Anda di halaman 1dari 79

BAB I

PENDAHULUAN

Coronary Artery Disease (CAD) atau disebut juga Penyakit Jantung Koroner

(PJK) adalah penyakit yang disebabkan oleh aterosklerosis pada arteri koroner yang

membatasi aliran darah ke jantung (Fajar, 2015). Aterosklerosis adalah suatu kondisi

dimana arteri koronaria menyempit diakibatkan adanya akumulasi lipid ekstrasel,

pembentukan sel busa yang akhirnya dapat menimbulkan penebalan dan kekakuan pada

pembuluh darah arteri (Rahman, 2012). Aterosklerosis merupakan proses yang

berkembang perlahan-lahan dari waktu ke waktu biasanya dimulai pada masa remaja

dan memburuk selama beberapa dekade, jika penyempitan pembuluh darah semakin

parah maka dapat menimbulkan serangan jantung (Sari et.al, 2010). Bentuk Klinis dari

CAD dibagi menjadi dua, yaitu chronic coronary syndromes yang meliputi stable angina

dan stable ischemic heart disease, dan acute coronary syndromes yang meliputi unstable

angina, MI (Myocardiac Infarction), dan sudden cardiac death (Katz & Ness, 2015).

World Health Organization (WHO) telah melaporkan bahwa penyakit jantung

merupakan salah satu penyebab utama dan penyumbang tersering kematian didunia

sampai saat ini, setiap tahunnya Coronary Artery Disease (CAD) telah membuat sekitar

7 juta orang meninggal dunia dan akan terus meningkat hingga tahun 2020 mendatang

(WHO, 2014).

Menurut WHO, pada tahun 2004 penyakit kardiovaskular menempati urutan

pertama dari sepuluh penyakit penyebab kematian diseluruh dunia, pada tahun 2005

telah dilaporkan sebanyak 17,5 juta kematian dari seluruh kematian didunia dan CAD

menyumbang kematian sebanyak 7,6 juta (Kandou, 2014).

1 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


Di Indonesia, CAD merupakan penyakit tidak menular pembunuh tersering,

berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI prevalensi

CAD semakin meningkat dari tahun ke tahun (Kandou, 2014). Berdasarkan Riset

Kesehatan Dasar tahun 2013, data yang dilaporkan mengenai kejadian CAD di

Indonesia telah diestimasikan berdasarkan diagnosis dokter terbanyak di Propinsi Jawa

Barat sebanyak 160.812 orang (0,5%) dan jumlah paling sedikit terdapat di Propinsi

Maluku Utara yaitu sebanyak 1.436 orang (0,2%). Berdasarkan diagnosis/gejala,

estimasi jumlah penderita CAD terbanyak terdapat di daerah Propinsi Jawa Timur

sebanyak 375.127 orang (1,3%) dan jumlah paling sedikit terdapat di daerah Propinsi

Papua Barat yaitu sebanyak 6.690 orang (1,2% ) (Riskesdas, 2013).

Pada penanganan penyakit jantung koroner diperlukan operasi jantung yaitu

Coronary Artery Bypass Grafting (CABG). Coronary Artery By pass Graffting (CABG)

merupakan salah satu penanganan intervensi dari penyakit Coronary Artery Disease

(CAD), dengan cara membuat saluran baru melewati bagian Artery Coronaria yang

mengalami penyempitan atau penyumbatan. Banyak penelitian telah dilakukan dengan

membandingan revaskularisasi yang terjadi dan kelangsungan hidup pasien pasca

operasi, mempergunakan berbagai variasi tehnik operasi dengan menggunakan

pembuluh pembuluh darah tersebut, dengan hasil yang beragam tergantung dari kondisi

dan keparahan dari pasien Coronary Artery Disease (CAD) yang dideritanya. Ini adalah

pengobatan untuk pasien dengan penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah

jantung (Medical Surgical Nursing vol 1, 2000). CABG adalah pilihan yang baik untuk

masalah ini karena mengembalikan aliran darah normal kembali ke otot jantung,

mengurangi gejala (biasanya angina) dan juga dapat meningkatkan harapan hidup

pasien (NICOR, 2011).

2 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


Coronary Artery Bypass Graffting (CABG) bertujuan untuk mengatasi kurang

atau terhambatnya aliran Artery Coronaria akibat adanya penyempitan bahkan

penyumbatan ke otot jantung. Pemastian daerah yang mengalami penyempitan atau

penyumbatan telah dilakukan sebelumnya dengan melakukan katerisasi Arteria

Coronaia. CABG dilakukan dengan membuka dinding dada melalui pemotongan tulang

sternum, selanjutnya dilakukan pemasangan pembuluh darah baru yang dapat di ambil

dari Arter Radialis atau Artery Mammaria interna ataupun Vena Saphenanous

tergantung pada kebutuhan, tehnik yang dipakai ataupun keadaan anatomi pembuluh

darah pasien tersebut.

Awalnya CABG dilakukan dengan memakai mesin jantung paru (heart lung

machine) dengan cara ini jantung tidak berdenyut setelah diberikan obat cardioplegic,

sebagai gantinya mesin jantung paru akan bekerja mempertahankan sirkulasi pernafasan

dan sirkulasi darah selama operasi berlangsung. Sejak tahun 2000, telah diperkanalkan

tehnik operasi tanpa mesin jantung paru (off pump cardiopulmonalry), sehingga jantung

dan paru tetap berfungsi seperti biasa saat operasi berlangsung. Metode ini banyak

memberikan keuntungan, selain masa pemulihan lebih cepat juga biaya operasi pun bisa

ditekan. Tetapi tidak semua pasien yang memerlukan CABG dapat dilakukan dengan

metode ini, tentunya ada indikasi dan kontraindikasi pada masing–masing pasien.

Oleh karena itu terapi setelah operasi CABG itu penting diberikan dengan cepat

dan tepat, salah satunya yang sangat berperan adalah fisioterapi. Fisioterapi adalah

bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu atau kelompok untuk

mengembangkan, memelihara, dan memulihkan gangguan gerak dan fungsi tubuh

sepanjang daur rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual,

3 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


peningkatan gerak, peralatan (fisis, elektro terapeutis, dan mekanis), pelatihan fungsi

dan komunikasi (Kepmenkes 1963/2011).

Dalam penatalaksaanya terdapat berbagai modalitas fisioterapi yang dapat

digunakan adalah Breathing Control Exercise, Positioning serta Mobilization dan

exercise. Sehingga diharapkan dapat memelihara kemampuan fungsional pasien kondisi

post op CABG.

4 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


BAB II

TINJAUAN KASUS

A. Anatomi Fisiologi Jantung

1. Anatomi Jantung

Sistem kardiovaskuler adalah system yang menjelaskan tentang sirkulasi yang

terjadi pada tubuh manusia, sirkulasi yang baik dapat di lihat dari komponen di

dalamnya dalam konndisi yang baik besar jantung pada orang dewasa 250-360 gr

letak jantung berada di rongga mediastinum medialis sebelah kiri, di belakang

sternum, di depan dari tulanng belakang dan di atas diafragma serta dikelilingi oleh

paru kanan dan kiri (Yudha, 2017) . Secara dari struktur jantung terdiri dari garis yang

biasa di sebut lurik otot, pola ultra strukturnya juga mirip dengan otot lurik, sehingga

apabila di lihat secara mikroskopik terlihat jelas terdapat sel bercabang berhubungan

bebas dan membentuk jaringan kompleks 3 dimensi (patricia, 2013).

Gambar 1.1 Anatomi Jantung


Sumber : Sobotta, 2018

5 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


Sedangkan menurut (Syarifudin, 2006) menyatakan bahwa bentuk jantung

menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul yang biasa disebut dengan basis

kordis, letak jantung didalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastinum

anterior), sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, diatas diafragma, dan

pangkalnya terdapat dibelakang kiri antara kosta V dan VI dua jari dipapila mamae.

Pada tempat ini teraba adanya denyut jantung yang disebut iktus kordis. Ukurannya

lebih kurang sebesar kepalan tanga kanan dan beratnya 250-300 gr.

Sel otot jantung memiliki karakteristik yang tidak biasa, yang sebagian besarnya

dimiliki oleh membrane sel atau sarkolema, untuk memompa secara efektif, otot

jantung harus berkonttraksi sebagai unit tunggal.agar otot jantung berkontraksi secara

stimulant, jantung berkontraksi tanpa menggunakan jaringan saraf yang banyak,

sehingga apabila terdapat konntraksi maka impuls akan dihantarkan dari sel ke sel

melalui diskus interkalaris. Pada setiap sel miokardium, membrane sel miokardium di

dekatnya terlipat rumit dan area di sekitarnya tersambung kuat, area ini disebut distus

interkalaris tempat depolarisasi di hantarkan secara sangat cepat dari sel ke sel

berikutnya (Patricia, 2013).

a. Lapisan Jantung

Jantung dilapisi oleh selaput yang kuat, dan dikelilingi oleh rongga perikard

yang terdiri oleh 2 lapisan perikard yang diantaranya perikard viseralis (epikardium)

dan lapisan paritalis, bagian luar perikard terdapat pembuluh darah besar dan

diletakkan oleh ligament pada kolumna vertebralis, diafragma, dan bagian- bagian

jaringan lain di dalam rongga mediastinum (Yudha, 2017)

6 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


Menurut (Aaronson, 2010) Jantung memiliki tiga lapisan dan masing-masing

lapisan memiliki fungsi yang berbeda, diantaranya yaitu:

Gambar 2.2 Lapisan Jantung


Sumber : Sobotta, 2018

1) Perikardium, merupakan selaput-selaput yang mengitari jantung yang terdiri

atas dua lapisan, yaitu:

 Perikardium parietalis (lapisan luar yang melekat pada tulang dada dan

selaput paru).

 Perikardium visceralis (lapisan permukaan dari jantung yang disebut

epikardium).

 Diantara kedua lapisan diatas, terdapat 50 cc cairan perikardium yang

berfungsi sebagai pelumas agar tidak terjadinya gesekan antara perikardium

dan epikardium yang timbul akibat gerak jantung saat memompa.

7 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


2) Miokardium, merupakan lapisan tengah (lapisan inti) dari jantung dan paling

tebal serta terdiri dari otot-otot jantung. Fungsinya ialah kontraksi jantung;

3) Endokardium, merupakan lapisan terluar yang terdiri dari jaringan endotel.

b. Ruang Jantung

Jantung terdiri dari beberapa ruang jantung yaitu atrium dan ventrikel yang

masing-masing dari ruang jantung tersebut dibagi menjadi dua yaitu atrium kanan

kiri, serta ventrikel kiri dan kanan. Berikut fungsi dari bagian- bagian jantung yaitu :

Gambar 2.2 Ruang Jantung


Sumber : Sobotta

1) Atrium

Atrium kanan berfungsi sebagai penampungan (reservoir) darah yang

rendah oksigen dari seluruh tubuh. Darah tersebut mengalir melalui vena kava

superior, vena kava inferior, serta sinus koronarius yang berasal dari jantung

sendiri. Kemudian darah dipompakan ke ventrikel kanan dan selanjutnya ke paru.

Atrium kanan menerima darah de-oksigen dari tubuh melalui vena kava superior

(kepala dan tubuh bagian atas) dan inferior vena kava (kaki dan dada lebih rendah).

Simpul sinoatrial mengirimkan impuls yang menyebabkan jaringan otot jantung

8 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


dari atrium berkontraksi dengan cara yang terkoordinasi seperti gelombang. Katup

trikuspid yang memisahkan atrium kanan dari ventrikel kanan, akan terbuka untuk

membiarkan darah de-oksigen dikumpulkan di atrium kanan mengalir ke ventrikel

kanan

Atrium kiri menerima darah yang kaya oksigen dari kedua paru melalui 4

buah vena pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke ventrikel kiri dan selanjutnya

ke seluruh tubuh melalui aorta. Atrium kiri menerima darah beroksigen dari paru-

paru melalui vena paru-paru. Sebagai kontraksi dipicu oleh node sinoatrial

kemajuan melalui atrium, darah melewati katup mitral ke ventrikel kiri

2) Ventrikel

Ventrikel kanan menerima darah dari atrium kanan dan dipompakan ke

paru-paru melalui arteri pulmonalis. Ventrikel kanan menerima darah de-oksigen

sebagai kontrak atrium kanan. Katup paru menuju ke arteri paru tertutup,

memungkinkan untuk mengisi ventrikel dengan darah. Setelah ventrikel penuh,

mereka kontrak. Sebagai kontrak ventrikel kanan, menutup katup trikuspid dan

katup paru terbuka. Penutupan katup trikuspid mencegah darah dari dukungan ke

atrium kanan dan pembukaan katup paru memungkinkan darah mengalir ke arteri

pulmonalis menuju paru-paru.

Ventrikel kiri menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan ke seluruh

tubuh melalui aorta. Ventrikel kiri menerima darah yang mengandung oksigen

sebagai kontrak atrium kiri. Darah melewati katup mitral ke ventrikel kiri. Katup

aorta menuju aorta tertutup, memungkinkan untuk mengisi ventrikel dengan darah.

Setelah ventrikel penuh, dan berkontraksi. Sebagai kontrak ventrikel kiri, menutup

katup mitral dan katup aorta terbuka. Penutupan katup mitral mencegah darah dari

9 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


dukungan ke atrium kiri dan pembukaan katup aorta memungkinkan darah

mengalir ke aorta dan mengalir ke seluruh tubuh.

c. Katup-katup Jantung

Jantung memiliki beberapa katup – katup yang sangat penting dalam susunan

peredaran darah dan pergerakan jantung :

Gambar 2.3 Proyeksi Katup Jantung


Sumber: Sobotta, 2018

1) Katup Atrioventrikuler

Katup atrioventrikuler berfungsi untuk memungkinkan darah mengalir dari

masing-masing atrium ke ventrikel pada fase diastole ventrikel, dan mencegah

aliran balik pada saat systole ventrikel (kontraksi). Oleh karena letaknya antara

atrium dan ventrikel, maka disebut katup atrio-ventrikuler yang terdiri dari :

- Valvula Trikuspidalis, terdapat diantara atrium dekstra dengan ventrikel

dekstra yang terdiri dari 3 katup

- Valvula Bikuspidalis/Mitral, terletak diantara atrium sinistra dengan

ventrikel sinistra yang terdiri dari 2 katup

10 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


Gambar 2.4 Katup Jantung
Sumber : Sobotta, 2018

2) Katup Semilunaris

Katup semilunar memungkinkan darah mengalir dari masingmasing ventrikel

ke arteri pulmonalis atau aorta selama systole ventrikel, dan mencegah aliran

balik waktu diastole ventrikel. Katup semilunaris terdiri dari :

- Valvula Arteri Pulmonalis, terletak antara ventrikel dekstra dengan areri

pulmonalis , tempat darah mengalir keparu - paru

- Valvula Semilunaris Aorta, terletak antara ventrikel sinistra dengan aorta

tempat darah mengalir menuju ke seluruh tubuh

d. Pesyarafan Jantung

Jantung dipersyarafi oleh serabut simpatis, parasimpatis, dan sistem syaraf

autonom melalui pleksus kardiakus. Syaraf simpatis berasal dari trunkus simpatikus

bagian servical dan torakal bagian atas dan syaraf parasimpatis berasal dari nervous

vagus. Sistem persyarafan jantung banyak dipersyarafi oleh serabut sistem syaraf

otonom (parasimpatis dan simpatis) dengan efek yang saling berlawanan dan

bekerja bertolak belakang untuk mempengaruhi perubahan pada denyut jantung,

yang dapat mempertinggi ketelitian pengaturan syaraf oleh sistem syaraf otot.

11 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


Serabut parasimpatis mempersyarafi nodus SA, otot-otot atrium, dan nodus

AV melalui nervus vagus. serabut simpatis menyebar keseluruh sistem konduksi dan

miokardium. Stimulasi simpatis (adregenic) juga menyebabkan melepasnya

epinefrin dan beberapa norepinefrin dari medulla adrenal. Respon jantung terhadap

stimulasi simpatis diperantai oleh pengikatan norepinefrin dan epinefrin ke reseptor

adregenic tertentu; reseptor α terletak pada sel-sel otot polos pembuluh darah,

menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, dan reseptor β yang terletak pada nodus

AV, nodus SA, dan miokardium, menyebabkan peningkatan denyut jantung,

peningkatan kecepatan hantaran melewati nodus AV, dan peningkatan kontraksi

miokardium (stimulasi reseptor ini menyebabkan vasodilatasi).

Gambar 2.5 Persarafan Jantung

Plexus cardiacus, yang mengandung serabut saraf simpatis dan parasimpatis.

Serabut simpatis adalah serabut saraf postganglionik, badan sel (perikarya) yang

12 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


terlokalisasi di dalam ganglia leher dari trunkus simpatis, dan mencapai pleksus

kardiakus melalui tiga saraf (Nn. Cardiaci cervicales superior, medius dan inferior).

sistem saraf simpatis meningkatkan denyut jantung (efek kronotropik positif),

kecepatan cinduction (efek dromotropik positif), dan rangsangan (efek batimotropik

positif) dari kardiomiosit. Selain itu, gaya kontraktil (efek inotropik positif)

meningkat, atoni dipercepat (efek lusitropik positif), dan kohesi sel ditingkatkan

(efek adhesiotropik positif). Sistem saraf parasimpatis memiliki efek kronotropik

negatif, dromotropik, dan batimotropik juga memiliki efek inotropik negatif pada

atrium. serabut saraf parasimpatis adalah serabut saraf preganglionik dari N. Vagus

(X) dan mencapai RR. Cardiaci vervicales superior dari inferior RR. cardiaci

thoracici dari pleksus kardiakus, di mana mereka diubah dari hingga 500 ganglia

mikroskopis (ganglia cardiaca) menjadi neuron postganglionik.

Peralihan serabut saraf parasimpatis dari pleksus kardiakus dilakukan di

ganglia sendiri (ganglia cardiaca). Seperti halnya organ lain, di mana ganglia ini

sering tertanam di dinding organ, ganglia parasimpatis kardiaka biasanya berukuran

kecil secara mikroskopis dan oleh karena itu tidak terlihat dengan mata telanjang

dalam pembedahan. ganglia berisi badan sel dari neuron parasimpatis

postganglionik yang terletak dalam jumlah besar terutama pada vesel serta tertanam

di epikardium permukaan jantung. hingga 500 ganglia kecil sehingga

memungkinkan kelompok anterior superfisial yang terletak di aorta asendens dapat

diidentifikasi. Kelompok posterior bagian dalam meluas ke Sinus transversus

pericardi dan oleh karena itu di antara pembuluh arteri. Kelompok posterior ini

menyebar secara kaudal ke lapisan dorsal perikardium ke dalam sinus obliquus

pericardii.

13 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


2. Fisiologi Jantung

Fungsi jantung adalah memompa darah ke paru dan seluruh tubuh untuk

memberikan sari-sari makanan dan 𝑂2hingga sel terjadi metabolism. Pembuluh arteri

dan vena berfungsi sebagai pipa yaitu bertugas menyalurkan darah dari jantung

keseluruh jaringan tubuh, perbedaan mendasar pada arteri dan vena terdapat pada

susunan histoanatomi yang menunjang fungsinya masing – masing (Yudha, 2017).

Menurut (Lily, 2004) Pemisahan ini sangat penting karena separuh jantung kanan

menerima dan juga memompa darah yang mengandung oksigen rendah sedangkan

sisi jantung sebelah kiri adalah berfungsi untuk memompa darah yang mengandung

oksigen tinggi

a. Siklus dan Peredaran Darah Jantung

Siklus jantung termasuk dalam bagian dari fisiologi jantung itu sendiri.

Jantung ketika bekerja secara berselang-seling berkontraksi untuk mengosongkan

isi jantung dan juga berelaksasi dalam rangka mengisi darah kembali. siklus

jantung terdiri atas periode sistol (kontraksi dan pengosongan isi) dan juga

periode diastol (relaksasi dan pengisian jantung).

Atrium dan ventrikel mengalami siklus sistol dan diastol terpisah. Kontraksi

terjadi akibat penyebaran eksitasi (mekanisme listrik jantung) ke seluruh jantung.

Sedangkan relaksasi timbul setelah repolarisasi atau tahapan relaksasi dari otot

jantung. Peredaran Darah Jantung. Peredaran jantung itu terdiri dari peredaran

darah besar dan juga peredaran darah kecil. Darah yang kembali dari sirkulasi

sistemik (dari seluruh tubuh) masuk ke atrium kanan melalui vena besar yang

dikenal sebagai vena kava. Darah yang masuk ke atrium kanan berasal dari

jaringan tubuh, telah diambil O2-nya dan ditambahi dengan CO2.

14 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


Darah yang kurang akan oksigen tersebut mengalir dari atrium kanan melalui

katup ke ventrikel kanan, yang memompanya keluar melalui arteri pulmonalis ke

paru. Dengan demikian, sisi kanan jantung memompa darah yang miskin oksigen

ke sirkulasi paru. Di dalam paru, darah akan kehilangan CO2-nya dan menyerap

O2 segar sebelum dikembalikan ke atrium kiri melalui vena pulmonalis.

b. Elektrofisiologi dan Sistem Konduksi Jantung

Aktifitas listrik jantung merupakan akibat perubahan permeabilitas membrane

sel. Seluruh proses aktifitas listrik jantung dinamakan pontensial aksi yang

disebabkan oleh rangsangan listrik, kimia, mekanika, dan termis. Lima fase aksi

potensial yaitu :

1) Fase istirahat bagian dalam bermuatan negative (polarisasi) dan bagian luar

bermuatan positif

2) Fase depolarisasi (cepat) : disebabkan meningkatnya permeabilitas membrane

terhadap natrium, sehingga natrium mengalir dari keluar ke dalam

3) Fase polarisasi parsial setelah depolarisasi terdapat sedikit perubahan akibat

masuknya kalsium ke dalam sel, sehingga muatan positif dalam sel menjadi

berkurang

4) Fase plato (keadaan stabil) fase depolarisasi diikuti keadaan stabil agak lama

sesuai masa refraktor absolute miokard

5) Fase repolarisasi (cepat) kalsium dan natrium berangsur angsur tidak mengalir

dan permeabilitas terhadap kalium sangat meningkat

Sistem kondisi jantung bukan merupakan suatu sistem tunggal tapi merupakan

sistem sirkuit yang cukup kompleks yang terdiri dari sel yang identik. Seluruh sel

miosit di dalam system konduksi jantung memiliki beberapa kesamaan yang

15 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


membedakan dengan sel otot yang bekerja untuk fungsi pompa Pada manusia,

komponen yang berfungsi pada sistem konduksi jantung dibagi menjadi sistem yang

berfungsi untuk menghasilkan impuls dan sistem yang berfungsi untuk menjalarkan

impuls.1,2 Hal ini terdiri dari nodus sinoatrial (nodus SA), nodus atrioventrikuler

(nodus AV), dan jaringan konduksi cepat (sistem His-Purkinje) (Ahmad, 2017).

Gambar 2.6 Komponen system konduksi jantung


Sumber : Sobotta, 2018

Sedangkan menurut (Nazai, 2011) anulus fibrosus di antara atria dan ventrikula

memisahkan ruangan-ruangan ini baik secara anatomis maupun elektris. Untuk

menjamin rangsang ritmik dan sinkron, serta kontraksi otot jantung, terdapat jalur

konduksi khusus dalam miokardium. Jaringan konduksi ini memiliki sifat-sifat

sebagai berikut:

- Otomatosasi : Kemampuan menghasilkan impuls secara spontan.

- Ritmisasi : Pembangkitan impuls yang teratur.

- Konduktivitas : Kemampuan untuk menyalurkan impuls.

- Daya rangsang : Kemampuan untuk menanggapi stimulasi.

16 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


Karena sifat-sifat ini maka jantung mampu menghasilkan secara spontan

dan ritmis impuls-impuls yang disalurkan melalui sistem penghantar untuk

merangsang miokardium dan menstimulir kontraksi otot. Impuls jantung biasanya

dimulai dan berasal dari nodus sinoatrialis (SA). Nodus SA ini disebut sbagai

pemacu alami dari jantung. Nodus SA terletak di dinding posterior atrium kanan

dekat muara vena kava superior (Yudha, 2017).

Gambar 2.7 Sistem konduksi jantung


Sumber : Sobotta, 2018

Pencetus impuls listrik jantung muncul dari SA Node terus menjalar ka AV

Node, Berkas His, Cabang Berkas Kiri dan Kanan, Serabut Purkinje dan akhirnya

sampai ke otot ventrikel jantung. Arus listrik yang menjalar dari SA Node ke

Berkas His membentuk Interval PR dan arus listrik dari Cabang berkas sampai

serabut purkinje membentuk Kompleks QRS. Durasi normal Interval tidak lebih

dari 5 kotak kecil (kk), dan Kompleks QRS tidak lebih dari 3 kk. (Yudha, 2017).

17 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


B. Coronary Artery Disease

1. Definisi

Penyakit arteri koroner atau Coronary Artery Disease (CAD) adalah

penyempitan atau penyumbatan arteri koroner, arteri yang menyalurkan darah ke otot

jantung. Bila aliran darah melambat, jantung tak mendapat cukup oksigen dan zat

nutrisi. Hal ini biasanya mengakibatkan nyeri dada yang disebut angina. Bila satu atau

lebih dari arteri koroner tersumbat sama sekali, akibatnya adalah serangan jantung

dan kerusakan pada otot jantung (Glassman & Shapiro, 2014).

CAD juga merupakan kondisi patologis arteri koroner yang ditandai dengan

penimbunan abnormal lipid atau bahan lemak dan jaringan fibrosa di dinding

pembuluh darah yang mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi arteri dan

penurunan aliran darah ke jantung (Glassman & Shapiro, 2014 ).

2. Etiologi

a. Faktor risiko biologis yang tidak dapat diubah, yang meliputi:

1) Usia

Kerentanan terhadap aterosklerosis meningkat dengan bertambahnya usia.

Pada lakilaki biasanya risiko meningkat setelah umur 45 tahun sedangkan pada

wanita umur 55

tahun.

2) Jenis Kelamin

Aterosklerosis 3 kali lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita. Wanita

agaknya relatif lebih kebal terhadap penyakit ini karena dilindungi oleh hormon

estrogen, namun setelah menopause sama rentannya dengan pria.

3) Ras

18 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


Orang Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis dibanding orang

kulit putih.

4) Riwayat Keluarga CAD

Riwayat keluarga yang ada menderita CAD, meningkatkan kemungkinan

timbulnya aterosklerosis prematur.

b. Faktor yang dapat dimodifikasi

Yaitu faktor risiko yang dapat dikontrol dengan mengubah gaya hidup atau

kebiasaan pribadi, yang meliputi:

1) Hiperlipidemia

Hiperlipidemia adalah peningkatan lipid serum, yang meliputi: Kolesterol >

200 mg/dl, Trigliserida > 200 mg/dl, LDL > 160 mg/dl, HDL < 35 mg/dl.

2) Hipertensi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan atau diastolik.

Hipertensi terjadi jika tekanan darah melebihi 140/90 mmHg. Peningkatan tekanan

darah mengakibatkan bertambahnya beban kerja jantung. Akibatnya timbul

hipertrofi ventrikel sebagai kompensasi untuk meningkatkan kontraksi. Ventrikel

semakin lama tidak mampu lagi mengkompensasi tekanan darah yang terlalu tinggi

hingga akhirnya terjadi dilatasi dan payah jantung. Dan jantung semakin terancam

oleh aterosklerosis koroner.

3) Merokok.

Merokok akan melepaskan nikotin dan karbonmonoksida ke dalam darah.

Karbonmonoksida lebih besar daya ikatnya dengan hemoglobin daripada dengan

oksigen. Akibatnya suplai darah untuk jantung berkurang karena telah didominasi

oleh karbondioksida. Sedangkan nikotin yang ada dalam darah akan merangsang

19 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


pelepasan katekolamin. Katekolamin ini menyebabkan konstriksi pembuluh darah

sehingga suplai darah ke jantung berkurang. Merokok juga dapat meningkatkan

adhesi trombosit yang mengakibatkan terbentuknya thrombus.

4) Diabetes Mellitus

Hiperglikemi menyebabkan peningkatan agregasi trombosit. Hal ini akan

memicu terbentuknya trombus. Pasien Diabetes Mellitus juga berarti mengalami

kelainan dalam metabolisme termasuk lemak karena terjadinya toleransi terhadap

glukosa.

5) Obesitas

Obesitas adalah jika berat badan lebih dari 30% berat badan standar. Obesitas

akan meningkatkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen.

6) Inaktifitas Fisik

Inaktifitas fisik akan meningkatkan risiko aterosklerosis. Dengan latihan fisik

akan meningkatkan HDL dan aktivitas fibrinolisis.

7) Stres dan Pola Tingkah Laku

Stres akan merangsang Hiperaktivitas HPA yang dapat mempercepat

terjadinya CAD. Peningkatan kadar kortisol menyebabkan ateroklerosis, hipertensi,

dan kerusakan sel endotel pembuluh darah dan merangsang kemotaksis (Januzzi

dkk, 2014).

3. Patoanatomi dan Patofisiologi

CAD atau penyakit jantung koroner berawal dari penimbunan lemak pada

pembuluh darah arteri yang mensuplai darah ke jantung. Akibat dari proses ini

pembuluh darah arteri menyempit dan mengeras, sehingga jantung kekurangan

pasokan darah yang kaya oksigen. Menyebabkan fungsi jantung terganggu dan harus

20 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


bekerja sangat keras. Penyakit ini sering juga disebut dengan istilah atherosklerosis

(Suiraoka, 2012).

Aterosklerosis merupakan komponen penting yang berperan dalam proses

pengapuran atau penimbunan elemen-elemen kolesterol. Salah satu hal yang tidak

bisa dipungkiri bahwa kolesterol dalam batas normal juga sangat penting bagi tubuh.

Masalahnya akan berbeda ketika asupan kolesterol berlebihan. Asupan lemak yang

adekuat yang berhubungan dengan keadaan patologi yaitu Penyakit Jantung Koroner

erat hubungannya dengan peningkatan kadar profil lipid (Suiraoka, 2012).

Kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh darah

yang mengalami gangguan menyebabkan terjadinya iskemia miokardium lokal.

Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversible pada

tingkat sel dan jaringan, dan menekankan fungsi miokardium. Apabila iskemia ini

berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan kerusakan sel yang sifatnya

irreversible serta nekrosis atau kematian otot jantung. Bagian yang mengalami infark

atau nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen. Otot yang mengalami

infark mula-mula akan tampak memar dan sianotik akibat berkurangnya aliran darah

regional. Dalam waktu 24 jam akan timbul edema pada sel-sel, respons peradangan

disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung akan dilepaskan oleh sel-sel yang

mengalami kematian (Fathoni, 2011).

Penyumbatan pada pembuluh darah juga dapat disebabkan oleh penumpukan

lemak disertai klot trombosit yang diakibatkan kerusakan dalam pembuluh darah.

Kerusakan pada awalnya berupa plak fibrosa pembuluh darah, namun selanjutnya

dapat menyebabkan pendarahan dibagian dalam pembuluh darah yang menyebabkan

21 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


penumpukan klot darah. Pada akhirnya dampak akut sekaligus fatal dari penyakit

jantung koroner berupa serangan jantung (Fajar, 2015).

4. Gambaran Klinis

Menurut Pangkalan (2010) Gejala yang umum terjadi pada seseorang yang

terkena CAD atau penyakit jantung koroner, yaitu :

a. Nyeri dada (Angina)

Seseorang penderita CAD akan merasa tekanan atau sesak di dada. Rasa sakit

tersebut disebut sebagai angina, biasanya dipicu oleh tekanan fisik atau emosional.

Hal ini hilang dalam beberapa menit setelah menghentikan aktivitas yang

menyebabkan tekanan. Pada beberapa orang, terutama perempuan, nyeri ini

mungkin sekilas atau tajam dan terasa di perut, punggung atau lengan.

b. Sesak Napas

Jika jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan

tubuh, maka seseorang akan mengalami sesak napas atau kelelahan ekstrem tanpa

tenaga.

c. Serangan Jantung

Jika arteri koroner benar-benar diblokir, seseorang akan mengalami serangan

jantung.

C. Intervensi Fisioterapi

1. Breathing Control Exercise

Breathing Control telah lama digunakan dalam yoga untuk fokus dan

mempromosikan meditasi. Ini adalah kunci untuk memaksimalkan rehabilitasi. Sangat

penting untuk menilai pernapasan pasien saat istirahat dan selama berolahraga. Orang

sering menahan napas saat melakukan aktivitas, terutama selama aktivitas baru, jadi

22 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


penting untuk menilai respons kardiopulmoner dan neuromuskuler untuk setiap

aktivitas baru. Di banyak pusat rehabilitasi dan klub kesehatan, rejimen latihan Pilates

telah digunakan untuk membantu pasien mencapai kekuatan inti dan stabilisasi

punggung. Pilates adalah metode pengkondisian fisik dan mental yang

dikombinasikan dengan integrasi tubuh, pikiran, dan jiwa; itu juga telah digunakan

oleh penari dan koreografer untuk meningkatkan kontrol postur tubuh, meningkatkan

kemudahan gerakan, dan meningkatkan penampilan mereka. Fase pertama Pilates

menggabungkan pernapasan diafragma sebelum dilanjutkan dengan langkah-langkah

untuk mengaktifkan otot-otot inti (multifidus, diafragma, dasar panggul, dan

abdominis transversal). Keyakinannya adalah ketika individu memiliki inti yang kuat

maka postur tubuh akan meningkat dan kinerja aktivitas fungsional lainnya akan

meningkat. Ini serupa dengan konsep kami mengajarkan kontrol pernapasan

diafragma sebelum aktivitas fungsional pada orang dengan gangguan pernapasan.

Joseph Pilates sebenarnya menggunakan istilah contrology untuk mendefinisikan

konsepnya. Itulah yang ingin kami ajarkan kepada pasien kami - kontrol napas, lalu

fungsi.

Indikasi pemberian breathing control, antara lain:

- Disfungsi paru, baik penyebab primer maupun sekunder

- Nyeri akibat pembedahan, trauma, atau penyakit

- Ketakutan atau kegugupan

- Bronkospasme atau bronkospasme yang akan datang pada asma

Disfungsi klirens jalan nafas

- Pembatasan inspirasi akibat disfungsi muskuloskeletal, seperti skoliosis,

kyphoscoliosis, atau pectus excavatum; kegemukan; kehamilan; patologi paru

23 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


seperti fibrosis; jaringan parut akibat terapi radiasi; kelemahan neurologis seperti

cedera sumsum tulang belakang, penyakit Parkinson, atau miastenia gravis

- Gagal jantung kongestif, edema paru, atau emboli paru

- patah tulang rusuk

- Pasien berventilasi pada kontrol bantuan atau ventilasi wajib intermiten

- Gangguan metabolisme yang memiliki respon pernapasan kompensasi

- Pasien yang lemah atau terbaring di tempat tidur, yang cenderung memiliki

volume ventilasi yang konstan dan menahan sekret dan rentan terhadap

pneumonia dan atelektasis karena klirens saluran napas yang buruk

2. Mobilization and Execise

Mobilisasi adalah aplikasi terapeutik dan preskriptif dari aktivitas beban kerja

rendah dalam penanganan disfungsi kardiovaskular dan paru. Terutama, tujuan

mobilisasi adalah untuk memanfaatkan efek akut dari olahraga untuk mengoptimalkan

pengangkutan oksigen. Meskipun aktivitas ini dianggap sebagai beban kerja yang

rendah, aktivitas ini dapat menimbulkan permintaan metabolik relatif khusus pasien

yang tinggi. Bahkan dosis stimulus mobilisasi yang relatif rendah dapat menimbulkan

kebutuhan metabolik yang cukup besar pada pasien dengan gangguan kardiovaskular

atau paru, itulah sebabnya ia diresepkan untuk pasien yang sakit akut. Mobilisasi juga

digunakan karena efek menguntungkannya pada sistem organ lain seperti sistem

muskuloskeletal, neurologis, integumen, gastrointestinal, dan ginjal. Jika

memungkinkan, mobilisasi dilakukan dalam posisi tegak, yaitu posisi, untuk

mengoptimalkan tekanan gravitasi pada perpindahan cairan dan hemodinamik sentral

dan perifer. Mobilisasi dengan demikian ditentukan sebagai stimulus gravitasi dan

stimulus latihan.

24 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


Aktivitas fisik didefinisikan sebagai gerakan tubuh yang dihasilkan oleh

kontraksi otot yang meningkatkan kebutuhan metabolik secara substansial selama

keadaan istirahat. Oleh karena itu, olahraga diartikan sebagai bentuk aktivitas fisik

yang terstruktur dan berulang. Olahraga biasanya membutuhkan setidaknya aktivitas

fisik sedang, sehingga laju pernapasan dan detak jantung dipercepat secara nyata,

terutama bila dilakukan untuk mengembangkan atau mempertahankan kebugaran.

Latihan ditentukan oleh ahli terapi fisik dalam pengelolaan disfungsi kardiovaskular

atau paru subakut dan kronis. Tujuan akhir latihan adalah memaksimalkan fungsi di

semua langkah jalur transportasi oksigen ke struktur pendukung (yaitu, otot dan

jaringan lain). Tujuan jangka pendek dari latihan adalah mengeksploitasi efek

fisiologis kumulatifnya untuk beradaptasi dengan latihan jangka panjang.

Meskipun prinsip khusus pelatihan telah dirancang untuk atlet yang terlibat

dalam aktivitas berbasis kinerja, prinsip ini juga berlaku untuk setiap pasien yang

ditemui terapis fisik. Pelatihan dalam kedua kasus tersebut, didefinisikan sebagai

penerapan sistematis dari rangsangan latihan progresif untuk memperoleh tujuan (atau

sasaran) fisiologis, fungsional, atau berbasis keterampilan tertentu. Biasanya, untuk

mencapai tujuan spesifik berbasis pasien, penerapan beberapa mode latihan dan

pedoman pelatihan diperlukan. Jenis pelatihan ini sering kali melibatkan latihan

aerobik dan anaerobik menggunakan latihan siklik dan berbasis resistensi.

25 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


Gambar 2.8 Komponen sesi latihan latihan: peregangan, pemanasan, zona latihan,
pendinginan, dan peregangan.
Sumber : American College of Sports Medicine: Guidelines for exercise testing and
prescription, ed 6, Philadelphia, 2010
Resep untuk mobilisasi dan olahraga untuk merangsang manfaat akutnya sama

dengan resep olahraga untuk efek aerobik jangka panjang, sentral, dan perifernya.

Parameter latihan untuk mencapai adaptasi jangka panjang pada orang sehat telah

ditentukan dan secara umum diterima dengan baik: individu melakukan latihan

aerobik dengan intensitas detak jantung 40% -85% dari cadangan detak jantung

(HRR) selama 20 hingga 40 menit , 3 hingga 5 hari seminggu (HRR berdasarkan

rumus Karvonen: HRrest + 40% -85% [HRpeak / HRmax - HRrest]). Formula

tradisional latihan latihan (HR 70% -85% dari perkiraan usia maksimum atau

maksimum yang diuji, selama 20 sampai 40 menit, 3 sampai 5 hari seminggu)

mungkin memiliki kegunaan yang lebih besar pada orang dengan kondisi kronis

ringan. Efek latihan aerobik biasanya terlihat dalam 2 bulan.

a. Efek Kardiovaskular dan Pulmonal

26 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


Kebugaran otot pernapasan dapat memengaruhi kinerja olahraga pada individu

yang sehat. Latihan otot pernapasan terisolasi meningkatkan daya tahan otot

pernapasan dan waktu ketahanan sebagai respons terhadap latihan seluruh tubuh.

Meskipun _VO2max tidak terpengaruh, _VE dan laktat darah menurun setelah

pelatihan. Selain itu, latihan otot pernafasan dapat meredakan sesak napas pada

orang sehat saat berolahraga. Namun, peningkatan kekuatan dan daya tahan otot

pernapasan dengan pelatihan khusus telah dilaporkan tidak dapat ditransfer ke _VO2

max pada atlet. Meskipun mengoptimalkan kebugaran otot pernapasan melalui

latihan fungsional seluruh tubuh adalah tujuan dalam perawatan pasien, temuan ini

memiliki beberapa implikasi klinis.

Permintaan metabolik yang meningkat dari hasil latihan akut dalam sedikit

peningkatan diameter jalan nafas dan peningkatan pada:

• Ventilasi alveolar menit

• Ventilasi alveolar

• Volume pasang surut

• Tingkat pernapasan

• Laju aliran udara

• Keluaran jantung

• Volume langkah

• Denyut jantung

• Tekanan darah

• Produk tekanan detak jantung (RPP; produk detak jantung dan TD sistolik)

Pada orang sehat dan orang dengan penyakit jantung, RPP sangat berkorelasi

dengan miokard _VO2 dan dengan demikian dengan kerja miokard122), _VO2, dan

27 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


produksi karbon dioksida (_VCO2). Umumnya, SV meningkat secara tidak

proporsional lebih banyak daripada HR pada intensitas latihan yang rendah untuk

mempengaruhi CO. Dengan meningkatnya intensitas, SV berkontribusi lebih sedikit

pada HR, yang terus meningkat hingga HR maksimum dicapai dengan latihan

tambahan. Pada wanita muda yang cukup aktif, bagaimanapun, SV mengalami

dataran tinggi melalui intensitas latihan sedang hingga berat dan kemudian

mengalami peningkatan sekunder pada beban kerja yang sangat berat. Dengan

pelatihan ketahanan, SV meningkat, sebagian besar mencerminkan peningkatan

pengisian diastolik dan tingkat pengosongan dan peningkatan darah volume. Orang

yang lebih tua mungkin tidak meningkatkan CO dan SV maksimal mereka sebagai

respons terhadap pelatihan, demi adaptasi perifer. Area pencocokan ventilasi-ke-

perfusi terbesar di zona tengah paru-paru, zona 2, meningkat akibat peningkatan

dilatasi dan perekrutan kapiler paru.

Manfaat hemodinamik dari latihan dimaksimalkan dalam posisi tegak

(berlawanan dengan posisi berbaring) karena latihan saja gagal untuk melawan

hilangnya mekanisme pengatur volume yang terkait dengan posisi berbaring. Yang

terpenting adalah peran tekanan gravitasi dalam mempertahankan kontrol dan

pengurangan tekanan darah. intoleransi ortostatik. Selama latihan, volume diastolik

akhir dan SV telah dilaporkan lebih besar pada posisi tegak daripada posisi

terlentang pada atlet ketahanan, yang mendukung ketergantungan yang lebih besar

pada hukum Frank-Starling. Dengan demikian posisi tubuh menentukan kontribusi

relatif dari HR, miokardial. kontraktilitas, dan mekanisme Frank-Starling menjadi

CO selama latihan. Pasien dengan gangguan aliran balik vena dan kontraktilitas

miokard dapat mengambil manfaat dari bersepeda telentang intensitas sedang di

28 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


mana sirkulasi sentral dan vasodilatasi lokal lebih disukai. Volume plasma

meningkat dengan latihan intens akut, dan ini telah terbukti bergantung pada posisi.

Kandungan albumen plasma peningkatan posisi tegak dibandingkan dengan posisi

terlentang, dan ini dianggap bertanggung jawab atas peningkatan volume plasma.

Dengan menggabungkan posisi tegak dengan olahraga, ahli terapi fisik dapat secara

langsung membantu menormalkan keseimbangan cairan dan hemodinamik pada

pasien yang terancam homeostasis cairan.

Efek latihan akut pada pembekuan darah dan agregasi trombosit menjadi

perhatian khusus pada individu dengan faktor risiko pembekuan yang ada. Risiko

stroke, misalnya, secara klinis penting pada orang dengan fibrilasi atrium. Tingkat

aktivitas sedang dikaitkan dengan efek prokoagulasi minimal dibandingkan dengan

latihan intensitas tinggi, yang meningkatkan aktivitas platelet. Apakah peningkatan

aktivitas platelet ini merupakan faktor risiko secara klinis masih harus ditentukan.

Peran olahraga dalam mencegah trombosis vena dalam sudah mapan. Meskipun

kontroversi telah ada mengenai perannya dalam mengelola trombosis vena dalam,

pendekatan agresif, termasuk berjalan berdasarkan penilaian yang bijaksana, telah

diajukan. Bukti terbaru menunjukkan bahwa kompresi kaki yang digabungkan

dengan berjalan lebih baik daripada istirahat di tempat tidur dalam pengelolaan vena

dalam akut. trombosis pada pasien rawat jalan. Selanjutnya, tinjauan sistematis dan

metaanalisis telah menguatkan bahwa mobilisasi tidak meningkatkan laju emboli

paru atau komplikasi di atas yang ditemukan dengan tirah baring.

b. Efek Muskuloskeletal

Latihan otot ketahanan pada pasien yang sakit kritis telah terbukti memiliki

manfaat umum dan lokal dalam hal efek akut dan jangka panjang, serta efek

29 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


pencegahannya. Otot perifer dan pernapasan merupakan target penting dari resep

latihan pada populasi pasien ini, dan pelatihan semacam itu mungkin memiliki

implikasi untuk menghindari ventilasi mekanis atau, jika ventilasi mekanis

diindikasikan, memfasilitasi penyapihan. Latihan resistansi adalah tindakan

pencegahan yang efektif untuk atrofi otot saat pasien telentang.

Pelatihan otot ketahanan telah menjadi andalan terapi fisik untuk pemulihan

motorik dan efek pengkondisian pada populasi pasien. Ada peningkatan minat pada

efek hemodinamik dari pelatihan ketahanan dan interaksinya. Khususnya, setelah

program pelatihan ketahanan, orang dewasa yang lebih tua yang sehat menunjukkan

respons latihan aerobik yang lebih baik. Respon kardiovaskular terhadap pengerahan

tenaga berkurang, respon puncak tertunda, dan pemulihan dari pengerahan tenaga

maksimum lebih cepat. Efek latihan ditentukan oleh hubungan yang bergantung

pada dosis antara intensitas latihan ketahanan dan respons latihan aerobik, di

samping status pra-latihan individu. Efek ini bermanfaat bagi pasien dengan

disfungsi kardiovaskular dan paru primer; sehingga pelatihan ketahanan yang

dimodifikasi telah menjadi komponen integral dari program rehabilitasi jantung dan

paru tradisional. Latihan otot resisten, bagaimanapun, dikaitkan dengan peningkatan

kekakuan dinding arteri, sehingga mengurangi kepatuhan dan meningkatkan tekanan

nadi. Peningkatan tekanan nadi merupakan faktor risiko penyakit jantung iskemik,

yang menunjukkan perlunya kehati-hatian dalam meresepkan latihan yang memiliki

efek selektif pada tekanan nadi.

Perhatian harus diambil dengan latihan ketahanan tinggi, yang ditentukan relatif

terhadap kekuatan individu dan status ketahanan. Sit-up, misalnya, membutuhkan

kontraksi abdomen yang relatif kuat dan dapat menimbulkan kontraksi resistensi

30 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


yang berat atau upaya isometrik yang kuat pada individu yang lemah. Pada

gilirannya, tekanan intratoraks meningkat, SV menurun, dan cedera vaskular dapat

dipicu. Ada laporan tentang konsekuensi neurologis katastropik (stroke dan

hematoma epidural spinal) pada dua pria muda yang sehat. Jadi sebelum latihan

perut diresepkan, pasien harus diskrining untuk faktor-faktor risikonya. Kontrol

pernapasan harus digabungkan untuk mengurangi tekanan intratoraks dan

intraabdominal. Terapis fisik perlu waspada dalam mendeteksi tanda dan gejala

neurologis sejak dini.

Pekerjaan tubuh bagian atas dan bagian bawah memiliki karakteristik fisiologis

yang berbeda. Respons ini mungkin harus dihindari (seperti pada tekanan

hemodinamik pekerjaan tubuh bagian atas pada individu dengan disfungsi miokard)

atau dieksploitasi (seperti pada individu dengan tubuh bagian bawah). kelumpuhan).

Kinetika oksigen berbeda untuk kedua jenis pekerjaan, seperti halnya respons

hemodinamiknya. Kinetika _VO2 diperpanjang pada pengengkolan lengan

dibandingkan dengan bersepeda kaki. Perubahan ini konsisten dengan peningkatan

perekrutan serat tipe II. Serat tipe II tidak efisien secara metabolik dibandingkan

dengan serat cepat, glikolitik, tipe I.

c. Efek Endokrin

Mobilisasi dan olahraga merangsang sistem endokrin. Katekolamin, dilepaskan

untuk mendukung sistem kardiovaskular, mempertahankan kecepatan kerja olahraga

tertentu. Peningkatan aktivitas simpatis akibat mobilisasi dapat membantu

mengurangi kebutuhan pasien akan agen farmakologis simpatomimetik, hasil terapi

fisik yang penting. Stimulasi saraf simpatis meningkat, sehingga neurotransmiter

simpatis diproses lebih efisien (yaitu, disintesis dan terurai secara hayati). Ini adalah

31 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


efek signifikan yang dapat digunakan sebagai tujuan saat meresepkan mobilisasi.

Ketika katekolamin eksogen digunakan untuk menambah DO2 (secara optimal

hingga 600 mL / menit / m2) pada pasien di ICU bedah, tingkat kelangsungan hidup

meningkat dan tidak ada peningkatan kejadian jantung dibandingkan dengan pasien

kontrol. Apakah efek ini, yaitu mungkin dimediasi oleh peningkatan cadangan

jantung, dapat dicapai dengan studi waran stimulasi simpatis yang diinduksi oleh

olahraga. Manfaat tambahan dari gairah simpatik pada pasien yang sakit kritis

mungkin termasuk efek antiinflamasi yang terkait dengan peningkatan katekolamin.

d. Efek Sistem Saraf Pusat

Respon SSP untuk mobilisasi termasuk gairah melalui aktivasi sistem aktivasi

retikuler dan priming dari berbagai sistem organ yang terlibat. Sehubungan dengan

fungsi otonom, penghambatan parasimpatis terjadi pada awal latihan, diikuti oleh

aktivasi simpatis untuk menambah kekuatan dan kecepatan miokard. kontraksi.

Penggunaan substrat dan transfer ke jaringan kerja, serta kapasitas oksigen untuk

disuplai ke otot, diatur secara tepat melalui kontrol terkoordinasi dari suhu tubuh,

pernapasan, fungsi jantung, dan vasoaktivitas, baik secara sistemik maupun lokal; di

tingkat jaringan, mereka diatur oleh kontrol metabolisme lokal dan produksi zat

vasoaktif dan kemoaktif.

e. Efek Metabolik

Efek metabolik dari olahraga akut, khususnya, pada metabolisme glukosa dan

sintesis hormon pertumbuhan memiliki relevansi klinis yang cukup besar karena

fungsi ini sangat penting untuk kesehatan dan pemulihan. Aktivitas fisik yang

dibatasi menyebabkan hiperinsulinemia dan hiperglikemia serta mengurangi sintesis

32 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


hormon pertumbuhan. Jadi, efek akut dari olahraga berperan penting dalam

mengimbangi perubahan ini.

f. Efek Imunologikal

Olahraga akut memiliki efek yang sangat besar pada sistem kekebalan tubuh.

Bahkan satu kali olahraga ringan memiliki efek positif pada kekebalan. Apakah ada

efek ketergantungan dosis tidak diketahui. Juga tidak diketahui apakah ada efek

kumulatif dari latihan yang kurang intens dalam waktu singkat, seperti untuk pasien

yang sakit parah atau yang memiliki kapasitas fungsional rendah.

Latihan menginduksi produksi sel darah putih, sehingga dapat mengoptimalkan

kekebalan alami. Umumnya, latihan aerobik teratur tingkat sedang dikaitkan dengan

peningkatan fungsi kekebalan. Dalam 10 menit pertama latihan intensif, leukositosis

meningkat, seperti halnya trombosit yang bertanggung jawab untuk meningkatkan

produksi trombosit. Perubahan ini tidak terkait dengan hipovolemia atau hipertermia

terkait olahraga. Apakah leukositosis dan olahraga bergantung pada dosis atau

apakah ada intensitas latihan kritis yang harus dicapai untuk merangsang

leukositosis, masih belum ditetapkan. Olahraga panjang yang melelahkan telah

dikaitkan dengan kekebalan yang terganggu, yang dapat dihindari dengan istirahat

dan pemulihan yang optimal, bersama dengan nutrisi yang baik dan mungkin

suplemen vitamin C. Setelah latihan berat yang berkepanjangan pada atlet, "jendela

terbuka" dari kerentanan terhadap infeksi yang berlangsung selama 3 hingga 72 jam

setelah olahraga telah dijelaskan. Risiko infeksi dapat diperburuk oleh kurang

istirahat dan tidur, pola makan yang tidak tepat, penurunan berat badan, dan

ketegangan mental, dan itu dapat dicegah atau dibalik dengan istirahat yang lebih

baik dan diet dan olahraga. Pelatihan Strategi yang direkomendasikan untuk atlet

33 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


untuk mengoptimalkan kompetensi imun mereka memiliki relevansi untuk populasi

klinis. Sesi latihan dipantau untuk kerentanan individu terhadap infeksi, kesehatan

umum mereka, dan intensitas dan durasi sesi latihan, serta pemulihan, istirahat, diet

optimal, dan manajemen stres.

g. Efek Psikologi

Olahraga akut juga telah dilaporkan dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis

dan suasana hati. Terlepas dari manfaat yang mapan dari olahraga pada kesehatan

mental (misalnya, mengurangi kecemasan dan ketegangan serta menghilangkan

depresi), tidak cukup sering digunakan. Untuk mendapatkan keuntungan penuh dari

manfaat nonfarmasi yang hemat biaya ini, olahraga perlu menjadi rekomendasi yang

lebih sering.

3. Body Positioning

Penentuan posisi tubuh memiliki efek yang kuat dan langsung pada sebagian

besar tahapan jalur transportasi oksigen, sehingga dapat ditentukan untuk memperoleh

efek ini secara istimewa. Karena manusia berfungsi secara optimal saat berdiri dan

bergerak, intervensi terapeutik yang memunculkan atau mensimulasikan tegak dan

bergerak (yaitu, menimbulkan stres gravitasi dan olahraga) paling dapat dibenarkan

secara fisiologis. Posisi telentang telentang, posisi umum yang dilakukan oleh pasien

yang dirawat di rumah sakit, bersifat nonfisiologis dan merusak transportasi oksigen.

Posisi berbaring miring memiliki pengaruh antara posisi tegak dan terlentang. Posisi

tengkurap, yang kurang dimanfaatkan secara klinis, dapat memiliki pengaruh yang

sangat kuat pada pengangkutan oksigen sehingga harus dibuat alasan yang baik untuk

tidak memasukkan posisi ini ke dalam resep pengobatan.

34 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


a. Posisi tegak (upright position)

Meskipun posisi tegak sama dengan posisi fisiologis dan anatomis, namun

gerakan tegak merupakan posisi fisiologis yang sebenarnya dimana posisi tegak

dibarengi dengan gerakan (misalnya berjalan, bersepeda, atau gerakan dalam duduk)

konsisten dengan kebutuhan aktivitas sehari-hari. . Untuk memenuhi permintaan

energik dari aktivitas ini, transportasi oksigen dioptimalkan hingga tingkat terbesar,

dalam ventilasi dan perfusi yang lebih seragam daripada tanpa stimulus olahraga

tambahan. Posisi berdiri tegak memaksimalkan volume dan kapasitas paru-paru,

kecuali volume penutupan, yang diturunkan. Kapasitas residu fungsional (FRC),

volume udara yang tersisa di paru-paru pada akhir ekspirasi pasang-akhir, lebih

besar saat berdiri dibandingkan dengan duduk dan melebihi posisi terlentang

sebanyak 50%. Memaksimalkan FRC dikaitkan dengan penurunan penutupan jalan

napas dan oksigenasi arteri maksimal. Karena perubahan paru terkait usia, kapasitas

penutupan saluran napas yang bergantung meningkat seiring bertambahnya usia;

efek ini lebih jauh ditekankan dengan posisi berbaring. Penutupan jalan napas

terlihat pada posisi terlentang pada orang berusia 45 tahun yang sehat dan dalam

posisi duduk tegak pada orang berusia 65 tahun yang sehat. Atelektasis kompresi

disebabkan oleh berat jantung, tekanan perut, dan efusi pleura, efeknya yang

ditentukan oleh posisi spesifik pasien.13 Efek posisi ini lebih ditekankan pada

populasi pasien dengan patologi kardiovaskular dan paru, toraks, dan perut,

sehingga posisi tegak disukai, dan posisi terlentang harus diminimalkan sehingga

mencegah penutupan jalan nafas dan gangguan pertukaran gas.

Posisi tegak dikaitkan dengan efek hemodinamik yang nyata. Efek ini terutama

mencerminkan volume darah sentral, yang bergeser dari kompartemen toraks ke

35 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


kompartemen vena dependen ketika seseorang mengambil posisi tegak dari posisi

terlentang. Volume enddiastolik dan volume stroke menurun, yang mengakibatkan

peningkatan kompensasi denyut jantung. Curah jantung juga menurun. Efek bersih

dari perubahan fisiologis ini adalah penurunan kerja miokard. Temuan ini diperkuat

oleh pengamatan bahwa ambang anginal meningkat pada pasien dengan kondisi

jantung saat mereka tegak. Selanjutnya, tekanan gravitasi intermiten setelah infark

miokard atau operasi bypass mempertahankan toleransi ortostatik dan dengan

demikian mencegah dekondisi tirah baring

Gambar 2.8 Efek body position terhadap aliran darah perifer


Sumber : Donna Frownfelter, 2012

Resistensi pembuluh darah perifer meningkat dan aliran darah menurun dengan

asumsi posisi tegak lebih dari derajat untuk mengimbangi pergeseran cairan yang

bergantung dan potensi penurunan tekanan darah. Sudut tegak minimal derajat

diperlukan untuk mengoptimalkan curah jantung dan tonus simpatis. Efek penting

lainnya dari posisi tubuh pada volume cairan adalah peningkatan drainase urin dari

pelvi ginjal ke kandung kemih ketika dalam posisi tegak, sebagai akibatnya. dari

area yang berkurang untuk stasis urin ketika dalam posisi ini berlawanan dengan

36 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


posisi terlentang. Fungsi ginjal yang optimal penting untuk mempertahankan status

hemodinamik yang normal.

Orang yang lebih tua yang relatif tidak bergerak cenderung duduk dalam waktu

lama. Namun, tanpa sering terpapar dengan berdiri tegak, fenomena hipotensi

postural duduk dapat terjadi. Selain itu, stasis peredaran darah yang bergantung dan

konsekuensi lain dari mobilitas terbatas seperti dekondisi dipromosikan dalam posisi

ini.

b. Posisi terlentang (supine position)

Posisi terlentang yang melekat kaitannya pada tirah baring mengubah

konfigurasi dinding dada, posisi anteroposterior hemidiafragma, tekanan intratoraks,

tekanan intraabdominal sekunder akibat pergeseran visera abdomen pada posisi ini,

dan mekanisme fungsi jantung. Konfigurasi anteroposterior normal menjadi lebih

melintang. Hemidiafragma tergeser cephalad, yang mengurangi FRC pada posisi ini.

Prefaut dan Engel mengamati bahwa vasokonstriksi hipoksia sekunder akibat

penutupan saluran napas dalam posisi terlentang berkontribusi pada perfusi

preferensial dari zona paru nondependen. Akhirnya, pada posisi terlentang,

kelebihan sekresi paru cenderung berkumpul di sisi-sisi saluran udara yang

bergantung. Sisi atas mungkin mengering, membuat pasien terkena infeksi dan

obstruksi

Peningkatan volume darah intratoraks dalam posisi terlentang juga berkontribusi

pada penurunan FRC dan kepatuhan paru-paru dan peningkatan resistensi jalan

napas. Secara kolektif, efek ini mempengaruhi pasien untuk menutup jalan napas

dan meningkatkan kerja pernapasan. Meskipun orang yang sehat dapat

menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis ini, orang yang sehat tidak

37 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


mengambil posisi ini untuk waktu yang lama tanpa secara tidak sadar bergeser.

Namun, pasien yang dirawat di rumah sakit cenderung tidak beradaptasi dengan

perubahan langsung ini dan efek jangka panjangnya. Mereka mungkin kurang

responsif terhadap kebutuhan untuk mengubah posisi atau tidak mampu menanggapi

rangsangan aferen yang mendorong kebutuhan untuk mengubah posisi. Efek ini

ditekankan pada orang tua yang tekanan oksigen arterialnya semakin berkurang

seiring bertambahnya usia. Dibandingkan dengan orang yang lebih muda, tekanan

oksigen arteri pada orang tua terutama lebih rendah pada posisi terlentang

dibandingkan dengan posisi duduk referensi.

Gambar 2.9 Pengaruh body position pada level dan pergerakan diafragma selama
respirasi
Sumber : Charles C. Thomas, 1965

Posisi diafragma dan fungsinya sangat bergantung pada posisi tubuh. Pada posisi

terlentang, tingkat istirahat diafragma dipengaruhi secara berbeda oleh anestesi dan

blokade neuromuskuler. Pada subjek yang bernafas spontan, ekskursi diafragma

lebih besar ke posterior karena visera yang bergantung di bawah bagian posterior

diafragma. Selama anestesi dengan atau tanpa kelumpuhan, diafragma naik 2 cm ke

dalam dada. Ketika kelumpuhan diinduksi, hilangnya tonus diafragma menghasilkan

38 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


ekskursi yang lebih besar dari bagian nondependen daripada bagian dependen

diafragma.

Sebuah studi tentang efek postural hemodinamik pada subjek sehat mendukung

bahwa posisi horizontal memaksimalkan volume darah sentral. Posisi ini,

bagaimanapun, tidak dapat dianggap optimal secara klinis karena efek seperti

kompresi intratoraks dan intraabdominal.

c. Posisi miring ke samping (side lying position)

Berbaring miring mungkin secara teoritis kurang merusak dibandingkan dengan

posisi terlentang. Posisi berbaring menyamping menonjolkan ekspansi

anteroposterior dengan mengorbankan ekskursi transversal dari dinding dada

dependen. Pada posisi ini, hemidiafragma dependen tergeser cephalad karena

kompresi visera di bawahnya. Hal ini menghasilkan ekskursi yang lebih besar

selama respirasi dan kontribusi yang lebih besar pada ventilasi paru-paru tersebut

dan pertukaran gas secara keseluruhan. FRC dalam posisi miring berada di antara

posisi tegak dan terlentang. Dibandingkan dengan posisi terlentang, kepatuhan

berbaring menyamping meningkat, resistensi berkurang, dan kerja pernapasan

berkurang, sedangkan tindakan ini dibalik ketika berbaring menyamping

dibandingkan dengan posisi tegak. Meskipun ventilasi ditingkatkan ke paru-paru

dependen, volume paru-paru inspirasi dan FRC berkurang. Dibandingkan dengan

referensi posisi duduk, FEV1 dan FVC berkurang sama di kiri dan kanan berbaring,

tanpa efek diferensial dari berbaring samping pada kapasitas difusi dan volume

penutupan. Efek fungsi paru-paru ini saat menyamping mungkin mencerminkan

geometri paru yang berubah dengan perubahan posisi dan penurunan diameter

39 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


vertikal setiap paru-paru dalam posisi miring dibandingkan dengan yang terjadi pada

posisi terlentang.

Posisi berbaring meningkatkan tekanan ventrikel akhir diastolik pada sisi

dependen sekunder akibat kompresi visera di bawah diafragma dan mengurangi

kepatuhan paru-paru pada sisi tersebut. Meskipun perubahan tersebut dapat dengan

mudah diakomodasi dalam kesehatan, perubahan tersebut selanjutnya dapat

mengganggu pertukaran gas pada individu. dengan defisit transportasi oksigen.

Pada orang sehat dan pasien, tekanan oksigen arteri lebih besar pada posisi

berbaring menyamping daripada pada posisi terlentang. Hal ini berlaku untuk pasien

yang menerima oksigen tambahan, dan juga pada mereka yang tidak. Dengan

demikian, posisi miring dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi pertukaran

gas dan dengan demikian meminimalkan atau menghindari penggunaan oksigen

tambahan. Gas darah arteri telah dilaporkan meningkat pada pasien dengan penyakit

paru-paru unilateral ketika mereka ditempatkan dengan paru-paru yang baik turun

dan memburuk ketika paru-paru yang terkena turun. Jika patologi paru bilateral,

nilai gas darah arteri lebih baik saat pasien berbaring miring ke kanan daripada saat

berbaring di kiri. Hal ini dapat dijelaskan dengan ukuran paru-paru kanan yang lebih

besar dan kompresi jantung yang berkurang pada paru-paru pada posisi ini

dibandingkan dengan berbaring miring ke kiri. Praktek “turun dengan paru-paru

yang baik,” bagaimanapun, telah banyak dilakukan. dipertanyakan pada pasien

dengan kolaps paru unilateral akibat lesi saluran napas sentral. Tidak semua pasien

merespon dengan baik ketika paru-paru yang baik turun. Diperlukan penelitian

untuk membedakan karakteristik responden dan non responden untuk

menyempurnakan resep posisi tubuh.

40 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


Posisi berbaring menyamping daripada terlentang sering kali merupakan posisi

yang disukai untuk pasien yang dirawat di rumah sakit; namun konsekuensi

fisiologisnya tidak dipahami dengan baik. Efek paru dari berbaring samping telah

dilaporkan untuk orang tua yang sehat. FEV1 dan FVC berkurang sebanding untuk

berbaring miring ke kanan dan kiri dibandingkan dengan posisi duduk referensi.

Meskipun kapasitas penyebaran dan homogenitas ventilasi tampaknya tidak

berubah, mereka dapat berdampak buruk pada populasi pasien dengan patologi

tunggal dan gabungan yang mempengaruhi transportasi oksigen.

Pasien yang secara hemodinamik tidak stabil memerlukan pertimbangan khusus

sehubungan dengan posisi tubuh. Pasien-pasien ini mungkin kurang bisa

mendapatkan keuntungan dari mobilisasi aktif dan lebih bergantung pada gangguan

posisi daripada pergerakan untuk mempromosikan pertukaran gas yang optimal.

Dalam satu penelitian pada pasien dengan kegagalan pernafasan yang parah dan

menerima dukungan inotropik, posisi ekstrim kiri berkontribusi pada keadaan

hiperdinamik, dan posisi lateral kanan menyebabkan pasien hipotensi, kemungkinan

sebagai akibat dari gangguan preload ventrikel kanan. Bukti spirometri dari pasien

yang diintubasi mendukung penurunan kepatuhan paru dinamis pada posisi lateral

dan tengkurap dibandingkan dengan posisi terlentang. Posisi tubuh memerlukan

resep yang bijaksana, dengan perhatian khusus pada sudut posisi lateral dan durasi

serta pemantauan untuk mengamati efeknya.

d. Posisi telungkup (prone position)

Ada banyak pembenaran fisiologis dan ilmiah untuk penggunaan posisi

tengkurap untuk meningkatkan oksigenasi arteri dan mengurangi kerja pernapasan

pada pasien dengan disfungsi kardiovaskular dan paru yang mungkin mendapat

41 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


ventilasi mekanis atau tidak. Posisi tengkurap menggeser struktur mobile rongga

dada dan perut.84,85 Jantung dan pembuluh darah besar bergeser ke anterior. Hati,

limpa, dan ginjal bergeser ke anterior dan kaudal.

Posisi tengkurap meningkatkan tekanan oksigen arteri, volume tidal, dan

komplians paru dinamis. Gradien tekanan pleura dihomogenisasi; karenanya

distribusi _VA dan inflasi alveolar ditingkatkan. Ventilasi yang cocok dengan

perfusi telah terbukti lebih seragam pada posisi horizontal, mencerminkan gradien

tekanan pleura yang lebih seragam dan kompresi paru yang lebih sedikit oleh

jantung. Selain itu, posisi tengkurap mengurangi volume stroke, meningkatkan

aktivitas simpatis, dan menambah output urin. Ada minat yang meningkat untuk

memanfaatkan manfaat ini pada pasien yang sakit kritis di mana pilihan mobilisasi

lebih terbatas. Posisi tengkurap memiliki beberapa peran dalam menghindari

ventilasi mekanis pada pasien yang sadar dan waspada, sehingga mengurangi risiko

komplikasi terkait ventilator. Selama bertahun-tahun, penelitian tentang posisi

rawan telah dilakukan sebagian besar pada pasien dengan sindrom gangguan

pernapasan akut. Rawan dikaitkan dengan peningkatan oksigenasi pada 70% hingga

80% kasus. Pengaruh durasi yang berkepanjangan pada posisi tengkurap telah

dipelajari, dan manfaatnya tampaknya bergantung pada dosis. Hasil fisiologis posisi

tengkurap dalam penatalaksanaan cedera paru akut dianggap mencerminkan

patoetiologi tertentu.

Meskipun pasien dengan gagal napas telah terbukti mendapat manfaat dari posisi

tengkurap, tindakan pencegahan tertentu harus diperhatikan. Pasien harus

diposisikan sedemikian rupa sehingga semua tekanan titik tekanan (terutama di

kepala dan wajah), serta tekanan pada pipa dan sirkuit pipa ventilator mekanis,

42 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


diminimalkan. Pasien harus dipantau terus menerus. Posisi semiprone dapat

memberikan banyak manfaat fisiologis dari posisi tengkurap penuh dan dapat

meminimalkan risikonya, terutama pada pasien yang berventilasi mekanis dan

dengan kelainan tulang belakang leher. Selain itu, posisi semiprone mensimulasikan

posisi tengkurap tanpa perut. Posisi semiprone mungkin lebih konservatif, lebih

nyaman, dan lebih aman untuk pasien yang sakit parah, berpotensi secara

hemodinamik tidak stabil, lebih tua, atau memiliki perut yang menonjol.

Untuk pasien yang tidak dapat dimobilisasi, penggunaan beberapa varian posisi

tengkurap bahkan lebih penting. Telentang yang berlebihan, terutama pada pasien

yang ditempatkan melalui busur terbatas (misalnya, terlentang dan seperempat

putaran ke kedua sisi), harus diimbangi dengan beberapa varian posisi tengkurap,

dan posisi ini harus sering digabungkan. Tak terelakkan, pasien yang terpapar busur

posisi terbatas dapat dengan mudah mengembangkan atelektasis di bidang paru-paru

yang bergantung. Pasien dengan ventilasi mekanis dan memiliki pola ventilasi

pasang surut yang monoton berada pada risiko tertentu. Satu-satunya cara untuk

mencegah dan melawan kompresi dan atelektasis yang diinduksi secara hidrostatis

adalah dengan memposisikan area dependen paling atas dan sering memposisikan

ulang pasien.

Indikasi pemberian body positioning terhadap trasnportasi okseigen, antara

lain:

a. Indikasi pada kardiopulmonal, meliputi:

- Penurunan volume alveolar regional

- Penurunan ventilasi regional

- Penurunan regional

43 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


- Penurunan difusi regional

- Ventilasi yang dikompromikan dengan pencocokan perfusi

- Shunting paru

- Volume dan kapasitas paru-paru menurun, terutama kapasitas residu

fungsional, kapasitas vital, dan volume tidal

- Penutupan saluran udara yang tergantung

- Frekuensi pernapasan tidak normal

- Ventilasi menit yang tidak normal

- Pola ventilasi pasang surut yang monoton

- Posisi hemidiafragma yang suboptimal

- Efisiensi otot pernapasan menurun

- Resistensi jalan napas

- Kepatuhan paru-paru suboptimal

- Laju aliran yang kurang optimal

- Batuk tidak efektif yang lemah

- Efisiensi biomekanik yang buruk dari kekuatan dan produktivitas batuk

- Peningkatan kerja pernapasan

- Gas darah arteri abnormal, pertukaran gas, dan oksigenasi

- Gangguan transportasi mukosiliar dan pembersihan lendir

- Gaya gravitasi, mekanik, dan kompresi yang tidak diinginkan pada

- paru-paru, dinding dada, diafragma, dan usus

- Gangguan pernapasan viscerodiaphragmatic

- Pola pernapasan yang kurang optimal

44 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


b. Indikasi pada kardiovaskular dan limpatik, meliputi:

- Preload dan afterload kurang optimal

- Peningkatan kerja hati

- Gangguan fraksi ejeksi sistolik ke sirkulasi paru dan sistemik

- Pengembalian vena suboptimal

- Gaya gravitasi, mekanik, dan kompresi yang tidak diinginkan pada

miokardium, pembuluh darah besar, struktur mediastinal, dan sistem limfatik

- Pergeseran fluida yang kurang optimal dari pusat ke daerah dependen

(ekstremitas) dan sebaliknya untuk mempertahankan mekanisme pengaturan

volume fluida

c. Sistem Lainnya

- Penurunan gairah pasien

- Pengeluaran energi yang tidak semestinya

- Tidak nyaman

- Rasa sakit

- Tonus otot meningkat secara postur

- Peningkatan tekanan intratoraks

- Peningkatan tekanan intraabdominal

- Peningkatan tekanan intrakranial

- Posisi tubuh secara biomekanik suboptimal

- Penurunan drainase chest tube

- Penurunan drainase urin

- Gangguan perfusi perifer

Indikasi pemberian body positioning secara berkala, antara lain:

45 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


a. Indikasi pada kardiopulmonal, meliputi:

- Pergeseran distribusi volume alveolar

- Pergeseran distribusi ventilasi

- Geser distribusi perfusi

- Pergeseran distribusi difusi

- Geser distribusi ventilasi ke pencocokan perfusi

- Geser kompresi fisik mekanis jantung pada alveoli yang berdekatan

- Menggeser posisi jantung, sehingga mengubah tekanan pengisian diastolik

ujung ruang, preload, afterload, dan kerja jantung

- Pergeseran distribusi transportasi dan akumulasi lendir

- Merangsang batuk efektif dan produktif

- Memfasilitasi aksi pemompaan yang diperlukan untuk drainase limfatik yang

optimal

- Pola gangguan ventilasi pasang surut yang monoton

- Mengganggu pola pernapasan

- Pergeseran gaya gravitasi, mekanis, dan kompresi pada paru-paru, dinding

dada, diafragma, dan usus

- Simulasikan siklus keluhan deflasi inflasi normal

- Geser tekanan intraabdominal

b. Indikasi pada kardiovaskular dan limpatik, antara lain:

- Pergeseran gaya gravitasi, mekanis, dan kompresi pada miokardium,

pembuluh darah besar, struktur mediastinal, dan sistem limfatik

- Merangsang pergeseran volume cairan terutama ke anggota tubuh yang

bergantung

46 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


c. Indikasi pada system lainnya, meliputi:

- Ubah kondisi gairah

- Tingkatkan relaksasi

- Tingkatkan kenyamanan

- Kendalikan rasa sakit

- Mencegah kerusakan kulit, risiko infeksi, dan mengakibatkan keterbatasan

posisi

- Ubah pola nada postur tubuh yang tidak normal

- Optimalkan drainase chest tube

- Promosikan drainase urin

47 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


BAB III

PROSES ASSESSMENT FISIOTERAPI

A. Data Medis

Diagnosa medis : post op CABG et causa Coronary Artery Disease

Vital sign :

- TD : 117/68 mmHg

- P : 20x/menit

- DN : 99/menit

- S : 36C

B. Identitas Pasien

- Nama : Ilham

- Usia :38 tahun

- Jenis Kelamin : Laki-laki

- Pekerjaan :Wiraswasta

- Alamat : Jalan poros limbung KM 19 Bontotangga

C. History Taking

- Keluhan utama : Nyeri dada dan sesak napas

- Riwayat perjalanan penyakit : Pasien masuk dengan keluhan sesak yang

dirasakan sejak 3 bulan yang lalu dan memberat sejak 1 hari terakhir. Sesak saat

berbaring ada, sesak saat beraktifitas ada, riwayat terbangun dari tidur karena

sesak ada, Tidak ada nyeri dada, jantung berdebar debar ada tapi timbul

tenggelam,Tidak ada riwayat hipertensi,tidak ada riwaayat diabetes militus,tidak

ada riwat penyakit jantung dalam keluarga.riwaayat penyakit jantung sebelumnya

48 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


ada, yaitu mitral stenosis berat dan atrial flutter.kemudian pasien mengalami

operasi CABG pada tanggal 18/03/2021 kemudian dirawat di HCU PJT dan pada

tanggal 06/04/2021 pasien mengalami operasi CABG lagi kemudian dirawat di

HCU PJT dan mulai menjalani penangan fisioterapi 4 hari setelah operasi ke 2.

Pada Tanggal 14/04/2021 pasien di pindahkan ke ruangan ICU PJT.

- Riwayat penyakit penyerta : mitral stenosis berat dan atrial flutter

D. Inspeksi/Observasi

 Kesadaran : Pasien dalam kondisi sadar namun keadaan umum lemah

 Keadaan fisik

- Anterior : Terdapat verban bekas incisi post sternotomy

- Lateral : Tidak ada kelainan pada dada pasien

- Posterior : tidak dapat dilakukan pemeriksaan

 Kulit : Tidak nampak kelainan

 Mulut : Tidak nampak kelainan

 Kuku : Tidak nampak kelainan

 Tungkai : Tampak ke 2 tungkai udema

E. Pemeriksaan/Pengukuran Kardiovaskular Pulmonal

1. Palpasi

- Tujuan : Untuk meraba thrill dan mengidentifikasi BJ1 dan BJ2

pada iktus kordis

- Prosedur : Meletakkan permukaan palmar telapak tangan atau

bagian 1/3 distal jari II, II dan IV atau dengan meletakkan sisi medial tangan

- Hasil : Negative

49 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


- Interpretasi hasil : Hasil positif jika tidak tidak adanya getaran yang terasa

pada dinding chest yang mengindikasikan atelectasis dan obstruksi kronik

2. Auskultasi

- Tujuan : Untuk mendengan suara BJ (Bunyi Jantung)

- Prosedur : Posisi duduk comfortable dan rileks , stetoskop

diletakkan pada dinding dada pasien sejajar jantung

- Hasil : Negative

- Interpretasi hasil : Hasil positif jika terdengar bising jantung abnormal

3. Pemeriksaan Mobilitas Thorax

- Tujuan : Untuk mengetahui pengembangan thorax pasien

- Prosedur : Kedua ujung thumb di processus Xyphoideus dan jari-

jari di extensikan ke lateral costa.

- Hasil : Positif

- Interpretasi : Hasil positif mengindikasikan pengembangan thorax

minimal

4. Pemeriksaan Gas Darah

Ph 7.418
pCO2 52.7 mmHg
pO2 68.2 mmHg
SO2% 93.0
Hct 35 %
Hb 11,5 g/dl
Lac mmol/L
HCO3 34.3 mmol/L
TCO2 36.0 mmol/L
BEecf 9.6 mmol/L
BEb 9.0 mmol/L
SBC 32.7 mmol/L
O2Ct 15.1 ml/dL

50 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


O2Cap 16.0 ml/dl

A 85.8 mmHg
A-aDO2 17.6 mmHg
a/A 0.8
Rl 0.3
P50 27.0 mmHg
PO2/FlO2 211.9 mmHg

5. Pengukuran Skala BORG

Sesak Napas Keterangan


0 Tidak ada
0,5 Tidak nyata
1 Sangat ringan
2 Ringan
3 Sedang
4 Sedikit berat
5
Berat
6
7
8 Sangat berat
9
10 Sangat-sangat berat

- Hasil : Nilai 2

- Interpretasi hasil : Sesak napas ringan

6. Pengukuran Daya Tahan Jantung – Paru

Uji jalan selama 6 menit merupakan pemeriksaan toleransi aktivitas yang bertujuan

untuk menilai kapasitas fungsional, Tes ini dilakukan sepanjang 30 m selama 6

menit, sebelum melakukan test terlebih dahulu pasien diukur vital sign (TD, RR,

DN, dan suhu).

Hasil : Pasien belum mampu melakukan 6 MWT.

51 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


7. Scala NYHA (New York Heart Association

Kela Deskripsi keluhan


s
Nyha
1 Penderita penyakit jantung tanpa adaketerbatasan aktifitas,kegiatan
fisik harian tidak menyebabkan kelelahan, palpitasi, sesak nafas dan
nyeri dada
2 Penderita penyakit jantung dengan sedikit keterbatasan saat
aktivitas dengan intensitas sedang (seperti menaiki tangga) keluhan
hilang dengan beristirahat.
3 Penderita penyakit jantung dengan keterbatasan yang terlihat jelas
saat aktivitas dengan intensitas ringan (seperti berjalan beberapa
meter) keluhan akan berkurang dengan istirahat.
4 Penderita penyakit jantung engan keluhan sesak, palpitasi dan
kelelahan yang timbul saat tidak sedang beraktivitas (istirahat)

Hasil : 3

8. Score KILLIP

Kelas Defenisi Mortalitas(%)


1 Tidak ada Gejala 6
jantung Kongestif
2 S3 dan / Ronchi basah 17
3 Edema paru 30-40
4 Syok kardiogenik 60-80

Hasil : 3

9. METs (Metabolic Eqivalents)

METs Interpretasi
1-2 Berbaring

52 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


Berbaring miring kekiri
3
dan kekanan
4 Duduk
5 Berdiri berjalan pelan
6 Berjalan cepat
7 Naik Turun Tangga
8 Berlari pelan
Berlari dengan kecepatan
9
tinggi

Hasil : 4 (Duduk)

10. Bartel Index Test

Aktivitas Score

Feeding ( Makan dan Minum


a. Tidak dapat dilakukan sendiri 0
b. Membutuhkan bantuan dalam beberapa hal. 5
c. Dapat melakukan sendiri atau mandiri 10
Bathing (Mandi)
a. Bergantung sepenuhnya 0
b. Dapat melakukan sendiri atau mandiri 5
Grooming (Dandan)
a. Membutuhkan bantuan perawatan personal
0
b. Mandiri (membersihkan wajah, merapikan rambut,
5
menggosok gigi, mencukur, dll)
Dressing (Berpakaian)
a. Bergantung sepenuhnya
0
b. Memerlukan bantuan, tapi tidak sepenuhnya
5
c. Mandiri (termasuk mengancing baju, memakai ritsleting,
10
mengikat tali sepat
Fecal (Buang Air Besar)
a. Inkontinensi (atau perlu diberikan pencahar) 0
b. Kadang terjadi inkontinensi 5
c. Bisa mengontrol agar tidak inkontinensi 10
Urinary (Buang Air Kecil)
a. Inkontinensi atau memerlukan katerisasi 0
b. Kadang terjadi inkontinensi 5
c. Bisa mengontrol agar tidak inkontinensi 10
Toileting (Ke Kamar Kecil atau WC)
a. Bergantung sepenuhnya
0
b. Memerlukan bantuan, taoi tudak sepenuhnya
5
c. Mandiri (termasuk membuka dan menutup, memakai
10
pakaian, membersihkan dengan lap).
Transferring (Dari Bed ke Kursi dan Kembali ke Bad)
a. Tidak mampu, tidak ada keseimbangan duduk 0

53 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


b. Memerlukan bantuan 1 atau 2 orang, dapat duduk 5
c. Membentukan bantuan minimal (verba atau fisik) 10
d. Mandiri sepenuhnya 15
Walking (Pada semua Level Permukaan)
a. Immobile atau < 50 yard
b. Menggunakan kursi roda secara mandiri, termasuk
0
mendatangi orang > 50 yard
5
c. Berjalan dengan bantuan seseorang (Verbal atau fisik) >
10
50 yard
15
d. Mandiri sepenuhnya (tidak memerlukan bantuan,
termasuk tongkat) > 50 yard
Climbing Strais (Menaiki anak Tangga)
a. Tidak mampu 0
b. Memerlukan bantuan (verbal, fisik dengan alat bantu) 5
c. Mandiri sepenuhnya 10

Interpretasi :

0-20 : Ketergantungan penuh

21-61 : Ketergantungan berat/sangat

62-90 : Ketergantungan moderat

91-99 : Ketergantungan ringan.

100 : Mandiri

Hasil : Ketergantungan Moderat (75)

11. HRS-A (Hamilton Rating Scale for Anstety)

Kelompok Gejala

a. Cemas
b. Takut
Perasaan Cemas
c. Mudah tersinggung
d. Firasat buruk

a. Lesu
b. Tidur tidak tenang
c. Gemetar
Ketegangan
d. Gelisah
e. Mudah terkejut
f. Mudah menangis

Ketakutan pada a. Gelap

54 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


b. Ditinggal sendiri
c. Orang asing
d. Binatang besar
e. Keramaian lalulintas
f. Kerumunan orang banyak

a. Sukar tidur
b. Terbangun malam hari
Gangguan tidur c. Tidak puas, bangun lesu
d. Sering mimpi buruk
e. Mimpi menakutkan

Gangguan kecerdasan a. Daya ingat

a. Kehilangan minat
b. Sedih
c. Bangun dini hari
Perasaan depresi d. Berkurangnya kesenangan
pada hobi
e. Perasaan berubah - ubah
sepanjang hari

a. Nyeri otot kaki


b. Kedutan otot
Gejala Somatic
c. Gigi gemertak
d. Suara tidak stabil

a. Tinitus
b. Penglihatan kabur
Gejala Sensorik c. Muka merah dan pucat
d. Merasa lemas
e. Perasaan di tusuk - tusuk

a. Tachicardi
b. Berdebar-debar
c. Nyeri dada
Gejala Kardiovaskuler d. Denyut nadi mengeras
e. Rasa lemas seperti mau
pingsan
f. Detak jantung hilang sekejap

Gejala pernapasan a. Rasa tertekan di dada

55 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


b. Perasaan tercekik
c. Merasa napas pendek atau
sesak
d. Sering menarik napas
panjang

a. Sulit menelan
b. Mual, muntah
c. Enek
d. Konstipasi
e. Perut melilit
f. Defekasi lembek
Gejala Saluran Pencernaan
Makanan g. Gangguan pencernaan
h. Nyeri lambung sebelum dan
sesudah
i. Rasa panas di perut
j. Berat badan menurun
k. Perut terasa panas atau
kembung

a. Sering kencing
Gejala Urogenital b. Tidak dapat menahan
kencing

a. Mulut kering
b. Muka kering
Gejala Vegetative/Otonom
c. Mudah berkeringat
d. Sering pusing atau sakit
kepala
e. Bulu roma berdiri

a. Gelisah
b. Tidak tenang
c. Jari gemetar
d. Mengerutkan dahi atau
Perilaku sewaktu
kening
wawancara
e. Muka tegang
f. Tonus otot meningkat
g. Napas pendek dan cepat
h. Muka merah

Keterangan :

0 = tidak ada gejala sama sekali

56 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


1 = Satu dari gejala yang ada

2 = Sedang/ separuh dari gejala yang ada

3 = berat/lebih dari ½ gejala yang ada

4 = sangat berat semua gejala ada

Interpretasi :

Skor <6 : tidak ada kecemasan

Skor 7-14 : kecemasan ringan

Skor 15-27 : kecemasan sedang

Skor >27 : Kecemasan berat

Hasil : Kecemasan sedang

12. ECHO (Echocardiography)

Hasil :

a. Severe mitral stenosis, Mild mitral regurgitation moderat AR due to RHD

b. Moderate TR with High Probalility og PH

c. Mild Pulmonal regurgitation

d. Decreased RV systolic fuction, TAPSE 1,3 cm

e. Global Hypokinetic

f. Concentric LVH with RA and RV dilatation, LV D-Shaped

g. Mildly abnormal LV systolic fuction, EF 48,3 (TEICH), 45,0 % (Biplane)

13. EKG (Elektrokardiogram)

57 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


Hasil : Sinus Rhythm, HR 84- 148 lpm,(mean 108 lpm)

F. Diagnosa Fisioterapi (ICF-ICD)

Nyeri dada dan gangguan pengembangan thorax akibat post op Coronary Artery

Bypass Graft et causa Coronary Artery Disease

G. Problematik Fisioterapi

No. Komponen ICF Pemeriksaan/Pengukuran Yang


Membuktikan
1 Impairment
a. Nyeri dada bekas incise Palpasi
b. Gangguan pengembangan thoraks Pemeriksaan mobilitas thoraks
c. Sesak napas ringan Pengukuran derajat sesak napas
d. Udema pada tungkai Inspeksi
2. Activity Limitation
a. Kesulitan aktivitas transfer positions Timed Up and Go test
(ambulasi)
b. Kesulitan aktivitas berjalan 6 m walk test
3. Participation Restriction
Kesulitan menyelesaikan peker jaan Pemeriksaan mobilitas thoraks,
Pengukuran derajat sesak napas, Timed
Up and Go test, Timed Up and Go test,
6 m walk test

58 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


BAB IV

INTERVENSI DAN EVALUASI FISIOTERAPI

A. Rencana Intervensi Fisioterapi

1. Tujuan Jangka Panjang

Mengembalikan aktivitas fungsional secara optimal tanpa keluhan

2. Tujuan Jangka Pendek

- Mengurangi nyeri

- Memperbaiki pengembangan thoraks

- Memperbaiki pola napas atau penurunankan frekuensi sesak napas

- Mengurangi udema

B. Strategi Intervensi Fisioterapi

No. Problematik Fisioterapi Tujuan Intervensi Jenis Intervensi


1. Impairment
a. Nyeri dada bekas incisi Mengurangi nyeri Breathing Exercise
b. Gangguan Memperbaiki
Breathing Exercise
pengembangan thoraks pengembangan thoraks
Memperbaiki pola napas Breathing Exercise,
c. Sesak napas ringan atau penurunankan Positioning, Mobilization
frekuensi sesak napas and Exercise
d. Terdapat Udema ke 2
Mengurangi udema Pumping exercise
Tungkai
2. Activity Limitation
Mengembalikan aktivitas Breathing Exercise,
a. Kesulitan aktivitas
transfer position secara Positioning, Mobilization
transfer positions
Mandiri and Exercise
Mengembalikan aktivitas Breathing Exercise,
b. Kesulitan aktivitas
berjalan secara Positioning, Mobilization
Berjalan
mandiriedukasi and Exercise
3. Participation Restriction
Breathing Exercise,
Kesulitan menyelesaikan Mengembalikan aktivitas
Positioning, Mobilization
pekerjaan pekerjaan secara mandiri and Exercise

59 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


C. Prosedur Pelaksanaan Intervensi Fisioterapi

1. Body Positioning

- Posisi pasien : posisi fowler/recumbent

- Posisi fisioterapis : di samping bed pasien dengan

- Teknik pelaksanaan :pasien diarahkan untuk mengubah posisi secara

berkala ke arah posisi miring kanan dan kiri

- Dosis : posisi dipertahankan sekitar 15 menit untuk setiap sisi,

frekuensi pengulangan setiap hari

2. Breathing Exercise

- Posisi pasien : bersandar pada bed dengan posisi 30-45 derajat

- Posisi fisioterapis : di samping bed pasien dengan , kedua tangan pada

lateral costa bawah

- Teknik pelaksanaan : minta pasien untuk full ekspirasi dengan diberi

penekanan lembut pada costa. Kemudian minta pasien untuk melakukan

inspirasi sambil fisioterapis memberikan resisten ringan pada costa.

Selanjutnya minta pasien melakukan ekspirasi dan fisioterapis memberikan

vibrasi pada costa pasien.

- Dosis : diulangi 3-5 kali per sesi, frekuensi setiap hari.

60 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


3. Mobilization and Exercise

- Posisi pasien :

- Posisi fisioterapis : di samping bed pasien dengan

- Teknik pelaksanaan : pasien diminta untuk melakukan aktivitas secara

bertahap dengan bantuan fisioterapis seperti berbaring ke duduk, duduk di

samping bed, duduk ke berdiri, berjalan dan naik turun tangga

- Dosis : intensitas 40% - 85% dari HRmax (HRmax = 220-

usia), durasi 20 – 40 menit, frekuensi 3 - 5 hari per minggu.

D. Edukasi dan Home Program

1. Edukasi

Pasien diedukasi untuk tetap melakukan latihan-latihan secara mandiri namun

tidak melewati batas kemampuannya

2. Home Program

Latihan –latihan yang diberikan oleh fisioterapis seperti breathing exercise dan

terapi latihan juga dapat pasien lakukan di rumah dengan didampingi oleh keluaga

E. Evaluasi

Evaluasi
No. Problematik Intervensi Fisioterapi
Awal Terapi Akhir Terapi
1 Nyeri dada bekas Breathing exercise Nyeri dada Penurunan nyeri
incisi dirasakan ketika dada
bernapas
2 Gangguan pengemba Mobilitas thoraks + Pengembangan Peningkatan
ngan thoraks breathing exercise thorax minimal pengembangan
thorax
3 Sesak napas ringan Breathing Exercise, Sesak napas Penurunan nilai
Mobilization and ringan, nilai 2 sesak napas skala
Exercise, Positioning skala Borg Borg dari 2
menjadi 1

61 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


BAB V

PEMBAHASAN

A. Assessment Fisioterapi

1. Anamnesis

Anamnesis adalah cerita tentang riwayat penyakit yang diutarakan oleh pasien

melalui tanya jawab, pada saat melakukan anamnesis seorang pemeriksa sudah

mempunyai gambaran untuk menentukan strategi dalam pemeriksaan klinis

selanjutnya, karena dengan anamnesis yang baik membawa kita menempuh setengah

jalan kea rah diagbosis yang tepat. Secara umum sekitar 60-70 % kemungkinan

diagnosis yang benar dapat ditegakkan hanya dengan anamnesis yang benar.

Gejala sistem kardiovaskuler yang sering dikeluhkan pasien adalah nyeri dada

(chest pain), palpitasi, nafas pendek, orthopnea, dispnea paroksismal atau

edema.Dapat juga muncul gejala mirip dengan gejala sistem respirasi misalnya sesak

nafas, wheezing, batuk dan hemoptisis.

Palpitasi (berdebar-debar) adalah sensasi kurang nyaman akibat pasien merasakan

denyut jantungnya. Palpitasi dapat terjadi karena denyut yang tidak teratur, karena

denyut yang lebih cepat atau lebih lambat atau karena peningkatan kontraktilitas otot

jantung. Palpitasi tidak selalu mencerminkan kelainan jantung, bahkan kondisi

disritmia yang sangat serius, misalnya takikardi ventrikel, tidak dirasakan pasien

sebagai palpitasi.

Dyspnea (sesak nafas) adalah sensasi kurang nyaman saat bernafas karena pasien

merasakan harus berusaha lebih keras untuk bernafas. Orthopnea adalah dispnea yang

terjadi saat pasien berbaring dan membaik bila pasien duduk. Derajat orthopnea

sering diketahui dengan menanyakan dengan berapa bantal pasien jadi merasa lebih

62 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


nyaman atau apakah pasien sampai harus tidur setengah duduk. Orthopnea sering

terjadi pada gagal jantung kiri atau mitral stenosis.

Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) adalah episode dispnea atau orthopnea

mendadak yang membangunkan pasien dari tidur, biasanya terjadi 1-2 jam setelah

pasien tertidur. PND sering terjadi pada gagal jantung kiri atau mitral stenosis. Edema

adalah akumulasi cairan secara berlebihan dalam jaringan interstitial.

Satu tujuan penting dari anamnesis adalah membangun hubungan pasien-terapis

yang baik. Pasien harus diizinkan untuk menjelaskan riwayat dengan kata-katanya

sendiri dan dengan kecepatan yang nyaman.1 Jika terapis tampak terburu-buru,

terganggu, sibuk, jengkel, atau tidak peduli; sering terputus; atau gagal menjadi

pendengar yang penuh perhatian, hubungan pasien-terapis kemungkinan besar akan

rusak.

Pewawancara harus berhati-hati untuk tidak membiarkan perasaan pribadi tentang

perawatan, penampilan, sikap, atau perilaku pasien selama wawancara untuk terlalu

mempertanyakan validitas keluhan utama. Pada saat pasien dirujuk untuk terapi fisik,

dia mungkin telah menemui satu atau lebih dokter, telah menjalani sejumlah

penelitian non-invasif atau invasif, atau telah diberi resep obat-obatan oral atau hirup

dengan pengurangan gejala yang bervariasi atau tidak memuaskan. Pasien cenderung

menunjukkan tingkat kecemasan dan frustrasi. Oleh karena itu, pendekatan terapis,

metode pengambilan sejarah, dan gaya wawancara penting untuk mendapatkan

kepercayaan diri dan kerjasama pasien.

2. History Taking

63 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


History taking pasien dapat dibagi menjadi bagian pengumpulan data dan

interpretatif. Segmen pengumpulan data dimulai dengan menanyakan mengapa pasien

mencari perhatian medis dan telah dirujuk ke layanan terapi fisik.

Pandangan pasien tentang apa masalahnya dan sarannya untuk mengatasi masalah

harus disertakan dalam wawancara. Pasien lebih puas jika diizinkan dan didorong

untuk berpartisipasi dalam wawancara. Keterlibatan pasien dalam proses juga

mengarah pada perbaikan dalam penetapan tujuan jangka pendek dan jangka panjang.

Kedalaman riwayat yang diambil oleh ahli terapi fisik dapat bervariasi sesuai dengan

faktor-faktor berikut:

- Apakah individu tersebut merupakan pasien rawat inap atau rawat jalan?

Banyak pasien rawat inap memiliki catatan medis terperinci yang tersedia untuk

ditinjau oleh terapis. Ini mengurangi jumlah informasi yang dibutuhkan ahli

terapi fisik dari pasien selama wawancara. Jika informasi dalam bagan kurang,

atau jika individu tersebut adalah pasien rawat jalan dengan hanya rujukan

pengobatan dan sedikit atau tidak ada catatan medis yang tersedia, ahli terapi

fisik harus mendapatkan riwayat yang lebih rinci.

- Apakah urutan pengobatan sempit atau cakupannya luas?

- Ketajaman penyakit pasien, tingkat kesadaran, dan kemampuan untuk

memberikan informasi yang akurat

a. Riwayat merokok

Pasien harus ditanyai tentang riwayat merokoknya. Jumlah tahun merokok

bungkus dapat dihitung (jumlah rata-rata bungkus per hari dikalikan dengan jumlah

tahun merokok) sebagai risiko relatif untuk kanker paru dan COPD. Merokok secara

64 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


teratur mariyuana lebih merusak kesehatan paru-paru dalam jangka pendek maupun

jangka panjang

b. Sejarah keluarga

Riwayat keluarga berguna dalam mengevaluasi kemungkinan penyakit paru

herediter, seperti defisiensi alfa1-antitripsin, fibrosis kistik, asma alergi, telangiektasia

hemoragik herediter, dan lain-lain. Riwayat keluarga diabetes, hipertensi, penyakit

arteri koroner (CAD ), atau demam rematik meningkatkan kemungkinan bahwa

kondisi ini mungkin ada pada pasien juga

c. Sejarah Pekerjaan

Mengambil riwayat pekerjaan sangat penting bagi pasien paru yang datang untuk

terapi fisik dengan sedikit atau tanpa informasi medis. Permukaan bagian dalam paru-

paru berukuran 50 hingga 100 m3 dan terus-menerus bersentuhan dengan lingkungan.

Pekerjaan yang melibatkan paparan silika atau silikat (misalnya, penambang, pembuat

pasir, pekerja pengecoran, pemotong batu, pelapis batu bata, dan pekerja penggalian)

atau zat anorganik lainnya menempatkan pekerja pada risiko kombinasi penyakit paru

obstruktif dan restriktif (misalnya silikosis). Pekerja konstruksi, pekerja galangan

kapal, pemipaan pipa, dan pekerja industri lainnya yang terpapar asbes berisiko lebih

tinggi untuk mengembangkan penyakit paru-paru restriktif seperti asbestosis. Plak

pleura jinak dapat ditemukan pada pleura diafragma dan secara bilateral antara rusuk

ke-6 dan ke-10 pada dinding dada anterolateral atau posterolateral. Penebalan pleura

progresif jarang terjadi. Orang-orang ini mengalami peningkatan insiden penyakit

neoplastik ganas seperti karsinoma bronkogenik dan mesothelioma ganas. Beberapa

petugas pemadam kebakaran, pekerja besi, dan penyelamat lainnya yang bekerja di

65 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


lokasi bencana World Trade Center setelah 11 September 2001, telah

mengembangkan gejala dan gangguan pernapasan.

Pekerja batubara terkena debu tambang batubara. Sekitar 10% menderita

pneumokoniosis sederhana, sedangkan sebagian kecil berkembang menjadi bentuk

komplikasi — fibrosis paru masif progresif.

Riwayat batuk paroksismal, sesak dada, atau dispnea yang memburuk selama

minggu kerja tetapi hilang pada akhir pekan (atau hari libur kerja lainnya) sangat

menunjukkan asma akibat kerja. Kondisi ini sulit didiagnosis karena gejala biasanya

muncul beberapa jam setelah mantan terpapar agen pemicu. Agen penyebab termasuk

debu biji-bijian, serbuk kayu, formalin, deterjen enzim, etanolamina (dalam cat

semprot dan fluks solder), nikel, dan logam keras (misalnya tungsten karbida).

Pekerja yang terpapar kapas rami dan debu rami dapat mengembangkan byssinosis,

penyakit paru obstruktif. Pada tahap awal, kondisi ini bisa dibalik, tetapi berjangka

panjang selama beberapa tahun menyebabkan penyakit paru obstruktif kronis yang

tidak dapat disembuhkan.

Riwayat demam, batuk, sesak napas, dan pneumonia berulang pada petani di

Amerika Serikat bagian utara menunjukkan adanya paru-paru petani. Ini adalah

pneumonitis hipersensitif yang paling umum; itu disebabkan oleh menghirup agen

jamur seperti aktinomisetes termofilik. Paparan jangka panjang dapat menyebabkan

fibrosis paru. Banyak pekerjaan membuat pekerja terpapar faktor-faktor yang

menyebabkan pneumonitis hipersensitif.

d. Perawatan sebelumnya

Penting untuk menentukan perawatan apa yang telah diterima pasien untuk

kondisinya. Secara khusus, apakah pasien pernah menerima terapi fisik untuk kondisi

66 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


ini atau kondisi lainnya? Jenis perawatan apa yang dilakukan? Apakah mereka

membantu dalam memperbaiki atau mengatasi kondisi tersebut? Dengan cara ini,

adalah mungkin untuk menentukan modalitas pengobatan apa yang telah digunakan,

yang mana yang diyakini pasien mungkin bermanfaat, dan yang menurut pasien tidak

menyenangkan atau kurang percaya diri, sehingga menghindari mengasingkan pasien

dengan mengulangi apa yang dia yakini. menjadi terapi yang tidak efektif.

3. Inspeksi/Observasi

Inspeksi dada terutama untuk mencari adanya asimetri bentuk dada. Adanya

asimetri bentuk rongga dada dapat menyebabkan timbulnya hipertensi pulmonal

dalam jangka panjang. Asimetri dada dapat diakibatkan oleh penyebab yang sama

dengan penyebab kelainan jantung (misalnya prolaps katup mitral, gangguan katup

aorta pada sindroma Marfan dan sebagainya) atau menjadi akibat dari adanya

kelainan jantung akibat aktifitas jantung yang mencolok semasa pertumbuhan.

Kelainan dada akibat penyakit kardiovaskuler dapat berbentuk :

 Kifosis : tulang belakang berdeviasi pada kurvatura lateral. Sering terjadi pada

kelainan jantung, misalnya ASD (Atrial Septal Defect) atau PDA (Patent Ductus

Arteriosus). Sering disertai dengan perubahan membusur ke belakang

(kifoskoliosis), yang mempersempit rongga paru dan merubah anatomi jantung.

 Voussure cardiaque : penonjolan bagian depan hemitoraks kiri. Hampir selalu

terdapat pada kelainan jantung bawaan atau karena demam rematik, terutama

berkaitan dengan aktifitas jantung yang berlebihan pada masa pertumbuhan.

Inspeksi juga berguna untuk mencari iktus kordis (punctum maximum). Pada

sebagian besar orang normal (20-25%) dapat dilihat pulsus gerakan apeks menyentuh

dinding dada saat sistolik pada sela iga 5 di sebelah medial linea midklavikularis

67 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


sinistra. Bila terjadi pembesaran jantung iktus kordis dapat tampak bergeser dari

posisi normal. Disamping itu pada inspeksi dapat dilaporkan ada tidaknya jaringan

parut paska operasi jantung

4. Palpasi

Dengan palpasi kita mencari iktus kordis (bila tidak terlihat pada inspeksi) dan

mengkonfirmasi karakteristik iktus kordis. Palpasi dilakukan dengan cara :

meletakkan permukaan palmar telapak tangan atau bagian 1/3 distal jari II, II dan IV

atau dengan meletakkan sisi medial tangan, terutama pada palpasi untuk meraba thrill.

Identifikasi BJ1 dan BJ2 pada iktus kordis dilakukan dengan memberikan tekanan

ringan pada iktus. Bila iktus tidak teraba pada posisi terlentang, mintalah pasien untuk

berbaring sedikit miring ke kiri (posisi left lateral decubitus) dan kembali lakukan

palpasi. Jika iktus tetap belum teraba, mintalah pasien untuk inspirasi dan ekspirasi

maksimal kemudian menahan nafas sebentar.

Pada saat memeriksa pasien wanita, mammae akan menghalangi pemeriksaan

palpasi. Sisihkan mammae ke arah atas atau lateral, mintalah bantuan tangan pasien

bila perlu. Setelah iktus ditemukan, karakteristik iktus dinilai dengan menggunakan

ujung-ujung jari dan kemudian dengan 1 ujung jari.

Pada beberapa keadaan fisiologis tertentu, iktus dapat tidak teraba, misalnya pada

obesitas, otot dinding dada tebal, diameter anteroposterior kavum thorax lebar atau

bila iktus tersembunyi di belakang kosta. Pada keadaan normal hanya impuls dari

apeks yang dapat diraba. Pada keadaan hiperaktif denyutan apeks lebih mencolok.

Apeks dan ventrikel kiri biasanya bergeser ke lateral karena adanya pembesaran

jantung atau dorongan dari paru (misalnya pada pneumotorak sinistra). Pada kondisi

patologis tertentu, impuls yang paling nyata bukan berasal dari apeks, seperti

68 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


misalnya pada hipertrofi ventrikel kanan, dilatasi arteri pulmonalis dan aneurisma

aorta.

Setelah iktus teraba, lakukan penilaian lokasi, diameter, amplitudo dan durasi

impuls apeks pada iktus.

 Lokasi : dinilai aspek vertikal (biasanya pada sela iga 5 atau 4) dan aspek

horisontal (berapa cm dari linea midsternalis atau midklavikularis). Iktus bisa

bergeser ke atas atau ke kiri pada kehamilan atau diafragma kiri letak tinggi.

Iktus bergeser ke lateral pada gagal jantung kongestif, kardiomiopati dan

penyakit jantung iskemi.

 Diameter : pada posisi supinasi, diameter impuls apeks kurang dari 2.5 cm dan

tidak melebihi 1 sela iga, sedikit lebih lebar pada posisi left lateral decubitus.

Pelebaran iktus menunjukkan adanya pelebaran ventrikel kiri.

 Amplitudo : amplitudo iktus normal pada palpasi terasa lembut dan cepat.

Peningkatan amplitudo terjadi pada dewasa muda, terutama saat tereksitasi atau

setelah aktifitas fisik berat, tapi durasi impuls tidak memanjang. Peningkatan

amplitudo impuls terjadi pada hipertiroidisme, anemia berat, peningkatan

tekanan ventrikel kiri (misal pada stenosis aorta) atau peningkatan volume

ventrikel kiri (misal pada regurgitasi mitral). Impuls hipokinetik terjadi pada

kardiomiopati.

 Durasi : untuk menilai durasi impuls, amati gerakan stetoskop saat melakukan

auskultasi pada apeks atau dengarkan bunyi jantung dengan stetoskop sambil

mempalpasi impuls apeks. Normalnya durasi impuls apeks adalah 2/3 durasi

sistole atau sedikit kurang, tapi tidak berlanjut sampai terdengar BJ2.

69 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


Dengan palpasi dapat ditemukan adanya gerakan jantung yang menyentuh

dinding dada, terutama jika terdapat peningkatan aktifitas ventrikel, pembesaran

ventrikel atau ketidakteraturan kontraksi ventrikel. Gerakan dari ventrikel kanan

biasanya tak teraba, kecuali pada hipertrofi ventrikel kanan, dimana ventrikel kanan

akan menyentuh dinding dada (ventrikel kanan mengangkat). Kadang-kadang gerakan

jantung teraba sebagai gerakan kursi goyang (ventricular heaving) yang akan

mengangkat jari pemeriksa pada palpasi.

Gerakan jantung kadang teraba di bagian basis, yang biasanya disebabkan oleh

gerakan aorta (pada aneurisma aorta atau regurgitasi aorta), gerakan arteri pulmonalis

(pada hipertensi pulmonal) atau karena aliran tinggi dengan dilatasi (pada ASD) yang

disebut tapping.

Thrill (getaran karena adanya bising jantung) sering dapat diraba. Bising jantung

dengan gradasi 3-4 biasanya dapat teraba sebagai thrill. Sensasi yang terasa adalah

seperti meraba leher kucing. Bila pada palpasi pertama belum ditemukan adanya thrill

sedangkan pada auskultasi terdengar bising jantung derajat 3-4, kembali lakukan

palpasi pada lokasi ditemukannya bising untuk mencari adanya thrill. Thrill sering

menyertai bising jantung yang keras dan kasar seperti yang terjadi pada stenosis aorta,

Patent Ductus Arteriosus, Ventricular Septal Defect, dan kadang stenosis mitral.

5. Perkusi

Perkusi berguna untuk menetapkan batas jantung, terutama pada pembe-saran

jantung. Perkusi batas kiri redam jantung (LBCD - left border of cardiac dullness)

dilakukan dari lateral ke medial dimulai dari sela iga 5, 4 dan 3. LBCD terdapat

kurang lebih 1-2 cm di sebelah medial linea midklavikularis kiri dan bergeser 1 cm ke

medial pada sela iga 4 dan 3. Batas kanan redam jantung (RBCD - right border of

70 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


cardiac dullness) dilakukan dengan perkusi bagian lateral kanan dari sternum. Pada

keadaan normal RBCD akan berada di medial batas dalam sternum. Kepekakan

RBCD diluar batas kanan sternum mencerminkan adanya bagian jantung yang

membesar atau bergeser ke kanan. Penentuan adanya pem-besaran jantung harus

ditentukan dari RBCD maupun LBCD. Kepekakan di daerah dibawah sternum

(retrosternal dullness) biasanya mempunyai lebar kurang lebih 6 cm pada orang

dewasa. Jika lebih lebar, harus dipikirkan kemungkinan adanya massa retrosternal.

Pada wanita, kesulitan akan terjadi dengan mammae yang besar, dalam hal ini perkusi

dilakukan setelah menyingkirkan kelenjar mammae dari area perkusi dengan bantuan

tangan pasien.

6. Auskultasi

Auskultasi memberikan kesempatan mendengarkan perubahan-perubahan dinamis

akibat aktivitas jantung. Auskultasi jantung berguna untuk menemukan bunyi-bunyi

yang diakibatkan oleh adanya kelainan struktur jantung dan perubahan-perubahan

aliran darah yang ditimbulkan selama siklus jantung. Untuk dapat mengenal dan

menginterpretasikan bunyi jantung dengan tepat, mahasiswa perlu mempunyai dasar

pengetahuan tentang siklus jantung.

Bunyi jantung diakibatkan karena getaran dengan masa amat pendek. Bunyi yang

timbul akibat aktifitas jantung dapat dibagi dalam :

 BJ1 : disebabkan karena getaran menutupnya katup atrioventrikuler terutama

katup mitral, getaran karena kontraksi otot miokard serta aliran cepat saat katup

semiluner mulai terbuka. Pada keadaan normal terdengar tunggal.

71 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


 BJ2 : disebabkan karena getaran menutupnya katup semilunaris aorta maupun

pulmonalis. Pada keadaan normal terdengar pemisahan (splitting) dari kedua

komponen yang bervariasi dengan pernafasan pada anak-anak atau orang muda.

 BJ3 : disebabkan karena getaran cepat dari aliran darah saat pengisian cepat

(rapid filling phase) dari ventrikel. Hanya terdengar pada anak-anak atau orang

dewasa muda (fisiologis) atau keadaan dimana komplians otot ventrikel

menurun (hipertrofi/ dilatasi).

 BJ4 : disebabkan kontraksi atrium yang mengalirkan darah ke ventrikel yang

kompliansnya menurun. Jika atrium tak berkontraksi dengan efisien misalnya

fibrilasi atrium maka bunyi jantung 4 tak terdengar.

Bunyi jantung sering dinamakan berdasarkan daerah katup dimana bunyi

tersebut didengar. M1 berarti bunyi jantung satu di daerah mitral, P2 berarti bunyi

jantung kedua di daerah pulmonal. Bunyi jantung 1 normal akan terdengar jelas di

daerah apeks, sedang bunyi jantung 2 dikatakan mengeras jika intensitasnya terdengar

sama keras dengan bunyi jantung 1 di daerah apeks.

Bunyi jantung 1 dapat terdengar terpisah (split) jika asinkroni penutupan katup

mitral dan trikuspid lebih mencolok, misalnya pada RBBB (Right Bundle Branch

Block) atau hipertensi pulmonal. Bunyi jantung 2 akan terdengar terpisah pada anak-

anak dan dewasa muda. Pada orang dewasa bunyi jantung 2 akan terdengar tunggal

karena komponen pulmonalnya tak terdengar disebabkan aerasi paru yang bertambah

pada orang tua. Jika bunyi jantung 2 terdengar terpisah pada orang dewasa ini

menunjukkan adanya hipertensi pulmonal atau RBBB. Bunyi jantung 2 yang

terdengar tunggal pada anak-anak mungkin merupakan tanda adanya stenosis

pulmonal.

72 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


Bunyi tambahan merupakan bunyi yang terdengar akibat adanya kelainan

anatomis atau aliran darah yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan bunyi atau

getaran. Bunyi tambahan dapat berupa :

 Klik ejeksi : disebabkan karena pembukaan katup semilunaris pada stenosis/

menyempit.

 Ketukan perikardial : bunyi ekstrakardial yang terdengar akibat getaran/ gerakan

perikardium pada perikarditis/ efusi perikardium.

 Bising gesek perikardium : bunyi akibat gesekan perikardium dapat terdengar

dengan auskultasi dan disebut friction rub. Sering terdengar jika ada peradangan

pada perikardium (perikarditis).

 Bising jantung : merupakan bunyi akibat getaran yang timbul dalam masa lebih

lama. Jadi perbedaan antara bunyi dan bising terutama berkaitan dengan

lamanya bunyi /getaran berlangsung. Untuk mengidentifikasi dan menilai bising

jantung, beberapa hal harus diperhatikan : di mana bising paling jelas terdengar,

fase terjadinya bising (saat sistole atau diastole) dan kualitas bising.

Auskultasi dimulai dengan meletakkan stetoskop pada sela iga II kanan di dekat

sternum, sepanjang tepi kiri sternum dari sela iga II sampai V dan di apeks. Bagian

diafragma stetoskop dipergunakan untuk auskultasi bunyi jantung dengan nada tinggi

seperti BJ1 dan BJ2, bising dari regurgitasi aorta dan mitral serta bising gesek

perikardium. Bagian mangkuk stetoskop (bell) yang diletakkan dengan tekanan ringan

lebih sensitif untuk suara-suara dengan nada rendah seperti BJ3 dan BJ4 serta bising

pada stenosis mitral. Letakkan bagian mangkuk stetostop pada apeks lalu berpindah

ke medial sepanjang tepi sternum ke arah atas.

73 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


7. Skala Borg

Skala BORG merupakan suatu skala ordinal dengan nilai-nilai dari 0 sampai

dengan 10. Skala BORG digunakan untuk mengukur sesak napas selama

melaksanakan kegiatan/pekerjaan. Pemantauan sesak napas dapat membantu dalam

menyesuaikan aktivitas dengan mempercepat atau memperlambat gerakan. Hal ini

juga dapat memberikan informasi penting kepada dokter. Skala BORG ini disediakan

untuk menstandarisasikan suatu perbandingan-perbandingan antar individu dalam

melaksanakan tugas yang sama. Indikasi nilai pada skala yang digunakan adalah

besarnya perasaan kelelahan, kesakitan, ataupun kadar berkurangnya kemampuan

tubuh dalam melakukan pekerjaanya. Semakin besar perasaan sakit yang dirasakan

pada otot maka semakin besar nilai BORG yang digunakan. Skala ini dapat dilakukan

pada pengukuran-pengukuran fisiologis seperti intensitas latihan meningkat (laju

deyut jantung), juga ada korelasi yang tinggi untuk pengukuran lainnya seperti

respirasi yang meningkat, CO2 produksi, akumulasi laktat dan suhu tubuh, keringat

sampai dengan kelelahan otot. Skala ini memiliki keterbatasan yaitu pengukuran

dilakukan secara subyektif, sehingga penilaian yang digunakan oleh seorang tersebut

dilakukan secara menaksir secara wajar baik dari denyut jantung selama kerja fisik.

Korelasi antara nilai Skala BORG dengan laju denyut jantung adalah dengan

menggunakan nilai Skala BORG, laju denyut jantung dapat diketahui dengan cara

mengalikan nilai ordinal dari Skala BORG dengan nilai 10, seperti contoh jika nilai

seorang pekerja terhadap kelelahan yang dirasa (Skala BORG) adalah 12, lalu untuk

menghitung laju denyut jantung adalah 12 x 10 = 120; sehingga laju denyut jantung

harus kira-kira 120 denyut per menit. Namun, perhitungan seperti yang telah

74 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


dijelaskan, merupakan suatu perkiraan awal saja, pada faktanya laju denyut jantung

seseorang akan berbeda tergantung pada usia dan kondisi badan.

Prinsip dasar penggunaan atau pengisian data Skala BORG adalah pada saat

melakukan pekerjaan, peneliti akan menanyakan presepsi tingkat keluhan yang

dirasakan operator pada otot yang bekerja atau otot yang diteliti. Presepsi tingkat

keluhan dapat mencerminkan seberapa besar beban kerja yang dirasakan, karena

semakin besar beban kerja maka semakin maksimal otot akan berkontraksi. Persepsi

tingkat keluhan dilakukan secara terfokus pada otot yang diteliti, karena pada saat

pekerjaan berlangsung banyak otot yang bekerja ataupun perasaan sakit yang bukan

berasal dari otot yang akan diteliti. Penilaian tingkat keluhan dilakukan secara jujur,

tanpa berfikir untuk menjadi yang terbaik antara individu lain atau menyamakan

nilainya dengan individu lain. Perhatikan presepsi tingkat keluhan yang dirasa

kemudian diubah menjadi satuan nilai.

B. Intervensi Fisioterapi

1. Breathing Control Exercise

Salah satu indikasi pemberian breathing exercise adalah sesak serta nyeri dada

pada pasien dengan kondisi post operasi jantung. Breathing control membantu pasien

untuk melakukan ekspirasi dan inspirasi secara lebih optimal dengan berbagai teknik.

Dengan pemberian breathing control proses kardiorespirasi menjadi lebih optimal

terkait dengan perbaikan prognosis pasien post operasi jantung.

2. Mobilization dan Exercise

Selama latihan, volume diastolik akhir dan SV telah dilaporkan lebih besar pada

posisi tegak daripada posisi terlentang pada atlet ketahanan, yang mendukung

ketergantungan yang lebih besar pada hukum Frank-Starling. Dengan demikian posisi

75 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


tubuh menentukan kontribusi relatif dari HR, miokardial. kontraktilitas, dan

mekanisme Frank-Starling menjadi CO selama latihan. Pasien dengan gangguan

aliran balik vena dan kontraktilitas miokard dapat mengambil manfaat dari bersepeda

telentang intensitas sedang di mana sirkulasi sentral dan vasodilatasi lokal lebih

disukai. Volume plasma meningkat dengan latihan intens akut, dan ini telah terbukti

bergantung pada posisi. Kandungan albumen plasma peningkatan posisi tegak

dibandingkan dengan posisi terlentang, dan ini dianggap bertanggung jawab atas

peningkatan volume plasma. Dengan menggabungkan posisi tegak dengan olahraga,

ahli terapi fisik dapat secara langsung membantu menormalkan keseimbangan cairan

dan hemodinamik pada pasien yang terancam homeostasis cairan.

3. Body Positioning

Posisi berbaring menyamping menonjolkan ekspansi anteroposterior dengan

mengorbankan ekskursi transversal dari dinding dada dependen. Pada posisi ini,

hemidiafragma dependen tergeser cephalad karena kompresi visera di bawahnya. Hal

ini menghasilkan ekskursi yang lebih besar selama respirasi dan kontribusi yang lebih

besar pada ventilasi paru-paru tersebut dan pertukaran gas secara keseluruhan. FRC

dalam posisi miring berada di antara posisi tegak dan terlentang. Dibandingkan

dengan posisi terlentang, kepatuhan berbaring menyamping meningkat, resistensi

berkurang, dan kerja pernapasan berkurang, sedangkan tindakan ini dibalik ketika

berbaring menyamping dibandingkan dengan posisi tegak. Meskipun ventilasi

ditingkatkan ke paru-paru dependen, volume paru-paru inspirasi dan FRC berkurang.

Dibandingkan dengan referensi posisi duduk, FEV1 dan FVC berkurang sama di kiri

dan kanan berbaring, tanpa efek diferensial dari berbaring samping pada kapasitas

difusi dan volume penutupan. Efek fungsi paru-paru ini saat menyamping mungkin

76 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


mencerminkan geometri paru yang berubah dengan perubahan posisi dan penurunan

diameter vertikal setiap paru-paru dalam posisi miring dibandingkan dengan yang

terjadi pada posisi terlentang.

77 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyakit Jantung Koroner adalah gangguan fungsi jantung akibat otot jantung

kekurangan darah karena adanya penyumbatan atau penyempitan pada pembuluh

darah koroner akibat kerusakan 1 lapisan dinding pembuluh darah. Jantung Koroner

adalah serangan jantung, berupa kumpulan gejala yang berhubungan dengan cedera

otot jantung akibat penyumbatan pembuluh darah yang mengalir di jantung, Suatu

keadaan gawat darurat jantung sebagai akibat Lebih dari 90% kasus jantung coroner

diakibatkan karena pecahnya plak arterosklerosis dan terbentuknya bekuan darah di

dalam pembuluh darah coroner

Coronary Artery Bypass Grafting merupakan salah satu penanganan intervensi

dari PJK dengan cara membuat saluran baru melewati arteri koroner yang

mengalami penyempitan atau penyumbatan. Coronary Artery Bypass Grafting

adalah operasi pintas koroner yang dilakukan untuk membuat saluran baru melewati

bagian arteri koroner yang mengalami penyempitan atau penyumbatan. Coronary

Artery Bypass Grafting atau Operasi CABG adalah teknik yang menggunakan

pembuluh darah dari bagian tubuh yang lain untuk memintas (melakukan bypass)

arteri yang menghalangi pemasokan darah ke jantung. Operasi CABG sangat ideal

untuk pasien dengan penyempitan di beberapa cabang arteri coroner

78 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal


DAFTAR PUSTAKA

Bates, B; 1995, A Guide to Physical Examination and History Taking, Sixth Edition,
Lippincott.

Dimovski K, et al 2019 A favorable lifestyle lowers the risk of coronary artery disease
consistently across strata of non-modifiable risk factors in a population-based
cohort. BMC public health. 2019 1;19(1):1575.

Frownfelter, D., & Dean, E. (2014). Cardiovascular and pulmonary physical therapy-E-
Book: evidence to practice. Elsevier health sciences.

Hajar R. 2017 Risk factors for coronary artery disease: historical perspectives. Heart
views: the official journal of the Gulf Heart Association. 18(3):109.

Katz MJ, Ness, SM, 2015, Coronary Artery Disease. American Heart
Journal;169(1):162-9

Paulsen, F., & Waschke, J. (2018). Sobotta Atlas of Anatomy, Vol. 2, English/Latin:
Internal Organs. " Elsevier, Urban&FischerVerlag".

Perk, J. et al. 2007. Cardiovascular Prevention and Rehabilitation. Springer-Verlag


London

Perwitasari, 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keempat Jilid III,Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta

Regmi M, Siccardi MA. 2019. Coronary Artery Disease Prevention.

Reid, W. D., Chung, F., & Hill, K. (2014). Cardiopulmonary physical therapy:


management and case studies. Slack Incorporated.

Riskesdas, 2013, Riset Kesehatan Dasar, Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.

Rogers, K. et al. 2011. The Cardiovascular System. First Edition. Britannica

Themistocleous, et al. (2017). Coronary Heart Disease Part II: Role of


Physiotherapy. The Journal of Physical Activity, Nutrition and Rehabilitation.

79 | Laporan Kasus Stase Kardiovaskular Pulmonal

Anda mungkin juga menyukai