Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR

DENGAN ASFIKSIA SEDANG


DI PUSKESMAS TIRTOYUDO

OLEH :

HENY TRI ASTUTI,S.ST

NIM.2082B0021

PROGRAM STUDY PENDIDIKAN PROFESI BIDAN FAKULTAS

KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN INSTITUT ILMU KESEHATAN

STRADA INDONESIA

2020 - 2021
PERSETUJUAN

Laporan praktik dengan judul “ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR
DENGAN ASFIKSIA SEDANG DI PUSKESMAS TIRTOYUDO Kabupaten Malang telah
disetujui oleh pembimbing penyusunan Asuhan pada :

Hari/tanggal :

Mengetahui,

Dosen Pembimbing Pembimbing Lahan

Retno Palupi Yonni Siwi,SST,M.Kes Setyaning Rahayu, S.Tr.Keb


Nik. 13.07.12.129

Tirtoyudo, Maret 2021

Mahasiswa

TTD

Heny Tri Astuti S.ST

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT berkat rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Tugas Akhir ini yang berjudul “Asuhan
Kebidanan Pada Akseptor Suntik 3 bulanan di PMB Heny, S.ST ” Penulis menyadari
dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini kami selaku mahasiswa program studi profesi
kebidanan mohon motivasi dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun
tidak langsung di Program Studi Pendidikan Profesi Bidan F2K IIK STRADA INDONESIA
Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Prof.Dr.Sandu Siyoto,S.Sos,SKM,M.Kes,Selaku Rektor IIK Strada Indonesia.


2. Dr.Byba Melda Suhita, S.Kep.Ns., M.Kes, selaku Dekan IIK STRADA
INDONESIA
3. Yenny Puspitasari, S.Kep.Ns., M.Kes, Selaku Program Studi Pendidikan Profesi
Bidan IIK STRADA INDONESIA
4. Retno Palupi Yonni Siwi,SST,M.Kes selaku pembimbing Institusi
5. dr,Wahyu Widiyanti selaku kepala Puskesmas Turen
6. Setyaning Rahayu, S.Tr.Keb selaku pembimbing lahan
7. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penyusunan asuhan kebidanan
ini.

Penulis menyadari penyusunan pada Asuhan Kebidanan Pada Akseptor Suntik 3


Bulanan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
bersifat membangun dari semua pembaca sangat penulis harapkan dalam rangka
perbaikan.

Tirtoyudo, Maret 2021

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang


Di Indonesia angka kematian bayi dan ibu melahirkan masih tergolong tinggi
yaitu mencapai 194/100.000 kelahiran hidup untuk angka kematian bayi pada tahun
1997. penelitian telah menunjukkan bahwa lebih dari 50% kemtian bayi terjadi dalam
perode neonatal yaitu dalam bulan pertama kehidupan. Kurang baiknya penanganan
bayi baru lahir yang lahir sehat akan menyebabkan kelainan-kelainan yang dapat
mengakibatkan cacat seumur hidup, kematian. Misalnya sebagai akibat hipotermi
pada bayi baru lahir dapat terjadi cold stress yang selanjutnya dapat terjadi
hipoksemia atau hipoglikemia dan mengakibatkan kerusakan otak. Akibat selanjutnya
adalah perdarahan otak, syok, beberapa bagian tubuh mengeras dan keterlambatan
tumbuh kembang. Contoh lain misalnya kurang baiknya pembersihan jalan nafas
waktu lahir dapat menyebabkan masuknya cairan lambung kedalam paru-paru yang
mengakibatkan kesulitan pernafasan, kekurangan zat asam, dan apabila hal ini
berlangsung terlalu lama dapat menimbulkan perdaraha otak, kerusakan otak dan
kemudian keterlambatan tumbuh kembang.
Ditinjau dari perkembangan dan pertumbuhan bayi periode neonatal
merupakan periode yang paling kritis. Pencegahan asfiksia, menjaga suhu tubuh bayi,
terutama pada bayi dengan berat badan lahir rendah, pemberian air susu ibu (ASI)
dalam rangka menurunkan angka kematian oleh karena diare. Pencegahan terhadap
infeksi, pemantauan kenaikan berat badan dan stimulasi psikologis merupakan tugas
pokok bagi pemantau kesehatan bayi dan anak. Neonatus pada minggu pertama oleh
kondisi ibu waktu hamil dan melahirkan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah di antaranya :
1. Bagaimana konsep dasar teori bayi baru lahir?
2. Bagaimana konsep dasar teori asfiksia pada bayi baru lahir
3. Bagaimanakah konsep dasar asuhan dan manajemen kebidanan?
4. Bagaimanakah asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia sedang?
1.1 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui konsep dasar teori bayi baru lahir.
2. Untuk mengetahui konsep dasar teori asfiksia pada bayi baru lahir
3. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan dan manajemen kebidanan.
4. Untuk mengetahui asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia
sedang
1.2 Manfaat Penulisan
2.1 Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penulisan laporan ini dapat dijadikan acuan untuk pengembangan
keilmuan dimasa yang akan datang terutama pada pelayanan kebidanan pada bayi
baru lahir .
2.2 Bagi Penulis
Penulisan laporan  yang dilakukan diharapkan dapat menambah pengetahuan
dan pemahaman mengenai asuhan kebidanan pada bayi baru lahir.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1         Landasan Teori Bayi Baru Lahir
a. Definisi
Bayi Baru Lahir Normal adalah Bayi yang lahir dari kehamilan 37 minggu
sampai 42 minggu dan berat badan lahir 2500 gram sampai dengan 4000 gram dan
harus menyelesaikan diri dari kehidupan intra uteri ke kehidupan Ekstra Uteri
( Pusdinaskes, 1993 : 69).
b. Ciri-ciri Bayi Normal
1) Berat badan 2500-4000 gram.
2) Panjang badan lahir 48-52 cm.
3) Lingkar dada 30-35 cm.
4) Lingkar kepala 33-35 cm.
5) Bayi jantung dalam menit-menit pertama kira-kira 180x/menit, kemudian menurun
sampai 120-140 x/menit.
6) Pernapasan pada menit-menit pertama cepat kira-kira 80 x/menit, kemudian
menurun setelah tenang kira-kira 40 x/menit.
7) Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subeutan cukup terbentuk dan
diliputi Venix Caseosa.
8) Rambut lanugo telah tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah sempurna.
9) Kuku telah agak panjang dan lemas.
10) Genetalia, labia minora sudah menutupi labia mayona (perempuan), testis sudah
turun ( pada anak laki-laki)
11) Reflek isap dan menelan sudah terbentuk dengan baik.
12) Reflek moro sudah baik, bayi bila dikagetkan akan memperlihatkan gerakan seperti
memeluk.
13) Gerak reflek sudah baik, apabila diletakan suatu benda diatas telapak tangan , bayi
akan mengenggam/ adanyanya gerakan reflek.
14) Eliminasi Bayi, urin dan Mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama. Mekonium
berwarna hitam kecoklatan (Pusdiknas, 1993 : 69).
c. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Bayi Baru Lahir.
Menurut Syahlan (1993) perubahan-perubahan yang terjadi pada BAyi BAru
Lahir yaitu :
a) Perubahan Metabolisme Karbohidrat.
Dalam waktu 2 jam setelah lahir akan terjadi penurunan gula darah untuk
menambah Energi pada jam-jam pertama setelah diambil dari Metabolisme asam
lemak.
b) Perubahan Suhu Tubuh
Ketika bayi lahir berada pada suhu lingkungan yang lebih rendah dari suhu yang
berada didalam rahim ibu. Apabila bila bayi dibiarkan dalam suhu kamar 25 oC,
maka bayi akan kehilangan panas melalui konveksi, radiasi, evaporasi sebanyak
200 kal/kg BB/menit.
c) Perubahan
Selama dalam uterus, janin mendapatkan O2 dari pertukaran gas melalui plasenta
setelah Bayi Lahir pertukaran gas harus melalui paru-paru Bayi.
Rangsangan untuk gerakan pertama adalah :
1) Tekanan Mekanis dari toraks sewaktu melalui jalan lahir.
2) Penurunan PaO2 dan kenaikan CO2 merangsang kemareseptor yang terletak di sinus
kuratis.
3) Rangsangan Dingin didaerah muka dapat merangsangkan permukaan gerakan
pernapasan.
4) Reflek Deflasi Hering Breur
5) Pernapasan pertama pada bayi baru lahir terjadi normal dalam waktu 30 detik setelah
persalinan.
d) Perubahan Sirkulasi
Dengan perkembangan paru-paru mengakibatkan tekanan O2 meningkatkan dan
tekanan CO2 menurun, hal ini mengakibatkan menurunnya Refleksi pembuluh darah
paru sehingga aliran darah kealat tersebut meningkat. Hal ini menyebabkan darah
dari arteri pulmonalis mengalir keparu-paru dan Duktus arteriosus menutup.
e) Perubahan Alat pencernaan, hati, ginjal, dan alat lainnya mulai berfungsi.
d. Penaganan Bayi Baru Lahir
1) Membersihkan jalan nafas
2) Memotong dan merawat Tali Pusat
3) Mempertahankan Suhu tubuh Bayi
4) Memberikan injeksi vitamin K
5) Memberi obat/salep mata, untuk mencegah infeksi
6) Identifikasi Bayi
Pembersihan jalan nafs, perawatan tali pusat, perawatan mata, dan
identifikasi adalah rutin segera dilakukan, kecuali bayi dalam keadaan krisis, dan
dokter memberi intruksi khusus.
(Depkes RI, 1993: 72)

e. Pengkajian Bayi Baru Lahir


Fisik Nilai Apgar
0 1 2
Denyut Tidak Kurang dari Lebih dari
jantung ada 100/menit 100/menit
Upaya Tidak Nafas Baik
respirasi ada lambat dan menangis
tidak teratur
Tonus Lemah Fleksi Normal
otot dengan
gerakan
Respon Tidak Wajah Respon
terhadap ada menyeriang baik
stimulus respon i dengan
mengangis
Warna Putih Biru Merah
tubuh muda
(Varney, 2003: 891)
f. Penatalaksanaan pada Bayi Baru Lahir
1) Bayi bernafas atau menangis, warna merah muda, denyut jantung . 100/menit, serahkan
bayi langsung ke abdomen ibu dan keringkan dengan handuk kering. Tindakan ini
meningkatkan bounding dan mempertahankan suhu karena kontak langsung kulit
dengan kulit.
2) Bayi apneu atau terengah-engah, warna kulit biru dan denyut jantung . 100 stimulasi
dengan menggosok punggung menggunakan sebuah handuk atau tepuk-tepuk kaki
dengan lembut. Buka dan bersihkan jalan nafas dengan melakukan penghisapan pada
mulut kemudian hidung dengan lembut. Berikan oksigen fasial. Jika tidak ada respon
pada usia satu menit denyut jantung menurun atau tetap biru, maka ventilasi ambu bag
dan masker harus dimulai, jika tidak ada peningkatan dalam 2 menit denyut jantung
tidak meningkat pertimbangkan untuk mempertimbangkan intubasi pada bayi.
3) Bayi apnea atau biru pucat denyut jantung , 100/ menit, ventilasi ambu bag dan masker
harus segera dimulai. Jika tidak ada respon dalam 2 menit maka intubasi bayi.
4) Bayi apnea warna kulit putih, denyut jantung 60 x/menit, resusitasi jantung paru penuh
perlu dilakukan, lakukan intubasi segera dan mulai berikan ventilasi tekanan positif
intermiten.
(Varney, 2003: 891).

g. Yang Perlu Dipantau Pada Bayi Baru Lahir


suhu badan dan lingkungan, tanda-tanda vital, berat badan, mandi dan perawatan
kulit, pakaian, perawatan tali pusat (Varney, 2003: 892).

2.2 Asfiksia Neonatorum

2.2.1 Definisi

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada
saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia,
hiperkarbia dan asidosis (IDAI, 2004). Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir (WHO, 1999).
Nilai 0 1 2
Nafas Tidak ada Tidak teratur Teratur
Denyut jantung Tidak ada <100 >100
Warna kulit Biru atau pucat Tubuh merah jambu & kaki, Merah jambu
tangan biru.
Gerakan / Tidak ada Sedikit fleksi Fleksi

tonus otot
Refleks(menangis) Tidak ada Lemah / Kuat

lambat

Tabel 2.1. Nilai APGAR (Ghai, 2010)

2.2.2 Klasifikasi asfiksia

Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR;

a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3.

b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6.

c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9.

d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10 (Ghai, 2010).

2.2.3 Etiologi dan Faktor Risiko


Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses persalinan dan
melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin sangat bergantung pada pertukaran
plasenta untuk oksigen, asupan nutrisi dan pembuangan produk sisa sehingga gangguan
pada aliran darah umbilikal maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan
asfiksia(Parer, 2008).
Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989) adalah :
1. Asfiksia dalam kehamilan.

a. Penyakit infeksi akut.

b. Penyakit infeksi kronik.

c. Keracunan oleh obat-obat bius.

d. Uremia dan toksemia gravidarum.

e. Anemia berat.

f. Cacat bawaan.
g. Trauma.

2. Asfiksia dalam persalinan

a. Kekurangan O2.

• Partus lama ( rigid serviks dan atonia/ insersi uteri).

• Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu


sirkulasi darah ke plasenta.
• Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.

• Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepala dan panggul.

• Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.

• Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.

• Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.

b. Paralisis pusat pernafasan

• Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps.

• Trauma dari dalam : akibat obat bius.

2.2.4 Patofisiologi

Cara bayi memperoleh oksigen sebelum dan setelah lahir;

Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan
untuk mengeluarkan karbon dioksida. Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru janin
dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO2) parsial rendah. Hampir
seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh
darah janin, sehingga darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah
yaitu duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta(Perinasia, 2006).
Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber utama
oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan paru, dan alveoli
akan berisi udara. Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen mengalir
ke dalam pembuluh darah di sekitar alveoli(Perinasia, 2006).
Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan pada
sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekanan udara dan
peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami relaksasi
sehingga tahanan terhadap aliran darah bekurang(Perinasia, 2006).
Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik,
menyebabkan tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanan
sistemik sehingga aliran darah paru meningkat sedangkan aliran pada duktus arteriosus
menurun. Oksigen yang diabsorbsi di alveoli oleh pembuluh darah di vena pulmonalis
dan darah yang banyak mengandung oksigen kembali ke bagian jantung kiri, kemudian
dipompakan ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Pada kebanyakan keadaan, udara
menyediakan oksigen (21%) untuk menginisiasi relaksasi pembuluh darah paru. Pada
saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi, duktus
arteriosus mulai menyempit. Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus
sekarang melalui paru-paru, akan mengambil banyak oksigen untuk dialirkan ke seluruh
jaringan tubuh(Perinasia, 2006).
Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan paru-
parunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dan tarikan napas yang dalam
akan mendorong cairan dari jalan napasnya. Oksigen dan pengembangan paru
merupakan rangsang utama relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk
adekuat dalam pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru
menjadi kemerahan(Perinasia; 2006).

Reaksi bayi terhadap kesulitan selama masa transisi normal ;

Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke dalam paru-
parunya yang mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan insterstitial di
paru sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteriol pulmonal dan menyebabkan arteriol
berelaksasi. Jika keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap kontriksi,
alveoli tetap terisi cairan dan pembuluh darah arteri sistemik tidak mendapat
oksigen(Perinasia, 2006).
Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol pada organ
seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran darah ke jantung dan otak
tetap stabil atau meningkat untuk mempertahankan pasokan oksigen. Penyesuaian
distribusi aliran darah akan menolong kelangsungan fungsi organ-organ vital. Walaupun
demikian jika kekurangan oksigen berlangsung terus maka terjadi kegagalan fungsi
miokardium dan kegagalan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan darah, yang
mengkibatkan aliran darah ke seluruh organ akan berkurang. Sebagai akibat dari
kekurangan perfusi oksigen dan oksigenasi jaringan, akan menimbulkan kerusakan
jaringan otak yang irreversible, kerusakan organ tubuh lain, atau kematian. Keadaan
bayi yang membahayakan akan memperlihatkan satu atau lebih tanda-tanda klinis
seperti tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot dan organ lain;
depresi pernapasan karena otak kekurangan oksigen; bradikardia (penurunan frekuensi
jantung) karena kekurangan oksigen pada otot jantung atau sel otak; tekanan darah
rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau kekurangan
aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan, takipnu
(pernapasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru dan sianosis karena
kekurangan oksigen di dalam darah(Perinasia, 2006).
2.2.5 Komplikasi Pasca Hipoksia

Pada keadaan hipoksia akut akan terjadi redistribusi aliran darah sehingga organ
vital seperti otak, jantung, dan kelenjar adrenal akan mendapatkan aliran yang lebih
banyak dibandingkan organ lain. Perubahan dan redistribusi aliran terjadi karena
penurunan resistensi vaskular pembuluh darah otak dan jantung serta meningkatnya
resistensi vaskular di perifer(Williams CE,1993).
Faktor lain yang dianggap turut pula mengatur redistribusi vaskular antara lain
timbulnya rangsangan vasodilatasi serebral akibat hipoksia yang disertai akumulasi
karbon dioksida, meningkatnya aktivitas saraf simpatis dan adanya aktivitas
kemoreseptor yang diikuti pelepasan vasopresin(Bartrons J, 1993).

Pada hipoksia yang berkelanjutan, kekurangan oksigen untuk menghasilkan


energi bagi metabolisma tubuh menyebabkan terjadinya proses glikolisis anerobik.
Produk sampingan proses tersebut (asam laktat dan piruvat) menimbulkan peningkatan
asam organik tubuh yang berakibat menurunnya pH darah sehingga terjadilah asidosis
metabolik. Perubahan sirkulasi dan metabolisma ini secara bersama-sama akan
menyebabkan kerusakan sel baik sementara ataupun menetap(Williams CE,1993).
2.2.6 Penegakan Diagnosis

Anamnesis ;

Anamnesis diarahkan untuk mencari faktor risiko terhadap terjadinya asfiksia


neonatorum. Pemeriksaan fisik ;
Memperhatikan apakah ada kelihatan terdapat tanda- tanda berikut atau tidak:-

 Bayi tidak bernafas atau menangis.


 Denyut jantung kurang dari 100x/menit.
 Tonus otot menurun.
 Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium, atau sisa mekonium
pada tubuh bayi.

 BBLR (berat badan lahir rendah) (Ghai, 2010).

2.2.7 Pemeriksaan penunjang

Laboratorium: hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan hasil asidosis pada darah
tali pusat jika:-
 PaO2 < 50 mm H2O
 PaCO2 > 55 mm H2
 pH < 7,30 (Ghai, 2010)

2.2.8 Resusitasi neonatus Secara garis besar pelaksanaan resusitasi mengikuti


algoritma resusitasi neonatal.
Langkah Awal Resusitasi ;

Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan menjawab 4 pertanyaan:

2.2.8.1 apakah bayi cukup bulan?


2.2.8.2 apakah air ketuban jernih?
2.2.8.3 apakah bayi bernapas atau menangis?
2.2.8.4 apakah tonus otot bayi baik atau kuat?

Bila terdapat jawaban ”tidak” dari salah satu pertanyaan di atas maka bayi memerlukan
satu atau beberapa tindakan resusitasi berikut ini secara berurutan(Nelson KB, 1991).
(1) langkah awal dalam stabilisasi

(a) memberikan kehangatan

Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer) dalam keadaan
telanjang agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan memudahkan eksplorasi seluruh
tubuh(Goodwin TM, 1992).
(b) memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya

Bayi diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah dalam posisi menghidu
agar posisi farings, larings dan trakea dalam satu garis lurus yang akan mempermudah
masuknya udara. Posisi ini adalah posisi terbaik untuk melakukan ventilasi dengan
balon dan sungkup dan/atau untuk pemasangan pipa endotrakeal(Martin-Ancel A,
1995).
(c) membersihkan jalan napas sesuai keperluan

Aspirasi mekonium saat proses persalinan dapat menyebabkan pneumonia


aspirasi. Salah satu pendekatan obstetrik yang digunakan untuk mencegah aspirasi
adalah dengan melakukan penghisapan mekonium sebelum lahirnya bahu (intrapartum
suctioning) (Wiswell TE, 2000).
Bila terdapat mekonium dalam cairan amnion dan bayi tidak bugar (bayi
mengalami depresi pernapasan, tonus otot kurang dan frekuensi jantung kurang dari
100x/menit) segera dilakukan penghisapan trakea sebelum timbul pernapasan untuk
mencegah sindrom aspirasi mekonium. Penghisapan trakea meliputi langkah-langkah
pemasangan laringoskop dan selang endotrakeal ke dalam trakea, kemudian dengan
kateter penghisap dilakukan pembersihan daerah mulut, faring dan trakea sampai
glottis.

Bila terdapat mekonium dalam cairan amnion namun bayi tampak bugar,
pembersihan sekret dari jalan napas dilakukan seperti pada bayi tanpa
mekonium(Perinasia, 2006).
(d) mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkan pada posisi yang benar.

Bila setelah posisi yang benar, penghisapan sekret dan pengeringan, bayi belum
bernapas adekuat, maka perangsangan taktil dapat dilakukan dengan menepuk atau
menyentil telapak kaki, atau dengan menggosok punggung, tubuh atau ekstremitas bayi
(Perinasia, 2006).
(2) ventilasi tekanan positif

(3) kompresi dada


(4) pemberian epinefrin dan atau pengembang volume (volume expander)
Keputusan untuk melanjutkan dari satu kategori ke kategori berikutnya
ditentukan dengan penilaian 3 tanda vital secara simultan (pernapasan, frekuensi
jantung dan warna kulit). Waktu untuk setiap langkah adalah sekitar 30 detik, lalu nilai
kembali, dan putuskan untuk melanjutkan ke langkah berikutnya(Perinasia, 2006).

2.2.9 Penilaian

Penilaian dilakukan setelah 30 detik untuk menentukan perlu tidaknya resusitasi


lanjutan. Tanda vital yang perlu dinilai adalah sebagai berikut:
(1) Pernapasan

Resusitasi berhasil bila terlihat gerakan dada yang adekuat, frekuensi dan
dalamnya pernapasan bertambah setelah rangsang taktil. Pernapasan yang megap-
megap adalah pernapasan yang tidak efektif dan memerlukan intervensi lanjutan
(Perinasia, 2006).
(2) Frekuensi jantung

Frekuensi jantung harus diatas 100x/menit. Penghitungan bunyi jantung


dilakukan dengan stetoskop selama 6 detik kemudian dikalikan 10 sehingga akan dapat
diketahui frekuensi jantung permenit (Perinasia, 2006).
(3) Warna kulit

Bayi seharusnya tampak kemerahan pada bibir dan seluruh tubuh. Setelah
frekuensi jantung normal dan ventilasi baik, tidak boleh ada sianosis sentral yang
menandakan hipoksemia. Warna kulit bayi yang berubah dari biru menjadi kemerahan
adalah petanda yang paling cepat akan adanya pernapasan dan sirkulasi yang adekuat.
Sianosis akral tanpa sianosis sentral belum tentu menandakan kadar oksigen rendah
sehingga tidak perlu diberikan terapi oksigen. Hanya sianosis sentral yang memerlukan
intervensi (Perinasia, 2006).
2.2.10 Penghentian resusitasi
Bila tidak ada upaya bernapas dan denyut jantung setelah 10 menit, setelah
usaha resusitasi yang menyeluruh dan adekuat dan penyebab lain telah disingkirkan,
maka resusitasi dapat dihentikan. Data mutakhir menunjukkan bahwa setelah henti
jantung selama 10 menit, sangat tipis kemungkinan selamat, dan yang selamat biasanya
menderita cacat berat (Vain NE, 2004).

2.3 Konsep Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir


1. Pengertian Manjemen Asuhan Kebidanan
Manajemen kebidanan merupakan penerapan dari unsur, system, dan
fungsi manajemen secara umum. Penyelenggaraan manajemen kebidanan
dibutuhkan perencanaan, pengaturan informasi, komunikasi untuk memperoleh
data-data klien, koordinasi antar sesama tim atau tenaga kesehatan lainnya,
motivasi dari masing-masing yang melaksanakan asuhan agar asuhan dapat
terselenggara dengan baik, pengendalian, dan pengorganisasian tindakan yang
dilakukan agar tetap sesuai dengan standar pelayanan kebidanan, juga
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, yang dijalankan oleh Bidan
yang profesional (hal ini menyangkut SDM), serta pemberian catatan dan
pelaporan kepada instansi yang berwenang mengawasi dan mengkoordinir bidan
dalam melaksanakan asuhannya (Sianturi 2015:61).
2. Tahapan Dalam Manajemen Asuhan Kebidanan
a. Langkah I: Pengumpulan data dasar
Pada langkah pertama ini dilakukan pengkajian dengan semua data yang
diperlukan untuk mengevaluasi keadaan bayi baru lahir secara lengkap,
pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhannya, meninjau catatan terbaru atau
catatan sebelumnya.
Pada langkah ini bidan mengumpulkan data dasar awal yang lengkap.
Jika klien mengalami komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada dokter
dalam manajemen kolaborasi, bidan akan melakukan konsultasi. Pada keadaan
tertentu dapat terjadi langkah pertama overlap dengan langkah 5 dan 6 (atau
menjadi bagian dari langkah-langkah tersebut). Kadang bidan perlu memulai
manajemen dari langkah 4 untuk mendapatkan data dasar awal yang perlu
disampaikan kepada dokter (Sianturi 2015:64-65).
Pada kasus asfiksia, data yang perlu untuk dikumpulkan yaitu, sesuai
buku saku pelayanan kesehatan neonatal esensial mengatakan data subjektif
yang terdiri dari, usia kehamilan ibu apakah kurang bulan atau cukup bulan,
selain itu diperlukan data tentang riwayat pemeriksaan dalam apakah ketuban
sudah pecah atau belum, apakah ketuban bercampur mekonium atau tidak.
Selain itu, data objektif pun termasuk kedalam asuhan kebidanan pada
bayi dengan asfiksia yang terdiri pemeriksaan umum bayi, pemeriksaan tanda-
tanda vital bayi, apakah bayi segera menangis setelah lahir, apakah bayi
bernafas secara spontan atau megap-megap, apakah tonus otot bayi baik/bayi
bergerak aktif. Apabila bayi mengalami asfiksia maka pernafasan bayi megap-
megap, tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada, dan bayi tidak bergerak aktif.
Hal ini dikuatkan oleh pendapat sudarti (2013), yang mengatakan
seorang bayi yang lahir dengan tidak segera menangis, bernafas secara
spontan/pernafasan megap-megap,tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada,
dan bayi tidak bergerak aktif maka keadaan ini disebut asfiksia bayi baru lahir
dan memerlukan perawatan di Rumah Sakit.
b. Langkah II : identifikasi diagnosa/Masalah actual
Setelah data dicatat dan dikumpulkan maka dilakukan analisis untuk
menentukan 3 hal yaitu, diagnosa, masalah dan kebutuhan. Hasil analisis
tersebut dirumuskan sebagai syarat dapat diterapkan masalah kesehatan ibu dan
anak di komuniti.
Dari data yang dikumpulkan, dilakukan analisis yang dapat ditemukan
jawaban tentang, hubungan antara penyakit atau kasus kesehatan dengan
lingkungan keadaan social budaya atau perilaku, pelayanan kesehatan yang ada
serta faktor-faktor keturunan yang berpengaruh tentang kesehatan, masalah –
masalah kesehatan, termasuk penyakit ibu, anak dan balita, dan faktor – faktor
pendukung dan penghambat.
Rumusan masalah dapat ditentukan berdasarkan hasil analisa yang
mencakup utama dan penyebabnya serta masalah potensial. Diagnosa kebidanan
adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan
memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan.
Pada kasus asfiksia, jika telah mendapatkan data subjektif dari ibu
berupa riwayat kehamilan dan persalinannya. Dan pada data objektif didapatkan
keadaan umum bayi buruk, bayi belum bisa bernafas dengan spontan, dan tonus
otot lemah bahkan hampir tidak ada. Maka bisa ditegakkan diagnosa aktual
sebagaimana bayi baru lahir dengan asfiksia.
c. Langkah III : Identifikasi Diagnosa / masalah potensial
Identifikasi doagnosa / masalaah potensial adalah mengidentifikasi
masalah dan diagnosa yang sudah didefinisikan. Langkah ini membutuhkan
antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan sambil mengamati klien
bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa / masalah potensial terjadi.
Tujuan dari langkah ketiga ini adalah untuk mengantisipasi semua
kemungkinan yang dapat muncul. Pada langkah ini, bidan mengindentifikasi
diagnosis dan masalah potensial berdasarkan diagnosis dan masalah yang sudah
teridentifikasi atau diagnosis dan masalah aktual. Diagnosis potensial yang
mungkin terjadi pada bayi baru lahir dengan asfiksia yaitu antisipasi terjadinya
kematian pada janin.
Pada langkah ketiga ini, bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi
masalah potensial, tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan
terjadi, tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosis
potensial tidak terjadi. Dengan demikian, langkah ini benar merupakan langkah
yang bersifat antisipasi yang rasional/ logis. Kaji ulang diagnosis atau masalah
potensial yang diidentifikasi sudah tepat. Pada kasus asfiksia, diagnosa potensial
yang mungkin terjadi adalah kematian pada bayi dan infeksia pada tali pusat.
d. Langkah IV : Identifikasi tindakan segera / kolaborasi
Merupakan tindakan segera terhadap kondisi yang diperkirakan akan
membahayakan klien. Oleh karena itu, bidan harus bertindak segera untuk
menyelamatkan jiwa ibu dan anak. Tindakan ini dilaksanakan secara kolaborasi
dan rujukan sesuai dengan kondisi klien.
Pada kasus asfiksia, tindakan antisipasi atau tindakan segera yang harus
dilakukan yaitu melakukan resusitasi pada bayi baru lahir agar bayi dapat
bernafas secara spontan.
e. Langkah V Rencana asuhan kebidanan
Rencana untuk pemecahan masalah dibagi menjadi tujuan, rencana
pelaksanaa dan evaluasi. Rencana ini disusun berdasarkan kondisi klien
(diagnosa, masalah dan diagnosa potensial) berkaitan dengan semua aspek
asuhan kebidanan.
Rencana dibuat harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan
penegtahuan dan teori yang terupdate serta evidence based terkini serta sesuai
dengan asumsi tentang apa yang akan dilakukan klien.
Rencana tindakan yang dapat dilakukan pada bayi dengan asfiksia
adalah:
1. Melakukan Pemotongan tali pusat bayi segera setelah lahir.
2. Mencegah kehilangan panas, termasuk menyiapkan tempat yang
kering dan hangat untuk melakukan pertolongan.
3. Memposisikan bayi dengan baik (kepala bayi setengah
tengadah/sedikit ekstensi atau mengganjal bahu bayi dengan kain).
4. Bersihkan jalan nafas dengan alat penghisap yang tersedia seperti
deele.
5. Bungkus bayi dengan selimut bersih dan kering.
6. Lakukan rangsangan taktil dengan menepuk punggung dan kaki.
7. Letakkan kembali bayi pada posisi yang benar, kemudian nilai : usaha
nafas, frekuensi denyut jantung dan warna kulit.
8. Lakukan ventilasi dengan tekanan positif (VTP) dengan
menggunakan ambu bag sebanyak 20 kali dalam 30 detik sampai
bayi dapat bernafas spontan dan frekuensi jantung >100 kali/menit.
9. Hentikan ventilasi dan nilai kembali nafas tiap 30 detik.
10. Jika tindakan Ventilasi Tekanan Positif berhasil, hentikan ventilasi
dan berikan asuhan pasca resusitasi.
11. Melakukan perawat tali pusat.
12. Memberikan salep mata
13. Injeksi vitamin K (Neo-K phytonadione) 0,05 cc
14. Melakukan pemeriksaan fisik
15. Berikan imunisasi Hepatitis B 0,5 mL intramuscular, di paha kanan
anterolateral, kira-kira 1-2 jam setelah pemberian vitamin K1.
16. Jika bayi tidak bernafas spontan sesudah 2 menit resusitasi, siapkan
rujukan, nilai denyut jantung.
17. Observasi TTV tiap 15 menit
f. Langkah VI : Implementasi Asuhan Kebidanan
Kegiatan yang dilakukan bidan di komunitas adalah mencakup rencana
pelaksanaan yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Pemberian asuhan
dapat dilakukan oleh bidan, klien/keluarga, dan tim kesehatan lainnya, namun
tanggung jawab utama tetap pada bidan untuk mengerahkan pelaksanaannya.
Asuhan yang dilakukan secara efisien yang hemat waktu, hemat biaya, dan mutu
meningkat. Pelaksanaan asuhan kebidanan pada bayi dengan asfiksia sesuai
dengan perencanaan yang telah dibuat seperti :
1. Melakukan Pemotongan tali pusat bayi segera setelah lahir.
Rasional : dengan memotong tali pusat akan memutuskan hubungan bayi
dengan ibu dan membantu proses pernapasan dan sirkulasi.
2. Mencegah kehilangan panas, termasuk menyiapkan tempat yang kering dan
hangat untuk melakukan pertolongan.
Rasional : suhu intrauterine dan ekstrauterine sangat berbeda dimana pada
saat bayi lahir penyesuain suhu diluar kandungan sangat memerlukan
pengawasan agar tidak terjadi kehilangan panas.
3. Memposisikan bayi dengan baik (kepala bayi setengah tengadah/sedikit
ekstensi atau mengganjal bahu bayi dengan kain).
Rasional : untuk membuka jalan nafas bayi.
4. Bersihkan jalan nafas dengan alat penghisap yang tersedia seperti deele.
Rasional : untuk memperlancar proses respirasi sehingga bayi dapat bernafas
secara teratur tanpa kesulitan.
5. Bungkus bayi dengan selimut bersih dan kering.
Rasional : untuk mencegah kehilangan panas pada bayi
6. Lakukan rangsangan taktil dengan menepuk punggung dan kaki.
Rasional : untuk merangsang agar bayi dapat bernafas secara spontan.
7. Letakkan kembali bayi pada posisi yang benar, kemudian nilai : usaha nafas,
frekuensi denyut jantung dan warna kulit.
Rasional : untuk mengetahui kondisi bayi untuk menentukan apakah
tindakan resusitasi diperlukan.
8. Lakukan ventilasi dengan tekanan positif (VTP) dengan menggunakan ambu
bag sebanyak 20 kali dalam 30 detik sampai bayi dapat bernafas spontan dan
frekuensi jantung >100 kali/menit.
Rasional : Tindakan memasukkan sejumlah udara kedalam paru dengan
tekanan positif, membuka alveoli untuk bernafas secara spontan dan teratur.
9. Hentikan ventilasi dan nilai kembali nafas tiap 30 detik.
Rasional : untuk menilai pernapasan setelah tindakan ventilasi tekanan
positif.
10.Jika tindakan Ventilasi Tekanan Positif berhasil, hentikan ventilasi dan
berikan asuhan pasca resusitasi.
Rasional : agar bayi dapat segera diberikan asuhan.
11. Melakukan perawat tali pusat.
Rasional : untuk menghindari adanya tanda-tanda infeksi pada bayi.
12.Injeksi vitamin K (Neo-K phytonadione) 0,05 cc
Rasional : untuk mencegah terjadinya perdarahan.
13. Memberikan salep mata
Rasional : untuk mencegah infeksi pada mata bayi baru lahir.
14. Melakukan pemeriksaan fisik
Rasional : untuk mendeteksi dini kelainan fisik pada bayi.
15. Berikan imunisasi Hepatitis B 0,5 mL intramuscular, di paha kanan
anterolateral, kira-kira 1-2 jam setelah pemberian vitamin K1.
Rasional : hepatitis B untuk member kekebalan pada tubuh bayi.
16. Jika bayi tidak bernafas spontan sesudah 2 menit resusitasi, siapkan
rujukan, nilai denyut jantung.
Rasional : agar bayi segera mendapat pertolongan dangan cepat dan tepat.
17. Observasi TTV tiap 15 menit
Rasional : mengukur TTV bayi merupakan salah satu indikator untuk
mengetahui keadaan umum bayi sehingga dapat dilakukan tindakan segera
saat tanda-tanda vitalnya terdeteksi diluar batas normal
g. Langkah VII : Evaluasi
Kegiatan evaluasi ini dilakukan untuk mengevaluasi keefektifan asuhan
yang diberikan. Hasil evaluasi dapat menjadi data dasar untuk menegakkan
diagnosa dan rencana selanjutnya. Yang di evaluasi adalah apakah diagnosa
sesuai, rencana asuhan efektif, masalah teratasi, masalah telah berkurang, timbul
masalah baru, dan kebutuhan telah terpenuhi (Yulifah& Surachmindari 2014).
Evaluasi pada asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia
antara lain, keadaan umum bayi baik, tanda-tanda vital dalam batas normal, 56
tidak ada tanda-tanda infeksi, tidak ada kendala dan tidak ada komplikasi pada
saat setelah bayi lahir dan tetap memantau tanda-tanda vital pada bayi.

BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR NORMAL PADA BY. NY. E

DENGAN ASFIKSIA DI PUSKESMAS BANGKALAN

I. PENGKAJIAN
Tanggal : 27-01-2020 jam 12.30 WIB
A. Data Subyektif
1. Biodata
Nama : BY. Ny “E”
Tanggal/jam lahir : 27-01-2020  Jam : 12.30 WIB
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : JL. Sidingkap Mlajah Bangkalan
Biodata Orang tua
Nama Ibu : Ny. E Nama Bapak : Tn. S
Umur : 26 Tahun Umur : 30 tahun
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Agama : Islam Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : Swasta
Alamat : jl. Sidingkap Mlajah Bangkalan
2. Riwayat Kehamilan
G1 P0 A0, umur kehamilan : 39 minggu 5 hari,
Ketuban pecah 14 jam sebelum persalinan
ANC : 16 x, di : Bidan dan Spesialis kandungan
TT : 2 x(kehamilan yang ke 24 mgg dan
kehamilan yang ke 28 mgg)
Kenaikan BB : 11 kg
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam Keluarga tidak ada yang menderita penyakit baik menular (HIV-AIDS,
Hepatitis), menurun (DM, Epilepsi), maupun menahun (Ashma, Jantung).
4. Riwayat Persalinan
a.      Kala I: 14 jam
b.     Kala II: 20 menit, mulai jam 12.10 WIB
 DJJ : 136 x / menit
 Warna air ketuban : Jernih
 Caput : Tidak ada
 Cephal Hematoma : Tidak ada
 Anak lahir seluruhnya jam : 12.30 WIB
 Jenis persalinan : normal
 Apgar Score : 4-6
Skore 1 menit 5 menit
A: Appearance colour (warna kulit) 1 1
P: Pulse/ Head Rate (frekuensi jantung) 1 1
G: Grimace (reaksi terhadap rangsangan) 0 1
A: Activity (tonus otot) 1 1
R: Respiration (usaha nafas) 1 2
Jumlah 4 6
5. Nutrisi
o Minum : Belum dilakukan
o Jenis : Belum dilakukan
o   Cara pemberian : Belum dilakukan
6.       Eliminasi
o   BAK pertama kali tanggal : 27-01-2020 , jam : 12.50 WIB
Warna : Kekuningan
o   BAB pertama kali tanggal :27-01-2020 jam : 12.50 WIB
Warna : kehitaman
Konsistensi : encer
Bau : khas mekonium
7. Istirahat/tidur
o   Tidur : belum dilakukan

B. Data Obyektif
1.  Pemeriksaan Umum
  BB Lahir : 3500 gram

  PB Lahir : 48 cm

  LD lahir: 33 cm

  LK Lahir : 35 cm

  Warna kulit : kemerahan

  Warna kuku : putih kemerahan

2. Pemeriksaan Tanda-tanda vital

 Respirasi : 10 x/menit

 HR : 65 x/menit

 Suhu : 36,7 oC

3. Pemeriksaan kepala

 Keadaan Ubun-ubun: belum menutup, tidak ada pencekungan dan pencembungan

 Sutura : berhimpitan, tidak saling tumpang tindih

 Penonjolan/pencekungan: tidak ada

 Ukuran kepala : DMD : 12 DFO : 11 cm

4.Telinga

 Letaknya/kesimetrisan : simetris
 Kelainan : tidak ada
5. Mata
  Kesimetrisan : simetris
  Tanda –tanda infeksi : tidak ada
  Konjungtiva : tidak anemis
  Sclera : tidak ikterik
  Kelaianan pada mata : tidak ada
  Secret : tidak ada
6. Hidung dan Mulut
 Kelainan bawaan : tidak ada
  Refleksi menghisap : ada
 Kesimetrisan : simetris
7. Leher
  Pembengkakan : tidak ada
 Benjolan : tidak ada
8. Dada
 Bentuk : simetris
 Putting : menonjol
 Bunyi napas : normal
 Jantung : dalam batas normal
9. Bahu, lengan, dan tangan
 Gerakan : normal
 Kelainan : tidak ada
 Bentuk : simetris
 Kesimetrisan : simetris kanan dan kiri
 Jumlah jari : lengkap, 10 jari.
10. Sistem saraf
  Reflek Moro : lemah
 Reflek Rooting : lemah.
 Reflek Grasping : lemah
 Reflek Walking : lemah
 Reflek Sucking: lemah.
  Reflek Tonic Neck : lemah.
11.  Abdomen
 Bentuk : simetris
 Penonjolan lilitan tali pusat pada saat menangis : tidak ada
 Perdarahan tali pusat : tidak ada
12. Kelamin
 Laki-laki : testis sudah ada dalam skrotum, dan terdapat lubang dibagian tengah
penis.
13. Tungkai dan Kaki
  Bentuk : simetris
  Gerakan : normal
  Kelainan : tidak ada
14. Punggung
 Pembengkakan/Pencekungan : tidak ada
 Spina Bifida : tidak ada
15.  Anus
 Berlubang : ya
16. Kulit
 Vernik : ada
 Warna : kemerahan
 Tanda lahir : tidak ada
17. Pemeriksaan laboratorium : Tidak dilakukan
 Golongan darah : Tidak dilakukan
 Hb : Tidak dilakukan
 Bilirubin : Tidak dilakukan
 Leukosit : Tidak dilakukan

II.  INTERPRETASI DATA
S :-
O : - Bayi tidak menangis
- Lahir pada kehamilan aterm
-  BB: 3500 gram, PB: 48 cm, DMO: 12 cm, DFO: 11 cm
-  HR : 65 x/menit , S : 36, 7 OC, RR : 10x/menit
- A-S : 4-6
a. Diagnosa Kebidanan
Neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan dengan asfiksia
b. Masalah : Gangguan Nafas
c. Kebutuhan : Resusitasi
III.  DIAGNOSA POTENSIAL dan ANTISIPASI
1. Asfiksia Berat
2. Kematian
IV.  TINDAKAN SEGERA
Resusitasi
V.     INTERVENSI
1. Lakukan Pemotongan tali pusat bayi segera setelah lahir.
2. Cegah kehilangan panas, termasuk menyiapkan tempat yang kering dan hangat untuk
melakukan pertolongan.
3. Posisikan bayi dengan baik (kepala bayi setengah tengadah/sedikit ekstensi atau
mengganjal bahu bayi dengan kain).
4. Bersihkan jalan nafas dengan alat penghisap yang tersedia seperti deele.
5. Bungkus bayi dengan selimut bersih dan kering.
6. Lakukan rangsangan taktil dengan mengusap / menepuk punggung dan kaki.
7. Letakkan kembali bayi pada posisi yang benar, kemudian nilai : usaha nafas,
frekuensi denyut jantung dan warna kulit.
8. Lakukan ventilasi dengan tekanan positif (VTP) dengan menggunakan ambu bag
sebanyak 20 kali dalam 30 detik sampai bayi dapat bernafas spontan dan frekuensi
jantung >100 kali/menit.
9. Hentikan ventilasi dan nilai kembali nafas tiap 30 detik.
10. Jika tindakan Ventilasi Tekanan Positif berhasil, hentikan ventilasi dan berikan
asuhan pasca resusitasi.
11. Lakukan perawatan tali pusat.
12. Berikan salep mata
13. Injeksi vitamin K 1 mg
14. Lakukan pemeriksaan fisik
15. Berikan imunisasi Hepatitis B 0,5 mL intramuscular, di paha kanan anterolateral,
kira-kira 1-2 jam setelah pemberian vitamin K1.
16. Jika bayi tidak bernafas spontan sesudah 2 menit resusitasi, siapkan rujukan, nilai
denyut jantung.
17. Observasi TTV tiap 15 menit

VI.  IMPLEMENTASI
Tanggal 27-01-2020  Jam 12.30
1. Melakukan Pemotongan tali pusat bayi segera setelah lahir.
Rasional : dengan memotong tali pusat akan memutuskan hubungan bayi dengan ibu
dan membantu proses pernapasan dan sirkulasi.
2. Mencegah kehilangan panas, termasuk menyiapkan tempat yang kering dan hangat
untuk melakukan pertolongan.
Rasional : suhu intrauterine dan ekstrauterine sangat berbeda dimana pada saat bayi
lahir penyesuain suhu diluar kandungan sangat memerlukan pengawasan agar tidak
terjadi kehilangan panas.
3. Memposisikan bayi dengan baik (kepala bayi setengah tengadah/sedikit ekstensi atau
mengganjal bahu bayi dengan kain).
Rasional : untuk membuka jalan nafas bayi.
4. Membersihkan jalan nafas dengan alat penghisap yang tersedia seperti deele.
Rasional : untuk memperlancar proses respirasi sehingga bayi dapat bernafas secara
teratur tanpa kesulitan.
5. Membungkus bayi dengan selimut bersih dan kering.
Rasional : untuk mencegah kehilangan panas pada bayi
6. Melakukan rangsangan taktil dengan menepuk punggung dan kaki.
Rasional : untuk merangsang agar bayi dapat bernafas secara spontan.
7. Meletakkan kembali bayi pada posisi yang benar, kemudian nilai : usaha nafas,
frekuensi denyut jantung dan warna kulit.
Rasional : untuk mengetahui kondisi bayi untuk menentukan apakah tindakan
resusitasi diperlukan.
8. Melakukan ventilasi dengan tekanan positif (VTP) dengan menggunakan ambu bag
sebanyak 20 kali dalam 30 detik sampai bayi dapat bernafas spontan dan frekuensi
jantung >100 kali/menit.
Rasional : Tindakan memasukkan sejumlah udara kedalam paru dengan tekanan
positif, membuka alveoli untuk bernafas secara spontan dan teratur.
9. Hentikan ventilasi dan nilai kembali nafas tiap 30 detik.
Rasional : untuk menilai pernapasan setelah tindakan ventilasi tekanan positif.
10. Jika tindakan Ventilasi Tekanan Positif berhasil, hentikan ventilasi dan berikan
asuhan pasca resusitasi.
Rasional : agar bayi dapat segera diberikan asuhan.
11. Melakukan perawatan tali pusat.
Rasional : untuk menghindari adanya tanda-tanda infeksi pada bayi.
12. Melakukan Injeksi vitamin K 1mg
Rasional : untuk mencegah terjadinya perdarahan.
13. Memberikan salep mata
Rasional : untuk mencegah infeksi pada mata bayi baru lahir.
14. Melakukan pemeriksaan fisik
Rasional : untuk mendeteksi dini kelainan fisik pada bayi.
15. Memberikan imunisasi Hepatitis B 0,5 mL intramuscular, di paha kanan
anterolateral, kira-kira 1-2 jam setelah pemberian vitamin K1.
Rasional : hepatitis B untuk memberi kekebalan pada tubuh bayi.
16. Jika bayi tidak bernafas spontan sesudah 2 menit resusitasi, siapkan rujukan, nilai
denyut jantung.
Rasional : agar bayi segera mendapat pertolongan dangan cepat dan tepat.
17. Observasi TTV tiap 15 menit
Rasional : mengukur TTV bayi merupakan salah satu indikator untuk mengetahui
keadaan umum bayi sehingga dapat dilakukan tindakan segera saat tanda-tanda
vitalnya terdeteksi diluar batas normal

VII. EVALUASI
Tanggal 27-01-2020 Jam: 12.45 WIB

S : -
O :
- Nadi : 136x/m, S : 36,5 0C, RR : 42x/m
- A-S : 7-8
- Bayi menangis keras, gerakan aktif
A : NCB SMK dg Asfiksia
P :
1. Tali pusat telah terpotong
2. Bayi bernafas spontan setelah dilakukan resusitasi, warna kulit merah,
3. Bayi terpasang O2 nasal 1 lpm
4. Bayi telah mendapatkan Vit K dan Hb0 serta salep mata

DATA PERKEMBANGAN I

Tanggal 27-01-2011  / Jam : 19.00 WIB

S : Ibu mengatakan bayinya sudah mulai menetek

O : - Keadaan umum : baik,

- Vital sign : S : 36,6 OC RR : 44 x/menit

HR : 129 x/menit

- warna kulit : kemerahan

- tangisan bayi : kuat

A: NCB SMK usia 6 jam.


P : - Mengobservasi keadaan umum dan vital sign

- Memenuhi kebutuhan nutrisi, ASI

- Menjaga kehangatan bayi

- Merawat tali pusat untuk mencegah infeksi

- Mengobservasi eliminasi

- Mengganti popok dan pakaian bayi bila basah

- Memberi ketenangan pada bayi

BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah dilakukan pengkajian pada bayi “Ny E” dengan asfiksia sedang di
Puskesmas Bangkalan yang dilaksanakan dengan mengumpulkan data subjektif dan
objektif yang diperoleh dari hasil anamnesa dan observasi dimana bayi tidak segera
menangis pada waktu lahir. Dan dilakukan pemeriksaan objektif terhadap bayi “Ny E”
yaitu keadaan umum bayi buruk, bayi belum bisa bernafas dengan spontan, tonus otot
lemah dengan A-S 4-6. Melihat riwayat maternal bahwa diketahui ibu mengalami ketuban
pecah dini 14 jam sebelum bayi lahir.
Ada hubungan yang bermakna antara ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia
pada bayi baru lahir. Hasil ini sesuai dengan teori bahwa Pecahnya selaput ketuban
sebelum aterm merupakan penyebab asfiksia pada janin. Asfiksia pada bayi preterm adalah
30 % (Oxorn, 2003). Teori yang sama juga dikemukakan oleh Mochtar (1998 : 257) yang
menyebutkan bahwa pecahnya selaput ketuban menyebabkan terbukanya hubungan intra
uterin dengan ekstra uterin. Dengan demikian mikroorganisme dengan mudah masuk dan
menimbulkan infeksi intra partum apabila ibu sering diperiksa dalam. Infeksi puerpuralis,
perintonitis, sepsis, dan menyebabkan terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir. Asfiksia
merupakan salah satu komplikasi KPD (Mochtar. 1998 : 258).
Menurut Hacker(2001: 304) pengurangan cairan ketuban pada persalinan ketuban
pecah dini dapat menyebabkan kompresi tali pusat yang menimbulkan perlambatan denyut
jantung janin sehingga janin mengalami hipoksia dan berlanjut menjadi asfiksia saat
dilahirkan.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

1. Telah dilaksanakan pengumpulan data dasar pada bayi “Ny E” dengan asfiksia
sedang di Puskesmas Bangkalan. Dilaksanakan dengan mengumpulkan data objektif
yang diperoleh dari hasil observasi dimana bayi tidak segera menangis pada waktu
lahir. Dan dilakukan pemeriksaan objektif terhadap bayi “Ny E” yaitu keadaan
umum bayi buruk, bayi belum bisa bernafas dengan spontan, tonus otot lemah.
2. Telah dilaksanakan perumusan diagnosa/masalah aktual pada bayi “Ny E” dengan
pengumpulan data secara akurat dan teliti, sehingga didapatkan diagnosa kebidanan
pada bayi “Ny E” dengan NCB, SMK dengan asfiksia sedang.
3. Telah dilaksanakan perumusan diagnosa/masalah potensial pada bayi “Ny E” dengan
asfiksia sedang dengan hasil potensial terjadi keadaan yang lebih fatal hingga
kematian pada bayi sehingga perlunya penanganan yang cepat dan tepat.
4. Telah mengidentifikasi perlunya tindakan segera pada bayi “Ny E” dengan asfiksia
sedang dengan hasil bahwa dilakukan resusitasi dan pemberian oksigen nasal.
5. Telah menetapkan rencana tindakan asuhan kebidanan pada bayi “Ny E” dengan
asfiksia resusitasi, dengan hasil merencanakan asuhan berdasarkan diagnosa/masalah
aktual dan masalah potensial seperti, bayi dikeringkan, kemudian dihangatkan
dengan infant warmer, diatur posisinya sedikit ekstensi, lalu hisap lendir dari hidung
dan mulutnya dengan deele, lakukan rangsangan taktil, jika belum berhasil dilakukan
VTP dan kompresi dada, kemudian setelah bayi bernafas spontan tetapi masih biru
maka dilakukan pemberian O2 1 Liter/menit lewat nasal kanul.
6. Mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan pada bayi “Ny E” dengan
asfiksia resusitasi dengan hasil yaitu asuhan yang telah diberikan berhasil dengan
ditandai bayi sudah mulai menangis kuat, pernafasan sudah mulai normal, Sp02
96%.
7. Dokumentasi sangat diperlukan pada setiap manajemen asuhan kebidanan karena
merupakan salah satu bentuk laporan pertanggung jawaban bidan terhadap tindakan
asuhan kebidanan yang telah diberikan kepada klien dan dapat dijadikan bukti
apabila terjadi gugatan dari klien dan keluarga.
B. Saran

1. Bagi tenaga kesehatan


a. Prognosis bayi asfiksia buruk dan seringkali berakhir dengan kematian. Meskipun
demikian, sebagai tenaga kesehatan kita senantiasa dituntut untuk tetap berusaha
menyelamatkan bayi dengan melakukan tindakan asuhan secara pofesional baru
menyerahkan hasil akhirnya kepada Allah SWT karena hidup dan matinya seseorang
hanyalah Allah SWT yang mengetahuinya.
b. Tenaga kesehatan khususnya bidan hendaknya senantiasa membina hubungan yang
baik dengan klien dan keluarga sehingga tercapai tujuan yang diinginkan.
c. Tenaga kesehatan khusunya bidan sebaiknya selalu memperbaharui pengetahuannya
dan menerapkan asuhan terbarunya untuk mengoptimalkan upaya penurunan AKI &
AKB.
2. Bagi institusi
a. Membekali mahasiswa dengan keterampilan yang cukup sebelum turun di lapangan
khususnya dalam hal resusitasi karena keterampilan ini merupakan bantuan dasar
kehidupan yang wajib dimiliki bagi setiap tenaga kesehatan.
b. Menambah bahan bacaan di perpustakaan yang berhubungan dengan perkembangan
terbaru ilmu kebidanan baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri
sehingga dapat memperluas wawasan mahasiwa kebidanan STIKes Ngudia Husada
Madura.
3. Bagi Puskesmas Bangkalan
a. Sebaiknya pihak Puskesmas senantiasa memeriksa kelengkapan dan kelayakan alat
agar selalu dalam kondisi siap pakai.
b. Mensosialisasikan penerapan APN terbaru dalam pemberian pelayanannya.
c. Adanya sosialisasi atau pelatihan bagi tenaga kesehatan mengenai kegawatdaruratan
Maternal dan Neonatal secara uptodate.

DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Vivian nanny lia dan Tri sunarsih. 2010. Asuhan Kehamilan untuk kebidanan.
Jakarta: Salemba medika.
Handajani. 2010. Manajemen Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.
http://eprints.ums.ac.id/30733/2/BAB_I.pdf
https://hellosehat.com/hidup-sehat/fakta-unik/6-manfaat-jahe-bagi-kesehatan/
Kepmenkes. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 938/MENKES/SK/VIII/2007
Tentang Standar Asuhan Kebidanan. Jakarta: Kemenkes
Kurnia, S. N. 2009. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta: Panji Pustaka
Manuaba, Ayu Ida C.H Bagus, 2013. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Mochtar, R. 2012. Sinopsis Obstetri Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi jilid 1. Jakarta
EGC.
Pusdiknakes, 2011. Konsep Asuhan Kebidanan. Jakarta : JHPIEGO
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
_______. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
_______. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Saifuddin Bani Abdul, DKK.2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Varney, Helen. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Volue 1. Jakarta: EGC.
_______, J. M. Kriebs, C.L. Gegor. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 2.
Jakarta: EGC.
Walsh, Linda V., dan Monica Ester (ed). 2007. Buku Ajar Kebidanan Komunitas, alih
bahasa: Wilda Eka Handayani et al. Jakarta: EGC.
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP.

Anda mungkin juga menyukai