetapi
sebaiknya orang tua hanya memberikan arahan kepada anak dan tidak terlibat secara
aktif membantu anak menyusun puzzle.
d. Melatih Logika
Membantu melatih logika anak. Misalnya puzzle bergambar burung. Anak dilatih
menyimpulkan di letak sayap, kaki, dan paruh burung sesuai logika.
e. Melatih koordinasi mata dan tangan
Puzzle dapat melatih koordinasi tangan dan mata anak untuk mencocokkan keping-
keping puzzle dan menyusunnya menjadi satu gambar. Puzzle juga membantu anak
mengenal dan menghapal bentuk.
f. Melatih kesabaran.
Bermain puzzle membutuhkan ketekunan, kesabaran dan memerlukan waktu untuk
berfikir dalam menyelesaikan tantangan.
g.  Memperluas pengetahuan.
Anak akan belajar banyak hal, warna, bentuk, angka, huruf. Pengetahuan yang
diperoleh dari cara ini biasanya mengesankan bagi anak dibandingkan yang dihafalkan.
Anak dapat belajar konsep dasar, binatang, alam sekitar, buah-buahan, alfabet dan lain-
lain. Tentu saja dengan bantuan ibu dan ayah. Saat anak bermain, hendaknya orang tua
mendampingi mereka dan memberikan kesempatan pada anak anda untuk berusaha
sendiri menyelesaikan puzzle tersebut. Bila si anak mengalami kesulitan, anda bisa
memberikan arahan kepada anak anda. Namun apabila anak sudah mulai terlihat
frustasi dan tidak bisa melanjtukan permainannya, anda bisa menawarkan untuk
menghentikan permainannya dan ajak ia beristirahat atau melakukan aktivitas yang
lain. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan anak anda belum sampai ke tingkat
kesulitan seperti itu, lain waktu anda bisa memberi puzzle yang tingkat kesulitannya
lebih mudah. Jika anak anda berhasil menyelesaikan puzzle tersebut, berikanlah ia
pujian. Kemudian tanyakanlah seputar gambar yang telah berhasil mereka selesaikan,
untuk mengetahui sejauh apa dia memahami gambar tersebut.

3. Kelebihan Media Dengan Menyusun Puzzle


Menurut Hamalik (2020), gambar adalah sesuatu yang diwujudkan secara visual
dalam bentuk dua dimensi sebagai curahan perasaan dan pikiran. Oleh karena itu, media
puzzle merupakan media gambar yang termasuk ke dalam media visual karena hanya
dapat dicernas melalui indera penglihatan. Diantara berbagai jenis media pembelajaran
yang digunakan puzzle adalah media yang paling umum dipakai dan termasuk media
pembelajaran yang sederhana digunakan disekolah. Karena puzzle itu disukai oleh anak-
anak, harganya relative terjangkau dan tidak sulit mencarinya.
Menurut Azhar Arsyad dalam buku Media Pembelajaran, media dilihat dari bahan
pembuatannya dibagi dalam ;
a) edia sederhana yang bahan dasarnya mudah diperoleh dan harganya murah, cara
pembutananya mudah dan menggunaannya tidak sulit.
b) Media kompleks merupakan media yang bahan dan alatnya sulit diperoleh serta mahal
harganya, sulit membuatnya dan penggunaannya memerlukan keterampilan yang
memadai .
4. Kelemahan Media Dengan Menyusun Puzzle
Menurut Piping Sugiharti (2022) kelemahan dari puzzle adalah:
a) sedikitnya waktu pembelajaran yang tersedia sedangkan materi yang harus diajarkan
sangat banyak. Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KTSP) dikatakan bahwa
guru memiliki kewenangan untuk memilih materi esensial yang akan diajarkan kepada
siswanya, sedangkan kenyataannya adalah masih adanya tes bagi siswa,
b)  memungkinkan terjadinya diskusi hangat dalam kelas. Adakalanya siswa berteriak
atau bertepuk tangan untuk mengungkapkan kegembiraannya ketika mereka mampu
memecahkan suatu masalah. Hal ini juga dapat menggangu konsentrasi guru dan
siswa yang berada di kelas lain.
c) Banyak mengandung unsur spekulasi, peserta yang lebih dahulu selesai (berhasil)
dalam permainan  puzzle belum dapat dijadikan ukuran bahwa dia seorang siswa lebih
pandai dari lainnya.
d) Tidak semua materi pelajaran dapat dikomunikasikan melalui permainan puzzle dan
Jumlah peserta didik yang relative besar sulit melibatkan seluruhnya.

5. Langkah-Langkah Permainan Tebak Gambar


Adapun langkah-langkah yang akan digunakan didalam Permainan menyusun puzzle
untuk meningkatkan perkembangan anak adalah:
a. Sebelum dimulai pastikan permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan
yang sedang dijalankan pada anak.
b. Setelah dipastikan, permainan akan dibagi anak menjadi 1 kelompok
c. Setelah dibagi pastikan permainan tidak membutuhkan banyak energi, singkat dan
sederhana
d. Tentukan tempat nya datar sebelum permainan di mulai.
e. Setelah anak memilih tempat dan gambar puzzle yang telah disediakan mahasiswa
yang berkaitan dengan puzzle tersebut.
f. Setelah itu anak tuangkan isi kotak puzzle ke area bermain
g. Setelah anak telah menuangkan isi puzzle kemudian disaat yang sama pilih semua
keeping potong tepi gambar dan sisihkan semua kesatu tempat.
h. Setelah itu anak menyusun semua kepingan gambar puzzle dimulai dari tepi
gambar
i. Kemudian mengurutkan bagian-bagian dari gambar puzzle yang menganjur dan
berpasangan
j. Setalah itu menyusun semua kepingan menjadi beberapa bentuk kelompok gambar
k. Setelah sebagian kotak terisi dengan kepingan gambar teruskan mengisi pada
bagian kotak puzzle yang kosong
l. Jika kotak yang kosong sudah terisi dengan penuh maka susunan puzzle sudah
selesai dan gambar puzzle akan terlihat sempurna.
BAB III
STRATEGI PELAKSANAAN

A. Pelaksanaan Kegiatan
1. Topik : Terapi Bermain menyusun puzzle
2. Sasaran/Target : Pasien di Ruang Anak Kronis
: Bersedia menjadi peserta TAB
: Kooperatif
3. Metode : Demonstrasi /Menyusun puzzle
4. Media dan Alat : Kertas yang berisi susunan puzzle
5. Waktu dan tempat : Jam 10.00 wib, ruangan anak kronis
6. Hari Tanggal : Jumat 03, Februari 2023

B. Kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok

No Kegiatan Tab Kegiatan Peserta Waktu


1 Fase orientasi - Menjawab salam 5 menit
1. Memberikan salam dan - Mendengarkan dan
memperkenalkan memperhatikan
kelompok
2. Menjelaskan topik Tab
3. Menjelaskan tujuan
Tab
4. Menjelaskan waktu
yang dibutuhkan
2 Fase kerja - Mendengarkan dan 20 menit
1. Menjelaskan kepada memperhatikan
orang tua/ wali klien
tentang pengertia
menyusun puzzle
2. Manfaat menyusul
puzzle
3. Kelebihan dan
kekurangan menyusun
puzzle
4. Pelaksaan menyusun
puzzle
5. Memperagakan cara
bermain menyusun
puzzle pada anak

3 Fase penutup - Menyampaikan respon 5 menit


1. Mengevaluasi respon selama kegiatan
anak setelah diberikan - Menerima reinforcement
terapi bermain positif
menyusun puzzle
- Menjawab sala
2. Memberikan
reinforcement positif
3. Memberikan
kesempatan pada orang
tua atau wali jika ada
yang perlu ditanyakan
C. Susunan Lingkungan Terapi Bermain

Keterangan : : Observer

: Moderator

: Penyaji

: Pembimbing

: Orang tua pasien

: Fasilitator
D. Pengaturan Acara

1. Pengorganisasian

a. Leader : Siska Nurma Putri

b. Presentator : Rina

c. Fasilitator : Agung Mulia

Gustia Marda Putri

Nova Elvina

Silfia Aulia

Nadilla Audina Amri


d. Obeserver : Kurniati Melisa

2. Rincian Tugas/Peran

a. Peran Leader
1) Membuka dan menutup acara
2) Memperkenalkan diri, pembimbing klinik dan pembimbing akademik
3) Menetapkan tata tertib acara Terapi Bermain
4) Kontrak waktu yang akan digunakan selama Terapi Bermain
5) Menjaga kelancaran acara.
6) Memimpin praktek
7) Bersama fasilitator menjalin kerja sama dalam acara Terapi Bermain
b. Peran Presentator
1) Menyampaikan pelaksanaan kegiatan Terapi Bermain yang akan dilakukan
c. Peran fasilitator
1) Bersama leader menjalin kerja sama dalam pelaksanaan kegiatan Terapi
Bermain
2) Memotivasi peserta kegiatan dalam Terapi Bermain
3) Menjadi contoh dalam kegiatan
d. Peran observer
1) Mengamati jalannya kegiatan
2) Mengevaluasi kegiatan
3) Mencatat perilaku verbal dan non verbal peserta kegiatan.
E. Evaluasi Proses

1. Evaluasi Struktur:
a. Laporan telah di koordinasi sesuai rencana
b. Tempat, media, dan alat terapi bermain lengkap sesuai rencana
c. Penyuluhan dilakukan di ruang kronik anak
d. Peserta menghadiri penyuluhan
2. Evaluasi Proses
a. Proses Terapi Bermain dapat terlaksana sesuai dengan perencanaan
b. Peserta aktif dalam kegiatan Terapi Bermain

3. Evaluasi Hasil
a) Mampu meningkatkan kemampuan anak dan kreatifitas anak
b) Mampu meningkatkan keterampilan anak
c) Dapat memberikan kesenangan dan kepuasan anak
d) Dapat mengidentifikasi anak terhadap keterampilan tertentu
DAFTAR PUSTAKA

Adimayanti, Eka, et al. "Efektifitas Terapi Bermain English Fun untuk Meningkatkan
Kemampuan Kognitif Anak Prasekolah Dimasa Pandemi Covid-19." Journal of
Holistics and Health Sciences (JHHS) 4.2 (2022): 364-371.
Damanik, R., Syapitri, H., & Siregar, L. M. (2021). The Application Of Cognitive Therapy
Through Play To Children Aged 3-5 Years At Orphanage Terimakasih Abadi: Terapi,
Kognitif, Bermain Usia 3-5 Tahun. Jukeshum: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 1(2), 112-
118.
Saputro, Heri. Fazrin, Intan. (2017). Anak Sakit Wajib Bermain di Rumah Sakit:Penerapan
Terapi Bermain Anak Sakit. Proses, manfaat dan Pelaksaannya. Ponorogo: Forum Ilmiah
Keschetan (FORIKES)
Supartini, Yupi. (2018), Konsep Dasar Keperawatan Anak Jakarta: EGC.
Adimayanti, Eka, and Dewi Siyamti. "Terapi bermain english games untuk Meningkatkan
kemampuan kognitif anak Prasekolah." Jurnal Pengabdian Kesehatan 3.2 (2020): 115-
122.
Permatasari, Nina.Nur Rachmah, Dwi. 2005. Psikologi Belajar Anak Sekolah Dasar. 
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin.
Tidak diterbitkan.
Hairiah. 2007. Implementasi Model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Dengan Bantuan
Alat Peraga Dalam Pembelajaran Luas Bangun Datar Pada Siswa Kelas V SDN Sungai
Lulut I Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar TahunPelajaran 2020. Skripsi
Program S-I PGSD Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin.

Anda mungkin juga menyukai