Anda di halaman 1dari 27

ANALISA JURNAL EBN (EVIDANCE BASED NURSING)

FOTOTERAPI

Disusun oleh : Kelompok V

Agun Tresna Satria 11232141


Eros Rosi Rostiani 11232152
Evi Nurlita 11232139
Intan Dwi Lufianti 11232157
May Indariyanti 11232155
M. Nurahadian A. P 11232203
Nur Halimah 11232147
Sirli Rara Amelia 11232146
Widiya Cipta Pangestika 11232193
Windy Nidya Sugiardi 11232144

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


PERTAMEDIKA

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN NON


REGULER

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
hidayat-Nya Kelompok dapat menyusun makalah yang berjudul “Analisa Jurnal
EBN (Evidance Based Nursing) Fototerapi”

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata ajar Keperawatan Anak Sehat I dalam
Program Studi Pendidikan S1 Keperawatan di STIKes PERTAMEDIKA. Tak lupa juga
penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada:

1. Ibu Dewi selaku dosen kordinator mata kuliah Keperawatan Anak I yang
membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
2. Teman-teman yang sudah bersedia membantu terutama kelompok 5.
3. Dan semua pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
banyak membantu dalam pembuatan makalah ini.

Makalah ini diharapkan dapat dapat menambah, memperluas, dan memperkaya


pengetahuan perawat dalam Analisa Jurnal EBN (Evidance Based Nursing) Fototerapi.
Kelompok menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu
kelompok berterima kasih bila terdapat masukan yang konstruktif sebagai perbaikan
makalah berikutnya.

Jakarta, 07 November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................i


DAFTAR ISI..................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Tujuan..........................................................................................................2
BAB II ANALISA JURNAL........................................................................................3
A. Jurnal Utama...............................................................................................3
B. Jurnal Pendukung.......................................................................................4
C. Analisa PICO (Analisa Jurnal Utama)......................................................5
BAB III TINJAUAN TEORI.....................................................................................10
A. Konsep Hiperbilirubin..............................................................................10
B. Konsep Fototerapi.....................................................................................13
BAB IV PENUTUP.....................................................................................................19
A. Kesimpulan................................................................................................19
B. Saran...........................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hiperbilirubin merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi
pada bayi baru lahir. Manifestasi klinis yang sering muncul pada bayi adalah
jaundice atau icterus yang merupakan warna kekuningan pada kulit, sklera dan
kuku (Hockenberry & Wilson, 2009). Hal tersebut diakibatkan karena adanya
peningkatan kadar bilirubin dalam sel darah.

Hiperbilirubin merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering


ditemukan pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang kembali
dirawat dalam minggu pertama kehidupan disebabkan oleh keadaan ini.
Hiperbilirubin menyebabkan bayi terlihat berawarna kuning, keadaan ini timbul
akibat adanya akumulasi pigmen bilirubin yang berwarna ikterus pada kulit (Kosim
dkk, 2010).

Hiperbilirubinemia yang terjadi pada bayi baru lahir umumnya adalah


fisiologis, kecuali: timbul dalam 24 jam pertama kehidupan, bilirubin indirek untuk
bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang bulan >10 mg/dL, peningkatan
bilirubin > 5 mg/dL/24 jam, kadar bilirubin direk > 2 mg/dL, hiperbilirubinemia
menetap pada umur >2 minggu dan terdapat faktor risiko (Moeslichan, 2004).

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2015


menunjukkan angka ikterus neonatoum pada bayi baru lahir di Indonesia sebesar
51,47%, dengan faktor penyebabnya antara lain Asfiksia 51%, BBLR 42,9%,
Sectio Cesaria 18,9%, Prematur 33,3%, kelainan kongenital 2,8%, dan sepsis 12%
(Riset
Kesehatan Dasar, 2015:12).

Data dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) 2016,


penyebab kematian baru lahir 0-6 hari di Indonesia adalah gangguan pernafasan
36,9%, prematuritas 32,4%, sepsis 12%, hipotermi 6,8%, kelainan darah atau
1
ikterus

2
6,6%. Berbagai penyebab tingginya AKB di Indonesia adalah akibat dari ikterus
yang berpotensi menjadi ensolopati bilirubin atau kern ikterus (Kementrian
Kesehatan RI, 2016).
Kadar bilirubin yang selalu meningkat akan menyebabkan kerusakan sel
otak (kernikterus). Sehingga hal tersebut harus segera dicegah. Pencegahan yang
dapat dilakukan untuk membantu mengurangi kadar bilirubin pada bayi baru lahir
antara lain pemberian ASI sedini mungkin, menjemur bayi dibawah sinar matahari
pagi, fototerapi serta pemberian transfusi tukar (Bobak,Lowdermilk, & Jensen,
2005)

Salah satu terapi yang sering digunakan adalah fototerapi. Fototerapi


digunakan sebagai terapi pengobatan pada bayi baru lahir yang mengalami
hyperbilirubinemia karena aman dan efektif untuk menurunkan bilirubin didalam
darah (Potts &Mandleco, 2007). Fototerapi ini merupakan modalitas terapi yang
menggunakan sinar yang bertujuan untuk pengobatan hiperbilirubin pada neonatus
(bayi baru lahir) (Azlin,2011).

Sehubungan dengan besarnya manfaat Tindakan Fototerapi terhadap


penuruan penurunan biliribun dimana bayi dengan keadaan ini mempunyai resiko
terhadap kematian atau jika dapat bertahan hidup akan mengalami gangguan
perkembangan neurologis. Makan penulis tertarik untuk meneliti hubungan (isi
jurnal utama EBN) .

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa/i mampu mengetahui tentang manfaat Tindakan Fototerapi terhadap
penuruan penurunan biliribun.

2. Tujuan Khusus
a. Menambah wawasan tentang pemberian Tindakan fototerapi terhadap
penurunan kadar bilirubin pada bayi.
b. Mengetahui perbedaan dan pengaruh intervensi, penatalaksanaan metode
Tindakan Fototerapi terhadap penurunan kadar bilirubin pada bayi.

3
BAB II

ANALISA JURNAL

A. Jurnal Utama
1. Judul Jurnal
“Hubungan Fototerapi Dengan Penurunan Kadar Billirubin Total Pada Bayi
Baru Lahir Di RS Aulia Jagakarsa Jakarta Selatan Tahun 2019”
2. Peneliti : Oleh Triana Indrayani dan Amelia Riani.
3. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi yang mendapatkan terapi
sinar di ruang perinatologi RS Aulia pada bulan Januari Tahun 2019 sebanyak
30 orang.
4. Sampel
Penelitian ini menggunakam total sampling, yaitu sampel yang terlibat dalam
penelitian ini adalah yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang sesuai
dengan tujuan penelitian yaitu sebanyak 30 responden.
5. Tehnik Sampling : Tehnik pengambilan sampel yang digunakan dalam
Penelitian ini menggunakam total sampling.
6. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan desain penelitian cross-sectional yaitu metode
penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran tenteng suatu keadaan
secara objektif tanpa menganalisa lebih lanjut diperolehnya hipotesis yang
spesifik, sehingga dapat memecahkan atau menjawab permasalahan yang
sedang dihadapi pada situasi saat ini.
7. Instrumen Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Prosedur
pengumpulan ini terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh, diantaranya:
editing, coding, data entry, melakukan teknik analisis. Dalam melakukan
analisis, khususnya terhadap data penelitian akan menggunakan ilmu statistic
terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak dianalisis. Apabila
penelitiannya deskriptif, maka akan menggunakan statistic deskriptif.
Sedangkan analisis analitik akan menggunakan satistika inferensial.
(Notoatmodjo, 2012)

4
8. Uji Statistik
Data yang telah diperoleh dari rekam medik kemudian dilakukan pengolahan
data. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis univariat dan
bivariat. Analisis Bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara fototerapi
dengan kadar billirubin total pada bayi. Analisis bivariat dengan menggunkan
uji chi square untuk mengetahui hubungan fototerapi dengan penurunan kadar
bilirubin pada bayi baru lahir.

B. Jurnal Pendukung
1. Judul Jurnal : “Pengaruh Pemberian Air Susu Ibu dan Fototerapi terhadap
Ikterus Neonatorum di Ruang Perinatologi RSUD Pasaman Barat.”
2. Peneliti : Yulia M. Nur, Elnita Rahmi, dan Eliza
3. Populasi : Populasi pada penelitian ini adalah semua bayi yang mengalami
iketrus neonatorum pada tahun 2019 sebanyak 41 orang.
4. Sampel : Besar sampel adalah 20 orang.
5. Tehnik Sampling : Tekhnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
total Sampling, yaitu suatu teknik pengambilan sampel dimana seluruh anggota
populasi dijadikan responden penelitian.
6. Desain Penelitian : Penelitian ini bersifat Retrospektif yaitu melakukan
penelitian terhadap kejadian yang telah terjadi di masa lampau. Desain
penelitian yaitu Cross Sectional, yaitu penelitian yang menggambarkan
hubungan antara variabel indendepen dengan variabel dependen, dimana
pengambilan data secara bersamaan pada waktu yang sama juga.
7. Instrumen Penelitian
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder yaitu data dari pihak kedua, berupa data kejadian ikterus neonatorum,
kolostrum dan fototerapi di RSUD Pasaman Barat serta kajian literature yang
berhubungan dengan penelitian ini dari berbagai kepustakaan.
8. Uji Statistik :
Data yang terkumpul diolah dan dianalisa dengan metode deskriptif kuantitatif,
menggunakan tabel distribusi frekuensi dan dikelompokkan sesuai sub variabel
yang diteliti, yaitu : kejadian ikterus neonatorum, kolostrum dan fototerapi.

5
Analisis data ini menggunakan system komputerisasi. Analisa bivariat
dimaksudkan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan
variabel dependen yaitu kejadian ikterus neonatorum, kolostrum dan fototerapi.
Untuk menguji data tersebut digunakan software SPSS dengan Uji Chi-Square.

C. Analisa PICO (Analisa Jurnal Utama)


1. Problem
Peneliti melakukan studi pendahuluan terhadap data kadar billirubin total
pada bayi baru lahir sebelum perlakuan fototerapi didapatkan dari 30
responden, didapatkan hasil nilai mean sebesar 15,103 mg/dl menujukkan
bahwa nilai rata- rata kadar billirubin sebelum perlakuan fototerapi lebih besar
dari nilai normal yaitu >10mg/dl. Dan dalam studi pendahuluan data kadar
billirubin total pada bayi baru lahir setelah perlakuan Fototerapi didapatkan
bahwa nilai mean sebesar 9,66 mg/dl yang menunjukan bahwa nilai mean atau
nilai rata-rata < 10 mg/dl. Sehingga nilai pretest dan postest kadar billirubin
mengalami penurunan sebesar 5,443 mg/dl. Selain itu setelah uji chi-square
terdapat nilai signifikansi sebesar 0,039 < 0,05, artinya ada hubungan antara
pemberian fototerapi dengan penurunan kadar bilirubin pada bayi baru lahir
selama 24 jam pemberian di RS Aulia Jagakarsa Jakarta Selatan tahun 2019.
Hasil studi pendahuluan diatas sejalan dengan penelitian Yulia dkk (2021)
dalam mengetahui pengaruh ASI Eksklusif dan Fototerapi terhadap Kejadian
Ikterus Neonatorum. Hasilnya melalui uji Chi Square terdapat nilai p = 0,009
yang artinya terdapat pengaruh yang bermakna antara fototerapi dengan
kejadian ikterus neonatorum. Hasil nilai OR 13,714 disimpulkan bahwa
responden yang dilakukan fototerapi mengalami peluang 13,7 kali tidak ikterus
neonatorum dibandingkan yang tidak mengalami fototerapi. Bila kadar
bilirubin serum meningkat sangat cepat atau mencapai kadar kritis, dianjurkan
untuk menggunakan fototerapi dosis ganda atau intensif, teknik ini melibatkan
dengan menggunakan lampu overhead konvensional sementara itu bayi
berbaring dalam selimut fiberoptik. Warna kulit bayi tidak mempengaruhi
efisiensi pemberian fototerapi. Hasil terbaik terjadi dalam 24 sampai 48 jam
pertama fototerapi (Wong, 2017).

6
Menurut Bhutani (2011) Fototerapi rumah sakit merupakan tindakan yang
efektif untuk menurunkan kadar Total Bilirubin Serum (TSB) dan mencegah
kadar bilirubin meningkat. Uji klinis telah divalidasi kemanjuran fototerapi
dalam mengurangi hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang berlebihan, dan
implementasinya telah secara Drastis membatasi penggunaan transfusi tukar.

2. Intervention
Peneliti melakukan studi pendahuluan dengan melihat data kadar billirubin
total pada bayi baru lahir sebelum perlakuan fototerapi dan setelah perlakukan
fototerapi. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:
a. Bayi yang di rawat dan mendapatkan terapi sinar di Perinatologi RS Aulia.
b. Bayi dengan kadar bilirubin total > 10 mg/dl.
c. Orang tua/ wali bersedia bayi diikutsertakan dalam penelitian.
d. Bayi yang lahir secara sc maupun pervaginam.
e. Bayi yang tidak menggunakan alat bantu nafas maupun pasang infus.
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:
a. Bayi yang lahir dengan berat lahir ≤2500 gram.
b. Bayi yang lahir dengan usia kehamilan ≤ 37 minggu.
Menurut Wong (2009) untuk mengefektifkan fototerapi, kulit bayi harus
terpajan penuh terhadap sumber cahaya dengan jumlah yang adekuat. Bila
kadar bilirubin serum meningkat sangat cepat atau mencapai kadar kritis,
dianjurkan untuk menggunakan fototerapi dosis ganda atau intensif, teknik
ini dengan menggunakan lampu overhead konvensional sementara itu bayi
berbaring dalam selimut fiberoptik. Warna kulit bayi tidak mempengaruhi
efisiensi pemberian fototerapi. Hasil terbaik terjadi dalam 24 sampai 48 jam
pertama fototerapi.

3. Comparison :
a. Judul Jurnal : “Pengaruh Pijat Bayi dan Breastfeeding Terhadap
Penurunan Kadar Bilirubin Pada Neonatus Dengan Hiperbilirubinemia.”
b. Peneliti : Nurul Qamariah Rista Andaruni dan Ema Alasiry.
c. Populasi : Bayi dengan kelompok perlakuan I (pijat + breastfeeding),
kelompok Perlakuan II (pijat + susu formula), kelompok III
(breastfeeding) dan kelompok IV (susu formula).

7
d. Sampel : Jumlah sampel sebesar 70 bayi dengan
e. Tehnik Sampling : Teknik purposive sampling yang memenuhi kriteria
inklusi yaitu bayi hiperbilirubinemia yang menerima fototerapi, bayi
dengan berat badan ≥ 2000 gram dan usia kehamilan ≥ 35 minggu, bayi
dengan peningkatan kadar bilirubin minimal 2-3 mg/dl di bawah cut off,
tidak disertai dengan penyakit lain dan orang tua bersedia bayinya
menjadi responden.
f. Desain Penelitian : Penelitian ini menggunakan desain quasi
eksperimental dengan rancangan Non-Equivalent Control Group.
g. Instrumen Penelitian :
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Prosedur pengumpulan ini terdapat langkah-langkah yang harus
ditempuh, diantaranya: editing, coding, data entry, melakukan teknik
analisis
h. Uji Statistik :
Data yang telah diperoleh dari rekam medik kemudian dilakukan
pengolahan data. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
analisis univariat dan bivariat. Analisis Bivariat dilakukan
menggunakan uji paired t test untuk mengetahui pengaruh pijat bayi
terhadap penurunan kadar billirubin pada neonatus dengan
hyperbilirubinemia.
i. Hasil Penelitian :
Hasil analisis antara kelompok pijat+susu formula dengan kelompok
yang hanya diberikan breastfeeding menunjukkan nilai p=0.001 yang
berarti terdapat perbedaan antara kelompok tersebut terhadap
penghentian fototerapi dan nilai OR : 2.8 yang berarti penghentian
fototerapi hari ketiga 2.8 kali lebih banyak pada kelompok pijat+susu
formula dibandingkan kelompok breastfeeding saja.
Hasil analisis antara kelompok pijat+susu formula dengan kelompok
yang hanya diberikan susu formula saja menunjukkan nilai p=0.000
yang berarti terdapat perbedaan antara kelompok tersebut terhadap
penghentian fototerapi dan nilai OR : 4.3 yang berarti penghentian
fototerapi hari ketiga 4.3 kali lebih banyak pada kelompok pijat+susu
formula dibandingkan kelompok susu formula saja. Sedangkan, hasil

8
analisis antara kelompok breastfeeding dengan kelompok yang hanya

9
diberikan susu formula menunjukkan nilai p=0.503 yang berarti tidak
terdapat perbedaan antara kelompok tersebut terhadap penghentian
fototerapi.
Kelompok Pijat Bayi+Breastfeeding dengan kelompok Pijat
Bayi+Susu Formula dan antara kelompok breastfeeding dengan
kelompok susu formula tidak terdapat perbedaan yang signifikan
dengan nilai masing-masing p yaitu 0.301 dan 0.593 (p>0.005).
Sedangkan, antara kelompok pijat Bayi+breastfeeding dengan
kelompok breastfeeding dan dengan kelompok susu formula terdapat
perbedaan yang signifikan dengan nilai p yaitu 0.000 (p<0.005). Antara
kelompok pijat bayi+susu formula dengan kelompok breastfeeding dan
dengan kelompok susu formula terdapat perbedaan yang signifikan
dengan nilai p yaitu 0.000 (p<0.005).
Ada perbedaan kadar bilirubin antara keempat kelompok setelah
intervensi. Namun kelompok yang diberikan pemijatan memiliki
penurunan kadar bilirubin yang lebih tinggi dan lebih cepat
dibandingkan kelompok yang hanya diberikan breastfeeding atau susu
formula saja. Memberikan terapi pijat pada bayi setiap hari waktu pagi
dan sore hari, terutama pada bayi dengan hiperbilirubinemia yang
menerima fototerapi dengan tujuan untuk meningkatkan metabolisme
pada bayi dan membantu tumbuh kembang anak menjadi lebih optimal.
Dari uraian diatas didapatkan bahwa tidak hanya dengan pemberian
fototerapi saja dapat menurunkan kadar bilirubin pada bayi. Bilirubin
dapat mengalami penurunan juga dengan melakukan pemijatan pada
bayi, karena studi membuktikan bahwa pemijatan pada bayi juga
mempengaruhi penurunan kadar bilirubin yang lebih tinggi dan lebih
cepat dibandingkan kelompok yang hanya diberikan breastfeeding atau
susu formula saja.

4. Outcome
Setelah semua responden mendapatkan perlakuan selama 24 jam dan
dilakukan pengecekan kadar bilirubin diperoleh nilai Sig. sebesar 0.039, hasil
ini diperoleh dari hasil uji chi-square, berarti nilai sig < nilai α (0,05) artinya
H0

10
ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat
hubungan antara pemberian fototerapi dengan penurunan kadar bilirubin pada
bayi baru lahir selama 24 jam pemberian.
Pemberian fototerapi untuk menurunkan kadar billirubin pada bayi baru
lahir yang mengalami hiperbillirubin sangat efektif, dengan mendapatkan
fototerapi kadar bilirubin pada bayi baru lahir akan turun dan secara klinis bayi
juga tidak tampak kuning lagi, selain itu pemberian fototerapi akan mengurangi
kebutuhan transfusi tukar, tetapi harus diperhatikan efek samping jangka
pendek dari fototerapi seperti dehidrasi, diare, dan lain-lain.

11
BAB III

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Hiperbilirubin
1. Pengertian
Hiperbilirubin merupan kondisi yang sering ditemui pada bayi baru lahir
pada awal kehidupan. Hiperbilirubin didefinisikan sebagai peningkatan
bilirubin di dalam darah. Secara kilinis, hiperbilirubin ini mudah dideteksi
dengan adanya warna kuning pada skelra mata dan kulit yang jaundice.
Kejadian hiperbilirubin terutama terjadi pada minggu pertama kelahiran.

Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar serum bilirubin dalam darah


sehingga melebihi nilai normal. Pada bayi baru lahir biasanya dapat mengalami
hiperbilirubinemia pada minggu pertama setelah kelahiran. Keadaan
hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir disebabkan oleh meningkatnya
produksi bilirubin atau mengalami hemolisis, kurangnya albumin sebagai alat
pengangkut, penurunan uptake oleh hati, penurunan konjugasi bilirubin oleh
hati, penurunan ekskresi bilirubin, dan peningkatan sirkulasi enterohepatik
(IDAI, 2013)

Pada kebanyakan bayi baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi


merupakan fenomena transisional yang normal, tetapi pada beberapa bayi akan
terjadi peningkatan bilirubin secara berlebihan sehingga bilirubin berpotensi
menjadi toksik. Hal ini akan menyebabkan kematian bayi baru lahir dan apabila
bayi bertahan hidup dalam jangka panjang akan menyebabkan sekuele
neurologis (Kosim, 2012).

2. Etiologi
Hiperbilirubinemia disebabkan oleh peningkatan produksi bilirubin karena
tingginya jumlah sel darah merah, dimana sel darah merah mengalami
pemecahan sel yang lebih cepat. Selain itu, hiperbilirubinemia juga dapat
disebabkan karena penurunan uptake dalam hati, penurunan konjugasi oleh
hati, dan peningkatan sirkulasi enterohepatik (IDAI, 2013).
12
Kejadian ikterik atau hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir disebabkan
oleh disfungsi hati pada bayi baru lahir sehingga organ hati pada bayi tidak
dapat berfungsi maksimal dalam melarutkan bilirubin ke dalam air yang
selanjutkan disalurkan ke empedu dan diekskresikan ke dalam usus menjadi
urobilinogen. Hal tersebut meyebabkan kadar bilirubin meningkat dalam
plasma sehingga terjadi ikterus pada bayi baru lahir (Anggraini, 2016).

3. Patofisiologi
Bilirubin di produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang telah
rusak. Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke hepar dengan
cara berikatan dengan albumin. Bilirubin direk (terkonjugasi) kemudian
diekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Bayi memiliki usus yang belum
sempurna, karna belum terdapat bakteri pemecah, sehingga pemecahan
bilirubin tidak berhasil dan menjadi bilirubin indirek yang kemudian ikut
masuk dalam aliran darah, sehingga bilirubin terus bersirkulasi (Atika dan Jaya,
2016).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang
melebihi kemampuan hati untuk mengekskresikan bilirubin yang telah
diekskresikan dalam jumlah normal. Selain itu, hiperbilirubinemia juga dapat
disebabkan oleh obstruksi saluran ekskresi hati. Apabila konsentrasi bilirubin
mencapai 2 – 2,5 mg/dL maka bilirubin akan tertimbun di dalam darah.
Selanjutnya bilirubin akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian akan
menyebabkan kuning atau ikterus (Khusna, 2013).
Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang
larut lemak, tak terkonjugasi, non polar (bereaksi indirek). Pada bayi dengan
hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari defisiensi atau tidak
aktifnya glukoronil transferase. Rendahnya pengambilan dalam hepatik
kemungkinan karena penurunan protein hepatik sejalan dengan penurunan
darah hepatik (Suriadi dan Yuliani 2010).

13
4. Klasifikasi Hiperbilirubin
Hiperbilirubin diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :

1) Hiperbilirubin Fisiologis
Peningkatan kadar bilirubin pada tipe ini bersifat fisiologis, relative tidak
menimbulkan komplikasi dan dampak serius. Tipe ini merupakan tipe
yang paling banyak dialami bayi baru lahir. Peningkatan bilirubin pada
tipe ini seringkali dimulai setelah 24-72 jam setelah lahir dan puncaknya
terutama pada hari ke 4-5 pada bayi cukup bulan dan hari ke 7 pada bayi
kurang bulan. Kadar bilirubin akan menurun kembali dan menghilang
pada hari ke 10-14. Peningkatan bilirubin pada tipe ini terutama pada
bilirubin yang tak terkonjugasi (indirek). Secara umum peningkatan
bilirubin tidak melebihi 15mg/dl.

2) Hiperbilirubin Patologis
Peningkatan bilirubin pada kondisi ini meliputi peningkatan bilirubin
dari kisaran normal dan membutuhkan intervensi khusus. Hiperbilirubin
patologis ini ditandai dengan munculnya jaundice pada 24 jam pertama
kehidupan disertai dengan peningkatan kadar bilirubin lebih dari
5mg/dl/hari. Karakteristik lainnya meliputi puncak peningkatan
bilirubin yang meningkat lebih tinggi dari rentang normal maksimum,
adanya jaundice lebih dari 2 minggu serta peningkatan kadar bilirubin
terkonjugasi (bilirubin direk).

5. Manifestasi Klinis
Menurut Ridha (2014) bayi baru lahir dikatakan mengalami
hiperbilirubinemia apabila tampak tanda-tanda sebagai berikut :
a. Sklera, selaput lendir, kulit atau organ lain tampak kuning akibat
penumpukan bilirubin.
b. Terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.
c. Peningkatan konsentasi bilirubin 5mg/dL atau lebih setelah 24jam.
d. Konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dL pada neonatus cukup bulan dan
12,5 mg/dL pada neonatus kurang bulan.
e. Ikterik yang disertai proses hemolisis.
14
f. Ikterik yang disertai berat badan lahir kurang dari 2000 gram, masa
gestasi kurang dari 36 minggu, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan,
infeksi trauma lahir kepala, hipoglikemia, hiperkarbia.

6. Komplikasi
Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir apabila tidak segera diatasi dapat
mengakibatkan bilirubin encephalopathy (komplikasi serius). Pada keadaan
lebih fatal, hiperbilirubinemia pada neonates dapat menyebabkan kern ikterus,
yaitu kerusakan neurologis, cerebral palsy, dan dapat menyebabkan retardasi
mental, hiperaktivitas, bicara lambat, tidak dapat mengoordinasikan otot
dengan baik, serta tangisan yang melengking (Suriadi dan Yuliani, 2010).

B. Konsep Fototerapi
1. Pengertian
Fototerapi merupakan terapi yang dilakukan dengan menggunakan
cahaya dari lampu fluorescent khusus dengan intensitas tinggi, secara umum
metode ini efektif untuk mengurangi serum bilirubin dan mencegah ikterus
(Potts & Mandleco, 2007).
Fototerapi merupakan terapi sinar untuk menurunkan kadar bilirubin
darah dengan cara memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjugasi sehingga
mudah dipecah dan larut dalam air. Fototerapi diberikan jika kadar bilirubin
total > 10 mg/dl dalam 24 jam kelahiran. Lama fototerapi ditentukan
berdasarkan kadar bilirubin neonatus dan periode waktu fototerapi dilakukan
selama 24 jam terhadap perubahan kadar bilirubin dan dilakukan berulang
hingga kadar bilirubin kembali normal. Tindakan fototerapi untuk memantau
keadaan bayi, karena dapat menyebabkan hiperpigmentasi, peningkatan suhu
dan kehilangan Insensible Water Loss (IWL) berlebih (Vivian, 2010).

2. Tujuan
- Mengubah struktur bilirubin menjadi lumirubin, zat yang larut dalam air
agar lebih mudah untuk diekskresikan melalui feses dan urin
- Berat badan meningkat
- Memberan mukosa kuning menurun
- Kulit kuning menurun

15
- Sklera kuning menurun

3. Metode Fototerapi
a. Fototerapi konvesional
Jenis fototerapi ini dilakukan dengan cara meletakkan bayi di bawah
lampu halogen atau lampu neon ultraviolet agar sinar dapat diserap tubuh
bayi melalui kulit. Mata bayi akan ditutup untuk melindungi lapisan saraf
mata dari paparan sinar ultraviolet.
b. Fototerapi serat optic
Perawatan fototerapi ini menggunakan selimut yang dilengkapi dengan
kabel serat optik dan dilakukan dengan posisi bayi berbaring. Paparan
sinar ultraviolet disalurkan melalui kabel tersebut ke bagian punggung
bayi. Perawatan ini umumnya lebih sering digunakan jika bayi terlahir
secara premature.

4. Alat fototerapi
Alat fototerapi menggunakan bola lampu berkisar antara 6-8 buah, terdiri dari
biru (F20T12),cahaya biru khusus (F20T12/BB) atau daylight fluorescent
tubes (Porter & Dennis, 2002). Spectrum cahaya yang dikirim oleh unit
fototerapi ditentukan oleh tipe sumber cahaya dan filter yang digunakan,
biasanya terdiri dari daylight, cool white, blue atau “special blue” fluorescent
tubes, green light (American Academy of Pediatrics, 2004; Bowdeen &
Greenberg, 2010).

5. Indikasi penggunaan Fototerapi

Tabel indikasi fototerapi berdasarkan kadar bilirubin serum


Usia Bayi cukup bulan sehat Bayi dengan faktor resikoa
mg/dL μmol/l mg/dl μmol/l

Kuning terlihat pada bagian tubuh manapunb


Hari ke-1
15 260 13 220
Hari ke-2

16
18 310 16 270
Hari ke-3
20 340 17 290
Hari ke-4

Dan hari seterusnya


a
faktor resiko meliputi: bayi kecil (berat lahir < 2,5 kg atau lahir sebelum
kehamilan berusia 37 minggu), hemolisis dan sepsis.
b
bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan
terlihat pada lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka
digolongkan sebagai ikterus sangat parah dan memerlukan fototerapi
secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum
untuk memulai fototerapi.

Tabel Indikasi fototerapi pada Bayi berat badan lahir rendah

Kadar bilirubin (mg/dL)


Berat badan (gr)

<1000 Fototerapi dimulai dalam usia 24 jam pertama


7-9
1000-1500
10-12
1500-2000
13-15
2000-2500

Sumber: Moeslichan, Surjono, Suradi, et al, 2004. Tatalaksana


Neonatorum di Indonesia

6. Mekasnisme kerja Fototerapi


Cara kerja fototerapi adalah dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk
yang larut dalam air untuk dieksresikan melalui empedu atau urin. Ketika
bilirubin mengbsorbsi cahaya, terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi.
Terdapat konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya bernama
lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma melalui empedu.
Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat fototerapi pada
manusia. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonyugasi diubah oleh cahaya
menjadi dipyrole yang dieksresikan lewat urin. Foto isomer bilirubin lebih
polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung bisa dieksresikan
melalui empedu. Hanya

17
18
produk foto oksidan saja yang bisa dieksresikan lewat urin (Maisels &
McDonagh, 2008).

7. Durasi Fototerapi
Durasi fototerapi dihitung berdasarkan waktu dimulainya fototerappi
sampai fototerapi dihentikan. Pencatatan durasi fototerapi yang akurat
merupakan tanggung jawab perawat karena berkaitan dengan penggantian
tabung dan lama penggunaan tabung fototerapi.Tabung diganti setelah 2000
jam penggunaan atau setelah 3 bulan,walaupun tabung masih bisa berfungsi
(Moeslichan, dkk, 2004). Durasi fototerapi ditentukan oleh penurunan nilai
total serum bilirubin sampai mencapai nilai yang diharapkan, sehingga tidak
ada penentuan berapa jam sebaiknya durasi fototerapi diberikan (American
Academy of Pediatrics, 2004).

8. Prosedur Fototerapi
Prosedur fototerapi berdasarkan hasil tim Health Technology
Assessment Indonesia (2004) adalah memulai fototerapi, bila ikterus
diklasifikasikan sebagai icterus berat, kemudian tentukan apakah bayi
memiliki faktor resiko berikut: berat lahir <2,5 kg, lahir sebelum usia
kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis dengan mengambil contoh darah
bayi dan melakukan tes Coombs. Bila kadar bilirubin serum dibawah nilai
dibutuhkannya terapi sinar, hentikan fototerapi akan tetapi bila kadar bilirubin
serum berada pada atau diatas nilai dibutuhkannya terapi sinar, lakukan
fototerapi (Moeslichan, dkk, 2004, American Academy of Pediatrics,2004).
Pengukuran kadar bilirubin serum dilakukan setiap 24 jam, kecuali
kasus- kasus khusus. Fototerapi dihentikan bila kadar serum bilirubin kurang
dari 13 mg/dL akan tetapi bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa, hentikan
fototerapi setelah 3 hari. Fototerapi dihentikan, observasi bayi selama 24 jam
dan ulangi pemeriksaan bilirubin serum bila memungkinkan, atau perkirakan
keparahan icterus menggunakan metode klinis (Moeslichan, dkk, 2004,
American Academy of Pediatrics, 2004).
Fototerapi diulang bila ikterus kembali ditemukan atau bilirubin serum
berada diatas nilai untuk memulai fototerapi sampai bilirubin serum dari hasil

19
pemeriksaan atau perkiraan melalui metode klinis berada di bawah nilai untuk
memulai fototerapi. Bayi bisa makan dengan baik, tidak ada masalah lain
selama perawatan dan fototerapi sudah tidak diperlukan lagi maka bayi segera
dipulangkan ((Moeslichan, dkk, 2004, American Academy of Pediatrics,
2004).).

9. Peran perawat dalam prosedur fototerapi


Asuhan keperawatan yang diberikan selama pelaksanaan prosedur
fototerapi mulai dari tahap persiapan alat sampai proses pelaksanaan
fototerapi menjadi tanggung jawab perawat untuk memastikan bayi menjalani
prosedur fototerapi secara tetap. Adapun langkah-langkah yang dilakukan
oleh perawat adalah sebagai berikut:
a. Lakukan pengkajian terhadap bayi, indikasi penggunaan fototerapi pada
bayi.
b. Siapkan ruangan tempat unit fototerapi ditempatkan, suhu dibawah
lampu antara 30°C sampai 38°C.
c. Kemudian nyalakan mesin dan pastikan semua tabung fluoresens
berfungsi dengan baik dan mengganti tabung/lampu fluoresens
berfungsi dengan baik dan mengganti tabung/lampu fluoresens yang
telah rusak atau berkelip-kelip, jangan lupa untuk mencatat tanggal
penggantian tabung dan lama penggunaan tabung tersebut. Tabung
diganti setelah 2000 jam penggunaan atau setelah 3 bulan, walaupun
tabung masih bisa berfungsi (Moslichan, dkk, 2004).
d. Gunakan handrub/ cuci tangan sesuai langkah cuci tangan yang benar
e. Ambil bayi dan tempatkan bayi dibawah sinar fototerapi. Jika berat bayi
2 kg atau lebih, tempatkan bayi dalam keadaan telanjang pada basiner
dan bayi yang lebih kecil ditempatkan dalam inkubator.
f. Letakkan bayi sesuai petunjuk pemakaian alat dan tutupi mata bayi
dengan penutup mata, dan genitalia bayi dengan popok/diapers.
g. Ubah posisi bayi setiap2-4 jam sekali.
h. Tetap motivasi ibu untuk menyusui bayinya dengan ASI sesuai
keinginan dan kebutuhan atau setiap 3 jam sekali.

20
i. Pindahkan bayi dari unit fototerapi dan lepaskan penutup mata selama
menyusui akan tetapi jangan pindahkan bayi dari sinar fototerapi bila
bayi menerima cairan melalui intravena atau makanan melalui OGT
(Moeslichan, dkk, 2004).
j. Lakukan evaluasi terhadap bayi
k. Dokumentasikan tindakan: catat efek samping yang terjadi selama
menjalani fototerapi seperti letargi, peningkatan kehilangan cairan,
perubahan warna kulit. kerusakan retina dan peningkatan suhu tubuh
yang diketahui dengan mengukur suhu bayi dan suhu udara dibawah
sinar fototerapi setiap 3 jam. Matikan sinar fototerapi sebentar bila bayi
sedang menerima oksigen untuk mengetahui apakah bayi mengalami
sianosis sentral (Mali, 2004).

21
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan Hubungan Fototerapi Dengan
Penurunan Kadar Billirubin Total Pada Bayi Baru Lahir Di RS Aulia Jagakarsa, dapat
ditarik kesimpulan: Pemberian fototerapi untuk menurunkan kadar billirubin pada
bayi baru lahir yang mengalami hiperbillirubin sangat efektif, dengan mendapatkan
fototerapi kadar bilirubin pada bayi baru lahir akan turun dan secara klinis bayi juga
tidak tampak kuning lagi, selain itu pemberian fototerapi akan mengurangi kebutuhan
transfusi tukar, tetapi harus diperhatikan efek samping jangka pendek dari fototerapi
seperti dehidrasi, diare, dan lain-lain.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan temuan adanya keterbatasan dalam penelitian, maka
penulis memberikan saran sebagai berikut:
1. Bagi Institusi RS Aulia Jagakars Diharapkan tetap mempertahankan fototerapi
pada pasien ikterik pada bayi baru lahir di RS Aulia Jagakarsa dengan prosedur
pelaksanaan dan tatacara yang tepat, serta memberikan bimbingan kepada ibu
tentang cara pencegahan atau meminimalisir kejadian ikterik pada bayi baru lahir.

2. Bagi masyarakat dapat mencari informasi berkaitan dengan kejadian ikterik pada
bayi baru lahir baik melalui tenaga kesehatan, media maupun teman yang lain
yang telah memiliki anak, sehingga dapat melakukan langkah dan
penatalaksanaan bayi baru lahir.

22
DAFTAR PUSTAKA

Maisels, M.J., & McDonagh, A. F. (2008). Phototherapy for neonatal jaundice. The
New England Journal of Medicine

Hockenberry , J.M. & Wilson, D. (2009). Essentials of pediatric nursing. St.Louis:


Mosby An Affilite of Elsevier inc

Kosim, M.S.,dkk, 2010. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta : Badan Penerbit IDAI

Moeslichan et al. (2004). Tatalaksana Ikterus Neonatorum di Indonesia. Jakarta :


HTA Indonesia

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). 2015 atau Riskesdas. 2015. Riset Kesehatan
Dasar. Departemen Keseharan Republik Indonesia

Kemenkes RI. (2016). Survey Demografi Dan Kesehatan Indonesia IDAI.

(2013). Indikasi Terapi Sinar pada Bayi Menyusui yang Kuning

Anggraini, H. (2016). Faktor - faktor yang berhubungan dengan kejadian icterus


pada neonatal. Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan

Bobak, I.M., Lowdermilk, D.L., & Jensen,M.D. (2005). Buku ajar


keperawatan maternitas. Jakarta: EGC

Azlin, E. (2011). Efektivitas Fototerapi Ganda dan Fototerapi Tunggal dengan


Tirai Pemantul pada Neonatus yang Mengalami Jaundice. Jurnal Fakultas
Kedokteran USU

Atika, V,. & Jaya, P.(2016). Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Neonatus, Bayi,
Balita dan Anak Pra Sekolah. Jakarta: CV. Trans Info Media

23
Khusna, N. (2013). Faktor Risiko Neonatus Bergolongan Darah A atau B dari Ibu
Bergolongan Darah O terhadap Kejadian Hiperbilirubinemia. Jurnal
Kedokteran Diponegoro

Suradi .,& Yuliani. R.(2010). Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: CV.
Sagung Seto

Ridha, N.(2014). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar Vivian, N. (2010). Asuhan neonatus bayi dan balita. Salemba

Medika

American Academy of Pediatrics. (2004). Management of hyperlibirubinemia in


the newborn infant 35 or more weeks of gestation. American academy of
pediatrics.

https://sardjito.co.id/2022/08/31/mengenal-fototerapi-untuk-neonatus/

Alimul Hidayat, A. Aziz. (2008). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta:


Salemba Medika
https://www.google.co.id/books/edition/Pengantar_Ilmu_Kesehatan_Anak_
untuk_Pend/mmxAfqKkaNQC?hl=id&gbpv=1&dq=hiperbilirubin&pg=PA
94&printsec=frontcover

Kusumaningsih, Fransisca S.,dkk. (2023). Asuahn Keperawatan Anak dengan


Kelainan Kongenital dan Bayi Risiko Tinggi. PT. Sonpedia Publishing
Indonesia
https://www.google.co.id/books/edition/ASUHAN_KEPERAWATAN_AN
AK_DENGAN_KELAINAN/ZzfOEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=hiper
bilirubin&pg=PA13&printsec=frontcover

24

Anda mungkin juga menyukai