PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup dua peristiwa yang sifatnya berbeda
tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.
Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau
dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran (gram,
pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang, dan keseimbangan
kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola
yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini
menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ
dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat
memenuhi fungsinya.
Masa tumbuh kembang anak pada tahun-tahun awal kelahiran merupakan masa
dimana terjadi perkembangan sinapsis yang luar biasa. Pada puncaknya, korteks
serebral dari balita yang sehat dapat membuat dua juta sinapsis per detik (Zero To
Three 2012 dalam Welfare & Gateway 2015). Perkembangan sinapsis pada anak usia
dua tahun terjadi sekitar 100 triliun sinapsis, lebih banyak dari yang diperlukan oleh
anak. Pada usia tiga tahun, otak bayi mencapai 90% dari ukuran dewasa. Pertumbuhan
pada setiap daerah di dalam otak tergantung dari stimulasi yang diberikan (Welfare &
Gateway, 2015).
1
Seorang dokter bedah kebangsaan Inggris bernama William Little pertama kali
mendeskripsikan satu penyakit yang pada saat itu membingungkan yang menyerang
anak-anak pada usia tahun pertama, yang menyebabkan kekakuan otot tungkai dan
berjalan. Penderita tersebut tidak bertambah membaik dengan bertambahnya usia tetapi
juga tidak bertambah memburuk. Kondisi tersebut disebut Little’s Disease selama
beberapa tahun, yang saat ini dikenal sebagai spastik diplegia. Penyakit ini merupakan
salah satu dari penyakit yang mengenai pengendalian fungsi pergerakan dan
Cerebral Palsy (CP) adalah salah satu penyakit kronis yang ditandai dengan
kecacatan motorik yang paling umum dimasa tumbuh-kembang seorang anak. Cerebral
palsy adalah kecacatan yang 2 berhubungan dengan gangguan di otak. Palsy sendiri
dapat diartikan dengan kelemahan atau masalah yang berhubungan dengan otot. Pada
masa anak-anak otak akan berkembang, dan perkembangan otak akan berhenti ketika
seorang anak berusia 6-7 tahun. Cerebral palsy disebabkan oleh perkembangan otak
yang tidak normal atau kerusakan pada otak yang sedang berkembang dimana dapat
cerebral palsy, yang dipergunakan secara luas, meliputi kelainan sistem saraf yang
2
Anak yang memiliki kondisi disabilitas atau disebut dengan anak berkebutuhan
khusus. Berdasarkan data dari BPS (Badan Pusat Statistik) pada tahun 2017,
angka 1,6 juta anak dengan beragam jenis gangguan. Salah satu ragam jenis dari anak
berkebutuhan khusus adalah anak dengan disabilitas fisik, khususnya cerebral palsy.
penyandang CP pada anak usia 24- 59 bulan adalah 0,09% dari jumlah keseluruhan
Pada anak dengan cerebral palsy pada umumnya mengalami keterlambatan pada
terhadap orang lain. Salah satu pendekatan yang telah dikembangkan untuk menangani
Pada kasus anak di Mother and child RSUP dr.Wahidin Sudirohusodo berupa
kasus delayed development (usia 1 tahun denga usia perkembangan 6 bulan) akibat
3
BAB II
TINJAUAN KASUS
ukuran dan jumlah sel serta jaringan intraseluler, bertambahnya ukuran fisik dan
struktur tubuh dalam arti sebagian atau keseluruhan. Pertumbuhan dapat di ukur
secara kuantitatif, yaitu dengan mengukur berat badan, tinggi badan, lingkar kepala
dan lingkar lengan atas terhadap umur, untuk mengetahui pertumbuhan fisik.
yang lebih kompleks, dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil
diprediksi, dengan pola konsisten dan kronologis dan perkembangan adalah sesuatu
yang terarah dan berlangsung terus menerus, dalam pola sebagai berikut (Dwienda,
dkk 2014) :
4
tubuh bagian atas sebelum mereka menggunakan tubuh bagian bawahnya
(Santrock, 2012).
tangan dan kaki dan akhirnya jari-jari tangan dan kaki (Papilia, 2009).
kompleks, dapat diprediksi, terjadi dengan pola yang konsisten dan kronologis
Gambar 2.1
Arah tumbuh kembang anak
yaitu :
5
ciri-ciri lama hilang, timbul ciriciri baru, bertambahnya fungsi dan
ketrampilan).
anak, terdapat suatu aspek perkembangan yang sangat mendebarkan yaitu saat
pertama, seperti tersenyum pertama, kata pertama, berjalan pertama, dan lain-
yang berasal dari potensi genetik dan belajar adalah perkembangan yang berasal
jarinya.
differences in development).
6
g. Terdapat periode/ tahapan pada pola perkembangan (There are periods in the
developmental pattern).
h. Terdapat harapan sosial untuk setiap periode perkembangan (There are social
sebagai berikut :
e. Masa sekolah
2) Masa remaja
7
a) Masa remaja dini : Usia 11-13 tahun
5. Normal development
Menurut salah satu teori tumbuh kembang dari Ronald S Illingwort mileston
a. Usia 1 bulan
2) Posisi terlentang : posisi kepala, badan lengan, dan tungkai dalam posisi
fleksi.
3) Posisi duduk : saat posisi duduk, badan belum bisa tegak, sedangkan posisi
4) Posisi berdiri : saat diberdirikan akan timbul refleks seakan bayi ingin
b. Usia 2 bulan
medial.
(bersandar).
8
c. Usia 3 bulan
1) Posisi tengkurap : bayi dapat mengangkat sedikit kepala dan badan (half
puppy).
3) Posisi duduk : bayi masih duduk bersandar tetapi kepala masih bisa dibantu
sedikit (stabil).
d. Usia 4
baik, kepala dan badan dalam posisi rileks, half puppy lebih stabil.
3) Posisi duduk : kepala masih belum stabil, badan lebih ekstensi, lumbal
masih fleksi.
e. 5 bulan
1) Posisi tengkurap : menumpu dengan kedua lengan, bahu lebih stabil, reaksi
keseimbangan muncul.
2) Posisi terlentang : bermain dengan kaki, kadang ditarik ke mulut, hip dapat
9
4) Posisi berdiri : jika ditarik saat posisi duduk bayi ikut berdiri dengan kaki
plantar fleks
f. 6 bulan
2) Posisi terlentang : rolling mulai dari fleksi kepala dan diikuti hip, tidur
g. 7 bulan
h. 8-9 bulan
10
i. 10 bulan
3) Merangkak : bergerak dengan cepat lalu duduk tanpa menumpu lewat lutut.
j. 11 bulan
1) Posisi duduk : bisa meraih benda, sudah bisa duduk seperti posisi tukang
jahit.
k. 12 bulan
1) Posisi berdiri : half kneeling stabil, berdiri tanpa pegangan dengan tumpuan
kaki lebar.
l. 1,5-2 tahun
1) Berjalan : berjalan dengan jinjit atau menggunakan tumit 14. 3-5 tahun
11
12
Gambar 2.2
Mileston perkembangan motorik kasar
Sumber : Johanes Purwanto (2020)
13
3) Melihat dan menatap wajah
2) Tersenyum spontan
3) Mengeluh
14
4) Memahami kalimat sederhana serta perbendaharaan kata meningkat kata
pesat
1) Menggambar garislurus
1. Definisi
Cerebral Palsy (CP) adalah salah satu penyakit kronis yang ditandai dengan
15
tubuh,gerak control, keseimbangan dan koordinasi sehingga akan mengganggu
Menurut (Kharisma, 2016) Istilah Cerebral Palsy yang berhubungan dengan otak
palsy adalah ketidakmampuan fungsi otot. Dimana anak yang menderita Cerebral
terganggu fungsi motorik kasar, motoric halus, juga kemampuan bicara dan
1. Prenatal
Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan kelainan pada janin misalnya
oleh lues, toksoplasmosis, rubela dan penyakit inklusi sitomegalik. Anoksia dalam
“Palsi Serebral”.
2. Perinatal
a) Anoksia/hipoksia
Penyebab yang terbanyak ditemukan dalam masa perinatal adalah “brain injury”.
Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal ini terdapat pada
previa, infeksi plasenta, partus menggunakan instrumen tertentu dan lahir dengan
b) Perdarahan otak
16
Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar
c) Prematuritas
Bayi yang kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdarahan otak yang
lebih banyak daripada bayi yang cukup bulan karena pembuluh darah, enzim, dan
faktor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna. Otak belum matang
pada bayi prematur memiliki lebih banyak ekuipotensial atau plastisitas. Keduanya
lebih besar dari bagian terluka otak belum matang untuk mengasumsikan fungsi
d) Ikterus
Ikterus pada neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang permanen
inkompatibilitas golongan darah. Bentuk CP yang sering terjadi adalah atetosis, hal
ini disebabkan karena frekuensi yang tinggi pada bayi yang lahir dengan
ikterus yang terdapat pada bayi yang mengalami ikterik biasanya tampak setelah
17
hari kedua dan ketiga kelahiran. Bayi menjadi lesu dan tidak dapat menyusu
mendapatkan refleks moro dan tendon pada mereka dan dengan opisthotonus dan
ekstremitas.
e) Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat pengobatannya
3. Pascanatal
menyebabkan CP, misalnya pada trauma kapitis, meningitis, ensefalitis dan luka
parut pada otak pasca-operasi, dan juga kern ikterus seperti kasus pada gejala
sekuele neurogik dan eritroblastosis fetal atau defisiensi enzim hati (Tjasmani,
2016).
Trauma lahir bisa menimbulkan gejala sisa akibat lesi irreversible pada otak.
Perdarahan dalam otak bisa meninggalkan ruangan yang bisa berhubungan dengan
ventrikel atau berupa kista yang mengandung cairan. Dinding kista itu terdiri dari
porensefalus.
18
3. Patoanatomi dan Patofisiologi Cerebral Palsy
fungsi gerak yang normal. Pada kerusakan korteks cerebri terjadi kontraksi otak
yang terus menerus dimana disebabkan karena tidak terdapatnya inhibisi langsung
pada lengkung reflex. Bila terdapat cidera berat pada system ekstra pyramidal dapat
bicara. Namun bila hanya cedera ringan maka gerakan gross motor dapat dilakukan
tetapi tidak terkoordinasi dengan baik dan gerakan motorik halus sering kali tidak
Tanda awal Cerebral Palsy biasanya tampak pada usia kurang dari 3 tahun,
abnormalitas tonus otot. Penurunan tonus otot atau hipotonia (keadaan sulit
berjalan) dapat menyebabkan bayi tampak lemah dan lemas serta bayi tampak
kaku. Pada sebagian kasus, bayi pada periode awal tampak hipotonia dan
mungkin menunjukkan postur abnormal pada salah satu sisi tubuh (Arvin K. B.,
2012).
19
1) Kemampuan motorik
gerakan ritmis.gangguan ini tidak hanya berakibat kepada fungsi anggota gerak
tetapi fungsi-fungsi lain yang berhubungan dengan masalah motorik lain seperti
2) Kemampuan sensoris
Pada umumnya anak CP juga memiliki gangguan dalam hal sensorisnya. Gangguan
gangguan kinestetik-taktil
3) Kemampuan intelektual
Kemampuan intelektual anak CP beragam rentang dari rentang idiot sampai gifted.
mental , 35% mempunyai tingkat kecerdasan normal hingga diatas rata-rata dan
Sebagian besar anak CP mengalami gangguan bicara sebagai akibat dari kekakuan
otot-otot motorik bicara mereka. Gangguan bicara yang terjadi dapat mengarah
20
ide dan gagasan mereka bahkan diantara mereka bicaranya tidak jelas sehingga
Menurut (Kemala, 2014) Berdasarkan letak kelainan otak dan fungsi gerak
terbanyak (70-80%). Otot mengalami kekakuan dan secara permanen akan menjadi
kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami spastisitas pada saat seseorang berjalan,
kedua tungkai tampak bergerak kaku dan lurus. Cerebral Palsy spastik dapat
A) Monoplegia
B) Diplegia
Keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih berat daripada kedua lengan.
C) Tetraplegia/Quadriplegia
21
Tetraplegia bila mengenai 3 ekstremitas, yang paling banyak adalah mengenai
kedua lengan dan 1 kaki. Quadriplegia bila keempat ekstremitas terkena dengan
D) Hemiplegia
Bila mengenai salah satu sisi tubuh dan lengan terkena lebih berat, Serangan
epilepsi fokal tidak begitu umum, tetapi secara banding lebih sering dijumpai pada
karakteristik gerakan menulis yang tidak terkontrol dan perlahan. Bentuk CP ini
menulis yang tidak terkontrol dan perlahan (Kemala, 2014). Kondisi ini melibatkan
Gerakan abnormal ini mengenai lengan atau tungkai dan pada sebagian besar
kasus, otot muka dan lidah menyebabkan anak-anak menyeringai dan selalu
mengeluarkan air liur. Gerakan sering meningkat selama periode peningkatan stress
dan hilang pada saat tidur. Pasien juga mengalami masalah koordinasi gerakan otot
A) Distonik
22
Kondisi ini sangat jarang sehingga penderita yang mengalami distonik dapat
oleh distonia lainnya. Umumnya menyerang otot kaki dan lengan sebelah
B) Diskinetik
Penderita yang terkena sering menunjukkan koordinasi yang buruk, berjalan tidak
stabil dengan gaya berjalan kaki terbuka lebar, meletakkan kedua kaki dengan
posisi saling berjauhan, berjalan gontai kesulitan dalam melakukan gerakan cepat
Seseorang mempunyai kelainan dua atau lebih dar tipe-tipe kelainan di atas.
Bobath atau Neuro Development Treatment (NDT) yaitu suatu teknik yang
dikembangkan oleh Karel dan Bertha Bobath pada tahun 1997. Metode inikhususnya
ditujukan untuk menangani gangguan sistem saraf pusat pada bayi dan anak-anak.
Metode NDT mempunyai beberapa teknik, yaitu Inhibisi, Key Point of Control,
23
Teori yang mendasari konsep Bobath adalah sistem motor control, konsep plastisitas,
prinsip motor learning, serta pemahaman dan penerapan gerakan fungsional manusia.
NDT bukanlah sebuah teknik tapi lebih ke proses perkembangan dari motor control
dan motor komponen yang diperlukan untuk aktivitas fungsional. (KEMENKES, 2012)
pola patologis dan postur yang abnormal sertatonus otot yang berubah-ubah.
2000).
1) Patterns of movement
Gerakan yang terjadi pada manusia saat bekerja adalah pada pola
24
system saraf pusat, pola gerak yang terjadi sangat terbatas, yang mana
kompensasi atau adaptasi gerak abnormal. Akibat lebih lanjut anak atau
2) Use of handling
b. Teknik NDT
1) Inhibisi
25
Inhibisi adalah penghambatan atau penurunan pola-pola sikap
benar dan arah yang benar maka sekuensis dari abnormlitas tonus otot
postural akan terjadi dan sekuensis ini secara terus menerus diikut
spastisitas pada lengan dan tungkai. Pola spastisitas pada lengan dngan
pola adduksi dan internal rotasi shoulder, fleksi elbow, pronasi lengan
bawah, fleksi dan ulnar deviasi wristdan fleksi jari-jari. Sedangkan pola
spastisitas yang terdapat pada kedua tungkai dengan pola adduksi dan
internal rotasi hip, fleksi knee, plantar fleksi dan inverse ankle serta
fleksi jari-jari. Maka diperlukan inhibisi kea rah kebalikan dari pola
2) Key Point of Control: titik yang digunakan terapis dalam inhibisi dan
3) Fasilitasi
26
d) Fasilitasi keseimbangan duduk
j) Fasilitasi berjalan
4) Stimulasi
dan motorik. Stimulasi juga dapat merangsang sel otak (sinaps) . Tujuan
dari stimulasi :
Jenis stimulasi :
27
Gambar 2.4
Sweap pada tanganà stimulasi tangan membuka à fasilitasi supporting
reaction pada tangan
Gambar 2.5
Stimulasi berguling
Gambar 2.6
Fasilitasi duduk dari posisi tengkurap
28
Gambar 2.7
Fasilitasi reflek tegak pada kepala & supporting reaction ke depan
Gambar 2.8
Fasilitasi ekstensor vertebrae & supporting reaction pada lengan ke depan
Gambar 2.9
Fasilitasi reaksi keseimbangan badan ke depan belakang
a. Definisi
29
b. Konsep
psikologi, neuro, sosio dan kognitif pasien. Pada konsep ini stimulasi
and synchronization berdasarkan pada konsep dan teori reflek integrasi, hal
utama neuro senso motor reflex development and synchronization yang akan
amphibi, matured gait, sequential side rotation dan spinning reflex. Refleks-
besar pada perkembangan struktur dan fungsi tubuh yaitu: kontrol postur,
30
emosi dan kepribadian serta mempengaruhi cara belajar (learning style) dan
postur dan, gerak tubuh yang terkoordinasi dan mengaktifkan kerja reseptor
NSMRD & S yaitu metode ini tidak bisa diberikan kepada anak dengan
kondisi umum yang kurang baik, misalnya pada anak yang masih demam.
a. Definisi
secara optimal, perpindahan, kontrol tekanan dan gerakan saat aktifitas. Core
31
yang baik dalam melakukan gerak serta menjadi dasar untuk semua gerakan
yang digunakan untuk mobilisasi saat bergerak. Saat bergerak otot-otot core
perpindahan energi dari bagian tubuh yang besar hingga kecil selama aktifitas
(Kibler, 2006).
kemampuan dari trunk, lumbal spine, pelvic, hip, otot-otot perut dan otot kecil
dibatasi oleh dinding perut, pelvis, punggung bagian bawah dan diafragma
Engelsman,2012).
32
Latihan core stability akan mengembangkan kerja otot-otot dynamic
mengurangi beban kerja dari otot lumbal, sehingga jaringan disekitar tidak
otot punggung. Dengan demikian suplai darah dan oksigen di jaringan otot
menjadi lebih baik, sehingga nyeri yang ditimbulkan karena spasme akan
berkurang. Selain itu teraktivasinya otot core yang berfungsi sebagai otot
stabilisator tulang belakang akan membuat otot sekitar yang tadinya spasme
yang baik dan posisi tulang belakang dalam keadaan netral (Kisner, 2011).
Dengan stabilitas tulang belakang yang baik seseorang akan lebih mudah
fungsional, antara lain pasien akan lebih mudah dalam melakukan aktivitas
1) Kelemahan otot
33
2) Stabilisasi
3) Perbaikan postur
3) Spinal fraktur
4) Abdominal aneurysm
BAB III
A. Data Medis
Nama : An. G
No RM : 938174
Tekanan Darah :-
Suhu : 36o C
34
Tinggi Badan : 0,76 cm
B. Identitas pasien
Jumlah Saudara :1
Anak ke : Kedua
Agama : Kristen
C. History Taking
1. Keluhan Utama : Anak belum dapat merangkak, duduk, berdiri dan
berjalan
a. Prenatal : Ibu rutin control kedokter, rutin konsumsi vitamin dan ibu
tidak pernah sakit selama hamil, tidak ada riwayat konsumsi obat dan
b. Perinatal : Bayi lahir cukup bulan, Proses persalinan normal dan bayi
lahir dalam keadaan kulit berwarna normal dan bayi lahir dalam kondisi
35
menangis
c. Postnatal : Pada usia 0-2 bulan bayi sehat dan memiliki tumbuh
kembang yang baik. Pada usia 3 bulan bayi mengalami kejang setelah
itu bayi dirawat di Rs. Toraja selama 1 bualan hasil ct scan menunjukan
D. Inspeksi/Observasi
1. Statis :
a. Anterior :
2. Dinamis :
a. Saat posisi merangkak head control pasien nampak cukup baik dan untuk
hand support tangan kanan cukup baik tetapi tangan kiri cenderung nampak
posisi fleksi
36
b. Saat posisi duduk head control pasien cukup baik, pasien belum dapat
melakukan trunk control dan anak belum dapat melakukan hand support
pada lengan kiri saat duduk sehingga pada saat duduk keseimbangan pasien
belum baik
E. Pemeriksaan/Pengukuran Pediatri
1. Palpasi :
2. Tes Orientasi :
g. Belum mampu duduk secara mandiri masih dengan support kedua lengan.
37
a. Refleks Palmar Grasp : (+) kiri
Skala Asworth
Otot
Dextra Sinistra
Bicep Brachii 0 3
Tricep Brachii 0 3
Pronator 0 0
Supinator 0 0
Hamstring 0 3
Soleus 0 3
Gastrocnemius 0 3
6. Pemeriksaan Fungsi Sensorik :
a. Visual : Mencari objek mainan, eye contact baik .
38
c. Tactil : Anak cenderung refleks memfleksikan tungkai dan lengan
b. Motorik Halus : Anak dapat enggenggam baby oil pada tangan kanan
perkembangan 6 bulan
Cenderung asimetris shoulder, semi fleksi elbow dan knee sisi sinistra
b. Pemeriksaan Balance
39
Shoulder -5
Postural (Prot,Retrak)
Patern Spine -5
(Kyposis,Lordosis)
Pelvis Immobility -5
Contracture & -5
Deformity
Dislocation
Level IV Standing 80
Level II Crepping/Crawlling 40
Total skor 35
40
F. Diagnosa Fisioterapi (ICF-ICD)
G. Problematik Fisioterapi
Pemeriksaan/Pengukuran Yang
No. Komponen ICF
Membuktikan
1. IMPAIRMENT
a. Gangguan Postur (Asimetris bahu, semi
Inspeksi/observasi
fleksi elbow dan knee sisi sinistra)
b. Peningkatan tonus otot sisi sinistra Palpasi dan skala asworth
c. Gangguan Trunk Control Inspeksi/observasi
d. Gangguan Balance Inspeksi/observasi
2. ACTIVITY LIMITATION
Anamnesis, inspeksi, tes
orientasi, DDST II, GMFCS dan
a. Pasien belum dapat merangkak
bobath assesment quality
movement
b. Pasien belum dapat duduk dengan
seimbang
Anamnesis, inspeksi, tes
b. Pasien belum dapat transfer position orientasi, DDST II, GMFCS dan
duduk ke berdiri bobath assesment quality
movement
3. PARTICIPATION RESTRICTION
a. Pasien belum dapat berinteraksi dengan
Inspeksi/observasi
lingkungan dan teman sebayanya
41
BAB IV
b) Memperbaiki Postur
d) Meningkatkan Keseimbangan
42
2. ACTIVITY LIMITATION
Pasien kesulitan duduk Meningkatkan NDT , core stability
dengan seimbang keseimbangan Home programe
Pasien belum dapat Meningkatkan
merangkak, dudul, berdiri kemampuan berdiri dan
dan berjalan mandiri berjalan
3. PARTICIPATION RESTRICTION
Pasien belum dapat Meningkatkan Education and home
beriteraksi dengan kemampuan interaksi programe
llingkungan dan teman pasien dengan lingkungan
sebaya nya dan teman sebaya
c. Penatalaksanaan :
1) Stimulasi dengan sentuhan mulai dari bagian kepala ke wajah lalu ke tangan,
2) Fiksasi pada perut, usap dari perut ke dada tengah, perut ke dada kanan,
perut ke dada kiri, perut ke pinggang kanan, perut ke pinggang kiri, perut ke
3) Fiksasi pada perut, stimulasi seperti jari berjalan dengan arah seperti
sebelumnya.
4) Fiksasi pada perut, beri dorongan dari arah atas ke tengah, diagonal kanan ke
tengah, diagonal kiri ke tengah. Lalu beri tarikan dengan arah yang sama.
5) Fiksasi pada perut, usap dengan pola membentuk angka 8, dengan arah
seperti sebelumnya. Kemudian lakukan pada lengan atas dan lengan bawah
serta seluruh lengan di mulai dari tangan kanan lalu tangan kiri. Lakukan
43
juga pada tungkai atas dan tungkai bawah serta seluruh tungkai di mulai dari
a. Tendon release
3) Penatalaksanaan :
b) Pada elbow handling fisioterapis berada pada tendon bicep brachii, pada
b. Ankle Strategy
1) Posisi pasien : Posisi awal pasien tidur terlentang kemudian tekuk kedua
lutut 900
ankle dengan keempat jari berada di telapak kaki sedangkan ibu jari berada
3) Penatalaksanaan :
44
a) Berikan rangsangan seperti taktil, menggelitik, menyapu, atau
3) Penatalaksanaan :
3) Penatalaksanaan :
c. Latihan merangkak
45
1) Posisi pasien : Tengkurap
3) Tekhnik Pelaksanaan :
knee dan tangan lainnya berada di bokong pasien untuk memberikan fasilitasi.
3) Penatalaksanaan :
46
6) Penatalaksanaan :
c) Posisi awal pasien berdiri dengan kedua kaki dibuka selebar bahu dan
menumpu di lantai.
f. Latihan berjalan
pelvic.
3) Penatalaksanaan :
g. Dosis latihan :
F : 2 kali seminggu
I : 8 x hitungan/repetisi
T : 10 Menit
47
1) Posisi pasien : Supine lying kemudian tekuk kedua lutut 900 dengan kedua tangan
satu tangan berada di lutut pasien dan satu tangan lainnya berada di bawah pelvic
1. Edukasi
lingkungan
2. Home program
Orang tua pasien diajarkan untuk memberikan latihan kepada pasien berupa
E. Evaluasi Fisioterapi
No Tanggal Intervensi Evaluasi
Awal terapi Akhir terapi
1. 21/09/2021 - Skala Asworth : 3 - Skala Asworth : 3
48
- Pasien mengalami - Belum terdapat
gangguan trunk perubahan pada trunk
control control
49
bertahan 3 detik
BAB V
PEMBAHASAN
1. History Taking
50
History taking merupakan cerita tentang riwayat penyakit yang diutarakan
oleh pasien melalui tanya jawab, yang disusun secara kronologis yang
mendapatkan history taking yang baik dibutuhkan sikap pemeriksa yang sabar dan
penuh perhatian, serta waktu yang cukup. Cara pengambilan history taking dapat
Dalam history taking sangat penting untuk melokalisasi keluhan yang dirasakan
pasien. Keluhan orang tua mengenai keterlambatan tumbuh kembang anak dan
2. Observasi/Inspeksi
Atetoid dilakukan pada umunya akan didapatkan gerakan total movement dan
gangguan pada head control, postural pada wrist, knee dan ankle pada pasien cp
1. Pemeriksaan/Pengukuran Pediatrik
a. Palpasi
51
Palpasi dilakukan untuk mengetahui apakah ada kelainan tonus otot dari
pasien, yaitu apakah ada peningkatan tonus otot (spastik) atau penurunan tonus
otot (flaccid).
fisiologik pada bayi dan tidak dijumpai lagi pada anak-anak yang sudah besar.
Bilamana pada orang dewasa refleks tersebut masih dapat ditimbulkan, maka
snout reflex, refleks memegang (grasp refleks), refleks glabella dan refleks
palmomental.
2) STNR (Symetrical Tonic Neck Reflex) adalah refleks yang ditandai dengan
respon berupa gerakan fleksi kedua lengan dan ekstensi kedua tungkai
terhadap stimulus berupa fleksi kepala bayi atau respon berupa gerakan
ekstensi kedua lengan dan fleksi kedua tungkai terhadap stimulus berupa
3) Moro Reflex adalah refleks yang di tandai dengan respon berupa gerakan
ekstensi lengan dan tungkai terhadap stimulus tiba-tiba berupa tepukan atau
52
4) Extensor Thrust Reflex adalah reflex primitif yang ditandai dengan gerakan
ekstensi tungkai terhadap stimulus sentuhan pada telapak kaki dan tungkai
seluruh badan sesuai arah stimulus berupa rotasi kepala pada satu sisi
secara aktif atau pasif. Refleks ini muncul dari 0 bulan sampai dengan 6
bulan.
yaitu refleks dalam dan releks superfisial. Refleks dalam (refleks regang otot)
timbul oleh regangan otot yang disebabkan oleh rangsangan, dan sebagai
jawabannya maka otot berkontraksi. Refleks dalam juga dinamai refleks regang
otot (muscle stretch reflex). Nama lain bagi refleks dalam ini ialah refleks
sekitarnya. Jadi bukan karena teregangnya otot seperti pada refleks dalam.
abdominal).
tingkat yaitu :
53
- ± : kurang jawaban, jawaban lemah
- + : jawaban normal
Skala yang dapat dipakai untuk menilai derajat spastistitas tonus otot,
2) Nilai 1 : Kenaikan ringan dalam tonus otot muncul ketika dipegang dan
dilepas atau dengan tahanan minimal pada 1/3 akhir dari LGS.
4) Nilai 2 : kenaikan yang lebih jelas dalam tonus otot, pada sebagian besar
(sedang).
5) Nilai 3 : Kenaikan yang besar dalam tonus otot, dimana gerakan pasif sulit
6) Nilai 4 : Bagian yang terkena kaku dalam gerakan fleksi dan ekstensi
(berat).
54
Kemampuan sensorik dapat dilakukan dengan memeriksa visual,
Adapun tujuan dari DDST II antara lain sebagai berikut : mendeteksi dini
– 6 tahun), salah satu antisipasi bagi orang tua, identifikasi perhatian orang tua
dan anak tentang perkembangan, mengajarkan perilaku yang tepat sesuai usia
anak.
yang cermat.
3) Language (bahasa)
55
Kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, mengikuti
anak mengenai DDST II, kaji pengetahuan tentang tumbang normal dan riwayat
Bila anak tidak mampu melakukan uji coba dengan baik, ibu atau
pengasuh memberi laporan anak tidak dapat melakukan tugas dengan baik.
Apabila anak dapat melakukan uji coba dengan baik, ibu atau
pengasuh memberi laporan tepat atau dapat dipercaya bahwa anak dapat
4) No = No Opportunity
Anak tidak punya kesempatan untuk melakukan uji coba karena ada
1) Tetapkan umur kronologis anak, tanyakan tanggal lahir anak yang akan
diperiksa. Gunakan patokan 30 hari untuk satu bulan dan 12 bulan untuk
56
satu tahun. Jika dalam perhitungan umur kurang dari 15 hari dibulatkan ke
bawah, jika sama dengan atau lebih dari 15 hari dibulatkan ke atas.
2) Buat garis lurus dari atas sampai bawah berdasarkan umur kronologis yang
a) Pada tiap sektor, uji 3 item yang berada di sebelah kiri garis umur
c) Uji item sebelah kanan tanpa menyentuh garis usia sampai anak gagal
berapa yang F.
1) Abnormal
plus 1 sektor atau lebih dengan 1 keterlambatan dan pada sektor yang
sama tersebut tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan
2) Meragukan
57
b) Bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada
sektor yang sama tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan
4) Normal
Semua yang tidak tercantum dalam kriteria di atas. Interpretasi dari nilai
Denver II:
1) Advanced
garis umur, lulus kurang dari 25% anak yang lebih tua dari usia tersebut.
2) Normal
Bila anak gagal atau menolak tugas pada item disebelah kanan garis
umur, lulus atau gagal atau menolak pada item antara 25-75% (warna
putih).
3) Caution
Tulis C pada sebelah kanan blok, gagal atau menolak pada item
4) Delay
Gagal atau menolak item yang ada disebelah kiri dari garis umur
58
1) Pola Postur (General postural alignment) merupakan gambaran bentuk
postur pasien secara umum, dilakukan dalam satu posisi misanya posisi
2) Pemeriksaan Keseimbangan
untuk meneliti atau mengamati yang terlihat dari kondisi pasien. Kondisi
ini terdiri dari keseimbangan statis berupa pasien diposisikan pada tidur
Shoulder -5
Postural
(Prot,Retrak)
Patern
Spine -5
(Kyposis,Lordosis)
59
Pelvis Immobility -5
Contracture & -5
Deformity
Dislocation
Level IV Standing 80
Level II Crepping/Crawlling 40
Total skor
60
Tujuan dari NDT itu yaitu menghambat pola gerak yang abnormal,
gangguan gross motor, dan gangguan postur terutama pada anak cerebral palsy
spastic. Teknik inhibisi pada NDT ini bertujuan untuk menghambat pola gerak
abnormal, dimana anak cerebral palsy yang spastic akan muncul gerakan yang
susah dikontrol. Ketika inhibisi diberikan maka akan stimulasi dari propioceptive
akan membawa implus sampai otak untuk diterjemahkan menjadi suatu memori
bahwa gerakan yang normal itu adalah yang saat dirasakan (Ikay, et.al, 2016).
gross motor baik crawling, kneeling, standing dan walking, mekanismenya berupa :
adanya input aferen dari medula spinalis lewat serarcuatus externus dorsalis. Dari
medula spinal aferen melalui dua neuron yaitu ganglion spinale dan ser. Arcuatus
eternus doralis (homolateral) yang tujuannya yang satu ke cerebellumdan yang satu
dihantarkan melalui dua cabang yaitu menuju motor cortex dan sensori cortex . pada
motor cortex afren dibawa ke brainstem, sedangkan aferen yang menuju sensori
reseptor ini melalui 3 neuron, yaitu neuron satu pada ganglion spinale, columna
61
ordo kedua menyilang oblique kesisi yang berlawanan dalam komisura grisea dan
alba anterior dalam segmen spinal. Lalu naik dalam kolumna alba anterioateral
korteks cerebri. berlawanan sebagai traktus, lalu naik melalui medula oblongata
lemnikus spinalis (untuk taktil dan tekanan). Lalu input menuju neuron ketiga
stimulasi dari kesadaran akan posisi bagian tubuh yang diperoleh dari visual.
Dimana impuls yang datang dari ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di
sionovia dan ligamentum. Ketika kesadaran akan posisi sendi timbul diharapkan
langsung, motor unit yang berperan meningkat seiring dengan motor learning.
Setelah itu peningkatan signifikan dari frekuensi motor unit karena latihan yang
oleh karena adanya proses reorganisasi dan adaptasi maka peningkatan fungsi-
meningkatnya kekuatan otot. Pada otot juga terdapat reseptor yaitu muscle spindle
62
dan organ tendo Golgi. Muscle spindle mempunyai peranan dalam pengaturan
motorik yaitu dalam mendeteksi terhadap perubahan panjang serabut otot dan
kecepatan perubahan panjang otot, sedangkan organ tendo Golgi dalam mendeteksi
ketegangan yang bekerja pada tendo otot selama kontraksi otot atau peregangan
spinalis dan juga serebelum sehingga membantu system saraf untuk melakukan
change of muscle strength, spasticity, and gross motor function in children with
spastic cerebral palsy”. Penelitian yang dilakukan di korea ini didapatkan hasil
dengan kondisi cerebral palsy efektif dalam menurunkan spastisitas, kekuatan dan
Mi-Ra Kim, MS, PT a , Byoung-Hee Lee, PhD a, Dae-Sung Park, PT, PhD
(2016) menghasilkan penelitian dengan judul “Effects of combined Adeli suit and
motor function classification system levels I and II”. Pada penelitian ini
menggunakan sampel anak dengan cerebral palsy yang terbagi menjadi dua
kelompok. Kedua kelompok diberikan intervensi NDT dan salah satu kelompok
63
fungsional) pada pasien dengan cerebral palsy. Pada kelompok yang diberi
reaksi sinapsis genetis pada sel saraf yang akan membentuk kolateral skroting
sehingga akan mendeteksi masalah terjadinya blokade sensoris, pada saat itu fungsi
dari plastisitas otak akan dikembangkan maka akan memperbaiki bagian otak yang
Pada pasien yang diberikan neuro senso motor reflex development and
reseptor yang berhubungan dengan sentuhan dalam dan tekanan serta menurunkan
pasien dengan cerebral palsy flaccid hipotonus quadriplegi tipe ekstensi dengan
metode neuro senso motor reflex development and synchronization dan neuro
64
Latihan Core Stability Eksercise adalah latihan yang ditujukan pada core
(Santi, et al. 2014). Pada anak cerebral palsy akan sangat sulit untuk gerakan
tersebut karena, postur tubuh yang tidak simetris. Dan gerakan duduk membutuhkan
otot-otot ekstensor batang tubuh, panggul, lutut dan plantar fleksor pergelangan
kaki. Dimana pada anak cerebral palsy otot-otot tersebut mengalami spastisitas
sehingga susah untuk melakukan gerakan ke posisi duduk. Untuk mencapai tujuan
ini, perlu latihan secara rutin khususnya latihan untuk meningkatkan keuatan otot
Core stability exercise dapat meningkatkan kekuatan otot baik pada otot
core, trunk, pelvic maupun calf muscle, selain itu dapat meningkatkan vestibular,
dan propioceptive sehingga keseimbangan berdiri akan meningkat dan postur tubuh
akan sesuai dengan aligment. intervensi tersebut dapat membentuk kekuatan pada
otot-otot postural. Hal ini akan meningkatkan stabilitas pada trunk dan postur,
peningkatan core akan diikuti oleh gerakan ekstensi hip, knee, dan peningkatan
kekuatan otot-otot ankle dan juga terjadi perbaikan konduktifitas saraf. Aktivitas
core stability akan memelihara postur yang baik dalam melakukan gerak serta
Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Liang et al
(2016) bahwa peran dan sifat otot core itu dapat dibagi menjadi global core
stabilizer muscle dan otot profun dan sebagai local core stabilizer, meliputi
65
transversus abdominis dan otot multifidus, rektus abdominis, perut otot obliges
internal dan eksternal, dan otot paras spinal lumbal. Penelitian ini juga menunjukkan
bahwa latihan core stablilty tidak hanya meningkatkan kekuatan otot core, tetapi
dengan baik dari ekstremitas atas dan ekstremitas bawah, karena studi terbaru juga
66
DAFTAR PUSTAKA
Duus, Peter, 1996 ; Diagnosis Topik Neurologi : Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala,
cetakan pertama, EGC, Jakarta .
Jeng SC, Yeh KK, Liu WY, Huang WP, Chuang YF, Wong AMK, et al. A physical fitness
training. Res Dev Disabil. 2013; 34(11): 4017-24. doi: 10.1016/j.ridd. 2013
Kenville, R., Maudrich, T., Carius, D., and Ragert, P. (2017). Hemodynamic response
alterations in sensorimotor areas as a function of barbell load evels during squatting: an
fNIRS study. Front. Hum. Neurosci. 11:241.
doi: 10.3389/fnhum.2017.00241
Kenworthy, L., Anthony, L. G., Naiman, D. Q., Cannon, L., Wills, M. C., Luong- Tran, C.,
et al. (2014). Randomized controlled effectiveness trial of executive function intervention
for children on the autism spectrum. J. Child Psychol.
Psychiatry 55, 374–383. doi: 10.1111/jcpp.12161
Lehto, J. E., Juujärvi, P., Kooistra, L., and Pulkkinen, L. (2003). Dimensions of executive
functioning: evidence from children. Br. J. Dev. Psychol. 21, 59–80. doi:
10.1348/026151003321164627
McMorris, T. (2016). Developing the catecholamines hypothesis for the acute exercise-
cognition interaction in humans: lessons from animal studies. Physiol. Behav. 165, 291–
299. doi: 10.1016/j.physbeh.2016.08.011
Memari, A. H., Mirfazeli, F. S., Kordi, R., Shayestehfar, M., Moshayedi, P., and
Mansournia, M. A. (2017). Cognitive and social functioning are connected to physical
activity behavior in children with autism spectrum disorder. Res. Autism Spect. Disord. 33,
21–28. doi: 10.1016/j.rasd.2016.10.001
Miyake, A., Friedman, N. P., Emerson, M. J., Witzki, A. H., Howerter, A., and Wager, T.
D. (2000). The unity and diversity of executive functions and their contributions to
67
complex ‘‘frontal lobe’’ tasks: a latent variable analysis. Cogn. Psychol. 41, 49–100. doi:
10.1006/cogp.1999.0734
Ogoh, S., and Ainslie, P. N. (2009). Cerebral blood flow during exercise: mechanisms of
regulation. J. Appl. Physiol. 107, 1370–1380. doi: 10.1152/japplphysiol.00573.2009
68