Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PROYEK INOVASI

PENGARUH BIBLIOTERAPI UNTUK MENGURANGI


STRESS HOSPITALISASI TERHADAP ANAK
DI RUANG AR KEMUNING
RSUD GUNUNG JATI KOTA CIREBON

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Praktikum Klinik Mahasiswa Stase Keperawatan Anak
Dosen Pengampu:
Ns. Nanang Saprudin, S. Kep., M. Kep.
Ns. Neneng Aria Nengsih, S.Kep., M.Kep.

Disusun Oleh :
Kelompok 2

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN


PROGRAM PROFESI NERS
TAHUN 2022/2023
LAPORAN PROYEK INOVASI

PENGARUH BIBLIOTERAPI UNTUK MENGURANGI


STRESS HOSPITALISASI TERHADAP ANAK
DI RUANG ARYA KEMUNING
RSUD GUNUNG JATI KOTA CIREBON

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Praktikum Klinik Mahasiswa Stase Keperawatan Anak
Dosen Pengampu:
Ns. Nanang Saprudin, S. Kep., M. Kep.
Ns. Neneng Aria Nengsih, S.Kep., M.Kep.

Disusun Oleh :
Kelompok 2
Apip Saeful JNR0220007
Dimas Januar Rumiawan JNR0220023
Dedeh Hanifah JNR0220015
Dina Alfitri JNR0220024
Deti Melawati JNR0220017
Gia Indriawati Lestari JNR0220043
Laila Shofwatul Islam JNR0220056
Fanny Alfina Lismaniar JNR0220037
Lina Nurul Inayah JNR0220059
Dewi Nurwidia JNR0220019
Hana Khairunnisa JNR0220044
Nia Ramadanti JNR0220067

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
TAHUN 2022-2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas laporan proyek inovasi

dengan judul “Pengaruh Biblioterapi Untuk Mengurangi Stres Hospitalisasi Pada Anak ”

yang disusun dalam rangka memenuhi salah satu nilai tugas mata kuliah “Keperawatan

Anak” yang di bimbing oleh Bapak Ns. Nanang Saprudin, S. Kep., M. Kep. dan Ibu Ns.

Neneng Aria Nengsih, S.Kep., M.Kep.

Meski disusun secara maksimal, namun penulis sebagai manusia biasaynya menyadari

bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Karenanya penulis mengharapkan kritik dan

saran yang membantu penyusunan laporan ini.

Demikian apa yang penulis sampaikan, semoga pembaca dapat mengambil manfaat

dari laporan ini. Atas kritik dan sarannya penulis menyampaikan terimakasih.

Kuningan, Januari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................i
DAFTAR ISI ........................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................
1.2 Tujuan Penulisan....................................................................
1.3 Manfaat Penulisan..................................................................
BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Stres Hospitalisasi Pada Anak ...................................
BAB III RENCANA KEGIATAN DAN SOP
3.1 Analisa Masalah.......................................................................
3.2 Rencana Kegiatan....................................................................
3.3 Standar Operasi Prosedur (SOP)..............................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil.........................................................................................
4.2 Pembahasan.............................................................................
4.3 Literature Riview.....................................................................
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan..............................................................................
5.2 Saran........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN DAN DOKUMENTASI

ii
BAB I

LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang


Sakit dan di rawat di rumah sakit mengakibatkan anak merasa kehilangan pandangan
egosentris dalam mengembangkan otonominya. Hal tersebut akan menimbulkan regresi
(kekanak – kanakan) dan akhirnya menarik diri dari hubungan interpersonal. Hospitalisasi
merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan bagi anak serta menyebabkan
kecemasan. Kecemasan yang dialami anak dapat memperlambat proses penyembuhan,
waktu perawatan lebih lama dan tidak kooperatifnya anak terhadap tindakan keperawatan.
(Supartini 2004 dalam Kholisatun, 2013).
Berdasarkan data WHO tahun 2010 bahwa 3-10% pasien anak yang dirawat di
Amerika Serikat mengalami kecemasan selama hospitalisasi. Sekitar 3 sampai dengan 7%
dari anak usia sekolah yang dirawat di Jerman juga mengalami hal yang serupa, 5 sampai
dengan 10% anak yang dihospitalisasi di Kanada dan Selandia Baru juga mengalami
kecemasan selama dihospitalisasi. Data di Indonesia menurut Badan Pusat Statistik
Indonesia bahwa 350 dari 420 anak yang dirawat di rumah sakit sepanjang tahun 2010
mengalami stress selama hospitalisasi.
Rawat Inap atau hospitalisasi pada klien anak dapat menyebabkan cemas dan respon
maladaptif pada semua tingkatan usia. Penyebabnya dipengaruhi oleh banyak faktor, baik
faktor dari petugas (perawat, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya), tindakan invansif
yang dilakukan, lingkungan baru maupun keluarga yang mendampingi selama perawatan.
Meskipun dampak tersebut tidak bersifat langsung terhadap anak, secara psikologis anak
akan merasakan perubahan perilaku terhadap apa yang sedang dialaminya dan
mengakibatkan anak menjadi semakin stress, sehingga hal ini berpengaruh pada proses
penyembuhan dan menurunnya sistem imun. Adanya penurunan sistem imun inilah yang
akan berakibat pada penghambatan proses penyembuhan. Hal tersebut menyebabkan
waktu perawatan yang lebih lama, bahkan akan mempercepat terjadinya komplikasi
selama perawatan (Nursalam, 2005).
Biblioterapi merupakan tehnik komunikasi yang kreatif dengan anak. Biblioterapi
juga diartikan menggunakan buku dalam proses terapeutik dan suportif. Memberikan
kesempatan pada anak untuk mengeksplorasi suatu kejadian yang hampir sama dengan
kejadian yang mereka alami dengan versi berbeda agar anak tidak terlalu fokus terhadap
1
kejadian tersebut dan agar anak tetap berada dalam kontrol (Wong, 2008). Biblioterapi
dapat diterapkan pada anak yang di hospitalisasi untuk mengetahui apa yang diharapkan
anak, mengatasi rasa takut dan kesalahpahaman anak serta mendukung koping pada anak
menggunakan buku. Anak dapat menghubungkan pengalaman personalnya seperti yang
ada di cerita dalam buku dan selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar untuk diskusi
(Claugh, 2005).
Biblioterapi dengan menggunakan buku dapat membantu individu dalam mengajarkan
keterampilan kognitif untuk mengubah pola pikir negatif, ketika anak melihat gambar dan
membaca cerita yang disuguhkan dibimbing orang tua, maka anak sejenak akan
mengalihkan perhatiannya dari hal–hal yang tidak menyenangkan menurut anak selama
menjalani perawatan. Dengan diberikannya biblioterapi pada anak yang sedang dalam
kondisi cemas karena hospitalisasi, anak dapat melalui proses belajar (perception,
learning, emotion). Belajar disini adalah kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi) pada
pengaruh faktor internal dan eskternal (Nusalam, 2009).
Perception berarti anak belajar mempersepsikan kecemasannya secara positif.
Learning berarti anak belajar beradaptasi dengan semua yang berhubungan dengan rumah
sakit sesuai buku cerita. Emotion berarti anak dapat mengekspresikan emosinya melalui
cerita (Nursalam,2009). Biblioterapi dapat membantu proses adaptasi anak melalui cerita
yang disuguhkan karena digambarkan sesuai dengan keadaan yang dialaminya (Green &
Slessor, 2010).

1.2 Tujuan Proyek Inovasi


1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Pengaruh Biblioterapi Untuk Mengurangi Stress Hospitalisasi
Terhadap Anak Di Ruang Arya Kemuning Rsud Gunung Jati Kota Cirebon.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi tingkat stres hospitalisasi sebelum pemberian terapi biblioterapi
(terapi dongeng) di ruang Arya Kemuning RSUD Gunung Jati Cirebon Tahun
2022.
2. Mengidentifikasi tingkat stres hospitalisasi setelah pemberian terapi biblioterapi
(terapi dongeng) di ruang Arya Kemuning RSUD Gunung Jati Cirebon Tahun
2022.

2
3. Menganalisis Pengaruh Biblioterapi Untuk Mengurangi Stress Hospitalisasi
Terhadap Anak Di Ruang Arya Kemuning Rsud Gunung Jati Kota Cirebon Tahun
2022.

1.3 Manfaat Proyek Inovasi


1.3.1 Manfaat Teoritis
Hasil proyek inovasi ini untuk pengembangan ilmu pengetahuan keperawatan

anak terutama dalam terapi non farmakologis proyek inovasi ini diharapkan dapat

menambah pengetahuan dalam alternatif pengobatan non farmakologis dalam

pelaksanaan penurunan tingkat kecemasan.

1.3.2 Manfaat Praktis


1. Bagi Pasien
Dengan memberikan implementasi terapi bibiloterapi (terapi dongen) dapat
menurunkan tingkat stres hospitalisasi pasien
2. Bagi Rumah Sakit Khususnya Ruang bedah anak
Dengan dilaksanakannya proyek inovasi ini dapat menambah pengetahuan pada
tenaga kesehatan mengenai intervensi non farmakologis pemberian terapi dongeng
(Biblioterapy) dapat menurunkan tingkat stres hospitalisasi pasien
3. Bagi Mahasiswa
Dapat menambah ilmu pengetahuan tentang pemberian terapi non
farmakologis dalam menangani pasien dengan penurunan stres hospitalisasi
dengan menggunakan terapi dongen (biblioterapi).

3
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Stres Hospitalisasi Pada Anak

2.1.1 Definisi

Anak adalah orang yang belum dewasa dan di bawah umur dalam pengawasan

orang tua sesuai Undang-Undang No.23 tahun 2002. Anak adalah generasi

peneruscita-cita perjuangan bangsa yang akanpenentumasa depan bansa dan

negara (Kementerian Kesehatan RI,2014). Anak usia sekolah merupakan transisi

dari kehidupanyangsecara relatif bebas bermain, menuntut kebutuhan dan

kehidupan yang menantang dalam kegiatan sekolah (Hockenberry & Wilson,

2013).

Ketika anak-anak usias ekolah mengalami sakit dan harus dirawat yang biasa

dialami

rawat inap. Orang tua mengalami kecemasan ditandai dengan adanya gangguan

tidur, gangguan makan, perasaan berdebar-debar, sulit konsentrasi, bingung,

sayangnya, mudah menangis, dengan sayang bahkan merasakan gagal dalam

menjaga anaknya (Indrayani & Santoso, 2012).

Anak-anak usia sekolah yang dirawat di rumah sakit merasakan bahwa dirawat

sebagai pengalaman yang mengancam dan bikin stres karena tidak terbiasa

dengan lingkungan dan prosedur medis dan tidak menyadari alasan dirawat

sehingga mengakibatkan anak- anak menjadi marah, cemas,bahkan merasa tidak

berdaya (Lyaitutal.,2016). Stres tinggi berbahaya bagi fisik dan psikologis

kesehatan anak-anak, selain mereka juga tidak kooperatif dalam asuhan .

4
2.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Stres Hospitalisasi

Pada kondisi sedang sakit,  anak-anak kadang membutuhkan terapi yang

mengharuskan anak harus dirawat inap di  rumah sakit (hospitalisasi).

Hospitalisasi merupakan salah satu pengalaman yang tidak menyenangkan

baik bagi anak maupun orang tua. Beberapa stressor akan dihadapi saat anak

akan dirawat, selama perawatan hingga sampai pemulangannya kembali ke

rumah. Beberapa faktor yang dapat menimbulkan stress bagi anak yang

menjalani hospitalisasi seperti :

1. Perubahan suasana lingkungan; dimana anak yang dirawat akan

merasakan suasana rumah sakit yang berbeda, wajah orang yang banyak

tidak dikenal, bau khas rumah sakit, maupun bunyi yang muncul dari alat

kesehatan yang digunakan pasien, dan lain-lain.

2. Orang baru yang tidak dikenal; anak akan merasakan stressor perpisahan

dengan orang yang berarti baginya, seperti  anggota keluarga, teman-

teman lingkungan rumah, sekolah,dan lain-lain

3. Faktor berkurang atau hilangnya kekebasan : akibat dirawat maka terdapat

beberapa aturan dan prosedur medis yang harus dilakukan, anak juga tidak

bisa melakukan kegiatan yang rutin dilakukan sebelum dirawat

termasukm aktifitas bermain dan lain-lain.

4. Faktor fisik ; akibat kondisi sakitnya anak akan mengalami keadaan

ketidakberdayaan, anak tidak mampu melakukan aktifitas rutinnya yang

biasanya dapat dilakukan secara mandiri, dan lain-lain

Respon terhadap stressor akan berbeda pada anak, tergantung dari berat

ringannya penyakit, jenis prosedur medis dan perawatan yang dilakukan,

5
pengalaman sebelumnya, tingkat perkembangan anak berdasarkan usia,

dukungan keluarga, dan kemampuan koping dari anak.

Deti Melawati, [04/01/2023 11:07]

Pada kondisi sedang sakit,  anak-anak kadang membutuhkan terapi yang

mengharuskan anak harus dirawat inap di  rumah sakit (hospitalisasi).

Hospitalisasi merupakan salah satu pengalaman yang tidak menyenangkan

baik bagi anak maupun orang tua. Beberapa stressor akan dihadapi saat anak

akan dirawat, selama perawatan hingga sampai pemulangannya kembali ke

rumah. Beberapa faktor yang dapat menimbulkan stress bagi anak yang

menjalani hospitalisasi seperti :

1. Perubahan suasana lingkungan; dimana anak yang dirawat akan merasakan

suasana rumah sakit yang berbeda, wajah orang yang banyak tidak dikenal,

bau khas rumah sakit, maupun bunyi yang muncul dari alat kesehatan yang

digunakan pasien, dan lain-lain

2. Orang baru yang tidak dikenal; anak akan merasakan stressor perpisahan

dengan orang yang berarti baginya, seperti  anggota keluarga, teman- teman

lingkungan rumah, sekolah,dan lain-lain

3.  Faktor berkurang atau hilangnya kekebasan : akibat dirawat maka terdapat

beberapa aturan dan prosedur medis yang harus dilakukan, anak juga tidak

bisa melakukan kegiatan yang rutin dilakukan sebelum dirawat termasukm

aktifitas bermain dan lain-lain

4.  Faktor fisik ; akibat kondisi sakitnya anak akan mengalami keadaan

ketidakberdayaan, anak tidak mampu melakukan aktifitas rutinnya yang

biasanya dapat dilakukan secara mandiri, dan lain-lain

6
Respon terhadap stressor akan berbeda pada anak, tergantung dari berat

ringannya penyakit, jenis prosedur medis dan perawatan yang dilakukan,

pengalaman sebelumnya, tingkat perkembangan anak berdasarkan usia,

dukungan keluarga, dan kemampuan koping dari anak. Menurut penelitian, hal

yang paling umum terjadi pada anak yang hospitalisasi adalah gangguan

emosional berupa kecemasan, dengan berbagai tingkatan cemas dan

manifestasi yang berbeda berdasarkan usia anak. Bila kecemasan ini tidak

tertangani dengan baik dapat berpengaruh terhadap kondisi fisik, muncul sikap

tidak kooperatif dalam program pengobatan, dan mempengaruhi hasil program

terapi. Gangguan perkembangan juga merupakan salah satu dampak negatif

dari hospitalisasi.

2.1.3 Stressor dan Reaksi Anak Terhadapi Hospitalisasi

stressor dan reaksi yang terjadi pada anak usia prasekolah dalam menghadapi

penyakit pasca hospitalisasi sebagai berikut:

1. Kecemasan perpisahan

Menurut D.L. Wong dkk (2008), respon utama pada anak terhadap

kecemasan akan perpisahan terbagi menjadi tiga fase meliputi fase

protes,fase putus asa, dan fase detasemen.

a. FaseiProtes

Pada tahap ini ciri khas yang ditunjukkan yaitu reaksi agresif,

menangis, berteriak memanggil orangntua, menolak perhatian dari

orang lain, serta ketika anak alami kesedihan, mereka tidak dapat

ditenangkan atau sangat sulit dikendalikan. Selama fase protes dapat

diobservasi yaitu memohon orangtua tetap tinggal disisinya, menahan

7
orangtuanya dan mencari orangtuanya jika ditinggal pergi. Selain itu

anak menunjukkan reaksi tidak

senang pada orangtuanya yang datang kembali setelah

meninggalkannya (sikap temper tantrum), menolak lakukan kegiatan

harian dan bahkan jika

terus dibiarkan anak dapat mengalami regresi ke tingkat perkembangan

yang bahkan jauh lebih buruk. Sikap anak protes dengan cara

menangisakan berhenti apabila anak lelah menangis, dan pendekatan

orang asing dapat mencetuskan peningkatan stres.

b. Fase Putus Asa

Berlanjut pada fase putus asa ciri khasnya adalah tangisan mulai

berhenti dan muncul depresi akibat keputusasaan, kesedihan. Anak-

anak menjadi tidak aktif, menarik diri dengan orang asing, sedih, tidak

tertarik untuk bermain dan makan, tidak tertarik dengan lingkungan,

bersikap apatis, dan

regresi atau mundur ke perilaku awal (mengompol). Anak usia

prasekolah

dihadapkan pada tumbuh kembang usia mereka yaitu autonomi.

Selama anak dirawat, akan banyak pembatasan keinginan-keinginan

anak yang dimana mengakibatkan anak menjadi stres.

c. Fase Detasemen

Tahap terakhir ini juga disebut fase penyangkalan atau penyesuaian

diri. Fase detasemen tidak umum terjadi dan hanya terjadi setelah

perpisahan yang lama dari orang tua maupun wali (beberapa hari

bahkan minggu) sehingga anak mulai beradaptasi baik dengan

8
lingkungannya, mulai dapat diajak bermain kembali dengan orang lain.

Ciri khas fase ini ditandai dengan adanya peningkatan minat anak

terhadap lingkungan sekitar, mulai

lakukan interaksi dengan orang asing atau tenaga kesehatan pemberi

asuhan yang dikenalnya maka mampu membentuk hubungan

interpersonal.

2. Takut akan cedera dan rasa sakit

Kondisi takut akan cedera dan rasa sakit pada anak prasekolah dapat dengan

mudah diperlihatkan pada saat tenaga medis melakukan pemeriksaan

telinga, mulut, atau suhu tubuh. Reaksi anak usia 3-6 tahun masih

terbayang-bayang oleh perasaan takut dengan tindakan yang semestinya

tidak menyakitkan sama sekali namun bagi mereka tindakan tersebut terasa

menyakitkan. Rasa takut dominan terjadi pada prosedur yang dapat

menyebabkan rasa sakit seperti suntikan,pengambilan sampel darah atau tes

darah sebab anak usia 3 tahun telah mampu berkomunikasi rasa nyeri yang

dialami dengan menunjukan lokasi nyeri. Keterbatasan kemampuan anak

usia 3 tahun belum berkembang baik dalam menggambarkan bentuk dan

intensitas nyeri. Anak bereaksi terhadap rasa nyeri dengan menggigit bibir,

wajah menyeringai, menangis, membuka mata dengan lebar, atau

melakukan tindakan agresif lainnya.

3. Kehilangan kendali

Hospitalisasi anak akan memunculkan kehilangan kendali yang dapat di

sebabkan oleh beberapa hal diantaranya perpisahan dengan orangtua,adanya

pembatasan aktivitas fisik, perubahan rutinitas, atau ketergantungan. Beberapa

anak akibat penyakit tertentu yang mengharuskan dirinya mengalami

9
imobilisasi ke tempat tidur atau sebatas beraktivitas di kamar saja, yang

mengakibatkan stress hospitalisasi dimana dapat mengganggu perkembangan

sosial dan motoriknya.

2.1.4 Pengukuran Stres Hospitalisasi

10
BAB III

RENCANA KEGIATAN DAN SOP

3.1 Analisa Masalah

a. Ruangan: Kemuning RSUD Gunung Jati Cirebon

b. Malah yang ditemukan: sebagia besar pasien yang di rawat di Ruang Aria

Kemuning mengeluh stress hospitalisasi, sehingga kelompok kami mencari literatur

intervensi non farmakologis kepada 3 responden yang mengeluh stress hospitalisasi

sehingga diputuskan untuk memberikan terapi dengan membaca dongeng untuk

menurunkan tingkat stress hospitalisasi pada pasien.

c. Tanggal pengkajian: 2 – 6 Januari 2023

3.2 Rencana Kegiatan

No Masalah Kegiatan Sasaran Media Waktu


Pelaksanaan
1. Stress Terapi dengan Pasien anak Buku cerita 2 – 6
membaca dengan stress Desember
dongeng hospitalisasi 2023
dengan
pengambilan
sampel
menggunakan
teknik
accidental
sampling

11
3.3 Standar Oprasi Prosedur (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

PENGARUH BIBLIOTERAPI UNTUK MENGURANGI STRES HOSPITALISASI


PADA ANAK

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR


PENGERTIAN : Upaya yang dilakukan oleh petugas kesehatan untuk menurunkan
tingkat stres hospitalisasi pada anak .
TUJUAN : Untuk menurunkan tingkat stres hospitalisasi
ALAT DAN BAHAN :
1. Buku cerita / dongeng
PROSEDUR PELAKSANAAN
a. Tahap pra interaksi
1. Mengkonfirmasi identitas klien
2. Menyiapkan bahan cerita atau dongen yang menarik
b. Tahap orientasi
1. Memberikan salam kepada klien dengan menyapa nama pasien dan perawat
memperkenalkan diri
2. Menjelaskan prosedur dan tujuan terapi biblioterapi kepada klien dan
keluarga
3. Melakukan kontrak waktu dan tempat kepada klien dan keluarga
4. Menanyakan persetujuan dan persiapan klien sebelum kegiatan atau terapi
biblioterapi dilakukan
c. Tahap kerja
Langkah-langkah :
1. Memulai komunikasi dengan memperkenalkan diri dengan klien dan
keluarga
2. Menjelaskan pengetahuan klien dan keluarga dan memberi edukasi sesuai
kebutuhan
3. Menjelaskan tindakan disetiap tahapan prosedur
4. Melakukan terapi bermain biblioterapi atau storytelling
5. Melakukan storytelling dengan menarik (intonasi, dan dalami karakter yang

12
ada didalam cerita)
6. Sesekali lakukan tanya jawab pada klien
7. Melakukan storytelling dengan teknik bermain dan bercanda
d. Tahap terminasi
1. Merapikan alat dan bahan
2. Evaluasi setelah melakukan tindakan biblioterapi
3. Salam
4. Dokumentasi tindakan yang sudah dilakukan

13
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Proyek Inovasi

Pada bab ini akan menyajikan hasil pelaksnaan tentang pengaruh membaca

dongen terhadap anak yang sedang mengalami stress di ruang anak Aria Kemuning.

Waktu pelaksanaan dimulai dari tanggal 2-5 Januari 2023. Pelaksanaan ini

menggunakan metode pra-eksperimental dengan pendekatan t-tes independent design

dan teknik pengambilan sampel menggunakan accidental sampling. Data diperoleh

langsung dengan jumlah 3 orang pasien sedang mengalami stress di ruang anak RSUD

Gunung Jati Cirebon, dengan masing masing pasien dibacakan dongeng.

Tingkat mengalami stress pada klien di ruang anak sebelum diberikan terapi

terdiri dari kategori stress ringan, stress sedang, berikut sajian gambaran tingkatan stress

klien ruang anak.

1. Gambaran Intensitas Stress Sebelum Membaca Dongen Ruang Anak RSUD


Gunung Jati Cirebon
Berikut ini disajikan data tentang gambaran intensitas stress sebelum

dibacakan dongen di ruang anak RSUD Gunung Jati Cirebon.

Tabel 4.1 Gambaran Intensitas Stress Sebelum Membaca Dongeng di Ruang


Anak RSUD GunungJati Cirebon
Tingkat Stress Frekuensi (n) Persentase (%)
Stress Ringan (1-3) 0 0
Stress Sedang (4-6) 3 100,0
Total 3 100
Berdasarkan tabel 4.1, menunjukkan bahwa hampir seluruh pasien

mengalami stress sedang (100,%).

14
2. Gambaran Intensitas Stress Sesudah Membaca Dongen Di Ruang Anak RSUD
GunungJati Cirebon
Berikut ini disajikan data tentang gambaran intensitas stress sesudah

dibacakan dongeng di ruang anak RSUD Gunung Jati Cirebon.

Tabel 4.2 Intensitas Stress Sesudah Membaca Dongeng di Ruang Anak


RSUD GunungJati Cirebon
Tingkat Stress Frekuensi (n) Persentase (%)
Stress Ringan (1-3) 2 66,7
Stress Sedang (4-6) 1 33,3
Total 3 100
Berdasarkan tabel 4.2, menunjukkan bahwa 2 responden mengalami stress

ringan (66,7%) dan1 responden mengalami stress sedang (50%).

3. Perbedaan Intensitas stress Sebelum Dan Sesudah Membaca Dongeng Di


Ruang Anak RSUD Gunung Jati Cirebon Tahun 2022
Tabel 4.3 Gambaran Stress Sebelum dan Sesudah Implementasi Membaca
Dongeng Diruang Anak RSUD Gunung Jati Cirebon
Tingkat Stress
No Responden
Sebelum Sesudah
1 6 5
2 6 5
3 6 3
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukan bahwa sebagian besar responden sebelum

implementasi mengalami skala stress 6 (100%), sedangkan setelah implementasi

menunjukan responden mengalami penurunan skala stress menjadi 5 (66,7%) dan

mengalami penurunan stress menjadi 3 (33,3%). Dan sebelum implementasi skala

stress tertinggi adalah skala stress 6 (100%), setelah implementasi penurunan skala

stress yang terendah adalah skala stress 3 (33,7%).

Uji hipotesis penelitian tentang perbedaan intensitas stress sebelum dan

sesudah membaca dongeng di ruang anak RSUD Gunung Jati Cirebon diukur dengan

menggunakan uji t-test independent. Berikut ini disajikan hasil analisis t-test

independent dengan hasil sebagai berikut :

15
Tabel 4.4 Intensitas stress Sebelum dan Sesudah Membaca Dongen di Ruang
Anak RSUD Gunung Jati Cirebon

Membaca P
N Mean SD SE Signifikasi
Dongeng Value
Nilai Sig. (2-
Pre Test 3 2,00 0,000 0,00 tailed) > 0,05,
0,184 maka tidak
Post Test 3 1,33 0,577 0,333 terdapat Pengaruh
yang signifikan
(Data Primer 2023)

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa pada kelompok sebelum

membaca dongeng diperoleh nilai Mean = 2,00 , pada kelompok setelah membaca

dongeng nilai Mean = 1,33 dan diperoleh hasil p value = 0,184 (> 0,05) yang artinya

tidak terdapat pengaruh membaca dongeng untuk mengurangi skala stress di Ruang

Anak RSUD Gunung Jati Cirebon tahun 2023.

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil implementasi proyek inovasi yang dilakukan kelompok di

ruang anak RSUD Gunung Jati Cirebon dann berdasaekan hasil analisis statistic di

dapatkan p value 0,184 > 0,05 artinya tidak terdapat pengaruh membaca dongeng

terhadap penurunan skala stress anak yang sedang melakukan biblioterapi. Hal ini tidak

sejalan dengan penelitian wahyu aldi (2020) Hasil analisis menggunakan T-Test

Dependent menunjukkan bahwa ada pengaruh yang bermaknasebelum dan sesudah

pemberian terapi mendongeng terhadap kecemasan yaitu p value 0,000.

Mengurangi rasa stress anak yang menjalani hospitalisasi dapat dilakukan dengan

terapi bermain, relaksasi, terapi musik, aktifitas fisik dan story telling. Bercerita (story

telling) adalah tehnik yang efektif dalam mengalihkan perhatian anak dari keadaan nyeri,

dengan story telling dapat tersampaikan pesan tertentu pada anak dan anak dapat lebih

berperilaku kooperatif (Supartini, 2014). Story telling (mendongeng) merupakan salah

16
satu teknik bermain terapeutik bercerita atau mendongeng dalam menyampaikan isi

perasaan, buah pikiran atau sebuah cerita kepada anak-anak dengan topik-topik fiktif

yang mendidik makan(Supartini,2014). Perasaan cemas hospitalisasi yang muncul pada

anak dapat timbul karena menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami

sebelumnya, perasaan takut, rasa tidak aman dan nyaman, perasaan kehilangan sesuatu

yang biasa dialaminya, dan sesuatu yang dirasakan. Anak yang dirawat mengalami

kecemasan akibat dari beberapa tindakan dan prosedur yang dilakukan pada anak

(Supartini, 2014). Kecemasan anak dilaporkan di Amerika Serikat, diperkirakan lebih

dari 50% anak mengalami kecemasan dan stress akibat hospitalisasi (Delfina,2017).

Berdasarkan Survei Ekonomi Nasional Tahun 2010, jumlah anak di Indonesia

sebesar 72% dari jumlah total penduduk Indonesia, dan diperkirakan 35% anak

menjalani hospitalisasi dan 45% diantaranya mengalami kecemasan (Weni, 2014).

Kecemasan pada anak yang mengalami hospitalisasi akan menimbulkan dampak yaitu

anak tidak kooperatif, akan menolak perawatan dan pengobatan. Kondisi seperti ini

berpengaruh besar pada lama atau proses perawatan dan pengobatan serta penyembuhan

dari anak sakit tersebut. Efek negatif yang di timbulkan adanya kecemasan dapat

menurunkan sistem kekebalan tubuh yang berpengaruh terhadap proses penyembuhan

seseorang saat sakit atau sedang menjalani perawatan, maka sangat penting untuk segera

di tangani dan diminimalisir kecemasan tersebut (Harahap, 2018).

Mengurangi kecemasan anak yang menjalani hospitalisasi dapat dilakukan dengan

terapi bermain, relaksasi, terapi musik, aktifitas fisik dan story telling. Bercerita (story

telling) adalah tehnik yang efektif dalam mengalihkan perhatian anak dari keadaan

cemas, dengan story telling dapat tersampaikan pesan tertentu pada anak dan anak dapat

lebih berperilaku kooperatif(Supartini, 2014). Story telling (mendongeng) merupakan

salah satu teknik bermain terapeutik bercerita atau mendongeng dalam menyampaikan isi

17
perasaan, buah pikiran atau sebuah cerita kepada anak-anak dengan topik-topik fiktif

yang mendidik melalui lisan untuk mengalihkan perhatian anak ke hal yang lain (Padila

et al., 2019).

Mendongeng merupakan teknik distribusi teknik distraksi terbaik untuk

membantu membantu mengurangi rasa sakit dan ketakutan pada anak ketika dilakukan

tindakan penusukan intravena dengan didapatkan perbedaan yang signifikan rata-rata

sekor nyeri antara kelompok control dan kelompok intervensi (Syan et al., 2021).

Berdasarkan penelitian ririn sri Sejalan dengan penelitian Susanti dan Safitri (2017),

mengungkapkan bahwa hasil penelitian menunjukan tingkat kecemasan pada anak dapat

berkurang dengan melakukan terapi story telling, secara bermakna terjadi penurunan

kecemasan dengan uji Wilcoxon didapatkan nilai (p value= 0,007).

18
4.3 Literature review

No. Nama Judul Lokasi Desain Jumlah Metode Variabel Penelitian Hasil Penelitian
Peneliti Penelitian Penelitian Penelitian Sample Pemilihan
Sample

1 Made Ririn Pengaruh RSD pre-test 22 pasien consecutive Variabel independen : Terdapat pengaruh
Sri Story Telling Mangusada and post- anak sampling story telling antara story talling
Wulandari, Terhadap Bandung test one Variabel Dependen : dengan tingkat
Ni Made Tingkat group tingkat kecemasan kecemasan anak
Ari Kecemasan design
Sukmandari Anak Usia
Pra Sekolah
Akibat
Hospitalisasi
2 Wahyu Aldi Pengaruh RSUD Pre- 32 Purvosip Variabelindependen : ada pengaruh yang
Irawan Terapi Abdul Exsperime sampling terapi mendongeng bermaknasebelum
Mendongeng Wahab ntal VariabelDependen : dan sesudah
Terhadap Sjahranie Design terhadap kecemasan pemberian terapi
Kecemasan Samarinda berbentuk mendongeng
pada Anak One terhadap
Akibat Group kecemasan
Hospitalisasi Pretest
di Ruang Posttest
Melati RSUD Design
Abdul Wahab
Sjahranie
Samarinda

19
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
1. Dari hasil analisis diperoleh nilai intensitas stress pada kelompok sebelum dibacakan
dogeng sebanyak 3 pasien, menunjukkan seluruhnya mengalami nyeri sedang (100%).
2. Dari hasil analisis diperoleh nilai intensitas stress pada kelompok sesudah dibacakan
dogeng sebanyak 3 pasien, menunjukkan sebagian besar mengalami nyeri ringan 2
pasien (66,7%) dan 1 pasien mengalami nyeri sedang (33,3%).
3. Dari hasil analisis pada kelompok sebelum dibacakan dogeng diperoleh nilai Mean =
2,00, sedangkan pada kelompok setelah dibacakan dongeng diperoleh nilai Mean =
1,33 dan diperoleh hasil p value = 0,184 (> 0,05) yang artinya tidak terdapat pengaruh
membaca dongeng untuk mengurangi skala nyeri di Ruang Anak RSUD Gunung Jati
Cirebon tahun 2023.

5.2 Saran
1. Bagi Pasien
Dapat menambah pengetahuan tentang penurunan rasa nyeri pada anak yang sedang
menjalani biblioterapi dengan cara dibacakan dongeng, sehingga dapat mengurangi
skala stress pasien serta mempercepat pemulihan pasien dan bisa mengurangi biaya
pengobatan.
2. Bagi Rumah Sakit Khususnya Ruang Anak
Bagi Rumah Sakit Khususnya Ruang Anak diharapkan dengan dilaksanakannya proyek
inovasi ini dapat menambah pengetahuan mengenai intervensi non farmakologis.
3. Bagi Mahasiswa
Menambah ilmu pengetahuan dalam impelentasi pemberian terapi nonfarmakologis
untuk menurunkan stress pada anak yang sedang menjalani penivuncture dengan cara
dibacakan dongeng

20
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN DAN DOKUMENTASI

21

Anda mungkin juga menyukai