Anda di halaman 1dari 39

EFEKTIFITAS KOMPRES HANGAT UNTUK MENURUNKAN

SUHU PADA ANAK DENGAN HYPERPIREXIA DI IRNA ANAK


RSUD ENGKU HAJI DAUD TANJUNG UBAN
PROVINSI KEPULAUAN RIAU

DISUSUN OLEH

NOVA AGUSTINA
NIP 198408282009042001

1
HALAMAN PENGESAHAN

Karya tulis berjudul “Efektifitas Kompres Hangat Untuk Menurunkan Suhu pada Anak

dengan Hiperpirexia di Irna Anak RSUD Engku Haji Daud Tanjung Uban Provinsi

Kepulauan Riau ”

Telah mendapat pengesahan

Pada tanggal Agustus 2021

Mengesahkan

Kepala Bidang Keperawatan Komite Keperawatan/ Pembimbing

dr. H. Iswandi Ismael, MPH Ns. Yulia Yasman, S.Kep.,M.Kep


NIP.19660825 200012 1 005 NIP. 19831014 200803 2 002

Mengetahui

Direktur RSUD Engku Haji Daud

dr. Kurniakin W. S. Girsang, Sp.PD


NIP. 19710618 200112 1 002

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat

dan karunia-Nya sehingga Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Efektifitas Kompres

Hangat untuk Menurunkan Suhu pada Anak dengan Hyperpirexia di Irna Anak RSUD

Engku Haji Daud Tanjung Uban Provinsi Kepulauan Riau” ini dapat penulis selesaikan

tepat pada waktunya.

Penulisan ini dilakukan dalam rangka memenuhi kenaikan golongan ruang PNS.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis mengalami banyak hambatan dan

kesulitan. Namun, berkat bimbingan, dorongan, dan motivasi dari berbagai pihak

akhirnya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini tepat waktu. Oleh karena

itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak dr. KurniakinW.S. Girsang, Sp.PD selaku Direktur RSUD Engku Haji Daud

Tanjung Uban;

2. Bapak dr. H. Iswandi Ismael, MPH selaku kepala bidang Keperawatan RSUD Engku

Haji Daud Tanjung Uban;

3. Ibu Ns. Yulia Yasman, S.Kep.,M.Kep selaku komite Keperawatan RSUD Engku Haji

Daud Tanjung Uban sekaligus pembimbing pembuatan karya tulis ilmiah ini;

4. Ibu Ns.Mardianti,S.Kep.,M.Kep selaku Kepala Ruang Rawat Inap Anak RSUD

Engku Haji Daud Tanjung Uban;

5. Seluruh rekan-rekan perawat yang sudah mendukung proses penyusunan Karya Tulis

ini dari awal hingga akhir.

3
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini

masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh karena itu, saran dan kritik yang

bersifat membangun sangat penulis harapkan demi hasil yang lebih baik di masa yang

akan datang. Penulis berharap semoga penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat

bagi pengembangan ilmu pengetahuan dimasa depan.

Tanjung Uban, Agustus 2021

Penulis

4
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................... 1

Halaman Pengesahan ......................................................................................... 2

Kata Pengantar .................................................................................................. 3

Daftar Isi ............................................................................................................ 5

Bab I Pendahuluan ............................................................................................. 7

A. Latar Belakang .............................................................................................. 7

B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 10

C. Tujuan Penulisan ........................................................................................... 10

D. Manfaat Penulisan ........................................................................................ 11

Bab II Tinjauan Pustaka .................................................................................... 12

A. Konsep Anak ................................................................................................ 12

B. Konsep Hyperpirexia ................................................................................... 18

C. Penerapan Kompres Hangat........................................................................... 23

D. Kerangka Konsep .......................................................................................... 27

Bab III Metodologi Penelitian ........................................................................... 28

A. Desain Penelitian .......................................................................................... 28

B. Waktu dan tempat ......................................................................................... 28

C. Populasi dan Sampel ..................................................................................... 28

D. Definisi Operasional ..................................................................................... 29

E. Jenis dan Cara pengumpulan Data ................................................................ 29

F. Pengolahan Hasil ........................................................................................... 30

5
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan ......................................................... 31

A. Hasil Penelitian ............................................................................................. 31

B. Pembahasan ................................................................................................... 32

Bab V Kesimpulan dan Saran ............................................................................ 35

A. Kesimpulan ................................................................................................... 35

B. Saran ............................................................................................................. 35

Daftar Pustaka .................................................................................................... 36

Lampiran

6
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kesehatan adalah keadaan yang

sejahtera badan, jiwa, dan sosial dan memastikan setiap orang hidup produktif secara

sosial dan ekonomi. Pernyataan tersebut cukup luas dan ternilai dinamis jika

dibandingkan pada batasan yang sebelumnya mengatakan, bahwa kesehatan

merupakan keadaan dan situasi yang sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial, dan

tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat. Untuk batasan yang terdahulu, kesehatan

itu hanya mencakup tiga aspek, yakni: fisik, mental, dan sosial tetapi menurut

Undang-undang No. 23/1992, kesehatan itu mencakup 4 aspek yakni fisik (badan),

mental (jiwa), sosial, dan ekonomi (Notoatmodjo, 2007).

Kesehatan dinilai dari angka kematian (mortalitas) dan kesakitan (morbiditas)

selama periode tertentu. Indonesia disebut suatu negara dengan tingkat yang jumlah

penduduk terbesar di dunia yang masih menghadapi bermacam masalah kesehatan

yang cukup pelik, salah satunya yaitu masalah kesehatan pada anak. Pada masa

kanak-kanak, anak harus melalui periode penting, yaitu periode pertumbuhan atau

perkembangan yang disebut juga “Golden Age”. Pada masa (tumbang) tumbuh

kembang, di usia balita merupakan golongan usia yang paling rentan terhadap

penyakit, hal ini berkaitan dengan fungsi protektif atau immunitas anak. Anak

merupakan generasi yang nantinya akan jadi sebagai penerus perjuangan bangsa.

7
Oleh karena itu pentingnya menjaga kesehatan anak agar dapat tumbuh menjadi

generasi yang sehat dan berkualitas (Wong, 2008).

Merujuk pada masalah kesehatan yang terjadi pada balita, perawat berperan

dalam pemberian asuhan keperawatan secara professional yaitu pelayanan kesehatan

promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan attraumatic care. Peran perawat

attraumatic care yaitu menggunakan pendekatan yang adekuat pada anak untuk

mengurangi resiko trauma pada anak. Dengan demikian, attraumatic care yaitu suatu

perawatan terapeutik bisa diberikan kepada anak serta keluarga dilakukan dengan

mengurangi adanya dampak psikologis dari setiap proses tindakan keperawatan yang

diberikan seperti memperhatikan dampak dari setiap tindakan yang diberikan dengan

elihta prosedur tiap tindakan atau kemungkinan aspek lain yang memungkinkan

adanya trauma (Hidayat, 2005).

Family-Centered Care didefinisikan oleh Association for the Care of

Children’s Health yaitu ialah sebagai filosofi sebagai pemberi perawatan kepentingan

yang melibatkan peran penting keluarga, dukungan motivasi keluarga akan dapat

membangun kekuatan, dapat membantu membuat suatu pilihan terbaik, dan dapat

meningkatkan ataupun mengembalikan pola yang ada dalam kesehariannya selama

anak sakit menjadi normal dan dapat menjalani penyembuhan.

Hyperpirexia adalah suatu keadaan dimana seorang individu mengalami

peningkatan suhu tubuh drastis sampai di atas 40°C (Nurrofiq, 2012). Demam

berhubungan dengan proses saat sistem kontrol suhu normal pada tubuh tidak dapat

dengan efektif mengatur suhu internal. Selalu terjadi pada saat suhu tubuh tinggi dan

akan mendinginkan dengan proses penguapan dari keringat. Namun, di kondisi

8
tertentu (pada suhu udara lebih 95°F atau 35°C dan dengan kelembaban cukup

tinggi), proses pendinginan ini jadi kurang efektif. Saat kelembaban udara cukup

tinggi, tidak terjadi penguapan dengan cepat,sehingga tubuh tidak dapat melepaskan

panas dengan cepat. Lalu, tanpa adanya asupan cairan yang cukup, hilangnya cairan

yang berlebihan dan tidak seimbangnya elektrolit juga bisa terjadi dehidrasi. Pada

kasus tersebut, meningkatnya suhu tubuh seseorang secara cepat. Dapat merusak otak

dan bagian vital lainnya akibat suhu tubuh yang sangat tinggi (Librianty, 2014).

Salah satu kebutuhan biologis ialah Menjaga suhu tubuh agar tetap dalam

batas normal yang menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi.

Salah satu sistem tubuh bekerja dalam menjaga suhu tubuh tetap batas normal adalah

termoregulasi dengan melakukan kompres hangat agar dapat menurunkan suhu tubuh

pada anak. Termoregulasi sendiri itu adalah terjadinya proses homeostatik sebagai

fungsi suhu tubuh agar bertahan tetap dalam keadaan normal,untuk mencapai

seimbangnya panas di tubuh dan keluarnya panas yang di keluarkan melalui keringat

(Librianty, 2014).

Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Sri Purwanti dan Winarsih Nur

Ambarwati (2017) mengatakan tentang Pengaruh Kompres Hangat Terhadap

Perubahan Suhu Tubuh Pada Pasien Anak Hyperpirexia Di Ruang Rawat Inap RSUD

Dr. Moewardi Surakarta bahwa kompres hangat dapat sebabkan suhu tubuh bagian

luar dapat terjadi hangat dan tubuh akan mendapatkan bahwa suhu diluar kulit cukup

panas, lalu tubuh menurunkan kontrol otak agar menurunkan suhu supaya

meningkatkan suhu pengatur tubuh, dengan suhu hangat di luar kulit maka akan

pembuluh darah tepi dikulit akan melebar lalu mengalami vasodilatasi sehingga pori

9
– pori kulit akan terbuka dan memudahkan panas untuk keluar. Sehingga terjadilah

suatu perubahan dari suhu tubuh. Rata-rata suhu tubuh saat sebelum tindakan

diberikan kompres hangat 38,9°C dengan SD 0,401°C. setelah dilakuakn dan

mendapat tindakan kompres hangat selama 10 menit menjadi 37,9°C dengan SD

0,447°C.

Berdasarkan data yang peneliti dapat dari IRNA Anak RSUD Engku Haji

Daud Tanjung Uban, didapatkan data dalam 2 bulan terakhir sebanyak 21 orang anak

dengan kasus Hyperpirexia. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis termotivasi dan

tertarik untuk menulis karya ilmiah tentang “Efektifitas kompres hangat untuk

menurunkan suhu pada anak dengan Hyperpirexia di Irna Anak RSUD Engku Haji

Daud Tanjung Uban”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan tersebut, maka

dapat dirumuskan permasalahan mengenai “Bagaimana efektifitas kompres hangat

untuk menurunkan suhu pada anak dengan hyperpirexia di Irna Anak RSUD Engku

Haji Daud Tanjung Uban Tahun 2021”.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mengetahui efektifitas kompres hangat untuk menurunkan suhu pada anak dengan

hyperpirexia di irna Anak RSUD Engku Haji Daud Tanjung Uban tahun 2021.

10
2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi distribusi frekuensi karakteristik pasien meliputi umur, jenis

kelamin di Irna Anak RSUD Engku Haji Daud Tanjung Uban tahun 2021.

b. Mengidentifikasi pelaksanaan pemberian kompres hangat pada anak dengan

hyperpirexia di Irna Anak RSUD Engku Haji Daud Tanjung Uban tahun 2021

c. Mengidentifikasi efektifitas kompres hangat untuk menurunkan suhu pada

anak dengan hyperpirexia di Irna Anak RSUD Engku Haji Daud Tanjung

Uban tahun 2021.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi pengembangan ilmu keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan terhadap

pembelajaran didalam pendidikan ilmu keperawatan terutama pada bidang

keperawatan anak.

2. Bagi pelayanan ilmu keperawatan

Bagi institusi pelayanan ilmu keperawatan dapat menjadi masukan sebagai

landasan atau bahan pertimbangan dan memberikan gambaran tentang tatalaksana

keperawatan pada anak demam.

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Anak

1. Definisi

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih

dalam kandungan yang terdapat dalam undang-undang No.23 tahun 2002 tentang

perlindungan anak. Pasal tersebut menjelaskan bahwa, anak adalah siap asaja yang belum

berusia 18 tahun dan termasuk anak yang masih dalam kandungan, yang berarti segala

kepentingan akan pengupayaan perlindungan terhadap anak yang masih di dalam

kandungan dan sebelum anak berusia 18 tahun (Damayanti, 2018).

2. Definisi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Istilah tumbuh kembang terdiri atas dua peristiwa yang sifatnya berbeda tetapi

saling berkaitan dan sulit untuk dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan ukuran, besar, jumlah atau dimensi

pada tingkat sel, organ maupun individu. Pertumbuhan bersifat kuantitatif sehingga dapat

diukur dengan satuan berat (gram, kilogram), satuan panjang (cm, m), umur tulang, dan

keseimbangan metabolic (retensi kalsium dan nitrogen dalam tubuh). Perkembangan

adalah pertambahan kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks.

Perkembangan menyangkut adanya proses diferensiasi sel-sel, jaringan, organ, dan

system organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat

memenuhi fungsinya (Chamidah, N. A. 2009).

12
Pertumbuhan mempunyai ciri-ciri khusus, yaitu perubahan ukuran, perubahan

proporsi, hilangnya ciri-ciri lama, serta munculnya ciri-ciri baru yang berbeda-beda

disetiap kelompok umur dan masing-masing organ juga mempunyai pola pertumbuhan

yang berbeda.Terdapat tiga periode pertumbuhan cepat, yaitu masa janin, masa bayi 0-1

tahun, dan masa pubertas. Proses perkembangan terjadi secara simultan dengan

pertumbuhan, sehingga setiap pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi.

Perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf pusat dengan organ

yang dipengaruhinya.Perkembangan fase awal meliputi aspek kemampuan fungsional,

yaitu kognitif, motorik, emosi, sosial, dan bahasa. Perkembangan pada fase awal ini akan

menentukan perkembangan fase selanjutnya. Kekurangan pada salah satu aspek

perkembangan dapat mempengaruhi aspek lainnya (Chamidah, N. A. 2009).

3. Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Tumbuh kembang anak berlangsung secara teratur, saling berkaitan, dan

berkesinambungan dimulai sejak pembuahan sampai dewasa. Walaupun terdapat variasi,

namun setiap anak akan melewati suatu pola tertentu. Masa prenatal adalah masa

kehidupan janin di dalam kandungan. Masa ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu masa

embrio dan masa fetus.Masa embrio adalah masa sejak konsepsi sampai umur kehamilan

8 minggu, sedangkan masa fetus adalah sejak umur 9 minggu sampai kelahiran

(Chamidah, N. A. 2009).

Masa prenatal atau masa setelah lahir terdiri dari lima periode. Periode pertama

adalah masa neonatal dimana bayi berusia 0-28 hari dilanjutkan masa bayi yaitu sampai

usia 2 tahun. Masa prasekolah adalah masa anak berusia 2-6 tahun.Sampai dengan masa

13
ini, anak laki-laki dan perempuan belum terdapat perbedaan, namun ketika masuk dalam

masa selanjutnya yaitu masa sekolah atau masa pubertas, perempuan berusia 6-10 tahun,

sedangkan laki-laki berusia 8-12 tahun. Anak perempuan memasuki masa adolensensi

atau masa remaja lebih awal dibanding anak laki-laki, yaitu pada usia 10 tahun dan

berakhir lebih cepat pada usia 18 tahun. Anak laki-laki memulai masa pubertas pada usia

12 tahun dan berakhir pada usia 20 tahun (Chamidah, N. A. 2009).

Menurut Damayanti (2008), karakteristik anak sesuai tingkat perkembangan yaitu

sebagai berikut:

a. Usia bayi (0-1 tahun).

Pada masa ini bayi belum dapat mengekspresikan perasaan dan pikirannya dengan

kata-kata.Oleh karena itu, komunikasi dengan bayi lebih banyak menggunakan jenis

komunikasi non verbal.Pada saat lapar, haus, basah (buang air besar atau buang air kecil),

dan perasaan tidak nyaman lainnya, bayi hanya bisa mengekspresikan perasaanya dengan

menangis. Walaupun demikian, sebenarnya bayi dapat berespon terhadap tingkah laku

orang dewasa yang berkomunikasi dengannya secara non verbal.

b. Usia pra sekolah (2-5 tahun)

Karakteristik anak pada masa ini terutama pada anak dibawah 3 tahun adalah

sangat egosentris. Selain itu, anak juga mempunyai perasaan takut pada ketidaktahuan

sehingga anak perlu diberi tahu tentang apa yang akan terjadi padanya. Misalnya, pada

saat akan diukur suhu tubuh, anak akan merasa melihat alat yang akan ditempelkan ke

tubuhnya. Oleh karena itu, jelaskan bagaimana akan merasakannya. Beri kesempatan

padanya untuk memegang thermometer sampai ia yakin bahwa alat tersebut tidak

berbahaya untuknya.

14
Dari hal bahasa, anak belum mampu berbicara fasih. Hal ini disebabkan karena

anak belum mapu berkata-kata 900-1200 kata. Oleh karena itu, saat menjelaskan gunakan

kata-kata yang sederhana, singkat, dan gunakan istilah yang dikenalnya.

c. Usia sekolah (6-12 tahun)

Anak pada usia ini sudah sangat peka terhadap stimulus yang dirasakan

mengancam keutuhan tubuhnya. Oleh karena itu, apabila berkomunikasi dan berinteraksi

sosial dengan anak diusia ini harus menggunakan bahasa yang mudah dimengerti anak

dan berikan contoh yang jelas sesuai dengan kemampuan kognitifnya

d. Usia remaja (13-18 tahun)

Fase remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak

menuju masa dewasa. Dengan demikian, pola fikir dan tingkah laku anak merupakan

peralihan dari anak-anak menuju orang dewasa.Anak harus diberi kesempatan untuk

belajar memecahkan masalah secara positif. Apabila anak merasa cemas atau stres,

jelaskan bahwa ia dapat mengajak bicara teman sebaya atau orang dewasa yang ia

percaya.

4. Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak menurut

Adriana (2013), adalah :

a. Faktor Internal

Berikut ini adalah faktor-faktor internal yang berpengaruh pada tumbuh kembang

anak, yaitu :

15
1) Ras/etnik. Anak yang dilahirkan dari ras/etnik atau bangsa Amerika tidak memiliki

faktor herediter ras/bangsa atau sebaliknya.

2) Keluarga Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi, pendek,

gemuk, dan kurus.

3) Umur. Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal, tahun pertama

kehidupan, dan masa remaja.

4) Jenis kelamin. Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih cepat

daripada laki-laki. Akan tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan anak laki-

laki akan lebih cepat.

5) Genetik. Genetik adalah bawaan anak yaitu potensi anak yang akan menjadi ciri

khasnya. Ada beberapa kelainan genetik yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak.

6) Kelainan kromosom. Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan

pertumbuhan seperti pada Sindroma Down dan Sindroma Turner’s.

b. Faktor Eksternal

Berikut ini adalah faktor-faktor eksternal yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak.

1) Faktor prenatal

a) Gizi. Nutrisi ibu hamil terutama pada trimester akhir kehamilan akan mempengaruhi

pertumbuhan janin.

b) Mekanis, posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan kongenital seperti

club foot.

c) Toksin/zat kimia, beberapa obat-obatan seperti aminopterin dan thalidomid dapat

menyebabkan kelainan congenital seperti palatoskisis.

16
d) Endokrin, Diabetes mellitus dapat menyebabkan makrosomia, kardiomegali, dan

hyperplasia adrenal.

e) Paparan radiasi dan sinar rontgent dapat mengakibatkan kelainan pada janin seperti

mikrosefali, spina bifida, retardasi mental, dan deformitas anggota gerak, kelainan

congenital mata, serta kelainan jantung.

f) Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH (Toksoplasma, Rubella,

Citomegali Virus, Herpes Simpleks) dapat menyebabkan kelainan pada janin seperti

katarak, bisu, tuli, mikrosefali, retardasi mental dan kelainan jantung kongenital.

g) Kelainan imunologi; Eriblastosis fetalis timbul atas dasar perbedaan golongan darah

antara janin dan ibu sehingga membentuk antibody terhadap sel darah merah janin,

kemudian melalui plasenta masuk ke dalam peredaran darah janin dan akan

menyebabkan hemolysis yangselanjutnya akan mengakibatkan hiperbilirubinemia dan

kerniktus yang akan menyebabkan kerusakan jaringan otak.

h) Anoksia embrio Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi plasenta

menyebabkan pertumbuhan terhambat atau terganggu.

i) Psikologi ibu Kehamilan yang tidak diinginkan serta perlakuan yang salah atau

kekerasan mental pada ibu hamil dan lain-lain.

2) Faktor persalinan

Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala dan asfiksia dapat menyebabkan

kerusakan jaringan otak.

3) Faktor pasca persalinan

a) Gizi, untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan yang adekuat dan bergizi.

17
b) Penyakit kronis atau kelainan congenital

B. Konsep Hiperpirexia

1. Definisi Hiperpirexia

Demam adalah gejala berupa peningkatan suhu tubuh sebagai respon normal

tubuh terhadap rusaknya termoregulasi. Suhu tubuh ketika demam biasanya lebih dari

38,3 ̊C, ketika suhu tubuh melebihi 40 ̊C, maka sudah dikatakan sebagai hiperpireksia

(Calvello, Hu, & Khoujah, 2011).

Hiperpirexia adalah kondisi suhu tubuh yang tinggi abnormal yang disebabkan

oleh kegagalan mekanisme pengatur panas tubuh untuk mengatasi panas yang berasal

dari lingkungan. Sementara itu, hipertermia yang parah (malignant hyperthermia) adalah

peningkatan suhu tubuh yang akan mengancam jiwa dan biasanya dihasilkan oleh respon

hipermetabolik terhadap penggunaan relaksan otot depolarisasi secara bersamaan dan

anestesi umum hirup yang kuat serta mudah untuh menguap (Tanen,2017).

Resiko untuk mengalami kondisi hiperpirexia dapat meningkat karena adanya

kombinasi dari suhu luar, kesehatan umum, daya gaya hidup pada masin-masing

individu. Seseorang bisa dikatan terkena hiperpirexia jika suhu tubuhnya diatas 40

derajat. Dan sebagai perbandingan suhu tubuh diatas 35 derajat atau lebih rendah

dianggap sebagai hipotermia.

2. Etiologi

Demam sering disebabkan karena infeksi. Penyebab demam selain infeksi juga

dapat disebabkan oleh keadaan toksemia, keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat,

18
juga pada gangguan pusat regulasi suhu sentral (misalnya perdarahan otak, koma). Pada

dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis penyebab demam diperlukan antara lain:

ketelitian pengambilan riwayat penyekit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi

perjalanan penyakit dan evaluasi pemeriksaan laboratorium, serta penunjang lain secara

tepat dan holistic (Nurarif, 2015).

Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam dapat

berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit metabolik maupun

penyakit lain. Demam dapat disebabkan karena kelainan dalam otak sendiri atau zat

toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak

atau dehidrasi (Guyton dalam Thabarani, 2015). Demam sering disebabkan karena;

infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, sinusitis, bronchiolitis,pneumonia,

pharyngitis, abses gigi, gingi vostomatitis, gastroenteritis, infeksi saluran

kemih,pyelonephritis, meningitis, bakterimia, reaksi imun, neoplasma, osteomyelitis

(Suriadi, 2006).

Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis penyebab demam diperlukan

antara lain: ketelitian penggambilan riwayat penyakit pasien, pelaksanaan pemeriksaan

fisik, observasi perjalanan penyakit dan evaluasi pemeriksaan laboratorium serta

penunjang lain secara tepat dan holistik. Beberapa hal khusus perlu diperhatikan pada

demam adalah cara timbul demam, lama demam, tinggi demam serta keluhan dan gejala

yang menyertai demam.

19
3. Patofisiologi

Exogenous dan virogens (seperti; bakteri, virus kompleks antigen-antibodi) akan

menstimulasi sel host inflamasi (seperti; makrofag sel PMN) yang memproduksi

indogeneus pyrogen (Eps). Interleuikin 1 sebagai prototypical eR Eps menyebabkan

endothelium hipotalamus meningkatkan prostaglandin dan neurotransmitter, kemudian

beraksi dengan neuron preoptik di hipotalamus anterior dengan memproduksi

peningkatan “set-point”. Mekanisme tubuh secara fisiologis mengalami(Vasokinstriksi

perifer, menggigil), dan perilaku ingn berpakaian yang tebal-tebal atau ingin diselimuti

dan minum air hangat. Demam seringkali dikaitkan dengan adanya penggunaan pada

“set-point” hipotalamus oleh karena infeksi, alergi, endotoxin atau tumor (Suriadi, 2006).

4. Klasifikasi

Menurut Nurarif (2015) klasifikasi demam adalah sebagai berikut:

a. Demam septik

Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan

turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil

dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang normal

dinamakan juga demam hektik.

b. Demam remiten

Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan

normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak

sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam septik.

20
c. Demam intermiten

Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari.

Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua

hari terbebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.

d. Demam kontinyu

Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat

demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.

e. Demam siklik

Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh beberapa

periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu

seperti semula.

Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit tertentu

misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan keluhan demam

mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas seperti : abses,

pneumonia, infeksi saluran kencing, malaria, tetapi kadang sama sekali tidak dapat

dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas. Dalam praktek 90% dari para pasien

dengan demam yang baru saja dialami, pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang

self-limiting seperti influensa atau penyakit virus sejenis lainnya. Namun hal ini tidak

berarti kita tidak harus tetap waspada terhadap infeksi bakterial. (Nurarif, 2015)

21
5. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Menurut Kania dalam Wardiyah, (2016) penanganan terhadap

demam dapat dilakukan dengan tindakan farmakologis, tindakan non farmakologis

maupun kombinasi keduanya. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk menangani

demam pada anak :

a. Tindakan farmakologis

Tindakan farmakologis yang dapat dilakukan yaitu memberikan antipiretik berupa:

1) Paracetamol

Paracetamol atau acetaminophen merupakan obat pilihan pertama untuk

menurunkan suhu tubuh. Dosis yang diberikan antara 10-15 mg/Kg BB akan menurunkan

demamdalam waktu 30 menit dengan puncak pada 2 jam setelah pemberian. Demam

dapat muncul kembali dalam waktu 3-4 jam. Paracetamol dapat diberikan kembali

dengan jarak 4-6 jam dari dosis sebelumnya. Penurunan suhu yang diharapkan 1,2 – 1,4
o
C, sehingga jelas bahwa pemberian obat paracetamol bukan untuk menormalkan suhu

namun untuk menurunkan suhu tubuh.

Paracetamol tidak dianjurkan diberikan pada bayi < 2 bualn karena alasan

kenyamanan. Bayi baru lahir umumnya belum memiliki fungsi hati yang sempurna,

sementara efek samping paracetamol adalah hepatotoksik atau gangguan hati. Selain itu,

peningkatan suhu pada bayi baru lahir yang bugar (sehat) tanpa resiko infeksi umumnya

diakibatkan oleh factor lingkungan atau kurang cairan.

Efek samping parasetamol antara lain : muntah, nyeri perut, reaksi, alergi berupa

urtikaria (biduran), purpura (bintik kemerahan di kulit karena perdarahan bawah kulit),

22
bronkospasme (penyempitan saluran napas), hepatotoksik dan dapat meningkatkan waktu

perkembangan virus seperti pada cacar air (memperpanjang masa sakit).

2) Ibuprofen

Ibuprofen merupakan obat penurun demam yang juga memiliki efek

antiperadangan. Ibuprofen merupakan pilihan kedua pada demam, bila alergi terhadap

parasetamol. Ibuprofen dapat diberikan ulang dengan jarak antara 6-8 jam dari dosis

sebelumnya. Untuk penurun panas dapat dicapai dengan dosis 5mg/Kg BB.

Ibuprofen bekerja maksimal dalam waktu 1 jam dan berlangsung 3-4 jam. Efek

penurun demam lebih cepat dari parasetamol. Ibuprofen memiliki efek samping yaitu

mual, muntah, nyeri perut, diare, perdarahan saluran cerna, rewel, sakit kepala, gaduh,

dan gelisah. Pada dosis berlebih dapat menyebabkan kejang bahkan koma serta gagal

ginjal.

b. Tindakan non farmakologis

Tindakan non farmakologis terhadap penurunan panas yang dapat dilakukan seperti

(Nurarif, 2015):

1) Memberikan minuman yang banyak

2) Tempatkan dalam ruangan bersuhu normal

3) Menggunakan pakaian yang tidak tebal

4) Memberikan kompres.

23
C. Penerapan Kompres Hangat

1. Pengertian

Kompres hangat adalah tindakan dengan menggunakan kain atau handuk yang

telah dicelupkan pada air hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh tertentu sehingga

dapat memberikan rasa nyaman dan menurunkan suhu tubuh (Maharani dalam Wardiyah

2016). Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan cairan

atau alat yang dapat menimbulkan hangat atau dingin pada bagian tubuh yang

memerlukan. Kompres meupakan metode untuk menurunkan suhu tubuh (Ayu, 2015).

Ada 2 jenis kompres yaitu kompres hangat dan kompres dingin. Pada penelitian ini

Peneliti menerapkan penggunaan kompres hangat.

2. Pelaksanaan Tindakan

Penggunaan kompres hangat dilakukan selama 10 – 15 menit dengan temperature

air 30-320C, akan membantu menurunkan panas dengan cara panas keluar lewat pori-pori

kulit melalui proses penguapan. Pemberian kompres hangat pada daerah aksila lebih

efektif karena pada daerah tersebut lebih banyak terdapat pembuluh darah yang besar dan

banyak terdapat kelenjar keringat apokrin yang mempunyai banyak vaskuler sehingga

akan memperluas daerah yang mengalami vasodilatasi yang akan memungkinkan

percepatan perpindahan panas dari tubuh ke kulit hingga delapan kali lipat lebih banyak

(Ayu, 2015).

Penggunaan kompres hangat dapat dilakukan di daerah lipatan-lipatan tubuh

(seperti lipatan ketiak (aksila), lipatan selangkanga, dll), karena di lipatan-lipatan tubuh

24
biasanya terdapat pembuluh darah yang cukup besar sehingga mempercepat vasodilatasi

dan proses evaporasi panas tubuh.

Mengompres dilakukan dengan handuk atau washlap yang dibasahi dengan

dibasahi air hangat (30ºC) kemudian dikompres atau diletakkan pada lipatan-lipatan

tubuh. Penurunan suhu tubuh terjadi saat air menguap dari permukaan kulit. Oleh karena

itu, anak jangan “dibungkus” dengan lap atau handuk basah atau didiamkan dalam air

karena penguapan akan terhambat. Tambah kehangatan airnya bila demamnya semakin

tinggi (Irdawati, 2017).

3. Standar Operasional Prosedur

Menurut Poltekkes Kemenkes Maluku (2011), standar operasional prosedur pada

kompres hangat adalah sebagai berikut:

a. Pengertian

Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat pada daerah tertentu dengan

menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang

memerlukan. Pemberian kompres dilakukan pada radang persendian, kekejangan otot,

perut kembung, dan kedinginan.

b. Tujuan

1) Memperlancar sirkulasi darah

2) Menurunkan suhu tubuh

3) Mengurangi rasa sakit

4) Memberi rasa hangat, nyaman dan tenang pada klien

5) Memperlancar pengeluaran eksudat

25
6) Merangsang peristaltik usus

c. Indikasi

1) Klien dengan suhu tubuh yang tinggi

2) Klien dengan perut kembung

3) Klien yang punya penyakit peradangan, seperti radang persendian

4) Sepasme otot

5) Adanya abses, hematoma

d. Alat dan Bahan

1) Larutan kompres berupa air hangat 30-32° dalam wadah (kom)

2) Handuk / kain / washlap untuk kompres

3) Handuk pengering

4) Sarung tangan

5) Termometer

e. Prosedur tindakan

1) Beri tahu klien, dan siapkan alat, klien, dan lingkungan

2) Cuci tangan

3) Ukur suhu tubuh

4) Basahi kain pengompres dengan air, peras kain sehingga tidak terlalu basah

5) Letakkan kain pada daerah yang akan dikompres (dahi, ketiak, perut, leher, bagian

belakang)

6) Tutup kain kompres dengan handuk kering

26
7) Apabila kain telah kering atau suhu kain relatif menjadi dingin, masukkan kembali

kain kompres ke dalam cairan kompres dan letakkan kembali di daerah kompres,

lakukan berulang-ulang hingga efek yang diinginkan dicapai

8) Evaluasi hasil dengan mengukur suhu tubuh klien setelah 20 menit

9) Setelah selesai, keringkan daerah kompres atau bagian tubuh yang basah dan rapikan

alat

10) Cuci tangan

f. Evaluasi

1) Respon klien

2) Alat kompres terpasang dengan benar

3) Suhu tubuh klien membaik

g. Dokumentasi

1) Waktu pelaksanaan

2) Catat hasil dokumentasi setiap tindakan yang dilakukan dan di evaluasi dan catat

nama perawat yang melaksanakan

27
D. Kerangka Konsep

Skema 2.1

Kerangka konsep

Hyperpirexia

Penatalaksanaan Hiperpirexia

Farmakologi
Non-Farmakologi

Kompres Hangat

28
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu metode penelitian yang

dilakukan dengan tujuan untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan secara

objektif (Notoatmodjo, 2015). Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapat gambaran

mengenai efektifitas kompres hangat terhadap penurunan suhu pada anak dengan

hiperpirexia di Irna Anak RSUD Engku Haji Daud Tanjung Uban.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Irna Anak RSUD Engku Haji Daud Tanjung

Uban pada tanggal 1-30 April 2021.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh pasien hiperpirexia yang menjalani rawat inap

di Irna Anak RSUD Engku Haji Daud Tanjung Uban selama periode April 2021.

2. Sampel dan tekhnik sampling

Sampel dalam penelitian ini adalah pasien hiperpirexia yang menjalani rawat inap

di Irna Anak RSUD Engku Haji Daud Tanjung Uban selama periode April 2021.

Pada penelitian ini tekhnik sampel yang digunakan adalah total sampling,

sehingga seluruh populasi dijadikan sampel. Sampel berjumlah 13 orang.

29
D. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari suatu

yang didefinisikan tersebut. Dapat diamati artinya memungkinkan penulis untuk

melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena,

kemudian dapat diulang lagi oleh orang lain (Nursalam, 2008). Definsi operasional

variabel dalam studi kasus ini sebagai berikut:

1. Hiperpirexia diidentifikasikan dengan peningkatan abnormal suhu tubuh minimal 40oC

2. Kompres hangat adalah melapisi permukaan kulit dengan washlap yang telah dibasahi

oleh air hangat dengan temperatur kulit minimal 300C

E. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Jenis data

a. Data primer

Data primer yaitu data yang didapatkan dari responden melalui wawancara

dan pengamatan langsung kepada responden. Data primer dalam penelitian ini

diperoleh dari responden berupa data diri dan suhu tubuh.

b. Data sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber sekunder seperti rekam

medis, laporan tahunan dan bentuk dokumentasi lainnya. Data sekunder dalam

penelitian ini diperoleh dari rekam medis pasien.

30
2. Cara pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara menggunakan lembar observasi dan

akumulasi hasil observasi tersebut merupakan sumber data primer yang akan

digunakan dalam penelitian ini. Data sekunder dikumpulkan melalui studi rekam

medis.

F. Pengolahan Hasil

Data hasil penelitian berupa data primer dikumpulkan oleh peneliti melalui

hasil pengamatan pada lembar observasi oleh peneliti. Setelah dilakukan pengukuran

sebelum dan sesudah dilakukan kompres hangat, data yang di dapat disajikan dalam

bentuk tabel.

31
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian yang didapat mengenai efektifitas kompres hangat terhadap

penurunan suhu pada anak dengan hyperpirexia di ruang rawat inap Anak RSUD

Engku Haji Daud Tanjung Uban disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi

berikut.

1. Data Demografi

Tabel 4.1
Distribusi frekuensi pasien berdasarkan jenis kelamin dan usia
No Karakteristik Responden f %
1. Usia
< 1 Tahun 7 53.85
1-5 Tahun 4 30.77
5-10 Tahun 1 7.69
> 10 Tahun 1 7.69
Total 13 100
2. Jenis Kelamin
Perermpuan 7 53.85
Laki-laki 6 46.15
Total 13 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui lebih dari setengah responden berada

pada rentang usia <1 tahun tahun (53.85%), dan lebih dari setengah responden

berjenis kelamin perempuan (53.85%)

32
2. Suhu tubuh sebelum dan setelah dilakukan kompres hangat

Tabel 4.2
Suhu tubuh sebelum dilakukan kompres hangat
No. Suhu awal (oC) Suhu akhir (oC) Selisih (oC)
1. 40.1 37.9 2.2
2. 40.0 38.1 1.9
3. 40.6 38.4 2.2
4. 40.8 38.8 2.0
5. 40.7 38.2 2.2
6. 40.3 38.6 1.7
7. 41.1 38.7 2.4
8. 40.7 38.8 1.9
9. 41.2 38.9 2.3
10. 41.1 38.7 2.4
11. 40.7 38.1 2.6
12. 40.7 38.5 2.2
13. 40.9 38.0 2,9

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui seluruh responden mengalami

penurunan suhu tubuh setelah dilakukan pemberian kompres hangat di ruang

rawat inap Anak RSUD Engku Haji Daud Tanjung Uban.

B. Pembahasan

Penatalaksanaan demam sesuai dengan teori yang mengharuskan subjek untuk

mengurangi produksi panas tubuh dengan meningkatkan radiasi, konduksi, konveksi, dan

evaporasi. Hal yang dapat dilakukan antara lain membuka pakaian atau selimut tebal

yang diganti dengan pakaian tipis agar terjadi evaporasi dan konveksi. Intervensi

selanjutnya yang akan dilakukan untuk mengatasi demam adalah melakukan kompres

hangat. Kompres hangat sendiri adalah sepotong balutan kassa yang dilembabkan dengan

cairan hangat sesuai program. Dengan memberikan kompres hangat pengeluaran panas

secara konduksi akan menyebabkan terjadinya perpindahan panas dari satu objek ke

33
objek lain dengan kontak langsung. Tindakan kompres hangat juga melebarkan pembuluh

darah perifer (vasodilatasi) dengan cara menyeka kulit dengan air hangat pada titik-titik

pembuluh darah besar.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tasnim (2014) bahwa pemberian

kompres hangat akan lebih efektif apabila diletakkan pada daerah axilla, lipatan paha dan

bagian leher, karena pada bagian tersebut terdapat reseptor suhu yang lebih baik dan tepat

disana vena-vena besar seperti axillaris, femoralis, dan jugularis yang mendapatkan

pengaruh dari suhu air kompres.

Sedangkan pemberian kompres hangat pada daerah dahi dirasakan kurang efektif

dalam menurunkan suhu tubuh karena tidak terdapat reseptor suhu sehingga lebih lambat

dalam menurunkan suhu. Pemberian kompres hangat yang dimaksud adalah pemberian

kompres hangat dengan suhu 34-37oC yang dilakukan dengan mengkompres bagian

tubuh dimana terdapat vena besar tersebut selama 15-20 menit dilakukan berulang kali

hingga didapatkan suhu tubuh dalam set-point atau suhu 37 oC. Mendinginkan dengan air

es atau alcohol kurang bermanfaat justru akan terjadi vasokontriksi pembuluh darah

sehingga panas sulit disalurkan baik lewat mekanisme evaporasi maupun radiasi.

Selain pemberian kompres hangat responden dan keluarga diberikan informasi

tentang manfaat dan tujuan dari dianjurkannya meminum air putih yang banyak untuk

mengurangi resiko dehidrasi. Oleh karenanya subjek akan diberikan terapi cairan melalui

parenteral dan non-parenteral. Seperti yang sudah kita ketahui bahwa 2/3 dari tubuh kita

terdiri atas air, oleh karena itu jika tubuh mengalami dehidrasi kinerja tubuh lainnya bisa

terganggu dan mudah mengalami kelelahan. Kekurangan air atau cairan tubuh akan

menyebabkan gangguan pada proses metabolisme sel-sel dalam tubuh, terlepas dari itu

34
semua, minum banyak air putih akan dapat menstabilkan suhu tubuh pada saat sedang

demam. Pemenuhan cairan selanjutnya dapat melalui parenteral, pemberian cairan KaEN

1B misalnya dapat membantu menggantikan cairan dan elektrolit yang hilang karena

peningkatan laju panas tubuh yang cepat, cukupi kebutuhan cairan tubuh agar kadar

elektrolit tidak meningkat saat evaporasi terjadi.

Tindakan lainnya yang dilakukan adalah dengan mengobservasi tanda-tanda vital

guna mengetahui perkembangan kondisi subjek, apakan terjadi penurunan suhu ataupun

peningkatan tekanan darah, nadi serta pernapasan. Tindakan lain dari fever management

yang dilakukan adalah kolaborasi farmakologi yakni penggunaan antipiretik dan

antibiotik.

Hambatan yang ditemukan saat melakukan kompres hangat ialah tidak

tersedianya di ruang rawat alat pengukur suhu untuk menentukan air yang digunakan

untuk melakukan kompres yang mencapai suhu 30oC. Solusi yang dilakukan adalah

dengan menyiapkan termos air panas untuk mengganti air yang telah dingin dengan yang

baru. Hambatan lain dalam pelaksanaan ialah alat yang digunakan untuk mengompres

hangat seperti washlap atau kain tidak dimiliki oleh keluarga, dan menggunakan kassa

atau baju/kaus. Solusi yang dilakukan penulis ialah dengan memfasilitasi keluarga

dengan memberikan washlap dari ruang rawat inap sehingga dapat memaksimalkan

pemberian kompres hangat untuk menurunkan suhu tubuh anak.

35
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat dikemukakan kesimpulan yaitu:

1. Karakteristik pasien dengan hiperpirexia di Irna anak RSUD Engku Daud

Tanjung Uban Kepulauan Riau

a. Lebih dari setengah responden berada pada rentang usia >1 tahun (53.84%)

b. Lebih dari setengah responden berjenis kelamin perempuan (53.84%)

2. Seluruh pasien anak dengan hyperpirexia mengalami penurunan suhu setelah

dilakukan pemberian kompres hangat. Sehingga dapat disimpulakan bahwa

pemberian kompres hangat sangat efektif dalam menurunkan suhu tubuh pada

anak yang mengalami demam terutama apabila kompres di aplikasikan pada

bagian vena besar seperti kedua axilla, leher, dan lipatan paha.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian disarankan beberapa hal sebagai berikut:

1. Agar pihak rumah sakit tetap terus meningkatkan fasilitas dan pelayanan

keperawatan rawat inap. Selain itu sebaiknya perlu memperhatikan kelengkapan

peningkatan sarana dan prasarana yang ada di rumah sakit sebagai upaya

peningkatan pelayanan keperawatan.

2. Agar perawat khususnya di Irna Anak RSUD Engku Haji Daud Tanjung Uban

lebih meningkatkan mutu pelayanan keperawatan terkait tindakan mandiri

keperawatan salah satunya yaitu pemberian kompres hangat.

36
37
DAFTAR PUSTAKA

Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Jakarta: Rineka

Cipta; 2012.

Ayu, E.I. (2015). Kompres Air Hangat Pada Daerah Aksila dan Dahi Terhadap

Penurunan Suhu Tubuh pada Pasien Demam di PKU Muhammadiyah Kutoarjo.

Jurnal Ners dan Kebidanan vol 3 No.1, 10-14. Diakses dari www.researchgate.net

pada 19 Agustus 2021

Dewi, A.K. (2016). Penurunan Suhu Tubuh Antara Pemberian Kompres Hangat Dengan

Tepid Sponge Bath pada Anak Demam. Jurnal keperawatan Muhammadiyah, 1

(1). 63-71. Diaksesdari http://journal.um-surabaya.ac.id pada 9 Agustus 2021

Hartini, Sri, Pertiwi, P.P. (2015). Efektifitas Kompres Air Hangat Terhadap Penurunan

Suhu Tubuh Anak Demam Usia 1 - 3 Tahun Di SMC RS Telogorejo Semarang.

Jurnal Keperawatan. Diakses dari ejournal.stikestelogorejo.ac.id pada 5 Agustus

2021

Jannah, A.R. (2015). Pengelolaan Hiperetmi Pada An. F Dengan Kejang Demam Di

Ruang Anggrek RSUD Ambarawa. Jurnal Akper Ngudi Waluyo Ungaran

Lestari, Titik. (2016). Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta: Nuha Medika

Purwanti, Sri. (2017). Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pada

Pasien Anak Hipertermia Di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Jurnal Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979-2697, Vol. 1. No. 2., 81-86

Susilo, A.S.A. (2016). Upaya Penurunan Suhu Tubuh Dengan Kompres Hangat pada

Anak DBD di RSPA Boyolali. Surakarta. Skripsi Universitas Muhammadiyah

Surakarta. Diakses dari www.scribd.com/document/374531207/937-2906-1-SM-1

38
Lampiran I

Lembar Observasi

No Nama Responden Suhu Awal Suhu Akhir


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.

39

Anda mungkin juga menyukai