Diajukan untuk memenuhi salah satu mata kuliah ilmu biomedik dasar
Dosen : Istianah, S.Kep., Ners, M.Kep
KELOMPOK 3
1. Ai Rohimah NPM_A422044
2. Adha Juniadi R NPM_A422048
3. Anisah NPM_A422045
4. Arie Setiawan NPM_A422057
5. Aripin Ginanjar NPM_A422052
6. Fery Ferdiansyah NPM_A422062
7. Iis Siti Hajar NPM_A422055
8. Lia S NPM_A422061
9. Moch Anggi Chaerul R NPM_A422041
10. Widdy Bagea M NPM_A422059
11. Zeri Budi Kasih NPM_A422058
b. Saraf Ulnaris
Saraf ini bercabang C8 danT1 yang memiliki akar korda medial plaxus
brachialis pada sepanjang dinding lateral aksila. Saraf ini akan melewati
lengan proksimal, lalu akan menuju posteromedial yang sejajar dengan arteri
brachialis lalu akan berjalan dianta coracobrachialis dan otot trisep. Pada
sepertiga lengan nervus ini akan sejajar dengan arteri kolateral, ulnaris
superior akan menuju posterior untuk melewati pada aspek anterior caput
medial otot trisep. Saraf ini akan berjalan menuju permukaan posterior
septum intermuskular medial humerus, untuk mencapai siku (Gao & Yuan,
2021).
Lalu akan melintasi daerah siko yang di batasi oleh medial anterior
dari epikondilus medial humerus, saraf ini lalu akan memasuki fossa cubiti
17 dengan melewati ligamen arkuata yang menghubungkan kepala ulnaris
dan otot humerus otot fleksor carpi ulnaris. Saraf ini kemudian akan
melewati kepala otot fleksor carpi ulnaris dan berjalan jauh menuju
aponeurosis pronator fleksor dalam, kemudian akan berjalan melalui lengan
bawah diantara otot fleksor carpi ulnaris dan fleksor digitorum profundus
lalu akan bercabang menuju fleksor digitorum profundus dari jari kelingking
dan jari manis (Munir, 2015).
Gambar 2.3 Saraf ulnaris (Earp et al., 2014)
c. Saraf radialis
Saraf radial ini merupakan saraf terbesar pada ekstremitas superior
yang merupakan cabang yang berasal dari posterior serat yang berakar pada
C5 –T1. Saraf radial ini melewati otot latisimus dorsi lalu menuju arteri
aksilaris, lalu akan melewati interval segitiga yang merupakan batas inferior
dari otot trisep antara kepala lateral dan medial. Kemudian saraf ini akan
bercabang menjadi 2 yaitu cabang sensorik- saraf kutaneus posterior lengan
dan saraf 18 kutaneus lateral inferior lengan. Lalu jalur ini akan menembus
lateral septum intermuskular, lalu akan memasuki kompartemen anterior
antara brachialis dan bracioradialis, lalu sekitar 12 cm proksimal epikondilus
lateral. Tempat ini merupakan tempat yang sering terjadinya neuropraxia
yang dikernakan fraktur pada humerus (Umay et al., 2021).
Pada distal akan melewati anterior ke arah lateral humerus pada
condylus, pada siku saraf radial memiliki cabang ke brachioradialis,
ekstensor carpi radialis longus dan anconeus, ekstensor karpi radialis brevis.
Pada siku saraf ini akan terbagi menjadi cabang superfisial dan dalam.
Cabang superfisial adalah bagian untuk sensorik yang berjalan di bawah otot
brachiradialis pada sisi radial lengan bawah , pada sepertiga tengah lengan
bawah, saraf dekat dan lateral dari arteri radial, sementara lebih distal
membelok darinya. Pada lengan bawah distal muncul di bawah tendon
brachioradialis sekitar 9 cm proksimal styloid radial dan berjalan secara
superfisial di bawah kulit (Khodulev et al., 2014).
Pada tingkat styloid radial itu terbagi menjadi dua atau tiga cabang
sensorik yang mempersarafi kulit dua pertiga proksimal tiga setengah jari
lateral, serta dorsum tangan. Saraf interoseus posterior adalah cabang dalam
dari saraf radial, Saraf ini berjalan di antara dua kepala otot supinator, yang
mempersarafinya dan kemudian memasuki lengan bawah dan sebagai
pemasok sebagian besar lengan bawah dan ekstensor tangan (Adcock et al.,
2021).
Bagian paling proksimal otot supinator membentuk arkade Frohse,
lengkung fibrosa, adalah tempat umum terjadinya kompresi saraf. Pada
ujung distal otot supinator saraf interoseus posterior terbagi menjadi dua
cabang: 19 cabang medial yang mempersarafi ekstensor karpi ulnaris,
ekstensor digitorum communis serta ekstensor digiti quinti; dan cabang luar
mempersarafi ekstensor indicis proprius, ekstensor pollicis longus, abductor
pollicis longus, dan ekstensor pollicis brevis (Bumbasirevic et al., 2016).
D. NEUROPATI PERIFER
1. Definisi
Neuropati perifer adalah adanya gangguan atau rusaknya sistem saraf perifer
dan memiliki peran sebagai penghantar informasi dari otak dan sumsum tulang
belakang ke seluruh tubhu begitupun sebaliknya. Kerusakan yang terjadi pada
neuropati perifer meliputi berbagai macam bentuk serta penyebabnya. Definisi
umum untuk neuropati perifer adalah segala tipe penyakit yang ada kaitanya
dengan sistem saraf parifer (Barrell & Smith, 2018).
2. Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko terjadinya gangguan neuropati perifer :
a. Lama waktu kerja
Menurut undang udang nomor 22 tahun 2009 menyatakan bahwa
pengemudi seharusnya memiliki jam kerja sekitar 8 jam perhari pada
kendaraan umun dan berkendara sekitar 4 jam dengan istirahat minimal
setengah jam sehari dan waktu paling lama selama 12 jam, namun pada
kenyataanya pengemudi biasanya akan melakukan pekerjaan yang terus
menerus mungkin dengan istirahat yang minimal, hal ini cenderung
menyebabkan kelelahan, beberapa penyakit, dan bahkan kecelakaan. Pada
pengendara juga melakukan gerakan yang berulang secara berlebihan akan
menyebabkan penjepitan saraf dan menjadikan pengendara terkena 22
neuropati perifer, hal ini juga di perparah dengan lamanya jam kerja dan
target yang harus didapat pada saat mengemudi (Dorothy et al., 2019).
b. Diabetes mellitus
Diabetes melitus merupakan kelainan mtebolik di sebabkan oleh
banyak faktor ialah menurunya kadar insulin atau tidak bisanya tubuh dalam
menggunakan insulin dengan baik, pada 60% orang dengan diabetes baik
tipe 1 ataupun 2 akan beresiko terkena neuropati perifer namun resiko akan
semakin naik jika terjadi pada pre-diabetes yaitu oleh pasien yang kesulitan
meninjau kadar gulannya (Cole & Florez, 2018).
Pada diabetes biasanya akan mengalami hiperglikemia yang biasanya
di sebabkan oleh resistensi insulin yang terjadi dengan atau tanpa adanya
defisiensi insilin yang dapat menyebab kan disfungsi pada organ salah
satunya adalah saraf perifer yang dapat menyebabkan kerusakan sehingga
meyebabkan neuropati perifer (Agashe & Petak, 2018).
c. Usia
Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya neuropati perifer
adalah usia dimana hal ini akan mempengaruhi keparahan dari kondisi
neuropati perifer. Hal ini terjadi karena semakin usia bertambah maka tubuh
akan mengalami penurunan kemampuan untuk meredam radikal bebas,
peningkatan aktivitas radikal bebas akan menyebabkan disfungsi pada
endotel sehingga menyebabkan 23 mikroangiopati atau adanya kerusakan
kecil pada pembuluh darah hal ini merupakan penyebab dari neuropati
perifer (Putri et al., 2020).
d. Merokok
Merokok adalah satu faktor yang kemungkinan akan menyebabkan
neuropati perifer karena merokok biasanya kan menyebabkan pembuluh
darah menjadi aterosklerosis, akibat dari adanya ini akan menyebabkan
tekanan sistolik pada saraf yang berada di dekatnya. Jika hal ini terus
menerus terjadi pada penekanan saraf akan menyebabkan terjepitnya saraf.
Serta akan menyebabkan kerusakan di pembuluh darah, adalah salah satu
penyebab neuropati perifer (Watson & Dyck, 2015).
e. Paparan vibrasi
Paparan vibrasi juga menimbulkan gangguan pada sistem saraf
sensori yang menetap pada bangian tubuh yang terkena, pada pemeriksaan
elektroneurografi bisa menjadi acuan yang dilakukan untuk menentukan
atau deteksi dini adanya gangguan neuroapti perifer akibat adanya paparan
vibrasi (Rina A et al., 2011).
Paparan ini menyebabkan disfungsi neural karena ketidak
seimbangan otonom dan disfungsi resptor dan pada ujung saraf
menimbulkan general neural loss pada saraf perivaskular kutaneus yang
memiliki kandungan calcitonin gene-related peptide (CGRP) (Dimanti et al.,
2011)
3. Patofisiologi
Saraf memiliki serabut serabut yang diklasifikasikan dalam kemanpuan
induksinya pada saraf tepi cabangnya disusun oleh beberapa bagian terpisah
yang disebut dengan fasikulus. Saraf juga diselubungi dengan selubung myelin
yang pada kurang dari setengah saraf. Namun cabangnya yang tak bermyelin
akan melewati pada permukaan sel-sel Schwann. Pada setiap sel Schwann
dilapisi oleh jaringan serabut-serabut kolagen retikular, yang disebut dengan
endoneurium. Lalu pada setiap fascikel dilapisi oleh epithelium, yaitu
perineurium. Semua fascikel dilapisi oleh epineurium yang menyelubungi saraf
individual. Secara umum arteri regional mentransfer saraf serta percabangan
longitudinal yang beranastomosis secara otonom dalam epinerium, maka dari
itu sarafsaraf tersebut dapat diletakkan secara luas mulai pada pangkalnya
tanpa meningalkan risiko pada aliran darahnya. Pada beberapa kasus juga
gangguan neuropati perifer ini di sebabkan oleh kurangnya suplai darah pada
saraf. Respon saraf terhadap cidera yang di alami akan meliputi bagian sel yang
ada di medula spinalis dan ganglion, yang memiliki peran penting ialah sel
schwan, makrofag serta sel-sel inflamasi (Mahadewa, 2013).
Akibat terjadinya neuropati perifer yang dialami pengemudi diantaranya
adalah nyeri yang diakibatkan kerusakan atau lesi pada jaringan direspon oleh
nosiseptor dengan menyebarkan segala mediator 25 yakni bradikinin,
prostagladin, histamin dan sebagainya. Sehingga zat tersebut menyebabkan
munculnya nyeri secara sepontan (Dimanti et al., 2011).
Pada kejadian neuropati juga mengakibatkan perubahan pada wallerian yang
terjadi degenerasi myelin akibat kerusakan akson, degerasi akson juga terjadi
pada bagian luar hingga kerusakan fookal dan akan merusak kontiunitas akson,
kejadian ini terbentuk pada mononeuropati fokal akibat kerusakan (Prasetya,
Khotib & Susilo, 2015).
Perubahan akson dan wallerian yang perubahanya lambat dikarenakan
proses yang lama dari regenerasi akson, disamping itu juga mengembalikan
ikatan dengan serabut otot, organ sensorik dan pembuluh darah akan
mengakibatkan kelemahan otot, kesemutan, gangguan sensibilitas dan sensitif
terhadap sentuhan, beberapa penderita lain akan mengalami gejala yang
berlebihan seperti rasa terbakar terutama pada petang hari. Hal ini akan
menyebabkan penurunan performa pada pengemudi dalam melakukan
pekerjaan yang dilakukan, serta kemungkinan akan menganggu kulitas hidup
(Angkouw, Kawatu & Maddusa, 2018).
4. Manifestasi
Gangguan neuropati perifer memberikan dampak pada tubuh salah satunya
adalah adanya penurunan sensori pada bagian tubuh yang terkena (Suyanto,
2017). beberapa gejala lain yang sering terjadi pada penderita neuropati perifer
diantaranya adalah nyeri seperti ditusuk jarum, rasa terbakar, rasa seperti
tersengat listrik, mati rasa, gatal, kesemutan. 26 Beberapa kemungkinan juga
mengalami kerusakan pada saraf sensorik dan motorik, pada saraf sensorik akan
mengalami nyeri yang hebat, tanpa nyeri, rada kebas, juga hal lazim yang muncul
dan biasanya akan muncul lebih dini, pada saraf motorik yang terjadi adalah
kelemahan otot, atropi hingga deformitas. Adapun kerusakan pada saraf otonom
menyebabkan kulit menjadi kering, pecah-pecah hingga kapalan (Putri &
Hasneli, 2020).
5. Klasifikasi
Klasifikasi neuropati perifer bedasarkan beberapa kategori diantarannya :
a. Berdasarkan jumlahnya
1) Mononeuropati
Merupakan jenis neuropati yang tunggal atau cidera saraf yang
terjadi hanya pada satu saraf tepi saja, dan kondisi yang paling sering
terjadi adalah carpal tunnel syndrome(CTS) yang disebabkan oleh
banyak faktor seperti trauma, atau saraf tertekan terlalu lama. Tanda
tanda yang sering terjadi adalah mati rasa, panas dan nyeri pada jari
tangan biasanya akan menyebar ke tangan, pada malam hari juga kerap
muncul sensasi kebas pada malam hari. pada CTS ini biasanya akan
terjadi kelumpuhan pada saraf ulnaria yang berada pada siku dan
menjalar pada jari ke 4 dan 5, kelumpuhan pada saraf radial. Selain itu
saraf ini menyebabkan efek samping yang cukup berat pada saraf
motorik dan sensorik yang menyebabkan pengendalian pergerkan otot
27 yang berlebihan dan respon sensasi rasa seperti panas, dingin dan
sakit yang berlebihan (Chaudhry et al., 2018).
2) Polineuropati
Polineuropati adalah gangguan saraf yang menyerang pada
beberapa saraf secara bersamaan, umumnya penderita poli neuropati
ini banyak di derita pada penderita diabetes neuropati yang akan
menyebabkan kehilangan sensari rasa pada tangan maupun kaki. Jika
kadar gula darah pada tubuh tidak terkontrol biasanya gangguan
neuropati yang di rasakan juga semakin parah dan jika sudah
menghilangnya sensasi rasa pada bagian tersebut maka penderita bisa
mengakibatkan luka yang tidak disadari dan juga jika luka makin parah
akan menyebabkan gangrene (Hanewinckel et al., 2016).
b. Berdasarkan Sarafnya
1) Saraf radialis
Saraf ini terletak pada bagian posterior pada arteri axilaris, lalu
yang membentang pada proksimal lengan atas lalu menuju kepala
anterior trisep. Cidera pada saraf ini biasanya akan di bagi menjadi 2
bagian yaitu lesi atau dan lesi bawah yang bisanya akan menyebabkan
akibat yang berbeda seperti pada bagian atas biasanya akan
menyebabkan paralisis pada otot-otot ekstensor dan menyebakan
melemahnya tangan, lalu pada bagian bawah akan menyebabkan
beberapa gejala seperti kekakuan pada jari jari serta gangguan pada 28
MCP, serta adanya kelemahan pada ibu jari yang akan mengalami
kesusahan dalam gerakan abduksi (Wu et al., 2021).
2) Saraf ulnaris
Kejadian pada saraf ini biasanya di sebakan adanya trauma pada
bagian epikondilus humerus medialis sehingga menyebabkan paralisis
pada bagian otot fleksor digitorum profundus. Kerusakan pada bagian
ini juga bisa menyebar pada bagian pergelangan tangan yang bisa
menyebabkan deformitas. Pada otot-otot hipotenar dan interosseous
akan terlihat mengalami atropi jika di bandingkan pada sisi yang sehat.
Serta pada bagian ibu jari akan terlihat melemahnya otot adduksi dan
abduksi pada bagian jari yang lemah (Callaghan et al., 2016).
3) Saraf medianus
Cidera pada saraf medianus biasanya di sebabkan oleh adanya
trauma pada suprakondilaris humeris atau adanya trauma pada ujung
radialis yang terletak pada bagian pergelangan tangan. lesi ini
menyebabkan mati rasa pada bagain jari ke 3 sisi radial dan adanya
kesulitan pada abduksi ibu jari. Dan jika keluhan ini sudah lama maka
akan menjadi atropi pada otot-otot tenar (Huang et al., 2020).
E. PENGEMUDI
1. Definisi
Menurut kamus besar bahasa indonesis (KBBI) supir ialah pengemudi atau
pada bahasa inggris di sebut dengan driver yaitu orang yang mengendarai
kendaraan bermotor, atau kendaraan yang tidak bermotor sperti dokar, dan
becak yang disebut dengan tukang becak. Dalam mengemudikan kendaraan
pengemudi di haruskan untuk mentaati tatatertib pada lalulintas agar terhindar
dari marabahaya, selain itu pengemudi khususnya pada pengemudi bermotor
biasanya akan di lengkapi dengan Surat Izin Mengemudi (SIM) (Windafasa et al.,
2011).
2. Lama Kerja pengemudi
Menurut Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan
angkutan jalan berisi bahwa lama kerja pengemudi kendaraan bermotor umun
memmiliki waktu paling lama 8 jam sehari. Pada pasal juga di sebutkan waktu
istirahat yaitu selama waktu 8 jam kerja sehari memiliki ketentuan bahwa
setelah 4 jam terus menerus berkendara maka harus beristirahat semlama
setengah jam. Pada kejadian tertentu pengemudi biasanya bisa memiliki wkatu
kerja terlama adalah 12 jam sehari dengan waktu jeda selama 1 jam. Setelah
adanya pemaparan hal tersebut dapat di simpulkan bahwa pengemudi memiliki
waktu kerja yang telah di tentukan.
3. Posisi kerja pengemudi
Pengemudi biasanya akan duduk dalam ruang kecil dengan keadaan yang
sama pada jangka waktu lama. berdasarkan gambar 2.1 tampak bahwa lengan
atas akan membentuk sudut sekitar 450 – 900 ke arah fleksi dan lengan bawah
akan membentuk sudut sekitar 600 – 1000 ke arah ekstensi serta pergelangan
tangan akan membentuk sudut sekitar > 150 supinasi, pada bagian leher
mebentuk sudut sekitar 100 – 200 fleksi dan tubuh akan membentuk sudut 00 –
200 fleksi (Ekawati, 2012). Berdasarkan analisis tersebut postur yang terjadi
pada pengemudi bus dapat memicu gangguan otot rangka, serta kemungkinan
lain yang memicu tidak nyamanya pengemudi dalan bekerja seperti kursi
pengemudi yang terbilang cukup sempit dan adanya beberapa kekurangan
seperti sandaran yang biasanya tidak diatur dan busa di kepala yang rusak dan
berbagai contoh lain yang menimbulkan gangguan pada tubuh (Firdaus, 2018).
Gambar 2.6 posisi duduk pengemudi (Firdaus, 2018)
Pada posisi ini pengemudi seperti yang di jelaskan di atas biasanya akan
menyebabkan beberapa gangguan seperti adanya gangguan muskuloskeletal,
gangguan neuromuskular, gangguan pernafasan, gangguan THT serta gangguan
kardiovaskular. Hal tersebut terjadi karena adanya kontraksi otot berlebihan serta
pada jangka waktu lama dan masa pemulihan tak cukup serta adanya gangguan
aliran darah yang yang terganggu. Fenomena ini terjadi karena adanya tekanan
antara ruas tulang belakang yang meningkat dan jika dibiarkan pada posisi
tersebut akan menyebabkan gangguan muskuloskeletal (spasme) dan akan
berdampak pada gangguan neuromuskular (neuropati). Dalam pekerjaan ini juga
akan menyebabkan gangguan mental dan fisik pada saat mengemudi karena
lingkungan pada tempat kerja yang mempengaruhinya (Firdaus, 2018).