Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PENDAHULUAN NEFROLITHIASIS

DI RSUD dr. M. YUNUS BENGKULU


TAHUN 2022

EVI NURHASANAH
NIM:202001001

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SAPTA BAKTI


PRODI DIII KEPERAWATAN
TAHUN 2022
HALAMAN PERSETUJUAN

Laporan Pendahuluan Oleh EVI NURHASANAH NIM 202001001 dengan judul


“LAPORAN PENDAHULUAN NEFROLITIASIS “
telah diperiksa dan disetujui

Mengetahui,

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

NIP/NIK. NIDN/NIK.

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SAPTA BAKTI


PRODI DIII KEPERAWATAN
TAHUN 2022

2
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :Evi Nurhasanah

Nim :202001001

Program studi :DIII Keperawatan

Institusi : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sapta Bakti Bengkulu

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Laporan Asuhan Keperawatan yang


saya tulis ini adalah benar-benar merupakan hasil karya tulis sendiri dan bukan
merupakan pengambilan alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya aku
sebagai hasil tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat di buktikan Laporan Asuhan


Keperawatan ini hasil jiblakan, Maka saya bersedia menerima sanksi atas
perbuatan tersebut.

Bengkulu, 9 Juli 2022

Mengetahui

Dosen Pembimbing Pembuat Pernyataan

NIDN/NIK. NIM.

3
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Lapran Asuhan Keperawatan
ini. Penulisan Laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk mencapai kompetensi Praktik Klinik Keperawatan II (PKK II) pada
Program Studi DIII Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sapta Bakti.
Laporan Asuhan Keperawatan ini terwujud atas bimbingan dan pengarahan dari
Ibu Ns.Siska Iskandar, MAN selaku pembimbing serta bantuan dari berbagai
pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis pada kesempatan ini
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ibu Djusmalinar, SKM, M.Kes selaku Ketua STIKes Sapta Bakti
2. Ibu Ns. Siska Iskandar, M.A.N sebagai Ketua Program Studi DIII Keperawatan
STIKes Sapta Bakti
3. Ibu Ns. Siska Iskandar, MAN sebagai pembimbing akademik
4. Bapak Saprudin, S.Kep Ns sebagai pembimbing lahan
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala dukungan dan kebaikan semua pihak yang telah membantu.
Semoga Lapiran ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Bengkulu, 9 Juli 2022

Penulis

4
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


Tabel 2.1 Analisa data 17
Tabel 2.1 Intervensi keperawatan 20
Tabel 2.2 Pengkajian 39
Tabel 4.2 Pemeriksaan fisik 40
Tabel 4.3 Aktivitas sehari-hari 43
Tabel 4.4 Pemeriksaan penunjang 44
Tabel 4.5 Penatalkasanaan obat 45
Tabel 4.6 Analisa data 46
Tabel 4.7 Intervensi keperawatan 59
Tabel 4.8 Implementasi keperawatan 52
Tabel 4.9 Evaluasi keperawatan 90

5
DAFTAR BAGAN

Nomor Bagan Judul Halaman


Bagan 2.1 WOC 9
Bagan 3.1 Tahapan penelitian 36

6
DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Halaman


Gambar 2.1 Anatomi 9

7
DAFTAR SINGKATAN

Singkatan/istilah Kepanjangan/makna
WHO : World Health Organization
ESWL : ekstrakorporeal/extracorporeal shock wave lithotripsy
PCNL : percutaneous nephrolithotomy
URS : ureteroskopi

8
DAFTAR ISTILAH

Singkatan/istilah kepanjangan/makna
Nefrolitiasis Batu yang terbentuk dari endapan mineral di kandung kemih.
Bila batu kandung kemih menyumbat saluran kemih maka
akan timbul keluhan berupa sesak dan nyeri saat buang air
kecil, bahkan kencing berdarah

9
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nefrolitiasis (batu ginjal) merupakan salah satu penyakit ginjal, dimana
ditemukannya batu yang mengandung komponen kristal dan matriks organik
yang merupakan penyebab terbanyak kelainan saluran kemih (Hanley JM, 2015).
Batu ginjal dialami oleh sekitar 1,7 sampai 14,8% populasi umum dan baik
prevalensi maupun insidennya meningkat secara global. Diseluruh dunia rata
rataterdapat 1-12% penduduk yang menderita batu ginjal. Penyakit ini termasuk
dalam tiga penyakit terbanyak di bidang urulogi (Basuki, 2011). Nyeri
merupakan perasaan yang tidak menyenangkan yang terkadang dialami oleh
seseorang. Nyeri biasa terjadi pada seseorang dalam keadaan fisiologis yang
berbeda termasuk pada seseorang yang menderita batu ginjal (nefrolitiasais).
Nyeri sering dirasakan pada pinggang ke arah bawah dan depan, nyeri dapat
bersifat kolik atau non kolik, nyeri juga dapat menetap dan terasa sangat hebat
(Basuki, 2015)
Penyakit batu ginjal menyebar diseluruh dunia dengan perbedaan di
negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan di negara maju
lebih banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter),
perbedaan ini dipengaruhi status gizi dan mobilitas aktivitas sehari-hari. Angka
prevalensi rata rata di seluruh dunia adalah 1-12% penduduk menderita batu
ginjal. Batu ginjal merupakan penyakit yang jumlahnya penderitanya relative
tinggi di Asia, khususnya di Indonesia (Fauzi & Putra, 2016).
Di Indonesia kasus nefrolitiasis relatif tinggi jumlah penderitanya (0,5%
dari populasi). Data yang dikumpulkan dari rumah sakit di seluruh Indonesia
pada tahun 2002 sebanyak 37.636 kasus baru dengan jumlah kunjungan sebesar
58.959 orang. Sedangkan jumlah pasien yang dirawat adalah sebesar 19.018
orang, dengan jumlah kematian adalah sebesar 378 orang. Prevalensi kejadian
batu ginjal di Indonesia berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar menurut
(Depkes, 2013) menyatakan prevalensi kejadian batu ginjal sebesar 0,6% atau 6

10
dari 1000 penduduk, Prevalensi tertinggi penyakit nefrolitiasis yaitu di daerah DI
Yogyakarta (1,2%) dan Aceh (0,9%), Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi
Tengah masing-masing (0.8%). Berdasarkan data yang diperoleh di RSUD Dr.
Soegiri Lamongan Jawa Timur. penyakit batu ginjal termasuk 10 besar jenis
penyakit rawat inap dengan jumlah pasien 114 s/d Maret 2019.
Peran perawat sebagai pemberi layanan asuhan keperawatan pada pasien
batu ginjal dengan pengurangan nyeri dan pemberi terapi medikasi pada
pengurangan nyeri dapat dilakukan pemberian morfin atau meperiden untuk
mencegah syok dan sinkop akibat nyeri yang luar biasa, mandi air panas atau
hangat di area panggul. Sebagai pemberi terapi medikasi, yaitu dengan membuat
pengenceran dimana batu sering terbentuk dan membatasi makanan yang
memberikan kontribusi dalam pembentukan batu serta anjurkan klien untuk
bergerak agar mengurangi pelepasan kalsium dari tulang. Selain itu juga bisa
diberikan terapi medis meliputi TEM. ESWL. PCNL, Uteroskopi dan OSS (Bare
& Smeltzer, 2010). Komplikasi dari penyakit batu ginjal bisa terjadi ketika
ukuran dari batu semakin bertambah besar. Hal tersebut bisa mengakibatkan
terhambatnya aliran urine. Selain itu, kondisi ini juga bisa memicu terjadinya
infeksi maupun kerusakan pada ginjal secara permanen atau penyakit ginjal
kronis.
B. Rumusan masalah
Bagaimana pengelolaan masalah risiko Infeksi pada pasien post operasi
nefrolitiasis.

C. Tujuan
a. Menggambarkan data (subjektif/objektif dan data sekunder) yang
spesifik pada pengkajian risiko infeksi pasien nefrolitiasis.
b. Menggambarkan diagnosa keperawatan risiko infeksi pada pasien post
operasi nefrolitiasis dengan tepat.
c. Menggambarkan perencanaan yang tepat untuk mengatasi masalah risiko
infeksi pada pasien post operasi nefrolitiasis.
d. Menggambarkan tindakan keperawatan yang rasional dilakukan pada
masalah risiko infeksi pada pasien post operasi nefrolitiasis.

11
e. Menggambarkan evaluasi masalah keperawatan yang menunjukan
masalah risiko infeksi teratasi/tidak teratasi pada pasien post operasi
nefrolitiasis.

D. Manfaat

Hasil penulisan laporan pendahhuluan ini diharapkan dapat memberikan


sumbangan untuk meningkatkan pengetahuan dan praktik terutama dalam
pemberian pengelolaan pasien post operasi nefrolitiasis yang mengalami masalah
risiko infeks.

12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis

1. Definisi

Nefrolitiasis (batu ginjal) merupakan salah satu penyakit ginjal, dimana


ditemukannya batu yang mengandung komponen kristal dan matriks organik
yang merupakan penyebab terbanyak kelainan saluran kemih (Hanley JM,
2015). Lokasi batu ginjal khas dijumpai di kaliks, atau pelvis dan bila keluar
akan terhenti dan menyumbat pada daerah ureter (batu ureter) dan kandung
kemih (batu kandung kemih). Batu ginjal dapat terbentuk dari kalsium, batu
oksalat, kalsium oksalat, atau kalsium fosfat. Namun yang paling sering
terjadi pada batu ginjal adalah batu kalsium.
Nefrolitiasis (batu ginjal) merupakan suatu keadaan dimana terdapat satu
atau lebih batu di dalam pelvis atau kaliks dari ginjal.Secara garis besar
pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik.
Faktor intrinsik yaitu umur, jenis kelamin, dan keturunan, sedangkan faktor
ekstrinsik yaitu kondisi geografis, iklim, kebiasaan makan, zat yang
terkandung dalam urin, pekerjaan, dan sebagainya

13
Batu ginjal atau nefrolitiasis adalah terbentuknya struktur kristal di
saluran kemih yang telah mencapai ukuran yang cukup sehingga
menimbulkan gejala. Batu dapat terbentuk dari kalsium, fosfat, atau
kombinasi asam urat yang biasanya larut dalam urin
Gagal ginjal merupakan penyakit metabolic kronik yang menjadi
masalah kesehatan di berbagai belahan dunia. Menurut hasil penelitian
Organisasi Kesehatan Dunia World Health Organization (WHO) yang
memperkirakan pertumbuhan penderita gagal ginjal di Indonesia periode
1995 – 2025 bisa mencapai 41%. Pemicu utama pasien gagal ginjal
adalah pola konsumsi masyarakat. Semakin konsumtif masyarakat tanpa
memikirkan komposisi makanan yang sehat, itu menyebabkan semakin
tingginya resiko untuk terkena gagal ginjal.

2. Anatomi fisiologi

a. Ginjal
Menurut Mary Baradero (2008:2) ginjal terletak
dibelakang peritoneum parietal (retro-peri-toneal), pada dinding
abdomen posterior. Ginjal juga terdapat pada kedua sisi aorta abdominal
dan vena kava inferior. Hepar menekan ginjal ke bawah sehingga ginjal
kanan lebih rendah daripada ginjal kiri. Ukuran setiap ginjal orang

14
dewasa adalah panjang 10 cm, 5,5 cm pada sisi lebar, dan 3 cm pada sisi
sempit dengan berat setiap ginjal berkisar 150 g (Arif Muttaqin, 2011:3).
Ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula renalis yang
terdiri dari jaringan fibrus berwarna ungu tua (Syaifuddin, 2006:237).
Tarwoto (2009:314) menjelaskan ginjal disokong oleh jaringan adipose
dan jaringan penyokong yang disebut fasia gerota serta di bungkus oleh
kapsul ginjal, yang berguna untuk mempertahankan ginjal, pembuluh
darah, dan kelenjar adrenal terhadap adanya trauma.
Satuan unit fungsional ginjal adalah nefron. Setiap ginjal memiliki
satu juta nefron. Terdapat dua macam nefron, yaitu kortikal dan juksta
medular. Delapan puluh lima persen dari semua nefron terdiri atas nefron
kortikal, sedangkan 15% terdiri atas nefron jukstamedular. Kedua macam
nefron ini diberi nama sesuai dengan letak glomerulinya dalam renal
parenkim. Nefron kortikal berperan dalam konsentarsi dan difusi urine.
Struktur urine yang berkaitan dengan proses pembentukan urine
adalah korpus, tubulus renal, tubulus koligentes. Korpus ginjal terdiri
dari glomerulus dan kapsula bowman yang membentuk ultrafiltrat dari
darah. Tubulus renal terdiri atas tubulus kontortus proksimal, ansa henle,
dan tubulus kontortus distal. Ketiga tubulus renal ini berfungsi dalam
reabsorpsi dan sekresi dengan mengubah volume dan komposisi
ultrafiltrat sehingga terbentuk produk akhir, yaitu urine (Mary Baradero,
2008:5). Nefron jukstamedular adalah nefron yang terletak di korteks
renal sebelah dalam dekat medulla (Arif Muttaqin, 2011:5). 
b.      Bagian – Bagian dalam Ginjal
Menurut Tarwoto (2009:314) ginjal terdiri dari 3 area yaitu:
1)        Korteks
Korteks merupakan bagian paling luar ginjal, dibawah fibrosa
sampai dengan lapisan medulla, tersusun atas nefron-nefron yang
jumlahnya lebih dari 1 juta. Semua glomerulus berada di korteks
dan 90% aliran darah menuju korteks.
2)         Medula

15
Medulla terdiri dari saluran-saluran atau duktus collecting yang
disebut pyramid ginjal yang tersusun antara 8-18 buah.
3)        Pelvis
Pelvis merupakan area yang terdiri dari kaliks minor yang
kemudian bergabung menjadi kalik mayor. Empat sampai lima
kaliks minor bergabung menjadi kaliks mayor dan dua sampai
tiga kaliks mayor bergabung menjadi pelvis ginjal yang
berhubungan dengan ureter bagian proksimal.
3. Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih,
dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang idiopatik.
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor- faktor tersebut
antara lain :
1.Faktor Intrinsik :
a.       Herediter (keturunan).
b.      Umur : sering dijumpai pada usia 30-50 tahun.
c.       Jenis Kelamin : jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak
dibandingkan dengan pasien perempuan.
2.Faktor Ekstrinsik :
a.       Geografis : Pada beberapa daerah menunjukan angka kejadian
batu saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain
sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu),
sedangkan daerah batu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai
penyakit batu saluran kemih.
b.      Iklim dan temperatur
c.       Asupan air : Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral
kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden
batu saluran kemih.

16
d.      Diet : Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah
terjadinya penyakit batu saluran kemih.
e.       Pekerjaan : Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang
pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas atau sedentary
life.
4. Manifestasi klinis
a. Batu ginjal dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala
berat. Umumnya gejala berupa obstruksi aliran kemih dan infeksi.
Gejala dan tanda yang dapat ditemukan pada penderita batu ginjal
antara lain:
b. Nyeri dapat terjadi secara hebat tergantung dari lokasi letak batu
terutama bila batu terletak di ureter.
c. Batu di ginjal dapat menimbulkan obstruksi atau infeksi
d. Hematuria disebabkan oleh iritasi dan cidera struktur ginjal yang
disertai batu
e. Distensi pelvis ginjal
f. Rasa panas dan terbakar di pinggang
g. Peningkatan suhu tubuh (demam)
h. Gejala gastrointestinal : mual, muntah diare
5. Patofisiologi
Adanya kalkuli dalam traktus urinarius disebabkan oleh dua fenomena
dasar. Fenomena pertama adalah supersaturasi urin oleh konstituen pembentuk
batu, termasuk kalsium, oksalat, dan asam urat. Kristal atau benda asing dapat
bertindak sebagai matriks kalkuli, dimana ion dari bentuk kristal super jenuh
membentuk struktur kristal mikroskopis. Kalkuli yang terbentuk memunculkan
gejala saat mereka membentur ureter waktu menuju vesica urinaria.
Faktor risiko nefrolitiasis (batu ginjal) umumnya biasanya karena adanya
riwayat batu di usia muda, riwayat batu pada keluarga, ada penyakit asam urat,
kondisi medis lokal dan sistemik, predisposisi genetik, dan komposisi urin itu
sendiri. Komposisi urin menentukan pembentukan batu berdasarkan tiga faktor,
berlebihnya komponen pembentukan batu, jumlah komponen penghambat

17
pembentukan batu (seperti sitrat, glikosaminoglikan) atau pemicu (seperti
natrium, urat). Anatomis traktus anatomis juga turut menentukan kecendrungan
pembentukan batu (Basuki B, 2015).
Nefrolitiasis berdasarkan komposisinya terbagi menjadi batu kalsium,
batu struvit, batu asam urat, batu sistin, batu xanthine, batu triamteren, dan batu
silikat. Pembentukan batu pada ginjal umumnya membutuhkan keadaan
supersaturasi. Namun pada urin normal, ditemukan adanya zat inhibitor
pembentuk batu. Pada kondisi-kondisi tertentu, terdapat zat reaktan yang dapat
menginduksi pembentukan batu. Adanya hambatan aliran urin, kelainan
bawaan pada pelvikalises, hiperplasia prostat benigna, striktura, dan buli
bulineurogenik diduga ikut berperan dalam proses pembentukan batu
(Mochammad S, 2014).
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik
maupun anorganik yang terlarut dalam urin. Kristal-kristal tersebut akan tetap
berada pada posisi metastable (tetap terlarut)dalam urin jika tidak ada keadaan-
keadaan yang menyebabkan presipitasi kristal. Apabila kristal mengalami
presipitasi membentuk inti batu, yang kemudian akan mengadakan agregasi
dan menarik bahan-bahan yang lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar.
Kristal akan mengendap pada epitel saluran kemih dan membentuk batu yang
cukup besar untuk menyumbat saluran kemih sehingga nantinya dapat
menimbulkan gejala klinis.
Terdapat beberapa zat yang dikenal mampu menghambat pembentukan
batu. Diantaranya ion magnesium (Mg), sitrat, protein Tamm Horsfall (THP)
atau uromukoid, dan glikosaminoglikan. Ion magnesium ternyata dapat
menghambat batu karena jika berikatan dengan oksalat, akan membentuk
garam oksalat sehingga oksalat yang akan berikatan dengan kalsium menurun.
Demikian pula sitrat jika berikatan dengan ion kalsium (Ca) untuk membentuk
kalsium sitrat, sehingga jumlah kalsium oksalat akan menurun (Mochammad S,
2014).

18
6. WOC (Way Of Cause)
Pengendapan garam mineral, Infeksi,
Mengubah pH urine dari asam menjadi alkalis

pembentukan batu

Obstruksi saluran kemih

Nefrolitiasis (batu ginjal)

Obstruksi di ureter Peningkatan distensi abdomen Kuran pengetahuan

Kalkulus berada di ureter Anoreksia Cemas


CEMASS

Gesekan pada dinding ureter Mual/muntah

Rangsangan terhadap nyeri Output berlebihan

Persepsi nyeri

Defisit nutrisi

Gangguan rasa nyaman,


nyeri akut

Intoleransi aktivitas

Sumber Mansjoer Arief, 2000

19
7. Komplikasi
Menurut Nursalam (2011) komplikasi yang disebabkan dari batu pada
ginjal adalah:
a. Sumbatan: akibat pecahan batu (Obstruksi)
b. Infeksi: akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat
obstruksi.
c. Kerusakan fungsi ginjal: akibat sumbatan yang lama sebelum
pengobatan dan pengangkatan batu ginjal
d. Hidronefrosis
8. Pencegahan
Cara penanggulangan batu ginjal dan kemih bervariasi. Yang utama
dicari kasusnya, letak dan ukuran batunya. Kemudian baru ditentukan diatasi
dengan cara yang mana yang paling tepat atau kombinasi berbagai cara.
Kalau letak batu sulit dijangkau atau terlalu besar, jalan satu-satunya dengan
pembedahan. Kalau ginjal yang ditumbuhi batu mulai rusak, harus diangkat,
agar ginjal yang masih sehat tidak ikut rusak. Ada beberapa cara yang dapat
dilakukan untuk mencegah timbulnya batu ginjal (Selamiharja, Nanny, 1998)
yaitu:
a. Obat diuretik thiazid (misalnya trichlormetazid) akan mengurangi
pembentukan batu yang baru
b. Dianjurkan untuk banyak minum air putih (8-10 gelas per hari)
c. Diet rendah kalsium seperti ikan salam, sarden, keju, sayur kol.
Makin tinggi kalsium, kian tinggi pula eskresinya yang menambah
pembentukan kristalisasi garam-garam kapur.
d. Untuk meningkatkan kadar sitrat (zat penghambat pembentuk batu
kalsium) di dalam air kemih, diberikan kalsium sitrat.
e. Kadar oksalat yang tinggi dalam air kemih, yang menyokong
terbentuknya batu kalsium, merupakan akibat mengkonsumsi
makanan yang kaya oksalat (misalnya bayam, coklat, kacang-
kacangan, merica dan teh). Oleh arena itu asupan makanan tersebut
dikurangi.

20
f. Pengobatan penyakit yang dapat menimbulkan batu ginjal seperti
hyperparatiroidisme, sarkoidosis, keracunan vitamin D, asidosis
tubulus renalis atau kanker.
g. Dianjurkan mengurangi asupan daging, ikan dan unggas, jeroan
karena makanan tersebut menyebabkan meningkatnya kadar asam
urat di dalam air kemih.
h. Untuk mengurangi pembentukan asam urat biasa diberikan
allopurinol.
i. Kurangi minuman bersoda dan es teh karena mengandung asam
osfalat yang akan meningkatkan pembentukan batu dalam ginjal.
j. Mulailah berolahraga dan kurangi berat badan

9. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk penyakit nefrolitiasis terdiri dari :
a. Radiologi secara radiologi, batu dapat radiopak atau radiolusen.
Sifat radiopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu ginjal sehingga
dari sifat ini dapat diduga batu dari jenis apa yang ditemukan.
b. Ultrasonografi (USG) dilakukan pada pasien tidak mungkin
menjalani pemeriksaan.
c. IVP, yaitu pada keadaan-keadaan alergi terhadap bahan kontras,
faal ginjal yang menurun dan pada wanita yang sedang hamil.
d. Batu yang tidak menimbulkan gejala, mungkin akan diketahui
secara tidak sengaja pada pemeriksaan analisa air kemih rutin
(urinalisis).
e. Analisa air kemih mikroskopik bisa menunjukkan adanya darah,
nanah atau kristal batu yang kecil. Biasanya tidak perlu dilakukan
pemeriksaan lainnya, kecuali jika nyeri menetap lebih dari
beberapa jam atau diagnosisnya belum pasti.
f. Pemeriksaan tambahan yang bisa membantu menegakkan diagnosis
adalah pengumpulan air kemih 24 jam

21
g. Pengambilan contoh darah untuk menilai kadar kalsium, sistin,
asam urat dan bahan lainnya yang bisa menyebabkan terjadinya
batu.
h. Rontgen perut bisa menunjukkan adanya batu kalsium dan batu
struvit.
Pemeriksaan lainnya yang mungkin perlu dilakukan adalah urografi
intravena dan urografi retrograd
10. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
1) Hidrasi IV
2) Analgesik bukan narkoba (eg, APAP)
3) Analgesik narkoba PO/IV (eg, codeine, butorphanol,
morphine sulfate, oxycodone / APAP, hydrocodone / APAP,
meperidine, nalbuphine)
4) NSAIDS (eg, ketorolac, ketorolac intranasal, ibuprofen)
5) Agen urikosurik (eg, allopurinol)
6) Antimual (eg, metoclopramide)
7) Antidiuretik (eg, DDAVP)
8) Antibiotik (eg, ampicillin, gentamicin, ticarcillin/clavulanic
acid, ciprofloxacin, levofloxacin, ofloxacin)
9) Agen alkalinisasi (eg, potassium citrate, sodium bicarbonate):
untuk batu asam urat dan Sistine
10) Corticosteroids (eg, prednisone, prednisolone)
11) Calcium channel blockers (eg, nifedipine)
12) Alpha blockers (eg, tamsulosin, terazosin)
b. Non farmakologi
1. Percutaneus Nephrolitotomy (PCNL)
Merupakan salah satu tindakan minimal invasif di bidang
urologi yang bertujuan mengangkat batu ginjal dengan
menggunakan akses perkutan untuk mencapai sistem pelviokalises.
Prosedur ini sudah diterima secara luas sebagai suatu prosedur

22
untuk mengangkat batu ginjal karena relatif aman, efektif, murah,
nyaman, dan memiliki morbiditas yang rendah, terutama bila
dibandingkan dengan operasi terbuka.
Keuntungan prosedur PCNL adalah angka bebas batu yang
lebih besar dari pada ESWL, dapat digunakan untuk terapi batu
gunjal berukuran besar (>20 mm), dapat digunakan padabatu kalik
inferior yang sulit di terapi dengan ESWL, dan morbiditasnya yang
lebih rendah di bandingkan dengan operasi terbuka baik dalam
respon sistemik tubuh maupun preservasi terhadap fungsi ginjal
pasca operasi.
Kelemahan PCNL adalah dibutuhkan keahlian kusus dalam
pengalaman untuk melakukan prosedurnya. Saat ini operasi
terbuka batu ginjal sudah banyak di ganti oleh prosedur PCNL dan
ESWL baik dalam bentuk monoterapi maupun kombinasi, hal ini
disebabkan morbiditas operasi terbuka lebih besar dibandingkan
kedua modalitas lainnya. PCNL dianjurkan untuk :
a. Batu pilium simpel dengan ukuran > 2 cm, dengan angka
bebas batu sebesar 89%, lebih tinggi dari angka bebas batu
bila dilakukan ESWL yaitu 43 %.
b. Batu kalik ginjal, terutama batu kalik inferior dengan ukuran
2 cm dengan angkan bebas batu 90% dibandingkan dengan
ESWL 28,8 %. Batu kalik superior biasanya dapat diambil
dari akses kalik inferior sedangkan untuk batu kalik media
seringkali sulit bila akses berasal dari kalik inferior sehingga
membutuhkan akses yang lebih tinggi.
c. Batu multipel, pernah dilaporkan kasus multipel pada ginjal
tapal kuda dan berhasil di ekstraksi batu sebanyak 36 buah
dengan hanya menyisakan 1 fragmen kecil pada kalik media
posterior.
d. Batu pada ureteropelvik juntion dan ureter proksimal. Batu
pada tempat ini seringkali infacted dan menimbulkan

23
kesulitan saat pengambilannya. Untuk batu ureter proksimal
yang letaknya sampai 6 cm proksimal masih dapat di jangkau
dengan nefroskop, namun harus diperhatikan bahaya
terjadinya preforasi dan kerusakan ureter, sehungga teknik ini
direkomendasikan hanya untuk yang berpengalaman.
e. Batu ginjal besar. PCNL pada batu besar terutama staghorn
membutuhkan waktu operasi yang lebih lama, mungkin juga
membutuhkan beberapa sesi operasi, dan harus diantisipasi
kemungkinan adanya batu sisa, keberhasilan sangat berkaitan
dengan pengalaman operator.
f. Batu pada solitari kidney lebih aman dilakukan terapi dengan
PCNL dibandingkan dengan bedah terbuka.
2. Terapi konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter kurang
dari 5 mm. Batu ureter yang besarnya kurang dari 5 mm bisa
keluar spontan (Fillingham dan Douglass, 2000). Untuk
mengeluarkan batu kecil tersebut terdapat pilihan terapi konservatif
berupa (American Urological Association, 2005):
a. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
b. α - blocker
c. NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping
ukuran batu syarat lain untuk terapi konservatif adalah berat
ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan obstruksi.
Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan konservatif bukan
merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi
pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan
dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap
obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan intervensi
(American Urological Association, 2005)
3. Extracorporal Shock Wave Lithotripsy ( ESWL )

24
ESWL banyak digunakan dalam penanganan batu saluran
kemih. Badlani (2002) menyebutkan prinsip dari ESWL adalah
memecah batu saluran kemih dengan menggunakan gelombang
kejut yang dihasilkan oleh mesin dari luar tubuh. Gelombang
kejut yang dihasilkan oleh mesin di luar tubuh dapat difokuskan
ke arah batu dengan berbagai cara. Sesampainya di batu,
gelombang kejut tadi akan melepas energinya. Diperlukan
beberapa ribu kali gelombang kejut untuk memecah batu hingga
menjadi pecahan-pecahan kecil, selanjutnya keluar bersama
kencing tanpa menimbulkan sakit.
Al-Ansari (2005) menyebutkan komplikasi ESWL untuk
terapi batu ureter hampir tidak ada. Keterbatasan ESWL antara
lain sulit memecah batu keras (misalnya kalsium oksalat
monohidrat), perlu beberapa kali tindakan, dan sulit pada orang
bertubuh gemuk. Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter
distal pada wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan
dengan serius karena ada kemungkinan terjadi kerusakan pada
ovarium.
4. Ureterorenoskopic (URS)
Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah
mengubah secara dramatis terapi batu ureter. Kombinasi
ureteroskopi dengan pemecah batu ultrasound, EHL, laser dan
pneumatik telah sukses dalam memecah batu ureter. Keterbatasan
URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter yang
besar, sehingga diperlukan alat pemecah batu seperti yang
disebutkan di atas. Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah
batu tertentu, tergantung pada pengalaman masing-masing
operator dan ketersediaan alat tersebut
5. Operasi Terbuka
Fillingham dan Douglass (2000) menyebutkan bahwa
beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin masih

25
dilakukan. Hal tersebut tergantung pada anatomi dan posisi batu,
ureterolitotomi bisa dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau
anterior. Saat ini operasi terbuka pada batu ureter kurang lebih
tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada penderita-penderita dengan
kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang besar.

26
A. Konsep Asuhan Keperawatan
1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dan pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien. Oleh karena itu pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai
dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam merumuskan
suatu diagnosa keperawatan dan memberikan pelayanan keperawatan
sesuai dengan respon individu (Nursalam, 2009 : 26).
Berikut ini adalah pengkajian pada klien dengan batu ginjal :
a. Pengumpulan data
1. Identitas Data klien, mencakup :
a) Nama
b) umur (semua umur beresiko terkena batu ginjal namun yang lebih
beresiko yaitu pria dengan usia 30-60 tahun.
c) jenis kelamin (biasanya nefrolitiasis menerang laki-laki karena
pada laki-laki saluran kemihnnya lebih rumit)
d) pekerjaan, (
2. Riwayat Kesehatan Klien Riwayat kesehatan pada klien dengan batu ginjal
sebagai berikut :
a) Keluhan Utama Alasan spesifik untuk kunjungan klien ke klinik atau
rumah sakit. Biasa klien dengan batu ginjal mengeluhkan adanya nyeri
padang pinggang.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang Merupakan pengembangan dari keluhan
utama dan data yang menyertai dengan menggunakan pendekatan
PQRST, yaitu :
P: Paliatif / Propokative: Merupakan hal atau faktor yang
mencetuskan terjadinya penyakit, hal yang memperberat atau
memperingan. Pada klien dengan urolithiasis biasanya klien
mengeluh nyeri pada bagian pinggang dan menjalar kesaluran
kemih.

27
Q: Qualitas: Kualitas dari suatu keluhan atau penyakit yang
dirasakan. Pada klien dengan urolithiasis biasanya nyeri yang di
rasakan seperti menusuk - nusuk.
R: Region : Daerah atau tempat dimana keluhan dirasakan. Pada
klien dengan urolithiasis biasanya nyeri dirasakan pada daerah
pinggang.
S: Severity :Derajat keganasan atau intensitas dari keluhan tersebut.
Skala nyeri biasanya 5-7
T: Time : Waktu dimana keluhan dirasakan, time juga menunjukan
lamanya atau kekerapan. Keluhan nyeri pada klien dengan
urolithiasi biasanya dirasakan kadang-kadang.
c) Riwayat Kesehatan Yang Lalu Biasanya klien dengan batu ginjal
mengeluhkan nyeri pada daerah bagian pinggang, adanya stress
psikologis, riwayat minum-minuman kaleng.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga Biasanya tidak ada pengaruh penyakit
keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, Hipertensi.
3. Data Biologis dan Fisiologis Meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Pola Nutrisi
Pada klien dengan batu ginjal biasanya mengalami penurunan
nafsu makan karena adanya luka pada ginjal dan pada pasien juga
mengeluh nyeri sehingga tidak napsu makan.
b. Pola Eliminasi
Biasanya pada pasien dengan batu ginjal atau nefrolitiasis sering buang
air kecil namun dalam volume yang sedikit ataupun tidak keluar, urine
berwarna keruh dan terkadang ada darah.
c. Pola Istirahat dan Tidur
Dikaji pola tidur klien, mengenai waktu tidur, lama tidur,
kebiasaan mengantar tidur serta kesulitan dalam hal tidur. Pada klien
dengan batu ginjal biasanya mengalami gangguan pola istirahat tidur
karena adanya nyeri.
d. Pola Aktivitas

28
Dikaji perubahan pola aktivitas klien. Pada klien dengan batu
ginjal klien mengalami gangguan aktivitas karena kelemahan fisik
gangguan karena adanya luka pada ginjal.
e. Pola Personal Hygiene
Dikaji kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan personal
hygiene (mandi, oral hygiene, gunting kuku, keramas). Pada klien
dengan batu ginjal biasanya ia jarang mandi karna nyeri di bagian
pinggang.
4. Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
1) Rambut
Pada klien dengan batu ginjal biasanya pemeriksaan pada rambut akan
terlihat sedikit berminyak karena klien belum mampu mencuci rambut
karena keterbatasan gerak klien
2) Mulut
Klien dengan batu ginjal kebersihan mulut baik, mukosa bibir kering.
b) Abdomen
a. Inspeksi :Klien dengan batu ginjal abdomen tidak membesar atau
menonjol, tidak terdapat luka operasi tertutup perban, dan terdapat
streatmarc
b. Auskultasi :Peristaltik normal.
c. Palpasi :Klien dengan batu gnjal biasanya pada bagian abdomen
mengeras dan adanya nyeri tekan
d. Perkusi :Klien dengan batu ginjal suara abdomennya normal (Timpani).
c) Ekstermitas
Klien dengan batu ginjal biasanya ekstremitasnya dalam keadaan normal
kecuali apabila adnya nyeri hebat pada bagian abdomen.
d) Genitalia
Pada klien dengan batu ginjal klien tidak ada mengalami gangguan pada
genitalia

29
5.Data Penunjang
a. Farmakoterapi : Dikaji obat yang diprogramkan serta jadwal pemberian
obat.
b. Prosedur Diagnostik Medik.
c. Pemeriksaan Laboratorium

30
B. Analisa Data
Proses analisa merupakan kegiatan terakhir dari tahap pengkajian setelah
dilakukan pengumpulan data dan validasi data dengan mengidentivikasi pola atau
masalah yang mengalami gangguan yang dimulai dari pengkajian pola fungsi
kesehatan (Hidayat, 2008:104).

No Data Senjang Etiologi Masalah


1 Data subjektif Pengendapan garam Nyeri akut
a. Mengeluh nyeri mineral, Infeksi,
Data objektif mengubah pH urine dari
a. Tampak meringis asam menjadi alkalis
b. Bersikap protektif
(mis. waspada, posisi pembentukan batu
menghindari nyeri)
c. Gelisah Obstruksi saluran

d. Frekuensi nadi kemih

meningkat
e. Sulit tidur Kalkulus berada di
f. Tekanan darah ureter

meningkat
Gesekan pada dinding
g. pola napas berubah ureter
h. nafsu makan berubah
i. proses berpikir Rangsangan terhadap
terganggu nyeri

j. Menarik diri Persepsi nyeri


k. Berfokus pada diri
sendiri
l. Diaforesis Nyeri akut

2. Data subjektif Pengendapan garam Defisit nutrisi


a. Cepat kenyang setelah mineral, Infeksi,
makan Mengubah pH urine
dari asam menjadi

31
b. Kram/nyeri abdomen alkalis
c. Nafsu makan menurun
pembentukan batu
data objectif
a. Berat badan menurun Obstruksi saluran
minimal 10% di kemih
bawah rentang ideal .
b. Bising usus hiperaktif Nefrolitiasis

c. Otot pengunyah (batu ginjal)

lemah
d. Otot menelan lemah
Peningkatan distensi
e. Membran mukosa abdomen
pucat
f. Sariawan Anoreksia
g. Serum albumin turun
h. Rambut rontok Mual/ muntah

berlebihan
Output berlebih
i. Diare

Defisit nutrisi

3. Data subjektif Rangsangan terhadap Intoleransi


nyeri aktivitas
a. Mengeluh Lelah
b. Dispnea saat/setelah Persepsi nyeri
aktivitas
c. Merasa tidak nyaman
Nyeri
setelah beraktivitas
d. Merasa lemah
data objektif Intoleransi aktivitas
a. frekuensi jantung
meningkat >20% dari

32
kondisi sehat
b. Tekanan darah
berubah >20% dari
kondisi istirahat
c. Gambaran EKG
menunjukan aritmia
saat/setelah aktivitas
d. Gambaran EKG
menunjukan iskemia
e. Sianosis
4. Data subjektif Kurangnya Anxietas
pengetahhuan
a. Merasa bingung.
b. Merasa khawatir
dengan akibat.
c. Sulit berkonsenstrasi. Cemas /anxietas

d. Mengeluh pusing.
e. Anoreksia.
f. Palpitasi.
g. Merasa tidak
berdaya.
Data objekitf
a. Tampak gelisah.
b. Tampak tegang.
c. Sulit tidur
d. Frekuensi napas
meningkat.
e. Frekuensi nadi
meningkat.
f. Tekanan darah
meningkat.
g. Diaforesis.

33
h. Tremos.
i. Muka tampak pucat.
j. Suara bergetar.
k. Kontak mata buruk.
l. Sering berkemih.
m. Berorientasi pada
masa lalu.

b. Diagnose keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisik titandai dengan
pasien mengeluh nyeri, tampak meringis, nadi meningkat dan sulit
tidur.
2) Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrien ditandai dengan kram/nyeri abdomen, napsu makan menurun,
bising usus hiperaktif, sariawan, membrane mukosa pucat.
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas ditandai dengan
Mengeluh Lelah dispnea saat/setelah aktivitas, Merasa tidak nyaman
setelah beraktivitas, merasa lemah, tekanan darah berubah >20% dari
kondisi istirahat, gambaran EKG menunjukan aritmia saat/setelah
aktivitas, gambaran EKG menunjukan iskemia, Sianosis.
4) Anxietas berhubungan dengan kekawatiran mengalami kegagalan
ditandai dengan Merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat dari
kondidsi yang dihadapi, sulit berkonsenstrasi, tampak gelisah, tampak
tegang, sulit tidur, Frekuensi napas meningkat, frekuensi nadi
meningkat, tekanan darah meningkat.

34
3. Intervensi keperawatan

No Dx Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan


1 Nyeri akut berhubungan Svetelah dilakukan Manajemen Nyeri
dengan agen pencidera fisik asuhan keperawatan Observasi
titandai dengan pasien selama 3 kali 24 jam, 1)Identifikasi lokasi,
mengeluh nyeri, tampak maka diharapkan tingkat karakteristik, durasi,
meringis, nadi meningkat nyeri menurun dan frekuensi, kualitas,
dan sulit tidur. kontrol nyeri meningkat intensitas nyeri
dengan kriteria hasil: 2) Identifikasi skala nyeri
1) keluhan nyeri 3) Identifikasi respons nyeri
menurun (5) non verbal
2) gelisah menurun (5) 4) Identifikasi faktor yang
3) kesulitan tidur memperberat dan
menurun (5) memperingan nyeri
4) sikap protektif 5)Identifikasi pengetahuan
menurun (5) dan keyakinan tentang
5) perasaan takut nyeri
mengalami cedera 6) Identifikasi pengaruh
berulang menurun (5) budaya terhadap respon
nyeri
7) Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
8) Monitor keberhasilan
terapi komplementer yang
sudah diberikan
9) Monitor efek samping
penggunaan analgetik

Terapeutik
1) Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

35
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2) Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan
tidur
4) Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi
1)Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2)Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4)Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5)Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
1)Kolaborasi pemberian
analgetik
2 Defisit Nutrisi berhubungan Setelah dilakukan asuhan Intervensi utama :
manajemen nutrisi
dengan ketidakmampuan keperawatan selama 3
mengabsorbsi nutrien kali 24 jam, maka Observasi
1) Identifikasi status
ditandai dengan kram / diharapkan tingkat nyeri
nutrisi
nyeri abdomen, napsu menurun dan kontrol
2) Identifikasi alergi dan
makan menurun, bising nyeri meningkat dengan
intoleransi makanan
usus hiperaktif, kriteria hasil:
3) Identifikasi makanan
sariawan,membrane 1) verbalisasi

36
mukosa pucat keinginan untuk yang disukai
nutrisi meningkat 4) Identifikasi
(5) kebutuhan kalori dan
2) pengetahuan jenis nutrient
tentang pilihan 5) Identifikasi perlunya
minuman yang penggunaan selang
sehat meningkat nasogastrik
(5) 6) Monitor asupan
3) perasaan cepat makanan
kenyang menurun 7) Monitor berat badan
(5) 8) Monitor hasil
4) nyeri abdomen pemeriksaan
menurun (5) laboratorium
5) sariawan menurun Terapeutik
(5) 1) Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika
perlu
2) Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
3) Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
4) Berikan makan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
5) Berikan makanan
tinggi kalori dan
tinggi protein
6) Berikan suplemen
makanan, jika perlu

37
7) Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasigastrik jika
asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
1) Anjurkan posisi
duduk, jika mampu
2) Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetik),
jika perlu
2) Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu

3. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan Intervensi utama :


berhubungan dengan keperawatan selama 3 Manajemen Energi (I.
imobilitas ditandai dengan kali 24 jam, maka 05178)
Mengeluh Lelah dispnea diharapkan tingkat nyeri Observasi
saat/setelah aktivitas, menurun dan kontrol 1) Identifkasi gangguan
Merasa tidak nyaman nyeri meningkat dengan fungsi tubuh yang
setelah beraktivitas, merasa kriteria hasil: mengakibatkan
lemah, tekanan darah 1) Frekuensi nadi kelelahan
berubah >20% dari kondisi menurun (1) 2) Monitor kelelahan

38
istirahat, gambaran EKG 2) saturasi oksigen (5) fisik dan emosional
menunjukan aritmia 3) keluhan Lelah 3) Monitor pola dan jam
saat/setelah aktivitas, menurun (5) tidur
gambaran EKG 4) perasaan Lelah 4) Monitor lokasi dan
menunjukan iskemia, menurun (5) ketidaknyamanan
Sianosis. 5) aritmia setelah selama melakukan
aktivitas menurun (5) aktivitas
Terapeutik
1) Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus (mis.
cahaya, suara,
kunjungan)
2) Lakukan rentang
gerak pasif dan/atau
aktif
3) Berikan aktivitas
distraksi yang
menyenangkan
4) Fasilitas duduk di sisi
tempat tidur, jika
tidak dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi
1) Anjurkan tirah baring
2) Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
3) Anjurkan
menghubungi peraw
…at jika tanda dan

39
gejala kelelahan tidak
berkurang
4) Ajarkan strategi
koping untuk
mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan

4. Anxietas berhubungan Setelah dilakukan asuhan Intervensi utama :


REDUKSI ANXIETAS
dengan kekawatiran keperawatan selama 3
(I.09314)
mengalami kegagalan kali 24 jam, maka Observasi
1) Identifikasi saat
ditandai dengan Merasa diharapkan tingkat nyeri
tingkat anxietas
bingung, merasa khawatir menurun dan kontrol
berubah (mis.
dengan akibat dari kondidsi nyeri meningkat dengan
Kondisi, waktu,
yang dihadapi, sulit kriteria hasil:
stressor)
berkonsenstrasi, tampak 1) Verbalisasi
2) Identifikasi
gelisah, tampak tegang, kebingungan menurun
kemampuan
sulit tidur, Frekuensi napas (5)
mengambil keputusan
meningkat, frekuensi nadi 2) Verbalisasi
3) Monitor tanda
meningkat, tekanan darah khekawatiran akibat
anxietas (verbal dan
meningkat. kondisi yang dihadapi
non verbal)
menurun (5)
Terapeutik
3) Perilaku gelisah
1) Ciptakan suasana 
menurun (5)
terapeutik untuk
4) Prilaku tegang
menumbuhkan
menurun (5)
kepercayaan
5) Keluhan pusing

40
menurun (5) 2) Temani pasien untuk
6) Pola tidur meningkat mengurangi
(5) kecemasan , jika
7) Pola berkemih memungkinkan
menurun ( 5). 3) Pahami situasi yang
membuat anxietas
4) Dengarkan dengan
penuh perhatian
5) Gunakan pedekatan
yang tenang dan
meyakinkan
6) Motivasi
mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
7) Diskusikan
perencanaan  realistis
tentang peristiwa
yang akan datang
Edukasi
1) Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi
yang mungkin
dialami
2) Informasikan secara
factual mengenai
diagnosis,
pengobatan, dan
prognosis
3) Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama

41
pasien, jika perlu
4) Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai
kebutuhan
5) Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan
persepsi
6) Latih kegiatan
pengalihan, untuk
mengurangi
ketegangan
7) Latih penggunaan
mekanisme
pertahanan diri yang
tepat
8) Latih teknik
relaksasi
Kolaborasi
1) Kolaborasi
pemberian obat anti
anxietas, jika perlu

42
43
DAFTAR PUSTAKA

44

Anda mungkin juga menyukai