Anda di halaman 1dari 44

JOURNAL READING

PRAKTIK KEBIDANAN FISIOLOGI HOLISTIK

NEONATUS, BAYI, BALITA DAN ANAK PRA SEKOLAH

DENGAN NEONATUS FISIOLOGI

Disusun oleh :

Melanda Puspita Aidi

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU

PRODI PROFESI KEBIDANAN

KOTA BENGKULU

202
0HALAMAN PERSETUJUAN

JOURNAL READING PRAKTIK KEBIDANAN FISIOLOGI HOLISTIK

NEONATUS, BAYI, BALITA DAN ANAK PRA SEKOLAH “NEONATUS

FISIOLOGI” DI BPM OCIK LESTARI, SST

OLEH:

Melanda Puspita Aidi

NIM: P05140420009

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Elvi Destariani, SST, M.Kes Ocik Lestari, SST

NIP. NIP. 197708282007012011


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat dan rahmat-Nya, sehingga dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan ini.

Penulisan laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas praktik kebidanan

fisiologi holistik masa nifas dan menyusui. Laporan ini terwujud atas bimbingan,

pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu

persatu dan pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih

kepada :

1. Bunda Yuniarti, SST, M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes

Kemenkes Bengkulu.

2. Bunda Diah Eka Nugraheni, M.Keb selaku Ketua Prodi Profesi Bidan Jurusan

Kebidanan Poltekkes Kemenkes Bengkulu.

3. Bunda Elvi Destariani, SST, M.Kes selaku dosen pembimbing akademik.

4. Bidan Ocik Lestari, S.Tr.Keb selaku pembimbing lahan.

Mengingat keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, penulis menyadari

bahwa penulisan laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Akhir

kata, penulis berharap semoga laporan pendahuluan ini bermanfaat bagi semua

pihak.

Bengkulu, 28 Desember 2020

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................1

DAFTAR ISI .......................................................................................................2

BAB I ISI JURNAL

A. Judul jurnal ........................................................................................3


B. Abstrak ...............................................................................................3
C. Pendahuluan .......................................................................................4
D. Metodologi ..........................................................................................6
E. Hasil dan pembahasan........................................................................6
F. Kesimpulan dan saran........................................................................10
BAB II TELAAH JURNAL

A. Judul jurnal ........................................................................................12


B. Abstrak ...............................................................................................12
C. Pendahuluan .......................................................................................12
D. Hasil dan pembahasan........................................................................12
E. Kesimpulan dan saran........................................................................14
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
A. Nifas ....................................................................................................15
B. Konsep Dasar Kebidanan...................................................................32
BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan..........................................................................................41
B. Saran....................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA 42

2
BAB I

ISI JURNAL

GAMBARAN KESTABILAN SUHU TUBUH BAYI BARU


LAHIR YANG DILAKUKAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD)
(DI RUANG MINA RS MUHAMMADIYAH TUBAN)
Umu Qonitun, Sri Utaminingsih
Dosen Prodi DIII Kebidanan STIKES Nahdlatul Ulama Tuban
Mahasiswa Prodi DIII Kebidanan STIKES Nahdlatul Ulama
Tuban

A. Judul Jurnal

Gambaran Kestabilan Suhu Tubuh Bayi Baru Lahir Yang Dilakukan

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) (Di Ruang Mina RS Muhammadiyah Tuban).

B. Abstrak

Hipothermia adalah suhu bayi < 36,5°C. Disamping sebagai suatu

gejala, hipothermia dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan

kematian. Salah satu cara pencegahan hipothermia pada bayi baru lahir

adalah dengan penerapan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Oleh karena itu

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kestabilan suhu tubuh

bayi baru lahir yang dilakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) berdasarkan

suhu sebelum dilakukan IMD dan suhu sesudah dilakukan IMD di Ruang

Mina RS Muhammadiyah Tuban.

Desain penelitian ini menggunakan desain deskriptif.Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh bayi baru lahir normal yang dilakukan IMD

bulan Mei 2018 sebanyak 29 bayi, sedangkan sampelnya yaitu sebagian

bayi baru lahir normal yang dilakukan IMD yang memenuhi kriteria inklusi

3
sebanyak 29 bayi. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive

sampling dan sampel diambil dari hasil observasi (data primer) yang ditulis

dalam lembar observasi dengan menggunakan instrumen penelitian berupa

thermometer axilla digital. Data di analisis dengan analisa univariat. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruhnya sebanyak 25 (86, 21%)

bayi baru lahir sebelum dilakukan IMD mempunyai suhu yang tidak stabil,

dan seluruhnya sebanyak 29 (100%) bayi baru lahir sesudah dilakukan

IMD mempunyai suhu yang stabil. Dari uraian di atas dapat disimpulkan

bahwa penerapan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) sangat efektif untuk

membantu kestabilan suhu tubuh bayi baru lahir dengan harapan

hipotermia dapat dicegah sedini mungkin, untuk itu diharapkan tenaga

kesehatan khususnya bidan dapat menerapkan Inisiasi Meyusu Dini (IMD)

pada semua bayi baru lahir sesuai dengan prosedur.

C. Pendahuluan/Latar Belakang/Tujuan

Sebagian besar dari masalah bayi baru lahir adalah spesifik timbul pada

periode perinatal. Masalah-masalah ini bukan hanya bisa menyebabkan

kematian, tetapi juga besarnya angka kecacatan dan angka penyakit.

Masalah ini salah satunya disebabkan oleh kebersihan yang tidak terjaga

selama proses kelahiran, kurangnya asuhan BBL serta asuhan yang pilih

kasih. Kematian dikalangan bayi baru lahir sudah demikian seringnya

hingga hal tersebut diterima sebagai suatu hal yang rutin oleh masyarakat

(WHO, 1996 : 11-2).

Seperti yang terjadi dihampir semua negara didunia, kesehatan bayi

4
cenderung kurang mendapat perhatian dibandingkan umur-umur lainnya.

Padahal data WHO (2002) menunjukkan angka tersebut sangat

memprihatinkan, yang dikenal dengan “Fenomena 2/3” yaitu 2/3 kematian

bayi (umur 0-1 tahun) terjadi pada masa neonatal (BBL 0- 28 hari), dan 2/3

kematian pada masa neonatal dini terjadi pada hari pertama. Oleh karena

itu 1 minggu pertama dari kelahiran adalah masa yang paling kritis bagi

kehidupan seorang bayi (Kokom, 2007). Berdasarkan data WHO, di

Indonesia sebanyak 100.454 bayi 0- 28 hari (neonatal) meninggal setiap

tahun. Ini berarti 275 neonatal meninggal setiap hari, atau lebih kurang 184

neonatal dini meninggal setiap hari, atau setiap 1 jam 8 bayi neonatal dini

meninggal, atau setiap 7,5 menit 1 bayi neonatal dini meninggal (Kokom,

2007).

Kematian neonatal dini yang telah disebutkan sebelumnya lebih banyak

disebabkan secara langsung karena asfiksia, infeksi (sepsis dan infeksi

saluran pernafasan), prematuritas dan hypothermia (Kokom, 2007).

Meskipun hanya sedikit sekali dan hampir tidak ada data yang tersedia

mengenai berapa banyak kematian BBL yang disebabkan hipothermia,

namun hipothermia pada BBL merupakan masalah dunia, bahkan di

wilayah yang beriklim panas ataupun tropis. Karena BBL yang menderita

hipothermia segera setelah lahir kemungkinan mengalami hipothermia

selama 24 jam berikutnya. Selain itu, BBL yang mengalami asfiksia saat

lahir juga akan lebih besar kemungkinannya untuk mengalami hipothermia

dan pada akhirnya akan memperparah asfiksia bayi (WHO, 1996 : 11-3).

5
Adapun mekanisme atau proses penurunan suhu pada BBL, yaitu

segera setelah dilahirkan, suhu BBL akan turun. Bayi yang masih basah

bisa kehilangan panas cukup banyak untuk membuat suhu tubuhnya turun

sampai sebanyak 2-4°C (3,6 - 7,2°C). Karena dalam keadaan basah, maka

bayi tersebut akan kehilangan sebagian besar panas tubuhnya melalui

penguapan (evaporasi) dari permukaan kulit yang basah, persentuhan

dengan bendabenda yang dingin (konduksi), persentuhan dengan udara

dingin (konveksi), atau persentuhan dengan benda-benda yang bersuhu

lebih rendah di sekitarnya (radiasi) (WHO, 1993 : 10-7).

Penurunan suhu pada bayi tersebut terjadi pada menit-menit ke 10-20

setelah kelahiran. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan bayi untuk

menghasilkan panas yang cukup untuk mengimbangi hilangnya panas saat

kelahiran. Selain itu suhu dingin dan luar permukaan yang lebih besar

dibandingkan dengan tubuhnya yang kecil serta kepalanya yang secara

proporsional lebih besar, juga bisa menyebabkan turunnya suhu pada bayi

(WHO, 1993 : 10-7).

Adapun dampak atau konsekuensi dari hipothermia biasanya sangat

parah. BBL yang hipothermia akan menderita hipoglycemia (gula darah

rendah) serta asidosis metabolis, sebab mereka akan mencoba untuk

menghasilkan panas guna mempertahankan suhu tubuhnya. Bila terjadi

hipoglycemia berat akan menyebabkan gagal kegawatan pernafasan serta

penggumpalan darah yang abnormal. BBL yang menderita cedera dingin

dan hipothermia akan menghadapi resiko yang lebih tinggi lagi terkena

6
infeksi, penguningan (jaundice), serta pulmonaria hemorrhage (perdarahan

paru-paru). BBL dengan hipothermia akan lebih besar kemungkinannya

meninggal dibanding dengan BBL yang tidak mengalami hypothermia

(WHO, 1993 : 10-8).

Berdasarkan data yang ada di Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban, pada

tahun 2014 terdapat 186 kematian bayi diantara 16.995 kelahiran hidup di

Kabupaten Tuban atau AKB (dilaporkan) sebesar 11 per 1.000 kelahiran

hidup dan semuanya itu salah satunya disebabkan oleh hypothermia.

Berdasarkan survei awal di RS Muhammadiyah Tuban didapatkan 20 BBL,

ternyata ada 9 BBL yang mengalami hypothermia. Adapun

pendistribusiannya adalah bayi dengan suhu 37,5°C (hiperthermia) ada ± 2

bayi (10%).

Untuk pencegahan hipothermia pada BBL bisa dilakukan dengan cara

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) yaitu dilakukan segera setelah bayi lahir,

kemudian bayi dikeringkan kecuali kedua telapak tangan dan diletakkan

didada ibu untuk skin to skin selama minimal satu jam. Dada ibu sebagai

stabilisator suhu yang dapat menghangatkan tubuh bayi yang beresiko

kedinginan karena adaptasi dengan udara luar kandungan pasca bersalin

(Vivian, 2010).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat 40% BBL yang

mengalami hypothermia di RS Muhammadiyah Tuban. Sehingga peneliti

tertarik untuk mengetahui bagaimana gambaran kestabilan suhu tubuh bayi

baru lahir yang dilakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Ruang Mina RS

7
Muhammadiyah Tuban.

D. Metode

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dimana peneliti hanya

bermaksud mendiskripsikan (memaparkan) tentang gambaran kestabilan

suhu tubuh bayi baru lahir yang dilakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).

Populasi pada penelitian ini berjumlah 29 bayi. Sampel pada penelitian

ini berjumlah 29 bayi. Tehnik pengambilan sampel purposive sampling

yaitu metode penetapan sampel dengan memilih beberapa sampel tertentu

yang dinilai sesuai dengan tujuan atau masalah penelitian dalam sebuah

populasi (Nursalam, 2008).

Alat pengumpulan data pada penelitian ini adalah Thermometer Axilla

Digital.Analisa data penelitian ini menggunakan analisa univariat

E. Pembahasan

1. Identifikasi Kestabilan Suhu Tubuh Bayi Baru Lahir Sebelum

Dilakukan IMD

Sebelum dilakukan IMD terdapat 25 bayi baru lahir yang hampir

seluruhnya memiliki suhu tidak stabil dan hanya terdapat 4 bayi baru

lahir yang sebagian kecil memiliki suhu stabil.

Penurunan suhu pada bayi baru lahir terjadi pada menit-menit ke

10-20 setelah kelahiran. Bayi yang masih basah bisa kehilangan panas

tubuh yang cukup banyak untuk membuat suhu tubuhnya turun

sebanyak 2 – 4 °C (3,6 – 7,2 °F). Hal ini disebabkan oleh

ketidakmampuan bayi untuk menghasilkan panas yang cukup untuk

8
mengimbangi hilangnya panas saat kelahiran (WHO, 1993).

Pada ruang bersalin dengan suhu 20 - 25°C suhu kulit bayi akan

turun 0,3°C dan suhu tubuh bagian dalam turun 0,1°C. Selama periode

dini setelah bayi lahir biasanya bayi akan kehilangan panas kumulatif 2

- 3°C. Kehilangan panas ini terjadi melalui konveksi, konduksi, radiasi

dan evaporasi ( Nelson, 2008).

Selain itu bayi baru lahir juga akan kehilangan sebagian besar panas

tubuhnya melalui peristiwa evaporasi, konduksi, konveksi dan radiasi

(WHO, 1993).

Tingginya jumlah bayi baru lahir yang memiliki suhutidak stabil di

Ruang Mina RS Muhammadiyah Tuban yaitu sebesar 25 (86, 21%)

bayi, keadaan tersebut terjadi karena bayi baru lahir mengalami

adaptasi dari suhu didalam uterus ke suhu lingkungan luar yang disebut

dengan termoregulasi. Segera setelah bayi lahir, bayi akan berada di

tempat yang lingkungannya lebih rendah dari lingkungan dalam rahim.

Selain itu, ada faktor lain yang mempengaruhi suhu tubuh bayi yaitu

faktor lingkungan seperti ruangan persalinan, dimana saat bayi lahir AC

tidak dimatikan sehingga bayi dapat kehilangan panas suhu tubuhnya

melalui konveksi yaitu kehilangan panas yang terjadi pada bayi saat

terpapar dengan udara sekitar yang lebih dingin contohnya angin dari

kipas angin dan penyejuk ruangan tempat bersalin (AC). Apabila bayi

dibiarkan bayidapat kehilangan panas melalui empat mekanisme yaitu

konveksi, konduksi, radiasi, dan evaporasi, untuk mengurangi

9
kehilangan panas tersebut diatas dapat ditanggulangi dengan mengatur

suhu lingkungan, membungkus badan bayi dengan kain hangat dan

mempersiapkan tempat kelahiran yang hangat untuk meminimalkan

kehilangan panas pada bayi baru lahir.

Bayi baru lahir akan cenderung mengalami penurunan suhu tubuh

karena harus beradaptasi dengan suhu lingkungan, keadaan tersebut

apabila tidak ditangani bisa menyebabkan bayi mengalami

hipothermia,apabila hipothermia ini terjadi maka dibutuhkan

penanganan segera agar tidak terjadi komplikasi yang lebih lanjut

dengan cara dilakukan penerapan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) sesaat

setelah bayi lahir dan dilakukan minimal 1 jam, karena cara tersebut

dianggap sebagai cara yang paling sederhana dan mudah dilakukan,

sehingga diharapkan dapat meningkatkan suhu pada bayi baru lahir.

2. Identifikasi Kestabilan Suhu Tubuh Bayi Baru Lahir Sesudah

Dilakukan IMD

Sesudah dilakukan IMD seluruh bayi baru lahir memiliki suhu

stabil dan tidak satupun bayi yang suhunya tidak stabil. Suhu dada ibu

dapat menyesuaikan suhu ideal yang diperlukan bayi, yaitu dapatturun

10 derajat dan naik sampai 20 derajat Celsius, sehingga dapat

menurunkan resiko hipotermia dan menurunkan kematian bayi akibat

kedinginan. Bayi berada dalam suhu yang aman jika melakukan kontak

kulit dengan ibu. Suhu payudara ibu akan meningkat 0,5 derajat dalam

dua menit jika bayi diletakkan di dada ibu (Maryunani, 2012).

10
Berdasarkan hasil penelitian Dr. Niels Bergman (2005) ditemukan

bahwa suhu dada ibu yang melahirkan menjadi 1°C lebih panas dari

suhu dada ibu yang tidak melahirkan. Jika bayi yang diletakkan di dada

ibu ini kepanasan, suhu dada ibu akan turun 1°C. Jika bayi kedinginan,

suhu dada ibu akan meningkat 2°C untuk menghangatkan bayi. Jadi

dada ibu merupakan tempat yang terbaik bagi bayi yang baru lahir

dibandingkan tempat tidur yang canggih dan mahal.Kulit ibu bersifat

termoregulator atau termal sinchrony bagi suhu bayi, dimana ibu

menghangatkan suhu tubuh bayi dengan tepat selama merangkak

mencari payudara, dan ini akan menurunkan kematian karena

kedinginan.

Bayi yang dilakukan IMD berada dalam suhu yang aman. Karena

suhu payudara ibu meningkat 0,5 °C dalam dua menit jika bayi

diletakkan di dada ibu (Roesli, 2012). Inisiasi menyusu dini (early

initiation) adalah proses bayi baru lahir mencari puting susu ibu secara

mandiri dengan teknik skin to skin antara kulit ibu dan bayi minimal

selama satu jam segera setelah lahir (Saleha, 2009).

Setelah dilakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) semua bayi baru

lahir memiliki suhu tubuh stabil di Ruang Mina RS Muhammadiyah

Tuban yaitu sebesar 29 bayi (100%), hal ini disebabkan karena dada ibu

berfungsi sebagai stabilisatorbagi bayi, sehingga dalam pelaksanaannya

keterlibatan ibu sangat berperan aktif, dimulai sejak awal sebagai

pemberi pelayanan untuk bisa memenuhi kebutuhan fisik dan

11
emosionalnya.

Suhu tubuh bayi baru lahir setelah pelaksanaan IMD berada dalam

keadaan stabil, ibu tampak lebih tenang dan bahagia dengan kehadiran

bayi didekapannya. Dada ibu yang melahirkan mampu mengontrol

kehangatan kulit dadanya sesuai kebutuhan tubuh bayinya, hal ini

membuat bayi akan berada pada suhu tubuh yang optimal sehingga bayi

merasa lebih tenang dan nyaman, tidak hanya memberikan keuntungan

untuk mencegah hipotermi saja, keadaan emosional ibu dan bayi atau

ikatan kasih sayang (bonding) antara ibu dan bayi terjalin dengan baik,

hal ini akan memberikan dampak yang besar untuk perkembangan bayi,

karena ikatan kasih sayang telah terjalin dengan baik, yang pada

akhirnya hal tersebut dapat memberikan kontribusi positif dalam

meningkatkan kemampuan hidup bayi dan mengembangkan kualitas

hidupnya.

F. Kesimpulan

Hasil penelitian yang berjudul “Gambaran Kestabilan Suhu Tubuh Bayi

Baru Lahir yang Dilakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Di Ruang Mina

RS Muhammadiyah Tuban”, sesuai dengan tujuan khusus dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Hampir seluruhnya bayi baru lahir memiliki suhu tidak stabil sebelum

dilakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Ruang Mina RS

Muhammadiyah Tuban.

12
2. Seluruhnya bayi baru lahir memiliki suhu stabil sesudah dilakukan Inisiasi

Menyusu Dini (IMD) di Ruang Mina RS Muhammadiyah Tuban.

13
BAB II

TELAAH JURNAL

A. Judul Jurnal

Judul jurnal sudah sesuai dengan syarat penulisan judul jurnal yang baik yaitu

relevan dengan tema yang dikaji. Judul jurnal sudah menggambarkan isi dari

penelitian. Judul sudah ditulis secara ringkas, padat dan jelas.

B. Abstrak

Isi abstrak dari jurnal ini sudah mencakup latar belakang, hasil dan

kesimpulan. Kemudian kaidah penulisan tidak sesuai dengan aturan abstrak

kebidanan, karena dibuat peparagraf. Abstrak sudah mewakili inti penelitian.

Bahasanya mudah dimengerti dan dipahami, sehingga pembaca tidak salah

dalam memahami isi jurnal.

C. Pendahuluan

Pada pendahuluan jurnal ini sudah menjelaskan kematian neonatal dini di

Indonesia, sehingga pembaca hanya mengetahui bahwa persentase di

Indonesia saja. Jurnal ini menjelaskan bahwa hypothermia adalah salah satu

penyebab kematian neonatal dini. Pendahuluan sudah baik karena sudah

menggunakan referensi yang terpercaya yaitu dari buku dan jurnal

internasional dan nasional namun masih menggunakan referensi jurnal tahun

yang lama.

D. Pembahasan

Isi dari jurnal ini sudah membahas sesuai dengan pendahuluan jurnal.

Isi dijabarkan dengan lengkap dan akurat, dengan bahasa yang lugas tidak

14
ambigu. Pembahasan juga sudah menggunakan referensi dari banyak jurnal

pendukung, sehingga menggunakan teori dari berbagai sumber. Bahasanya

juga jelas dan mudah dipahami oleh pembaca.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruhnya sebanyak 25 (86,

21%) bayi baru lahir sebelum dilakukan IMD mempunyai suhu yang tidak

stabil, dan seluruhnya sebanyak 29 (100%) bayi baru lahir sesudah dilakukan

IMD mempunyai suhu yang stabil. Dapat disimpulkan bahwa penerapan

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) sangat efektif untuk membantu kestabilan suhu

tubuh bayi baru lahir dengan harapan hipotermia dapat dicegah sedini

mungkin, untuk itu diharapkan tenaga kesehatan khususnya bidan dapat

menerapkan Inisiasi Meyusu Dini (IMD) pada semua bayi baru lahir sesuai

dengan prosedur (Qonitun and Utaminingsih 2018)

Kejadian ikterus neonatorum menjadi penyebab yang paling banyak

terjadi pada kelahiran neonatal. Mayoritas bayi dengan BBLR meninggal

dikarenakan bayi mengalami komplikasi atau gangguan kesehatan serius

seperti bayi mengalami kejadian ikterus neonatorum. Sebagian besar bayi

baru lahir, terutama bayi yang kecil (bayi yang berat lahir < 2.500 gr atau usia

gestasi < 37 minggu) mengalami ikterus pada minggu awal

kehidupannya (Puspita 2018).

Walaupun peningkatan bilirubin pada neonatus merupakan kondisi yang

sering terjadi, tetapi pada kondisi akumulasi bilirubin yang tinggi di dalam

darah dan penanganan yang lambat akan berdampak negatif pada kesehatan

neonatus. Dampak dari peningkatan bilirubin yang paling berat bila tidak

15
tertangani dengan cepat adalah ensefalopati bilirubin hingga terjadi kern

ikterus dan kerusakan otak. Untuk membantu terapi cahaya menurunkan

kadar bilirubin serum total pada neonatus hiperbilirubinemia fisiologis yaitu

intervensi bounding dengan cara stimulus touch, feeding management dan

positioning. Sentuhan dapat meningkatkan tonus nervus vagus (nervus x),

saraf ini akan meningkatkan kerja dari otot-otot sfinkter dan mengoptimalkan

kerja dari kelenjar di dalam traktus intestinalis, hepar dan pankreas,

meningkatkan produksi enzim pencernaan yang membantu meningkatkan

penyerapan sehingga sistem kerja pencernaan lebih baik dan penyerapan

makanan lebih maksimal serta meningkatkan aliran getah bening,

memperlancar peredaran darah dan meningkatkan metabolisme sel. Kondisi

ini dapat mempercepat ekskresi bilirubin dipecah oleh terapi cahaya

(Heriyanti, Widiasih, and Murtiningsih 2020).

E. Kesimpulan

Kesimpulan sudah mampu menjawab secara ringkas dari latar belakang

penelitian. Tidak terdapat saran.

16
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Neonatus

1. Pengertian Neonatus

Neonatus adalah masa sejak lahir sampai dengan 4 minggu (28 hari)

sesudah kelahiran. Neonatus adalah bayi berumur 0 (baru lahir) sampai

dengan usia 1 bulan sesudah lahir. Neonatus dini adalah bayi berusia 0–7

hari.Neonatus lanjut adalah bayi berusia 7–28 hari. Neonatus adalah

individu yang baru saja mengalami proses kelahiran dan harus

menyesuaikan diri dari kehidupan di dalam rahim maupun di luar rahim.

Ciri–ciri bayi neonatus adalah berat badan 2.500–4000 gram, panjang

badan 48–52 cm, lingkar dada 30– 38 cm, lingkar kepala 33–35 cm,

lingkar lengan 11–12 cm, frekuensi jantung 120–160 kali/menit,

pernafasan 40–60 kali/menit, kulit kemerah– merahan dan licin karena

jaringan subkutan cukup, rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala

biasanya telah sempurna, kuku agak panjang dan lemas, genetalia: pada

perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora, pada laki–laki

testis sudah turun skrotum sudah ada, reflek isap dan menelan sudah

terbentuk dengan baik, reflek moro atau gerak memeluk jika dikagetkan

sudah baik, reflek graps atau menggenggam sudah baik, eliminasi baik,

mekonium keluar dalam 24 jam pertama, mekonium berwarna hitam

kecokelatan.

17
2. Adaptasi Fisiologi

Adaptasi fisiologi pada neonatus perlu diketahui dengan lebih baik

oleh tenaga kesehatan.Saat lahir, bayi harus beradaptasi dengan keadaan

yang sangat bergantung sampai menjadi mandiri. Banyak perubahan yang

dialami oleh bayi yang semula berada dalam lingkungan rahim ke

lingkungan luar rahim. Kemampuan adaptasi fisiologi bayi baru lahir

disebut juga homeostasis.

Homeostasis neonatus ditentukan oleh keseimbangan antara maturitas

dan status gizi.Kemampuan homeostasis pada neonatus kurang bulan

bergantung pada masa gestasi. Matriks otak neonatus kurang bulan belum

sempurna sehingga mudah terjadi perdarahan intrakranial. Adaptasi di luar

uterus yang terjadi secara cepat yaitu :

a. Adaptasi sistem pernapasan

Sistem pernapasan adalah sistem yang paling tertentang ketika

terjadi perubahan dari lingkungan di dalam uteri maupun di luar uteri.

b. Adaptasi sistem sirkulasi

Aliran darah dari plasenta berhenti pada saat tali pusat

diklem.Tindakan ini meniadakan suplai oksigen plasenta dan

menyebabkan terjadinya reaksi dalam paru sebagai respons terhadap

tarikan napas pertama.

18
c. Adaptasi suhu

Neonatus memiliki kecenderungan cepat stress karena perubahan

lingkungan dan bayi harus beradaptasi dengan suhu lingkungan yang

cenderung dingin di luar.

3. Kebutuhan Neonatus

a. Kebutuhan Nutrisi

Rencana asuhan untuk memenuhi kebutuhan minum/ makan ASI

eksklusif.ASI merupakan makanan yang terbaik bagi bayi.ASI

diketahui mengandung zat gizi yang paling banyak sesuai kualitas dan

kuantitasnya untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Menyusui

secara dini antara lain :

1) Bayi harus disusui sesegera mungkin setelah lahir (terutama dalam 1 jam

pertama) dan dilanjutkan selama 6 bulan pertama kehidupan

2) Colostrum harus diberikan, tidak boleh dibuang karena untuk

menambah kekebalan tubuh bayi

3) Bayi harus disusui kapan saja ia mau (on demand), siang atau

malam yang akan merangsang payudara memproduksi ASI secara

adekuat.

b. Kebutuhan Eliminasi

Bayi BAK sebanyak minimal 6 kali sehari.Semakin banyak cairan

yang masuk maka semakin sering bayi miksi.Defekasi pertama

berwarna hijau kehitaman.Pada hari ke 3–5 kotoran berubah warna

menjadi kuning kecokelatan. 4–6 hari kotoran bayi yang biasanya

19
minum susu biasanya cair. Bayi yang mendapat ASI kotorannya

kuning dan agak cair dan berbiji. Bayi yang minum susu botol,

kotorannya cokelat muda, lebih padat dan berbau.

c. Kebutuhan Tidur

Dalam dua minggu pertama setelah lahir, bayi normalnya sering

tidur. Bayi baru lahir mempergunakan sebagian besar dari waktunya

untuk tidur. Neonatus sampai usia 3 bulan rata–rata tidur sekitar 16

jam sehari. Pada umunya, bayi mengenal malam hari pada usia 3

bulan. Sediakan selimut dan ruangan yang hangat pastikan bayi tidak

terlalu panas atau terlalu dingin. Jumlah total tidur bayi akan

berkurang seiring dengan bertambahnya usia bayi. Pola tidur bayi

diantarannya :

1 minggu 16,5 jam

1 tahun 14 jam

2 tahun 13 jam

5 tahun 11 jam

9 tahun 10 jam

4. Tanda Bahaya Neonatus

20
Beberapa tanda bahaya pada neonatus yang harus diwaspadai dan segera

dilakukan penanganan agar tidak mengancam nyawa, yaitu seperti :

a. Neonatus tidak mau menyusu

b. Bergerak hanya jika dirangsang

c. Frekuensi napas < 30 kali permenit/ > 60 kali permenit

d. Suhu tubuh < 35,3°C dan > 37,5°C

e. Riwayat kejang

f. Merintih

g. Keluar nanah pada bagian mata

h. Tali pusat kemerahan, berbau busuk dan bengkak

i. Mata cekung dan cubitan kulit perut kembali sangat lambat

j. Kulit kuning atau tinja berwarna pucat

k. Berat badan menurut umur rendah

5. Perawatan neonatus sehari–hari

a. Memandikan

Memandikan bayi sebaiknya ditunda sampai 6 jam kelahiran agar

tidak terjadi hipotermi. Tujuannya adalah untuk menjaga bayi tetap

bersih, hangat, kering, menjaga kebersihan tali pusat dan memberikan

rasa nyaman pada bayi.

b. Mengganti popok

Popok bayi harus diganti setiap kali basah atau kotor. Rata–rata

bayi baru lahir memerlukan sepuluh sampai dua belas kali mengganti

popok setiap hari. Meskipun jika mengganti popok bayi ternyata tidak

21
kotor setidaknya dengan sering mengganti popok tidak akan

menambah masalah yang berpotensi menimbulkan ruam popok.

c. Menggendong

Menyentuh dan berbicara kepada bayi memberi bayi rasa aman

secara fisik dan emosional. Menggendong bayi sering menjadi bagian

dari proses pelekatan yang akan membuat ibu dan bayinya merasa

nyaman satu sama lain, sehingga tidak perlu khawatir akan

memanjakannya untuk beberapa bulan awal.

d. Menggunting kuku

Menjaga agar kuku bayi tetap pendek untuk perlindungan bayi itu

sendiri.Selama bayi bermain dengan jarinya dengan mudah dapat

mencakar wajahnya sendiri jika kuku jarinya tidak pendek dan

dipotong rata.Seiring dengan makin besarnya bayi, kuku jari yang

pendek adalah untuk perlindungan ibu.

e. Menidurkan

Memposisikan bayi dengan tidur terlentang, usahakan suhu

ruangan bayi dapat dipertahankan 21°C, gunakan kasur atau matras

yang agak keras letakkan perlak di atas matras dan dihamparkan sesuai

dengan lebar kain pelapis di atasnya, bantal tidak perlu digunakan

karena hanya akan menyebabkan bayi tercekik.

f. Perawatan tali pusat

Perawatan tali pusat ialah menjaga agar tali pusat tetap kering dan

bersih. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih sebelum merawat tali

22
pusat.Bersihkan dengan lembut kulit di sekitar tali pusat dengan kapas

basah, kemudian bungkus dengan longgar/ tidak terlalu rapat dengan

kasa bersih/ steril.Popok atau celana bayi diikat di bawah tali pusat,

tidak menutupi tali pusat untuk menghindari kontak dengan feses atau

urin.Hindari pengguna kancing, koin atau uang logam untuk membalut

tekan tali pusat.

g. Imunisasi Pada Neonatus

Imunisasi adalah upaya yang dilakukan untuk memperoleh

kekebalan tubuh manusia terhadap penyakit tertentu seperti: Difteri,

pertusis, tetanus, poliomyelitis, campak dan hepatitis. Proses imunisasi

ialah memasukkan vaksin atau serum ke dalam tubuh melalui oral atau

suntikan.

Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan kepada anak–anak

karena sistem kekebalan tubuh mereka belum sebaik orang dewasa

sehingga rentan terhadap serangan penyakit berbahaya.Imunisasi tidak

cukup hanya dilakukan satu kali, tetapi harus dilakukan secara

bertahap dan lengkap agar tidak rentan terhadap berbagai penyakit

yang sangat membahayakan kesehatan dan kehidupan anak.

1) Manfaat imunisasi

a) Untuk anak : Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit,

kemungkinan cacat dan kematian

b) Untuk keluarga : Menghilangkan kecemasan dan faktor

psikologis pengobatan jika anak sakit, mendorong

23
pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anak

akan menjalani masa kanak– kanak yang nyaman

2) Tujuan imunisasi

a) Mencegah penyakit tertentu pada seseorang

b) Menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat

c) Menghilangkan penyakit tertentu dari dunia (misal cacar)

3) Jenis imunisasi

a) Imunisasi Pasif

Merupakan kekebalan bawaan dari ibu terhadap penyakit

b) Imunisasi Aktif

Merupakan kekebalan yang didapat dari pemberian bibit

penyakit lemah yang mudah dikalahkan oleh kekebalan tubuh

biasa guna membentuk antibodi terhadap penyakit yang sama,

baik yang lemah maupun yang kuat

c) Imunisasi Dasar

Imunisasi dasar diberikan untuk mendapatkan kekebalan

secara aktif.Imunisasi yang diwajibkan sesuai program

pengembangan imunisasi (PPI) adalah imunisasi BCG, polio,

hepatitis B (HB), DPT dan campak.

d) Vaksin Bacillus Calmette–Guerin (BCG)

Vaksin BCG merupakan vaksin hidup sehingga tidak

diberikan kepada pasien dengan gangguan imun jangka

24
panjang (leukemia, pengobatan steroid jangka panjang, HIV).

Tujuan imunisasi BCG bukan untuk mencegah TBC, melainkan

untuk mengurangi risiko TBC berat, seperti TBC meningitis

dan TBC milier.Imunisasi ini diberikan pada bayi yang berusia

dua bulan atau kurang.Dosis pemberian vaksin BCG adalah 0,

05 ml sebanyak 1 kali.

Efek Samping imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi

yang bersifat umum seperti demam. Satu sampai dua minggu

kemudian akan timbul indurasi dan kemerahan di tempat

suntikan yang berubah menjadi pustule dan kemudian pecah

menjadi luka. Luka tidak.memerlukan pengobatan, akan

sembuh secara spontan dan meninggalkan tanda parut.

Kadang–kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di ketiak

atau leher, terasa padat, tidak sakit dan menimbulkan demam.

Reaksi ini normal, tidak memerlukan pengobatan dan akan

hilang dengan sendirinya.

e) Vaksin Polio/Oral Polio Vaccine (OPV)

Vaksin virus polio hidup oral berisi polio tipe 1, 2, 3 yang

masih hidup, tetapi sudah dilemahkan.Vaksin ini digunakan

secara rutin sejak bayi lahir sebagai dosis awal dengan dosis 2

tetes (0, 1 ml).Vaksin virus polio hidup oral adalah vaksin polio

trivalent yang terdiri atas suspense virus poliomyelitis tipe 1, 2

25
dan 3 (strain sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dalam

biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa.

ASI tidak berpengaruh terhadap respons antibodi.Apabila

vaksin yang diberikan dimuntahkan dalam 10 menit, harus

diberikan dosis pemberian ulang. Efek Samping pada

umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa

paralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi

(<0,7 : 1.000.000). jika anak diare, ada kemungkinan vaksin

tidak bekerja dengan baik karena ada gangguan penyerapan

vaksin oleh usus akibat diare berat.

f) Vaksin Hepatitis B

Vaksin hepatitis B PID adalah vaksin rekombinan yang

telah diinaktivasikan dan bersifat non–infeksi, berasal dari

HBsAg yang dihasilakan dalam sel ragi. Pemberian vaksin

hepatitis B yang tepat sesuai dengan dosis yang

direkomendasikan akan memberikan respons protektif. Vaksin

diberikan melalui IM dalam.Pada neonatus dan bayi,

penyuntikan vaksin ini dilakukan di anterolateral paha. Dosis

pemberian hepatitis B diberikan pada usia 0–7 hari.

Efek Samping berupa reaksi lokal, seperti rasa sakit,

kemerahan dan pembengkakan disekitar tempat

penyuntikan.Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya

hilang setelah dua hari.

26
g) Vaksin Difteri–Pertusi–Tetanus (DPT)

Vaksin DPT terdiri atas vaksin berikut :

(1) Vaksin Toksoid Difteria

Vaksin ini merupakan bagian dari vaksin DPT atau

Diphtheria Toxoid (DT). Difteria disebabkan oleh bakteri

yang memproduksi racun.Vaksin terbuat dari toksoid, yaitu

racun difteria yang telah dilemahkan. Vaksin difteria akan

rusak jika dibekukan dan jika terkena panas.

(2) Vaksin Pertusis

Vaksin ini merupakan bagian dari vaksin DPT.

Penyebab penyakit pertusis adalah bakteri.Vaksin terbuat

dari bakteri yang telah dimatikan.Vaksin pertusis mudah

rusak jika terkena panas.Sama seperti vaksin BCG, dalam

vaksin DPT, komponen pertusis merupakan vaksin yang

paling mudah rusak.

(3) Vaksin Tetanus

Vaksin ini merupakan bagian dari vaksin DPT, DT atau

sebagai Toksoid Tetanus (TT).Tetanus disebabkan oleh

bakteri yang memproduksi toksin, vaksin terbuat dari toksin

tetanus yang telah dilemahkan. Toksoid tetanus akan rusak

jika dibekukan dan jika terkena panas.

27
Dosis pemberian DPT melalui IM 0,5 ml sebanyak 3 dosis

yang pertama pada usia 2 bulan dan dosis selanjutnya dengan

IM 4 minggu.

h) Vaksin Campak

Bibit penyakit yang menyebabkan campak adalah

virus.Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang

dilemahkan. Setiap dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang

dari 1.000 infective unit virus strain CAM 70 dan tidak lebih

dari 100 mcg residu kanamisin dan 30 mcg residu eritromisin .

Efek Samping Vaksin campak adalah panas dan kemerahan.

Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan

kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8–12 hari setelah

vaksinasi. Anak–anak mungkin panas selama 1–3 hari setelah

satu minggu penyuntikan dan kadang disertai kemerahan

seperti penderita campak ringan.

Jadwal pemberian imunisasi

Usia Jenis Imunisai

0 bulan Polio 1, BCG, HB 0

2 bulan Polio 2, DPT, HB 1

3 bulan Polio 3, DPT, HB 2

4 bulan Polio 4, DPT, HB 3

9 bulan Campak

28
6. Pencegahan Infeksi Pada Neonatus

Neonatus sangat rentan terhadap infeksi yang disebabkan oleh paparan

atau kontaminasi mikroorganisme selama proses persalinan atau beberapa

saat setelah lahir. Pastikan penolong persalinan melakukan upaya

pencegahan infeksi sebagai berikut :

a. Sebelum dan sesudah bersentuhan dengan bayi, cuci tangan dengan sabun

kemudian dikeringkan

b. Pakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum

dimandikan

c. Pastikan semua peralatan dan perlengkapan yang akan digunakan telah

di- DTT atau disterilkan

d. Pastikan pakaian, handuk, selimut dan kain yang digunakan untuk bayi

dalam keadaan bersih dan hangat (demikian juga dengan timbangan,

pita pengukur, thermometer, stetoskop dll).

B. Asuhan Neonatus

1. Perawatan 1 Jam Pertama

a. Mempertahankan suhu tubuh dan mencegah hipotermia:

1) Mengeringkan tubuh bayi segera setalah lahir.

Kondisi bayi lahir dengan tubuh basah karena air ketuban atau aliran

udara melalui jendela/ pintu yang terbuka akan mempercepat terjadinya

penguapan yang akan mengakibatkan bayi lebih cepat kehilangan suhu

tubuh. Untuk mencegah terjadinya hipotermia, bayi yang baru lahir harus

segera dikeringkan dan dibungkus dengan kain kering kemudian

29
diletakkan telungkup di atas dada ibu untuk mendapatkan kehangatan

dari dekapan ibu.

2) Menunda memandikan bayi sampai tubuh bayi stabil

Pada bayi cukup bulan dengan berat badan lebih dari 2.500

gram dan menangis kuat bisa dimandikan +24 jam setelah

kelahiran dengan tetap menggunakan air hangat. Pada bayi berisiko

yang berat badannya kurang dari 2.500 gram/ keadaannya sangat

lemah sebaiknya jangan dimandikan sampai suhu tubuhnya stabil

dan mampu mengisap ASI dengan baik.

Menghindari kehilangan panas pada bayi baru lahir yaitu

melalui radiasi, evaporasi, konduksi dan konveksi.

2. Kunjungan Neonatal

Kunjungan Neonatus dilaksanakan minimal 3 kali yaitu :

a. Kunjungan pertama 6–48 jam setelah lahir yaitu : mempertahankan suhu

tubuh bayi, memandikan bayi setelah 6 jam, melakukan pemeriksaan fisik

pada bayi, memberikan vitamin K dan imunisasi HB–0

b. Kunjungan dua 3–7 hari setelah lahir yaitu : perawatan tali pusat,

pemeriksaan tanda bahaya seperti infeksi, bakteri, ikterus, diare dan

berat badan rendah, konseling terhadap ibu dan keluarga untuk

memberikan ASI eksklusif, pencegahan hipotermi dan melaksanakan

perawatan bayi baru lahir di rumah dengan menggunakan buku KIA,

penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.

c. Kunjungan tiga 8–28 hari setelah lahir yaitu : menjaga kebersihan

bayi, konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI

30
eksklusif, pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan bayi

baru lahir di rumah dengan menggunakan buku KIA, memberitahu

tanda bahaya bayi baru lahir.

3. Edukasi yang diperoleh untuk Neonatal

a. Rawat Gabung

Rawat gabung adalah sistem perawatan ketika bayi dan ibu dirawat

dalam satu unit, cara perawatan ketika ibu dan bayi baru lahir tidak

dipisah, melainkan ditempatkan dalam satu ruangan, kamar atau

tempat bersama–sama selama 24 jam penuh. Hal ini bertujuan untuk

memudahkan ibu dalam memberikan ASI dan merawat bayi.

b. Menjaga kehangatan

1) Segera mengeringkan badan bayi dengan menggunakan handuk atau

kain.

2) Menempatkan bayi pada tempat yang hangat dan jangan menggunakan

stetoskop dingin untuk memeriksa bayi

3) Menyelimuti bayi

4) Jangan segera memandikan bayi baru lahir

5) Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayi nya

c. Mekanisme kehilangan panas

Bayi kehilangan panas melalui :

1) Evaporasi : kehilangan panas karena menguapkan cairan ketuban pada

permukaan tubuh setelah bayi lahir karena tubuh tidak segera

dikeringkan

31
2) Konduksi : kehilangan panas melalui kontak langsung antara tubuh

bayi dengan permukaan yang dingin

3) Konveksi : kehilangan panas yang terjadi pada saat bayi terpapar

dengan udara sekitar yang lebih dingin

4) Radiasi : kehilangan panas yang terjadi pada saat bayi di tempatkan

dekat benda yang mempunyai temperature tubuh lebih rendah dari

temperature tubuh bayi.

d. Bonding Attachment

Bonding Attachment adalah kontak dini secara langsung antara ibu

dan bayi setelah proses persalinan. Adapun elemen–elemen adalah

sebagai berikut :

1) Sentuhan

2) Kontak mata

3) Suara

4) Aroma

5) Entrainment

6) Bioritme

7) Kontak dini

C. Manajemen Kebidanan SOAP

1. Pengertian Manajemen Kebidanan SOAP

32
Pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan

kebidanan sesuai dengan kebutuhan individu. Oleh karena itu, pengkajian

harus akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat

penting dalam merumuskan suatu diagnosa kebidanan dan memberikan

pelayanan kebidanan sesuai dengan respon individu sebagaimana yang

telah ditentukan sesuai standar dalam praktek kebidanan dalam keputusan

Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VI/2002 tentang Registrasi

dan Praktik Bidan dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan.

Penyusuanan data sebagai indikator dari data yang mendukung diagnosa

kebidanan adalah suatu kegiatan kognitif yang komplek dan bahkan

pengelompokkan data fokus adalah suatu yang sulit.

2. Langkah-Langkah Manajemen SOAP

Adapun Langkah-langkah manajemen kebidanan SOAP adalah sebagai

berikut :

a. Data Subjektif

Data subjektif merupakan pendokumentasikan hanya pengumpulan data

klien melalui anamnesa yaitu tentang apa yang dikatakan klien, seperti

identitas pasien, kemudiaan keluhan yang diungkapakan pasien pada

saat melakukan anamnesa kepada pasien (Rukiyah, 2014). Biodata yang

antara lain :

1) Nama

33
Dikaji dengan masa yang jelas, lengkap, untuk menghindari adanya

kekeliruhan atau untuk membedakan dengan klien atau pasien

lainnya.

2) Umur

Untuk mengetahui faktor resiko yang sangat berpengaruh terhadap

proses reproduksi seseorang.

3) Agama

Untuk memeberikan motivasi dorongan moril sesuai dengan agama

yang sedang di anut oleh pasien.

4) Suku bangsa

Untuk mengetahui adat istiadat yang menguntungkan dan

merugikan.

5) Pendidikan

Untuk mengetahui tingkat intelektual, tingkat penerimaan informasi

hal-hal baru atau pengetahuan baru karena tingkat pendidikan yng

lebih tinggi mudah mendapatkan informasi.

6) Pekerjaan

Untuk mengetahui status ekonomi keluarga pasien.

7) Alamat

Untuk mengetahui tempat tinggal pasien.

8) Keluhan Utama

34
Untuk mengetahui keluhan yang sedang dirasakan pasien saat

pemeriksaan.

9) Riwayat Kesehatan

Untuk mengetahui riwayat kesehatan pasien pada saat ini, dahulu

maupun riwayat kesehatan keluargany apakah terdapat penyakit

menurun, menahun, ataupun menular.

10) Pola Kebutuhan sehari-hari

Makanan

Frekuensi : Berapa kali makan dalam sehari

Jenis : Jenis makanan yang dikonsumsi

Keluhan : Ada atau tidak keluhan yang dirasakan

Minuman

Frekuensi : Berapa kali minum dalam sehari

Jenis : Jenis minum yang dikonsumsi

11) Eliminasi

Frekuensi : Berapa kali BAK dan BAB dalam sehari

Konsistensi : Untuk mengetahui apakah BAK dan BAB pasien

normal atau tidak

Keluhan : Ada atau tidak keluhan yang dirasakan

12) Personal Hygien

Dikaji untuk mengetahui apakah pasien menjaga kebersihanya

sehari-hari.

13) Pola Aktifitas

35
Dikaji untuk mengetahui kegiatan apa yang dilakukan pasien sehari-

hari.

14) Pola Istirahat

Untuk mengetahui pola istirahat pasien sehari-hari, seperti berapa

lama tidur malam dan tidur siang pasien.

b. Data Objektif

Data Objektif yaitu menggambarkan pendokumentasian hasil analisa

dan fisik klien, hasil laboratorium, dan test diagnostik lain yang

dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung assasment yaitu apa

yang dilihat dan diraskan oleh bidan setelah melakukan pemeriksaan

terhadap pasien ( Rukiyah, 2014).

1) Pemeriksaan Umum

a) Keadaan Umum

Untuk mengetahui keadaan umum pasien apakah baik, lemah

atau keadaan umummnya pasien pucat dan lemas.

b) Kesadaran

Untuk mengetahui tingkat kesadaran yaitu composmetis, apatis,

ataupun samnolen.

c) TekananDarah

untuk mengetahui berapa tekanan darah pasien.

d) Suhu

Untuk mengetahui berapa suhu badan pasien.

e) Denyut Nadi

36
Untuk mengetahui berapa nadi pasien dihitung per menit.

f) Respirasi

Untuk mengetahui frekuensi pernafasan pasien yang dihitung

per menit.

g) Berat Badan

Untuk mengetahui berapa berat badan pasien.

2) Pemeriksaan Fisik

a) Kepala

Untuk menilai bentuk kepala, dan kelainan.

b) Rambut

Untuk menilai warna, distribusi, kerontokan dan kebersihan.

c) Muka

Untuk menilai terdapat oedem atau chloasma pada muka.

d) Mata

Untuk menilai apakah kunjungtiva pucat atau merah, dan sklera

berwarna putih atau tidak.

e) Hidung

Untuk mengetahui kebersihan dan pembesaran polip.

f) Telinga

Mengetahui bentuk telinga simetris atau tidak, dan kebersihan

telinga.

g) Mulut

37
Untuk mengetahui kebersihan, dan melihat adakah caries dan

mukosa bibir terlihat lembab atau tidak.

h) Leher

Untuk mengetahui adakah pembekaan vena jugularis, kelenjar

tiroid, dan kelenjar limfe.

i) Abdomen

Untuk menegtahui adakah bekas operasi, maupun nyeri tekan.

j) Genetalia

Untuk mengetahui adakah oedem dan varises vagina, dan

kelainan yang mengganggu.

k) Anus

Melihat adakah hemoroid dan keluhan lain.

l) Ekstremitas

Melihat apakah bentuk simetris, melihat adakah edema, dan

mengecek bagian kaki adakah varisens dan respon terhadap cek

patella.

3) Pemeriksaan Penunjang

Dilakukan jika memerlukan penegakan diagnosa.

c. Assesment

Assesment merupakan masalah atau diagnosa yang ditegakkan

berdasarkan data atau informasi subjektif maupun objektif yang

dikumpulkan atau disimpulkan yang dibuat dari data subjektif dan

objektif.

38
Pendokumentasiaan hasil analisis dan interprestasi (kesimpulan)

dari dat subjektif dan objektif. Analisis yang tepat dan akurat mengikuti

perkembangan data pasien akan menjamin cepat diketahuinya

perubahan pasien, dapat terus diikuti dan dia,nil keputusan/tindakan

yang tepat.

d. Planning

Perencanaan atau planning adalah suatu pencatatan

menggambarkan pendokumentasiaan dari perencanaan dan evaluasi

berdasrkan assesment yaitu rencan apa yang akan dialkukan

berdasarkan hasil evaluai tersebut.

Perencanaan dibuat saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan

disusun berdasarkan hasil analisis dan interprestasi data yang

bertujuaan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal

mungkin danmempertahankan kesejahteraannya.

39
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara keseluruhan jurnal ini sudah bagus, topik bahasan yang menarik

dan bahasa yang mudah dipahami. Hasil penelitian dibahas secara detail dan

mendalam. Referensi yang digunakan pun banyak, sehingga sudah bisa

menjadi jurnal sebagai sumber informasi yang akurat.

B. Saran

Diharapkan setiap bidan harus lebih ekstra dalam memantau bayi baru

lahir sebab mengakibatkan kematian pada bayi dan dapat memberikan

kenyamanan selama kunjungan kepada semua pasien tidak membeda-bedakan

asuhan berdasarkan paritas, usia, maupun pendidikan ibu. Semua pasien berhak

mendapatkan pelayanan dan asuhan yang sesuai.

40
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Vivian Nanny Lia. (2010). Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak
Balita.Jakarta : Salemba Medika

Heriyanti, An’nisaa, Restuning Widiasih, and Murtiningsih. 2020. “Efektifitas


Terapi Caring Support Neobil Terhadap Perubahan Kadar Bilirubin Serum
Total Hyperbilirubinemia Pada Neonatus Di Rumah Sakit Dustira Cimahi.”
Health Information : Jurnal Penelitian 12.

Kelly, Paula. (2010). Buku Saku Asuhan, Neonatus & Bayi.Jakarta : EGC

Kemenkes RI. (2017). HEALTH STATISTIC.Jakarta : Kemenkes RI

Kemenkes RI. (2017). Survey Demokrasi dan Kesehatan Indonesia.Jakarta :


Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

Maryunani, Anik. (2014). ASUHAN NEONATUS, BAYI, BALITA dan ANAK PRA–
SEKOLAH.

Muslihatun, Wafi Nur. (2010). Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita.Yogyakarta :


Fitramaya

Prawirohardjo, Sarwono. (2014). ILMU KEBIDANAN.Jakarta : PT. Bina Pustaka

Puspita, Ndaru. 2018. “The Effect of Low Birthweight on the Incidence of


Neonatal Jaundice in Sidoarjo.” Jurnal Berkala Epidemiologi 6(2):174.

Qonitun, Umu and Sri Utaminingsih. 2018. “Gambaran Kestabilan Suhu Tubuh
Bayi Baru Lahir Yang Dilakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) (Di Ruang
Mina RS Muhammadiyah Tuban).” Jurnal Kebidanan 10(1):7.

Tando, Naomy Marie. (2016). ASUHAN KEBIDANAN Neonatus, Bayi dan Anak
Balita.Jakarta : EGC

Uliyah, Musrifatul. (2015). Keterampilan Dasar Praktik Klinik.Jakarta : Salemba


Medika

Wahyuni, Sari. (2011). Asuhan Neonatus, Bayi & Balita.Jakarta : EGC

Walyani, Elisabeth Siwi. (2015). Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal

41
& Neonatal.Yogyakarta : PUSTAKA BARU PRESS

Wildan, Dkk. (2011). Dokumentasi Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika

42

Anda mungkin juga menyukai