OLEH :
NI KADEK YEYEN OKTAVIANI
Saraf spinal merupakan 31 pasang saraf spinal yang berawal dari korda melalui
radiks dorsal (posterior) dan ventral (anterior). Saraf spinal adalah saraf gabungan
motorik dan sensorik, membawa informasi ke korda melalui neuron aferen dan
meninggalkan melalui eferen. Saraf spinal diberi nama dan angka sesuai dengan
regia kolumna vertebra tempat munculnya saraf tersebut pada gambar di bawah ini
b. Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak maupun dari
sumsum tulang belakang dan menuju organ yang bersangkutan. Dalam sistem ini
terdapat beberapa jalur dan masing-masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks
dan juga membentuk ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal ganglion
disebut urat saraf pra ganglion dan yang berada pada ujung ganglion disebut urat saraf
post ganglion. Sistem saraf otonom dapat dibagi atas sistem saraf simpatik dan sistem
saraf parasimpatik. Perbedaan struktur antara saraf simpatik dan parasimpatik terletak
pada posisi ganglion. Saraf simpatik mempunyai ganglion yang terletak di sepanjang
tulang belakang menempel pada sumsum tulang belakang sehingga mempunyai urat
praganglion pendek, sedangkan saraf parasimpatik mempunyai urat pra ganglion yang
panjang karena ganglion menempel pada organ yang dibantu. Fungsi sistem saraf
simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan (antagonis). Sistem saraf parasimpatik
terdiri dari keseluruhan "nervus vagus" bersama cabang-cabangnya ditambah dengan
beberapa saraf otak lain dan saraf sumsum sambung.
b. Sel glia adalah sel penunjang tambahan pada SSP yang berfungsi sebagai jaringan
ikat, selain itu juga berfungsi mengisolasi neuron, menyediakan kerangka yang
mendukung jaringan, membantu memelihara lingkungan interseluler, dan bertindak
sebagai fagosit. Jaringan pada tubuh mengandung kira-kira 1 milyar neuroglia, atau
sel glia, yang secara kasar dapat diperkirakan 5 kali dari jumlah neuron (Feriyawati,
2018). Sel glia lebih kecil dari neuron dan keduanya mempertahankan kemapuan
untuk membelah, kemampuan tersebut hilang pada banyak neuron. Secara bersama-
sama, neuroglia bertanggung jawab secara kasar pada setengah dari volume sistem
saraf. Adapun macam-macam Sel Glia adalah sebagai berikut.
- Astrosit/ Astroglia: berfungsi sebagai sel pemberi makan bagi sel saraf.
- Oligodendrosit/ Oligodendrolia: sel glia yang bertanggung jawab menghasilkan
mielin dalam susunan saraf pusat. Sel ini mempunyai lapisan dengan substansi
lemak mengelilingi penonjolan atau sepanjang sel saraf sehingga terbentuk
selubung mielin. Mielin pada susunan saraf tepi dibentuk oleh sel Schwann. Sel ini
membentuk mielin maupun neurolemma saraf tepi. Mielin menghalangi ion
natrium dan kalium melintasi membran neuronal dengan hampir sempurna.
Serabut saraf ada yang bermielin ada yang tidak. Transmisi impuls saraf
disepanjang serabut bermielin lebih cepat daripada serabut yang tak bermielin,
karena impuls berjalan dengan cara meloncat dari nodus ke nodus yang lain
disepanjang selubung mielin. Peran dari mielin ini sangatlah penting, oleh sebab
itu pada beberapa orang yang selubung mielinnya mengalami peradangan ataupun
kerusakan seperti pada pasien GBS maka akan kehilangan kemampuan untuk
mengontrol otot-ototnya sehingga terjadi kelumpuhan pada otot-otot tersebut.
- Mikroglia: sel glia yang mempunyai sifat fagosit dalam menghilangkan sel-sel otak
yang mati, bakteri dan lain-lain. Sel jenis ini ditemukan diseluruh SSP dan
dianggap penting dalam proses melawan infeksi.
- Sel ependimal: sel glia yang berperan dalam produksi cairan cerebrospinal.
c. Jenis/ Macam/ Klasifikasi
Menurut Brunner & Suddarth (2014) terdapat beberapa jenis klasifikasi nyeri, yaitu:
1. Nyeri akut didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung beberapa detik hingga enam
bulan. Secara fisiologis pada nyeri akut akan terjadi perubahan denyut jantung, frekuensi
nafas, tekanan darah, aliran darah perifer, tegangan otot, keringat pada telapak tangan,
dan perubahan ukuran pupil (Brunner & Suddarth, 2014).
2. Nyeri kronik adalah nyeri konstan yang menetap sepanjang satu periode waktu. Nyeri
kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dan sering sulit untuk diobati
karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan
pada penyebabnya. Nyeri kronis sering didefenisikan sebagai nyeri yang berlangsung
selama enam bulan atau lebih (Brunner & Suddarth, 2014).
3. Nyeri nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh rangsangan kimia, mekanik
dan suhu yang menyebabkan aktifasi maupun sensitisasi pada nosiseptor perifer (saraf
yang bertanggung jawab terhadap rangsang nyeri). Nyeri nosiseptif biasanya
memberikan respon terhadap analgesik opioid atau non opioid (Putra & Janasuta, 2017).
4. Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat kerusakan neural pada saraf
perifer maupun pada sistem saraf pusat yang meliputi jalur saraf aferen sentral dan
perifer, biasanya digambarkan dengan rasa terbakar dan menusuk. Pasien yang
mengalami nyeri neuropatik sering memberi respon yang kurang baik terhadap analgesik
opioid (Putra & Janasuta, 2017).
d. Jenis Gangguan Kebutuhan Dasar
1. Nyeri Akut
Merupakan pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau yang digambarkan sebagai kerusakan,
awitan yang tiba-tiba atau lambat dengan intensitas ringan hingga berat, dengan
berakhirnya dapat diantisipasi atau diprediksi, dan dengan durasi kurang dari 3 bulan.
Kondisi ini berhubungan dengan agen cedera biologis, agen cedera kimiawi, dan agen
cedera fisik. Tanda dan gejalanya perubahan selera makan, perilaku distraksi, perilaku
ekspresif, eskpresi wajah nyeri, sikap tubuh melindungi, dan putus asa ( Maskoet, 2018).
2. Nyeri Kronis
Merupakan pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau yang digambarkan sebagai kerusakan,
awitan yang tiba-tiba atau lambat dengan intensitas ringan hingga berat, dengan
berakhirnya dapat diantisipasi atau diprediksi, dan dengan durasi lebih dari 3 bulan.
Kondisi ini berhubungan dengan gangguan musculoskeletal kronis, kontusio, cedera
tabrakan, gangguan sistem saraf, fraktur, dan gangguan genetik ( Halimn, 2017).
3. Fraktur
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur
terjadi akibat trauma, beberapa fraktur terjadi secara sekunder akibat proses penyakit
seperti osteoporosis yang menyebabkan fraktur-fraktur yang patologis. Penyebab fraktur
adalah trauma, yang dibagi atas trauma langsung, trauma tidak langsung, dan trauma
ringan. Fraktur dibagi berdasarkan dengan kontak dunia luar, yaitu meliput fraktur
tertutup dan terbuka. Fraktur tertutup adalah fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit
masih utuh, tulang tidak keluar melalui kulit. Fraktur terbuka adalah fraktur yang
merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur
terbuka sangat berpotensi menjadi infeksi. Fraktur terbuka dibagi lagi menjadi tiga
grade, yaitu Grade I, II, dan III. Grade I adalah robekan kulit dengan kerusakan kulit dan
otot. Grade II seperti grade 1 dengan memar kulit dan otot. Grade III luka sebesar 6-8 cm
dengan kerusakan pembuluh darah, syaraf, kulit dan otot (Asrizal, 2014).
4. Cedera Kepala
Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala yang disebabkan serangan/benturan
fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran, bukan bersifat
kongenital ataupun degeneratif dan dapat menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif
dan fungsi fisik. Trauma kepala/cedera kepala merupakan trauma yang mengenai
tengkorak yang menyebabkan kerusakan otak mulai dari ringan sampai berat (Krisanty,
2016).
e. Pengkajian dan Pemeriksaan Penunjang Kebutuhan Dasar
Pengkajian keperawatan adalah tahap pertama dalam proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sitematis dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengkajian keperawatan ditunjukan
pada respon klien terhadap masalah kesehatan yang berhubungan dengan kebutuhan dasar
manusia. Adapun hal-hal yang harus dikaji dalam pengkajian yaitu:
a) Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, agama,
suku/bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, sumber informasi,
diagnosis medis, penanggung jawab, dan hubungan penanggung jawab.
b) Status Kesehatan
Meliputi kesadaran, tekanan darah, frekuensi nafas, frekuensi nadi dan temperature,
c) Keluhan utama (saat MRS dan saat ini)
Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan oleh pasien saat masuk rumah sakit
dan saat ini.
d) Alasan masuk Rumah Sakit dan perjalanan Penyakit saat ini
Meliputi pemaparan alasan yang mendasari pasien masuk ke rumah sakit dan proses
perjalanan penyakit yang dialami pasien saat ini.
e) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Meliputi pemaparan upaya-upaya yang telah dilakukan pasien dalam mengatasi keluhan
yang dirasakan akibat penyakit yang dialami.
f) Status kesehatan masa lalu
a. Penyakit yang pernah dialami (yang berkaitan dengan nyeri)
b. Riwayat pernah dirawat
Meliputi rincian riwayat dirumah sakit akibat penyakit yang berkaitan dengan
masalah utama atau berkaitan dengan nyeri.
c. Riwayat alergi
Meliputi riwayat alergi yang dimiliki pasien hingga saat ini
d. Riwayat transfusi
Meliputi riwayat transfusi yang pernah dilakukan oleh pasien hingga saat ini.
e. Kebiasaan-kebiasaan pasien meliputi merokok, minum kopi, penggunaan alkohol dan
lain-lain yang berkaitan dengan kanker rektum seperti diet rendah serat dan
sebagainya.
g) Riwayat penyakit keluaarga, meliputi adanya keluarga yang memiliki riwayat penyakit
yang sama dengan yang dialami pasien.
h) Genogram keluarga pasien selama 3 generasi (jika diperlukan)
i) Riwayat lingkungan
Meliputi lingkungan yang dapat mempengaruhi keluhan yang dialami pasien (khusunya
terkait nyeri)
j) Pengkajian Kebutuhan Dasar Manusia
Meliputi oksigenasi, cairan, nutrisi, eliminasi, aktivitas, tidur dan istirahat, rasa nyaman:
nyeri, rasa aman; bahaya/cidera, suhu tubuh, personal hygine, berkomunikasi,
beribadah/spiritual, belajar dan bekerja serta bermain dan hiburan. Pada bagian ini
berfokus pada kebutuhan dasar manusia bagian rasa nyaman: nyeri. Karena nyeri
merupakan pengalaman subyektif dan dirasakan secara berbeda-beda pada masing-
masing individu maka perlu juga dilakukan pengkajian terkait faktor-faktor yang
mempengaruhi nyeri seperti faktor fisiologis, psikologis, perilaku, emosianal dan sosial
kultural. Pengkajian nyeri terdiri dari dua komponen utama yakni riwayat nyeri untuk
mendapatkan data pasien dan bservasi langsung pada respon perilaku dan fisiologis
pasien. Adapun pengkajian nyeri yang dapat dilakukan yaitu dengan menanyakan:
P : Provoking atau pemicu, yaitu faktor yang memicu timbulnya nyeri
Q : Quality atau kualitas nyeri (mis. tumpul, tajam, dll)
R : Region atau daerah, yaitu daerah nyeri atau daerah perjalanan nyeri (jika nyeri
menyebar)
S : Severity atau keparahan, yaitu intensitas keparahan nyeri
T : Time atau waktu, yaitu durasi atau lamanya nyeri
k) Diagnosis Medis dan therapy
Meliputi diagnosis medis pasien dan terapi-terapi yang sudah diberikan pada pasien
hingga saat ini.
l) Pemeriksaan Penunjang
Meliputi data-data yang menunjang penyakit pada pasien, seperti data laboratorium yang
berhubungan, pemeriksaan radiologi, hasil kondultasi ataupun pemeriksaan penunjang
lainnya. Pada pemeriksaan penunjang ditulis tanggal pemeriksaan, jenis pemeriksaan,
hasil dan satuanya.
f. Diagnosis Keperawatan Gangguan Kebutuhan Dasar
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon klien terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual
maupun potensial (PPNI, 2017). Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan dasar rasa nyaman: nyeri menurut NANDA
yaitu:
a. Nyeri akut b/d agen cedera biologis, agen cedera kirimawi, agen cedera fisik
b. Hambatan rasa nyaman b/d kurang kontrol situasi, kurang privasi, sumberdaya tidak
adekuat, kurang pengendalian lingkungan, stimulasi lingkungan yang menganggu
c. Defisiensi pengetahuan b/d kurang informasi, kurang minat untuk belajar, kurang
sumber pengetahuan, keterangan yang salah dari orang lain
g. Nursing Care Plan
Diagnosa Tujuan Tindakan
No. Rasional
Keperawatan Keperawatan Keperawatan
1 Nyeri akut b/d Setelah NIC Label: NIC Label:
agen cedera dilakukan asuhan Manajemen Manajemen
biologis, agen keperawatan Nyeri Nyeri
cedera selama .... x 24 1. Lakukan 1. Pengkajian
kirimawi, jam, diharapkan pengkajian dilakukan
agen cedera nyeri yang nyeri secara untuk
fisik dialami pasien komprehensif mengetahui
dapat diatasi termasuk sejauh mana
dengan kriteria lokasi, nyeri yang
hasil: karakteristik, dirasakan
NOC Label: durasi, oleh klien.
Kontrol Nyeri frekuensi,
1. Mampu kualitas dan
mengenali faktor 2. Komunikasi
penyebab presipitasi. terapeutik
dan kapan 2. Gunakan dilakukan
nyeri terjadi strategi untuk
2. Mampu komunikasi menegakkan
menggunaka terapeutik hubungan
n tindakan untuk terapeutik
pencegahan mengetahui antara
3. Mampu pengalaman perawat dan
menggunaka nyeri dan pasien,
n teknik sampaikan sehingga
nonfarmakol penerimaan perawat
ogis untuk pasien dapat
mengurangi terhadap mengidentifi
nyeri nyeri. kasi
4. Melaporkan pengalaman
bahwa nyeri nyeri yang
berkurang 3. Kendalikan dirasakan
dengan faktor pasien.
menggunaka lingkungan 3. Untuk
n yang dapat mengurangi
managemen memengaruhi atau
nyeri respon pasien menghilangk
terhadap an rasa sakit
NOC Label: ketidaknyama dan tidak
Kontrol Nyeri nan. nyaman yang
1. Mampu 4. Ajarkan dirasakan
mengenali penggunaan oleh pasien.
nyeri (skala, teknik 4. Teknik
intensitas, nonfarmakolo relaksasi
frekuensi gi seperti dapat
dan tanda teknik menurunkan
nyeri) relaksasi nyeri dengan
2. Mampu nafas dalam. merilekskan
beristirahat ketegangan
dengan otot yang
nyaman menunjang
nyeri.
Teknik
relaksasi
terdiri atas
5. Dorong nafas
pasien untuk abdomen
memonitor dengan
dan frekuensi
menangani lambat,
nyerinya berirama.
dengan tepat. Pasien dapat
memejamka
6. Evaluasi n matanya
keefektifan dan bernafas
dari dengan
pemberian perlahan dan
tindakan nyaman.
selama 5. Pasien dapat
Pengkajian melakukan
nyeri relaksasi
dilakukan. nafas dalam
pada saat
dalam
7. Monitor
kondisi nyeri
kepuasan
secara
pasien
mandiri.
terhadap
6. Mengkaji
manajemen bagaimana
nyeri dalam efektivitas
interval yang penggunaan
spesifik. teknik
relaksasi
nafas dalam
terhadap
nyeri yang
NIC Label: dirasakan
Pemberian pasien
Analgesik 7. Sebagai
1. Cek perintah bahan
pengobatan evaluasi
melalui obat, dalam
dosis, dan pemberian
frekuensi obat intervensi
analgesic selanjutnya.
yang Sehingga
diresepkan nantinya
2. Cek adanya perat dapat
riawayat menentukan
alergi obat dan
memberikan
3. Tentukan intervensi
pilihan obat dengan baik
analgesik
berdasarkan NIC Label:
tipe dan Pemberian
keparahan Analgesik
nyeri. 1. Untuk
menghindar
i terjadinya
4. Dokumentasi
kesalahan
respon
dalam
terhadap
pemberian
analgesik dan
obat.
efek
sampingnya 2. Bertujuan
untuk
mencegah
terjadinya
reaksi alergi
obat pada
pasien.
3. Menentukan
jenis obat
yang sesuai
dengan
keparahan
nyeri pasien
agar lebih
efektif
dalam
mengatasi
nyeri
pasien.
4. Mengetahui
respon
pasien
setelah
diberikan
analgesik
2 Hambatan
rasa nyaman
b/d kurang
kontrol
situasi,
kurang
privasi,
sumberdaya
tidak adekuat,
kurang
pengendalian
lingkungan,
stimulasi
lingkungan
yang
menganggu
3 Defisiensi
pengetahuan
b/d kurang
informasi,
kurang minat
untuk belajar,
kurang
sumber
pengetahuan,
keterangan
yang salah
dari orang
lain
h. Intervensi Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Hari dan No.
Jam Implementasi
Tanggal Diagnosa
NIC Label: Manajemen Nyeri
1. Melakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi.
2. Melakukan komunikasi terapeutik
pada pasien untuk mengetahui
pengalaman nyeri dan penerimaan
pasien terhadap nyeri.
3. Mengendalikan faktor lingkungan
yang dapat memengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan.
4. Mengajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologi seperti teknik
relaksasi nafas dalam.
5. Mendorong pasien untuk
memonitor dan menangani
nyerinya dengan tepat.
6. Mengevaluasi keefektifan dari
pemberian tindakan selama
Pengkajian nyeri dilakukan.
7. Memonitor kepuasan pasien
terhadap manajemen nyeri dalam
interval yang spesifik.
Potter, P., A., & Perry, A., G. (2012). Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Edisi 4,
Volume 2. EGC.
Syaifuddin, H. (2011). Anatomi fisiologi: Kurikulum berbasis kompetensi untuk
keperawatan dan kebidanan (4th ed.). EGC.
Wathon,.A. 2016. Neurosains Dalam Pendidikan. https://media.neliti.com/media/publications/
177272-ID-neurosains-dalampendidikan.pdf
DAFTAR ISI
Studi Komparasi Gaya Kepemimpinan Antara Rumah Sakit Swasta dan Pemerintah
(Diwa Agus Sudrajat, Rahmi Rahmawati) ............................................................................ 1-6
Efektivitas Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) terhadap Kualitas Tidur
pada Pasien Post Operasi: Literature Review
(Dian Anggraini, Auliya Safinatunnajah) ............................................................................. 7-14
Pengaruh Cognitive Behavior Therapy (CBT) pada Peningkatan Harga Diri Remaja :
Literature Review
(Lia Juniarni, Wini Hadiyani, Nina Marlina, Sandra R. Nurrandi, Tri Desi Anggita) .... 32-38
Studi Literatur : Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Harga Diri Rendah pada Remaja
(Efri Widianti, Lia Ramadanti, Karwati, Chandra Kirana K., Anjani Mumtazhas,
Aprilia Aulia Ardianti, Nimas Safitri Ati, Nurhalimah Tri Handayani,
Hanifah Hasanah) .................................................................................................................... 39-47
Pengaruh Life Review Therapy terhadap Depresi pada Pasien Gagal Ginjal Kronik dengan
Hemodialisis
(Trio Gustin Rahayu)............................................................................................................... 48-53
Survei Kepadatan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti pada Penampungan Air dalam Rumah dan
Implikasinya terhadap Keperawatan Komunitas
(Khotafiatun, Sugiharto, Wiwiek Natalya) ............................................................................ 74-79
Abstrak
Latar belakang : Pembedahan merupakan tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau
menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani dan selanjutnya bisa menyebabkan reaksi fisiologis maupun psikologis.
Salah satu reaksi fisiologis dari pembedahan adalah gangguan tidur akibat nyeri dan cemas yang dirasakan karena
berkurangnya pengaruh anastesi, lingkungan yang berubah, dan ketakutan terhadap perubahan kesehatannya. Terapi
SEFT dapat mengatasi gangguan tidur karena terapi SEFT berfokus dengan kalimat doa sehingga tubuh akan
mengalami relaksasi dan menyebabkan menjadi tenang, selain untuk penyembuhan baik fisik maupun emosi, juga dapat
digunakan untuk meningkatkan prestasi dan kedamaian hati. Tujuan : untuk mengetahui gambaran penatalaksanaan
terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) terhadap kualitas tidur pada pasien post operasi. Metode :
Strategi pencarian dilakukan melalui Google Scholar. Metode penelitian yang digunakan yaitu literature review dengan
jumlah tujuh artikel. Hasil penelitian : menunjukkan bahwa terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)
efektif dalam meningkatkan kualitas tidur pada pasien post operasi. Kesimpulan : pada penelitian ini adalah dengan
mengetahui adanya keefektifan terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) terhadap kualitas tidur pada
pasien post operasi diharapkan praktisi dapat menjadikan terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) dapat
diaplikasikan dalam mengatasi gangguan tidur sebagai bentuk layanan khusus di rumah sakit.
Kata kunci: Kualitas tidur, pos operasi, SEFT
Abstract
Background : Surgery is a medical procedure that uses an invasive method by opening or exposing the part of the body
to be treated which can then cause physiological or psychological reactions. One of the physiological reactions to
surgery is sleep disturbance due to pain and anxiety which is felt due to reduced influence of anesthesia, changing
environment, and fear of changes in his health. SEFT therapy can overcome sleep disorders because SEFT therapy
focuses on prayer sentences so that the body will experience relaxation and cause calm, in addition to healing both
physically and emotionally, it can also be used to increase achievement and inner peace. Objective : aims to describe
the management of SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) therapy on sleep quality in postoperative patients.
Methode : The search strategy is carried out through Google Scholar. The research method used is a literature review
with a total of seven articles. Results showed that Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) therapy was effective
in improving sleep quality in postoperative patients. Conclusion : effectiveness of Spiritual Emotional Freedom
Technique (SEFT) therapy on sleep quality in postoperative patients, it is hoped that practitioners can make Spiritual
Emotional Freedom Technique (SEFT) therapy applicable in overcoming sleep disorders as a form of special services
in hospitals
7
Jurnal Keperawatan Komprehensif Vol. 7 No.1, Januari 2021: 7-14
8
Efektivitas Terapi SEFT terhadap Kualitas Tidur Pasien Post Operasi (Dian Anggraini)
Pernafasan menjadi teratur, denyut jantung “Pengaruh Terapi SEFT terhadap Pemenuhan
menjadi teratur dan stabil akan melancarkan Kualitas Tidur Pasca Operasi” menunjukkan
sirkulasi darah yang mengalir kedalam tubuh bahwa kualitas tidur pasien meningkat setelah
dan mereka benar-benar berada dalam diberikan SEFT dengan p-value <0,001.
keadaan yang luar biasa rileks, dan ketika Berdasarkan penelitian Pujiati (2019) tentang
seseorang dalam keadaan rileks maka akan “Pengaruh SEFT terhadap Penurunan Tingkat
mudah untuk memulai tidur. Keunggulan Insomnia pada ODHA” menunjukkan bahwa
terapi SEFT diantaranya yaitu dapat sebelum diberikan SEFT terdapat gangguan
memperbaiki kondisi pikiran, emosi dan istirahat tidur pada kategori sedang sebanyak
perilaku melalui tiga tahapan SEFT, tidak 52,9%, setelah diberikan terapi SEFT berubah
menimbulkan efek samping, lebih murah, menjadi 41,2%. Dari data hasil penelitian-
lebih mudah, lebih aman, lebih cepat dan penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa
lebih sederhana dan dapat dilakukan oleh terapi SEFT ini mempunyai pengaruh yang
siapapun, bersifat universal, artinya dapat signifikan terhadap gangguan tidur sehingga
digunakan berdasarkan latar belakang penulis tertarik membuat literature review
keyakinan pasien. Keyakinan dan doa’a yang tentang efektifitas terapi Spiritual Emotional
dipanjatkan sangat berpengaruh bagi Freedom Technique (SEFT) terhadap kualitas
kesembuhan (Vangsapalo, 2010; Zainuddin, tidur pasien post operasi untuk mengevaluasi
2009). permasalahan yang dikaji dan mencocokkan-
Kelemahan terapi ini adalah memerlukan nya dengan teori yang ada.
keyakinan, fokus dan kehkusyukkan yang
tinggi dimana pasien yang tidak bisa METODE LITERATURE REVIEW
melakukan itu maka terapi ini tidak dapat Penelitian ini merupakan tinjauan sistematis
berhasil secara optimal (Zainuddin, 2010). terhadap literature (hasil penelitian
Berdasarkan penelitian Pronowo (2018) sebelumnya) untuk mengevaluasi respon
tentang “Pengaruh Spiritual Emotional subjektif setelah diaplikasikannya terapi
Freedom Technique terhadap Kualitas Tidur Spiritual Emotional Freedom Technique
Pasien Hipertensi” menunjukkan bahwa (SEFT) terhadap kualitas tidur pasien post
kelompok SEFT sebelum diberikan perlakuan operasi.
81,2% memiliki tingkat kualitas tidur kurang
baik, setelah diberikan perlakuan 75,0% HASIL ANALISIS
memiliki tingkat kualitas tidur agak baik. Dari hasil pencarian yang dilakukan melalui
Hasil penelitian sebelumnya dari Bakara Google Scholar, sebanyak 171 jurnal
(2012) tentang “Pengaruh Spiritual Emotional diperoleh dengan menggunakan kombinasi
Freedom Technique (SEFT) terhadap kata kunci Terapi Spiritual Emotional
penurunan tingkat gejala depresi, kecemasan, Freedom Technique dan Kualitas Tidur.
dan stress pada pasien sindrom koroner akut Jurnal publish kurang dari tahun 2019. Lalu
(AKA) Non Percutenous Coronary sebanyak 86 jurnal diperoleh dengan
Intervention (PCI) menunjukkan bahwa ada menggunakan kombinasi kata kunci Terapi
pengaruh intervensi SEFT terhadap Spiritual Emotional Freedom Technique
penurunan tingkat depresi, kecemasan, dan (SEFT) dan Insomnia jurnal publish kurang
stress pada pasien secara bermakna. Hasil dari 2019. Sehingga total hanya ada 7 artikel
penelitian oleh Rajin (2012) yang berjudul yang memenuhi semua kriteria pencarian.
9
Jurnal Keperawatan Komprehensif Vol. 7 No.1, Januari 2021: 7-14
Artikel tersebut publish pada tahun 2012 kontrol tidak ada perbedaan dengan nilai p
sebanyak 2 artikel (Rajin, 2012; Ma’rifah, value 0,188 (p>0,05). Hasil analisis kualitatif
2012), pada tahun 2014 sebanyak 1 artikel pada penelitian ke-6 (Verasari, 2014)
(Verasari, 2014), tahun 2018 sebanyak 3 menunjukkan bahwa terdapat penurunan skor
artikel (Pranowo, 2018; Rosalina, 2018; skala insomnia pada saat sebelum dan
Susilawati, 2018), dan tahun 2019 sebanyak 1 sesudah perlakuan pada kelompok intervensi
artikel (Pujiati, 2019). dibandingkan dengan yang tidak mendapat-
Sebanyak 6 artikel membahas mengenai kan perlakuan. Hasil analisis uji regresi linier
terapi Spiritual Emotional Freedom pada artikel ke-7 (Ma’rifah, 2012)
Technique (SEFT) dapat meningkatkan menunjukan pada kelompok kontrol nilai
kualitas tidur pasien post operasi, dan 1 korelasi sebesar 0,431 dengan nilai R-square
artikel membahas mengenai terapi Spiritual sebesar 18,6%. Sedangkan pada kelompok
Emotional Freedom Technique (SEFT) dapat eksperiment SEFT nilai korelasi sebesar
menurunkan skala nyeri pasien post operasi. 0,874 dengan nilai R-square sebesar 76 %,
Hasil uji statistik one way anova pada Sehingga dapat disimpulkan Therapi SEFT
penelitian ke-1 (Rajin, 2012) menunjukkan mempunyai nilai efektifitas lebih baik dalam
terdapat hasil yang signifikan pada hari menurunkan nyeri pasien post operasi.
pertama dilakukan intervensi SEFT di
dapatkan nilai p value 0,009 (p<0,05) dan
PEMBAHASAN
pada hari ketiga nilai p value 0,000 (p<0,05).
Hasil uji Wilcoxon pada penelitian ke-2 Hasil ulasan ini menunjukkan bahwa terapi
(Pranowo, 2018) diperoleh bahwa terdapat Spiritual Emotional Freedom Tehnique
perbedaan tingkat kualitas tidur yang (SEFT) untuk pasien post operasi maupun
bermakna antara sebelum dan sesudah bukan pasien post operasi, efektif dalam
diberikan perlakuan dengan p value 0,001 meningkatkan kualitas tidur. Hasil penelitian
(p<0,05) atau adanya pengaruh SEFT ini mirip dengan penelitian yang dilakukan
terhadap kualitas tidur pasien. Hasil uji Mann- sebelumnya oleh Rajin (2012) tentang “Terapi
U Whitney pada kelompok eksperimen Spiritual Emotional Freedom Tehnique
diperoleh p value 0,02 (p<0,05). Hasil uji (SEFT) untuk Meningkatkan Kualitas Tidur
statistik t dependen pada penelitian ke-3 Pasien Pasca Operasi di Rumah Sakit” bahwa
(Rosalina, 2018) didapatkan nilai p value terapi SEFT efektif dapat membantu dan
0,000 (p<0,05) menunjukkan bahwa ada memenuhi kualitas tidur pasien post operasi.
perbedaan yang signifikan kualitas tidur Penelitian lain oleh Rosalina (2018) tentang
sebelum dan sesudah diberikan intervensi “Pengaruh Terapi SEFT terhadap Peningkatan
SEFT. Hasil uji Wilcoxon pada penelitian ke- Kualitas Tidur” menemukan bahwa dengan
4 (Susilawati, 2018) menunjukkan bahwa terapi SEFT efektif dalam meningkatkan
terdapat perbedaan kualitas tidur setelah kualitas tidur sebesar 4,75% setelah diberikan
intervensi SEFT dengan p value 0,002 terapi. Selain itu, berdasarkan analisis, teori
(p<0,05). Hasil uji T test pada penelitian ke-5 dan penelitian sebelumnya yang menunjang
(Pujiati, 2019) menunjukkan bahwa ada SEFT dapat dijadikan alternatif pada
pengaruh terapi SEFT terhadap penurunan seseorang yang mengalami gangguan tidur.
tingkat insomnia pre dan post test pada Penatalaksanaan ini bisa dilakukan secara
kelompok intervensi dengan nilai p value mandiri, mudah, efektif dan efisien dalam
0,000 (p<0,05), sedangkan pada kelompok meningkatkan kualitas tidur.
10
Efektivitas Terapi SEFT terhadap Kualitas Tidur Pasien Post Operasi (Dian Anggraini)
11
Jurnal Keperawatan Komprehensif Vol. 7 No.1, Januari 2021: 7-14
Berdasarkan hasil literature review dari 7 Arnata, P. A., & , Rosalina, P. lestari. (2018).
Pengaruh Terapi Spiritual Emotional
artikel ini dapat disimpulkan bahwa terapi
Freedom Technique (SEFT) Terhadap
Spiritual Emotional Freedom Technique Peningkatan Kualitas Tidur pada
(SEFT) terbukti memberikan efek yang positif Lansia di Desa Gondoriyo Kecamatan
untuk meningkatkan kualitas tidur pada Bergas Kabupaten Semarang.
pasien post operasi maupun tidak. Hasilnya Indonesian Journal of Nursing
memberikan bukti yang nyata bahwa terapi Research Vol. 1 No. 1 Mei 2018
Spiritual Emotional Freedom Technique Pengaruh, 1(1), 48–61.
(SEFT) efektif untuk meningkatkan kualitas Bakara, D.M., Ibrahim, K., & Sriati, A.
tidur terhadap pasien post operasi maupun Pengaruh Spiritual Emotional
tidak dibandingkan dengan terapi standar di Freedom Technique (SEFT) terhadap
rumah sakit. Terapi Spiritual Emotional gejala depresi, kecemasan, stres pada
pasien Sindrom Koroner Akut (SKA)
Freedom Technique (SEFT) dapat dilakukan
non Percutaneous Coronary
selama 5 menit sekali setiap harinya oleh intervenstion (PCI). Jurnal
perawat, pasien ataupun keluarga yang sudah Keperawatan Padjajaran. 2013. 1 (1),
ajarkan karena tidak menggunakan biaya, 52-59.
mudah, aman dan tidak ada efek samping. Brunner & Suddarth. (2014). Buku
Dalam literature review ini menggunakan 7 Keperawatan Medikal Bedah edisi 12
artikel yang memenuhi semua kriteria Volume 1. Jakarta: EGC.
pencarian. Pencarian berfokus pada jurnal Dalimartha. (2008). Care Your Self
yang menggunakan terapi Spiritual Emotional Hipertensi. Jakarta: Penebar Plus.
Freedom Technique (SEFT) yang publish Faiz, Z. (2008). Spiritual Emotional
tanggal 29 Januari 2012 sampai dengan 6 Mei Freedom Technique for Healing,
2020. Artikel yang digunakan dalam Succes, Happiness, Greatness. Edisi
pembahasan ini adalah artikel yang Revisi, Afzan Publishing Jakarta.
menggunakan Bahasa Indonesia. Kriteria Ghaddafi, M. (2013). Tatalaksana Insomnia
inklusi untuk pencarian yaitu studi yang Dengan Farmakologi atau Non-
dilakukan pada pasien post operasi dengan Farmakologi. E-Jurnal Universitas
gangguan tidur, intervensi dengan Spiritual Udayana, 1–17.
Emotional Freedom Technique (SEFT) Hidayat, A. A., & Uliyah, M. (2005). Buku
dengan outcome berfokus pada peningkatan Saku Praktikum Kebutuhan Manusia.
kualitas tidur. EGC.
12
Efektivitas Terapi SEFT terhadap Kualitas Tidur Pasien Post Operasi (Dian Anggraini)
13
Jurnal Keperawatan Komprehensif Vol. 7 No.1, Januari 2021: 7-14
14