OLEH :
NIM.2082B0021
STRADA INDONESIA
2020 - 2021
PERSETUJUAN
Laporan praktik dengan judul “ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR
DENGAN ASFIKSIA SEDANG DI PUSKESMAS TIRTOYUDO Kabupaten Malang telah
disetujui oleh pembimbing penyusunan Asuhan pada :
Hari/tanggal :
Mengetahui,
Mahasiswa
TTD
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT berkat rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Tugas Akhir ini yang berjudul “Asuhan
Kebidanan Pada Akseptor Suntik 3 bulanan di PMB Heny, S.ST ” Penulis menyadari
dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini kami selaku mahasiswa program studi profesi
kebidanan mohon motivasi dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun
tidak langsung di Program Studi Pendidikan Profesi Bidan F2K IIK STRADA INDONESIA
Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
2.2.1 Definisi
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada
saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia,
hiperkarbia dan asidosis (IDAI, 2004). Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir (WHO, 1999).
Nilai 0 1 2
Nafas Tidak ada Tidak teratur Teratur
Denyut jantung Tidak ada <100 >100
Warna kulit Biru atau pucat Tubuh merah jambu & kaki, Merah jambu
tangan biru.
Gerakan / Tidak ada Sedikit fleksi Fleksi
tonus otot
Refleks(menangis) Tidak ada Lemah / Kuat
lambat
e. Anemia berat.
f. Cacat bawaan.
g. Trauma.
a. Kekurangan O2.
• Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepala dan panggul.
• Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
2.2.4 Patofisiologi
Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan
untuk mengeluarkan karbon dioksida. Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru janin
dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO2) parsial rendah. Hampir
seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh
darah janin, sehingga darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah
yaitu duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta(Perinasia, 2006).
Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber utama
oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan paru, dan alveoli
akan berisi udara. Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen mengalir
ke dalam pembuluh darah di sekitar alveoli(Perinasia, 2006).
Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan pada
sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekanan udara dan
peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami relaksasi
sehingga tahanan terhadap aliran darah bekurang(Perinasia, 2006).
Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik,
menyebabkan tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanan
sistemik sehingga aliran darah paru meningkat sedangkan aliran pada duktus arteriosus
menurun. Oksigen yang diabsorbsi di alveoli oleh pembuluh darah di vena pulmonalis
dan darah yang banyak mengandung oksigen kembali ke bagian jantung kiri, kemudian
dipompakan ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Pada kebanyakan keadaan, udara
menyediakan oksigen (21%) untuk menginisiasi relaksasi pembuluh darah paru. Pada
saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi, duktus
arteriosus mulai menyempit. Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus
sekarang melalui paru-paru, akan mengambil banyak oksigen untuk dialirkan ke seluruh
jaringan tubuh(Perinasia, 2006).
Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan paru-
parunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dan tarikan napas yang dalam
akan mendorong cairan dari jalan napasnya. Oksigen dan pengembangan paru
merupakan rangsang utama relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk
adekuat dalam pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru
menjadi kemerahan(Perinasia; 2006).
Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke dalam paru-
parunya yang mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan insterstitial di
paru sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteriol pulmonal dan menyebabkan arteriol
berelaksasi. Jika keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap kontriksi,
alveoli tetap terisi cairan dan pembuluh darah arteri sistemik tidak mendapat
oksigen(Perinasia, 2006).
Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol pada organ
seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran darah ke jantung dan otak
tetap stabil atau meningkat untuk mempertahankan pasokan oksigen. Penyesuaian
distribusi aliran darah akan menolong kelangsungan fungsi organ-organ vital. Walaupun
demikian jika kekurangan oksigen berlangsung terus maka terjadi kegagalan fungsi
miokardium dan kegagalan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan darah, yang
mengkibatkan aliran darah ke seluruh organ akan berkurang. Sebagai akibat dari
kekurangan perfusi oksigen dan oksigenasi jaringan, akan menimbulkan kerusakan
jaringan otak yang irreversible, kerusakan organ tubuh lain, atau kematian. Keadaan
bayi yang membahayakan akan memperlihatkan satu atau lebih tanda-tanda klinis
seperti tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot dan organ lain;
depresi pernapasan karena otak kekurangan oksigen; bradikardia (penurunan frekuensi
jantung) karena kekurangan oksigen pada otot jantung atau sel otak; tekanan darah
rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau kekurangan
aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan, takipnu
(pernapasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru dan sianosis karena
kekurangan oksigen di dalam darah(Perinasia, 2006).
2.2.5 Komplikasi Pasca Hipoksia
Pada keadaan hipoksia akut akan terjadi redistribusi aliran darah sehingga organ
vital seperti otak, jantung, dan kelenjar adrenal akan mendapatkan aliran yang lebih
banyak dibandingkan organ lain. Perubahan dan redistribusi aliran terjadi karena
penurunan resistensi vaskular pembuluh darah otak dan jantung serta meningkatnya
resistensi vaskular di perifer(Williams CE,1993).
Faktor lain yang dianggap turut pula mengatur redistribusi vaskular antara lain
timbulnya rangsangan vasodilatasi serebral akibat hipoksia yang disertai akumulasi
karbon dioksida, meningkatnya aktivitas saraf simpatis dan adanya aktivitas
kemoreseptor yang diikuti pelepasan vasopresin(Bartrons J, 1993).
Anamnesis ;
Laboratorium: hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan hasil asidosis pada darah
tali pusat jika:-
PaO2 < 50 mm H2O
PaCO2 > 55 mm H2
pH < 7,30 (Ghai, 2010)
Bila terdapat jawaban ”tidak” dari salah satu pertanyaan di atas maka bayi memerlukan
satu atau beberapa tindakan resusitasi berikut ini secara berurutan(Nelson KB, 1991).
(1) langkah awal dalam stabilisasi
Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer) dalam keadaan
telanjang agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan memudahkan eksplorasi seluruh
tubuh(Goodwin TM, 1992).
(b) memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya
Bayi diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah dalam posisi menghidu
agar posisi farings, larings dan trakea dalam satu garis lurus yang akan mempermudah
masuknya udara. Posisi ini adalah posisi terbaik untuk melakukan ventilasi dengan
balon dan sungkup dan/atau untuk pemasangan pipa endotrakeal(Martin-Ancel A,
1995).
(c) membersihkan jalan napas sesuai keperluan
Bila terdapat mekonium dalam cairan amnion namun bayi tampak bugar,
pembersihan sekret dari jalan napas dilakukan seperti pada bayi tanpa
mekonium(Perinasia, 2006).
(d) mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkan pada posisi yang benar.
Bila setelah posisi yang benar, penghisapan sekret dan pengeringan, bayi belum
bernapas adekuat, maka perangsangan taktil dapat dilakukan dengan menepuk atau
menyentil telapak kaki, atau dengan menggosok punggung, tubuh atau ekstremitas bayi
(Perinasia, 2006).
(2) ventilasi tekanan positif
2.2.9 Penilaian
Resusitasi berhasil bila terlihat gerakan dada yang adekuat, frekuensi dan
dalamnya pernapasan bertambah setelah rangsang taktil. Pernapasan yang megap-
megap adalah pernapasan yang tidak efektif dan memerlukan intervensi lanjutan
(Perinasia, 2006).
(2) Frekuensi jantung
Bayi seharusnya tampak kemerahan pada bibir dan seluruh tubuh. Setelah
frekuensi jantung normal dan ventilasi baik, tidak boleh ada sianosis sentral yang
menandakan hipoksemia. Warna kulit bayi yang berubah dari biru menjadi kemerahan
adalah petanda yang paling cepat akan adanya pernapasan dan sirkulasi yang adekuat.
Sianosis akral tanpa sianosis sentral belum tentu menandakan kadar oksigen rendah
sehingga tidak perlu diberikan terapi oksigen. Hanya sianosis sentral yang memerlukan
intervensi (Perinasia, 2006).
2.2.10 Penghentian resusitasi
Bila tidak ada upaya bernapas dan denyut jantung setelah 10 menit, setelah
usaha resusitasi yang menyeluruh dan adekuat dan penyebab lain telah disingkirkan,
maka resusitasi dapat dihentikan. Data mutakhir menunjukkan bahwa setelah henti
jantung selama 10 menit, sangat tipis kemungkinan selamat, dan yang selamat biasanya
menderita cacat berat (Vain NE, 2004).
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. PENGKAJIAN
Tanggal : 27-01-2020 jam 12.30 WIB
A. Data Subyektif
1. Biodata
Nama : BY. Ny “E”
Tanggal/jam lahir : 27-01-2020 Jam : 12.30 WIB
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : JL. Sidingkap Mlajah Bangkalan
Biodata Orang tua
Nama Ibu : Ny. E Nama Bapak : Tn. S
Umur : 26 Tahun Umur : 30 tahun
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Agama : Islam Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : Swasta
Alamat : jl. Sidingkap Mlajah Bangkalan
2. Riwayat Kehamilan
G1 P0 A0, umur kehamilan : 39 minggu 5 hari,
Ketuban pecah 14 jam sebelum persalinan
ANC : 16 x, di : Bidan dan Spesialis kandungan
TT : 2 x(kehamilan yang ke 24 mgg dan
kehamilan yang ke 28 mgg)
Kenaikan BB : 11 kg
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam Keluarga tidak ada yang menderita penyakit baik menular (HIV-AIDS,
Hepatitis), menurun (DM, Epilepsi), maupun menahun (Ashma, Jantung).
4. Riwayat Persalinan
a. Kala I: 14 jam
b. Kala II: 20 menit, mulai jam 12.10 WIB
DJJ : 136 x / menit
Warna air ketuban : Jernih
Caput : Tidak ada
Cephal Hematoma : Tidak ada
Anak lahir seluruhnya jam : 12.30 WIB
Jenis persalinan : normal
Apgar Score : 4-6
Skore 1 menit 5 menit
A: Appearance colour (warna kulit) 1 1
P: Pulse/ Head Rate (frekuensi jantung) 1 1
G: Grimace (reaksi terhadap rangsangan) 0 1
A: Activity (tonus otot) 1 1
R: Respiration (usaha nafas) 1 2
Jumlah 4 6
5. Nutrisi
o Minum : Belum dilakukan
o Jenis : Belum dilakukan
o Cara pemberian : Belum dilakukan
6. Eliminasi
o BAK pertama kali tanggal : 27-01-2020 , jam : 12.50 WIB
Warna : Kekuningan
o BAB pertama kali tanggal :27-01-2020 jam : 12.50 WIB
Warna : kehitaman
Konsistensi : encer
Bau : khas mekonium
7. Istirahat/tidur
o Tidur : belum dilakukan
B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
BB Lahir : 3500 gram
PB Lahir : 48 cm
LD lahir: 33 cm
LK Lahir : 35 cm
Respirasi : 10 x/menit
HR : 65 x/menit
Suhu : 36,7 oC
3. Pemeriksaan kepala
4.Telinga
Letaknya/kesimetrisan : simetris
Kelainan : tidak ada
5. Mata
Kesimetrisan : simetris
Tanda –tanda infeksi : tidak ada
Konjungtiva : tidak anemis
Sclera : tidak ikterik
Kelaianan pada mata : tidak ada
Secret : tidak ada
6. Hidung dan Mulut
Kelainan bawaan : tidak ada
Refleksi menghisap : ada
Kesimetrisan : simetris
7. Leher
Pembengkakan : tidak ada
Benjolan : tidak ada
8. Dada
Bentuk : simetris
Putting : menonjol
Bunyi napas : normal
Jantung : dalam batas normal
9. Bahu, lengan, dan tangan
Gerakan : normal
Kelainan : tidak ada
Bentuk : simetris
Kesimetrisan : simetris kanan dan kiri
Jumlah jari : lengkap, 10 jari.
10. Sistem saraf
Reflek Moro : lemah
Reflek Rooting : lemah.
Reflek Grasping : lemah
Reflek Walking : lemah
Reflek Sucking: lemah.
Reflek Tonic Neck : lemah.
11. Abdomen
Bentuk : simetris
Penonjolan lilitan tali pusat pada saat menangis : tidak ada
Perdarahan tali pusat : tidak ada
12. Kelamin
Laki-laki : testis sudah ada dalam skrotum, dan terdapat lubang dibagian tengah
penis.
13. Tungkai dan Kaki
Bentuk : simetris
Gerakan : normal
Kelainan : tidak ada
14. Punggung
Pembengkakan/Pencekungan : tidak ada
Spina Bifida : tidak ada
15. Anus
Berlubang : ya
16. Kulit
Vernik : ada
Warna : kemerahan
Tanda lahir : tidak ada
17. Pemeriksaan laboratorium : Tidak dilakukan
Golongan darah : Tidak dilakukan
Hb : Tidak dilakukan
Bilirubin : Tidak dilakukan
Leukosit : Tidak dilakukan
II. INTERPRETASI DATA
S :-
O : - Bayi tidak menangis
- Lahir pada kehamilan aterm
- BB: 3500 gram, PB: 48 cm, DMO: 12 cm, DFO: 11 cm
- HR : 65 x/menit , S : 36, 7 OC, RR : 10x/menit
- A-S : 4-6
a. Diagnosa Kebidanan
Neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan dengan asfiksia
b. Masalah : Gangguan Nafas
c. Kebutuhan : Resusitasi
III. DIAGNOSA POTENSIAL dan ANTISIPASI
1. Asfiksia Berat
2. Kematian
IV. TINDAKAN SEGERA
Resusitasi
V. INTERVENSI
1. Lakukan Pemotongan tali pusat bayi segera setelah lahir.
2. Cegah kehilangan panas, termasuk menyiapkan tempat yang kering dan hangat untuk
melakukan pertolongan.
3. Posisikan bayi dengan baik (kepala bayi setengah tengadah/sedikit ekstensi atau
mengganjal bahu bayi dengan kain).
4. Bersihkan jalan nafas dengan alat penghisap yang tersedia seperti deele.
5. Bungkus bayi dengan selimut bersih dan kering.
6. Lakukan rangsangan taktil dengan mengusap / menepuk punggung dan kaki.
7. Letakkan kembali bayi pada posisi yang benar, kemudian nilai : usaha nafas,
frekuensi denyut jantung dan warna kulit.
8. Lakukan ventilasi dengan tekanan positif (VTP) dengan menggunakan ambu bag
sebanyak 20 kali dalam 30 detik sampai bayi dapat bernafas spontan dan frekuensi
jantung >100 kali/menit.
9. Hentikan ventilasi dan nilai kembali nafas tiap 30 detik.
10. Jika tindakan Ventilasi Tekanan Positif berhasil, hentikan ventilasi dan berikan
asuhan pasca resusitasi.
11. Lakukan perawatan tali pusat.
12. Berikan salep mata
13. Injeksi vitamin K 1 mg
14. Lakukan pemeriksaan fisik
15. Berikan imunisasi Hepatitis B 0,5 mL intramuscular, di paha kanan anterolateral,
kira-kira 1-2 jam setelah pemberian vitamin K1.
16. Jika bayi tidak bernafas spontan sesudah 2 menit resusitasi, siapkan rujukan, nilai
denyut jantung.
17. Observasi TTV tiap 15 menit
VI. IMPLEMENTASI
Tanggal 27-01-2020 Jam 12.30
1. Melakukan Pemotongan tali pusat bayi segera setelah lahir.
Rasional : dengan memotong tali pusat akan memutuskan hubungan bayi dengan ibu
dan membantu proses pernapasan dan sirkulasi.
2. Mencegah kehilangan panas, termasuk menyiapkan tempat yang kering dan hangat
untuk melakukan pertolongan.
Rasional : suhu intrauterine dan ekstrauterine sangat berbeda dimana pada saat bayi
lahir penyesuain suhu diluar kandungan sangat memerlukan pengawasan agar tidak
terjadi kehilangan panas.
3. Memposisikan bayi dengan baik (kepala bayi setengah tengadah/sedikit ekstensi atau
mengganjal bahu bayi dengan kain).
Rasional : untuk membuka jalan nafas bayi.
4. Membersihkan jalan nafas dengan alat penghisap yang tersedia seperti deele.
Rasional : untuk memperlancar proses respirasi sehingga bayi dapat bernafas secara
teratur tanpa kesulitan.
5. Membungkus bayi dengan selimut bersih dan kering.
Rasional : untuk mencegah kehilangan panas pada bayi
6. Melakukan rangsangan taktil dengan menepuk punggung dan kaki.
Rasional : untuk merangsang agar bayi dapat bernafas secara spontan.
7. Meletakkan kembali bayi pada posisi yang benar, kemudian nilai : usaha nafas,
frekuensi denyut jantung dan warna kulit.
Rasional : untuk mengetahui kondisi bayi untuk menentukan apakah tindakan
resusitasi diperlukan.
8. Melakukan ventilasi dengan tekanan positif (VTP) dengan menggunakan ambu bag
sebanyak 20 kali dalam 30 detik sampai bayi dapat bernafas spontan dan frekuensi
jantung >100 kali/menit.
Rasional : Tindakan memasukkan sejumlah udara kedalam paru dengan tekanan
positif, membuka alveoli untuk bernafas secara spontan dan teratur.
9. Hentikan ventilasi dan nilai kembali nafas tiap 30 detik.
Rasional : untuk menilai pernapasan setelah tindakan ventilasi tekanan positif.
10. Jika tindakan Ventilasi Tekanan Positif berhasil, hentikan ventilasi dan berikan
asuhan pasca resusitasi.
Rasional : agar bayi dapat segera diberikan asuhan.
11. Melakukan perawatan tali pusat.
Rasional : untuk menghindari adanya tanda-tanda infeksi pada bayi.
12. Melakukan Injeksi vitamin K 1mg
Rasional : untuk mencegah terjadinya perdarahan.
13. Memberikan salep mata
Rasional : untuk mencegah infeksi pada mata bayi baru lahir.
14. Melakukan pemeriksaan fisik
Rasional : untuk mendeteksi dini kelainan fisik pada bayi.
15. Memberikan imunisasi Hepatitis B 0,5 mL intramuscular, di paha kanan
anterolateral, kira-kira 1-2 jam setelah pemberian vitamin K1.
Rasional : hepatitis B untuk memberi kekebalan pada tubuh bayi.
16. Jika bayi tidak bernafas spontan sesudah 2 menit resusitasi, siapkan rujukan, nilai
denyut jantung.
Rasional : agar bayi segera mendapat pertolongan dangan cepat dan tepat.
17. Observasi TTV tiap 15 menit
Rasional : mengukur TTV bayi merupakan salah satu indikator untuk mengetahui
keadaan umum bayi sehingga dapat dilakukan tindakan segera saat tanda-tanda
vitalnya terdeteksi diluar batas normal
VII. EVALUASI
Tanggal 27-01-2020 Jam: 12.45 WIB
S : -
O :
- Nadi : 136x/m, S : 36,5 0C, RR : 42x/m
- A-S : 7-8
- Bayi menangis keras, gerakan aktif
A : NCB SMK dg Asfiksia
P :
1. Tali pusat telah terpotong
2. Bayi bernafas spontan setelah dilakukan resusitasi, warna kulit merah,
3. Bayi terpasang O2 nasal 1 lpm
4. Bayi telah mendapatkan Vit K dan Hb0 serta salep mata
DATA PERKEMBANGAN I
HR : 129 x/menit
- Mengobservasi eliminasi
BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah dilakukan pengkajian pada bayi “Ny E” dengan asfiksia sedang di
Puskesmas Bangkalan yang dilaksanakan dengan mengumpulkan data subjektif dan
objektif yang diperoleh dari hasil anamnesa dan observasi dimana bayi tidak segera
menangis pada waktu lahir. Dan dilakukan pemeriksaan objektif terhadap bayi “Ny E”
yaitu keadaan umum bayi buruk, bayi belum bisa bernafas dengan spontan, tonus otot
lemah dengan A-S 4-6. Melihat riwayat maternal bahwa diketahui ibu mengalami ketuban
pecah dini 14 jam sebelum bayi lahir.
Ada hubungan yang bermakna antara ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia
pada bayi baru lahir. Hasil ini sesuai dengan teori bahwa Pecahnya selaput ketuban
sebelum aterm merupakan penyebab asfiksia pada janin. Asfiksia pada bayi preterm adalah
30 % (Oxorn, 2003). Teori yang sama juga dikemukakan oleh Mochtar (1998 : 257) yang
menyebutkan bahwa pecahnya selaput ketuban menyebabkan terbukanya hubungan intra
uterin dengan ekstra uterin. Dengan demikian mikroorganisme dengan mudah masuk dan
menimbulkan infeksi intra partum apabila ibu sering diperiksa dalam. Infeksi puerpuralis,
perintonitis, sepsis, dan menyebabkan terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir. Asfiksia
merupakan salah satu komplikasi KPD (Mochtar. 1998 : 258).
Menurut Hacker(2001: 304) pengurangan cairan ketuban pada persalinan ketuban
pecah dini dapat menyebabkan kompresi tali pusat yang menimbulkan perlambatan denyut
jantung janin sehingga janin mengalami hipoksia dan berlanjut menjadi asfiksia saat
dilahirkan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Telah dilaksanakan pengumpulan data dasar pada bayi “Ny E” dengan asfiksia
sedang di Puskesmas Bangkalan. Dilaksanakan dengan mengumpulkan data objektif
yang diperoleh dari hasil observasi dimana bayi tidak segera menangis pada waktu
lahir. Dan dilakukan pemeriksaan objektif terhadap bayi “Ny E” yaitu keadaan
umum bayi buruk, bayi belum bisa bernafas dengan spontan, tonus otot lemah.
2. Telah dilaksanakan perumusan diagnosa/masalah aktual pada bayi “Ny E” dengan
pengumpulan data secara akurat dan teliti, sehingga didapatkan diagnosa kebidanan
pada bayi “Ny E” dengan NCB, SMK dengan asfiksia sedang.
3. Telah dilaksanakan perumusan diagnosa/masalah potensial pada bayi “Ny E” dengan
asfiksia sedang dengan hasil potensial terjadi keadaan yang lebih fatal hingga
kematian pada bayi sehingga perlunya penanganan yang cepat dan tepat.
4. Telah mengidentifikasi perlunya tindakan segera pada bayi “Ny E” dengan asfiksia
sedang dengan hasil bahwa dilakukan resusitasi dan pemberian oksigen nasal.
5. Telah menetapkan rencana tindakan asuhan kebidanan pada bayi “Ny E” dengan
asfiksia resusitasi, dengan hasil merencanakan asuhan berdasarkan diagnosa/masalah
aktual dan masalah potensial seperti, bayi dikeringkan, kemudian dihangatkan
dengan infant warmer, diatur posisinya sedikit ekstensi, lalu hisap lendir dari hidung
dan mulutnya dengan deele, lakukan rangsangan taktil, jika belum berhasil dilakukan
VTP dan kompresi dada, kemudian setelah bayi bernafas spontan tetapi masih biru
maka dilakukan pemberian O2 1 Liter/menit lewat nasal kanul.
6. Mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan pada bayi “Ny E” dengan
asfiksia resusitasi dengan hasil yaitu asuhan yang telah diberikan berhasil dengan
ditandai bayi sudah mulai menangis kuat, pernafasan sudah mulai normal, Sp02
96%.
7. Dokumentasi sangat diperlukan pada setiap manajemen asuhan kebidanan karena
merupakan salah satu bentuk laporan pertanggung jawaban bidan terhadap tindakan
asuhan kebidanan yang telah diberikan kepada klien dan dapat dijadikan bukti
apabila terjadi gugatan dari klien dan keluarga.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Vivian nanny lia dan Tri sunarsih. 2010. Asuhan Kehamilan untuk kebidanan.
Jakarta: Salemba medika.
Handajani. 2010. Manajemen Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.
http://eprints.ums.ac.id/30733/2/BAB_I.pdf
https://hellosehat.com/hidup-sehat/fakta-unik/6-manfaat-jahe-bagi-kesehatan/
Kepmenkes. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 938/MENKES/SK/VIII/2007
Tentang Standar Asuhan Kebidanan. Jakarta: Kemenkes
Kurnia, S. N. 2009. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta: Panji Pustaka
Manuaba, Ayu Ida C.H Bagus, 2013. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Mochtar, R. 2012. Sinopsis Obstetri Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi jilid 1. Jakarta
EGC.
Pusdiknakes, 2011. Konsep Asuhan Kebidanan. Jakarta : JHPIEGO
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
_______. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
_______. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Saifuddin Bani Abdul, DKK.2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Varney, Helen. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Volue 1. Jakarta: EGC.
_______, J. M. Kriebs, C.L. Gegor. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 2.
Jakarta: EGC.
Walsh, Linda V., dan Monica Ester (ed). 2007. Buku Ajar Kebidanan Komunitas, alih
bahasa: Wilda Eka Handayani et al. Jakarta: EGC.
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP.