Anda di halaman 1dari 70

LAPORAN KASUS INDIVIDU

STASE FISIOTERAPI PEDIATRIC

“MANAJEMEN FISIOTERAPI PADA GANGGUAN DELAY DEVELOPMENT


USIA 1 TAHUN 7 BULAN DENGAN USIA PERKEMBANGAN 7 BULAN
ET CAUSA DOWN SINDROME”

NURPINA DARPIN
PO 71.5.241.20.2.021

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR


PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus Stase Fisioterapi Pediatri

NURPINA DARPIN
PO 71.5.241.20.2.021

Dengan judul :

“Manajemen Fisioterapi Pada Gangguan Delay Development Usia 1 Tahun 7

Bulan Dengan Usia Perkembangan 7 Bulan Et Causa Down Sindrome”

Periode pertama stase pediatric, tanggal 02 agustus – 22 agustus 2021 di RSUP wahidin
sudirohusodo mother and chill Makassar telah disetujui oleh Pembimbing
Lahan/Clinical Educator.

Makassar, 2021

Preceptor, Clinical Educator,

Dr.Yonathan Ramba,S.Pd.S.Ft.Physio.MSi Tiwi Marannu, S.Ft,Physio


NIP.199612221990031003 NIP.196904231997022001

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat

rahmat dan karunianya saya masih diberikesempatan untuk menyusun

laporan kasus yang berjudul “Manajemen Fisioterapi Pada Gangguan

Delay Development Usia 1 Tahun 7 Bulan Dengan Usia

Perkembangan 7 Bulan Et Causa Down Sindrome”

Laporan morning report ini adalah salah satu dari laporan klinik

dipoli klinik fisioterapi di RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo Mother and

Child. Selain itu juga laporan dari kasus ini bertujuan memberikan

informasi mengenai manajemen fisioterapi untuk kasus tersebut.

Tidak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada bapak/ibu

dosen fisioterapi poltekkes Makassar, bapak/ibu pembimbing klinik

fisioterapi RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo Mother and Child Makassar,

serta teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam

menyelesaikan laporan kasus ini.

Saya menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak

kekurangan, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran

yang membangun demi perbaikan dan penyempurnaan laporan ini. Dan

semoga dengan selesainya laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca

dan teman-teman yang membutuhkan.

iii
Makassar, 2021

Penulis

iv
DAFTAR ISI

SAMPUL
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................................ii
KATA PENGANTAR.....................................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................9
A. Tinjauan Tentang Tumbuh Kembang..................................................................9
B. Tinjauan Tentang Down Syndrome...................................................................17
1. Anatomi dan Fisiologi..................................................................................17
2. Definisi Down syndrome..............................................................................25
3. Epidemiologi.................................................................................................29
4. Etiologi..........................................................................................................30
5. Patofisiologi...................................................................................................31
C. Tinjauan Tentang Intervensi Fisioterapi............................................................33
BAB III PROSES ASSESMENT FISIOTERAPI...........................................................40
A. Data Medis.........................................................................................................40
B. Identitas Pasien..................................................................................................40
C. History Taking...................................................................................................41
D. Inspeksi Observasi.............................................................................................42
E. Pemeriksaan dan Pengukuran............................................................................43
F. Diagnosis Fisioterapi.........................................................................................46
G. Problematik Fisioterapi......................................................................................47
BAB IV INTERVENSI DAN EVALUASI FISIOTERAPI...........................................48
A. Rencana Intervensi Fisioterapi..........................................................................48
B. Strategi Intervensi Fisioterapi............................................................................48
v
C. Prosedur Pelaksaan Intervensi Fisioterapi.........................................................49
D. Edukasi/ Home Programe..................................................................................53
E. Evaluasi..............................................................................................................53
BAB V PEMBAHASAN................................................................................................54
A. Pembahasan Assesment Fisioterapi...................................................................54
B. Pembahasan Intervensi Fisioterapi (Clinical Reasoning)..................................64
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................69

vi
BAB I
PENDAHULUAN

Down Syndrome disebabkan oleh kelainan kromosom 21 dan merupakan

bentuk genetik yang paling sering diidentifikasi dari gangguan perkembangan

intelektual (Masgutova & Sadowska, 2015). Prevalensi Down Syndrome tampaknya

meningkat, Menurut catatan Indonesian Center for Biodiversity dan Biotechnology

(ICBB) Bogor, di Indonesia sendiri terdapat lebih dari 300 ribu anak dengan kasus

Down Syndrome. Kemungkinan wanita berumur 30 tahun melahirkan bayi dengan

Down Syndrome adalah 1:1000, sedangkan untuk umur 35 tahun adalah 1:400. Angka

kemungkinan munculnya Down Syndrome makin tinggi dengan didasari umur ibu

saat melahirkan. Berdasarkan hasil data yang didapat dari penelitian diatas telah

mengidentifikasi bahwasannya pada tahun 2013, total kasus Down Syndrome

mengalami peningkatan kurang lebih 0,01 dibandingkan pada tahun 2012. Pada tahun

2010, kasus Down Syndrome ini berada pada peringkat ketiga dengan kasus terbanyak

setelah tuna daksa dan tuna wicara yaitu dengan total 0,12 serta menduduki peringkat

keempat sebagai kasus terbanyak pada tahun 2013 yaitu sebesar 0,13. Jumlah kasus

Down Syndrome di Indonesia mengalami peningkatan dibandingkan pada tahun 2010

(Mahendra, 2013). Umumnya bayi dengan Down Syndrome memiliki berat dan

panjang lahir normal namun mengalami hypotonus. Akibat hypotonus tersebut

tumbuh kembang 2 mengalami keterlambatan baik motorik kasar, sensory feedback

dan stabilisasi postur sensory feedback dan stabilitas postural (Richard, 2013).

Fisioterapi dapat berperan dalam menguatkan tonus dan stimulasi motorik kasar.

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 7


Upaya fisioterapi bisa melalui pendekatan metode neurosenso, stimulasi tumbuh

kembang, Neuro Development Treatment (NDT) maupun play therapy. Pendekatan

yang dipilih penulis yaitu Neuro Senso Motor Reflex Development & Synchronization

atau Neuro Senso dan Neuro Development Treatment. Pedekatan neurosenso adalah

metode fisioterapi untuk mengawali terapi yang bertujuan untuk melatih proses

persepsi, integrasi dan asosiasi sensoris sehingga dapat memperbaiki sikap dan

perilaku gerak sesuai dengan tahap perkembangan (Kazemi et al., 2016). Neuro

Development Treatment dianggap sebagai cara penatalaksanaan terapi yang

komprehensif yang ditujukan untuk fungsi pergerakan sehari-hari yang relevan. Neuro

Development Treatment biasanya digunakan untuk rehabilitasi pada bayi, Down

Syndrome cerebral palsy serta gangguan perkembangan motorik lainnya (Lee et al.,

2017). Stimulasi adalah rangsangan yang datang dari lingkungan luar dan akan

berakibat pada proses tumbuh kembang. Pemberian stimulasi akan lebih efektif

apabila memperhatikan kebutuhan anak sesuai tahap perkembangannya. Efek dari

diberikannya stimulasi motorik adalah terjadinya kontraksi pada otot-otot yang

mengalami kelayuhan sehingga akan terjadi peningkatan tonus pada otot-otot tersebut

dan stimulasi tumbuh kembang (Skotko et al., 2009). Intervensi penanganan NDT

melatih keseimbangan, gerak anak, dan fasilitasi. NDT adalah metode terapi popular

dalam pendekatan intervensi pada bayi dan anak-anak dengan disfungsi motornuron,

maka dari itu peran fisioterapi pada Down Syndrome harus dilakukan sedini mungkin

sehingga tumbuh kembang anak dapat terarah sesuai dengan tahapan usianya.

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 8


RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Tumbuh Kembang

1. Konsep dasar tumbuh kembang

Pertumbuhan (growth) adalah merupakan peningkatan jumlah dan

besar sel di seluruh bagian tubuh selama sel-sel tersebut membelah diri

dan mensintesis protein-protein baru, menghasilkan penambahan jumlah

dan berat secara keseluruhan atau sebagian. Dalam pertumbuhan manusia

juga terjadi perubahan ukuran, berat badan, tinggi badan, ukuran tulang

dan gigi, serta perubahan secara kuantitatif dan perubahan fisik pada diri

manusia itu. Dalam pertumbuhan manusia terdapat peristiwa percepatan

dan perlambatan. Peristiwa ini merupakan kejadian yang ada dalam setiap

organ tubuh. Perkembangan (development) adalah perubahan secara

berangsurangsur dan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh,

meningkatkan dan meluasnya kapasitas seseorang melalui pertumbuhan,

kematangan atau kedewasaan (maturation), dan pembelajaran (learning).

Perkembangan manusia berjalan secara progresif, sistematis dan

berkesinambungan dengan perkembangan di waktu yang lalu.

Perkembangan terjadi perubahan dalam bentuk dan fungsi kematangan

organ mulai dari aspek fisik, intelektual, dan emosional. Perkembangan

secara fisik yang terjadi adalah dengan bertambahnya sempurna fungsi

organ. Perkembangan intelektual ditunjukan dengan kemampuan secara

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 10


simbol maupun abstrak seperti berbicara, bermain, berhitung.

Perkembangan emosional dapat dilihat dari perilaku sosial lingkungan

anak.

2. Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang

Setiap manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang

berbeda-beda antara satu dengan manusia lainnya, bisa dengan cepat

bahkan lambat, tergantung pada individu dan lingkungannya. Proses

tersebut dipengaruhi oleh beberapa factor- faktor di antaranya :

a) Faktor heriditer/ genetic

Faktor heriditer Pertumbuhan adalah suatu proses alamiah yang

terjadi pada individu, yaitu secara bertahap, berat dan tinggi anak

semakin bertambah dan secara simultan mengalami peningkatan untuk

berfungsi baik secara kognitif, psikososial maupun spiritual ( Supartini,

2010). Merupakan faktor keturunan secara genetik dari orang tua

kepada anaknya. Faktor ini tidak dapat berubah sepanjang hidup

manusia, dapat menentukan beberapa karkteristik seperti jenis kelamin,

ras, rambut, warna mata, pertumbuhan fisik, dan beberapa keunikan

sifat dan sikap tubuh seperti temperamen. Faktor ini dapat ditentukan

dengan adanya intensitas dan kecepatan dalam pembelahan sel telur,

tingkat sensitifitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas, dan

berhentinya pertumbuhan tulang. Potensi genetik yang berkualitas

hendaknya dapat berinteraksi dengan lingkungan yang positif agar

memperoleh hasil yang optimal.

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 11


b) Faktor Lingkungan/ eksternal

Lingkungan merupakan faktor yang mempengaruhi individu

setiap hari mulai lahir sampai akhir hayatnya, dan sangat

mempengaruhi tercapinya atau tidak potensi yang sudah ada dalam diri

manusia tersebut sesuai dengan genetiknya. Faktor lingkungan ini

secara garis besar dibagi menjadi 2 yaitu :

1) Lingkungan pranatal (faktor lingkungan ketika masihdalam

kandungan)

Faktor prenatal yang berpengaruh antara lain gizi ibu pada

waktu hamil, faktor mekanis, toksin atau zat kimia, endokrin,

radiasi, infeksi, stress, imunitas, dan anoksia embrio.

2) Lingkungan postnatal (lingkungan setelah kelahiran)

Lingkungan postnatal dapat di golongkan menjadi : ˃

Lingkungan biologis, meliputi ras, jenis kelamin, gizi, perawatan

kesehatan, penyakit kronis, dan fungsi metabolism ˃ Lingkungan

fisik, meliputi sanitasi, cuaca, keadaan rumah, dan radiasi. ˃

Lingkungan psikososial, meliputi stimulasi, motivasi belajar,

teman sebaya, stress, sekolah, cinta kasih, interaksi anak dengan

orang tua. ˃ Lingkungan keluarga dan adat istiadat, meliputi

pekerjaan atau pendapatan keluarga, pendidikan orang tua,

stabilitas rumah tangga, kepribadian orang tua.

c) Faktor Status

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 12


Sosial ekonomi Status sosial ekonomi dapat berpengaruh pada

tumbuh kembang anak. Anak yang lahir dan dibesarkan dalam

lingkungan status sosial yang tinggi cenderung lebih dapat tercukupi

kebutuhan gizinya dibandingkan dengan anak yang lahir dan

dibesarkan dalam status ekonomi yang rendah.

d) Faktor Nutrisi

Nutrisi adalah salah satu komponen penting dalam menunjang

kelangsungan proses tumbuh kembang. Selama masa tumbuh

kembang, anak sangat membutuhkan zat gizi seperti protein,

karbohidrat, lemak, mineral, vitamin, dan air. Apabila kebutuhan

tersebut tidak di penuhi maka proses tumbuh kembang selanjutnya

dapat terhambat.

e) Faktor Kesehatan

Status kesehatan dapat berpengaruh pada pencapaian tumbuh

kembang. Pada anak dengan kondisi tubuh yang sehat, percepatan

untuk tumbuh kembang sangat mudah. Namun sebaliknya, apabila

kondisi status kesehatan kurang baik, akan terjadi perlambatan.

3. Ciri-Ciri Tumbuh Kembang

Menurut Soetjiningsih, tumbuh kembang anak dimulai dari masa konsepsi

sampai dewasa memiliki ciri-ciri tersendiri yaitu :

a) Tumbuh kembang adalah proses yang kontinyu sejak konsepsi sampai

maturitas (dewasa) yang dipengaruhi oleh faktor bawaan daan

lingkungan.

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 13


b) Dalam periode tertentu terdapat percepatan dan perlambatan dalam

proses tumbuh kembang pada setiap organ tubuh berbeda.

c) Pola perkembangan anak adalah sama, tetapi kecepatannya berbeda

antara anak satu dengan lainnya.

d) Aktivitas seluruh tubuh diganti dengan respon tubuh yang khas oleh

setiap organ

Secara garis besar menurut Markum (1994) tumbuh kembang dibagi

menjadi 3 yaitu:

 Tumbuh kembang fisis Tumbuh kembang fisis meliputi perubahan dalam

ukuran besar dan fungsi organisme atau individu. Perubahan ini bervariasi

dari fungsi tingkat molekuler yang sederhana seperti aktifasi enzim

terhadap diferensi sel, sampai kepada proses metabolisme yang kompleks

dan perubahan bentuk fisik di masa pubertas

 Tumbuh kembang intelektual Tumbuh kembang intelektual berkaitan

dengan kepandaian berkomunikasi dan kemampuan menangani materi

yang bersifat abstrak dan simbolik, seperti bermain, berbicara, berhitung,

atau membaca.

 Tumbuh kembang emosional Proses tumbuh kembang emosional

bergantung pada kemampuan bayi umtuk membentuk ikatan batin,

kemampuan untuk bercinta kasih Prinsip tumbuh kembang menurut Potter

& Perry (2015) yaitu: Perkembangan merupakan hal yang teratur dan

mengikuti arah rangkaian tertentu. Perkembangan adalah suatu yang

terarah dan berlangsung terus menerus, dalam pola sebagai berikut

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 14


Cephalocaudal yaitu pertumbuhan berlangsung terus dari kepala ke arah

bawah bagian tubuh, Proximodistal yaitu perkembangan berlangsung terus

dari daerah pusat (proksimal) tubuh kearah luar tubuh (distal)

Differentiation yaitu perkembangan berlangsung terus dari yang mudah

kearah yang lebih kompleks. Perkembangan merupakan hal yang

kompleks, dapat diprediksi, terjadi dengan pola yang konsisiten dan

kronologis.

4. Tahap Tumbuh Kembang Tahap-tahap tumbuh kembang pada manusia

adalah sebagai berikut:

a) Neonatus (bayi lahir sampai usia 28 hari)

Dalam tahap neonatus ini bayi memiliki kemungkinan yang sangat besar

tumbuh dan kembang sesuai dengan tindakan yang dilakukan oleh orang

tuanya. Sedangkan perawat membantu orang tua dalam memenuhi

kebutuhan tumbuh kembang bayi yang masih belum diketahui oleh

orang tuanya.

b) Bayi (1 bulan sampai 1 tahun)

Dalam tahap ini bayi memiliki kemajuan tumbuh kembang yang sangat

pesat. Bayi pada usia 1-3 bulan mulai bisa mengangkat

kepala,mengikuti objek pada mata, melihat dengan tersenyum dll. Bayi

pada usia 3-6 bulan mulai bisa mengangkat kepala 90°, mulai bisa

mencari benda-benda yang ada di depan mata dll. Bayi usia 6-9 bulan

mulai bisa duduk tanpa di topang, bisa tengkurap dan berbalik sendiri

bahkan bisa berpartisipasi dalam bertepuk tangan dll. Bayi usia 9-12

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 15


bulan mulai bisa berdiri sendiri tanpa dibantu, berjalan dengan dtuntun,

menirukan suara dll. Perawat disini membantu orang tua dalam

memberikan pengetahuan dalam mengontrol perkembangan lingkungan

sekitar bayi agar pertumbuhan psikologis dan sosialnya bisa

berkembang dengan baik.

c) Todler (usia 1-3 tahun)

Anak usia toddler ( 1 – 3 th ) mempunyai sistem kontrol tubuh yang

mulai membaik, hampir setiap organ mengalami maturitas maksimal.

Pengalaman dan perilaku mereka mulai dipengaruhi oleh lingkungan

diluar keluarga terdekat, mereka mulai berinteraksi dengan teman,

mengembangkan perilaku/moral secara simbolis, kemampuan berbahasa

yang minimal. Sebagai sumber pelayanan kesehatan, perawat

berkepentingan untuk mengetahui konsep tumbuh kembang anak usia

toddler guna memberikan asuhan keperawatan anak dengan optimal.

d) Pra Sekolah (3-6 tahun)

Anak usia pra sekolah adalah anak yang berusia antara 3- 6 tahun

( Wong, 2000), anak usia prasekolah memiliki karakteristik tersendiri

dalam segi pertumbuhan dan perkembangannya. Dalam hal

pertumbuhan, secara fisik anak pada tahun ketiga terjadi penambahan

BB 1,8 s/d 2,7 kg dan rata-rata BB 14,6 kg.

e) Usia sekolah (6-12 tahun)

Kelompok usia sekolah sangat dipengaruhi oleh teman sebayanya.

Perkembangan fisik, psikososial, mental anak meningkat. Perawat disini

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 16


membantu memberikan waktu dan energi agar anak dapat mengejar

hoby yang sesuai dengan bakat yang ada dalam diri anak tersebut.

f) Remaja ( 12-18/20 tahun)

Perawat membantu para remaja untuk pengendalian emosi dan

pengendalian koping pada jiwa mereka saat ini dalam menghadapi

konflik.

g) Dewasa muda (20-40 tahun)

Perawat disini membantu remaja dalam menerima gaya hidup yang

mereka pilih, membantu dalam penyesuaian diri, menerima komitmen

dan kompetensi mereka, dukung perubahan yang penting untuk

kesehatan.

h) Dewasa menengah (40-65 tahun)

Perawat membantu individu membuat perencanaan sebagai antisipasi

terhadap perubahan hidup, untuk menerima faktor-faktor risiko yang

berhubungan dengan kesehatan dan fokuskan perhatian individu pada

kekuatan, bukan pada kelemahan.

B. Tinjauan Tentang Down Syndrome

1. Anatomi dan Fisiologi


a) Kromosom

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 17


Definisi Kromosom adalah unit genetik yang terdapat dalam setiap

inti sel pada semua makhluk hidup, kromosom berbentuk deret panjang

molekul yang disusun oleh DNA dan protein-protein.

Gambar 2.1

Kromosom DNA

Istilah kromosom diperkenalkan pertama kali oleh W. Waldeyer pada

tahun 1888. Kromosom berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata chrome

yang berarti warna dan soma berarti badan. Kromosom dapat diartikan

sebagai badan yang mampu menyerap warna. Kromosom merupakan

benda-benda yang halus berbentuk lurus seperti batang atau bengkok yang

berada di dalam nukleus. Karena dapat menyerap warna dengan jelas, maka

dapat diamati di bawah mikroskop. Setiap sel dalam tubuh makhluk hidup

terdiri dari tiga bagian utama, yaitu nukleus (inti Sel), Sitoplasma (cairan

sel), dan Membran pelindung sel. Di dalam nukleus, terdapat benang-

benang halus yang disebut ‘kromatid’, apabila terjadi pembelahan sel, maka

benang-benang halus itu dipintal membentuk kromosom. Seperti yang saya

jelaskan di atas, Kromosom adalah struktur padat yang terdiri dari dua

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 18


komponen molekul, yaitu protein dan DNA. Struktur pada kromosom ini

hanya akan tampak jelas pada metafase pembelahan sel.

b) Fungsi Kromosom

Fungsi Kromosom adalah sebagai berikut:

 Penyimpanan Kode Genetik : Kromosom mengandung materi genetik

yang dibutuhkan oleh organisme untuk tumbuh dan berkembang.

Molekul DNA yang terbuat dari rantai unit yang disebut gen. Gen

adalah bagian-bagian dari DNA dengan kode untuk protein tertentu

yang dibutuhkan oleh sel untuk fungsi yang tepat.

 Penentuan Jenis Kelamin : Manusia memiliki 23 pasang kromosom dari

mana satu pasang adalah kromosom seks. Wanita memiliki dua

kromosom X dan laki-laki memiliki satu kromosom X dan satu Y. Jenis

kelamin anak ditentukan oleh kromosom yang diturunkan oleh laki-laki.

Jika kromosom X dilewatkan dari kromosom XY, anak akan menjadi

perempuan dan jika kromosom Y yang dilewatkan, anak laki-laki akan

berkembang.

 Pengendalian Divisi Sel : Kromosom memeriksa pembagian sukses sel

selama proses mitosis. Kromosom sel induk memastikan bahwa

informasi yang benar diteruskan ke sel anak yang dibutuhkan oleh sel

untuk tumbuh dan berkembang dengan benar.

 Pembentukan Protein dan Penyimpanan : Protein sangat penting untuk

aktivitas sel. Kromosom mengarahkan urutan protein yang terbentuk

dalam tubuh kita dan juga menjaga urutan DNA. Protein juga disimpan

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 19


dalam struktur melingkar dari kromosom. Protein ini terikat bantuan

DNA dalam kemasan yang tepat dari DNA.

c) Struktur Kromosom

Kromosom terdiri dari DNA, RNA (asam ribo nukleat) dan protein.

Kromosom homolog (2n) adalah kromosom yang terdapat berpasangan dan

memiliki struktur dan komposisi yang sama. sel yang memiliki 2n

kromosom (kromosom homolog) disebut sel diploid. Bila tidak berpasangan

kromosom diberi simbol n kromosom. Sel dengan n kromosom adalah sel

haploid, misalnya sel kelamin jantan saja atau sel kelamin betina saja.

 Kromatid, Salah satu dari dua bagian identik kromosom yang terbentuk

setelah fase S pada pembelahan sel Kromatid adalah salah satu dari dua

lengan hasil reolikasi (perbanyakan) kromosom.Kromatid melekat satu

sama lain di bagaian sentromer.Istilah lain untuk kromatid adalah

kromonema (jamak; kromonemata) yang merupakan filamen yang sangat

tipis yang terlihat selama tahap profase (dan kadang-kadang pada tahap

interfase).

 Kromomer, merupakan struktur berbentuk manik-manik yang merupakan

akumulasi dari materi kromatin yang terkadang terlihat saat

interfase.Kromomer sangat jelas terlihat pada kromosom politen

(kromosom dengan DNA yang telah direplikasi berulang kali tanpa

adanya pemisahan dan terletak berdampingan sehingga bentuk kromosom

seperti kawat).

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 20


 Sentromer, Tempat persambungan kedua kromatid, dan tempat

melekatnya mikrotubulus. Sentromer adalah daerah konstriksi

(pelekukan) di sekitar pertengahan kromosom. Pada sentromer terdapat

kinetokor.Kinetokor adalah bagian kromosom yang merupakan tempat

pelekatan benang-benang spindle selama pembelahan inti dan merupakan

tempat melekatnya lengan kromosom.

 Lekukan kedua yaitu pada beberapa kromosom terdapat lekukan kedua

yang berada di sepanjang lengan dan berhubungan nucleolus. Oleh karena

itu disebut dengan NOR (Nucleolar Organizing Regions).

 Satelit adalah bagian kromosom yang berbentuk bulatan dan terletak di

ujung lengan kromatid. Satelit terbentuk karena adanya kontriksi

sekunder di daerah tersebut. Tidak semua kromosom memiliki satelit.

 Telomer merupakan istilah yang menunjukkan daerah terujung pada

kromosom. Telomer berfungsi untuk menjaga stabilitas bagian terujung

kromosom agar DNA di daerah tersebut tidak terurai. Karena pentingnya

telomer, sel yang telomer kromosomnya mengalami kerusakan umumnya

segera mati.

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 21


Gambar 2.2 Bagian-bagian

Kromosom Karakter-karakter kromosom paling mudah dipelajari

pada fase prometafase dari mitosis, karena pada saat tersebut kromosom-

kromosom tampak tersebar tidak saling tumpang tindih dan masing-

masing kromosom berbentuk silindroid dengan empat lengan karena

mempunyai 2 kromatid serupa (sister chromatid).

Setiap kromatid pada kromosom tersusun atas molekul-molekul

DNA.Molekul-molekul DNA ini bersatu dengan protein histon

membentuk nukleosom. Nukleosom-nukleosom ini dengan protein non

histon akan membelit dan memutar membentuk spiral (coil) dan ulir-ulir

ini akan meutar dan membelit lagi membentuk super spiral (super coil).

Dengan demikian kromosom akan tampak memendek (terkondensasi)

setelah akhir fase interfase dari siklus sel.

Kromosom yang terdiri dari dua kromatid serupa mempunyai

lenganpendek (p) dan lengan panjang (q). Kedua lengan kromosom ini

dipisahkan oleh suatu bagian yang disebut sentromer atau lekukan

pertama (centromere) dan pada masing-masing kromatid terdapat bagian

yang disebut kinetokor yang berfungsi untuk berpegangannya kromosom

dengan benangbenang spidel .Pada beberapa kromosom kadang-kadang

masih dapat dilihat adanya lekukan kearah dalam lainnya sehingga

memisahkan bagian kecil dari lengan kromosom dan lekukan ini

dinamakan lekukan sekunder (secondary constriction). Kromosom

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 22


tersusun atas DNA yang berkondensasi bersama protein histon di dalam

inti sel, membentuk struktur bernama nukleosom. DNA

(deoxyribonucleic acid) atau asam deoksiriboneukleat merupakan

substansi pembawa pembentuk nukleosom.

Nukleosom-nukleosom berkelompok dan membentuk benang

yang lebih kompak, yang dinamakan benang kromatin. Kromatin akan

terlihat sebagai benang yang mengandung struktur manik-manik (beads

on a string), yakni nukleosom. Benang kromatin ini ditemukan di dalam

inti sel. Ketika sel akan membelah, benang kromatin membentuk pilinan

yang semakin padat sehingga dapat terlihat menggunakan mikroskop.

Struktur yang dihasilkan oleh pengompakan benang kromatin tersebut

dikenal sebagai kromosom. Sebelum sel membelah, molekul DNA dari

setiap kromosom berduplikasi sehingga terbentuk lengan kromosom

ganda yang disebut kromatid. Pada kromosom terdapat suatu daerah

terang yang tidak mengandung gen, dinamakan sentromer . Bagian ini

memiliki peranan sangat penting pada proses pembelahan sel. Di bagian

inilah benang gelendong menempel untuk bagian kromosom pada

masing-masing kutub pembelahan yang berlawanan.Suatu kromosom

terdiri dari beberapa bagian, yaitu kromatid, kromomer, sentromer atau

kinetokor, satelit, dan telomer.

d) Type atau Jenis Kromosom

Kromosom dalam tubuh berdasarkan pengaruhnya terhadap

penentuan jenis kelamin dan sifat tubuh dibedakan menjadi dua, yaitu: -

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 23


Autosom, disebut juga kromosom biasa atau kromosom tubuh. Autosom

tidak menentukan jenis kelamin organisme. Pada manusia dengan

jumlah kromosom sel somatis 46 buah, memiliki 44 autosom.

Selebihnya, 2 kromosom, adalah kromosom kelamin. Penulisan

autosom dilambangkan dengan huruf A sehingga penulisan autosom sel

somatis manusia adalah 44A atau 22AA. Gonosom, disebut juga

kromosom kelamin atau kromosom seks. Gonosom dapat menentukan

jenis kelamin makhluk hidup. Jumlahnya sepasang pada sel somatis.

Pada manusia dengan jumlah kromosom sel somatis 46 buah, terdapat

44 autosom dan 2 gonosom. Terdapat 2 jenis gonosom, yaitu X dan Y.

Umumnya pada makhluk hidup, gonosom X menentukan jenis kelamin

betina dan gonosom Y menentukan jenis kelamin jantan. Susunan

gonosom wanita XX dan gonosom pria XY. Oleh karena itu, penulisan

kromosom sel somatic (2n) adalah 44A + XY (pria) atau 44A + XX

(wanita). Adapun untuk sel gamet (n) adalah 22A + X atau 22A + Y.

Berdasarkan letak sentromer pada lengan kromatid, maka akan ada 4

tipe kromosom yaitu :

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 24


Gambar Type Kromosom

berdasarkan letak sentromer lengan kromatik

 Talosentrik, yaitu kromosom yang sentromer nya terletak di ujung

kromosom.

 Metasentrik, yaitu kromosom yang sentromer nya terletak di tengah

kromatid sehingga secara relatif membagi kromatid menjadi dua bagian

 Submetasentrik adalah kromosom yang letak sentromernya mendekati

bagian tengah, namun tidak pada bagian tengah, sehingga kromatid nya

terlihat sedikit panjang sebelah.

 Akrosentrik, yaitu kromosom yang letak sentromer nya berada diantara

tengah dan ujung lengan kromatid.

e) Jumlah Kromosom

Kromosom pada makhluk hidup biasanya ditemukan dalam keadaan

berpasang-pasangan, oleh karena itu disebut diploid. Kromosom diploid

dipertahankan dari generasi ke generasi dengan pemebelahan mitosis

(pembelahan yang menghasilkan dua anak yang bersifat sama dengan

induknya). Kromosom yang berpasangan (kromosom homolog) memiliki

bentuk, ukuran,dan komposisi yang sama Pada manusia setiap sel somatik

berjumlah 46 (kecuali sel sperma dan ovum, karena memiliki set tunggal

kromosom) kromosom atau 23 pasang. 46 kromosom manusia ini

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 25


merupakan dua set kromosom yang terdiri dari masingmasing 23 kromosom,

yaitu satu set maternal (dari ibu) dan satu set paternal (dari ayah). Gambar di

bawah

merupakan

bentuk 23

pasang kromosom manusia

Gambar. Bentuk 23 pasang kromosom manusia

Konsep Penentuan Jenis Kelamin Ada satu konsep penting dalam

mempelajari kromosom homolog pada sel somatik, yaitu adanya kromosom

unik, yang disebut kromosom X dan Y. Dari 23 pasang kromosom 22

pasang diantaranya merupakan autosom (tidak menentukan jenis kelamin)

dan 1 pasang genosom. Wanita memiliki kromosom homolog X (XX),

Meskipun kaum wanita memiliki dua kromosom X, salah satunya akan

menjadi tidak aktif saat masa embrio. Pria memiliki sebuah kromosom X

dan sebuah kromosom Y Jadi Kromosom X dan Y ini akan menentukan

kelamin individu, apabila kromosom anak yang lahir XX maka ia

perempuan, apabila kromosomnya XY maka ia adalah laki-laki.

2. Definisi Down syndrome

Down Syndrome merupakan kelainan kromosom yang dimana

terbentuknya kromosom 21 (trisomy 21) akibat kegagalan sepasang

kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan (Rina,

2016).

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 26


Down Syndrome adalah suatu kelainan genetik dibawa sejak bayi

lahir, terjadi ketika saat masa embrio disebabkan kesalahan dalam

pembelahan sel yang disebut “nondisjunction” embrio yang biasanya

menghasilkan dua Salinan kromosom 21 (Kemenkes RI, 2019).

Down Syndrome atau trisomy 21 adalah kelainan yang

menyebabkan penderita mengalami keterlambatan dalam pertumbuhannya,

kecacatan kelemahan fisik serta memiliki IQ yang relative rendah

dibanding dengan orang normal pada umumnya, dimana kelainan ini

diakibatkan kromosom 21 berjumlah 3 (NDSS, 2021).

Gambar kromosom 21 pada anak down syndrome

Down syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan fisik dan

mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas kromosom. Kromosom

ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling

memisahkan diri saat terjadi pembelahan (Judarwanto, 2012).

Pada manusia normal, 23 kromosom tersebut berpasang-pasangan

hingga jumlahnya menjadi 46. Pada penderita down syndrome, kromosom

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 27


nomor 21 berjumlah tiga (trisomi), sehingga totalnya menjadi 47

kromosom. Jumlah yang berlebihan ini mengakibatkan ketidakstabilan

pada sistem metabolisme sel dan kelainan dari jumlah kromosom ini

mengakibatkan kelainan perkembangan otak dan terganggunya

keseimbangan motorik yang akhirnya memunculkan down syndrome.

Hingga saat ini, penyebab terjadinya down syndrome dikaitkan dengan

hubungan antara usia sang ibu ketika mengandung dengan kondisi bayi.

Yaitu semakin tua usia ibu, maka semakin tinggi pula risiko melahirkan

anak dengan down syndrome (Miftah, 2013).

Kromosom merupakan serat-serat khusus yang terdapat di dalam

setiap sel di dalam badan manusia dimana terdapat beberapa genetik yang

menentukan sifat-sifat seseorang. Manusia secara normal memiliki 46 13

kromosom, sejumlah 23 diturunkan oleh ayah dan 23 lainnya diturunkan

oleh ibu (Soetjiningsih, 2015). Kromosom pada anak down syndrome

hampir selalu memiliki 47 kromosom bukan 46. Ketika terjadi pematangan

telur, 2 kromosom pada pasangan kromosom 21, yaitu kromosom terkecil

gagal membelah diri. Jika telur bertemu dengan sperma akan terdapat

kromosom 21 yang istilah teknisnya adalah trisomi 21.

Perbedaan fisik anak normal dengan anak down syndrome dapat

diketahui ciri utama dari bentuk ini adalah dari segi struktur muka dan atau

ketidakmampuan fisik serta waktu hidup yang singkat. Pada tahun 1866,

John Langdon Haydon Down pertama kali mendeskripsikan gambaran fisik

dan masalah kesehatan yang sesuai dengan gambaran down syndrome.

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 28


Lejeune dan Jacobs, pada tahun 1959, pertama kali menemukan bahwa

kelainan ini disebabkan oleh Trisomi 21 (Soetjiningsih, 2015).

Gambar perbedaan fisik


anak normal dengan anak
down syndrome (Suryo, 2015)

Untuk mengetahui atau mendeteksi adanya down syndrome anak

harus melalui prosedur yang disebut kariotipe. Kariotipe adalah suatu visual

yang menampilkan kromosom lalu dikelompokkan menurut ukuran, jumlah

dan bentuk. Kromosom dapat diketahui dengan memeriksa darah atau sel-

sel jaringan. Anak yang mengalami kelainan perkembangan otak kehilangan

kemampuan untuk menyerap informasi (sensorik) dan merespons informasi

(motorik) (Indriasari, 2011). Kromosom dapat dianggap memberikan

pengaruh penting untuk perkembangan otak karena kelainan kromosom

dapat mengganggu perkembangan otak pada semua tahap. Seperti

perkembangan otak di basal ganglia, hipotalamus mengalami gangguan

neurologis (Bremner and Wachs, 2010). Basal ganglia memiliki peran

kompleks dalam mengontrol gerakan tubuh manusia. Secara khusus, basal

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 29


ganglia penting dalam perkembangan tonus otot di seluruh tubuh (Irfan,

2010).

Pada down syndrome basal ganglia tidak berkembang dengan baik

untuk 15 melaksanakan peran-perannya mengontrol gerakan tubuh.

Kelebihan kromosom dapat menyebabkan perubahan dalam proses normal

yang mengatur embryogenesis dan memungkinkan terjadinya

penyimpangan perkembangan fisik (kelainan otot), system saraf pusat

(penglihatan, pendengaran, keseimbangan) dan kecerdasan yang terbatas

(Ratna, 2014). Ada berbagai tingkat disfungsi integrasi sensorik pada anak-

anak down syndrome. Anak dengan down syndrome memiliki masalah

untuk menjaga keseimbangan mereka, baik sambil berdiri dan berjalan.

Gangguan fungsi pada ekstremitas bawah membuat dirinya berbeda dari

orang normal. Kompensasi dari gangguan tersebut menyebabkan

berlebihnya usaha atau upaya untuk mempertahankan agar tubuh mampu

menjaga keseimbangan.

3. Epidemiologi

Data epidemiologi menunjukkan angka insidensi down syndrome

meningkat seiring brtambahnya usia ibu hamil. Angka tersebut bervariasi

antara 1 per 319 – 1000 kelahiran hidup di populasi studi yang berbeda

(Ruiz-González et al., 2019) World Health Organization (WHO)

mengestimasikan terdapat 1 kejadian down syndrome per 1.000 kelahiran

di seluruh dunia. Setiap tahunnya, sekitar 3.000 hingga 5.000 anak lahir

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 30


dengan kondisi ini. WHO memperkirakan ada 8 juta penderita down

syndrome di seluruh dunia. (Kemenkes RI, 2019). Prevalensi penyakit

bervariasi antar negara sebagai akibat dari variabel sosial budaya dan

ekonomi, termasuk ratarata usia ibu saat konsepsi serta prenatal (Coppedè,

2016). Prevalensi kasus Down Syndrome di Indonesia cenderung

meningkat, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun

2010, pada anak 24 sampai 59 bulan kasus Down Syndrome terbesar

mencapai 0,12%, pada Riskesdas tahun 2013 meningkat menjadi 0,13%

dan pada Riskesdas tahun 2018 meningkat lagi menjadi 0,21%. (Kemenkes

RI, 2019).

4. Etiologi

Selama satu abad sebelumnya, banyak hipotesis penyebab Down

Syndrome, tetapi sejak ditemukan pada 1995, perhatian lebih dipusatkan

pada kelainan kromosom. Kelainan kromosom tersebut kemungkinan

disebabkan oleh : ∞ Genetik. Translokasi, 25% bersifat familial. Bukti

yang mendukung teori ini didasarkan atas hasil penelitian epidemiologi

yang menyatakan bahwa ada peningkatan risiko berulang bila dalam

keluarga terdapat anak dengan Down Syndrome. Bila terdapat translokasi

pada kedua orang tua, sebaiknya dilakukan studi familial tambahan dan

konseling untuk menentukan adanya karier atau tidak. Kalau orangtuanya

adalah karier, anggota keluarga lainnya juga harus diperiksa, sehingga

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 31


akan teridentifikasi risiko Down Syndrome. Tipe nondisjunction juga

diperkirakan berhubungan dengan genetika.

5. Patofisiologi

Tubuh manusia memiliki sel di dalamnya terdapat nucleus, dimana

materi genetic disimpan dalam gen. gen membawa kode yang

bertanggungjawab atas semua sifat yang diwarisi oleh orang tua, kemudian

dikelompokkan Bersama batang seperti struktur yang disebut kromosom.

Biasanya, inti dari setiap sel mengandung 23 pasang kromosom. Down

Syndrome terjadi ketika seorang individu memiliki Salinan ekstra yang

terjadi pada kromosom 21 (Hazmi,2014).

Anak down syndrome tidak mempunyai 46 kromosom yang

seharusnya melainkan 47 kromosom. Penyebab kromosom ekstra ini yang

paling sering adalah non-disjunction.

Kelainan kromosom akibat non-disjunction disebabkan selama

pembelahan sel, kromosom normalnya memisah dalam suatu proses yang

dikenal dengan disjunction dimana kegagalan sepasang kromosom untuk

memisahkan selama meiosis, merupakan proses sel telur dan sperma

mereplikasi diri dan membagi. Akibat kegagalan ini gamet dihasilkan

dengan tambahan Salinan kromosom 21, sehingga embrio memiliki 47

kromosom dengan tiga Salinan kromosom 21.

6. Faktor Risiko Down Syndrome

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 32


Faktor risiko down syndrome berdasarkan Pusat Data dan Informasi

Kementrian Kesehatan RI yaitu (Kemenkes RI, 2019):

a) Usia ibu saat hamil

NDSS (National Downs Syndrome Society) mengungkapkan

semakin bertambah usia ibu pada saat kehamilan maka semakin tinggi

probabilitas memiliki anak down syndrome. Setelah umur lebih dari 40

tahun risiko melahirkan anak down syndrome mulai meningkat,

terutama pada tipe non-disfunction. Peningkatan insiden ini

berhubungan dengan perubahan endokrin seperti peningkatan sekresi

androgen, peningkatan hormone LH (Luteinzing Hormone) dan FSH

(Follicular Stimulating Hormone) terutama hormon seks yang

meningkat secara mendadak pada saat sebelum monopouse dapat

meningkatkan kemungkinan terjadinya nondisjunction.

b) Genetik

Dilansir dari Mayo Clinic, sekitar 4% kasus down syndrome

adalah hasil dari genetik atau warisan salah satu pihak orangtua. Baik

pria dan wanita bisa menjadi pembawa down syndrome didalam

gennya. Pembawa genetic tersebut disebut carrier. Seorang pembawa

(carrier) bisa tidak menunjukkan tanda atau gejala down syndrome,

tapi ia bisa menurunkan proses kelahiran tersebut ke janinnya, yang

menyebabkan tambahan kromosom 21. Risiko penurunan down

syndrome akan tergantung pada jenis kelamin orangtua pembawa

kromosom 21 yang dimana jika ayah adalah agen pembawa (carrier),

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 33


risiko down syndrome sekitar 3% dan jika ibu adalah agen pembawa

(carrier), risiko down syndrome berkisar 10-15%.

c) Pernah melahirkan bayi Down Syndrome sebelumnya

Wanita yang pernah mengandung janin dengan down syndrome

memiliki risiko 1:100 untuk memiliki bayi selanjutnya juga mengidap

down syndrome.

d) Kekurangan asam folat

Beberapa ahli berpendapat bahwa down syndrome dapat dipicu

oleh kerja metabolisme tubuh yang kurang optimal untuk memecah

asam folat. Penurunan metabolism asam folat bisa berpengaruh

terhadap pengaturan epigenetik untuk membentuk kromosom.

C. Tinjauan Tentang Intervensi Fisioterapi

1) NDT (Neuro Development Treatment)

NDT atau Bobath adalah pendekatan problem solving dalam

pemeriksaan dan treatment pada individu yang mengalami gangguan

fungsi gerak, postur dan control tubuh akibat gangguan CNS dan dapat

diimplementasikan pada individu dari semua golongan usia dan angka dari

beberapa tingkat ke derajat yang ketidak mampuan fisik dan fungsi (raine

2006; IBITA 2007).

 Konsep dasar NDT

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 34


- Gangguan normal maturation akibat lesi yang bisa

mengakibatkan keterlambatan bahkan berhentinya beberapa

aspek perkembangan.

- Adanya pola gerak dan postur yang abnormal akibat tonus

postural yang abnormal.

 Filosofi NDT

- Gerakannya dinamis dan berurutan

- Arah gerakan chepalo-caudal,proksimal-distal

- Gerakan otomatis > disadari

- Responsif dan adaptif

 Teknik NDT

a) Inhibisi

Suatu upaya untuk menghambat atau menurunkan atau

menghentikan tonus otot yang berlebihan dengan tehnik RIP

(reflek Inhibitory pattern ) yaitu menghambat pola gerak

abnormal menjadi sikap tubuh yang normal dengan merubah

tonus dan pola gerakannya.

b) Fasilitasi

Suatu upaya untuk mempermudah reaksi-reaksi automatik dan

gerak motorik yang benar dengan tehnik KPO ( Key Point of

Control).

Tujuan fasilitasi :

- memperbaiki tonus postural

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 35


- memelihara & mengembalikan kualitas tonus

- memudahkan gerakan yang disadari & diperlukan untuk

aktifitas sehari-hari.

c) Stimulasi

Suatu upaya untuk memperkuat & meningkatkan otot melalui

propioseptik dan taktil. Tujuannya : meningkatkan reaksi anak

memelihara posisi & pola gerak yg dipengaruhi oleh gaya

gravitasi secara otomatis.

Jenis stimulasi :

1) Tapping > grup otot antagonis.

2) Placcing & holding > penempatan pegangan

3) Placcing Weight Bearing > penumpuan badan

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 36


Gambar Stimulasi Berguling

Gambar stimulasi dari posisi tengkurap dan kemudian duduk

Gambar stimulasi dari posisi terlentang kemudian duduk

Gambar Fasilitasi reflek

tegak pada kepala & supporting reaction ke depan

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 37


Gambar Fasilitasi ekstensor vertebrae & supporting reaction pada lengan ke depan

d) Pasif Muscle Exercises

- Pengertian

Pasif muscle exercise adalah metode exercise dimana

fisioterapis berperan menggerakkan anggota gerak dan

tubuh pasien sesuai dengan gerakan anatomis sampai pada

akhir ROM atau sesuai toleransi pasien. Metode ini tepat

untuk diterapka kepada pasien anak karena gerakan aktif

yang maupun resistance exercise tidak efektif diberikan

karena pasien anak tidak mampu dengan baik menhikuti

seluruh instruksi fisioterapis dengan benar terutama untuk

pasien-pasien anak yang memiliki gangguan kognitif dan

inteligensi.

- Tujuan

Exercise ini dilakukan untuk mengurangi komplikasi

immmobilisasi dengan tujuan:

- Meminimalkan efek terjadinya kontraktur.

- Mempertahankan integritas sendi dan jaringan lunak

- Mempertahankan elastisitas mekanik otot.

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 38


- Membantu sirkulasi dan vaskularisasi dinamik

- Meningkatkan gerakan sinovial untuk nutrisi

cartilago dan difusi material-material sendi.

- Menurunkan nyeri.

- Membantu mempertahankan gerakan pasien.

2) Bridging Exercises

o Definisi

Bridging exercise biasa disebut pelvic bridging exercise

adalah latihan, baik untuk latihan penguatan-stabilisasi

pada glutea, hip dan punggung bawah (Miller, 2012).

Bridging exercise adalah cara yang baik untuk

mengisolasi dan memperkuat (pantat) otot gluteus dan

hamstring (belakang kaki bagian atas ). Jika melakukan

latihan ini dengan benar, bridging digunakan untuk

stabilitas dan latihan penguatan yang menargetkan otot

perut serta otot-otot punggung bawah dan hip. Akhirnya,

bridging exercise 30 dianggap sebagai latihan

rehabilitasi dasar untuk meningkatkan

stabilitas/keseimbangan dan stabilisasi tulang belakang

(Quinn, 2012).

Bridging exercise merupakan latihan yang mudah

untuk dilakukan, sangat bermanfaat dalam

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 39


mempertahankan kekuatan di punggung bawah dan

berguna dalam program pencegahan sakit punggung

bawah. Bridging exercise juga merupakan latihan

yang bagus yang memperkuat otot-otot paraspinal, otot-

otot kuadrisep di bagian atas paha, otot-otot hamstring di

bagian belakang paha, otot perut dan otot otot glutealis

(pantat)

a) Tujuan bridging exercise yaitu :

- Mengisolasi dan memperkuat otot gluteus dan hamstring

- Untuk stabilitas dan latihan penguatan yang menargetkan

otot perut serta otot-otot punggung bawah dan hip

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 40


BAB III
PROSES ASSESMENT FISIOTERAPI

A. Data Medis

Nama : Anak. Faezxxx

No.M.R : 91-92-68

Denyut Nadi : 130x/menit

Pernapasan : 24/menit

Suhu : 35,7oC

B. Identitas Pasien

1. Identitas Pasien/anak

Nama : An.Fxxxx Txxxxx Axxx

Umur : 1 Tahun 7 Bulan

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Alamat : Jl. Dg.Tata Hartako Indah, Tamalate

Agama : Islam

Berat Badan : 9,5 Kg

Tinggi Badan : 73 Cm

Usia Perkembangan : 7 Bulan

2. Identitas orang tua

Nama : Juhaeril / Retno Indah Kusyuniati

Umur : 45 Tahun

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 41


Anak ke- : 5 dari 5 bersaudara

Alamat : Jl. Dg.Tata Hartako Indah, Tamalate

C. History Taking

Keluhan Utama : Gangguan perkebangan motorik, kognitif, keterlambatan

pertumbuhan dan perkembangan berdiri dan berjalan.

Riwayat Penyakit : Tidak pernah kejang, tidak sesak, tidak muntah, dan tidak

pernah demam tinggi.

Riwayat Tumbuh Kembang : Tengkurap 6 bulan, Duduk 14 Bulan, Bahasa 8

bulan

Riwayat Kehamilan : Ibu saat hamil pada usia 43 tahun, tidak ada

riwayat sakit selama hamil, ibu rutin kontrol kehamilannya

dan rutin konsumsi vitamin dan supplement penambah darah

selama hamil anak ke -5 , ada pendarahan saat usia kehamilan

3-4 bulan.

Riwayat Kelahiran : Lahir cukup bulan, anak menangis,BB 2,4 kg

Riwayat Trauma : Tidak ada

RPP : Anak merupakan anak ke-5 dari lima bersaudara, di usia ibu

43 tahun. Lahir dalam keadaan normal dan cukup bulan. Berat

badan lahir 2400 gram dan menangis. Tidak ada riwayat

demam dan kejang. Sekitar tahun 2020 yang lalu anak dibawa

ke dokter specialis anak kemudian dirujuk ke fisioterapi

Mother and Child di RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 42


Makassar untuk mendapatkan tindakan fisioterapi. Anak

mengalami keterlambatan tumbuh kembang dalam sector

personal sosial, motorik halus, bahasa dan motorik kasar.

Belum mampu untuk berdiri dengan pegangan, serta kaki anak

belum bisa menyangga tubuh dan belum bisa memposisikan

dengan seimbang. Serta adanya hipotonus pada AGA dan

AGB. Pasien sudah mendapat tindakan terapi (seminggu 2x,

Selasa dan Kamis).

D. Inspeksi Observasi
1. Statis

a. Pasien dapat duduk tanpa sandaran

b. Nampak wajah khas down Sindrom

2. Dinamis

a. Pasien dapat mengikuti (melihat) arah objek ketika dipindahkan ke

berbagai arah

b. Head Control : Pasien dapat menegakkan kepala

c. Hand Support : Pasien mampu memegang benda dengan ke dua

tangannya.

d. Trunk Control : Pasien sudah mampu mengontrol trunk dengan baik

e. Pelvic Control : Pasien belum mampu mengontrol pelvic dengan

maksimal

f. Pasien dapat tengkurap

g. Pasien dapat tidur miring kanan dan kiri

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 43


h. Pasien belum bisa berkomunikasi dengan baik

E. Pemeriksaan dan Pengukuran

1. Pengukuran Antropometri

Berat Badan : 9,5 kg

Tinggi Badan : 73,5 cm

Lingkar Kepala : 45 cm

Panjang Tungkai : Kanan : 27 cm dan Kiri : 28 cm

2. Palpasi

Suhu tubuh : tidak ada peningkatan suhu tubuh

Nyeri : tidak ada nyeri

Oedema : tidak ada oedem

Tonus otot : hipotonus AGA dan AGB

3. Tes Orientasi

Mampu tengkurap secara mandiri

Mampu membalikkan kanan kiri pada saat baring

Tidak dapat berdiri

4. Pemeriksaan sensoris

System sensory Hasil


Penglihatan (Visual) Anak mampu mengikuti mainan/objek
Pendengaran (Auditory) Anak dapat mencari sumber bunyi
Peraba (Tactile) Anak dapat merasakan ketika di sentuh
Keseimbangan anak terganggu akibat
Keseimbangan (Vestibular) Pelvic Control yang belum maksimal,
anak belum mampu berdiri
Proprioceptive Kemampuan menumpu pada kaki masih
belum maksimal

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 44


5. Pemeriksaan Refleks

a. Pemeriksaan Refleks Primitif

Graps refleks :+

Rooting reflex :-

Refleks Merangkak : -

Fleksor withdrawal : -

b. Pemeriksaan Patologis

Refleks Babinsky : +

Refleks walking :-

c. Deep Tendon Reflex

Biceps tendo refleks : normal

Triceps tendon refleks : normal

Petella tendon reflex : meningkat

Achilles tendo refleks : meningkat

6. Pemeriksaan Tumbuh Kembang (Skala Denver II)

Hasil pemeriksaan tumbuh kembang pasien menurut skala denver II : Suspect

a. Motorik Kasar : Bangun kemudian duduk (sesuai usia perkembangan 6

bulan)

b. Motorik Halus : menggapai mainan dan dapat bermain sendiri (sesuai

Perkembangan 6 bulan)

c. Bahasa : dapat menanggapi suara atau bunyi (sesuai usia 7

bulan)

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 45


d. Personal social : melambaikan tangan (sesuai usia 6 bulan)

Hasil : Anak mengalami keterlambatan tumbuh kembang dalam

sektor personal sosial, motorik halus, bahasa dan motorik kasar.

7. Pemeriksaan Tonus Otot

Skala yang dapat digunakan untuk menilai derajat spastistitas tonus otot,

Asworth scale banyak digunakan dan memiliki reabilitas cukup baik.

Grade Keterangan
0 Tidak ada peningkatan tonus otot
1 Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan terusnya
tahanan minimal pada akhir ROM pada waktu sendi di
gerakkanfleksi atau ektensi
2 Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan adanya
pemberhentian gerakan pada pertengahan ROM dan adanya
tahanan minimal sepanjang sisa ROM
3 Peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjang sebagian besar ROM
tapisendi masih mudah digerakkan
4 Peningkatan tonus otot sangat nyata sepanjang ROM, gerak pasif
sulit dilakukan
5 Sendi atau ekstremitas kaku/ rigid pada gerakan fleksi atau
Ekstensi

Hasil :
Tonus otot ekstremitas superior : 1
Tonus otot ekstremitas inferior : 1
5. Pemeriksaan Posture dan Balance
a. Pola Posture (General Postural Alignment)
1) Posisi Terlentang

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 46


Regio Dextra Sinistra
Head & Neck Fordward head
Shoulder Netral
Elbow Netral
Forearm Netral
Wrist Netral
Finger Fleksi
Trunk Semi Fleksi
Pelvic Posterior Tilting
Hip Internal rotasi,sedikit fleksi
Knee Semi fleksi
Ankle Plantar Fleksi, Inversi
Toe Netral

2) Posisi Tengkurap dan Merangkak

Regio Dextra Sinistra


Head & neck Bergerak bebas dan head kontrol adekuat
Shoulder Netral
Elbow Netral
Forearm Netral
Wrist Netral
Finger fleksi
Trunk Semi fleksi
Pelvic Posterior tilting
Hip Fleksi, diseret Fleksi, tungkai kiri
ketika merangkak yang digerakkan
Knee Fleksi Fleksi
Ankle Sedikit plantar fleksi
Toe Semi fleksi

b. Pemeriksaan Balance

1) Statis : Belum mampu berdiri sendiri, ketika diberdirikan tungkai

Anak difleksikan.

2) Dinamis : Anak belum mampu berdiri secara mandiri.

F. Diagnosis Fisioterapi

“Gangguan Delay Development Usia 1 Tahun 7 Bulan Dengan Usia

Perkembangan 7 Bulan Et Causa Down Sindrome”

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 47


G. Problematik Fisioterapi

No Komponen ICF Pemeriksaan/Pengukuran Yang Membuktikan


.
1. Impairment ( Body Structure)

a. tonus AGB Skala asworth dan palpasi

b. Gangguan postural (fordward Inspeksi dan pemeriksaan postural


head, kifosis)
2. Impairment ( Body Function)
a. Kesulitan aktivitas berdiri Inspeksi, posisi & pola gerak
b. Keseimbangan yang kurang Inspeksi pemeriksaan balance
baik
c. Tungkai cenderung fleksi Inspeksi dan pemeriksaan sensorik
3. Activity Limitation
a. Kesulitan untuk merangkak Anamnesis, inspeksi, tes orientasi, DDST II.
dengan pola yang benar
b. Kesulitan untuk untuk transfer Anamnesis, inspeksi, tes orientasi, DDST II
dari duduk ke berdiri secara
mandiri
c. Kesulitan untuk berdiri tanpa Anamnesis, inspeksi, tes orientasi, DDST II
bantuan
4. Participation Restriction
a. Gangguan dalam bermain dan Anamnesis
berinteraksi dengan teman
sebaya serta belum mampu
untuk berbicara

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 48


BAB IV
INTERVENSI DAN EVALUASI FISIOTERAPI

A. Rencana Intervensi Fisioterapi

1. Tujuan Jangka Pendek

Memperbaiki aktifitas fungsional dasar merangkak dengan pola yang benar,

transfer dari duduk ke berdiri, berdiri dan berjalan dan meningkatkan fungsi

gerak dan aktivitas fungsional pasien sehingga dapat bermain dan beraktivitas

sesuai dengan usia kalender.

2. Tujuan Jangka Panjang

 Mengurangi peningkatan tonus otot (AGB)

 Meningkatkan kekuatan otot lengan dan tungkai

 Mengurangi gangguan sensori taktil

 Memperbaiki kontrol postur, gerak dan keseimbangan

B. Strategi Intervensi Fisioterapi

No. Problematik Fisioterapi Tujuan Intervensi Jenis Intervensi


1. Impairment (Body Structure)
Mengurangi peningkatan NDT dan
a. tonus AGB tonus otot NSMRDS
b. Gangguan postural Memperbaiki postural NDT
(fordward head,
kifosis)
2. Impairment (Body Function)
a. Kesulitan aktivitas NDT dan
berdiri Meningkatan muscle
ballgym, passive
imbalance
exe.
b. Keseimbangan yang Meningkatkan NSMRDS,
kurang baik keseimbangan aproximasi

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 49


c. Tungkai cenderung Memperbaiki postural dan NDT dan passive
fleksi koreksi knee exe.

3. Activity Limitation
a. Kesulitan untuk Mengoptimalkan NDT dan home
merangkak dengan pola kemampuan untuk program
yang benar merangkak dengan pola
yang benar
b. Kesulitan untuk untuk Mengoptimalkan
transfer dari duduk ke kemampuan untuk
berdiri secara mandiri transfer dari duduk ke
berdiri secara mandiri
c. Kesulitan untuk berdiri Mengoptimalkan
tanpa bantuan kemampuan untuk
transfer dari duduk ke
berdiri secara mandiri
4. Participation Restriction
a. Gangguan dalam Meningkatkan Edukasi dan
bermain dan kemampuan respon dan home program
berinteraksi dengan bermain tanpa
teman sebaya serta keterbatasan
belum mampu untuk
berbicara

C. Prosedur Pelaksaan Intervensi Fisioterapi

1. Neuro Senso Motor Reflex Development And Syncronization (NSMRDS)

a. Posisi pasien : Posisikan pasien supine lying

b. Posisi fisioterapis : Menghadap ke pasien.

c. Penatalaksanaan :

1) Stimulasi dengan sentuhan mulai dari bagian kepala ke wajah lalu ke

tangan, tangan ke bahu, bahu sampai ke kaki.

2) Fiksasi pada perut, usap dari perut ke dada tengah, perut ke dada kanan,

perut ke dada kiri, perut ke pinggang kanan, perut ke pinggang kiri,

perut ke pinggang kanan dan kiri secara bersamaan

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 50


3) Fiksasi pada perut, stimulasi seperti jari berjalan dengan arah seperti

sebelumnya.

4) Fiksasi pada perut, beri dorongan dari arah atas ke tengah, diagonal

kanan ke tengah, diagonal kiri ke tengah. Lalu beri tarikan dengan arah

yang sama.

5) Fiksasi pada perut, usap dengan pola membentuk angka 8, dengan arah

seperti sebelumnya. Kemudian lakukan pada lengan atas dan lengan

bawah serta seluruh lengan di mulai dari tangan kanan lalu tangan kiri.

Lakukan juga pada tungkai atas dan tungkai bawah serta seluruh

tungkai di mulai dari tungkai kanan lalu tungkai kiri. Posisikan anak

prone, fisioterapis menghadap anak. Lakukan gerakan seperti pada

posisi supine. Semua gerakan dilakukan sebanyak 3x

2. Neuro Development Treatment (NDT)/Bobath

a. Tendon release

1) Posisi pasien : Pasien prone lying di matras

2) Posisi terapis : Terapis berada di samping pasien

3) Penatalaksanaan :

a) Usapkan baby oil pada daerah yang akan direlease.

b) Pada elbow handling fisioterapis berada pada tendon bicep brachii,

pada hip handling fisioterpis berada pada tendon otot hamstring,

ankle handling fisioterapis berada pada tendon achilles kemudian

berikan release berupa friction massage pada tendon tersebut.

Ulangi sebanyak 8 kali repetisi.

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 51


3. Briging Exercise

F: 2 kali seminggu

I : 10 kali / toleransi anak

T : Posisikan pasien supine lying, Perintahkan pasien untuk mengangkat

pelvic, jika pasien tidak mampu maka berikan bantuan

T : menyesuaikan

4. Passive Muscle Exercise

F : 2 kali seminggu

I : 10 kali pengulangan

T : Fisioterapi melakukan gerakan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi

(Penanganan dimulai dari ekstremitas superior lalu inferior)

T : menyesuaikan.

5. Stimulasi otot-otot trunk dan pelvic

1) Posisi pasien : Pasien prone lying

2) Posisi terapis : Terapis berada di samping pasien

3) Penatalaksanaan :

a) Usapkan baby oil pada daerah trunk.

b) Berikan tekanan ringan sampai sedang pada otot-otot paraspinal

dan otot sekitar pelvic.

6. Aproximasi

Pada AGB, pelvic untuk memfasilitasi postural tonos anak

F : 2 kali seminggu

I : dalam hitungan 10

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 52


T : fisioterapis memberikan penguatan pada anggota gerak dengan memberikan

sedikit tekanan .

T : menyesuaikan

7. Latihan transfer dari duduk ke berdiri

1) Posisi pasien : Jongkok

2) Posisi fisioterapis : Berada di belakang pasien dengan satu tangan berada

di knee dan tangan lainnya berada di bokong pasien untuk memberikan

fasilitasi. Fisioterapis lainnya/orang tua pasien berada di depan pasien

dengan memegang kedua tangan pasien.

3) Penatalaksanaan :

a) Posisi awal pasien jongkok dengan knee fleksi.

b) Tangan fisioterapis yang berada di bokong dan knee memfasilitasi

untuk berdiri. Libatkan orang tua untuk memfasilitasi berdiri atau

memberikan mainan pada anak agar anak dapat transfer dari duduk

ke berdiri.

D. Edukasi/ Home Programe


1. Edukasi

Keluarga atau ibu pasien diharapkan selalu mengingatkan agar pasien

tidak lupa atau malas untuk latihan setiap hari dan Beritahukan ke keluarga

pasien agar selalu mengoreksi postur pasien saat duduk dan berdiri (postur

harus tegak).

2. Home Program

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 53


a. Minta ibu pasien untuk memberikan stimulasi tekanan ringan pada otot-

otot disekitar punggung.

b. Ibu diarahakan untuk tetap melatihan dengan memakai media yang ada di

rumah seperti berguling/Rolling

c. Fasilitasi untuk menjaga keseimbangan pada posisi duduk

d. Latihan Bridging Exercises

e. Memberi latihan berdiri dengan berpegangan pada dinding atau meja

sambil di awasi dan dikoreksi ke posisi yang benar.

f. Pasien diajarkan latihan-latihan dasar dirumah seperti ekstensi dan fleksi

secara aktif.

E. Evaluasi
No Problematik Intervensi Evaluasi
. Fisioterapi Awal terapi Akhir terapi
1 Tonus otot pada AGB NDT,NSMRDS, anak belum Tonus otot
2 Gangguan keseimbangan passive muscle mampu berdiri menurun,
dan postur exercise, secara mandiri, anak sudah
aproximasi, tonus otot mampu
3 Gangguan dalam berdiri
Bridging exercise,
secara mandiri meningkat, knee berdiri ketika
latihan duduk ke
posture tampak difasilitasi
berdiri.
kifosis

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 54


BAB V
PEMBAHASAN

A. Pembahasan Assesment Fisioterapi

Assesment atau pemeriksaan merupakan komponen penting dalam

menejemen penatalaksanaan fisioterapi. Tindakan ini bertujuan untuk

menegakkkan diagnosis dan pedoman dalam pelaksaan terapi terhadap keluhan

yang dialami pasien. Baik berupa anamnesis maupun berupa pemeriksaan. dengan

anamnesis dan pemeriksaan yang terarah dan terstruktur dapat di peroleh diagnosa

yang tepat. Berikut langkah langkah anamnesis dan pemeriksaan.

1. History taking

Anamnesis merupakan suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan

dengan mengadakan tanya jawab kepada pasien secara langsung (auto

anamnesis) ataupun dengan mengadakan tanya jawab kepada keluarga pasien

secara langsung (hetero anamnesis) mengenai kondisi/ keadaan penyakit

pasien. Anannesis yang dilakukan meliputi:

(1) Keluhan Utama Keluhan utama merupakan alasan utama pasien untuk

datang ke fisoterapi. Keluhan utama pasien dijadikan sebagai acuan

dalam menggali informasi lebih dalam, melakukan pemeriksaan, dan

pemberian tindakan.

(2) Keluhan Penyerta Keluhan penyerta merupakan keluhan lain yang

dirasakan oleh pasien selain keluhan utama.

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 55


(3) Riwayat Penyakit Sekarang menceritakan tentang awal perjalanan

penyakit itu timbul dilakukan intervensi fisioterapi.

(4) Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat penyakit dahulu merupakan penyakit

yang dulu pernah dialami oleh pasien yang nantinya dapat menjadi

pertimbangan apakah penyakit yang dialami pasien dahulu berpengaruh

terhadap penyakit yang dialami sekarang.

(5) Riwayat Sosial Data ini dapat memberikan gambaran tentang perilaku

dan beberapa aktivitas pasien yang berhubungan dengan kegiatan

dilingkunganya. Fisioterapis perlu mengetahui untuk mengetahui apakah

dari kegiatan pasien mempengaruhi kesehatannya.

(6) Kemampuan Sebelumnya Kemampuan sebelumnya merupakan

kemampuan yang dimiliki pasien sebelum pasien terkena penyakit.

(7) Goal/Harapan Pasien Merupakan harapan yang diinginkan pasien setelah

mendapatkan intervensi dari fisioterapi.

2. Inspeksi/Observasi

Untuk melengkapi data suatu pemeriksaan fisioterapi, diperlukan

pemeriksaan observasi. Observasi memerlukan kecermatan dan kecepatan

menganalisa pasien dalam waktu yang singkat.

3. Pemeriksaan/Pengukuran Pediatrik

a. Palpasi

Palpasi dilakukan untuk mengetahui apakah ada kelainan tonus

otot dari pasien, yaitu apakah ada peningkatan tonus otot (spastik) atau

penurunan tonus otot (flaccid).

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 56


b. Pemeriksaan Refleks Primitif

Refleks primitif adalah gerakan reflektorik yang bangkit secara

fisiologik pada bayi dan tidak dijumpai lagi pada anak-anak yang sudah

besar. Bilamana pada orang dewasa refleks tersebut masih dapat

ditimbulkan, maka fenomena itu menandakan kemunduran fungsi susunan

saraf pusat. Adapun refleks-refleks yang menandakan proses regresi

tersebut ialah refleks menetek, snout reflex, refleks memegang (grasp

refleks), refleks glabella dan refleks palmomental.

1) ATNR (Asymetrical Tonic Neck Reflex) adalah refleks yang di tandai

dengan responberupa gerakan fleksi tungkai pada satu sisi sedangkan

tungkai sisi yang berlawanan ekstensi, terhadap stimulus berupa rotasi

kepala ke salah satu sisi.

2) STNR (Symetrical Tonic Neck Reflex) adalah refleks yang ditandai

dengan respon berupa gerakan fleksi kedua lengan dan ekstensi kedua

tungkai terhadap stimulus berupa fleksi kepala bayi atau respon

berupa gerakan ekstensi kedua lengan dan fleksi kedua tungkai

terhadap stimulus berupa ekstensi kepala bayi.

3) Moro Reflex adalah refleks yang di tandai dengan respon berupa

gerakan ekstensi lengan dan tungkai terhadap stimulus tiba-tiba

berupa tepukan atau hentakan tangan ringan disamping kepala bayi.

c. Pemeriksaan Refleks Fisiologis

Dalam sehari-hari kita biasanya memeriksa 2 macam refleks

fisiologis yaitu refleks dalam dan releks superfisial. Refleks dalam (refleks

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 57


regang otot) timbul oleh regangan otot yang disebabkan oleh rangsangan,

dan sebagai jawabannya maka otot berkontraksi. Refleks dalam juga

dinamai refleks regang otot (muscle stretch reflex). Nama lain bagi refleks

dalam ini ialah refleks tendon, refleks periosteal, refleks miotatik dan

refleks fisiologis.

Refleks superfisialis, ini timbul karena terangsangnya kulit atau

mukosa yang mengakibatkan berkontraksinya otot yang ada di bawahnya

atau di sekitarnya. Jadi bukan karena teregangnya otot seperti pada refleks

dalam. Salah satu contohnya adalah refleks dinding perut superfisialis

(refleks abdominal).

Tingkat jawaban refleks, Jawaban refleks dapat dibagi atas

beberapa tingkat yaitu :

- (negatif) : tidak ada refleks sama sekali

- ± : kurang jawaban, jawaban lemah

- + : jawaban normal

- ++ : jawaban berlebih, refleks meningkat

Pemeriksaan refleks fisiologis dilakukan dengan melakukan

pengetukan menggunakan palu refleks pada tendon otot.

4. Pemeriksaan Tonus Otot (Skala Asworth)

Skala yang dapat dipakai untuk menilai derajat spastistitas tonus

otot, Asworth scale banyak digunakan dan memiliki reabilitas cukup baik.

1) Nilai 0 : tidak ada kenaikan dalam tonus otot (normal) .

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 58


2) Nilai 1 : Kenaikan ringan dalam tonus otot muncul ketika dipegang

dan dilepas atau dengan tahanan minimal pada 1/3 akhir dari LGS.

3) Nilai 1+ : Kenaikan ringan dalam tonus otot, muncul ketika di pegang

diikuti dengan tahanan minimal pada sisa.

4) Nilai 2 : kenaikan yang lebih jelas dalam tonus otot, pada sebagian

besar LGS sampai bagian yang terkena dapat di gerakkan dengan

mudah (sedang).

5) Nilai 3 : Kenaikan yang besar dalam tonus otot, dimana gerakan pasif

sulit dilakukan (agak berat).

6) Nilai 4 : Bagian yang terkena kaku dalam gerakan fleksi dan ekstensi

(berat).

5. Pemeriksaan Fungsi Sensorik

Kemampuan sensorik dapat dilakukan dengan memeriksa visual,

auditory, tactile, dan proprioceptif. Apabila kemampuan sensorik pasien

baik maka pasien dapat merasakan input yang diberikan oleh fisioterapis.

6. Pengukuran Tumbuh Kembang (Skala Denver II)

Bertujuan untuk menegetahui keadaan fisik pasien pemeriksaan ini

terdiri dari vital sign, inspeksi, palpasi, PFGD, dan kemampuan gerak

fungsional 3. Pemeriksaan - DDST (Denver Developmental Screening

Test) merupakan suatu metode pengkajian yang digunakan untuk menilai

perkembangan anak usia 0-6 tahun. Manfaat dari DDST adalah untuk

menilai tingkat perkembangan anak seuai umurnya dan memantau anak

yang diperkirakan memiliki kelainan dalam berkembang (Adriana, 2011).

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 59


Denver II adalah revisi utama dari standardisasi ulang dari Denver

Development Screening Test (DDST) dan Revisied Denver

Developmental Screening Test (DDST-R).DDST adalah salah satu metode

skrining terhadap kelainan perkembangan anak.Waktu yang dibutuhkan

antara 15 – 20 menit.

Adapun tujuan dari DDST II antara lain sebagai berikut : mendeteksi

dini perekembangan anak, menilai dan memantau perkembangan anak

sesua usia (0 – 6 tahun), salah satu antisipasi bagi orang tua, identifikasi

perhatian orang tua dan anak tentang perkembangan, mengajarkan

perilaku yang tepat sesuai usia anak.

Aspek perkembangan yang dinilai:

1) Personal Social (perilaku sosial)

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri,

bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.

2) Fine Motor Adaptive (gerakan motorik halus)

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk

mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-

bagian tubuh tertentu dan dilakukan otot-otot kecil, tetapi

memerlukan koordinasi yang cermat.

3) Language (bahasa)

Kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara,

mengikuti perintah dan berbicara spontan.

4) Gross motor (gerakan motorik kasar)

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 60


Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.

Pelaksanaan DDST II (Margaglio T, 1991): kaji pengetahuan keluarga

atau anak mengenai DDST II, kaji pengetahuan tentang tumbang normal

dan riwayat sosial, tentukan atau kaji ulang usia kronologis anak.

Tanda item penilaian:

1) = F (Fail atau gagal)

Bila anak tidak mampu melakukan uji coba dengan baik, ibu

atau pengasuh memberi laporan anak tidak dapat melakukan tugas

dengan baik.

2) M = R (Refusal atau menolak)

Anak menolak untuk uji coba.

3) V = P (Pass atau lewat)

Apabila anak dapat melakukan uji coba dengan baik, ibu atau

pengasuh memberi laporan tepat atau dapat dipercaya bahwa anak

dapat melakukan dengan baik.

4) No = No Opportunity

Anak tidak punya kesempatan untuk melakukan uji coba karena ada

hambatan, uji coba yang dilakukan orang tua.

Cara pemerikasaan DDST II

1) Tetapkan umur kronologis anak, tanyakan tanggal lahir anak yang

akan diperiksa. Gunakan patokan 30 hari untuk satu bulan dan 12

bulan untuk satu tahun. Jika dalam perhitungan umur kurang dari 15

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 61


hari dibulatkan ke bawah, jika sama dengan atau lebih dari 15 hari

dibulatkan ke atas.

2) Buat garis lurus dari atas sampai bawah berdasarkan umur kronologis

yang memotong garis horisontal tugas perkembangan pada formulir.

3) Uji semua item dengan cara :

a) Pada tiap sektor, uji 3 item yang berada di sebelah kiri garis umur

tanpa menyentuh batas usia.

b) Uji item yang berpotongan pada garis usia .

c) Uji item sebelah kanan tanpa menyentuh garis usia sampai anak

gagal

d) Setelah itu dihitung pada masing-masing sektor, berapa yang P

dan berapa yang F.

Berdasarkan pedoman, hasil tes diklasifikasikan dalam: Normal,

Abnormal, Meragukan dan tidak dapat dites.

1) Abnormal

a) Bila didapatkan 2 atau lebih keterlambatan, pada 2 sektor atau

lebih

b) Bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih

keterlambatan, plus 1 sektor atau lebih dengan 1 keterlambatan

dan pada sektor yang sama tersebut tidak ada yang lulus pada

kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia

2) Meragukan

a) Bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih.

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 62


b) Bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan

pada sektor yang sama tidak ada yang lulus pada kotak yang

berpotongan dengan garis vertikal usia.

3) Tidak dapat dites

Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi

abnormal atau meragukan.

4) Normal

Semua yang tidak tercantum dalam kriteria di atas. Interpretasi dari

nilai Denver II:

1) Advanced

Bila anak mampu melaksanakan tugas pada item disebelah

kanan garis umur, lulus kurang dari 25% anak yang lebih tua dari usia

tersebut.

2) Normal

Bila anak gagal atau menolak tugas pada item disebelah kanan

garis umur, lulus atau gagal atau menolak pada item antara 25-75%

(warna putih).

3) Caution

Tulis C pada sebelah kanan blok, gagal atau menolak pada item

antara 75-100% (warna hijau).

4) Delay

Gagal atau menolak item yang ada disebelah kiri dari garis umur

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 63


7. Pemeriksaan Postur dan Keseimbangan

1) Pola Postur (General postural alignment) merupakan gambaran

bentuk postur pasien secara umum, dilakukan dalam satu posisi

misanya posisi terlentang, tengkurap, merangkak dan berdiri.

2) Pemeriksaan Keseimbangan

Pemeriksaan keseimbangan adalah pemeriksaan dengan

saksama untuk meneliti atau mengamati yang terlihat dari kondisi

pasien. Kondisi ini terdiri dari keseimbangan statis berupa pasien

diposisikan pada tidur terlentang, telungkup, duduk, dan berdiri.

Sedangkan keseimbangan dinamis, diperhatikan cara anak berguling,

merayap, merangkak, ke duduk, ke berdiri, dan berjalan.

B. Pembahasan Intervensi Fisioterapi (Clinical Reasoning)

a. Neuro developmental treatment (NDT)

Modalitas terapi Neuro Developmental Treatment (NDT) bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan fungsional, meningkatkan koordinasi dan

keseimbangan, mengajarkan pola gerak yang normal, memfasilitasi gerak

postural control dan meningkatkan kekuatan otot pada anak (Lee, 2017). Hal itu

selaras dengan beberapa penelitian dalam mendukung keefektifan NDT untuk

meningkatkan motorik kasar (Park & Kim, 2017).

Pendekatan NDT ini digunakan dalam manajemen dan perawatan anak

yang memiliki gangguan fungsi, gerakan atau kontrol postur yang tidak stabil,

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 64


serta mengajarkan otak untuk meningkatkan keterampilan kinerja motoric

(Zanon et al., 2018).

Tujuan dari NDT itu yaitu menghambat pola gerak yang abnormal,

gangguan gross motor, dan gangguan postur terutama pada anak cerebral

palsy spastic. Teknik inhibisi pada NDT ini bertujuan untuk menghambat pola

gerak abnormal, dimana anak cerebral palsy yang spastic akan muncul

gerakan yang susah dikontrol. Ketika inhibisi diberikan maka akan stimulasi

dari propioceptive akan membawa implus sampai otak untuk diterjemahkan

menjadi suatu memori bahwa gerakan yang normal itu adalah yang saat

dirasakan (Ikay, et.al, 2016).

Mekanisme Neurodevelopment Treatment (NDT) terhadap peningkatan

gross motor baik crawling, kneeling, standing dan walking, mekanismenya

berupa : adanya input aferen dari medula spinalis lewat serarcuatus externus

dorsalis. Dari medula spinal aferen melalui dua neuron yaitu ganglion spinale

dan ser. Arcuatus eternus doralis (homolateral) yang tujuannya yang satu ke

cerebellumdan yang satu diteruskan ke thalamus. Jalur aferen yang menuju

cerebellum dibawa kembali ke medula spinalis dan dilanjut ke thalamus.

Sesampainya di thalamus aferen dihantarkan melalui dua cabang yaitu menuju

motor cortex dan sensori cortex . pada motor cortex afren dibawa ke

brainstem, sedangkan aferen yang menuju sensori cortex melanjutkan

perjalannan ke cortical asosiasi area. Eferen melanjutkan stimulasi ke basal

ganglia dan kembai ke thalamus hingga kembali ke otot.

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 65


Ekstroreseptif yang didapat dari kontak tubuh pasien dengan tangan

fisioterapi (pegangan fisioterapis), bola, maupun guling terhadap tubuh.

Dimana reseptor ini melalui 3 neuron, yaitu neuron satu pada ganglion spinale,

columna grisea posterior, dan nukleus anterolateral thalami. Pada neuron

pertama memberikan kontribusi untuk traktus posterolateral dari lissouer.

Akson neuron ordo kedua menyilang oblique kesisi yang berlawanan dalam

komisura grisea dan alba anterior dalam segmen spinal. Lalu naik dalam

kolumna alba anterioateral ketiga dalam nukleus posterolateralis ventralis

thalamus melalui posterior kapsul internadan kororna radiata mencapai daerah

somastetik dalam girus postsentralis korteks cerebri. berlawanan sebagai

traktus, lalu naik melalui medula oblongata bersama dengan traktus

spinothalamicus lateral dan spinotektalis membentuk lemnikus spinalis (untuk

taktil dan tekanan). Lalu input menuju neuron ketiga berupa nucleu

anteroposteriolateralis thalamimenuju radiata thalami yang berakhir di cortex

cerebri pada area 1, 2, dan 3. Selain mendapatkan prorioseptif (posisi sendi)

dan ekstroreseptif (stimulasi tekan dan sentuhan), pasien mendapatkan

stimulasi dari kesadaran akan posisi bagian tubuh yang diperoleh dari visual.

Dimana impuls yang datang dari ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di

sionovia dan ligamentum. Ketika kesadaran akan posisi sendi timbul

diharapkan otot-otot terstimulasi untuk berkontraksi sehingga menimbulkan

respon otot dan adaptasi sistem dalam mempertahankan keseimbangan.

Selain itu NDT dapat menurunkan spastisitas dengan mekanisme secara

langsung, motor unit yang berperan meningkat seiring dengan motor learning.

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 66


Setelah itu peningkatan signifikan dari frekuensi motor unit karena latihan

yang terus-menerus menyebabkan terbentuknya gerakan yang semakin cepat

dan lancar, oleh karena adanya proses reorganisasi dan adaptasi maka

peningkatan fungsi-fungsi sensorik dan motorik akan mempengaruhi

komponenkomponen yang berperan dalam fungsi prehension, seperti

meningkatnya koordinasi gerakan dan meningkatnya kekuatan otot. Pada otot

juga terdapat reseptor yaitu muscle spindle dan organ tendo Golgi. Muscle

spindle mempunyai peranan dalam pengaturan motorik yaitu dalam

mendeteksi terhadap perubahan panjang serabut otot dan kecepatan perubahan

panjang otot, sedangkan organ tendo Golgi dalam mendeteksi ketegangan yang

bekerja pada tendo otot selama kontraksi otot atau peregangan otot. Kedua

reseptor tersebut akan mengirimkan informasi ke dalam medulla spinalis dan

juga serebelum sehingga membantu system saraf untuk melakukan fungsi

dalam mengatur kontraksi otot (Guyton, 1991).

Hasil penelitian oleh (Labaf et al., 2015) yang berjudul “Effects of

Neurodevelopmental Therapy on Gross Motor Function in Children with

Cerebral Palsy” menunjukkan bahwa pendekatan NDT secara statistik lebih

signifikan dalam perbaikan gross Motor Function dan stabilitas postural.

b. Neuro Senso Motor Reflek Development and Synchronization (NSMRDS)

Sinkronisasi seluruh sistem merupakan tujuan akhir dari metode

NSMRD&S yang menerapkan dari teori Neuroscience sehingga akan

menyebabkan reaksi sinapsis genetis pada sel saraf yang akan membentuk

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 67


kolateral skroting sehingga akan mendeteksi masalah terjadinya blokade

sensoris, pada saat itu fungsi dari plastisitas otak akan dikembangkan maka

akan memperbaiki bagian otak yang rusak ( Knikou, 2008). Pada pasien yang

diberikan neuro senso motor reflex development and synchronization yang

berfungsi untuk menyingkronkan reflek yang masih dominan, mengaktifkan

proprioceptive sistem dan jaringan struktur tubuh untuk mengoptimalkan kerja

aatu mekanisme pertahanan diri dan mengaktifkan kerja reseptor yang

berhubungan dengan sentuhan dalam dan tekanan serta menurunkan refleks

yang berlebihan ataupun gangguan sensorik.

Penelitian salma (2017) dengan judul ‘’penatalaksanaan fisioterapi

pada pasien dengan cerebral palsy flaccid hipotonus quadriplegi tipe ekstensi

dengan metode neuro senso motor reflex development and synchronization dan

neuro development treatment’’ menunjukkan bahwa pemberian intervensi

NSMRDS pada pasien dengan cerebral palsy dapat memperbaiki gangguan

sensorik dan mensingkronisasi refleks yang masih dominan.

c. Aproximasi

Key point of control dengan kemudian memberi stimulasi kepada pasien

untuk menjaga keseimbangan dengan base of support yang benar. Pengulangan

latihan 8 kali tiap sesi latihan (Kisner & Colby, 1996). Sustained joint

compression :untuk meningkatkan coaktivitas dari otot-otot postural.

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 68


DAFTAR PUSTAKA

Adams, S., Condrey, J. A., Tsai, H., Svetlov, S. I., & Davenport, P. W. (2015).
Journal of Neurology and Neurobiology. 1–6.
Antonarakis, S. E., Skotko, B. G., Rafii, M. S., Strydom, A., Pape, S. E., Bianchi, D.
W., Sherman, S. L., & Reeves, R. H. (2020). Down syndrome. Nature Reviews
Disease Primers, 6(1), 1–20.
Aristya, G. R., Daryono, B. S., Handayani, N. S. N., & Tuti Arisuryanti. (2015).
Karakterisasi Kromosom. Gadjah Mada University Press.
Bickmore, W. A. (2010). Eukaryotic Chromosomes. Encyclopedia of Life Sciences, 1–
7.
Coppedè, F. (2016). Risk factors for Down syndrome. Archives of Toxicology, 90(12),
2917–2929.
Hartono, G., Edi, S. T., Nia, K., Wulandari, H. ., & Setyo, H. (2019). Kumpula Tips
Pediatri.
Kemenkes RI. (2019). Sindrom Down. In InfoDATIN (pp. 1–10).
Labaf, S., Shamsoddini, A., Taghi Hollisaz, M., Sobhani, V., & Shakibaee, A. (2015).
Effects of neurodevelopmental therapy on gross motor function in children with
cerebral palsy. Iranian Journal of Child Neurology, 9(2), 36–41.
Lee, E. J. (2017). Effect of neuro-development treatment on motor development in
preterm infants. Journal of Physical Therapy Science, 29(6), 1095–1097.
Masgutova, Svetlana, Sadowska, L., Kowalewska, J., Masgutov, D., Akhmatova, N.,
& Filipowski, H. (2015). Us of Neurosensorimotor Reflex Integration Program
to Improve Reflex Patterns of Children With Down Syndrome. In Acta
Universitatis Agriculturae et Silviculturae Mendelianae Brunensis (Vol. 53, Issue
9).

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 69


mulia amanda. (2012). Fasilitas Terapi Anak Down Syndrome Di Surabaya. Jurnal
Edimensi Arsitektur, 1(1), 1–6.
NDSS. (2021). National Down Syndrome Society. https://www.ndss.org/
Park, E. Y., & Kim, W. H. (2017). Effect of neurodevelopmental treatment-based
physical therapy on the change of muscle strength, spasticity, and gross motor
function in children with spastic cerebral palsy. Journal of Physical Therapy
Science, 29(6), 966–969.
Rina, A. P. (2016). Meningkatkan Life Skill pada Anak Down Syndrome dengan
Teknik Modelling. Persona:Jurnal Psikologi Indonesia, 5(03), 215–225.
Ruiz-González, L., Lucena-Antón, D., Salazar, A., Martín-Valero, R., & Moral-
Munoz, J. A. (2019). Physical therapy in Down syndrome: systematic review
and meta-analysis. Journal of Intellectual Disability Research, 63(8), 1041–
1067.
Zanon, M. A., Porfírio, G. J. M., Riera, R., & Martimbianco, A. L. C. (2018).
Neurodevelopmental treatment approaches for children with cerebral palsy.
Cochrane Database of Systematic Reviews, 2018(8).

RSUP Dr.wahidinsudirohusodo Mother&child | LAPORAN KASUS 70

Anda mungkin juga menyukai