Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KELOMPOK

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM SARAF PERIFER

Diajukan untuk memenuhi salah satu mata kuliah ilmu biomedik dasar
Dosen : Istianah, S.Kep., Ners, M.Kep

KELOMPOK 3

1. Ai Rohimah NPM_A422044
2. Adha Juniadi R NPM_A422048
3. Anisah NPM_A422045
4. Arie Setiawan NPM_A422057
5. Aripin Ginanjar NPM_A422052
6. Fery Ferdiansyah NPM_A422062
7. Iis Siti Hajar NPM_A422055
8. Lia S NPM_A422061
9. Moch Anggi Chaerul R NPM_A422041
10. Widdy Bagea M NPM_A422059
11. Zeri Budi Kasih NPM_A422058

PROGRAM STUDI ALIH JENJANG (S1) SARJANA KEPERAWATAN


INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI BANDUNG
TAHUN 2022
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM SARAF PERIFER

A. PENGERTIAN SISTEM SARAF


Sistem saraf adalah salah satu sistem pengaturan. Impuls elektrokimia pada
sistem saraf memungkinkan untuk memperoleh informasi dari lingkungan eksternal
atau internal dan melakukan apapun yang diperlukan untuk mempetahankan
homestatis. Sistem saraf dibagi menjadi dua, yaitu Sistem Saraf Pusat (SSP) terdiri
dari otak dan medula spinalis. Dan Sistem Saraf Perifer terdiri dari saraf kranial dan
spinal. Sistem saraf perifer menyampaikan informasi dari dan menuju sistem saraf
pusat, dan otak adalah pusat aktivitas rersebut, yang mengintegrasi informasi ini,
memulai respons, serta membuat kita merasa sebagai diri kita.

B. PENGERTIAN SISTEM SARAF PERIFER (SISTEM SARAF TEPI)


Sistem saraf perifer adalah bagian dari sistem saraf yang di dalam sarafnya
terdiri dari sel-selyang membawa informasi ke(sel saraf sensorik) dan dari( sel saraf
motorik) sistem saraf pusat, yang terletak di luar otak dan sum-sum tulang belakang.
Sel-sel sistem saraf sensorik mengirimkan informasi ke sistem saraf pusat dari organ-
organ internal atau dari rangsanganeksternal. Sel-sel sistem saraf motorik
tersebut membawa informasi dari Sitem Saraf Pusat ke organ, otot, dan kelenjar.
Sistem saraf perifer dibagi menjadi dua, yaitu sistem saraf somatik(sadar) dan sistem
saraf otonom (tak sadar). Sistem saraf sadar mengontrol aktivitasyang kerjanya
dipengaruhi otak, sedangkan saraf otonom mengontrol aktivitas yang tidak dapat
dipengaruhi oleh otak, antara lain denyut jantung, gerak saluran pencernaan, dan
sekresi keringat.

C. ANATOMI DAN FISIOLOGI


1. SISTEM SARAF PERIFER
Sistem saraf perifer Pada saraf perifer terdapat bagian secara garis besar
terdiri dari 31 segmen (8 servikal, 12 torakal, 5 lumbal, 5 sakral, dan 1
koksigeal) yang menjalar diteruskan dari medula spinalis dan melewati
foramina intervertebralis pada kolum vetebralis. Secara mikroskopis saraf
memiliki beberapa bagian diantanya adalah bagian terluar pada jaringan ikat
bagian dari endometrium pada lapisan di luar akson, lalu ada perinerium yang
melapisi vasikel, dan ada epineurium pada lapisan luar di bagian vesikel dan
pembuluh darah (Shen, 2021).
Pada cabang saraf perifer memiliki bagian yaitu akson dan dendrit, Akson
dilapisi oleh lapisan mielin yang terbentuk pada sel Schwann. Akson memiliki
fungsi terkuat yaitu yang mana neuron membuat hubungan dengan sel target
untuk memberikan beberapa informasi, membuat struktur konduksi untuk
mentransmisikan aksi potensial ke sinaps, dan subdomain tertentu untuk
transmisi sinyal dari neuron ke sel target (Previtali, 2021).
Sedangkan dendrit memiliki struktur yang bercabang, perjalanan dendrit
mungkin akan berhubungan dengan banyak akson yang berbeda dan neuron
yang jauh atau akan diinervasi dengan akson tunggal yang membuat kontak
sinaps. Dasar dari dendrit berlanjut dengan sitoplasma dari badan sel (Dewi et
al., 2014).
a. Struktur serabut saraf Perifer/tepi
Neuron adalah satuan bagian fungsional dasar pada saraf, bagian ini
terdiri pada badan sel saraf dan prosesus-prosesusnya. Badan sel saraf
adalah pusat metabolisme pada suatu neuron bagian ini ada nukleus dan
sitoplasma. Nukleus adalah bagian yang ada pada sentral, memiliki
berbentuk bundar dan besar. Pada sitoplasma terdapat retikulum
endoplasma yang bagian dari organel seperti substansi Nissl, apparatus
Golgi, mitokondria, mikrofi lamen, mikrotubulus dan lisosom (Spinner et al.,
2019).
Membran plasma serta selubung sel akan terbentuk membran yang
semipermeabel dan kemungkinkan terjadinya kerusakan fungsi ion-ion
tertentu pada bagian ini serta akan menahan ion-ion lainnya. Processus sel
neuron membagi bagian menjadi dendrit-dendrit serta satu akson. Neuron
memiliki beberapa dendrit berfungsi sebagai hantaran impuls saraf menuju
badan sel saraf. Akson adalah processus badan sel yang panjang dan akan
meberikan impuls pada segmen awal menuju terminal sinaps. Segmen awal
badan sel adalah elevasi badan sel yang memiliki bentuk kerucut yang tidak
memiliki granula Nissl yang disebut akson hillock (Kalanjati & Rimbun,
2012).
Neuron mempunyai keahlian metabolisme yang bagus ,namun tidak
bisa simpan zat-zat makanan serta oksigen. Maka dari itu neuron perlu
dukungan dari neuroglia yang merupakan penyuplai makanan serta oksigen.
Sel Schwann memiliki sifat seperti oligodendroglia. Pada 12 bagian besar
akson susunan saraf tepi di selubungi oleh myelin serta akan terbentuk
segmen-segmen. Setiap sel Schwann akan dilapisi satu segmen, beda dengan
oligondendroglia yang bisa melapisi pada setiap segmen. Sel Schwann juga
beda dari oligodendria dalam hal terbentuknya sel baru. Apabila sudah rusak
di saraf tepi, sel Scwhann akan terbentuk bagian lonjong yang memiliki peran
sebagai petunjuk arah pada perkembangan akson. Jenis-jenis neuron
diklasifikasikan menurut morfologi neuron memiliki ketentuan
panjang,bentuk, dan jumlah cabang neuritnya diantaranya neuron bipolar,
neuron unipolar dan neuron multipolar (Simanjuntak & Simamora, 2020).
b. Bagian pada sistem saraf tepi
Bagian saraf tepi terdiri pada susunan saraf sensorik dan saraf
motorik. Pada bagian ini dimulai pada neuron motorik dan neuron sensorik
yang tertuju pada neuromuscular junction dan otot. Terdiri dari 31 pasang
nervus spinalis jalur menuju medula spinalis dengan jalur melalui foramina
intervertebralis pada kolumna vertebralis. Pada beberapa nervus spinalis
terhubung pada medula spinalis yang dilalui 2 radiks yaitu radiks anterior
dan radiks posterior (Qing et al., 2018).
Radiks anterior yang terbagi pada serabut saraf yang mengangkut
impuls serabut saraf eferen. Radiks posterior yang terbagi menjadi berkas
serabut saraf yang akan mengangkut impuls ke serabut aferen. Sel serabut
saraf terdapat pada sebagian besar radiks posterior yakni ganglion spinalis.
Radiks anterior tergabung oleh radiks posterior pada 13 bagian luar ganglion
spinalis, yang kedua saraf ini terbentuk saraf tepi spinalis. Maka dari itu
setiap segmen tubuh memiliki pasangan saraf spinalisnya. Dalam perjalanan
saraf tepi baik yang memecah dan terhubung dengan saraf tepi yang ada
dekat degan bagian tersebut sehingga akan terbentuk jaringan saraf di sebut
pleksus nervosus. Pleksus bisa berredistribusi serabut saraf pada saraf tepi
yang beda. Pada penyususnan pleksus-pleksus ini bisa memicu serat-serat
pada semua pasang radiks akan memiliki cabang menjadi saraf-saraf tepi
yang beda, berarti bahwa setiap saraf tepi terbuat oleh serat beberapa radiks
segmental yang ada di dekatnya (Schreiber et al., 2020).
c. Rangkaian saraf tepi sensorik
rangkaian saraf tepi sensoris ada pada jalur sensoris pada reseptor di
kulit hingga ganglion spinalis. Impuls yang dimulai pada reseptor di otot,
kulit, organ, dan sendi akan disebar pada pusat lewat saraf tepi, saraf
spinalis, pleksus, radiks posterior lalu akan terbentuk ganglion spinalis ada
pada foramen intervertebralis, lalu akan ke dalam medula spinalis yang akan
diteruskan pada otak. Saat saraf sampai pada ganglion spinalis, serat akan
membagi menjadi beberapa kelompok menurut fungsi khususnya. Serta
beberapa bagian dari impuls yang turun dari otot, fascia, sendi dan jaringan
lain yang akan sampai pada tingkat kesadaran, impul akan banyak
mengkontrol langsung kegiatan motorik yang dibutuhkan seperti berfungsi
pada jalan dan berdiri (Dewi et al., 2014).
d. Rangkaian saraf tepi motorik
Rangkaian saraf tepi motorik ada pada jalur motor neuron yang
berada pada kornu anterior medula spinalis. Neuron-neuron yang salurkan
impuls motorik dimulai pada medula spinalis menuju sel otot skeletal yang
bernama lower motor neuron. lower motor neuron dan aksonnya yang
bernama final common pathway impuls motorik. lower motor neuron
memiliki 2 jenis yaitu alfa motorneuron (memiliki ukuran besar serta
mengulurkan aksonnya yang tebal menuju serabut otot ekstrafusal) serta
gamma motorneuron (memiliki ukuran kecil, aksonnya halus dan mensarafi
otot intrafusal). Pada setiap motorneuron mengulurkan hanya pada satu
akson yang memiliki ujung bercabang-cabang hingga pada akson bisa
terhubung oleh sejumlah serabut otot. hambatan gerakan yang di miliki
tugas oleh interneuron (sel Renshaw) (Shen, 2022).
Pada sebagian otot memiliki sinap itu terkenal sebagai motor end
plate, sinap tersebut adalah penyambung antar neuron dan otot, dan pada
satu serabut otot hanya punya satu motor end plate. Pada ujung terminal
pada akson memiliki kandungan mitokondria serta gelembung-gelembung
sinaptik yang memiliki kandungan asetilkolin. Pengeluaran asetilkolin lewat
membran presinaptik yang terjadi pada potensial aksi tiba pada membran
tersebut. Melepasnya asetilkolin berakibat pada depolarisasi di membran
postsinaptik. Hubungan antara asetilkolin dengan reseptor nya akan
membuahkan modifikasi pada konduktans serta membran 15 postsinaptik,
akan mempermudah permeabilitas pada ion natrium dan kalium (Isaacs,
2013).
Ion-ion ini akan menuju kanal yang dilepas oleh hubungan reseptor
asetil kolin dan mengakibatkn depolarisasi oleh motor end plate, maka dari
itu pelepasan potensial aksi membuat serabut otot berkontraksi. Aksi
asetilkolin di membran postsinaptik dimulai dengan sangat cepat.
Pemberhentian kegiatan akan dikerjakan oleh enzim asetilkolinesterase yang
terbelah molekul menjadi 2 bagian kolin dan asetat (Meutia et al., 2021)
(Mahadewa, 2013).

Gambar 2.1 Neuron (Mahadewa, 2013)

2. SARAF PADA EKSTREMITAS SUPERIOR


a. Saraf Medianus
Nervus ini terletak pada terowongan karpal di pergelangan tangan,
adalah pada bagian pergelangan yang memiliki dinding di bentuk oleh tulang
dengan atap nya ialah ligamen pada tangan. pada beberapa tendon yang ada
pada cabang nervus medianus akan melalui terowongan yang dari lengan
bawah ke telapak tangan beserta jari. Pada tendon pergelangan tangan
mengalami pembengkakan atau 16 adanya penebalan ligamen maka
terowongan yang ada di bawah nya akan mengecil dan akan menyebabkan
penjepitan saraf pada medianus. Dikarenakan adanya penambahan tekanan
pada terowongan ini maka bisa mengurangi saluran darah menuju saraf
(Basuki, 2017).
Gambar 2.2 Saraf medianus (Salawati & Syahrul, 2014)

b. Saraf Ulnaris
Saraf ini bercabang C8 danT1 yang memiliki akar korda medial plaxus
brachialis pada sepanjang dinding lateral aksila. Saraf ini akan melewati
lengan proksimal, lalu akan menuju posteromedial yang sejajar dengan arteri
brachialis lalu akan berjalan dianta coracobrachialis dan otot trisep. Pada
sepertiga lengan nervus ini akan sejajar dengan arteri kolateral, ulnaris
superior akan menuju posterior untuk melewati pada aspek anterior caput
medial otot trisep. Saraf ini akan berjalan menuju permukaan posterior
septum intermuskular medial humerus, untuk mencapai siku (Gao & Yuan,
2021).
Lalu akan melintasi daerah siko yang di batasi oleh medial anterior
dari epikondilus medial humerus, saraf ini lalu akan memasuki fossa cubiti
17 dengan melewati ligamen arkuata yang menghubungkan kepala ulnaris
dan otot humerus otot fleksor carpi ulnaris. Saraf ini kemudian akan
melewati kepala otot fleksor carpi ulnaris dan berjalan jauh menuju
aponeurosis pronator fleksor dalam, kemudian akan berjalan melalui lengan
bawah diantara otot fleksor carpi ulnaris dan fleksor digitorum profundus
lalu akan bercabang menuju fleksor digitorum profundus dari jari kelingking
dan jari manis (Munir, 2015).
Gambar 2.3 Saraf ulnaris (Earp et al., 2014)

c. Saraf radialis
Saraf radial ini merupakan saraf terbesar pada ekstremitas superior
yang merupakan cabang yang berasal dari posterior serat yang berakar pada
C5 –T1. Saraf radial ini melewati otot latisimus dorsi lalu menuju arteri
aksilaris, lalu akan melewati interval segitiga yang merupakan batas inferior
dari otot trisep antara kepala lateral dan medial. Kemudian saraf ini akan
bercabang menjadi 2 yaitu cabang sensorik- saraf kutaneus posterior lengan
dan saraf 18 kutaneus lateral inferior lengan. Lalu jalur ini akan menembus
lateral septum intermuskular, lalu akan memasuki kompartemen anterior
antara brachialis dan bracioradialis, lalu sekitar 12 cm proksimal epikondilus
lateral. Tempat ini merupakan tempat yang sering terjadinya neuropraxia
yang dikernakan fraktur pada humerus (Umay et al., 2021).
Pada distal akan melewati anterior ke arah lateral humerus pada
condylus, pada siku saraf radial memiliki cabang ke brachioradialis,
ekstensor carpi radialis longus dan anconeus, ekstensor karpi radialis brevis.
Pada siku saraf ini akan terbagi menjadi cabang superfisial dan dalam.
Cabang superfisial adalah bagian untuk sensorik yang berjalan di bawah otot
brachiradialis pada sisi radial lengan bawah , pada sepertiga tengah lengan
bawah, saraf dekat dan lateral dari arteri radial, sementara lebih distal
membelok darinya. Pada lengan bawah distal muncul di bawah tendon
brachioradialis sekitar 9 cm proksimal styloid radial dan berjalan secara
superfisial di bawah kulit (Khodulev et al., 2014).
Pada tingkat styloid radial itu terbagi menjadi dua atau tiga cabang
sensorik yang mempersarafi kulit dua pertiga proksimal tiga setengah jari
lateral, serta dorsum tangan. Saraf interoseus posterior adalah cabang dalam
dari saraf radial, Saraf ini berjalan di antara dua kepala otot supinator, yang
mempersarafinya dan kemudian memasuki lengan bawah dan sebagai
pemasok sebagian besar lengan bawah dan ekstensor tangan (Adcock et al.,
2021).
Bagian paling proksimal otot supinator membentuk arkade Frohse,
lengkung fibrosa, adalah tempat umum terjadinya kompresi saraf. Pada
ujung distal otot supinator saraf interoseus posterior terbagi menjadi dua
cabang: 19 cabang medial yang mempersarafi ekstensor karpi ulnaris,
ekstensor digitorum communis serta ekstensor digiti quinti; dan cabang luar
mempersarafi ekstensor indicis proprius, ekstensor pollicis longus, abductor
pollicis longus, dan ekstensor pollicis brevis (Bumbasirevic et al., 2016).

Gambar 2. 4 Saraf Radialis (Cheah, Etcheson & Yao, 2016)


d. Saraf musculocutaneus
Saraf ini mempersarafi pada otot anterior lengan yaitu,
coracobrachialis, bicep brachii, dan brachialis. Saraf ini juga berperan dalam
persarafan kulit lengan bawah lateral. Saraf muskulokutaneus merupakan
saraf yang paling dapat mengiidentifikasi dari pleksus brakialis. Saat melihat
aksila, saraf muskulokutaneus dapat melihat bercabang dari korda lateral
dan masuk langsung menuju permukaan dalam otot coracobrachialis. Saraf
memasuki coracobrachialis rata-rata 5,6 cm dari asal otot pada prosesus
coracoid skapula. Kemudian dapat terlihat keluar pada permukaan anterior
20 coracobrachialis lalu berjalanan ke inferior dalam kompartemen anterior
(Vineyard et al., 2020).
Sepanjang bagian lengan ini, saraf ditemukan pada bisep brachii dan
superfisial ke brakialis, dan memberikan cabang motorik ke otot-otot ini di
sepanjang jalan. Menggunakan proses akromion sebagai asal, titik cabang
saraf motorik untuk bisep brachii dan brachialis ditemukan terjadi pada
jarak rata-rata 13,0 cm dan 17,5 cm di sepanjang perjalanan saraf
muskulokutaneus, masing-masing (Gorman et al., 2015).
Setelah melepaskan semua serat motoriknya, batang utama berlanjut
ke bawah. Berada atas sendi siku, saraf muskulokutaneus kemudian keluar
dari ruang antara otot biceps brachii dan brachialis tepat pada sebelah
lateral tendon biseps brachii dan pada bagian ini dianggap sebagai saraf
kutaneus antebrachial lateral (Desai SS 2021).
Gambar 2. 5 Susunan Saraf (Mahadewa, 2013)

D. NEUROPATI PERIFER
1. Definisi
Neuropati perifer adalah adanya gangguan atau rusaknya sistem saraf perifer
dan memiliki peran sebagai penghantar informasi dari otak dan sumsum tulang
belakang ke seluruh tubhu begitupun sebaliknya. Kerusakan yang terjadi pada
neuropati perifer meliputi berbagai macam bentuk serta penyebabnya. Definisi
umum untuk neuropati perifer adalah segala tipe penyakit yang ada kaitanya
dengan sistem saraf parifer (Barrell & Smith, 2018).
2. Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko terjadinya gangguan neuropati perifer :
a. Lama waktu kerja
Menurut undang udang nomor 22 tahun 2009 menyatakan bahwa
pengemudi seharusnya memiliki jam kerja sekitar 8 jam perhari pada
kendaraan umun dan berkendara sekitar 4 jam dengan istirahat minimal
setengah jam sehari dan waktu paling lama selama 12 jam, namun pada
kenyataanya pengemudi biasanya akan melakukan pekerjaan yang terus
menerus mungkin dengan istirahat yang minimal, hal ini cenderung
menyebabkan kelelahan, beberapa penyakit, dan bahkan kecelakaan. Pada
pengendara juga melakukan gerakan yang berulang secara berlebihan akan
menyebabkan penjepitan saraf dan menjadikan pengendara terkena 22
neuropati perifer, hal ini juga di perparah dengan lamanya jam kerja dan
target yang harus didapat pada saat mengemudi (Dorothy et al., 2019).
b. Diabetes mellitus
Diabetes melitus merupakan kelainan mtebolik di sebabkan oleh
banyak faktor ialah menurunya kadar insulin atau tidak bisanya tubuh dalam
menggunakan insulin dengan baik, pada 60% orang dengan diabetes baik
tipe 1 ataupun 2 akan beresiko terkena neuropati perifer namun resiko akan
semakin naik jika terjadi pada pre-diabetes yaitu oleh pasien yang kesulitan
meninjau kadar gulannya (Cole & Florez, 2018).
Pada diabetes biasanya akan mengalami hiperglikemia yang biasanya
di sebabkan oleh resistensi insulin yang terjadi dengan atau tanpa adanya
defisiensi insilin yang dapat menyebab kan disfungsi pada organ salah
satunya adalah saraf perifer yang dapat menyebabkan kerusakan sehingga
meyebabkan neuropati perifer (Agashe & Petak, 2018).
c. Usia
Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya neuropati perifer
adalah usia dimana hal ini akan mempengaruhi keparahan dari kondisi
neuropati perifer. Hal ini terjadi karena semakin usia bertambah maka tubuh
akan mengalami penurunan kemampuan untuk meredam radikal bebas,
peningkatan aktivitas radikal bebas akan menyebabkan disfungsi pada
endotel sehingga menyebabkan 23 mikroangiopati atau adanya kerusakan
kecil pada pembuluh darah hal ini merupakan penyebab dari neuropati
perifer (Putri et al., 2020).
d. Merokok
Merokok adalah satu faktor yang kemungkinan akan menyebabkan
neuropati perifer karena merokok biasanya kan menyebabkan pembuluh
darah menjadi aterosklerosis, akibat dari adanya ini akan menyebabkan
tekanan sistolik pada saraf yang berada di dekatnya. Jika hal ini terus
menerus terjadi pada penekanan saraf akan menyebabkan terjepitnya saraf.
Serta akan menyebabkan kerusakan di pembuluh darah, adalah salah satu
penyebab neuropati perifer (Watson & Dyck, 2015).
e. Paparan vibrasi
Paparan vibrasi juga menimbulkan gangguan pada sistem saraf
sensori yang menetap pada bangian tubuh yang terkena, pada pemeriksaan
elektroneurografi bisa menjadi acuan yang dilakukan untuk menentukan
atau deteksi dini adanya gangguan neuroapti perifer akibat adanya paparan
vibrasi (Rina A et al., 2011).
Paparan ini menyebabkan disfungsi neural karena ketidak
seimbangan otonom dan disfungsi resptor dan pada ujung saraf
menimbulkan general neural loss pada saraf perivaskular kutaneus yang
memiliki kandungan calcitonin gene-related peptide (CGRP) (Dimanti et al.,
2011)
3. Patofisiologi
Saraf memiliki serabut serabut yang diklasifikasikan dalam kemanpuan
induksinya pada saraf tepi cabangnya disusun oleh beberapa bagian terpisah
yang disebut dengan fasikulus. Saraf juga diselubungi dengan selubung myelin
yang pada kurang dari setengah saraf. Namun cabangnya yang tak bermyelin
akan melewati pada permukaan sel-sel Schwann. Pada setiap sel Schwann
dilapisi oleh jaringan serabut-serabut kolagen retikular, yang disebut dengan
endoneurium. Lalu pada setiap fascikel dilapisi oleh epithelium, yaitu
perineurium. Semua fascikel dilapisi oleh epineurium yang menyelubungi saraf
individual. Secara umum arteri regional mentransfer saraf serta percabangan
longitudinal yang beranastomosis secara otonom dalam epinerium, maka dari
itu sarafsaraf tersebut dapat diletakkan secara luas mulai pada pangkalnya
tanpa meningalkan risiko pada aliran darahnya. Pada beberapa kasus juga
gangguan neuropati perifer ini di sebabkan oleh kurangnya suplai darah pada
saraf. Respon saraf terhadap cidera yang di alami akan meliputi bagian sel yang
ada di medula spinalis dan ganglion, yang memiliki peran penting ialah sel
schwan, makrofag serta sel-sel inflamasi (Mahadewa, 2013).
Akibat terjadinya neuropati perifer yang dialami pengemudi diantaranya
adalah nyeri yang diakibatkan kerusakan atau lesi pada jaringan direspon oleh
nosiseptor dengan menyebarkan segala mediator 25 yakni bradikinin,
prostagladin, histamin dan sebagainya. Sehingga zat tersebut menyebabkan
munculnya nyeri secara sepontan (Dimanti et al., 2011).
Pada kejadian neuropati juga mengakibatkan perubahan pada wallerian yang
terjadi degenerasi myelin akibat kerusakan akson, degerasi akson juga terjadi
pada bagian luar hingga kerusakan fookal dan akan merusak kontiunitas akson,
kejadian ini terbentuk pada mononeuropati fokal akibat kerusakan (Prasetya,
Khotib & Susilo, 2015).
Perubahan akson dan wallerian yang perubahanya lambat dikarenakan
proses yang lama dari regenerasi akson, disamping itu juga mengembalikan
ikatan dengan serabut otot, organ sensorik dan pembuluh darah akan
mengakibatkan kelemahan otot, kesemutan, gangguan sensibilitas dan sensitif
terhadap sentuhan, beberapa penderita lain akan mengalami gejala yang
berlebihan seperti rasa terbakar terutama pada petang hari. Hal ini akan
menyebabkan penurunan performa pada pengemudi dalam melakukan
pekerjaan yang dilakukan, serta kemungkinan akan menganggu kulitas hidup
(Angkouw, Kawatu & Maddusa, 2018).
4. Manifestasi
Gangguan neuropati perifer memberikan dampak pada tubuh salah satunya
adalah adanya penurunan sensori pada bagian tubuh yang terkena (Suyanto,
2017). beberapa gejala lain yang sering terjadi pada penderita neuropati perifer
diantaranya adalah nyeri seperti ditusuk jarum, rasa terbakar, rasa seperti
tersengat listrik, mati rasa, gatal, kesemutan. 26 Beberapa kemungkinan juga
mengalami kerusakan pada saraf sensorik dan motorik, pada saraf sensorik akan
mengalami nyeri yang hebat, tanpa nyeri, rada kebas, juga hal lazim yang muncul
dan biasanya akan muncul lebih dini, pada saraf motorik yang terjadi adalah
kelemahan otot, atropi hingga deformitas. Adapun kerusakan pada saraf otonom
menyebabkan kulit menjadi kering, pecah-pecah hingga kapalan (Putri &
Hasneli, 2020).
5. Klasifikasi
Klasifikasi neuropati perifer bedasarkan beberapa kategori diantarannya :
a. Berdasarkan jumlahnya
1) Mononeuropati
Merupakan jenis neuropati yang tunggal atau cidera saraf yang
terjadi hanya pada satu saraf tepi saja, dan kondisi yang paling sering
terjadi adalah carpal tunnel syndrome(CTS) yang disebabkan oleh
banyak faktor seperti trauma, atau saraf tertekan terlalu lama. Tanda
tanda yang sering terjadi adalah mati rasa, panas dan nyeri pada jari
tangan biasanya akan menyebar ke tangan, pada malam hari juga kerap
muncul sensasi kebas pada malam hari. pada CTS ini biasanya akan
terjadi kelumpuhan pada saraf ulnaria yang berada pada siku dan
menjalar pada jari ke 4 dan 5, kelumpuhan pada saraf radial. Selain itu
saraf ini menyebabkan efek samping yang cukup berat pada saraf
motorik dan sensorik yang menyebabkan pengendalian pergerkan otot
27 yang berlebihan dan respon sensasi rasa seperti panas, dingin dan
sakit yang berlebihan (Chaudhry et al., 2018).
2) Polineuropati
Polineuropati adalah gangguan saraf yang menyerang pada
beberapa saraf secara bersamaan, umumnya penderita poli neuropati
ini banyak di derita pada penderita diabetes neuropati yang akan
menyebabkan kehilangan sensari rasa pada tangan maupun kaki. Jika
kadar gula darah pada tubuh tidak terkontrol biasanya gangguan
neuropati yang di rasakan juga semakin parah dan jika sudah
menghilangnya sensasi rasa pada bagian tersebut maka penderita bisa
mengakibatkan luka yang tidak disadari dan juga jika luka makin parah
akan menyebabkan gangrene (Hanewinckel et al., 2016).
b. Berdasarkan Sarafnya
1) Saraf radialis
Saraf ini terletak pada bagian posterior pada arteri axilaris, lalu
yang membentang pada proksimal lengan atas lalu menuju kepala
anterior trisep. Cidera pada saraf ini biasanya akan di bagi menjadi 2
bagian yaitu lesi atau dan lesi bawah yang bisanya akan menyebabkan
akibat yang berbeda seperti pada bagian atas biasanya akan
menyebabkan paralisis pada otot-otot ekstensor dan menyebakan
melemahnya tangan, lalu pada bagian bawah akan menyebabkan
beberapa gejala seperti kekakuan pada jari jari serta gangguan pada 28
MCP, serta adanya kelemahan pada ibu jari yang akan mengalami
kesusahan dalam gerakan abduksi (Wu et al., 2021).
2) Saraf ulnaris
Kejadian pada saraf ini biasanya di sebakan adanya trauma pada
bagian epikondilus humerus medialis sehingga menyebabkan paralisis
pada bagian otot fleksor digitorum profundus. Kerusakan pada bagian
ini juga bisa menyebar pada bagian pergelangan tangan yang bisa
menyebabkan deformitas. Pada otot-otot hipotenar dan interosseous
akan terlihat mengalami atropi jika di bandingkan pada sisi yang sehat.
Serta pada bagian ibu jari akan terlihat melemahnya otot adduksi dan
abduksi pada bagian jari yang lemah (Callaghan et al., 2016).
3) Saraf medianus
Cidera pada saraf medianus biasanya di sebabkan oleh adanya
trauma pada suprakondilaris humeris atau adanya trauma pada ujung
radialis yang terletak pada bagian pergelangan tangan. lesi ini
menyebabkan mati rasa pada bagain jari ke 3 sisi radial dan adanya
kesulitan pada abduksi ibu jari. Dan jika keluhan ini sudah lama maka
akan menjadi atropi pada otot-otot tenar (Huang et al., 2020).

E. PENGEMUDI
1. Definisi
Menurut kamus besar bahasa indonesis (KBBI) supir ialah pengemudi atau
pada bahasa inggris di sebut dengan driver yaitu orang yang mengendarai
kendaraan bermotor, atau kendaraan yang tidak bermotor sperti dokar, dan
becak yang disebut dengan tukang becak. Dalam mengemudikan kendaraan
pengemudi di haruskan untuk mentaati tatatertib pada lalulintas agar terhindar
dari marabahaya, selain itu pengemudi khususnya pada pengemudi bermotor
biasanya akan di lengkapi dengan Surat Izin Mengemudi (SIM) (Windafasa et al.,
2011).
2. Lama Kerja pengemudi
Menurut Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan
angkutan jalan berisi bahwa lama kerja pengemudi kendaraan bermotor umun
memmiliki waktu paling lama 8 jam sehari. Pada pasal juga di sebutkan waktu
istirahat yaitu selama waktu 8 jam kerja sehari memiliki ketentuan bahwa
setelah 4 jam terus menerus berkendara maka harus beristirahat semlama
setengah jam. Pada kejadian tertentu pengemudi biasanya bisa memiliki wkatu
kerja terlama adalah 12 jam sehari dengan waktu jeda selama 1 jam. Setelah
adanya pemaparan hal tersebut dapat di simpulkan bahwa pengemudi memiliki
waktu kerja yang telah di tentukan.
3. Posisi kerja pengemudi
Pengemudi biasanya akan duduk dalam ruang kecil dengan keadaan yang
sama pada jangka waktu lama. berdasarkan gambar 2.1 tampak bahwa lengan
atas akan membentuk sudut sekitar 450 – 900 ke arah fleksi dan lengan bawah
akan membentuk sudut sekitar 600 – 1000 ke arah ekstensi serta pergelangan
tangan akan membentuk sudut sekitar > 150 supinasi, pada bagian leher
mebentuk sudut sekitar 100 – 200 fleksi dan tubuh akan membentuk sudut 00 –
200 fleksi (Ekawati, 2012). Berdasarkan analisis tersebut postur yang terjadi
pada pengemudi bus dapat memicu gangguan otot rangka, serta kemungkinan
lain yang memicu tidak nyamanya pengemudi dalan bekerja seperti kursi
pengemudi yang terbilang cukup sempit dan adanya beberapa kekurangan
seperti sandaran yang biasanya tidak diatur dan busa di kepala yang rusak dan
berbagai contoh lain yang menimbulkan gangguan pada tubuh (Firdaus, 2018).
Gambar 2.6 posisi duduk pengemudi (Firdaus, 2018)

Pada posisi ini pengemudi seperti yang di jelaskan di atas biasanya akan
menyebabkan beberapa gangguan seperti adanya gangguan muskuloskeletal,
gangguan neuromuskular, gangguan pernafasan, gangguan THT serta gangguan
kardiovaskular. Hal tersebut terjadi karena adanya kontraksi otot berlebihan serta
pada jangka waktu lama dan masa pemulihan tak cukup serta adanya gangguan
aliran darah yang yang terganggu. Fenomena ini terjadi karena adanya tekanan
antara ruas tulang belakang yang meningkat dan jika dibiarkan pada posisi
tersebut akan menyebabkan gangguan muskuloskeletal (spasme) dan akan
berdampak pada gangguan neuromuskular (neuropati). Dalam pekerjaan ini juga
akan menyebabkan gangguan mental dan fisik pada saat mengemudi karena
lingkungan pada tempat kerja yang mempengaruhinya (Firdaus, 2018).

F. PEMERIKSAAN NYERI NEUROPATI (DOULEUR NEUROPATI 4 QUESIONER)


1. Pengertian
Douleur Neuropathique 4 quesioner (DN4) merupakan salah satu skrining
nyeri neuropati yang memiliki 2 cara dengan wawancara dan pemeriksaan
disfungsi sensoris. Alat skrining ini pertama kali di kembangkan di prancis, yang
di buat oleh Neuropathic pain group , dan sudah memiliki versi bahasa inggis
dan versi indonesia yang telah di uji validitas dan reabilitas oleh dan memiliki
hasil sebesar 0,70 – 0,92 dan nilai reabilitas alpha crobah 0,86. DN4 ini lebih
mudah dilakukan dan menggunakan alat bantu 32 sederhana, yang bisa
menunjukan 7 item gejala seperti terbakar, nyeri dingin, sengatan listrik,
kesemutan, dan gatal (Rantung, 2019).
2. Tujuan
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui nyeri yang diraskan pada
pasien, rasa nyeri yang di rasakan dengan menggunakan beberapa alat dan tes
yang dilakukan. Pada pemeriksaan ini juga untuk membedakan nyeri yang
dirasakan pada pasien yaitu nyeri neuropati atau nyeri nosiseptif (Lestari et al.,
2013).
3. Mekanisme
DN4 adalah kuisioner yang menggabungkan wawancara dengan 3 item
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan yang mudah untuk dilakukan dengan alat
yang sederhana juga. Pada pemeriksaan ini memiliki nilai 4 atau lebih yang
menunjukan nyeri neuropati yang di rasakan.
Pemeriksaan ini menggunakan sekali pengukuran, dengan cara kerja :
a. Wawancara pasien mengenai nyeri yang dirasakan pada bagian ekstremitas
superior
b. Mengukur rasa raba menggunakan kuas halus.
c. Mengukur penurunan rasa nyeri dengan menggunakan jarum pentul.
d. Meminta pasien untuk menunjukan kapan mulai merasakan ketajaman
yang jelas pada saat pemeriksaan.

Penilaian pada kuisioner ini dikategorikan menjadi 2 yaitu, ya = 1 dan tidak = 2


lalu kemudian akan di total dari jawaban responden yang di kategorikan menjadi 2
jenis yaitu, 0 – 3 berati nyeri nosiseptif dan ≥ 4 berati nyeri neuropati (Santana et al.,
2016).

Anda mungkin juga menyukai