Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN KASUS INDIVIDU

STASE FISIOTERAPI NEUROLOGI

MANAJEMEN FISIOTERAPI PADA GANGGUAN FUNGSI TUNGKAI


AKIBAT POLINEUROPATHY

Adriadhie Selanno
PO715241202001

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR


PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI
TAHUN 2020
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus Stase Fisioterapi Neurologi

ADRIADHIE SELANNO
PO715241202001

Dengan Judul :

“MANAJEMEN FISIOTERAPI PADA GANGGUAN FUNGSI TUNGKAI


AKIBAT POLINEUROPATHY’’

Periode 2 tanggal 22 Maret – 10 April 2021 di RSUD. SALEWANGAN MAROS


telah disetujui oleh Pembimbing Lahan/Clinical Educator.

Makassar, ……………………….

Clinical Educator,

Ilham Hidayat N,.S.Ft,.Physio,. M.Biomed


NIP. 198102042005021004

3
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan morning report

mengenai “Manajemen Fisioterapi Pada Gangguan Fungsi Tungkai Akibat

Polineuropathy’’.

            Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan klinik ini masih jauh

dari kata sempurna, maka dari itu penulis menerima segala saran dan kritik yang

membangun, agar dalam penyusunan laporan ini selanjutnya dapat lebih baik dan

mudah-mudahan laporan kasus ini dapat berguna bagi kemajuan ilmu fisioterapi.

4
DAFTAR ISI

5
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Polyneuropathy adalah lesi difus dari saraf perifer, tidak terbatas pada

keterlibatan salah satu saraf atau satu anggota badan. Tes elektrodiagnostik

diperlukan untuk mengidentifikasi saraf yang terkena, distribusi dan tingkat

keparahan lesi. Pengobatan polineuropati ditujukan untuk melemahkan atau

menghilangkan penyebab neuropati. Polineuropati adalah kelompok penyakit

heterogen yang ditandai dengan kerusakan sistemik pada saraf perifer ( poli -

banyak, neuron, penyakit pato - polik ). Polyneuropathy adalah fenomena

kerusakan ganda pada saraf perifer, di mana gangguan otonom pada anggota

tubuh adalah salah satu gejala permanen penyakit ini. Saat ini, sekitar 100

penyebab bentuk patologi ini diketahui. Namun, gagasan yang cukup jelas

tentang mekanisme yang melaluinya kondisi patologis eksogen atau endogen

mempengaruhi sistem saraf, yang menyebabkan gejala neuropati, tidak ada.

Polineuropati adalah kelompok penyakit yang sangat umum. Mereka

terdeteksi sekitar 2,4%, dan pada kelompok usia yang lebih tua - hampir 8%

dari populasi. Polineuropati yang paling umum termasuk diabetes dan

metabolik lainnya, racun, dan juga beberapa polineuropati turun-temurun.

Dalam praktik klinis, kata-kata "polineuropati dari genesis yang tidak jelas"

sangat umum, yang pada kenyataannya dalam kebanyakan kasus memiliki asal

gen autoimun atau keturunan. 10% dari semua polineuropati yang tidak

diketahui berasal dari paraproteinemik, sekitar 25% - polietneopati beracun.

6
Kejadian polineuropati turun-temurun adalah 10-30 per 100.000 penduduk.

Tipe NMSH IA yang paling umum (60-80% neuropati herediter) dan jenis

NMSM tipe II (tipe aksonal) (22%). X-linked HMSN dan IBMS type IB

jarang terdeteksi. IA tipe IAH terdeteksi sama di kalangan pria dan wanita;

Pada 75% kasus, penyakit ini dimulai sebelum 10 tahun, dalam 10% - sampai

20 tahun. NMSH tipe II dimulai paling sering di dekade kedua kehidupan, tapi

mungkin ada debut kemudian (sampai 70 tahun).

Prevalensi polineuropati peremajaan inflamasi kronis adalah 1,0-7,7

per 100.000 penduduk, penyakit ini paling sering dimulai pada dekade ke 5-6,

walaupun dapat terjadi pada usia berapa pun, termasuk pada anak-anak. Pria

sakit dua kali lebih sering seperti wanita. Kejadian sindrom Guillain-Barre

adalah 1-3 kasus per 100.000 penduduk per tahun, pria lebih sering menderita

daripada wanita. Penyakit ini bisa terjadi pada usia berapapun (dari 2 sampai

95 tahun), puncaknya turun pada 15-35 dan 50-75 tahun.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN KASUS

1. Anatomi susunan saraf perifer

Sistem Saraf Tepi

Berdasarkan fungsinya, sistem saraf tepi dibagi menjadi dua, yaitu

sistem saraf aferen (sistem saraf sensoris) dan sistem saraf eferen (sistem

saraf motoris). Sistem saraf aferen tersusun atas neuron yang membawa

implus dari reseptor menuju sistem saraf pusat. Adapun sistem saraf

eferen tersusun atas neuron yang membawa impuls dari sistem saraf pusat

menuju efektor. Sistem saraf tepi merupakan bagian yang tak terpisahkan

dari jalur rangsang dan tanggapan pada sistem saraf pusat. Dari diagram

sebelumnya, dapat diketahui bahwa sistem saraf tepi dibangun oleh dua

tipe sel saraf, yaitu sel saraf somatik dan sel saraf otonom. Kedua jenis sel

saraf ini, dibangun oleh sistem saraf sensorik dan motorik sehingga

menjadi perantara impuls antartubuh dengan sistem saraf pusat. Sistem

saraf somatik membawa pesan dari organ reseptor tubuh menuju sistem

saraf pusat. Sistem saraf somatik terdiri atas 12 pasang saraf kranial di

otak dan 31 pasang saraf spinal. Saraf kranial keluar dari otak. Umumnya

saraf ini terhubung dengan organ atau jaringan di kepala dan muka.

Adapun saraf spinal keluar dari sumsum tulang belakang

8
Susunan saraf tepi (SST) yaitu saraf kranial dan saraf spinalis

yang merupakan garis komunikasi antara SSP dan tubuh . SST

tersusun dari semua saraf yang membawa pesan dari dan ke SSP

(Bahrudin, 2013). Berdasarkan fungsinya SST terbagi menjadi 2

bagian yaitu:

a. Sistem Saraf Somatik (SSS)

Sistem saraf somatik terdiri dari 12 pasang saraf kranial dan

31 pasang saraf spinal. Proses pada saraf somatik dipengaruhi

oleh kesadaran.

1) Saraf kranial 12 pasang saraf kranial muncul dari berbagai

bagian batang otak. Beberapa dari saraf tersebut hanya

tersusun dari serabut sensorik, tetapi sebagian besar

tersusun dari serabut sensorik dan motorik. Kedua belas

saraf tersebut dijelaskan pada (Gambar 2.5).

9
2) Saraf spinal Ada 31 pasang saraf spinal berawal dari korda

melalui radiks dorsal (posterior) dan ventral (anterior).

Saraf spinal adalah saraf gabungan motorik dan sensorik,

membawa informasi ke korda melalui neuron aferen dan

meninggalkan melalui eferen. Saraf spinal (Gambar 2.6)

diberi nama dan angka sesuai dengan regia kolumna

vertebra tempat munculnya saraf tersebut.

10
b. . Sistem Saraf Otonom (SSO)

Sistem saraf otonom mengatur jaringan dan organ tubuh

yang tidak disadari. Jaringan dan organ tubuh yang diatur oleh

sistem saraf otonom adalah pembuluh darah dan jantung.

Sistem ini terdiri atas sistem saraf simpatik dan sistem saraf

parasimpatik. Fungsi dari kedua sistem saraf ini adalah saling

berbalikan, seperti pada (Gambar 2.7) dibawah ini.

11
SST berdasarkan divisinya juga dibagi menjadi dua bagian

yaitu:

a. Divisi sensori (afferent) yaitu susunan saraf tepi dimulai dari


receptor pada kulit atau otot (effector) ke dalam pleksus, radiks,

dan seterusnya kesusunan saraf pusat. Jadi besifat ascendens.

b. Divisi motorik (efferent) yang menghubungkan impuls dari SSP

ke effector (Muscle and Glands) yang bersifat desendens untuk

menjawab impuls yang diterima dari reseptor di kulit dan otot dari

lingkungan sekitar (Bahrudin, 2013).

12
B. Tinjauan Tentang Polineuropati

1. Definisi

Neuropati adalah gangguan saraf perifer yang meliputi kelemahan

motorik, , gangguan sensorik, otonom dan melemahnya refleks tendon,

dapat akut atau kronik. Kelainan yang dapat menyebabkan neuropati dapat

digolongkan secara umum yaitu yang disebabkan oleh  penyakit defisiensi,

kelainan metabolisme, intoksikasi, alergi, penyakit keturunan, iskemik,

dan kompresi. Kelainan fungsional sistem saraf tepi dapat disebabkan

kelainan pada sel saraf di sumsum tulang belakang atau kelainan

sepanjang saraf tepi sendiri. Inti sel saraf adalah tempat terpenting dalam

metabolisme neuronal sehingga berbagai proses disini dapat

mempengaruhi saraf tepi. Penghantaran rangsangan dan nutrisi pada saraf

tepi sangat   be rgantung pada keutuhan selubung mielin dan aliran darah

pada saraf tepi tersebut.  Neuropati dapat primer disebabkan proses

demielinisasi atau iskemik lokal pada saraf tepi.

Polineuropati atau yang disebut juga neuronopati adalah neuropati

dengan lesi utama pada neuron. Merupakan proses umum yang

menyebabkan kelainan simetris dan bilateral pada sistem saraf tepi.

Kelainan ini dapat berbentuk motorik, sensorik, sensorimotor atau

autonomik. Distribusinya dapat proksimal, distal atau umum.

Neuropati jenis ini menyebabkan kerusakan fungsional yang

simetris, biasanya disebabkan oleh kelainan-kelainan difus yang

mempengaruhi seluruh susunan saraf perifer, seperti gangguan metabolik

13
keracunan, keadaan defisiensi, dan reaksi imunoalergik. Bila gangguan

hanya mengenai akar saraf spinalis maka disebut poliradikulopati dan bila

saraf spinalis juga ikut terganggu maka disebut poliradikuloneuropati.

Gangguan saraf tepi terutama bagian distal tungkai dan lengan,

sensorik dan motorik. Gangguan distal lebih dahulu berupa gangguan

sensibilitas berupa gambaran kaus kaki dan sarung tangan (glove and

stocking pattern). Tungkai terkena lebih dahulu. Gangguan saraf otak

dapat terjadi pada polineuropati yang berat seperti kelumpuhan nervus

fasialis bilateral dan saraf-saraf bulbar misalnya poliradikuloneuropati

(Sndrom Guillain Barre).

Pasien dapat menunjukkan gejala parestesia atau nyeri pada bagian

distal. Gejala motorik meliputi kelemahan dan distal atrofi otot. Neuropati

jangka panjang dapat menyebabkan deformitas pada kaki dan tangan (Pes

cavus, tangan cakar) dan gangguan sensorik berat dapat menyebabkan

ulserasi neuropati dan derfomitas sendi dan dapat pula disertai gejala

otonom. Tanda-tanda klinisnya adalah keterlibatan luas LMN distal

dengan atrofi, kelemahan otot, serta arefleksia tendon. Hilangnya sensasi

posisi distal dapat menyebabkan ataksia sensorik. Dapat terjadi hilangnya

sensasi nyeri, suhu, dan raba dengan distribusi glove and stocking. Dapat

terjadi penebalan saraf perifer.

Neuropati adalah gangguan saraf perifer yang meliputi kelemahan

motorik, gangguan uti kelemahan motorik, gangguan sensorik, otonom

dan melemahnya refleks tendon, dapat akut atau kronik. Kelainan yang

14
dapat menyebabkan neuropati dapat digolongkan secara umum yaitu yang

disebabkan oleh  penyakit defisiensi, kelainan metabolisme, intoksikasi,

alergi, penyakit keturunan, iskemik, dan kompresi. Kelainan fungsional

sistem saraf tepi dapat disebabkan kelainan pada sel saraf di sumsum

tulang belakang atau kelainan sepanjang saraf tepi sendiri. Inti sel saraf

adalah tempat terpenting dalam metabolisme neuronal sehingga berbagai

proses disini dapat mempengaruhi saraf tepi. Penghantaran rangsangan

dan nutrisi pada saraf tepi sangat   be rgantung pada keutuhan selubung

mielin dan aliran darah pada saraf tepi tersebut.  Neuropati dapat primer

disebabkan proses demielinisasi atau iskemik lokal pada saraf tepi.

Polineuropati atau yang disebut juga neuronopati adalah neuropati dengan

lesi utama pada neuron. Merupakan proses umum yang menyebabkan

kelainan simetris dan bilateral pada sistem saraf tepi. Kelainan ini dapat

berbentuk motorik, sensorik, sensorimotor atau autonomik. Distribusinya

dapat proksimal, distal atau umum.

Menurut WHO, technical report series 645, 1980 : batasan neuropati

saraf tepi adalah kelainan menetap (lebih dari nan menetap (lebih dari

beberapa jam) rapa jam) dari neuron sumsum tulang, neuron dari neuron

sumsum tulang, neuron motorik batang otak bagian bawah, sensorimotor

primer, neuron susunan saraf autonom  perifer dengan kelainan klinis,

elektroneurografik dan morfologik. morfologik. Gejala yang mula-mula

mencolok adalah pada ujung saraf yang terpanjang. Di sini didapat

degenerasi aksonal, sehingga penyembuhan dapat terjadi jika ada pat

15
terjadi jika ada degenerasi aksonal. degenerasi aksonal. Proses di sini

lambat dan sering tidak Proses di sini lambat dan sering tidak semua saraf

semua saraf terkena lesi tersebut.

2. Etiologi

a. Infeksi bisa menyebabkan polineuropati, kadang karena racun yang

dihasilkan oleh beberapa bakteri (misalnya pada difteri) atau karena

reaksi autoimun (pada GBS).

b. Bahan racun bisa melukai saraf perifer dan menyebabkan polineuropati

atau mononeuropati (lebih jarang).

c. Kanker bisa menyebabkan polineuropati dengan menyusup langsung

ke dalam saraf atau menekan saraf atau melepaskan bahan racun.

d. Kekurangn gizi dan kelainan metabolik juga bisa menyebabkan

polineuropati.

e. Kekurangan vitamin B bisa mengenai saraf perifer di seluruh tubuh.

f. Penyakit yang bisa menyebabkan polineuropati kronik (menahun)

adalah diabetes, gagal ginjal dan kekurangan gizi (malnutrisi) yang

berat.

Polineuropati kronik cenderung berkembang secara lambat (sampai

beberapa bulan atau tahun) dan biasanya dimulai di kaki (kadang di

tangan).Pengendalian kadar gula darah yang buruk pada penderita

diabetes bisa menyebabkan beberapa jenis polineuropati. Yang paling

sering ditemukan adalah neuropati diabetikum, yang merupakan

16
polineuropati distalis, yang menyebabkan kesemutan atau rasa terbakar di

tangan dan kaki. Diabetes juga bisa menyebabkan mononeuropati atau

mononeuropati multipel yang berakhir dengan kelemahan, terutama pada

mata dan otot paha.

3. Tanda dan Gejala

Kesemutan, mati rasa, nyeri terbakar dan ketidakmampuan untuk

merasakan getaran atau posisi lengan, tungkai dan sendi merupakan

gejala utama dari polineuropati kronik.

Nyeri seringkali bertambah buruk di malam hari dan bisa timbul jika

menyentuh daerah yang peka atau karena perubahan suhu. Penderita

tidak bisa merasakan suhu dan nyeri, sehingga mereka sering melukai

dirinya sendiri dan terjadilah luka terbuka (ulkus di kulit) akibat

penekanan terus menerus atau cedera lainnya.Karena tidak dapat

merasakan nyeri, maka sendi sering mengalami cedera (persendian

Charcot). Ketidakmampuan untuk merasakan posisi sendi menyebabkan

ketidakstabilan ketika berdiri dan berjalan. Pada akhirnya akan terjadi

kelemahan otot dan atrofi (penyusutan otot). Banyak penderita yang juga

memiliki kelainan pada sistem saraf otonom, yang mengendalikan fungsi

otomatis di dalam tubuh, seperti denyut jantung, fungsi pencernaan,

kandung kemih dan tekanan darah.

Jika neuropati perifer mengenai saraf otonom, maka bisa terjadi:

- diare atau sembelit

17
- ketidakmampuan untuk mengendalikan saluran pencernaan

atau kandung kemih

- impotensi

- tekanan darah tinggi atau rendah

- tekanan darah rendah ketika dalam posisi berdiri

- kulit tampak lebih pucat dan lebih kering

- keringat berlebihan.

Keluhan menentukan patofisiologi, jadi polineuropati

diklasifikasikan pada lesi substrat: demyelinating (myelin), vaskular ( vasa

nervorum) dan aksonal (kerusakan aksonal).

Disfungsi myelin. Polineuropati demielinasi berdasarkan sering

berkembang sebagai akibat dari respon parainfeksi kekebalan dipicu oleh

bakteri encapsulated (misalnya, Campylobacter spp. ), Virus (misalnya,

enterovirus atau influenza virus, HIV) infeksi atau vaksinasi (misalnya,

flu). Diasumsikan bahwa antigen dari agen ini memberikan reaksi silang

dengan antigen sistem saraf perifer, memunculkan respons kekebalan yang

sampai batas tertentu menghancurkan mielin. Pada kasus akut (misalnya,

dengan sindrom Guillain-Barre), kelemahan progresif yang cepat dapat

terjadi sampai penangkapan pernafasan.

Disfungsi myelin mengganggu fungsi serat sensitif tebal

(paresthesia), tingkat kelemahan otot melebihi tingkat keparahan atrofi,

refleks sangat berkurang, adalah mungkin untuk melibatkan otot-otot

18
batang dan saraf kranial. Saraf dipengaruhi sepanjang keseluruhan, yang

memanifestasikan dirinya di bagian proksimal dan distal dari ekstremitas.

Asimetri lesi mungkin terjadi, dan bagian atas tubuh dapat dilibatkan lebih

awal dari pada bagian distal anggota badan. Massa otot dan tonus otot

biasanya cukup aman.

Lesi vasa nervorum. Suplai darah syaraf dapat mengganggu

iskemia arteriosklerosis kronis, vaskulitis dan kondisi hiperkoagulabel.

Pertama, disfungsi saraf sensorik dan motorik halus berkembang, yang

dimanifestasikan oleh rasa sakit dan sensasi terbakar. Awalnya, kelainan

itu asimetris dan jarang mempengaruhi otot proksimal 1/3 tungkai atau

batang tubuh. Saraf kranial jarang dilibatkan, kecuali pada kasus diabetes,

saat ketiga saraf kranial ketiga terkena. Pelanggaran selanjutnya bisa

menjadi simetris. Terkadang disfungsi vegetatif dan perubahan kulit

(misalnya kulit atrofi dan mengkilap) berkembang. Kelemahan otot

berhubungan dengan atrofi, dan hilangnya refleks yang lengkap jarang

terjadi.

Axonopathy. Axonopati biasanya distal, simetris dan asimetris.

Penyebab umum: diabetes, gagal ginjal kronis dan efek samping

kemoterapi (misalnya, alkaloid vinca). Axonopathy bisa jadi akibat

malnutrisi (paling sering oleh golongan vitamin B), serta kelebihan asupan

vitamin B 6 atau alkohol. Kurang umum penyebab metabolik:

hipotiroidisme, porfiria, sarkoidosis dan amiloidosis, akhirnya, beberapa

19
infeksi (misalnya, penyakit Lyme), obat-obatan (nitrogen oksida) dan

dampak dari sejumlah bahan kimia (misalnya, n-heksana) dan logam berat

(timbal, arsenik, merkuri). Pada sindrom paraneoplastik dengan latar

belakang kanker paru-paru sel kecil, kematian ganglia akar dorsal dan

akson sensitif mereka menghasilkan neuropati sensorik subakut.

Disfungsi aksonal primer dapat dimulai dengan gejala kerusakan

pada serat tebal atau tipis atau kombinasi dari keduanya. Biasanya,

neuropati memiliki distribusi simetris distal sebagai kaus kaki - sarung

tangan; Ini mempengaruhi pertama anggota badan bagian bawah, maka

anggota badan bagian atas dan simetris menyebar ke bagian proksimal.

Aksonopati asimetris dapat terjadi akibat gangguan parainfeksi

atau vaskular.

4. Proses Patologi

a. Neuropati aksonal  

Neuropati akson mengenai akson dengan efek sekunder pada sarung

mielin. Akson yang terbesar terkena lebih dulu. Jenis lain dari

neuropati aksonal disebabkan oleh iskemik akibat vaskulopati. Sisi

dari kerusakan aksonal berhubungan dengan innervasi vaskular dan

dapat terkena dimana saja sepanjang saraf tersebut.

b. Neuropati demielin

Yang terkena adalah sel schwann dari sarung mielin dengan akibat

demielinisasi dari saraf  tepi dalam bentuk distribusi segmental.

20
c. Bentuk gabunganKebanyakan neuropati adalah bentuk gabungan

dimana mielin lebih terkena dari pada akson atau sebaliknya.

2. KLASIFIKASI

a. Berdasarkan lokasi

1) Polineuropati sensorik-motorik simetris

Bentuk ini lebih ini lebih dikenal dengan nal dengan

polineuropati, merupakan bentuk akan bentuk yang paling yang paling

sering dijumpai. Keluhan dapat dimulai dari yang paling ringan sampai

dengan yang paling  berat. Gangguan bersifat simetris pada kedua sisi.

Tungkai lebih dulu menderita dibanding lengan. Gangguan sensorik

berupa parestesia, anestesia dan perasaan baal pada ujung-ujung  jari

kaki yang dapat menyebar ke arah proksimal sesuai dengan penyebaran

saraf tepi, ini disebut sebagai gangguan sensorik dengan pola kaus kaki.

Kadang-kadang parestesia dapat  berupa perasaan-perasaan yang aneh

yang tidak menyenangkan, rasa seperti terbakar. Nyeri   pada otot   pada

otot sepanjang perjalan jang perjalanan saraf tepi saraf tepi jarang

dijumpai. Nyeri mpai. Nyeri ini dapat ini dapat mengganggu  penderita

pada waktu malam hari, terutama pada waktu penderita sedang tidur.

Kadangkadang penderita mengeluh sukar berjinjit dan kadang penderita

mengeluh sukar berjinjit dan sulit berdiri dari posisi jongkok. berdiri

dari posisi jongkok. Kelemahan otot pertama-tama dijumpai pada

bagian distal kemudian menyebar ke arah proksimal. Atrofi otot,

hipotoni dan menurunnya refleks tendon terutama tendon Achilles,

21
dapat dijumpai pada fase dini sebelum kelemahan otot dijumpai. Saraf

otonom dapat juga terkena sehingga menyebabkan gangguan trofik

pada kulit dan hilangnya keringat serta gangguan vaskular perifer yang

dapat menyebabkan hipotensi postural.

b. Berdasarkan etiologi

1) Penyakit Defisiensi

Defisiensi tiamin, asam nikotinat, dan asam pantotenat

mempengaruhi metabolisme neuronal dengan menghalangi oksidasi

glukosa. Defisiensi seperti ini dapat terjadi karena malnutrisi, muntah-

muntah, kebutuhan yang meningkat seperti pada kehamilan atau pada

alkoholisme. Defisiensi tiamin iensi tiamin dapat menyebabk dapat

menyebabkan kardiomiopati dan gangguan pada mesensefalon

(Wernicke’s encephalopaty), ini akan menyebakan paralisis otot-otot

okular, nistagmus, ataksia, dan demensia. Neuritis alkoholik disebabkan

oleh defisiensi tiamin dan bukan karena efek toksik alkohol yang

biasanya disertai rasa nyeri yang sangat pada ri yang sangat pada daerah

betis. daerah betis. Defisiensi asam iensi asam nikotinat akan

menyebabkan penyakit pellagra. Pada polineuropati yang opati yang

disebabkan defisiensi asam nikotinat, penderita-penderita akan

mengalami demensia ringan, dermatitis pada daerah tubuh yang terkena

matahari, kadang-kadang disertai glositis dan diare.

2) Gangguan metabolisme

22
Gambaran klinik neuropati terlihat pada pati terlihat pada 20%

penderita diabetes melitus erita diabetes melitus, tetapi dengan

pemeriksaan elektrofisiologi pada dibetes melitus asimptomatik tampak

bahwa penderita sudah mengalami neuropati subklinik. Pada kasus

yang jarang, neuropati merupakan tanda awal suatu diabetes melitus.

Neuropati terjadi biasanya pada diabetes melitus yang lama dan tidak

terkontrol pada orang usia lanjut. Gejala yang sering terjadi yaitu

menyerupai lesi pada ganglion radiks posterior. Disini dijumpai

hipestesia perifer dengan disertai hilangnya sensasi getar. Rasa nyeri

tidak  selalu dijumpai, kadang-kadang dijumpai artropati tanpa rasa

nyeri dan ulkus pada kaki. Dapat terjadi gangguan otonom seperti diare,

hipotensi postural, gangguan sekresi keringat dan impotensi.  Neuropati

merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap meningkatnya

kerentanan   p asien diabetes melitus terhadap infeksi, dimana akibat

neuropati sensorik akan menyebabkan berkurangnya rasa nyeri

setempat sehingga luka kurang disadari dan diabaikan oleh pasien, serta

berakibat terlambatnya pengobatan. Neuropati motorik dapat berakibat

deformitas bentuk kaki dan gangguan titik-titik tekan pada telapak kaki.

Lebih lanjut neuropati autonomik dapat menyebabkan atoni kandung

kemih serta gangguan mekanisme kelenjar keringat. Atoni kandung

kemih menyebabkan timbulnya stasis residu urin dalam kandung kemih

yang merupakan kandung kemih yang merupakan faktor predisposisi in

23
faktor predisposisi infeksi yang sering kambuh. feksi yang sering

kambuh.

3) Keracunan  

Neuropati karena keracunan jarang dijumpai. Timah dan logam

berat akan menghambat aktifasi enzim dalam proses aktifitas oksidasi

glukosa sehingga mengakibatkan neuropati yang sukar dibedakan

dengan defisiensi vitamin B. Keracunan timah menyebabkan neuropati

motorik, khususnya mempengaruhi nervus radialis, medianus dan

poplitea lateralis. Terkulainya tangan dan kaki (drop wrist dan drop

foot) merupakan gejala yang sering merupakan gejala yang sering

ditemukan. ditemukan.

4) Manifestasi alergi

Gangguan motorik pada sindrom Guillain-Bare biasanya timbul

lebih awal daripada gangguan sensorik. Biasanya terdapat gangguan

sensasi perifer dengan distribusi sarung tangan dan kaus kaki tetapi

kadang-kadang gangguan tampak segmental. Otot proksimal dan distal

terganggu dan refleks tendon menghilang. Nyeri bahu dan punggung

biasanya ditemukan. Otot fasial dan otot okular kadang-kadang

terganggu. Perluasan dan kelemahan otot-otot batang tubuh menuju

toraks akan otot-otot batang tubuh menuju toraks akan menganggu

menganggu pernapasan.

C. Tinjauan Tentang Intervensi Fisioterapi

24
1. IR (Infrared)

Manfaat infrared bagi kesehatan adalah, yang pertama dapat

mengaktifkan molekul air dalam tubuh. Gelombang elektromagnetik

yang dihantarkan oleh sinar infra merah dalam frekuensi tertentu mampu

menimbulkan getaran yang sama dengan molekul air. Sehingga, pada

waktu molekul air dalam tubuh pecah akan membentuk molekul tunggal

lain yang bisa meningkatkan cairan dalam tubuh. Yang kedua infrared

efektif untuk meningkatkan sirkulasi mikro.

Bergetarnya molekul air dalam tubuh serta pengaruh dari sinar

inframerah dapat menghasilkan panas yang memicu pembuluh kapiler

membesar, memperbaiki sirkulasi darah, meningkatkan temperatur kulit

dan efektif mengurani tekanan jantung. Yang ketiga dapat meningkatkan

Ph dalam tubuh. Sinar inframerah efektif untuk membersihkan darah,

mencegah rematik yang disebabkan kadar asam urat yang tinggi serta

memperbaiki tekstur kulit. Dan yang terakhir dapat meningkatkan

metabolisme tubuh. Ketika sirkulasi mikro pada tubuh meningkat, maka

racun dapat dikeluarkan dari tubuh kita melalui metabolisme. Hal ini

dapat mengurangi beban liver dan ginjal.

3. Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)

TENS adalah alat yang berfungsi menurunkan rasa nyeri yang

dirasakan pasien dengan teori gate control, Central Biasing Theory

(descending pain control theory; central control trigger), Endogenous

Opiate Pain-Control Theory31. TENS telah digunakan secara luas untuk

25
menangani nyeri yang dirasakan pada pasien osteoarthritis dan alat

tersebut aman digunakan. Penggunaan TENS dihubungkan melalui

elektrode yang langsung kontak dengan kulit area nyeri yang dirasakan.

TENS bekerja dengan cara menstimulasi serabut saraf untuk

memberikan efek menurunkan rasa nyeri yang dirasakan. Teori Gate

Control Theory Melzack dan Wall pada tahun 1965 mengemukakan

mengenai teori “ Gate Control”, dengan hipotesis nyeri ditimbulkan oleh

aktivasi serabut-serabut yang berdiameter kecil yaitu serabut A-delta

yang mengirimkan rasa nyeri yang bersifat cepat dan serabut C yang

bersifat lambat.

Teori ini menyebutkan bahwa nyeri dapat dipengaruhi oleh: a)

Substansia gelatinosa yang berada di dorsal horn pada medulla spinalis.

b) Sistem pada batang otak yang bersifat sebagai penghambat rasa atau

sensasi nyeri. Pada prinsip pintu gerbang yang digambarkan, bahwa

serabut saraf mana yang lebih dominan akan menentukan apakah gerbang

nyeri tersebut akan terbuka atau tertutup. Apabila serabut-serabut kecil

yang teraktifasi akibat adanya rangsangan yang nantinya akan

menimbulkan rasa nyeri lebih banyak dibanding A-beta maka gerbang

akan terbuka dan rangsangan tersebut diteruskan ke otak dan pasien akan

merasakan nyeri. Apabila serabut berdiameter besar (A-beta) yang lebih

banyak maka gerbang akan tertutup, rangsang nyeri tidak diteruskan ke

otak atau hanya sebagian dan pasien tidak merasakan nyeri atau

penurunan sensasi nyeri. Pengaktifan serabut-serabut sensorik yang

26
berdiameter besar dapat menurunkan persepsi nyeri yang dirasakan. Cara

kerja TENS melalui mekanisme perifer, segmental, dan ekstrasegmental.

Mekanisme perifer, terjadi apabila arus listrik yang salurkan oleh alat

terapi TENS menghasilkan impuls saraf yang berjalan 2 arah sepanjang

dari akson, dan rangkaian tersebut disebut dengan aktivasi antidormik.

Indikasi TENS Kondisi LMNL(Lower Motor Neuron Lesion) baru

yang masih disertai keluhan nyeri, kondisi sehabis trauma/operasi urat

saraf yang konduktifitasnya belum membaik, kondisi LMNL kronik yg

sdh terjadi partial/total dan enervated muscle, kondisi pasca operasi tendon

transverse, kondisi keluhan nyeri pada otot, sebagai irritation/awal dari

suatu latihan, kondisi peradangan sendi (Osteoarthrosis, Rheumathoid

Arthritis dan Tennis elbow), kondisi pembengkakan setempat yang belum

10 hari Kontra Indikasi TENS Sehabis operasi tendon transverse sebelum

3 minggu, adanya ruptur tendon/otot sebelum terjadi penyambungan,

kondisi peradangan akut/penderita dlm keadaan panas. Pasien yang

memiliki respons alergi terhadap elektroda, Pasien dengan alat pacu

jantung tidak boleh diobati secara rutin dengan TENS meskipun dalam

kondisi yang terkontrol dengan hati-hati, alat ini dapat diterapkan dengan

aman. Disarankan bahwa aplikasi TENS rutin untuk pasien dengan alat

pacu jantung atau perangkat elektronik implan lainnya harus

dianggasebagai kontraindikasi.

4. Passive Stretching

27
Passive stretching adalah teknik stretching (penguluran) yang

dilakukan oleh terapis, atau gaya stretch berasal dari terapis atau orang

lain. Passive stretching adalah metode sretching yang sederhana, yang

menggunakan gaya external dari terapis atau mesin latihan. Pasien harus

serelaks mungkin selama passive stretching.Baik jaringan kontraktil

maupun nonkontraktil dapat dipanjangkan melalui pasive stretching.

Gaya stretch biasanya diaplikasikan sekrang-kurangnya 6 detik,

tetapi yang lebih baik adalah ± 15 – 30 detik dan diulang beberapa kali.

Penelitian menunjukkan bahwa gaya stretch selama 30 detik atau 60 detik

lebih baik dari pada 15 detik. (Anshar dkk, 2014)

a. Indikasi penggunaan peregangan

 ROM terbatas karena jaringan lunak kehilangan ekstensibilitasnya

akibat perlengketan, kontraktir, dan pembentukan jaringan parut,

menyebabkan keterbatasan kemampuan

 Keterbatasan gerak dapat menyebabkan deformitas structural yang

seharusnya dapat dicegah.

 Kelemahan otot dan pemendekan jaringan yang berlawanan

menyebabkan ROM.

 Dapat menjadi komponen program kebugaran total atau

conditioning olahraga spesifik yang dirancang untuk mencegah

atau mengurangi risiko cedera muskuluskeletal.

 Dapat digunakan sebelum dan setelah latihan berat untuk

mengurangi nyeri otot pasca latihan. (Carolyn K, Lynn A, 2014)

28
5. Strengthening exercise

Resisted active exercise merupakan bagian dari active

exercise di mana terjadi kontraksi otot secara statik maupun dinamik

dengan diberikan tahanan dari luar, dengan tujuan meningkatkan

kekuatan otot dan meningkatkan daya tahan otot. Tahanan dari luar

bisa manual atau mekanik. Tahanan manual adalah tahanan yang

kekuatannya berasal dari terapis dengan besarnya tahanan disesuaikan

dengan kemampuan pasien dan besarnya beban tahanan yang diberikan

tidak dapat diukur secara kuantitatif, sedangkan tahanan mekanik

adalah tahanan dengan besar beban menggunakan peralatan mekanik,

dimana jumlah besarnya tahanan dapat diukur secara kuantitatif.

Pemberian tahanan mekanik dapat menggunakan quadriceps setting

exercise dengan alat quadriceps banch.

BAB III

PROSES FISIOTERAPI

29
A. Data – Data Medis

1. Diagnosa medis : Hemiparese Dextra et causa post non hemorrhagic

stroke

D. Identitas Umum Pasien

Nama : Tn.M

Usia : 82 tahun

Jenis Kelamin : laki laki

Agama : Islam

Alamat : Jl. Antang Raya

E. History taking

Keluhan utama : Kelemahan lengan dan tungkai sebelah kanan

Lokasi Keluhan : lengan dan tungkai sebelah kanan

Faktor Penyebab : Kelemahan

RPP : Pasien sudah mengalami serangan ke tiga yang dimana

serangan pertama terjadi pada bulan Oktober 2020. Pasien

merasakan kejang hingga pingsan secara tiba tiba dan

pasien sempat sembuh dan bisa berjalan. Tiba tiba serangan

ke dua terjadi lagi pada bulan Desember 2020 dan pasien

sembuh. Pada akhirnya serangan ke tiga terjadi lagi pada

bulan Februari 2021.

Riwayat Penyakit Penyerta : Hipertensi

30
F. Inspeksi/Observasi

Statis :

Posisi lengan depresi dan endorotasi shoulder, posisi tungkai plantar fleksi dan

sedikit inversi

Dinamis :

 Pasien sudah bisa berbicara tetapi tidak begitu jelas

 Pasien dapat berdiri tetapi bantuan dan melangkah dengan bantuan tetapi

tidak bisa lama

 Pasien masih tergantung pada kursi roda

G. Pemeriksaan Dan Pengukuran Neurologis

Tes Kognitif : Pasien diajak berbicara dengan memberikan berbagai

pertanyaan

Hasil : Pasien merespon tetapi berbicara tidak jelas

Palpasi : Suhu normal, tidak ada spasme , nyeri pada bahu VAS
nilai 8

Tes Tonus otot (menggunakan skala ASWORTH)

Grade Keterangan
0 Tidak ada peningkatan tonus otot
1 Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan terusnya tahanan minimal

pada akhir ROM pada waktu sendi digerakkan fleksi atau ekstensi
2 Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan adanya pemberhentian

gerakan pada pertengahan ROM dan adanya tahanan minimal sepanjang sisa

31
ROM
3 Peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjang sebagian besar ROM tapi sendi

masih mudah digerakkan


4 Peningkatan tonus otot sangat nyata sepanjang ROM, gerak pasif sulit

dilakukan
5 Sendi atau ekstremitas kaku/rigid pada gerakan fleksi atau ekstensi

Prosedur : Fisioterapi melakukan gerakan pasif pada lengan kanan pasien

dan merasakan tonus otot pasien

Hasil :

 Lengan 4 : Peningkatan tonus otot sangat nyata sepanjang ROM, gerak

pasif sulit dilakukan

 Tungkai 3 : Peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjang sebagian besar

ROM tapi sendi masih mudah digerakkan.

Tes Keseimbangan

Menggunakan skala Berg Balance Scale

1) Berdiri tanpa support dengan mata tertutup.

Instruksi : Silahkan berdiri dengan tutup mata selama 10 detik.

0 : membutuhkan bantuan untuk menjaga supaya tidak jatuh

1 : tidak bisa dengan menutup mata selama 3 detik tetapi mampu berdiri

tegak

32
2 : mampu berdiri selama 3 detik

3 : mampu berdiri selama 10 detik dengan pengawasan

4 : mampu berdiri selama 10 detik dengan aman

0 : membutuhkan bantuan untuk menjaga supaya tidak jatuh

2) Berdiri tanpa support kedua kaki rapat

Instruksi : silahkan merapatkan kaki dan berdiri tanpa pegangan selama

1 menit.

0 : membutuhkan bantuan saat berdiri dan tidak mampu bertahan selama

15 detik

1 : membutuhkan bantuan saat berdiri dan mampu berdiri selama 15

detik

2 : tidak mampu berdiri selama 30 detik

3 : mampu berdiri selama 1 menit dengan pengawasan

4 : mampu berdiri selama 1 menit secara aman

Hasil : Nilai 0, membutuhkan bantuan saat berdiri dan tidak

mampu bertahan selama 15 detik

3) Duduk tanpa bersandar tetapi kaki bertumpu ke lantai

Instruksi : Silahkan duduk dengan tangan terlipat di perut.

1 : tidak dapat duduk selama 10 detik tanpa bantuan

2 : dapat duduk selama 10 detik

3 : dapat duduk selama 30 detik

4 : dapat duduk selama 2 menit dengan pengawasan

5 : dapat duduk dengan aman selama 2 menit

33
Hasil : Nilai 0, tidak dapat duduk selama 10 detik tanpa bantuan

4) Berdiri dari posisi duduk

Instruksi : Silahkan berdiri. Coba untuk tidak menggunakan tangan.

0 : memerlukan bantuan dua tangan untuk berdiri

1 : memerlukan bantuan satu tangan untuk berdiri

2 : dapat berdiri menggunakan tangan setelah mencoba beberapa kali

3 : dapat berdiri secara independen dan menggunakan tangan

4 : dapat berdiri tanpa menggunakan tangan dan mantap secara

independent.

Hasil : Nilai 0, memerlukan bantuan dua tangan untuk berdiri

Tes Refleks

a. Reflex Fisiologis

- Biceps

Fisioterapi memegang lengan pasien yang di semiflexikan sambil

menempatkan ibu jari di atas tendon m. Biceps, lalu ibu jari diketuk

Hasil : refleks meningkat

- Triceps

Fisioterapi memegang lengan bawah pasien yang di

semiflexikan.Setelah itu, ketuk pada tendon m. Triceps, yang berada

sedikit di atas olecranon.

Hasil : refleks meningkat

Interpretasi : Hasil Positif (+)

b. Reflex Patologis

34
- Babinsky

Pasien dalam posisi tidur terlentang, kemudian tarik garis dari tumit ke

sepanjang arah lateral kaki ke arah jari-jari kaki dengan cepat.

Hasil : positif

Interpretasi : Hasil Positif (+)

Tes Koordinasi

- Finger to finger

Kedua shoulder abduksi 90°, elbow ekstensi, minta pasien membawa

kedua lengannya ke horizontal abduksi & menyentuhkan kedua ujung

jari telunjuk satu terhadap yang lain

Hasil :

 Ketepatan gerakan : tidak dapat dilakukan

 Kecepatan : tidak dapat dilakukan

 Ada tremor

- Finger to nouse

Abduksi shoulder 90° dengan elbow ekstensi. Minta pasien untuk

menyentuhkan ujung jari telunjuknya ke ujung hidungnya. Tes

dilakukan dalam gerakan cepat & lambat, ulangi beberapa kali hitungan

dengan mata terbuka lalu dengan mata tertutup . Normal gerakan tetap

tidak berubah dengan mata tertutup. Ulangi dan bandingkan dengan

tangan satunya

Hasil :

 Ketepatan gerakan : tidak dapat di lakukan

35
 Kecepatan : tidak dapat di lakukan

 Ada tremor

- Finger to therapist finger

Pasien & terapis saling berhadapan. Jari telunjuk terapis diluruskan

menunjuk ke atas dihadapan pasien. Minta pasien menyentuhkan ujung

jari telunjuknya ke jari telunjuk terapis. Selama pemeriksaan

berlangsung posisi jari terapis diubah-ubah dengan tujuan untuk

mengetahui kemampuan merubah jarak, arah dan kekuatan gerakan

Hasil :

 Ketepatan gerakan : tidak dapat di lakukan

 Kecepatan : tidak dapat di lakukan

 Ada tremor

Interpretasi hasil : pasien masih belum bissa melakukan gerakan

apapun

Tes sensorik

- Tes tajam/ tumpul

Fisioterapi menyentukan / menggoreskan benda tajam/tumpul pada

lengan kanan pasien.

Hasil : Pasien dapat merasakan saat disentuhkan benda tajam di lengan

kanan

Interpretasi hasil : Pasien masih belum bisa melakukan gerakan apapun

36
Tes Kemampuan Fungsional ADL dengan Barthel Index

Feeding (Makan dan minum)

 Tidak dapat dilakukan sendiri 0

 Membutuhkan bantuan dalam beberapa hal 5

 Dapat melakukan sendiri atau mandiri 10

Hasil : 0

Bathing (Mandi)

 Bergantung sepenuhnya 0

 Dapat melakukan sendiri atau mandiri 10

Hasil : 0

Grooming (Dandan)

 Membutuhkan bantuan perawatan personal 0

 Mandiri (membersihkan wajah, merapikan rambut, menggosok gigi, 5

mencukur, dll)

Hasil : 0

Dressing (Berpakaian)

 Bergantung sepenuhnya 0

 Memerlukan bantuan, tapi tidak sepenuhnya 5

 Mandiri (ternasuk mengancing baju, memakai ritsleting, mengikat

tali sepatu) 10

Hasil : 0

37
Fecal (Buang Air Besar)

 Inkontinensi (atau perlu diberikan pencahar) 0

 Kadang terjadi inkontinensi 5

 Bisa mengontrol agar tidak inkontinensi 10

Hasil : 10

Urinary (Buang Air Kecil)

 Inkontinensi atau memerlukan katerisasi 0

 Kadang terjadi inkontinensi 5

 Bisa mengontrol agar tidak inkontinensi 10

Hasil : 0

10Toileting (Ke kamar kecil atau WC)

 Bergantung sepenuhnya 0

 Memerlukan bantuan, tapi tidak sepenuhnya 5

 Mandiri (termasuk membuka dan menutup, memakai pakaian, 10

membersihkan dengan lap

Hasil : 0

Transferring (dari bed ke kursi dan kembali ke bed)

 Tidak mampu, tidak ada keseimbangan duduk 0

 Memerlukan bantuan satu atau dua orang, dapat duduk 5

 Memerlukan bantuan minimal (verbal atau fisik) 10

 Mandiri sepenuhnya 15

Hasil : 5

38
Walking (pada semua level permukaan)

 Immobile atau <50 yard 0

 Menggunakan kursi roda secara mandiri, termasuk mendatangi 5

orang >50 yard

 Berjalan dengan bantuan seseorang (verbal atau fisik) > 50 yard 10

 Mandiri sepenuhnya (tidak membutuhkan bantuan, termasuk 15

tongkat) >50 yard

Hasil : 0

Climbing Strairs (menaiki anak tangga)

 Tidak mampu 0

 Memerlukan bantuan (verbal, fisik dengan alat bantu) 5

 Mandiri sepenuhnya 10

Hasil : 0

Hasil : jumlah skor 75 (ketergantungan sedang)

Parameter index barthel

Skor 100 : mandiri

Skor 91 – 99 : ketergantungan ringan

Skor 62 – 90 : ketergantungan sedang

Skor 21 – 61 : ketergantungan berat

Skor 0 – 20 : ketergantungan penuh

39
Interpretasi ; dengan melakukan melakukan Tes Kemampuan Fungsional ADL

dengan Barthel Index di dapatkan hasil Skor 21 – 61 : ketergantungan berat .

H. Algorhitma assessment

Nama Pasien : Tn. M Umur: 82 tahun Jenis Kelamin : Laki Laki


Kondisi/Penyakit : “Gangguan Muscle Power and Muscle Tonus Sisi Dextra Et
Causa Hemiparese Post Non Hemoragik Stroke”
History Taking :

Kurang lebih 3 bulan yang lalu pasien tiba tiba mengalami kelemahan separuh badan
sebelah kanan dan gangguan bicara. Setelah beberapa minggu terapi pasien sudah
merasakan nyeri pada anggota gerak atasnya (shoulder), beberapa kata sudah mulai
bisa di ucap. Telah adanya keseimbangan pada pasien untuk melakukan transfer

Inspeksi :

Statis :Posisi lengan depresi dan endorotasi shoulder, posisi tungkai plantar fleksi
dan sedikit inversi

Dinamis :Pasien masih berbicara pelo dan tidak jelas , Pasien dapat berdir tanpa
bantuan dan melangkah dengan bantuan ,

Pemeriksaan/Pengukuran Neurologi

Palpasi Tes sensorik Tes Koordinasi dan


Sensorik
- Suhu normal, tidak Tes sensorik:
-tes tajam/tumpul: (+)
ada spasme , nyeri pada -tes panas/dingin : (+) Tes koordinasi (-)
bahu VAS nilai 8
Tes sensorik (+)

Tes Kognitif:
Diagnosa ICF Paien belum mampu
menjawab pertanyaan
Gangguan Muscle Power and Muscle Tonus dengan Et
Sisi Dextra jelas Causa
Hemiparese Post Non Hemoragik Stroke

40
I. Diagnosa Fisioterapi (sesuai konsep ICF)

- Diagnosa ICF : Gangguan Muscle Power and Muscle Tonus Sisi Dextra Et

Causa Hemiparese Post Non Hemoragik Stroke

J. Problematic Fisioterapi

Komponen ICF Pemeriksaan / Pengukuran Yang


Membuktikan
1 Impairment
a. nyeri VAS
b.Adanya kelemahan pada Tes Tonus otot (menggunakan skala
ASWORTH)
tangan dan tungkai sisi dexra
c. Adanya gangguan koordinasi  Finger to finger
 Finger to nouse
 Finge to finger therapist
d. Gangguan keseimbangan Berg Balance Scale
2 Activity Limitation

a. Gangguan ADL Index barthel

Belum mampu duduk lama dan Berg Balance Scale


berjalan
3 Restriction participation
Hambatan dalam beribadah, dan History taking
berkunjung ke rumah keluarga

41
42
BAB IV

INTERVENSI DAN EVALUASI FISIOTERAPI

A. Rencana Intervensi Fisioterapi

1. Tujuan Jangka Panjang


Pasien dapat beribadah dan melakukukan aktifitas sehari-hari tanpa
hambatan
2. Tujuan Jangka Pendek
a. Mengurangi nyeri pada ektremitas atas
b. Meningkatkan kekuatan otot tangan dan tungkai
c. Memperbaiki koordinasi gerakan

B. Strategi Intervensi Fisioterapi

No Problematik Fisioterapi Tujuan Intervensi Jenis Intervensi

1 Impairment

a. Nyeri Mengurangi nyeri IR, TENS

b. Kelemahan Otot Meningkatkan PNF, Bridging Exercise


kekuatan otot

c. Gangguan koordinasi Memperbaiki PNF


koordinasi

2 Activity limitation

Kesulitan saat duduk, Mengilangkan nyeri Bridging exercise,


berdiri dan jalan dan meningkatkan latihan Transfer
kemampuan
menumpu pasien

3 Participation Restriction

Keterbatasan dalam Mengembalikan


beribadah aktivitas beribadah IR, TENS, PNF,
berdiri tanpa keluhan Bridging Exercise,
latihan Transfer
Keterbatasan mengerjakan Mengembalikan
pekerjaan rumah aktivitas bekerja

43
berdiri tanpa keluhan

C. Prosedur Pelaksanaan Intervensi Fisioterapi

a. IR

Tujuan : Melancarkan sirkulasi darah


Persipan alat : Pastikan alat tersambung dengan listrik dan kabel
dalam keadaan baik. Kemudian nyalakan alat dan
arahkan pada daerah yang ingin obati dengan jarak
30-40 cm.
Posisi pasien :Posisi pasien supine lying
Posisi fisioterapis : berdiri di samping bed
Teknik :Pastikan pasien dalam keadaan comfortable,
kemudian fisioterapi mengarahkan alat dan
melakukan pemanasan secara local pada daerah
punggung.
Time : 10 menit

b. TENS

Tujuan : Memeilhara fisiologis otot dan mencegah atrofi


otot,reedukasi fungsi otot, modulasi nyeri
tingkatsensorik, spinal dan supraspinal, menambah
Range Of Motion(ROM)/mengulur tendon,
memperlancar peredaran darah dan memperlancar
resorbsi oedema
Posisi pasien : pasien tidur terlentang, pasien dalam posisi
nyaman.
Posisi fisioterapist : terapis berada di sebelah pasien.
Teknik :Pasang elektroda pada daerah yang nyeri.

44
c. Latihan dengan teknik PNF

1) Latihan Pada Anggota Gerak Atas

Posisi pasien tidur terlentang, fisioterapis memberikan latihan sesuai


dengan pola-pola gerakan lengan yang ada dalam teknik PNF yaitu
fleksiabduksi- eksorotasi, ekstensi-adduksi-endorotasi, ekstensi-
abduksi endorotasi

Latihan Pada Anggota Gerak Bawah

Posisi pasien tidur terlentang, fisioterapis memberikan latihan sesuai

dengan pola pola gerakan tungkai yang ada dalam teknik PNF yaitu

fleksiabduksi- eksorotasi, ekstensi-adduksi-endorotasi, dan fleksi-

adduksi-endorotasi dengan lutut fleksi.

Teknik-teknik PNF yang digunakan:

45
a) Rhytmical Initiation

Pertama fisioterapis menggerakkan secara pasif terlebih dahulu

kemudian pasien diperintahkan oleh fisioterapis untuk mengikuti

gerakan tersebut secara aktif. Kedua dilakukan gerakan melawan

tahanan ringan pada pola ekstensi dan fleksi. Latihan ini dilakukan

pengulangan sebtas toleransi pasien.

b) Timing For Emphasis

Pada tungkai kanan, fisioterapis menahan pada kaki pada pola

fleksiabduksi- endorotasi dengan lutut fleksi kemudian pasien

diperintahkan untuk menggerakkan kakinya. Pada lengan kanan,

fisioterapis menahan pada lengan bawah kanan pasien pada pola

fleksi-adduksi-eksorotasi dengan siku flexi kemudian pasien

diprintahkan untuk meluruskan sikunya. Pada pola fleksiabduksi-

eksorotasi terapis menahan pergelangan tangan kanan pasien

kemudian terapis memerintahkan pasien untuk menggerakkan

tangannya. Latihan ini dilakukan pengulangan tolernasi pasien.

c) Slow Reversal

Fisioerapis menggerakkan lengan secara pasif pada satu

pola terlebih dahulu. Tanpa ada relaxasi, ganti dengan gerakan

pada pola yang berlawanan. Lalu kembali ke pola gerak awal tanpa

relaxasi dengan diberi tahanan ringan dan diberi aba-aba untuk

46
melawan tahanan fisioterapis. Lakukan juga pada tungkai. Latihan

dilakukan pengulangan sebatas toleransi pasien.

g. Bridging Exercise
Tujuan : Untuk melatih pasien meningkatkan kemampuan

keseimbangan pasien

Teknik : Posisi pasien tidur terlentang, kemudian pasien diajarkan

cara bangun dengan baik, kemudian pasien juga diajarkan cara duduk

tanpa bantuan, badan pasien sesekali digoyangkan untuk melatih

keseimbangannya.kemudian pasien juga dilatih dari duduk ke berdiri.

h. Latihan Transfer

Tujuan : Untuk melatih pasien meningkatkan kemampuan

keseimbangan pasien

Teknik : Posisi pasien tidur terlentang, kemudian pasien diajarkan

cara bangun dengan baik, kemudian pasien juga diajarkan cara duduk

tanpa bantuan, badan pasien sesekali digoyangkan untuk melatih

keseimbangannya.kemudian pasien juga dilatih dari duduk ke berdiri.

K. Edukasi Dan Home Program

Pasien diperintahkan untuk melakukan latihan-latihan yang telah

diajarkan fisioterapis seperti latihan aktif maupun latihan pasif. Latihan

menggenggam dan latihan core stability nya. Pasien juga di ajarkan untuk

melakukan latihan transfer yang benar sesuai yang di ajarkan oleh

47
fisioterapist. Serta pasien diingatkan untuk menghindari faktor-faktor risiko

yang dapat menimbulkan serangan stroke kembali.

48
BAB V

PEMBAHASAN

A. Pembahasan Assessmen Fisioterapi

1. History Taking

History taking merupakan cerita tentang riwayat penyakit yang

diutarakan oleh pasien melalui tanya jawab, yang disusun secara

kronologis yang memerlukan pemahaman tentang patofisiologi dari

pemeriksa. Untuk mendapatkan history taking yang baik dibutuhkan

sikap pemeriksa yang sabar dan penuh perhatian, serta waktu yang

cukup. Cara pengambilan history taking dapat mengikuti dua pola umum,

yaitu :

a. Pasien dibiarkan dengan bebas mengemukakan semua keluhan serta

kelainan yang dideritanya.

b. Pemeriksa membimbing pasien mengemukakan keluhannya atau

kelainannya dengan jalan mengajukan pertanyaan tertentu.

Dari history taking pada pasien dengan kondisi hemiparese,

pemeriksa dapat mengetahui penyebab terjadinya hemiparese. Pada

hisroty taking, pasien sulit menggerakan tangan dan kaki bagian kanan

2. Observasi/Inspeks

Untuk melengkapi data suatu pemeriksaan fisioterapi, diperlukan

pemeriksaan observasi. Observasi memerlukan kecermatan dan

kecepatan menganalisa keadaan pasien dalam waktu yang singkat.

49
- Ketika dilakukan observasi pada pasien dengan kondisi ini, tampak

dating menggunakan kursi rodah, dan kesulitan dalam mengerakan

tangan dan kaki sebelah kanan..

3. Pemeriksaan dan Pengukuran

a. Pemeriksaan Fungsi Sensorik

b. Pemeriksaan Fungsi motoric

c. Pemeriksaan koordinasi

d. Pemeriksaan postur dan balance

e. Pemeriksaan gait

f. Pemeriksaan ADL

g. Pemeriksaan Kognitif

h. Pemeriksaan X-Ray/MRI/CT-Scan/ Laboratorium

B. Pembahasan Intervensi Fisioterapi (kaitannya dengan clinical reasonin

1. IR

Sinar infra merah adalah pancaran gelombang elektromagnetik

dengan panjang gelombang 7.700 – 4 juta Amstrong. Sebelumnya telah

dijelaskan bahwa selain dari Matahari, sinar Infra merah dapat diperoleh

secara buatan (Sujatno,1993). Rasa hangat yang ditimbulkan infra red

dapat meningkatkan vasodilatasi jaringan superfisial sehingga dapat

memperlancar metabolisme dan menyebabkan efek relaks pada ujung saraf

sensorik.Efek terapeutiknya adalah mengurangi nyeri (Singh, 2005).

50
4. TENS

TENS merupakan terapi modalitas dengan penggunaan arus listrik

namun tidak menyakitkan atau invasif bagi pasien. Arus listrik tersebut

merangsang saraf melalui permukaan kulit, mempengaruhi sistem saraf

pusat. Terapi TENS memiliki bermacam-macam frekuensi, namun sampai

sekarang belum bisa ditentukan berapa frekuensi yang paling baik namun

frekuensi yang digunakan disesuaikan dengan kenyamanan pasien, selain

konvensional TENS (HF) terdapat pula akupuntur TENS (LF) yang

menggunakan frekuensi 2 Hz. Akupuntur TENS disebutkan bahwa

mekanisme kerjanya dengan menstimulasi A-delta untuk memproduksi

endorpin yang berfungsi menurunkan rasa nyeri41. Burst TENS, salah satu

jenis TENS dengan menstimulus A-beta dan A-delta dalam waktu yang

sama.

TENS bekerja dengan cara menstimulasi serabut saraf untuk

memberikan efek menurunkan rasa nyeri yang dirasakan. Teori Gate

Control Theory Melzack dan Wall pada tahun 1965 mengemukakan

mengenai teori “ Gate Control”, dengan hipotesis nyeri ditimbulkan oleh

aktivasi serabut-serabut yang berdiameter kecil yaitu serabut A-delta yang

mengirimkan rasa nyeri yang bersifat cepat dan serabut C yang bersifat

lambat. Prinsip pintu gerbang yang digambarkan, bahwa serabut saraf

mana yang lebih dominan akan menentukan apakah gerbang nyeri tersebut

akan terbuka atau tertutup. Apabila serabut-serabut kecil yang teraktifasi

akibat adanya rangsangan yang nantinya akan menimbulkan rasa nyeri

51
lebih banyak dibanding A-beta maka gerbang akan terbuka dan

rangsangan tersebut diteruskan ke otak dan pasien akan merasakan nyeri.

Apabila serabut berdiameter besar (A-beta) yang lebih banyak maka

gerbang akan tertutup, rangsang nyeri tidak diteruskan ke otak atau hanya

sebagian dan pasien tidak merasakan nyeri atau penurunan sensasi nyeri.

5. PNF

Konsep PNF dikembangkan oleh Dr. Herman Kabat, seorang

neurofisiolog. PNF adalah konsep untuk merangsang respons mekanisme

neuromuskuler melalui propioseptors. Prinsip konsep PNF yaitu, mencoba

memfasilitasi kontraksi dari sekelompok otot dalam pola sinergis.

6. Bridging exercise

Bridging exerciseadalah teknik yang tepat untuk

memperkuatotot-otot disekitar columna vertebra lumbal dan pelvic

khususnyauntuk pasienstrokedengan gangguan keseimbangan.Bridging

38exercisemengacu pada kontrol otot yang digunakan

untukmemelihara stabilitas disekitar columna vertebra lumbal

danpelvic. (Deborrah Cooper, 2009)

Dalam setiap gerakan yang melibatkancore muscle,

yangpertama kali berkontraksi yaitu otot transversus abdominis.

(Cresswell dalam Seong-Hun Yu, 2013). Otot-otot

inidiklasifikasikan sebagai otot yang paling kuat. Otot

eksternaloblique merupakan otot terbesar pada daerah perut

52
yangbertanggung jawab untuk membantu kestabilan posisi panggul.

(Richardson dalam Seong-Hun Yu, 2013).Otot paraspinal adalah otot

yang terletak di antaraEkstensor Iliocostalis dan Longissimus. Otot-

otot ini membantuotot multifidus, yang mempertahankan tulang

belakang tetapberada dalam posisi netral pada setiap gerakan dari otot-

otot perut.Stabilitas tulang belakang dipengaruhi oleh kontraksi

simultan otot-otot perut dan multifidus yang didahului oleh reaksi

kaki danlatihan lengan. Di sisi lain, multifidus dan rektus

abdominismemiliki waktu reaksi yang berbeda sesuai dengan arah

geraknya.(Seong-Hun Yu, 2013)

7. Latihan transfer

53
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2016. Tanda dan gejala


hemiparese.https://testimonibraincarecapsulegreenworld.wordpress.com/2016
/09/28/mengenal-lebih-dalamnya-tentang-penyakit-hemiparese/

Budhayantsi, Weeke (Penterjemah). 2014. Intisari Fisioterapi. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC

Djohan , Aras. Hasnia ,Ahmad .Andy , Ahmad. 2016/12/01“ the new concep
of test and measurement in patient care physitherapy” .makassar:physiocare
publishing

http://eprints.ums.ac.id/30939/14/NASKAH_PUBLIKASI.pdf

Diakses pada tanggal 29 Oktober 2018

Intan Angraini.2015. MAKALAH-Stroke-Non-Hemoragik

Chusid, JG 1993; Neuroanatomi Korelatif Dan Neurologi Fungsional,


cetakan ke empat, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Duus, Peter .1996; Diagnosis Topik Neurologi: Anatomi, Fisiologi, Tanda,


Gejala, cetakan pertama, EGC, Jakarta.

Abdurrasyid, 2009,” Penatalaksanaan Stimulasi Elektris Dan Terapi Latihan


Pada Hemiparese Dextra Post Stroke Non Hemoragik”
Diakses pada tanggal 1 November 2018

54

Anda mungkin juga menyukai