Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH

KONSEP KEPERAWATAN ANAK DENGAN


PENYAKIT KRONIS ATAU TERMINAL DAN HIV

Makalah ini di buat untuk menyelesaikan tugas Keperawatan Anak II


yang di bina oleh Ns. Lilla Maria , S.Kep., M.Kep

Di susun oleh :

Kelompok 1
1. Eka Puji Lestari (1914314201042)
2. Husnur Robbani (1914314201046)
3. Riska Nur Hasfita (1914314201061)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI MALANG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2020/2021

1
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Wr. Wb
Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa, kami panjatkan puja dan puji
syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Konsep Keperawatan Anak Dengan Penyakit Kronis Atau
Terminal” .
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga tugas makalah Keperawatan Anak II ini
dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Malang, 13 September 2021


Penulis

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR............................................................................................2

BAB I.......................................................................................................................5

PENDAHULUAN...................................................................................................5

1.1 Latar Belakang............................................................................................5


1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................6
1.3 Tujuan..........................................................................................................7
BAB II.....................................................................................................................8

TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................8

2.1 PENYAKIT KRONIS ATAU TERMINAL..............................................8


2.1.1 Pengertian...............................................................................................8
2.1.2 Etiologi Penyakit Terminal Pada Anak...............................................8
2.1.3 Kriteria Penyakit Terminal...................................................................9
2.1.4 Penyakit Terminal Yang Sering Dialami Oleh Anak Salah Satunya
Diakibatkan Oleh Diare..................................................................................9
2.1.5 Manifestasi klinis Pada Pasien Terminal (Fisik)...............................11
2.1.6 Perilaku Pasien Terhadap Penyakit Terminal..................................11
2.1 7 Asuhan Keperawatan Yang Diperlukan Pada Anak Yang
Mengalami Penyakit Terminal....................................................................12
2.1 8 Perawatan Palliatife Care...................................................................12
2.1.9 Prinsip dari Perawatan Palliatife Care..............................................13
2.2 PENYAKIT HIV.......................................................................................13
2.2.1 Definisi...................................................................................................13
2.2.2 Etiologi..................................................................................................13
2.2.3 Patofisiologi...........................................................................................13
2.2.4 Pathway.................................................................................................15
2.2.5 Tanda dan gejala..................................................................................15
2.2 6 Proses Penularan HIV Pada Anak.....................................................16
2.2.7 Diagnosis HIV Pada Anak...................................................................17

3
2.2.8 Pencegahan HIV Pada Anak...............................................................20
2.2.9 Komplikasi............................................................................................20
2.2.10 Pemeriksaan penunjang....................................................................23
2.2.11 Penatalaksanaan HIV Pada Anak....................................................23
BAB III..................................................................................................................26

ASUHAN KEPERAWATAN..............................................................................26

3.1 PENGKAJIAN...........................................................................................26
BAB IV..................................................................................................................41

PEMBAHASAN...................................................................................................41

BAB V....................................................................................................................42

PENUTUP.............................................................................................................42

5.1 Kesimpulan................................................................................................42
5.2 Saran...........................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................43

4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatan individu,
keluarga, dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan,
atau memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai
mati.
Bagaimana peran perawat dalam menangani pasien yang sedang menghadapi
proses penyakit terminal ?
Peran perawat sangat komprehensif dalam menangani pasien karena peran
perawat adalah membimbing rohani pasien yang merupakan bagian integral
dari bentuk pelayanan kesehatan dalam upaya memenuhi kebutuhan biologis-
psikologis-sosiologis-spritual (APA, 1992 ), karena pada dasarnya setiap diri
manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual ( Basic spiritual needs, Dadang
Hawari, 1999 ).
Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan
WHO yang menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu
unsur dari pengertian kesehataan seutuhnya (WHO, 1984).
Oleh karena itu dibutuhkan dokter dan terutama perawat untuk memenuhi
kebutuhan spritual pasien. Karena peran perawat yang komprehensif tersebut
pasien senantiasa mendudukan perawat dalam tugas mulia mengantarkan
pasien diakhir hayatnya sesuai dengan Sabda Rasulullah yang menyatakan
bahwa amalan yang terakhir sangat menentukan, sehingga perawat dapat
bertindak sebagai fasilisator (memfasilitasi) agar pasien tetap melakukan yang
terbaik seoptimal mungkin sesuai dengan kondisinya. Namun peran spiritual
ini sering kali diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat
penting terutama untuk pasien terminal yang didiagnose harapan sembuhnya
sangat tipis dan mendekati sakaratul maut.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :
812/Menkes/SK/VII/2007 tantangan yang kita hadapi pada di hari-hari
kemudian nyata sangat besar. Meningkatnya jumlah pasien dengan penyakit
yang belum dapat disembuhkan baik pada dewasa dan anak seperti penyakit

5
kanker, penyakit degeneratif, penyakit paru obstruktif kronis, cystic
fibrosis,stroke, Parkinson, gagal jantung /heart failure, penyakit genetika dan
penyakit infeksi seperti HIV/ AIDS yang memerlukan perawatan paliatif,
disamping kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Namun saat ini, pelayanan kesehatan di Indonesia belum menyentuh
kebutuhan pasien dengan penyakit yang sulit disembuhkan tersebut, terutama
pada stadium lanjut dimana prioritas pelayanan tidak hanya pada
penyembuhan tetapi juga perawatan agar mencapai kualitas hidup yang terbaik
bagi pasien dan keluarganya. Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit
kronis tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak
nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami
gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien
dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit
tidak hanya pemenuhan/ pengobatan gejala fisik,, namun juga pentingnya
dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang
dilakukandengan pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan
paliatif. (Doyle & Macdonald, 2003: 5)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari penyakit kronis/terminal ?
2. Apa saja etiologi dari penyakit kronis/terminal ?
3. Apa saja kriteria Penyakit Terminal ?
4. Bagaimana manifestasi klinis pada Pasien Terminal (Fisik) ?
5. Bagaimanakah Perilaku Pasien Terhadap Penyakit Terminal ?
6. Bagaimana Asuhan Keperawatan Yang Diperlukan Pada Anak Yang
Mengalami Penyakit Terminal ?
7. Apa itu perawatan Palliatife Care ?
8. Bagaimana Prinsip dari Perawatan Palliatife Care ?
9. Apa definisi penyakit HIV ?
10. Apa saja etiologi dari penyakit HIV ?
11. Apa saja patifisiologi dari penyakit HIV ?
12. Apa saja tanda dan gejala dari penyakit HIV ?
13. Bagaimana proses penularan dari penyakit HIV ?

6
14. Diagnosis dari penyakit HIV pada anak ?
15. Bagaimana pencegahan dari penyakit HIV pada anak ?
16. Apa saja komplikasi dari penyakit HIV ?
17. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk penyakit HIV ?
18. Bagaimanakah penatalaksanaan dari penyakit HIV pada anak ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari penyakit kronis/terminal
2. Untuk mengetahui saja etiologi dari penyakit kronis/terminal
3. Untuk mengetahui saja kriteria Penyakit Terminal
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada Pasien Terminal (Fisik)
5. Untuk mengetahui Perilaku Pasien Terhadap Penyakit Terminal
6. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Yang Diperlukan Pada Anak
Yang Mengalami Penyakit Terminal
7. Untuk mengetahui apa itu perawatan Palliatife Care
8. Untuk mengetahui bagaimana Prinsip dari Perawatan Palliatife Care
9. Untuk mengetahui definisi penyakit HIV
10. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit HIV
11. Apa saja patifisiologi dari penyakit HIV
12. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari penyakit HIV
13. Untuk mengetahui bagaimana proses penularan dari penyakit HIV
14. Untuk mengetahui apa saja diagnosis dari penyakit HIV pada anak
15. Untuk mengetahui pencegahan dari penyakit HIV pada anak
16. Untuk mengetahui komplikasi dari penyakit HIV
17. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang untuk penyakit HIV
18. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari penyakit HIV pada anak

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENYAKIT KRONIS ATAU TERMINAL
2.1.1 Pengertian
Terminal adalah suatu penyakit yag tidak bisa disembuhkan lagi.
Kematian adalah tahap akhir kehidupan. Kematian bisa datang tiba-
tiba tanpa peringatan atau mengikuti priode sakit yang panjang.
Terkadang kematian menyerang usia muda tetapi selalu menunggu
yang tua.
Kondisi Terminal adalah : Suatu proses yang progresif menuju
kematian berjalan melalui suatu tahapan proses penurunan fisik ,
psikososial dan spiritual bagi individu. (Carpenito ,1995 ). Pasien
Terminal adalah : Pasien - pasien yang dirawat , yang sudah jelas
bahwa mereka akan meninggal atau keadaan mereka makin lama
makin memburuk. (P.J.M. Stevens, dkk ,hal 282, 1999 )
Pendampingan dalam proses kematian adalah Suatu pendampingan
dalam kehidupan , karena mati itu termasuk bagian dari kehidupan .
Manusia dilahirkan , hidup beberapa tahun , dan akhirnya mati.
Manusia akan menerima bahwa itu adalah kehidupan, dan itu memang
akan terjadi, kematian adalah akhir dari kehidupan ( P.J.M. Stevens,
dkk, 282,1999 ). Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak
ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang
bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995).

2.1.2 Etiologi Penyakit Terminal Pada Anak


1. Infeksi Saluran Nafas Bawah, Pneumonia dan Bronkhitis
2. Malaria
3. Diare
4. Campak
5. Tetanus
6. Infeksi Selaput Otak (Meningitis)
7. Difteri
8. Penyakit Kanker

8
9. Akibat Kecelakaan Fatal

2.1.3 Kriteria Penyakit Terminal


1. Penyakit tidak dapat disembuhkan.
2. Mengarah pada kematian.
3. Diagnosa medis sudah jelas 4. Tidak ada obat untuk
menyembuhkan

2.1.4 Penyakit Terminal Yang Sering Dialami Oleh Anak Salah


Satunya Diakibatkan Oleh Diare
1. Pengertian Diare
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja
berbentuk cairan atau setengah cairan, dengan demikian
kandungan air pada tinja lebih banyak dari keadaan normal
yakni 100-200 ml sekali defekasi (Hendarwanto, 1999).
2. Penyebab
1) Faktor infeksi
a. Infeksi enteral : (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi
virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus,
dll), infeksi parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T.
hominis) dan jamur (C. albicans).
b. Infeksi parenteral : merupakan infeksi di luar sistem
pencernaan yang dapat menimbulkan diare seperti :
otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia,
ensefalitis dan sebagainya.
2) Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa,
maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa,
fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan
penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak. Di

9
samping itu dapat pula terjadi malabsorbsi lemak dan
protein.

3) Faktor Makanan
Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi,
beracun dan alergi terhadap jenis makanan tertentu.
4) Faktor Psikologis
Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan
cemas), jarang terjadi tetapi dapat ditemukan pada anak
yang lebih besar.
3. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah :
a. Gangguan osmotik
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam lumen usus
meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektroloit ke
dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul
diare.
b. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding
usus akan terjadi peningklatan sekresi, air dan elektrolit ke
dalam lumen usus dan selanjutnya timbul diare kerena
peningkatan isi lumen usus.
c. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya
kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul
diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya
dapat timbul diare pula.
4. Manifestasi Klinis

10
Mula-mula anak cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat,
napsu makan berkurang kemudian timbul diare. Tinja mungkin
disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama berubah
kehijauan karena bercampur dengan empedu. Daerah anus dan
sekitarnya timbul luka lecet karena sering defekasi dan tinja
yang asam akibat laktosa yang tidak diabsorbsi usus selama
diare. Gejala muntah dapat timbul sebelum atau selama diare
dan dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau
akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila
kehilangan cairan terus berlangsung tanpa penggantian yang
memadai, gejala dehidrasi mulai tampak yaitu: berat badan
menurun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar
cekung (pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut serta kulit
kering. Bila dehidrasi terus berlanjut dapat terjadi renjatan
hipovolemik dengan gejala denyut jantu menjadi cepat, denyut
nadi cepat dan lemah bahkan tidak teraba, tekanan darah
menurun, klien tampak lemah dengan kesadaran menurun.
Karena kekurangan cairan, diuresis berkurang (oliguria sampai
anuria). Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak
pucat, pernapasan cepat dan dalam (pernapasan Kussmaul).

2.1.5 Manifestasi klinis Pada Pasien Terminal (Fisik)


a. Gerakan pengindraan menghilang secara berangsur – angsur
dari ujung kaki dan ujung jari
b. Aktifitas dari GI berkurang
c. Reflek mulai menghilang
d. Kulit kebiruan dan pucat
e. Denyut nadi tidak teratur dan lemah
f. Nafas berbunyi keras dan cepat ngorok
g. Penglihatan mulai kabur
h. Klien kadang-kadang kelihatan rasa nyeri
i. Klien dapat tidak sadarkan diri

11
2.1.6 Perilaku Pasien Terhadap Penyakit Terminal
Kubler- Ross (dalam Taylor, 1999) merumuskan lima tahap ketika
seseorang dihadapkan pada kematian. Kelima tahap tersebut antara
lain :

1. Denial ( pengingkaran )
Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia akan meninggal dan
dia tidak dapat menerima informasi ini sebagai kebenaran dan
bahkan mungkin mengingkarinya.
2.      Anger ( Marah )
Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari kenyataan
bahwa ia akan meninggal.
3.      Bergaining ( tawar-menawar )
Merupakan tahapan proses berduka dimana pasien
mencoba menawar waktu untuk hidup.
4.      Depetion ( depresi )
Tahap dimana pasien datang dengan kesadaran penuh bahwa ia
akan segera mati.ia sangat sedih karna memikirkan bahwa ia
tidak akan lama lagi bersama keluarga dan teman-teman.
5.      Acceptance ( penerimaan)
Merupakan tahap selama pasien memahami dan menerima
kenyataan bahwa ia akan meninggal. Ia akan berusaha keras
untuk menyelesaikan tugas-tugasnya yang belum terselesaikan.
2.1 7 Asuhan Keperawatan Yang Diperlukan Pada Anak Yang
Mengalami Penyakit Terminal
Asuhan keperawatan yang diperlukan dan digunakan pada
anak yang mengalami penyakit terminal adalah ”PALLIATIVE
CARE” tujuan perawatan paliatif ini adalah guna untuk
meningkatkan kualitas hidup anak dengan kematian minimal
mendekati normal, diupanyakan dengan perawatan yang baik
hingga pada akhirnya menuju pada kematian.

12
2.1 8 Perawatan Palliatife Care
1. Menambah kualitas hidup (anak) pada kondisi terminal.
2. Perawatan paliatif berfokus pada gejala rasa sakit (nyeri,
dypsnea) dan kondisi(kesendirian) dimana pada kasus ini
mengurangi kepuasan atau kesenangan hidup anak.
3. Mengontrol rasa nyeri dan gejala yang lain,masalah
psikologi,social atau spiritualnya dari anak dalam kondisi
terminal.

2.1.9 Prinsip dari Perawatan Palliatife Care


1. Menghormati atau menghargai martabat dan harga diri dari
pasient dan keluarga pasien.
2. Dukungan untuk caregiver.
3. Palliateve care merupakan accses yang competent dan
compassionet.
4. Mengembangkan professional dan social support untuk
pediatric palliative care.
5. Melanjutkan serta mengembangkan pediatrik palliative care
melalui penelitian dan pendidikan.

2.2 PENYAKIT HIV


2.2.1 Definisi
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah
kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan
tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human
Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162).

2.2.2 Etiologi
HIV disebabkan oleh human immunodeficiency virus yang
melekat dan memasuki limfosit T helper CD4+. Virus tersebut
menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel imunologik lain dan orang
itu mengalami destruksi sel CD4+ secara bertahap (Betz dan
Sowden, 2002). Infeksi HIV disebabkan oleh masuknya virus yang

13
bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus) ke dalam tubuh
manusia (Pustekkom, 2005).

2.2.3 Patofisiologi
HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen
permukaan CD4, yang bekerja sebagai reseptor viral. Subset
limfosit ini, yang mencakup limfosit penolong dengan peran kritis
dalam mempertahankan responsivitas imun, juga meperlihatkan
pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit.
Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4.
HIV secara istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen
permukaan CD4, yang bekerja sebagai reseptor viral. Subset
limfosit ini, yang mencakup linfosit penolong dengan peran kritis
dalam mempertahankan responsivitas imun, juga memperlihatkan
pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit.
Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4 ini
tidak pasti, meskipun kemungkinan mencakup infeksi litik sel CD4
itu sendiri; induksi apoptosis melalui antigen viral, yang dapat
bekerja sebagai superantigen; penghancuran sel yang terinfeksi
melalui mekanisme imun antiviral penjamu dan kematian atau
disfungsi precursor limfosit atau sel asesorius pada timus dan
kelenjar getah bening. HIV dapat menginfeksi jenis sel selain
limfosit. Infeksi HIV pada monosit, tidak seperti infeksi pada
limfosit CD4, tidak menyebabkan kematian sel. Monosit yang
terinfeksi dapat berperang sebagai reservoir virus laten tetapi tidak
dapat diinduksi, dan dapat membawa virus ke organ, terutama otak,
dan menetap di otak. Percobaan hibridisasi memperlihatkan asam
nukleat viral pada sel-sel kromafin mukosa usus, epitel glomerular
dan tubular dan astroglia. Pada jaringan janin, pemulihan virus
yang paling konsisten adalah dari otak, hati, dan paru. Patologi
terkait HIV melibatkan banyak organ, meskipun sering sulit untuk
mengetahui apakah kerusakan terutama disebabkan oleh infeksi
virus local atau komplikasi infeksi lain atau autoimun.

14
2.2.4 Pathway

2.2.5 Tanda dan gejala


Gejala terkait HIV yang paling dini dan paling sering pada
masa bayi jarang diagnostic. Gejala HIV tidak spesifik didaftar

15
oleh The Centers For Diseasen Control sebagai bagian definisi
mencakup demam, kegagalan berkembang, hepatomegali dan
splenomegali, limfadenopati generalisata (didefinisikan sebagai
nodul yang >0,5 cm terdapat pada 2 atau lebih area tidak bilateral
selama >2 bulan), parotitis, dan diare. Diantara semua anak yang
terdiagnosis dengan infeksi HIV, sekitar 90% akan memunculkan
gejala ini, kebergunaannya sebagai tanda awal infeksi dicoba oleh
studi the European Collaborativ pada bayi yang lahir dari ibu yang
terinfeksi. Mereka menemukan bahwa dua pertiga bayi yang
terinfeksi memperlihatkan tanda dan gejala yang tidak spesifik
pada usia 3 bulan, dengan angka yang lebih rendah diantara bayi
yang tidak terinfeksi. Pada penelitian ini, kondisi yang
didiskriminasi paling baik antara bayi terinfeksi dan tidak
terinfeksi adalah kandidiasis kronik, parotitis, limfadenopati
persistem, hepatosplenomegali. Otitis media, tinitis, deman yang
tidak jelas, dan diare kronik secara tidak nyata paling sering pada
bayi yang terinfeksi daripada bayi yang tidak terinfeksi.

2.2 6 Proses Penularan HIV Pada Anak


Penularan HIV ke Bayi dan Anak, bisa dari ibu ke anak,
penularan melalui darah, penularan melalui hubungan seksual
(pelecehan seksual pada anak). Penularan dari ibu ke anak terjadi
karena wanita yang menderita HIV/AIDS sebagian besar (85%)
berusia subur (15-44 tahun), sehingga terdapat risiko penularan
infeksi yang bisa terjadi saat kehamilan (in uteri). Berdasarkan
laporan CDC Amerika, prevalensi penularan HIV dari ibu ke bayi
adalah 0,01% sampai 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan
belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak
20% SAMPAI 35%, sedangkan jika sudah ada gejala pada ibu
kemungkinan mencapai 50%.penularan juga terjadi selama proses
persalinan melalui transfusi fetomaternal atau kontak antara kulit
atau membran mucosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat
melahirkan . semakin lama proses kelahiran, semakin besar pula

16
risiko penularan, sehingga lama persalinanbisa dicegah dengan
operasi sectio caecaria. Transmisi lain juga terjadi selama periode
postpartum melalui ASI, risiko bayi tertular melaui ASI dari ibu
yang positif sekitar 10% (Nurs dan Kurniawan, 2013:161).

2.2.7 Stadium Klinis WHO


1. Stadium klinis 1
a. Asimtomatik
b. Limfadenopati generalisata persisten
2. Stadium klinis 2
a. Hepatosplenomegali persisten yang tidak dapat dijelaskan
b. Erupsi pruritik papular
c. Infeksi virus wart luas
d. Angular cheilitis
e. Moluskum kontagiosum luas
f. Ulserasi oral berulang
g. Pembesaran kelenjar parotis persisten yang tidak dapat
dijelaskan
h. Eritema ginggival lineal
i. Herpes zoster
j. Infeksi saluran napas atas kronik atau berulang (otitis media,
otorrhoea, sinusitis, tonsillitis )
k. Infeksi kuku oleh fungus
3. Stadium klinis 3
a. Malnutrisi sedang yang tidak dapat dijelaskan, tidak
berespons secara adekuat terhadap terapi standar
b. Diare persisten yang tidak dapat dijelaskan (14 hari atau
lebih )
c. Demam persisten yang tidak dapat dijelaskan (le bih dari
37,5o C intermiten atau konstan, >1 bulan)
d. Kandidosis oral persisten (di luar saat 6-8 minggu pertama
kehidupan)
e. Oral hairy leukoplakia
f. Periodontitis/ginggivitis ulseratif nekrotikans akut
g. TB kelenjar
h. TB Paru
i. Pneumonia bakterial yang berat dan berulang
j. Pneumonistis interstitial limfoid simtomatik
k. Penyakit paru-berhubungan dengan HIV yang kronik
termasuk bronkiektasis
l. Anemia yang tidak dapat dijelaskan
4. Stadium klinis 4
a. Malnutrisi, wasting, dan stunting berat yang tidak dapat
dijelaskan dan tidak berespons terhadap terapi standar
b. Pneumonia pneumosistis

17
c. Infeksi bakterial berat yang berulang (misalnya empiema,
piomiositis, infeksi tulang dan sendi, meningitis, kecuali
pneumonia)
d. TB ekstrapulmonar
e. Sarkoma Kaposi
f. Kandidiasis esofagus (atau trakea, bronkus, atau paru)
g. Toksoplasmosis susunan saraf pusat (di luar masa neonatus)
h. Ensefalopati HIV
i. Infeksi sitomegalovirus (CMV), retinitis atau infeksi CMV
pada organ lain, dengan onset umur >1 bulan
j. Kriptokokosis ekstrapulmonar termasuk meningitis
k. Mikosis endemik diseminata (histoplasmosis,
coccidiomycosis)
l. Kriptosporidiosis kronik (dengan diarea)
m. Isosporiasis kronik
n. Infeksi mikobakteria non-tuberkulosis diseminata
o. Kardiomiopati atau nefropati yang dihubungkan dengan HIV
yang simtomatik
p. Limfoma sel B non-Hodgkin atau limfoma serebral
q. Progressive multifocal leukoencephalopathy
2.2.8 Diagnosis HIV Pada Anak
Diagnosis infeksi HIV pada anak menurut Kemenkes RI (2014) :
Prinsip diagnosis infeksi HIV pada bayi dan anak.
1. Uji Virologis
a. Uji virologis digunakan untuk menegakkan diagnosis klinik
(biasanya setelah umur 6 minggu), dan harus memiliki
sensitivitas minimal 98% dan spesifisitas 98% dengan cara
yang sama seperti uji serologis.
b. Uji virologis direkomendasikan untuk mendiagnosis anak
berumur < 18 bulan.
c. Uji virologis yang dianjurkan: HIV DNA kualitatif
menggunakan darah plasma EDTA atau Dried Blood Spot
(DBS), bila tidak tersedia HIV DNA dapat digunakan HIV
RNA kuantitatif (viral load, VL) mengunakan plasma
EDTA.
d. Bayi yang diketahui terpajan HIV sejak lahir dianjurkan
untuk diperiksa dengan uji virologis pada umur 4 – 6

18
minggu atau waktu tercepat yang mampu laksana
sesudahnya.
e. Pada kasus bayi dengan pemeriksaan virologis pertama
hasilnya positif maka terapi ARV harus segera dimulai;
pada saat yang sama dilakukan pengambilan sampel darah
kedua untuk pemeriksaan uji virologis kedua.
f. Hasil pemeriksaan virologis harus segera diberikan pada
tempat pelayanan, maksimal 4 minggu sejak sampel darah
diambil. Hasil positif harus segera diikuti dengan inisiasi
ARV.
2. Uji serologis
a. Uji serologis yang digunakan harus memenuhi sensitivitas
minumal 99% dan spesifisitas minimal 98% dengan
pengawasan kualitas prosedur dan standarisasi kondisi
laboratorium dengan strategi seperti pada pemeriksaan
serologis dewasa.
umur < 18 bulan – digunakan sebagai uji untuk menentukan
ada tidaknya pajanan HIV.
Umur >18 bulan – digunakan sebagai uji diagnostik
konfirmasi.
b. Anak umur < 18 bulan terpajan HIV yang tampak sehat dan
belum dilakukan uji virologis, dianjurkan untuk dilakukan
uji serologis pada umur 9 bulan. Bila hasil uji tersebut
positif harus segera diikuti dengan pemeriksaan uji
virologis untuk mengidentifikasi kasus yang memerlukan
terapi ARV. Jika uji serologis positif dan uji virologis
belum tersedia, perlu dilakukan pemantauan klinis ketat dan
uji serologis ulang pada usia 18 bulan.
c. Anak umur <18 bulan dengan gejala dan tanda diduga
disebabkan oleh infeksi HIV harus menjalani uji serologis
dan jika positif diikuti dengan uji virologis.

19
d. Pada anak umur <18 bulan yang sakit dan diduga
disebabkan oleh infeksi HIV tetapi uji virologis tidak dapat
dilakukan, diagnosis ditegakkan menggunakan diagnosis
presumtif.
e. Pada anak umur <18 bulan yang masih mendapat ASI,
prosedur diagnostik dilakukan tanpa perlu menghentikan
pemberian ASI.
f. Anak berumur >18 bulan menjalani tes HIV sebagaimana
yang dilakukan pada orang dewasa.

2.2.9 Pencegahan HIV Pada Anak


Penularan HIV dari dari ibu ke bayi bisa dicegah melalui 4
cara, mulai saat hamil, saat melahirkan dan setelah lahir yaitu:
penggunaan antiretroviral selama kehamilan, penggunaan
antiretroviral saat persalinan dan bayi yang baru dilahirkan,
penggunaan obstetrik selama selama persalinan, penatalksanaan
selama menyusui. Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral
load rendah sehingga jumlah virus yang ada di dalam darah dan
cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV. Persalinan
sebaiknya dipilih dengan metode sectio caecaria karena terbukti
mengurangi resiko risiko penularan HIV dari ibu ke bayi sampai
80%.walaupuncaesaria. demikian bedah caesar juga memiliki
risiko penularan HIV dari ibu kebayi sampai 80%. Bila bedah
caesar selektif disertai penggunaan terapi antiretroviral, maka
risiko dapat ditirinkan sampai 87%. Walaupun demikian bedah
caesar juga mempunyai risiko karena imunitas ibuyang rendah
sehingga bisa terjadi keterlambatan penyembuhan luka, bahkan
bisa terjadi kematian saat operasi oleh karena itu persalinan
pervaginam dan sectio caecaria harus dipertimbangkan sesuai
kondisi gizi, keuangan, dan faktor lain. Namun jika melahirkan
dengan pervaginam maka beberapa tindakan harus dihindari untuk
meminimalisir risiko, seperti terlalu sering melakukan pemeriksaan

20
dalam atau memecahkan ketuban sebelum pembukaan lengkap
(Nurs dan Kurniawan, 2013:165).

2.2.10 Komplikasi
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV
oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus
(HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat
badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai oleh
bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika
tidak diobati, kandidiasis oral akan berlanjut mengeni
esophagus dan lambung. Tanda dan gejala yang menyertai
mencakup keluhan menelan yang sulit dan rasa sakit di balik
sternum (nyeri retrosternal).
2. Neurologik
a. Ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks
dimensia AIDS (ADC; AIDS dementia complex).
Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit
kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif,
perlambatan psikomotorik, apatis dan ataksia. stadium
lanjut mencakup gangguan kognitif global, kelambatan
dalam respon verbal, gangguan efektif seperti pandangan
yang kosong, hiperefleksi paraparesis spastic, psikosis,
halusinasi, tremor, inkontinensia, dan kematian.
b. Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam,
sakit kepala, malaise, kaku kuduk, mual, muntah,
perubahan status mental dan kejang-kejang. Diagnosis
ditegakkan dengan analisis cairan serebospinal.
c. Gastrointestinal
Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus
yang diperbarui untuk penyakit AIDS. Kriteria
diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10% dari BB
awal, diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau

21
kelemahan yang kronis, dan demam yang kambuhan atau
menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat
menjelaskan gejala ini.
a) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora
normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek,
penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi,
dan dehidrasi.
b) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma
Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual
muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
c) Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan
inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan
efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-gatal
dan diare.
d. Respirasi
Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak
nafas (dispnea), batuk-batuk, nyeri dada, hipoksia,
keletihan dan demam akan menyertai pelbagi infeksi
oportunis, seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium
Intracellulare (MAI), cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides.
e. Dermatologik Lesi kulit stafilokokus : virus herpes
simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot,
lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal,
rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis
seperti herpes zoster dan herpes simpleks akan disertai
dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak
integritas kulit. moluskum kontangiosum merupakan
infeksi virus yang ditandai oleh pembentukan plak yang
disertai deformitas. dermatitis sosoreika akan disertai ruam
yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit
kepala serta wajah.penderita AIDS juga dapat

22
memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang disertai
dengan kulit yang kering dan mengelupas atau dengan
dermatitis atopik seperti ekzema dan psoriasis.
f. Sensorik
a) Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau
kelopak mata : retinitis sitomegalovirus berefek
kebutaan.
b) Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media,
kehilangan pendengaran dengan efek nyeri yang
berhubungan dengan mielopati, meningitis,
sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.

2.2.111 Pemeriksaan penunjang


Menurut Hidayat (2008) diagnosis HIV dapat tegakkan
dengan menguji HIV. Tes ini meliputi tes Elisa, latex agglutination
dan western blot. Penilaian Elisa dan latex agglutination dilakukan
untuk mengidentifikasi adanya infeksi HIV atau tidak, bila
dikatakan positif HIV harus dipastikan dengan tes western blot.
Tes lain adalah dengan cara menguji antigen HIV, yaitu tes antigen
P 24 (polymerase chain reaction) atau PCR. Bila pemeriksaan pada
kulit, maka dideteksi dengan tes antibodi (biasanya digunakan pada
bayi lahir dengan ibu HIV.
1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
a. ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan
western blot).
b. Western blot (positif).
c. P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas).
d. Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara
berturut-turut mendeteksi enzim reverse transcriptase atau
antigen p24 dengan kadar yang meningkat).
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
a. LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami
penurunan).

23
b. CD4 limfosit (menurun : mengalami penurunan
kemampuan untuk bereaksi terhadap antigen).
c. Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun).
d. Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan
berlanjutnya penyakit).
e. Kadar immunoglobulin (meningkat)

2.2.12 Penatalaksanaan HIV Pada Anak


1. Pengobatan pada Anak dengan HIV/AIDS
Prinsip pemberian ART pada anak hampir sama dengan
dewasa, tetapi pemberian ART pada anak memerlukan
perhatian khusus tentang dosisi dan toksisitasnya. Pada bayi,
sistem kekebalannya mulai dibentuk dan berkembang selama
beberapa tahun pertama. Efek obat pada bayi dan anak juga
akan berbeda dengan orang dewasa (Nurs dan Kurniawan,
2013:168).
Pedoman pengobatan HIV/AIDS pada Anak menurut
(Departemen Kesehatan Indonesia: Direktotat Jendran
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2008:35)
yaitu Rejimen Lini pertama yang direkomendasikan adalah 2
Nucleosida Reverse Transkriptase Inhibitor (NRTI) + 1 Non
Nucleosida Reverse Transkriptase Inhibitor (NNRTI)
2. Perawatan pada Anak dengan HIV/AIDS
a. Nutrisi pada Anak dengan HIV/AIDS Pemberian Nutrisi
pada bayi dan anakdengan HIV/AIDS tidak berbeda dengan
anak yang sehat, hanya saja asupan kalori dan proteinnya
perlu ditingkatkan. Selain itu perlu juga diberikan
multivitamin, dan antioksidan untuk mempertahankan
kekebalan tubuh dan menghambat replikasi virus HIV.
sebaiknya dipilih bahan makanan yang risiko alerginya
rendah dan dimasak dengan baik untuk mencegah infeksi
oportunistik. Sayur dan buah-buahan juga harus dicuci

24
dengan baik dan sebaiknya dimasak sebelum diberikan
kepada anak. Pemberian (Nurs dan Kurniawan, 2013:167).
b. Dukungan sosial spiritual pada Anak dengan HIV/AIDS
Anak yang didiagnosis HIV juga mendatangkan trauma
emosi yang mendalam bagi keluarganya. Orang tua harus
menghadapi masalah berat dalam perawatan anak,
pemberian kasih sayang, dan sebagainya sehingga dapat
mempengaruhi pertumbuhan mental anak. Orang tua
memerlukan waktu untuk mengatasi masalah emosi, syok,
kesedihan, penolakan, perasaan berdosa, cemas, marah, dan
berbagai perasaan lain.
Anak perlu diberikan dukungan terhadap kehilangan
dan perubahan mencakup :
1. memberi dukungan dengan memperbolehkan pasien
dan keluarga untuk membicarakan hal-hal tertentu dan
mengungkapkan perasaan keluarga.
2. membangkitkan harga diri anak serta keluarganya
dengan melihat keberhasilan hidupnya atau mengenang
masa lalu yang indah.
3. menerima perasaan marah, sedih, atau emosi dan reaksi
lainnya
4. mengajarkan pada keluarga untuk mengambil hikmah,
dapat mengendalikan diri dan tidak menyalahkan diri
atau orang lain (Nurs dan Kurniawan, 2013:169).

25
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
Nama : An. A.
Tempat tanggal lahir/usia : Poasia, 27 Mei 2016/ 6 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan :-
Alamat : BTN Kendari Permai Blok J No.14
Tanggal masuk : 18 Desember 2016
Tanggal pengkajian : 19 Desember 2016
Diagnosa Medik : HIV-AIDS
B. Identitas Orang Tua
Ayah
Nama : Tn. T.L
Umur : 27 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh Pabrik
Agama : Islam
Alamat : BTN Kendari Permai Blok J No.14
Ibu
Nama : Ny. R
Usia : 25 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

26
Agama : Islam
Alamat : BTN Kendari Permai Blok J No.14
C. Keluhan Utama
Orangtua klien mengeluhkan bayinya mengalami diare disertai dengan
demam.
D. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Diare dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Mula-mula intensitas BAB
kurang, dan sejak 2 hari yang lalu diare semakin parah diserta dengan
demam, terdapat bercak-bercak terasa gatal pada kulit, diare diikuti
dengan batuk, sesak dan klien tidak mau menyusu. Dengan alasan
tersebut orang tua klien membawa klien ke RS untuk di periksa.
2. Riwayat Kesehatan Lalu (khusus untuk anak 0-5 tahun)
1) Prenatal Care
a. Pemeriksaan kehamilan 3 kali.
b. Keluhan selama hamil Ngidam, kadang-kadang demam dan
lemas.
c. Riwayat terkena sinar tidak ada.
d. Kenaikan berat badan selama kehamilan 2 kg.
e. Imunisasi 2 kali.
f. Golongan darah Ibu : lupa /golongan darah ayah : A.
2) Natal
a. Tempat melahirkan di Puskesmas oleh bidan.
b. Lama dan jenis persalinan : Spontan/normal.
c. Penolong persalinan Dokter Kebidanan.
d. Tidak ada komplikasi selama persalinan ataupun setelah
persalinan (sedikit perdarahan daerah vagina).
3) Post Natal
a. Kondisi Bayi : BB lahir 2 kg, PB 45 cm.
b. Pada saat lahir kondisi anak baik .
c. (untuk semua usia).
d. Penyakit yang pernah dialami demam setelah imunisasi.

27
e. Kecelakaan yang pernah dialami: tidak ada.
f. Imunisasi belum lengkap.
g. Alergi belum nampak.
h. Perkembangan anak dibanding saudara-saudara : Anak
pertama

E. Riwayat Kesehatan Keluarga


Anggota keluarga : Ibu klien positif HIV
F. Riwayat Imunisasi

No Jenis Waktu Pemberian Reaksi Setelah


. Imunisasi Pemberian
1. BCG 1 bulan Demam
2. DPT Lupa Demam

3. Polio - -

4. Campak - -

5. Hepatitis Lupa Lupa

G. Riwayat Tumbuh Kembang


a. Pertumbuhan Fisik
1. Berat Badan : BB lahir 2 kg, BB masuk RS : 5 kg.
2. Tinggi Badan : PB lahir 45 cm, PB masuk RS : 50 Cm.
3. Waktu tumbuh gigi pertama : belum
b. Perkembangan tiap tahap
Usia anak saat :
1. Berguling : 5 bulan
2. Duduk : belum
3. Merangkak : belum
4. Berdiri : belum
5. Berjalan : belum
6. Senyum kepada orang lain pertama kali : lupa

28
7. Bicara pertama kali : belum
8. Berpakaian tanpa bantuan : masih di bantu
ibunya secara penuh

H. Riwayat Nutrisi
a. Pemberian ASI
1. Pertama kali di susui : satu jam setelah lahir
2. Cara Pemberian : Setiap Kali menangis dan tanpa menangis
3. Lama Pemberin : 15-20 manit
4. Diberikan sampai usia : sampai saat ini
b. Pemberian Susu Formula : SGM Tidak pernah diberikan susu
formula hanya ASI
c. Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini : usia 0 –
Saat ini ASI masih berlangsung.
I. Riwayat Psikososial
a. Anak tinggal di rumah sendiri.
b. Lingkungan berada di tepi kota.
c. Rumah tidak ada fasilitas lengkap.
d. Di Rumah tidak ada tangga yang berbahaya yang dapat menimbulkan
kecelakaan, anak bebas bermain di luar dengan teman-temannya .
e. Hubungan antar anggota kelurga baik
f. Pengasuh anak adalah orang tua
J. Reaksi Hospitalisasi
a. Pengalaman Keluarga tentang Sakit dan rawat inap
1. Orang tua membawa anaknya ke RS karena khawatir dan cemas
tentang keadaan anaknya yang demam terus.
2. Dokter menceritakan sebagaian kecil kondisi anaknya dan
kelihatannya orang tua belum mengerti hal ini dibuktikan dengan
ekspresi wajah orang tua dan pertanyaan yang timbul sekitar
keadaan anaknya.
3. Orang tua saat masuk di RS sangat merasa khwatir dengan
keadaan anaknya dan selalu menanyakan kondisi anaknya.

29
4. Orang tua selalu menjaga anaknya bergantian antara ayah, ibu
dan dan keluarga yang lain.
b. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat Inap
1. Anak belum mampu berbicara
K. Aktifitas Sehari – hari
a. Nutrisi

kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit


Keinginan Menyusu Baik Kurang
Frekuensi Menyusu 7 kali Tidak pernah
b. Cairan

Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit


Jenis Minuman ASI Tidak ada
Frekuensi Minum Setiap kali haus Sering
Kebuthan Cairan Tidak diketahui Tergantung
Cara Pemberian ASI Infuse
c. Eliminasi (BAB & BAK)

Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit


Tempat pembuangan Kain sarung Popok
Frekuensi / waktu BAK = sering BAK = sering
BAB = 2 x Sehari BAB = 4-6 x Sehari
Konsstensi Sering encer Encer
Kesulitan Tidak ada Tidak ada
Obat pencahar Tidak pernah
d. Olahraga
Tidak dikaji

e. Personal Hygiene

Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit


Mandi Dikerjakan orang Di seka
tua

30
Frekuensi 2 x sehari 1 x sehari
Alat mandi Sabun
Cuci rambut Kadang-kadang Belum pernah
Frekuensi Tidak menentu
Gunting kuku Dikerjakan orang
tua
Frekuensi Setiap kali kuku
terlihat panjang
L. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum klien : Lemah, gelisah dan batuk sesak.
1) Ekspresi wajah biasa kadang tersenyum dan cengeng bila diajak
bermain.
2) Berpakaian bersih karena selalu dijaga oleh ibunya.
b. Tanda-tanda vital:
1) Suhu : 38,5 º C
2) Nadi : 120x/m
3) Pernafasan : 28x / m
c. Antropometri
1) Panjang badan : 50 cm
2) Berat badan : 5 kg
3) Lingkaran lengan atas : tidak dikaji
4) lingkaran kepala : tidak dikaji
5) lingkaran dada : tidak di kaji
6) Lingkaran perut : tidak dikaji
7) Skin fold : tidak dikaj
d. Head To Toe
1) Kulit :
Pucat dan turgo kulit jelek dipenuhi dengan bercak-bercak dan
gatal
2) Kepal dan leher :
I : Normal tidak ada kerontokan rambut, warna hitam dan tidak
ada Peradangan.
P : Normal, tidak ada benjolan dikepala

31
P: -
A:-
3) Kuku : Jari tabuh
4) Mata / penglihatan :
Sklera pucat dan nampak kelopak mata cekung
5) Hidung :
Tidak ada Peradangan, tidak ada reaksi alergi, tidak ada polip,
dan fxungsi penciuman normal
6) Telinga :
Bentuk simetris kanan/kiri, tidak ada peradangan, tidak ada
perdarahan
7) Mulut dan gigi :
Terjadi peradangan pada rongga mulut dan mukosa, terjadi
Peradangan dan perdarahan pada gigi ,gangguan menelan(-), bibir
dan mukosa mulut klien nampak kering dan bibir pecah – pecah
8) Leher: Terjadi peradangan pada eksofagus.
9) Dada :
I : Dada terlihat normal, Tidak ada kelainan gerakan dada
P: Terdapat nyeri tekan pada epigastrium, Tidak nampak adanya
pembesaran hati
P: nada sonor
A: Tidak terdengar adanya bunyi nafas tambahan Tidak ada
retraksi dinding dada (+).
10) Abdomen :
I : Nampak normal, simetris kiri kanan
P: Turgor jelek ,tidak ada massa, terdapat nyeri tekan pada bagian
kanan bawah
P : Bunyi timpany (+). Kembung (-)
A: terdengar bunyi peningkatan peristaltic/ bising usus dan tidak
ada krepitasi abdomen.
11) Perineum dan genitalia
Pada alat genital terdapat bintik-bintik radang

32
12) Ekstremitas : klien tidak mampu mengerakkan extremitas atas
dan extremitas bawah tonus otot lemah akibat tidak ada energi
karena diare dan proses penyakit.
I: Bentuk kaki simetris, tidak terdapat gejala / tanda oedema.
Jumlah jari lengkap.terdapat keterbatasan gerak ekstremitas
bawah
P: Akral hangat, terdapat keterbatasan gerak ekstremitas atas.
P: reflek tendon kurang
A: -
M. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan
1. 6 tahun ke atas
a. Perkembangan kognitif : Klien mampu bekerja sama dengan
orang lain hal ini dibuktikan dengan klien sering bermain bola
bersama teman-temannya waktu sebelum sakit.
b. Perkembangan motorik : klien mampu menggunakan sepeda
dengan sendirinya
N. Terapi Saat ini
a. Infus RL 20 tts/m
b. Imunisasi disarankan untuk anak-anak dengan infeksi HIV, sebagai
pengganti vaksin poliovirus (OPV), anak-anak diberi vaksin virus
polio yang tidak aktif (IPV)
Keperawatan :
a. Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat
dan mencegah kemungkinan terjadi infeksi
b. Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta
keganasan yang ada
c. Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti
golongan dideosinukleotid, yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat
menghambat enzim RT dengan berintegrasi ke DNA virus,
sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
d. Mengatasi dampak psikososial

33
e. Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan
penyakit, dan prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis
O. Klasifikasi Data
Data Subjektif
a. Keluarga klien mengatakan anaknya batuk-batuk dan sesak
b. Keluarga klien mangatakan anaknya demam terus-menerus
c. Keluarga klien mengatakan muncul bercak-bercak di tubuh anaknya
d. Keluarga klien mengatakan, klien tidak mau makan/malas makan
e. Ibu klien mengatakan anaknya susah menelan akibat luka-luka pada
mulutnya
f. Keluarga klien mengatakan anaknya sering buang air besar dan encer
g. Keluarga klien mengatakan sangat khawatir dengan kondisi anaknya,
maka dari itu anaknya di bawa ke RS.
Data Objektif
a. Klien selama di RS nampak batuk terus dan gelisah nampak sesak
sesak - Klien nampak teraba panas dengan suhu 39o C, Nadi :
120x/m, P : 28x /m dan
b. Nampak terlihat bercak-bercak dan klien selalu menangis menggaruk
badannya yang gatal.
c. Klien nampak cengeng bila ingin disusui, berat badan klien turun
dari 5 kg menjdi 4 kg.
d. Klien nampak selalu mengeluh ingin BAB dan diRS terhitung 4-
5/hari
e. Kulit klien nampak kering, nampak cekung pada mata
f. Keluarga klien nampak gelisah dan selalu menanyakan kondisi
anaknya.

P. Analisa Data

No DATA MASALAH ETIOLOGI


.
1 DS : Bersihan jalan Kandidiasis

34
Klien mengatakan anaknya nafas tidak
batuk – batuk dan sesak efektif
DO : Menginfeksi
Klien selama di RS bronkus
nampak batuk terus, sesak,
dan gelisah
TTV : Aktivitas
- Suhu : 39o C bronkus
- Nadi : 120 x/menit berkurang
- RR : 28 x/menit

Penumpukan
secret

Batuk

Bersihan jalan
tidak efektif
2 DS : Hipertermi Kuman
Ibu klien mangatakan mengeluarkan
anaknya demam endotoksin
terusmenerus
DO :
Klien nampak teraba panas Merangsang
dengan suhu 39oC, Nadi : pengeluaran zat
120x/m, P : 28x / m pirogen oleh
leukosit pada
jaringan yg
meradang

35
Melepas zat IL-1,
prostaglandin

E2 (pirogen
leukosi &
pirogen endokrin
Mencapai
hipotalamus (set
point)

Mencapai
hipotalamus (set
point)

Hipertermi
3 DS : Perubahan kandidiasis
- Ibu klien mengatakan, nutrisi kurang
klien tidak mau dari kebutuhan
menyusu tubuh Lesi oral
- Ibu klien mengatakan Ketidakmampuan
anaknya susah menelan menyusu
akibat luka-luka pada
mulutnya
DO : Perubahan indra
- Klien nampak cengeng pengeca
bila ingin diberi makan
dan porsi makannya
tidak habis serta BB Menurunkan
turun menjadi 4 kg dari keinginan
5 kg. menyusu

36
Nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
4 DS : Kerusakan Timbul jamur
- Ibu klien mengatakan integritas kulit dan bintik-bintik
muncul bercak-bercak
di tubuh anaknya
DO : Lesi kulit
- Nampak terlihat bercak
- bercak dan klien
selalu menangis Dermatitis
menggaruk badannya
yang gatal

Kerusakan
integritas kulit

Q. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
akumulasi sekret. (Domain: 11, Kelas : 2, Kode : 00031)
2. Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus
sekunder terhadap reaksi antigen dan antibody (domain: 11, Kelas : 6,
Kode : 00007)
3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kekambuhan penyakit, diare, kehilangan nafsu
makan, kandidiasis oral (domain : 1, Kelas : 2, Kode : 00043)
4. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan dermatitis
seboroik dan herpers zoster sekunder proses inflamasi system
integument (Domain : 11, Kelas : 2, Kode : 00046)
R. Intervensi Keperawatan

37
No DIAGNOSIS NOC NIC
1 Ketidakefektifan Status pernapasan : Monitor pernafasan
bersihan jalan nafas kepatenan jalan 1. Terapiutik
berhubungan dengan napas (0410) : saluran Catat perubahan
akumulasi sekret. trakeobronkial yang pada saturasi O2 ,
terbuka dan lancar kji perlunya
untuk petukaran udara penyedotan jalan
- Frekuensi nafas dengan
pernapasan auskultasi suara
2 ke 5 nafas ronki di paru
- Kemampuan 2. Observasi
untuk Monitor kecepatan,
mengeluarkan irama, kedalaman,
secret dan kesulitan
1 ke 4 bernafas
- Batuk 3. Kolaborasi
2 ke 5 Berikan bantuan
resusitasi jika
diperlukan
2 Hipertermi berhubungan Termoregulasi Perawatan demam
dengan pelepasan (0800) : 1. Terapiutik
pyrogen dari hipotalamus keseimbangan antara Lembabkan bibir
sekunder terhadap reaksi produksi panas, dan mukosa
antigen dan antibody mendapatkan panas, hidung yang kering
dan kehilangan panas
- Tingkat 2. Observasi
pernapasan
2 ke 4 Monitor warna
- Peningkatan suhu kulit dan suhu
kulit tubuh
1 ke 4 Pantau suhu dan
- Hipertermia tanda-tanda vital
2 ke 5 3. Komunikasi

38
- Perubahan warna Dorong konsumsi
kulit cairan
2 ke 4 4. Kolaborasi
- Dehidrasi
1 ke 5 Beri obat atau
cairan IV
3 Ketidakseimbangan Status nutrisi bayi Manajemen nutrisi
nutrisi : kurang dari (1020) : jumblah 1. Terapiutik
kebutuhan tubuh nutrisi dicerna dan Tentukan status
berhubungan dengan diserap untuk gizi pasien
kekambuhan penyakit, memenuhi kebutuhan 2. Observasi
diare, kehilangan nafsu metabolisme serta Monitor
makan, kandidiasis oral meningkatkan kecenderungan
pertumbuhan terjadinya
- Intake nutrisi penurunan berat
1 ke 5 badan
- Perbandingan 3. Komunikasi
berat Anjurkan pasien
1 ke 4 terkait dengan
- Hidrasi kebutuhan
1 ke 5 makanan tertentu
- Pertumbuhan sesuai dengan usia
2 ke 5 si anak
4 Kerusakan integritas Integritas jaringan : Pengecekan kulit
kulit yang berhubungan kulit dan membrane 1. Terapiutik
dengan dermatitis mukosa (1101) : Periksa kulit dan
seboroik dan herpers keutuhan struktur selaput lendir
zoster sekunder proses dang fungsi fisiologis terkait dengan
inflamasi system kulit selaput lendir adanya kemerahan
integument secara normal 2. Observasi
- Suhu kulit Monitor warna dan
1 ke 3 suhu kulit
- Sensai Monitor kulit

39
1 ke 4 untuk adanya ruam
- Hidrasi dan lecet
1 ke 5 3. Komunikasi
- Kelembaban Ajarkan anggota
1 ke 4 keluarga atau
- Lesi pada kulit pemberi asuhan
2 ke 5 mengenai tanda-
- Wajah pucat tanda kerusakan
1 ke 5 kulit dengan cepat
4. Kolaborasi
Dokumentasikan
perubahan
membrane mukosa

40
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini merupakan penjelasan dari perbandingan antara teori dengan
asuhan keperawatan. Secara umum antara teori dengan asuhan keperawatan tidak
memiliki banyak perbedaan signifikan, namun sejatinya pada tanda dan gejala
setiap orang yang positif HIV terutama pada anak pasti akan berbeda karena
setiap orang pastinya memiliki tanda gejala yang tidak sama walaupun sama-sama
positif HIV.

41
BAB V

PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kondisi Terminal adalah: Suatu proses yang progresif menuju kematian
berjalan melalui suatu tahapan proses penurunan fisik , psikososial dan
spiritual bagi individu. (P.J.M. Stevens, dkk ,hal 282, 1999) dan kondisi
terminal yang sering dialami oleh anak adalah diare. Asuhan keperawatan
yang diperlukan dan digunakan pada anak yang mengalami penyakit terminal
adalah “Palliative Care”
Penularan HIV ke Bayi dan Anak, bisa dari ibu ke anak, penularan melalui
darah, penularan melalui hubungan seksual (pelecehan seksual pada anak).
Penularan dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita HIV/AIDS
sebagian besar (85%) berusia subur (15-44 tahun), sehingga terdapat risiko
penularan infeksi yang bisa terjadi saat kehamilan (in uteri).

5.2 Saran
Sebelum menikah wajib test kesehatan luar dan dalam

42
DAFTAR PUSTAKA
Burn, C.E., Dunn, A.M, Brady,M.A., And Starr N.B., Bllosser C.G., (2013).
Pediatric Primary Care: A Handbook for Nurse Practitioners. Philadelphia:
WB Sauders Company.

Ball, J.W., Bindler, R.C., and Cowen, K.J., (2010). Child Health Nursing.
Partnering with children and families (second edition). New Jersey,
Pearson Education Ltd. AIPNI

Hockenberry, M.J & Wilson, D. ( 2013) Wong”S Nursing Care of infant and
Children

Nicki L Pots, Barbara & Mandleco (2011) Pediatric Nursing : Caring for Children
and Their Families

Arita Murwani. (2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Edisi 1.Jogjakarta:


Fitramaya.

Bulechek G.M., Howard K.b., Joanne M.D., Cheryl M.W.2013. Nursing


Intervention Classification (NIC). penerjemah Intansari Nurjannah dan
Roxsana Devi Tumanggor Edisi Keenam.Singapore:Elsevier.

Kemenkes RI (2014). Pedoman Penerapan Terapi HIV Pada Anak.


http://www.idai.or.id/wpcontent/uploads/2015/06/Pedoman-Penerapan-
TerapiHIV-pada-Anak.pdf dibuka tanggal 20 Oktober 2016

Abdulloh, Abu Isa. Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi - Syaikh Shalih Alu
Syaikh Hafizhohulloh. http://muslim.or.id (2 November 2014).

Departemen Kesehatan Indonesia: Direktotat Jendran Pengendalian Penyakit dan


Penyehatan Lingkungan, Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi
Antiretroviral pada anak di indonesia. Jakarta:DepkeS RI, 2008.

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Pelayanan Kesehatan dan


HIV/AIDS. Jakarta:Depnakertrans,2005.

43
Thisyakorn U. Breast feeding and perinatal HIV transmission in Thailand. SCN
News 1998; 17:10. 7.

Chansinghakul D, Soongsawang K, Pancharoen C, Thaithumyanon P,


Limpongsanurak S, Thisyakorn U. Prevention of mother-to-child HIV
transmission: MTCTplus initiative program. Accepted for publication in
JPID. 8.

Pizzo PA, Wilfert CM. Pediatrics AIDS: the challenge of HIV infection in infants,
children and adolescents. Edisi ke-3. Baltimore: Williams & Wilkins;
1994. 9.

Thisyakorn U. Pediatrics AIDS. PKB HIV 2009.h.7- 13.

44

Anda mungkin juga menyukai