Anda di halaman 1dari 33

PROGRAM TERAPI BERMAIN

TERAPI SENI“MELIPAT KERTAS ORIGAMI” UNTUK MENURUNKAN


KECEMASAN PADA ANAK DENGAN HOSPITALISASI
DI PAVILLIUN KEMUNING BAWAH RSU KABUPATEN TANGERANG

oleh:

Aulia Nur Azizah 41191095000071


Desi Rahmawati Dewi 41191095000051
M. Gufron Afif 41191095000035
Mega Afriani 41191095000024
Nita Rahmawati 41191095000037
Risna Dwi Astuti 41191095000023
Rutfika Aiman Hidayat 41191095000075

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H/2020 M

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 2
BAB I...............................................................................................................................................4

PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
A. Latar belakang......................................................................................................................4
B. Tujuan...................................................................................................................................7

BAB II.............................................................................................................................................8

DESKRIPSI KASUS.......................................................................................................................8
A. Karakteristik Sasaran..............................................................................................................8
B. Konsep Dasar Bermain.......................................................................................................11
C. Konsep Kecemasan.............................................................................................................18
D. Konsep Hospitalisasi..........................................................................................................19
E. Terapi Bermain Origami yang diberikan pada anak dengan Kecemasan...........................19

BAB III..........................................................................................................................................22

METODOLOGI BERMAIN.........................................................................................................22
A. Deskripsi Bermain..............................................................................................................22
B. Tujuan Permainan...............................................................................................................22
C. Keterampilan yang diperlukan............................................................................................23
D. Jenis permainan..................................................................................................................23
E. Alat bermain.......................................................................................................................23
F. Proses bermain....................................................................................................................23
G. Hal yang perlu diwaspadai atau Hambatan yang mungkin muncul...................................24
H. Antisipasi meminimalkan hambatan..................................................................................25

BAB IV..........................................................................................................................................26

SUSUNAN PELAKSANAAN......................................................................................................26
A. Pengorganisasian................................................................................................................26
B. Uraian Tugas......................................................................................................................26

2
C. Setting Tempat....................................................................................................................27
D. Uraian Struktur Kegiatan...................................................................................................27
E. Evaluasi...............................................................................................................................28

BAB IV..........................................................................................................................................30

KESIMPULAN..............................................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................31

3
BAB I
PENDAHULUAN

Topik : Terapi Bermain di Rumah Sakit


Subtopik : Belajar Melipat Kertas (Origami)
Terapis : 7 orang mahasiswa Program Profesi Ners UIN Jakarta
Sasaran : Anak usia pre-school

A. Latar belakang

Hospitalisasi merupakan perawatan yang dilakukan dirumah sakit dan dapat


menimbulkan trauma dan stres pada klien yang baru mengalami rawat inap di rumah
sakit. Hospitalisasi pada anak merupakan proses karena suatu alasan yang berencana
atau darurat mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan
perawatan sampai pemulangan kembali kerumah (Supartini, 2012). Dalam menjalani
proses perawatan di rumah sakit tentunya akan memberikan pengalaman baik secara
fisik maupun psikologis bagi anak. Menurut Desidel (2011) Anak yang mengalami
hospitalisasi atau perawatan di rumah sakit akan mengalami berbagai perasaan tidak
nyaman salah satunya yaitu kecemasan.
Kecemasan merupakan perasaan paling umum yang dialami oleh pasien anak
terutama usia prasekolah. Kecemasan pada anak prasekolah yang sakit dan dirawat di
rumah sakit, merupakan salah satu bentuk gangguan yaitu tidak terpenuhinya
kebutuhan aman nyaman berupa kebutuhan emosional anak yang tidak adekuat.Hal
ini perlu penanganan sedini mungkin. Dampak dari keterlambatan dalam penanganan
kecemasan, anak akan menolak perawatan dan pengobatan. Kondisi seperti ini akan
berpengaruh besar pada proses perawatan dan pengobatan serta penyembuhan dari
anak yang sakit (Zuhdatani, 2015). Kecemasan dapat memengaruhi nafsu makan,
pola tidur, dan meningkatkan kesulitan dalam melakukan pengobatan terhadap anak
(Carpenito, 2013).
Kecemasan pada anak merupakan hal yang harus segera diatasi, karena sangat
menganggu pertumbuhan dan perkembangan (Supartini, 2012). Berbagai dampak
4
hospitalisasi dan kecemasan yang dialami oleh anak usia prasekolah, akan beresiko
menganggu tumbuh kembang anak dan berdampak pada proses penyembuhan.
Kecemasan yang teratasi dengan cepat dan baik akan membuat anak lebih nyaman
dan lebih kooperatif dengan tenaga kesehatan sehingga tidak akan menghambat
proses perawatan. Jika kecemasan berlangsung lama dan tidak teratasi maka akan
menimbulkan reaksi kekecewaan pada orangtua, yang menimbulkan sikap pelepasan
pada anak, sehingga anak mulai tidak peduli dengan ketidakhadiran orangtua dan
lebih memilih untuk berdiam diri (apatis), menolak untuk diberikan tindakan dan
yang paling parah akan menimbulkan trauma pada anak setelah keluar dari rumah
sakit (Wong, 2009).
Hasil survei UNICEF pada tahun 2012 prevalensi anak yang mengalami
perawatan di rumah sakit sekitar 89%.Anak-anak di Amerika Serikat diperkirakan
lebih dari 5 juta mengalami hospitalisasi dan lebih dari 50% dari jumlah tersebut anak
mengalami kecemasan dan stress.(Apriliawati, dalam Maghfuroh 2016).
Survei Kesehatan Nasional (SUSENAS), jumlah anak usia prasekolah di
Indonesia sebesar 72% dari total jumlah penduduk Indonesia, diperkirakan dari 35 per
100 anak menjalani hospitalisasi dan 45% diantaranya mengalami kecemasan. Selain
membutuhkan perawatan yang spesial dibanding pasien lain, waktu yang dibutuhkan
untuk merawat penderita anak-anak 20%-45% melebihi orang dewasa. Anak yang
dirawat di rumah sakit akan berpengaruh pada kondisi fisik dan psikologinya
(Wahyuni, 2016).
Potter & Perry (2012) menyatakan usia prasekolah merupakan masa kanak-
kanak awal yaitu pada usia 3-6 tahun. Pada usia ini, perkembangan motorik anak
berjalan terus-menerus. Reaksi terhadap kecemasan yang ditunjukkan anak usia
prasekolah yaitu menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secara
perlahan, dan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan (Supartini, 2012). Anak
usia prasekolah memandang hospitalisasi sebagai sebuah pengalaman yang
menakutkan. Ketika anak menjalani perawatan di rumah sakit, biasanya ia akan
dilarang untuk banyak bergerak dan harus banyak beristirahat. Hal tersebut tentunya
akan mengecewakan anak sehingga dapat meningkatkan kecemasan pada anak
(Samiasih, 2007).

5
Peran perawat dalam meminimalkan kecemasan pada anak prasekolah yang
menjalani hospitalisasi sangat diperlukan agar anak berperilaku lebih kooperatif,
mudah beradaptasi dan tidak terjadi penurunan sistem imun lain (Putra, 2011).
Intervensi keperawatan yang dapat diberikan untuk mengurangi atau menghilangkan
kecemasan pada anak prasekolah berupa terapi bermain.Bermain dapat dilakukan
oleh anak yang sehat maupun sakit. Walaupun anak sedang mengalami sakit, tetapi
kebutuhan akan bermain tetap ada (Katinawati, 2011). Bermain merupakan salah satu
alat komunikasi yang natural bagi anak-anak. Bermain merupakan dasar pendidikan
dan aplikasi terapeutik yang membutuhkan pengembangan pada pendidikan anak usia
dini (Suryanti, 2011). Bermain dapat digunakan sebagai media psiko terapi atau
pengobatan terhadap anak yang dikenal dengan sebutan Terapi Bermain
(Tedjasaputra, 2007). Adapun tujuan bermain bagi anak di rumah sakit yaitu,
mengurangi perasaan takut, cemas, sedih, tegang dan nyeri (Supartini, 2012).Tujuan
bermain di rumah sakit pada prinsipnya adalah agar dapat melanjutkan fase
pertumbuhan dan perkembangan secara optimal, mengembangkan kreatifitas anak,
dan dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stress. (Wong, 2009).
Origami merupakan suatu kegiatan melipat kertas sehingga membentuk
sesuatu, misalnya bentuk hewan, bunga, atau alat transportasi (Syaiful, 2012).
Origami bermanfaat untuk melatih motorik halus, menumbuhkan motivasi,
kreativitas, keterampilan, dan ketekunan (Suryanti, 2011). Bermain origami
mengajarkan pada anak membuat mainannya sendiri, sehingga menciptakan kepuasan
dibanding dengan mainan yang sudah jadi atau dibeli di toko mainan (Hirai, 2009).
Selain kegiatan mewarnai yang menarik bagi anak, warna itu sendiri juga
mempunyai manfaat bagi orang yang melihatnya.Seperti warna hijau dan biru yang
memberikan efek tenang, warna merah dan kuning yang memberikan kesan ceria,
serta warna putih yang dapat memberikan efek bersih pada orang yang
melihatnya.Pemberian warna pada sebuah gambar dapat menunjukan perasaan anak
saat kegiatan itu berlangsung.Jika anak lebih banyak menggunakan warna suram
seperti hitam dan abu-abu, anak tersebut dapat dicurigai sedang mempunyai masalah
pada dirinya (Jennifer, 2009 dalam Ameliorani, 2012).

6
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Katinawati (2011) tentang kecemasan
anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi menunjukkan adanya perbedaan
kecemasan anak sebelum dan sesudah dilakukan terapi bermain, dimana sebelum
diberikan terapi bermain 80% anak mengalami kecemasan sedang dan 20% anak
mengalami kecemasan berat dan setelah diberikan terapi bermain 86.7% anak
mengalami kecemasan ringan dan 13.3% anak mengalami kecemasan sedang.
Berdasarkan uraian di atas, kelompok tertarik dan memilih melakukan
pemberian terapi bermain dengan belajar melipat kertas origami untuk meminimalkan
kecemasan anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi selama dirawat di
Rumah Sakit.
B. Tujuan

Tujuan Umum

Setelah mendapatkan terapi bermain diharapkan anak dapat melanjutkan


tumbuh kembangnya, mengembangkan aktifitas dan kreatifitas melalui pengalaman
bermain dan beradaptasi efektif terhadap stress karena hospitalisasi.
Tujuan Khusus
 Setelah mengikuti kegiatan terapi bermain diharapkan klien mampu:
1. Meningkatkan perkembangan motorik halus pada anak usia pra sekolah
2. Mengembangkan kreatifitas (menciptakan sesuatu dan mewujudkannya ke dalam
bentuk objek), kepercayaan diri dan daya pikir pada anak
3. Mengekspresikan perasaan senang dan puas terhadap permainan
4. Menurunkan tingkat kecemasan pada anak setelah melakukan permainan.
5. Anak dapat bermain secara mandiri sebagai teknik distraksi untuk mengurangi
kecemasan karena hospitalisasi.
6. Mempererat hubungan antara perawat dan anak

7
BAB II
DESKRIPSI KASUS

A. Karakteristik Sasaran

Anak usia 3-5 tahun (usia pra sekolah) dirawat dengan masalah keperawatan
Ansietas berhubungan dengan Krisis Situasional, di Ruang Kemuning Bawah di RSU
Kabupaten Tangerang. Keluhan utama yang dirasakan klien adalah takut tidak ingin
dilakukan tindakan. Saat ini pasien di ruang rawat kemuning bawah berjumlah 14
pasien. Anak usia pra sekolah di ruang rawat kemuning bawah berjumlah 4 orang.
Terapi bermain yang akan dilaksanakan yaitu bermain “mewarnai gambar”. Manfaat
dari terapi bermain mewarnai gambar pada anak usia pra sekolah adalah sebagai teknik
distraksi untuk mengatasi kecemasan terkait dengan hospitalisasi.
An. K usia 5 tahun dengan diagnosa Post Op Fraktur 1/3 proksimal radius ulnaris
sinistra dengan lama rawat inap 7 hari mengatakan takut dengan perawat dan menangis,
saat dilakukan pengkajian TD 97/89 mmHg HR 101x/mnt RR 24x/mnt S 36 C. An. A
usia 4 tahun dengan diagnosa Rencana Operasi ke 2 Labioschisis lama rawat 1 hari
mengatakan tidak ingin dipasang infus, dan menangis saat dilakukan pengkajian TD
100/85 mmHg HR 110x/mnt RR 26x/mnt S 36,5 C. An. E usia 3 tahun dengan diagnosa
rencana amputasi Fraktur Phalanges Ring Finger dan Pinky Finger Sinistra hari ke 2
mengatakan tidak ingin lukanya dibersihkan, tidak ingin disuntik dan tampak cemas,
saat dilakukan pengkajian TD 110/60 mmHg HR 99 x/mnt RR 25xImnt S 35.9. An. R
usia 3 tahun dengan diagnosa Rencana Operasi ke 2 Labioschisis lama rawat 2 hari
mengatakan tidak ingin dipasang infus, saat dilakukan pengkajian TD 100/74 mmHg
HR 102x/mnt RR 24 x/mnt S 36.5 klien.

8
ANALISA DATA

No. Data Masalah Keperawatan Etiologi


1. An. K Ansietas Penyebab:
DS : Klien mengatakan Krisis situasional
takut dengan perawat dan Kondisi Klinis
menangis Terkait :
DO : Hospitalisasi
- tampak gelisah
- tampak tegang
- tampak menangis
- TD 97/89 mmHg HR
101x/mnt RR 24x/mnt S
36 C
2. An. A Ansietas Penyebab :
DS : klien mengatakan Krisis Situasional
tidak ingin dipasang infus, Kondisi Klinis
dan menangis Terkait :
DO : hospitalisasi
- tampak tegang
- tampak gelisah
- tampak menangis
- memanggil ibunya
- TD 100/85 mmHg HR
110x/mnt RR 26x/mnt S
36,5 C
3. An. E Ansietas Penyebab :
DS : klien mengatakan Krisis Situasional
tidak ingin lukanya Kondisi Klinis
dibersihkan, tidak ingin Terkait :
disuntik dan tampak hospitalisasi

9
cemas
DO :
- tampak tegang
- tampak gelisah
- tampak menangis ketika
perawat dating
- TD 110/60 mmHg HR 99
x/mnt RR 25xImnt S 35.9
4 An. R Ansietas Penyebab :
DS : klien mengatakan Krisis Situasional
tidak ingin dipasang infus Kondisi Klinis
DO : Terkait :
- tampak tegang hospitalisasi
- tampak gelisah
- tampak menangis ketika
perawat dating
- TD 100/74 mmHg HR
102x/mnt RR 24 x/mnt S
36.5 klien.

10
RENCANA KEPERAWATAN
No. Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan
Keperawatan
1. Ansietas  Tingkat Ansietas 1. Terapi Seni
Setelah dilakukan askep 1x1 - identifikasi bentuk kegiatan
jam diharapkan kecemasan berbasis seni
klien berkurang sesuai dengan - identifikasi media seni yang
kriteria hasil : akan digunakan (gambar,
- verbalisasi khawatir yang foto,artefak, topeng, patung)
dihadapi - identifikasi tema karya seni
- perilaku gelisah tidak ada - monitor keterlibatan selama
- perilaku tegang tidak ada proses pembuatan karya seni,
- frekuensi pernapasan normal termasuk perilaku verbal dan
- frekuensi nadi normal nonverbal
- kontak mata membaik - sediakan alat perlengkapan
seni sesuai tingkat
perkembangan
- anjurkan untuk mulai
menggambar atau mewarnai

11
B. Konsep Dasar Bermain

1. Definisi

Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan


sosial dengan menggunakan media yang baik untuk belajar, karena dengan bermain
anak-anak akan berkata-kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan
lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak serta
suara (Wong, 2000).

Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa


mempergunakan alat yang menghasilkan atau memberikan informasi, memberi
kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak. Walaupun tanpa mempergunakan
alat yang menghasilkan atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun
mengembangkan imajinasi anak, dalam bermain anak akan menemukan kekuatan serta
kelemahannya sendiri, minatnya, serta cara menyelesaikan tugas-tugas dalam bermain.

2. Fungsi Bermain

Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-motorik,


perkembangan intelektual, perkembangan sosial, perkembangan kreativitas,
perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain sebagai terapi.
Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Wong (2014) terkait fungsi-fungsi tersebut
adalah sebagai berikut :

1) Perkembangan Sensoris-Motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motorik merupakan komponen
terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan
fungsi otot. Misalnya, alat permainan yang digunakan untuk bayi yang mengembangkan
kemampuan sensoris-motorik dan alat permainan untuk anak usia toddler dan
prasekolah yang banyak membantu perkembangan aktivitas motorik baik kasar maupun
halus.
2) Perkembangan Intelektual

12
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala sesuatu
yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur
dan membedakan objek. Pada saat bermain pula anak akan melatih diri untuk
memecahkan masalah. Sebagai contoh pada saat anak bermain mobil-mobilan,
kemudian bannya terlepas dan anak dapat memperbaikinya maka ia telah belajar
memecahkan masalahnya melalui eksplorasi alat mainannya dan untuk mencapai
kemampuan ini, anak menggunakan daya pikir dan imajinasinya semaksimal mungkin.
Semakin sering anak melakukan eksplorasi seperti ini akan semakin terlatih kemampuan
intelektualnya.
3) Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan lingkungannya.
Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan menerima. Bermain dengan
orang lain akan membantu anak untuk mengembangkan hubungan sosial dan belajar
memecahkan masalah dari hubungan tersebut. Sebagai contoh pada saat melakukan
aktivitas bermain, anak belajar berinteraksi dengan teman, memahami bahasa lawan
bicara, dan belajar tentang nilai sosial yang ada pada kelompoknya
4) Perkembangan Kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkannya kedalam
bentuk objek dan/atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak
akan belajar dan mencoba untuk merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan
membongkar dan memasang satu alat permainan akan merangsang kreativitasnya untuk
semakin berkembang.
5) Perkembangan Kesadaran Diri
Melalui bermain, anak mengembangkan kemampuannya dalam mengatur mengatur
tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya dan
membandingkannya dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan mencoba
peran-peran baru dan mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap orang lain.
Misalnya, jika anak mengambil mainan temannya sehingga temannya menangis, anak
akan belajar mengembangkan diri bahwa perilakunya menyakiti teman.
6) Perkembangan Moral

13
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari orang tua dan
guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan mendapatkan kesempatan untuk
menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di lingkungannya dan dapat
menyesuaikan diri dengan aturan-aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya.
Melalui kegiatan bermain anak juga akan belajar nilai moral dan etika, belajar
membedakan mana yang benar dan mana yang salah, serta belajar bertanggung-jawab
atas segala tindakan yang telah dilakukannya.
7) Bermain Sebagai Terapi
Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat
tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut
merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa
stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan
anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan
melakukan permainan anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya
(distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan. Dengan
demikian, permainan adalah media komunikasi antar anak dengan orang lain, termasuk
dengan perawat atau petugas kesehatan dirumah sakit.
3. Klasifikasi Bermain

1. Berdasarkan Isi Permainan

a) Social affective play


Inti permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang menyenangkan antara
anak dan orang lain. Misalnya, bayi akan mendapatkan kesenangan dan kepuasan
dari hubungan yang menyenangkan dengan orang tuanya atau orang lain. Permainan
yang biasa dilakukan adalah “Cilukba”, berbicara sambil tersenyum dan tertawa, atau
sekadar memberikan tangan pada bayi untuk menggenggamnya, tetapi dengan
diiringi berbicara sambil tersenyum dan tertawa. Bayi akan mencoba berespons
terhadap tingkah laku orang tuanya misalnya dengan tersenyum, tertawa, dan
mengoceh.
b) Sense of pleasure play

14
Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang pada anak
dan biasanya mengasyikkan. Misalnya, dengan menggunakan pasir, anak akan
membuat gunung-gunungan atau benda-benda apa saja yang dapat dibentuknya
dengan pasir .
c) Skill play
Permainan ini akan meningkatkan ketrampilan anak, khususnya motorik kasar dan
halus. Misalnya, bayi akan terampil memegang benda-benda kecil, memindahkan
benda dari satu tempat ke tempat yang lain, dan anak akan terampil naik sepeda. Jadi,
keterampilan tersebut diperoleh melalui pengulangan kegiatan permainan yang di
lakukan. Semakin sering melakukan latihan, anak akan semakin terampil.
d) Games
Games atau permainan adalah jenis permainan yang menggunakan alat tertentu yang
menggunakan perhitungan atau skor. Permainan ini bisa dilakukan oleh anak sendiri
atau dengan temannya. Banyak sekali jenis permainan ini mulai dari yang sifatnya
tradisional maupun yang modern misalnya, ular tangga, congklak, puzzle, dan lain-
lain.
e) Unoccupied behavior
Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar-mandir, tersenyum, tertawa, jinjit-
jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja, atau apa saja yang ada di
sekelilingnya. Jadi, sebenarnya anak tidak memainkan alat permainan tertentu, dan
situasi atau obyek yang ada di sekelilingnya yang digunakannya sebagai alat
permainan. Anak tampak senang, gembira, dan asyik dengan situasi serta
lingkungannya tersebut.
f) Dramatic play
Pada permainan ini anak memainkan peran sebagai orang lain melalui permainannya.
Anak berceloteh sambil berpakaian meniru orang dewasa, misalnya ibu guru, ibunya,
ayahnya, kakaknya, dan sebagainya yang ingin ia tiru.

2. Berdasarkan Karakter Sosial


a) Onlooker play

15
Pada jenis permainan ini, anak hanya mengamati temannya yang sedang bermain,
tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam permainan. Jadi, anak tersebut
bersifat pasif, tetapi ada proses pengamatan terhadap permainan yang sedang
dilakukan temannya.
b) Solitary play
Pada permainan ini, anak tampak berada dalam kelompok permainan, tetapi anak
bermain sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya, dan alat permainan tersebut
berbeda dengan alat permainan yang digunakan temannya, tidak ada kerja sama,
ataupun komunikasi dengan teman sepermainannya.
c) Parallel play
Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat permainan yang sama, tetapi
antara satu anak dengan anak lainnya tidak terjadi kontak satu sama lain sehingga
antara anak satu dengan anak lain tidak ada sosialisasi satu sama lain. Biasanya
permainan ini dilakukan oleh anak usia toddler.
d) Associative play
Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan anak lain,
tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin atau yang memimpin permainan, dan
tujuan permainan tidak jelas. Contoh permainan jenis ini adalah bermain boneka,
bermain hujan-hujanan dan bermain masak-masakan.
e) Cooperative play
Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada permainan jenis ini, juga
tujuan dan pemimpin permainan. Anak yang memimpin permainan mengatur dan
mengarahkan anggotanya untuk bertindak dalam permainan sesuai dengan tujuan
yang diharapkan dalam permainan tersebut. Misalnya, pada permainan sepak bola,
ada anak yang memimpin permainan, aturan main harus dijalankan oleh anak dan
mereka harus dapat mencapai tujuan bersama, yaitu memenangkan permainan
dengan memasukkan bola ke gawang lawan mainnya.
4. Prinsip Bermain

1) Permainan tidak boleh bertentangan dengan terapi dan perawatan yang sedang
dijalankan pada anak.

16
Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih permainan yang dapat dilakukan ditempat
tidur dan anak tidak boleh diajak bermain dengan kelompoknya ditempat bermain
khusus yang ada diruang rawat.
2) Tidak membutuhkan energy yang banyak, singkat dan sederhana.
Pilih jenis permainan yang tidak melelahkan anak, menggunakan alat permainan yang
ada pada anak atau yang tersedia diruangan. Kalaupun akan membuat suatu alat
permainan, pilih yang sederhana, agar tidak melelahkan anak (misalnya, menggambar /
mewarnai, bermain boneka dan membaca buku cerita).
3) Harus mempertimbangkan keamanan anak.
Pilih alat permainan yang aman untuk anak
4) Dilakukan pada kelompok umur yang sama.
Apabila permainan dilakukan khusus di kamar bermain secara berkelompok, permainan
harus dilakukan pada kelompok umur yang sama. Misalnya, permainan mewarnai pada
kelompok usia prasekolah.
5) Melibatkan orang tua.
Orang tua mempunyai kewajiban untuk tetap melangsungkan upaya stimulasi tumbuh
kembang pada anak walaupun sedang dirawat dirumah sakit termasuk dalam aktivitas
bermain anaknya. Perawat hanya bertindak sebagai fasilitator sehingga apabila
permainan dilakukan oleh perawat orang tua harus terlibat secara aktif dan
mendampingi anak dari awal permainan sampai mengevaluasi permainan anak bersama
dengan perawat.

5. Bermain Pada Anak Di Rumah Sakit


Penerapan permainan pada anak di rumah sakit memerlukan perhatian khusus
terhadap beberapa hal sebagai berikut dalam Erfandi (2019) :
1. Keuntungan Bermain Pada Anak Di Rumah Sakit
Keuntungan yang diperoleh dari bermain pada anak yang dirawat di rumah sakit
yaitu meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga) dengan perawat.
Perawatan di rumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk mandiri.
Aktivitas bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada
anak.

17
Permainan pada anak di rumah sakit tidak hanya memberikan rasa senang pada
anak, tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan perasaan dan pikiran
cemas, takut, sedih tegang dan nyeri. Permainan yang terapeutik akan dapat
meningkatkan kemampuan anak untuk mempunyai tingkah laku yang positif.
2. Proses Kegiatan Bermain
Perawat berperan sebagai fasilitator dan kegiatan bermain harus dilakukan
secara aktif oleh anak dan orangtuanya. Kegiatan bermain yang dijalankan
mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Apabila permainan akan
dilakukan dalam kelompok, uraikan dengan jelas aktivitas setiap anggota
kelompok dalam permainan dan kegiatan orang tua setiap anak.
3. Alat Permainan Yang Diperlukan
Gunakan alat permainan yang dimiliki anak atau yang tersedia di ruang
perawatan. Yang penting adalah alat permainan yang digunakan harus
menggambarkan kreativitas perawat dan orang tua, serta dapat menjadi media
untuk eksplorasi perasaan anak.
4. Pelaksanaan Kegiatan Bermain
Selama kegiatan bermain respons anak dan orang tua harus diobservasi
dan menjadi catatan penting bagi perawat, bahkan apabila tampak adanya
kelelahan pada anak permainan hendaknya tidak di teruskan.
C. Konsep Kecemasan

Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang menggambarkan


keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak tentram disertai berbagai keluhan fisik. Keadaan
tersebut dapat terjadi dalam berbagai situasi kehidupan maupun gangguan sakit. Selain
itu kecemasan dapat menimbulkan reaksi tubuh yang akan terjadi secara berulang
seperti rasa kosong di perut, sesak nafas, jantung berdebar, keringat banyak, sakit
kepala, rasa ingin buang air kecil dan buang air besar (Stuart and Sundeen, 2002).
Teori kognitif menyatakan bahwa reaksi kecemasan timbul karena kesalahan
mental. Kesalahan mental ini karena kesalahan menginterpetasikan suatu situasi yang
bagi individu merupakan sesuatu yang mengancam. Melalui teori belajar sosial kognitif,
Bandura menyatakan bahwa takut dan kecemasan di hasilkan dari harapan diri yang

18
negatif karena mereka percaya bahwa mereka tidak dapat mengatasi dari situasi yang
secara potensial mengancam bagi mereka.
Sedangkan berdasarkan sumber timbulnya kecemasan, Freud membedakan
kecemasan menjadi 3 macam, yaitu :
a. Kecemasan Neurotik (Neurotic Anxiety), yaitu kecemasan yang berhubungan erat
dengan mekanisme pembelaan diri, dan juga disebabkan oleh perasaan bersalah atau
berdosa, konflik-konflik emosional yang serius, frustasi, serta ketegangan batin.
b. Kecemasan Moral (Anxiety of moral conscience/super ego), yaitu rasa takut akan
suara hati, di masa lampau pribadi pernah melanggar norma moral dan bisa di hukum
lagi, misalnya takut untuk melakukan perbuatan yang melanggar ajaran agama
c. Kecemasan Realistik (Realistic Anxiety), yaitu rasa takut akan bahaya-bahaya nyata
di dunia luar, misalnya takut pada ular berbisa dan lain-lain.

D. Konsep Hospitalisasi

Penyakit dan hospitalisasi seringkali menjadi krisis pertama yang harus dihadapi
oleh anak. Anak-anak, terutama selama tahun-tahun awal sangat rentan terhadap krisis
penyakit dan hospitalisasi karena beberapa hal :
1) Stress akibat perubahan dari keadaan sehat biasa dan rutinitas lingkungan
2) Anak memiliki jumlah mekanisme koping yang terbatas untuk mengatasi stressor
(kejadian-kejadian yang menimbulkan stress). Stressor utama dari hospitalisasi
antara lain adalah perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh, dan nyeri.

Reaksi anak terhadap krisis-krisis tersebut dipengaruhi oleh usia perkembangan


mereka, pengalaman mereka sebelumnya dengan penyakit, perpisahan atau
hospitalisasi, keteerampilan koping yang mereka miliki dan dapatkan, keparahan
diagnosis dan system pendukung yang ada. (Wong, 2009).

Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak hospitalisasi yaitu cemas,
marah, sedih, takut dan rasa bersalah. Adapun tingkah laku klien yang dirawat di rumah
sakit adalah sebagai berikut :

a. Kelemahan untuk berinisiatif.

19
b. Kurang/ tak ada perhatian tentang hari depan
c. Tak berminat (ada daya tarik)
d. Kurang perhatian cara berpakaian dan segala sesuatu yang bersifat pandangan luas.
e. Ketergantungan dari orang-orang yang membantunya.

E. Terapi Bermain Origami yang diberikan pada anak dengan Kecemasan

Perasaan cemas merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami oleh anak
karena menghadapi stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Perasaan tersebut dapat
timbul karena menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya,
rasa tidak nyaman dan merasakan sesuatu yang menyakitkan (Supartini, 2004).
Kecemasan merupakan perasaan paling umum yang dialami oleh pasien anak terutama
usia prasekolah.
Pada usia ini, perkembangan motorik anak berjalan terus-menerus. Reaksi
terhadap kecemasan yang ditunjukkan anak usia prasekolah yaitu menolak makan,
sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan, dan tidak kooperatif terhadap
petugas kesehatan. Dampak dari hospitalisasi dan kecemasan yang dialami anak usia
prasekolah berisiko dapat mengganggu tumbuh kembang anak dan proses penyembuhan
pada anak.
Anak usia prasekolah memandang hospitalisasi sebagai sebuah pengalaman yang
menakutkan. Ketika anak menjalani perawatan di rumah sakit, biasanya ia akan dilarang
untuk banyak bergerak dan harus banyak beristirahat. Hal tersebut tentunya akan
mengecewakan anak sehingga dapat meningkatkan kecemasan pada anak (Samiasih,
2007).
Walaupun anak sedang mengalami sakit, tetapi kebutuhan akan bermain tetap ada
(Katinawati, 2011). Bermain merupakan salah satu alat komunikasi yang natural bagi
anak-anak. Bermain merupakan dasar pendidikan dan aplikasi terapeutik yang
membutuhkan pengembangan pada pendidikan anak usia dini. Bermain dapat digunakan
sebagai media psiko terapi atau pengobatan terhadap anak.
Adapun tujuan bermain bagi anak di rumah sakit yaitu, mengurangi perasaan
takut, cemas, sedih, tegang dan nyeri (Supartini, 2004). Tugas perkembangan yang
paling menonjol pada anak prasekolah yaitu perkembangan motorik halus. Terapi
20
bermain yang sesuai dengan tugas perkembangan anak prasekolah yaitu permainan
melipat kertas (origami).
Origami adalah seni melipat kertas yang berasal dari Jepang. Origami sendiri
berasal dari kata oru yang artinya melipat, dan kami yang artinya kertas. Ketika dua kata
itu bergabung menjadi origami yang artinya melipat kertas. Origami merupakan suatu
kegiatan melipat kertas sehingga membentuk sesuatu, misalnya bentuk hewan, bunga,
atau alat transportasi. Bermain origami adalah kegiatan melipat kertas menjadi suatu
bentuk atau gambaran dengan menggerakkan tangan sambil berfikir. Bermain origami
bermanfaat untuk melatih motorik halus, menumbuhkan motivasi, kreativitas,
keterampilan, dan ketekunan anak.
Bermain origami mengajarkan pada anak untuk membuat mainannya sendiri,
sehingga menciptakan kepuasan dibanding dengan mainan yang sudah jadi atau dibeli
di toko mainan. Latihan origami juga dapat membantu anak-anak memahami ukuran
yang relative lebih lengkap dengan menggunakan strategi yang lebih efektif untuk
perbandingan ukuran.
Dengan bermain origami juga dapat memberikan rasa senang karena pada
dasarnya anak usia pra sekolah sudah sangat aktif dan imajinatif selain itu anak masih
tetap dapat melanjutkan perkembangan kemampuan motorik halus dengan salah
satunya bermain origami meskipun masih menjalani perawatan di rumah sakit.

21
BAB III
METODOLOGI BERMAIN
1. Pelaksanaan Kegiatan

A. Deskripsi Bermain

Dalam terapi aktivitas bermain ini anak usia pre school (3-6 tahun) sebanyak 4-5
anak akan diberikan kertas origami berwarna warni, yang mereka sukai. Setelah itu
akan dibagikan tali benang untuk menempelkan kertas origami yang sudah terbentuk
(burung, perahu, katak, pesawat, etc) yang sudah dibuat oleh anak-anak. Waktu yang
diberikan untuk membentuk kertas origami sebanyak 15 menit, pada saat anak-anak
membentuk origami fasil akan membantu menemani dan memotivasi anak agar
bersemangat untuk menyelesaikan aktivitas bermainnya dan juga akan diiringi
dengan music anak-anak agar mereka bisa lebih rileks saat bermain.
B. Tujuan Permainan

Tujuan Umum
Meminimalkan dampak hospitalisasi pada anak.
Tujuan Khusus
1) Untuk mengurangi kejenuhan anak pada saat menjalani perawatan.

22
2) Untuk meningkatkan hubungan perawat dengan klien dan sebagai alat
komunikasi antara perawat dengan klien.
3) Untuk meningkatkan adaptasi efektif pada anak terhadap stress karena
penyakit dan dirawat
4) Untuk meningkatkan kemampuan daya tangkap atau konsentrasi anak.
5) Untuk meningkatkan koping yang efektif untuk mempercepat
penyembuhan.
6) Untuk menambah pengetahuan mengenali warna dari kertas berwarna
warni pada origami
7) Untuk mengembangkan imajinasi pada anak, kreatifitas melalui
pengalaman bermain yang tepat
C. Keterampilan yang diperlukan

1. Keterampilan fisik anak dalam menstimulasi pergerakan motorik halus anak


2. Kemampuan kognitif anak
D. Jenis permainan

Melipat Kertas Origami


E. Alat bermain

1. Kertas origami dengan berbagai warna


2. Tali benang (untuk menggantung hasil origami)
3. Name Tag (yang sudah dibuat)
F. Proses bermain

No Waktu Kegiatan Pelatih Kegiatan Peserta


1. 5 menit Pembukaan :
a. Memberi salam Menjawab salam
b. Memperkenalkan diri Menyimak
c. Menjelaskan tujuan terapi bermain
d. Kontrak waktu
e. Menyebutkan outline terapi
bermain

23
2. 20 menit Pelaksanaan :
a. Menjelaskan teknik dan tata tertib Menyimak dan
ketika bermain membentuk origami re-demontrasi
Peserta diminta untuk membentuk Bertanya
origami yang telah diberikan sesuai Menyimak
dengan warna yang peserta inginkan.
Setiap peserta diberikan 3 kertas
origami untuk di ubah menjadi
beberapa bentuk misalnya bentuk
burung, perahu dan pesawat terbang.
Setiap peserta diberikan waktu selama
15 menit untuk menyelesaikan bentuk
origami yang di inginkan.
b. Memberi kesempatan kepada peserta
untuk bertanya
c. Menjawab pertanyaan yang diberikan
oleh peserta
d. Memotivasi pasien untuk bermain
e. Mempersilahkan pasien untuk bermain
3. 5 menit Evaluasi :
a. Menanyakan perasaan pasien Menjawab
b. Mengevaluasi kembali terapi seni
membentuk origami
c. Memberikan reinforcement pada hasil
origami yang telah dibentuk oleh
peserta.
d. Menyampaikan hasil bermain
4. 2 menit Penutup :
a. Mengucapkan terimakasih atas Menyimak
perhatian dan partisipasi peserta Menjawab salam
b. Mengucapkan salam

24
G. Hal yang perlu diwaspadai atau Hambatan yang mungkin muncul

a. Anak tidak mau mengikuti permainan


b. Anak merasa bosan sehingga tidak mengikuti kegiatan hingga akhir
c. Anak kurang mau berinteraksi dengan orang lain selain orang tua
d. Anak menangis dan rewel selama kegiatan
e. Anak enggan membentuk origami
f. Anak merasa tidak mampu membentuk origami sehingga enggan mengikuti
permainan
H. Antisipasi meminimalkan hambatan

a. Fungsi fasilitator dalam mendampingi dan memberikan penjelasan secara


personal masing-masing peserta sehingga anak bersedia mengikuti kegiatan
b. Memberikan support dan motivasi pad anak agar anak bersedia membentuk
origami.
c. Melibatkan anak dalam setiap permainan dengan terus memotivasinya dan
menstimulus anak agar anak mau berinteraksi dengan orang lain
d. Melibatkan orangtua untuk mendampingi kegiatan anak
e. Memberikan reinforcement positif pada hasil karya anak
f. Kegiatan dilaksanakan dengan interaktif dan berfokus pada anak

25
BAB IV
SUSUNAN PELAKSANAAN

A. Pengorganisasian

Leader :Aulia Nur Azizah


Co-Leader :Nita Rahmawati
Observer :M. Gufron Afif
Fasilitator :Desi Rahmawati Dewi
Mega Afriani
Risna Dwi Astuti
Rutfika Aiman Hidayat
B. Uraian Tugas

1) Leader
Menjelaskan tujuan bermain
Mengarahkan proses kegiatan pada anggota kelompok
Menjelaskan aturan bermain pada anak
Mengevaluasi perasaan setelah pelaksanaan
2) Co.Leader
Membantu leader dalam mengorganisasi anggota.
3) Fasilitator
Menyiapkan alat-alat permainan
Memberi motivasi kepada anak untuk mendengarkan apa yang sedang dijelaskan.
Mempertahankan kehadiran anak

26
Mencegah gangguan/hambatan terhadap anak baik luar maupun dalam.
4) Observer
Mencatat dan mengamati respon klien secara verbal dan non verbal.
Mencatat seluruh proses yang dikaji dan semua perubahan prilaku,
Mencatat dan mengamati peserta aktif dari program bermain

C. Setting Tempat

27
Keterangan:

PesertaFasilitator

Observerleader

Co Leader

D. Uraian Struktur Kegiatan

1) Hari/Tanggal : Senin, 23 Maret 2020


2) Pukul : 11.00-12.00
3) Tempat : Ruang anak di Kemuning Bawah
4) Jumlah Anggota : 4-5 orang
5) Metode : Melipat Kertas Origami
6) Perilaku yang diharapkan dari anggota
- Klien (anak) dapat berperan aktif selama proses terapi bermain
- Klien (anak) dapat memperhatikan dengan baik
- Klien (anak) dapat meningkatkan kemandirian dan kerjasama dengan teman
satu timnya
- Klien (anak) dapat merasa nyaman berinteraksi dengan pasien lain dan juga
perawat
7) Perilaku yang diharapkan leader
- Menjelaskan tujuan aktivitas
- Memperkenalkan anggota terapis
- Menjelaskan aturan permainan
- Memberikan respon yang sesuai dengan perilaku anggota
- Menyimpulkan keseluruhan aktivitas anggota
8) Perilaku yang diharapkan dari Co Leader
- Menyampaikan informasi dan fasilitator kepada leader
- Membantu leader dalam melaksanakan tugasnya

28
9) Perilaku yang diharapkan dari fasilitator
- Mampu memfasilitasi klien yang kurang aktif
- Mampu memotivasi klien
10) Perilaku yang diharapkan dari Observer
- Mampu mengobservasi jalannya terapi bermain
- Mengamati dan mencatat jumlah anggota yang hadir
- Melaporkan tentang hasil terapi pada masing-masing anak.
- Membuat kesimpulan, evaluasi dan mendiskusikan tentang kondisi anak
kepada orang tua, untuk ditindak lanjuti oleh orang tua.
E. Evaluasi

Prosedur : evaluasi dengan menanyakan pengertian, manfaat dari terapi bermain


1. Kriteria evaluasi
a. Evaluasi struktur
1) Proposal terapi bermain sudah siap tiga hari sebelum dilaksanakan
kegiatan pendidikan kesehatan
2) Menyiapkan media : media yang telah di siapkan adalah kertas origami
3) Kontrak waktu dengan sasaran : sebelum di lakukan terapi bermain
kontrak waktu telah di lakukan.
 Evaluasi proses
1) Kehadiran peserta yaitu sebesar 100 % sudah memenuhi target.
2) Presentator membuka dengan salam, berkenalan dan kontrak waktu
kembali dengan peserta
3) Peserta memperhatikan dan mendengarkan dengan baik selama terapi
bermain berlangsung.
a. Peserta aktif, mampu menyebutkan manfaat terapi bermain
b. Peserta aktif dalam bertanya saat diberi kesempatan bertanya dan
presentator mampu menjawab dengan jelas pertanyaan yang ditanyakan
oleh peserta.
c. Fasilitator aktif dalam mendampingi peserta saat berlangsungnya terapi
bermain
 Evaluasi hasil
29
1) Terapi bermain dikatakan berhasil jika sasaran mampu menjelaskan
manfaat dan mengikuti leader untuk membentuk mainan yang di
instruksikan, apabila peserta menjelaskan materi yang telah di dapat dan
melakukan simulasi dengan hasil .≥ 80 %.
2) Terapi bermain dikatakan kurang berhasil / tidak baik apabila jika sasaran
tidak mampu menjelaskan manfaat dan mengikuti leader untuk
membentuk mainan yang di instruksikan, apabila peserta menjelaskan
materi yang telah di dapat dan melakukan simulasi, apabila peserta
menjelaskan materi yang telah di dapat dan melakukan simulasi dengan
hasil ≤ 50 %.
3) Hasil pendidikan kesehatan sudah berhasil yaitu sebesar 94 %, sasaran
dapat menjelaskan kembali manfaat dan mengikuti leader untuk
membentuk mainan yang di instruksikan.

30
BAB IV
KESIMPULAN

Hospitalisasi merupakan keadaan yang tidak menyenangkan untukanak-


anak.Proseshospitalisasimembuatanakkehilanganwaktubermain dengan teman-temannya.
Selain itu, hospitalisasi jugamenyebabkan kebosanan untuk anak- anak.Kebutuhan bermain yang
terganggu selama proses hospitalisasidapat diatasi dengan pemberian terapi bermain sesuai
dengan usia dankarakteristik anak. Pemberian terapi ini dapat efek hospitalisasi sepertibosan
cemas dan juga dapat meningkatkan kooperatif anak.Selain ituterapi bermain dapat mengalihkan
perhatian anak dari sakitnya.
Setelah kegiatan terapi aktivitas bermain ini, diharapkan anak dapat mencapai tujuan
yang telah ditetapkan yaitu untuk meningkatkan perkembangan motorik halus pada anak usia pra
sekolah, mengembangkan kreatifitas (menciptakan sesuatu dan mewujudkannya ke dalam bentuk
objek), kepercayaan diri dan daya pikir pada anak, mengekspresikan perasaan senang dan puas
terhadap permainan, menurunkan tingkat kecemasan pada anak setelah melakukan permainan,
anak dapat bermain secara mandiri sebagai teknik distraksi untuk mengurangi kecemasan karena
hospitalisasi, mempererat hubungan antara perawat dan anak.

31
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J. (2013). Diagnosa Keperawatan : Aplikasi pada Praktek Klinik (Terjemahan).


Edisi 6. Jakarta: EGC.
Deslidel, dkk . 2011. Buku Ajar asuhan Neonatus, Bayi Dan Balita. Jakarta : EGC.
Hirai M. Segudang manfaat origami untuk anak; Available from:URL:http://mayahirai.com/200
2303/20/segudang-manfaat-origamiuntuk-anak/, 2009.
Katinawati. (2011). Pengaruh Terapi Bermain Dalam Menurunkan Kecemasan Pada Anak Usia
Pra Sekolah (3-5 tahun) Yang Mengalami Hospitalisasi Di Rumah Sakit Umum Daerah
Tugurejo Semarang. http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/ejournal/index.php/ilmu
keperawatan/article/view/92. Diakses pada 18 Maret 2020, pukul 18.00 WIB.
Paat, T. C. (2010).Skripsi : Analisis Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Prilaku Kooperatif
Pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) Selama Menjalani Perawatan Di Ruangan Ester
Rumah Sakit Umum Pancaran Kasih GMIM Manado. Manado : Universitas Sam
Ratulangi.
Potter & Perry. (2012). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 1, Edisi 4. Jakarta: EGC.
Samiasih, Amin. 2007. Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Tingkat Kecemasan Anak Usia
Prasekolah Selama Tindakan Keperawatan di Ruang Lukman Rumah Sakit Roemani
Semarang
Supartini. 2012. Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta. EGC.
Suryanti, Sodikin, Mustiah Y. Pengaruh terapi bermain mewarnai gambar dan origami terhadap
tingkat kecemasan sebagai efek hospitalisasi pada anak usia prasekolah di RSUD dr. R.
Goetheng Tarunabidrata Purbalingga. Jurnal Kesehatan 2011.
Syaiful Y, Widati , Rahmawati DW. Pengaruh terapi bermain: origami terhadap perkembangan
motorik halus dan kognitif anak usia prasekolah (4-6 Tahun). Journals of Ners
Community 2012; 3 (6); 16-29.
Tedjasaputra, Maykes. (2007). Bermain, Mainan dan Permainan.Jakarta : Grasindo.
Suryanti. (2011). Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Dan Origami Terhadap Tingkat
Kecemasan Sebagai Efek Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra Sekolah di RSUD dr. R.
Goetheng Tarunadibrata Purbalingga. Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu.

32
Wong, et al. (2009). Wong buku ajar keperawatan pediatrik. (alih bahasa: Andry Hartono, dkk).
Jakarta. EGC.
Zuhdatani, Munfarikatuz. (2015). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan
Akibat Hospitalisasi Pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) Di Ruang Anak RSUD
Balung. Skripsi. Diakses melalui https://journal.umm.ac.id diakses pada 18 Maret 2020

33

Anda mungkin juga menyukai