Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN RASA NYAMAN NYERI

OLEH :
NI KADEK YEYEN OKTAVIANI

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2022
A. Definisi
Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak baik yang mengakibat
kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang biasa digambarkan dalam
bentuk kerusakan. Nyeri juga merupakan suatu sensasi yang memiliki komponen kognitif dan
emosional, yang digambarkan dalam suatu bentuk penderitaan ( Bahrudin, 2017). Nyeri dapat
terjadi antara stimulus cidera jaringan dan pengalaman individu, nyeri terdapat empat proses
yaitu transduksi sebagai penerjemahan stimulus pada jaringan, transmisi sebagai proses
penyaluran impuls ke kornu dorsalis medula spinalis sampai ke otak, modulasi sebagai proses
amplifikasi sinyal neural terkait nyeri dan persepsi merupakan kesadaran dan pengalaman
individu terhadap nyeri ( Latifin,2021 )
B. Anatomi dan fisiologi organ terkait
1. Sistem Saraf
Sistem saraf adalah sistem berupa penghantaran impuls saraf ke susunan saraf pusat,
pemprosesan impuls saraf dan pemberi tanggapan rangsangan. Sistem atau susunan saraf
merupakan salah satu bagian terkecil dari organ dalam tubuh, tetapi merupakan bagian yang
paling kompleks ( Maria, 2021). Susunan saraf manusia mempunyai arus informasi yang
cepat dengan kecepatan pemrosesan yang tinggi dan tergantung pada aktivitas listrik
(impuls saraf) (Bahrudin, 2013). Susunan sistem saraf terbagi secara anatomi yang terdiri
dari saraf pusat (otak dan medula spinalis) dan saraf tepi (saraf kranial dan spinal) dan
secara fisiologi yaitu saraf otonom dan saraf somatik (Bahrudin, 2013)
 Sistem Saraf Pusat yaitu otak (ensefalon) dan medula spinalis, yang merupakan pusat
integrasi dan kontrol seluruh aktifitas tubuh. Bagian fungsional pada susunan saraf pusat
adalah neuron akson sebagai penghubung dan transmisi elektrik antar neuron, serta
dikelilingi oleh sel glia yang menunjang secara mekanik dan metabolik (Bahrudin,
2013).
a. Otak
Otak merupakan organ kecil yang tersimpan didalam batok kepala yang merupakan
pusat sistem syaraf dan berfungsi sebagai pusat kendali dan koordinasi seluruh
aktifitas biologis, fisik, dan sosial dari seluruh tubuh ( Amin, 2018 ). Otak terbagi
menjadi 3 bagian utama yaitu otak besar (cerebrum), otak kecil (cerebellum), dan
batang otak (brainstem) (Wathon, 2016). Otak besar (cerebrum) merupakan bagian
terbesar dari berat otak. Otak besar merupakan pusat aktifitas mental seperti memori
(ingatan), kepandaian (inteligensia), dan juga kesadaran dan pertimbangan, otak kecil
(cerebellum) terletak dibagian belakang kepala, dibawah lobus occipital dekat dengan
ujung leher bagian atas. Ia terhubung ke otak melalui pedunculus cerebri. Cerebellum
bertanggung jawab dalam proses koordinasi dan keseimbangan. Batang otak
(brainstem), posisinya berada didalam tulang tengkorak bagian dasar dan memanjang
sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang. Batang otak tersusun atas
otak tengah, pons, dan medulla. Didalamnya terdapat inti syaraf kranial dan jalan
naik-turunnya pertukaran informasi dari otak, otak kecil, dan tulang belakang. Bagian
otak ini mengatur fungsi dasar kehidupan seperti pernafasan, denyut jantung, suhu
tubuh, proses pencernaan ( Wathno, 2016 ).

b. Sumsung tulang belakang ( medulasi spinilasi )


Sumsum tulang belakang terletak memanjang di dalam rongga tulang belakang, mulai
dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas-ruas tulang pinggang yang kedua. Sumsum
tulang belakang terbagi menjadi dua lapis yaitu lapisan luar berwarna putih (white
area) dan lapisan dalam berwarna kelabu (grey area) (Chamidah, 2016). Lapisan luar
mengandung serabut saraf dan lapisan dalam mengandung badan saraf. Di dalam
sumsum tulang belakang terdapat saraf sensorik, saraf motorik dan saraf penghubung.
Fungsinya adalah sebagai penghantar impuls dari otak dan ke otak serta sebagai pusat
pengatur gerak refleks .

 Sistem saraf tepi


Susunan saraf tepi (SST) yaitu saraf kranial dan saraf spinalis yang merupakan garis
komunikasi antara SSP dan tubuh . SST tersusun dari semua saraf yang membawa pesan
dari dan ke SSP (Bahrudin, 2013).
a. Sistem Saraf Somatik (SSS) Sistem saraf somatik terdiri dari 12 pasang saraf kranial dan
31 pasang sarafspinal. Proses pada saraf somatik dipengaruhi oleh kesadaran.
 Saraf kranial adalah 12 pasang saraf kranial muncul dari berbagai bagian batang otak.
Beberapa dari saraf tersebut hanya tersusun dari serabut sensorik, tetapi sebagian besar
tersusun dari serabut sensorik dan motorik. Kedua 12 saraf dijelaskan pada gambar di
bawah ini

 Saraf spinal merupakan 31 pasang saraf spinal yang berawal dari korda melalui
radiks dorsal (posterior) dan ventral (anterior). Saraf spinal adalah saraf gabungan
motorik dan sensorik, membawa informasi ke korda melalui neuron aferen dan
meninggalkan melalui eferen. Saraf spinal diberi nama dan angka sesuai dengan
regia kolumna vertebra tempat munculnya saraf tersebut pada gambar di bawah ini

b. Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak maupun dari
sumsum tulang belakang dan menuju organ yang bersangkutan. Dalam sistem ini
terdapat beberapa jalur dan masing-masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks
dan juga membentuk ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal ganglion
disebut urat saraf pra ganglion dan yang berada pada ujung ganglion disebut urat saraf
post ganglion. Sistem saraf otonom dapat dibagi atas sistem saraf simpatik dan sistem
saraf parasimpatik. Perbedaan struktur antara saraf simpatik dan parasimpatik terletak
pada posisi ganglion. Saraf simpatik mempunyai ganglion yang terletak di sepanjang
tulang belakang menempel pada sumsum tulang belakang sehingga mempunyai urat
praganglion pendek, sedangkan saraf parasimpatik mempunyai urat pra ganglion yang
panjang karena ganglion menempel pada organ yang dibantu. Fungsi sistem saraf
simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan (antagonis). Sistem saraf parasimpatik
terdiri dari keseluruhan "nervus vagus" bersama cabang-cabangnya ditambah dengan
beberapa saraf otak lain dan saraf sumsum sambung.

 Sel- sel sistem saraf


Sistem saraf pada manusia terdiri dari dua komponen yaitu sel saraf dan sel glial. Sel
saraf berfungsi sebagai alat untuk menghantarkan impuls dari panca indera menuju otak
yang selanjutnya oleh otak akan dikirim ke otot. Sedangkan sel glial berfungsi sebagai
pemberi nutrisi pada neuron
a. Sel Saraf (Neuron) bertanggung jawab untuk proses transfer informasi pada sistem
saraf (Bahrudin, 2013). Sel saraf berfungsi untuk menghantarkan impuls. Setiap satu
neuron terdiri dari tiga bagian utama yaitu badan sel (soma), dendrit dan akson.
Soma berfungsi untuk mengendalikan metabolisme keseluruhan dari neuron
(Nugroho, 2013). Badan sel (soma) mengandung organel yang bertanggung jawab
untuk memproduksi energi dan biosintesis molekul organik, seperti enzim-enzim.
Pada badan sel terdapat nukleus, daerah disekeliling nukleus disebut perikarion.
Badan sel biasanya memiliki beberapa cabang dendrit (Bahrudin, 2013). Dendrit
adalah serabut sel saraf pendek dan bercabang-cabang serta merupakan perluasan
dari badan sel. Dendrit berfungsi untuk menerima dan menghantarkan rangsangan ke
badan sel (Khafinudin, 2012). Khas dendrit adalah sangat bercabang dan masing-
masing cabang membawa proses yang disebut dendritic spines (Bahrudin, 2013).
Akson adalah tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar
dari badan sel (Feryawati, 2018). Di dalam akson terdapat benang-benang halus
disebut neurofibril dan dibungkus oleh beberpa lapis selaput mielin yang banyak
mengandung zat lemak dan berfungsi untuk mempercepat jalannya rangsangan.
Selaput mielin tersebut dibungkus oleh sel-sel Schwann yang akan membentuk suatu
jaringan yang dapat menyediakan makanan dan membantu pembentukan neurit.
Bagian neurit ada yang tidak dibungkus oleh lapisan mielin yang disebut nodus
ranvier (Khafinudin, 2012). Pada SSP, neuron menerima informasi dari neuron dan
primer di dendritic spines, yang mana ditunjukkan dalam 80-90% dari total neuron
area permukaan. Badan sel dihubungkan dengan sel yang lain melalui akson yang
ujung satu dengan yang lain membentuk sinaps. Pada sinap terjadi komunikasi
neuron dengan sel yang lain (Bahrudin, 2013).

b. Sel glia adalah sel penunjang tambahan pada SSP yang berfungsi sebagai jaringan
ikat, selain itu juga berfungsi mengisolasi neuron, menyediakan kerangka yang
mendukung jaringan, membantu memelihara lingkungan interseluler, dan bertindak
sebagai fagosit. Jaringan pada tubuh mengandung kira-kira 1 milyar neuroglia, atau
sel glia, yang secara kasar dapat diperkirakan 5 kali dari jumlah neuron (Feriyawati,
2018). Sel glia lebih kecil dari neuron dan keduanya mempertahankan kemapuan
untuk membelah, kemampuan tersebut hilang pada banyak neuron. Secara bersama-
sama, neuroglia bertanggung jawab secara kasar pada setengah dari volume sistem
saraf. Adapun macam-macam Sel Glia adalah sebagai berikut.
- Astrosit/ Astroglia: berfungsi sebagai sel pemberi makan bagi sel saraf.
- Oligodendrosit/ Oligodendrolia: sel glia yang bertanggung jawab menghasilkan
mielin dalam susunan saraf pusat. Sel ini mempunyai lapisan dengan substansi
lemak mengelilingi penonjolan atau sepanjang sel saraf sehingga terbentuk
selubung mielin. Mielin pada susunan saraf tepi dibentuk oleh sel Schwann. Sel ini
membentuk mielin maupun neurolemma saraf tepi. Mielin menghalangi ion
natrium dan kalium melintasi membran neuronal dengan hampir sempurna.
Serabut saraf ada yang bermielin ada yang tidak. Transmisi impuls saraf
disepanjang serabut bermielin lebih cepat daripada serabut yang tak bermielin,
karena impuls berjalan dengan cara meloncat dari nodus ke nodus yang lain
disepanjang selubung mielin. Peran dari mielin ini sangatlah penting, oleh sebab
itu pada beberapa orang yang selubung mielinnya mengalami peradangan ataupun
kerusakan seperti pada pasien GBS maka akan kehilangan kemampuan untuk
mengontrol otot-ototnya sehingga terjadi kelumpuhan pada otot-otot tersebut.
- Mikroglia: sel glia yang mempunyai sifat fagosit dalam menghilangkan sel-sel otak
yang mati, bakteri dan lain-lain. Sel jenis ini ditemukan diseluruh SSP dan
dianggap penting dalam proses melawan infeksi.
- Sel ependimal: sel glia yang berperan dalam produksi cairan cerebrospinal.
c. Jenis/ Macam/ Klasifikasi
Menurut Brunner & Suddarth (2014) terdapat beberapa jenis klasifikasi nyeri, yaitu:
1. Nyeri akut didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung beberapa detik hingga enam
bulan. Secara fisiologis pada nyeri akut akan terjadi perubahan denyut jantung, frekuensi
nafas, tekanan darah, aliran darah perifer, tegangan otot, keringat pada telapak tangan,
dan perubahan ukuran pupil (Brunner & Suddarth, 2014).
2. Nyeri kronik adalah nyeri konstan yang menetap sepanjang satu periode waktu. Nyeri
kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dan sering sulit untuk diobati
karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan
pada penyebabnya. Nyeri kronis sering didefenisikan sebagai nyeri yang berlangsung
selama enam bulan atau lebih (Brunner & Suddarth, 2014).
3. Nyeri nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh rangsangan kimia, mekanik
dan suhu yang menyebabkan aktifasi maupun sensitisasi pada nosiseptor perifer (saraf
yang bertanggung jawab terhadap rangsang nyeri). Nyeri nosiseptif biasanya
memberikan respon terhadap analgesik opioid atau non opioid (Putra & Janasuta, 2017).
4. Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat kerusakan neural pada saraf
perifer maupun pada sistem saraf pusat yang meliputi jalur saraf aferen sentral dan
perifer, biasanya digambarkan dengan rasa terbakar dan menusuk. Pasien yang
mengalami nyeri neuropatik sering memberi respon yang kurang baik terhadap analgesik
opioid (Putra & Janasuta, 2017).
d. Jenis Gangguan Kebutuhan Dasar
1. Nyeri Akut
Merupakan pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau yang digambarkan sebagai kerusakan,
awitan yang tiba-tiba atau lambat dengan intensitas ringan hingga berat, dengan
berakhirnya dapat diantisipasi atau diprediksi, dan dengan durasi kurang dari 3 bulan.
Kondisi ini berhubungan dengan agen cedera biologis, agen cedera kimiawi, dan agen
cedera fisik. Tanda dan gejalanya perubahan selera makan, perilaku distraksi, perilaku
ekspresif, eskpresi wajah nyeri, sikap tubuh melindungi, dan putus asa ( Maskoet, 2018).
2. Nyeri Kronis
Merupakan pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau yang digambarkan sebagai kerusakan,
awitan yang tiba-tiba atau lambat dengan intensitas ringan hingga berat, dengan
berakhirnya dapat diantisipasi atau diprediksi, dan dengan durasi lebih dari 3 bulan.
Kondisi ini berhubungan dengan gangguan musculoskeletal kronis, kontusio, cedera
tabrakan, gangguan sistem saraf, fraktur, dan gangguan genetik ( Halimn, 2017).
3. Fraktur
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur
terjadi akibat trauma, beberapa fraktur terjadi secara sekunder akibat proses penyakit
seperti osteoporosis yang menyebabkan fraktur-fraktur yang patologis. Penyebab fraktur
adalah trauma, yang dibagi atas trauma langsung, trauma tidak langsung, dan trauma
ringan. Fraktur dibagi berdasarkan dengan kontak dunia luar, yaitu meliput fraktur
tertutup dan terbuka. Fraktur tertutup adalah fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit
masih utuh, tulang tidak keluar melalui kulit. Fraktur terbuka adalah fraktur yang
merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur
terbuka sangat berpotensi menjadi infeksi. Fraktur terbuka dibagi lagi menjadi tiga
grade, yaitu Grade I, II, dan III. Grade I adalah robekan kulit dengan kerusakan kulit dan
otot. Grade II seperti grade 1 dengan memar kulit dan otot. Grade III luka sebesar 6-8 cm
dengan kerusakan pembuluh darah, syaraf, kulit dan otot (Asrizal, 2014).
4. Cedera Kepala
Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala yang disebabkan serangan/benturan
fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran, bukan bersifat
kongenital ataupun degeneratif dan dapat menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif
dan fungsi fisik. Trauma kepala/cedera kepala merupakan trauma yang mengenai
tengkorak yang menyebabkan kerusakan otak mulai dari ringan sampai berat (Krisanty,
2016).
e. Pengkajian dan Pemeriksaan Penunjang Kebutuhan Dasar
Pengkajian keperawatan adalah tahap pertama dalam proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sitematis dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengkajian keperawatan ditunjukan
pada respon klien terhadap masalah kesehatan yang berhubungan dengan kebutuhan dasar
manusia. Adapun hal-hal yang harus dikaji dalam pengkajian yaitu:
a) Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, agama,
suku/bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, sumber informasi,
diagnosis medis, penanggung jawab, dan hubungan penanggung jawab.
b) Status Kesehatan
Meliputi kesadaran, tekanan darah, frekuensi nafas, frekuensi nadi dan temperature,
c) Keluhan utama (saat MRS dan saat ini)
Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan oleh pasien saat masuk rumah sakit
dan saat ini.
d) Alasan masuk Rumah Sakit dan perjalanan Penyakit saat ini
Meliputi pemaparan alasan yang mendasari pasien masuk ke rumah sakit dan proses
perjalanan penyakit yang dialami pasien saat ini.
e) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Meliputi pemaparan upaya-upaya yang telah dilakukan pasien dalam mengatasi keluhan
yang dirasakan akibat penyakit yang dialami.
f) Status kesehatan masa lalu
a. Penyakit yang pernah dialami (yang berkaitan dengan nyeri)
b. Riwayat pernah dirawat
Meliputi rincian riwayat dirumah sakit akibat penyakit yang berkaitan dengan
masalah utama atau berkaitan dengan nyeri.
c. Riwayat alergi
Meliputi riwayat alergi yang dimiliki pasien hingga saat ini
d. Riwayat transfusi
Meliputi riwayat transfusi yang pernah dilakukan oleh pasien hingga saat ini.
e. Kebiasaan-kebiasaan pasien meliputi merokok, minum kopi, penggunaan alkohol dan
lain-lain yang berkaitan dengan kanker rektum seperti diet rendah serat dan
sebagainya.
g) Riwayat penyakit keluaarga, meliputi adanya keluarga yang memiliki riwayat penyakit
yang sama dengan yang dialami pasien.
h) Genogram keluarga pasien selama 3 generasi (jika diperlukan)
i) Riwayat lingkungan
Meliputi lingkungan yang dapat mempengaruhi keluhan yang dialami pasien (khusunya
terkait nyeri)
j) Pengkajian Kebutuhan Dasar Manusia
Meliputi oksigenasi, cairan, nutrisi, eliminasi, aktivitas, tidur dan istirahat, rasa nyaman:
nyeri, rasa aman; bahaya/cidera, suhu tubuh, personal hygine, berkomunikasi,
beribadah/spiritual, belajar dan bekerja serta bermain dan hiburan. Pada bagian ini
berfokus pada kebutuhan dasar manusia bagian rasa nyaman: nyeri. Karena nyeri
merupakan pengalaman subyektif dan dirasakan secara berbeda-beda pada masing-
masing individu maka perlu juga dilakukan pengkajian terkait faktor-faktor yang
mempengaruhi nyeri seperti faktor fisiologis, psikologis, perilaku, emosianal dan sosial
kultural. Pengkajian nyeri terdiri dari dua komponen utama yakni riwayat nyeri untuk
mendapatkan data pasien dan bservasi langsung pada respon perilaku dan fisiologis
pasien. Adapun pengkajian nyeri yang dapat dilakukan yaitu dengan menanyakan:
P : Provoking atau pemicu, yaitu faktor yang memicu timbulnya nyeri
Q : Quality atau kualitas nyeri (mis. tumpul, tajam, dll)
R : Region atau daerah, yaitu daerah nyeri atau daerah perjalanan nyeri (jika nyeri
menyebar)
S : Severity atau keparahan, yaitu intensitas keparahan nyeri
T : Time atau waktu, yaitu durasi atau lamanya nyeri
k) Diagnosis Medis dan therapy
Meliputi diagnosis medis pasien dan terapi-terapi yang sudah diberikan pada pasien
hingga saat ini.
l) Pemeriksaan Penunjang
Meliputi data-data yang menunjang penyakit pada pasien, seperti data laboratorium yang
berhubungan, pemeriksaan radiologi, hasil kondultasi ataupun pemeriksaan penunjang
lainnya. Pada pemeriksaan penunjang ditulis tanggal pemeriksaan, jenis pemeriksaan,
hasil dan satuanya.
f. Diagnosis Keperawatan Gangguan Kebutuhan Dasar
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon klien terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual
maupun potensial (PPNI, 2017). Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan dasar rasa nyaman: nyeri menurut NANDA
yaitu:
a. Nyeri akut b/d agen cedera biologis, agen cedera kirimawi, agen cedera fisik
b. Hambatan rasa nyaman b/d kurang kontrol situasi, kurang privasi, sumberdaya tidak
adekuat, kurang pengendalian lingkungan, stimulasi lingkungan yang menganggu
c. Defisiensi pengetahuan b/d kurang informasi, kurang minat untuk belajar, kurang
sumber pengetahuan, keterangan yang salah dari orang lain
g. Nursing Care Plan
Diagnosa Tujuan Tindakan
No. Rasional
Keperawatan Keperawatan Keperawatan
1 Nyeri akut b/d Setelah NIC Label: NIC Label:
agen cedera dilakukan asuhan Manajemen Manajemen
biologis, agen keperawatan Nyeri Nyeri
cedera selama .... x 24 1. Lakukan 1. Pengkajian
kirimawi, jam, diharapkan pengkajian dilakukan
agen cedera nyeri yang nyeri secara untuk
fisik dialami pasien komprehensif mengetahui
dapat diatasi termasuk sejauh mana
dengan kriteria lokasi, nyeri yang
hasil: karakteristik, dirasakan
NOC Label: durasi, oleh klien.
Kontrol Nyeri frekuensi,
1. Mampu kualitas dan
mengenali faktor 2. Komunikasi
penyebab presipitasi. terapeutik
dan kapan 2. Gunakan dilakukan
nyeri terjadi strategi untuk
2. Mampu komunikasi menegakkan
menggunaka terapeutik hubungan
n tindakan untuk terapeutik
pencegahan mengetahui antara
3. Mampu pengalaman perawat dan
menggunaka nyeri dan pasien,
n teknik sampaikan sehingga
nonfarmakol penerimaan perawat
ogis untuk pasien dapat
mengurangi terhadap mengidentifi
nyeri nyeri. kasi
4. Melaporkan pengalaman
bahwa nyeri nyeri yang
berkurang 3. Kendalikan dirasakan
dengan faktor pasien.
menggunaka lingkungan 3. Untuk
n yang dapat mengurangi
managemen memengaruhi atau
nyeri respon pasien menghilangk
terhadap an rasa sakit
NOC Label: ketidaknyama dan tidak
Kontrol Nyeri nan. nyaman yang
1. Mampu 4. Ajarkan dirasakan
mengenali penggunaan oleh pasien.
nyeri (skala, teknik 4. Teknik
intensitas, nonfarmakolo relaksasi
frekuensi gi seperti dapat
dan tanda teknik menurunkan
nyeri) relaksasi nyeri dengan
2. Mampu nafas dalam. merilekskan
beristirahat ketegangan
dengan otot yang
nyaman menunjang
nyeri.
Teknik
relaksasi
terdiri atas
5. Dorong nafas
pasien untuk abdomen
memonitor dengan
dan frekuensi
menangani lambat,
nyerinya berirama.
dengan tepat. Pasien dapat
memejamka
6. Evaluasi n matanya
keefektifan dan bernafas
dari dengan
pemberian perlahan dan
tindakan nyaman.
selama 5. Pasien dapat
Pengkajian melakukan
nyeri relaksasi
dilakukan. nafas dalam
pada saat
dalam
7. Monitor
kondisi nyeri
kepuasan
secara
pasien
mandiri.
terhadap
6. Mengkaji
manajemen bagaimana
nyeri dalam efektivitas
interval yang penggunaan
spesifik. teknik
relaksasi
nafas dalam
terhadap
nyeri yang
NIC Label: dirasakan
Pemberian pasien
Analgesik 7. Sebagai
1. Cek perintah bahan
pengobatan evaluasi
melalui obat, dalam
dosis, dan pemberian
frekuensi obat intervensi
analgesic selanjutnya.
yang Sehingga
diresepkan nantinya
2. Cek adanya perat dapat
riawayat menentukan
alergi obat dan
memberikan
3. Tentukan intervensi
pilihan obat dengan baik
analgesik
berdasarkan NIC Label:
tipe dan Pemberian
keparahan Analgesik
nyeri. 1. Untuk
menghindar
i terjadinya
4. Dokumentasi
kesalahan
respon
dalam
terhadap
pemberian
analgesik dan
obat.
efek
sampingnya 2. Bertujuan
untuk
mencegah
terjadinya
reaksi alergi
obat pada
pasien.
3. Menentukan
jenis obat
yang sesuai
dengan
keparahan
nyeri pasien
agar lebih
efektif
dalam
mengatasi
nyeri
pasien.
4. Mengetahui
respon
pasien
setelah
diberikan
analgesik
2 Hambatan
rasa nyaman
b/d kurang
kontrol
situasi,
kurang
privasi,
sumberdaya
tidak adekuat,
kurang
pengendalian
lingkungan,
stimulasi
lingkungan
yang
menganggu
3 Defisiensi
pengetahuan
b/d kurang
informasi,
kurang minat
untuk belajar,
kurang
sumber
pengetahuan,
keterangan
yang salah
dari orang
lain
h. Intervensi Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Hari dan No.
Jam Implementasi
Tanggal Diagnosa
NIC Label: Manajemen Nyeri
1. Melakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi.
2. Melakukan komunikasi terapeutik
pada pasien untuk mengetahui
pengalaman nyeri dan penerimaan
pasien terhadap nyeri.
3. Mengendalikan faktor lingkungan
yang dapat memengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan.
4. Mengajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologi seperti teknik
relaksasi nafas dalam.
5. Mendorong pasien untuk
memonitor dan menangani
nyerinya dengan tepat.
6. Mengevaluasi keefektifan dari
pemberian tindakan selama
Pengkajian nyeri dilakukan.
7. Memonitor kepuasan pasien
terhadap manajemen nyeri dalam
interval yang spesifik.

NIC Label: Pemberian Analgesik


1. Mengecek perintah pengobatan
melalui obat, dosis, dan frekuensi
obat analgesic yang diresepkan
2. Mengecek adanya riawayat alergi
obat
3. Menentukan pilihan obat analgesik
berdasarkan tipe dan keparahan
nyeri sesuai resep dokter.
4. Mendokumentasi respon terhadap
analgesik dan efek sampingnya
DAFTAR PUSTAKA
Amin,. M,. S. 2018. Perbedaan Struktur Otak dan Perilaku Belajar Antara Pria dan Wanita;
Eksplanasi dalam Sudut Pandang Neuro Sains dan Filsafat.
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JFI/article/download/13973/8677
Andy, W. 2019. Saraf Kranial: Pengertian 12 Jenis Saraf Kranial dan Fungsinya
Terlengkap. https://www.sekolahan.co.id/pengertian-12-jenis- saraf-kranial-
dan-fungsinya
Brunner, & Suddarth. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2
(2nd ed., Vol. 8). EGC
Bahrudin,. M. 2013. Neuroanatomi dan Aplikasi Klinis Diagnosis Topis (1st ed.). UPT
Penerbitan Universitas Muhammadiyah Surakarta. http://ummpress.umm.ac.
id
Chamidah,. A., N. 2016. Deteksi Dini Gangguan Pertumbuhan dan Perkembangan
Anak.
Feriyawati,. L. 2018. Anatomi Sistem Saraf dan Perannya dalam Regulasi Kontraksi
Otot Rangk.
Halim. Sari,. K,. P,. Mangdalena,. S. 2017. Perbedaan Kualitas Hidup antara Berbagai Metode
Manajemen Nyeri pada Pasien Nyeri Kronis. https://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/
download/25208/17394
Herdman,. T. H., & Kamitsuru, S. 2018. NANDA-I diagnosis keperawatan: Definisi dan
klasifikasi 2018-2020 (11th ed.)
Kemendikbud RI. 2017. Sistem Saraf Pada Manusia (Vol. 1). PT Refika Aditama.
Krisanty. 2016. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. CV. Trans Info Media
Latifin,. K. 2021. Efektifitas Bekam Terhadap Penurunan Gangguan Rasa Nyaman Nyeri.
http://conference.unsri.ac.id/index.php/SNK/article/download/ 2378/1254
Maskoen,. T,. T. Prabandari ,. D,. A. Indriasari. 2018. Efektivitas Analgesik 24 Jam
Pascaoperasi Elektif di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Tahun 2017.
http://journal.fk.unpad.ac.id/index.php/jap/article/download/1221/pdf
Maria. 2021. Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus Dan Asuhan Keperawatan Stroke.
https://books.google.co.id/books?id=u_MeEAAAQBAJ&printsec=frontcover&hl=
id&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false
Masyog. 2019. Struktur dan Fungsi Sumsum Tulang Belakang (Medula Spinalis).
https://www.masyog.com/2019/05/struktur-dan-fungsi-sumsum- tulang.html
Narayenah, M., & Suryawati, N. 2017. Karakteristik profil jerawat berdasarkan indeks
glikemik makanan pada mahasiswa semester III fakultas kedokteran Universitas
Udayana tahun 2014.
Nugrahaeni, A. (2018). Pengantar Anatomi dan Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC.
Putra,. K,. A,. H. Janasuta,. P,. B,. R. 2017. Fisiologi Nyeri. https://simdos.unud.ac.id/
uploads/file penelitian_ 1_dir/052461207068a4a034b0b87eda7a01a4.pdf

Potter, P., A., & Perry, A., G. (2012). Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Edisi 4,
Volume 2. EGC.
Syaifuddin, H. (2011). Anatomi fisiologi: Kurikulum berbasis kompetensi untuk
keperawatan dan kebidanan (4th ed.). EGC.
Wathon,.A. 2016. Neurosains Dalam Pendidikan. https://media.neliti.com/media/publications/
177272-ID-neurosains-dalampendidikan.pdf
DAFTAR ISI

Studi Komparasi Gaya Kepemimpinan Antara Rumah Sakit Swasta dan Pemerintah
(Diwa Agus Sudrajat, Rahmi Rahmawati) ............................................................................ 1-6

Efektivitas Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) terhadap Kualitas Tidur
pada Pasien Post Operasi: Literature Review
(Dian Anggraini, Auliya Safinatunnajah) ............................................................................. 7-14

Literature Review Hubungan Antara Tipe Kepribadian dengan Kejadian Hipertensi


(Dede Rina, Nita Fitria, Hendrawati)..................................................................................... 15-19

Tingkat Stress Mahasiswa S1 Angkatan 2014 dalam Menghadapi Peningkatan Strata


Pendidikan di Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran Kampus Garut
(Gian Nurdiansyah, Ahmad Yamin, Iceu Amira DA) .................................................... 20-26

Hubungan Durasi Penggunaan Gadget terhadap Prevalensi Astigmatisma


(Chita Widia, Ayu Nursobah, Darmono) ............................................................................... 27-31

Pengaruh Cognitive Behavior Therapy (CBT) pada Peningkatan Harga Diri Remaja :
Literature Review
(Lia Juniarni, Wini Hadiyani, Nina Marlina, Sandra R. Nurrandi, Tri Desi Anggita) .... 32-38

Studi Literatur : Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Harga Diri Rendah pada Remaja
(Efri Widianti, Lia Ramadanti, Karwati, Chandra Kirana K., Anjani Mumtazhas,
Aprilia Aulia Ardianti, Nimas Safitri Ati, Nurhalimah Tri Handayani,
Hanifah Hasanah) .................................................................................................................... 39-47

Pengaruh Life Review Therapy terhadap Depresi pada Pasien Gagal Ginjal Kronik dengan
Hemodialisis
(Trio Gustin Rahayu)............................................................................................................... 48-53

The Effectiveness of Al-Qur’an Murrotal Therapy on Reducing Pain Among Postoperative


Patients: A Systematic Review
(Bhakti Permana, Nunung Nurhayati, Citra Nurintan Amelia, Linlin Lindayani) .......... 54-65

Life Skill Remaja dalam Pencegahan HIV/AIDS


(Irma Darmawati, Dhika Dharmansyah, Linlin Lindayani, Ririn Alfyani) ....................... 66-73

Survei Kepadatan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti pada Penampungan Air dalam Rumah dan
Implikasinya terhadap Keperawatan Komunitas
(Khotafiatun, Sugiharto, Wiwiek Natalya) ............................................................................ 74-79

Media Pembelajaran Jarak Jauh dalam Pendidikan Keperawatan


(Suci Noor Hayati, Gina Nurdina, Tri Antika Rizki Kusuma Putri) .................................. 80-89
EFEKTIVITAS TERAPI SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE
(SEFT) TERHADAP KUALITAS TIDUR PADA PASIEN
POST OPERASI: LITERATURE REVIEW

Dian Anggraini 1, Auliya Safinatunnajah2


1
Departemen Keperawatan Medikal Bedah STIKep PPNI Jawa Barat, Bandung, Jawa Barat, Indonesia
2
Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan PPNI Jawa Barat, Bandung, Jawa Barat, Indonesia
E-mail: dians_23@yahoo.com

Abstrak
Latar belakang : Pembedahan merupakan tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau
menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani dan selanjutnya bisa menyebabkan reaksi fisiologis maupun psikologis.
Salah satu reaksi fisiologis dari pembedahan adalah gangguan tidur akibat nyeri dan cemas yang dirasakan karena
berkurangnya pengaruh anastesi, lingkungan yang berubah, dan ketakutan terhadap perubahan kesehatannya. Terapi
SEFT dapat mengatasi gangguan tidur karena terapi SEFT berfokus dengan kalimat doa sehingga tubuh akan
mengalami relaksasi dan menyebabkan menjadi tenang, selain untuk penyembuhan baik fisik maupun emosi, juga dapat
digunakan untuk meningkatkan prestasi dan kedamaian hati. Tujuan : untuk mengetahui gambaran penatalaksanaan
terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) terhadap kualitas tidur pada pasien post operasi. Metode :
Strategi pencarian dilakukan melalui Google Scholar. Metode penelitian yang digunakan yaitu literature review dengan
jumlah tujuh artikel. Hasil penelitian : menunjukkan bahwa terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)
efektif dalam meningkatkan kualitas tidur pada pasien post operasi. Kesimpulan : pada penelitian ini adalah dengan
mengetahui adanya keefektifan terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) terhadap kualitas tidur pada
pasien post operasi diharapkan praktisi dapat menjadikan terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) dapat
diaplikasikan dalam mengatasi gangguan tidur sebagai bentuk layanan khusus di rumah sakit.
Kata kunci: Kualitas tidur, pos operasi, SEFT

Abstract
Background : Surgery is a medical procedure that uses an invasive method by opening or exposing the part of the body
to be treated which can then cause physiological or psychological reactions. One of the physiological reactions to
surgery is sleep disturbance due to pain and anxiety which is felt due to reduced influence of anesthesia, changing
environment, and fear of changes in his health. SEFT therapy can overcome sleep disorders because SEFT therapy
focuses on prayer sentences so that the body will experience relaxation and cause calm, in addition to healing both
physically and emotionally, it can also be used to increase achievement and inner peace. Objective : aims to describe
the management of SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) therapy on sleep quality in postoperative patients.
Methode : The search strategy is carried out through Google Scholar. The research method used is a literature review
with a total of seven articles. Results showed that Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) therapy was effective
in improving sleep quality in postoperative patients. Conclusion : effectiveness of Spiritual Emotional Freedom
Technique (SEFT) therapy on sleep quality in postoperative patients, it is hoped that practitioners can make Spiritual
Emotional Freedom Technique (SEFT) therapy applicable in overcoming sleep disorders as a form of special services
in hospitals

Keywords: sleep_ quality, post_operation, SEFT

7
Jurnal Keperawatan Komprehensif Vol. 7 No.1, Januari 2021: 7-14

PENDAHULUAN kekuatan do’a dan spiritualitas (Zainuddin,


2008). Terapi ini dapat dilakukan untuk
Pembedahan merupakan tindakan invasif
mangatasi masalah gangguan tidur. Terapi ini
yang membuka dan menampilkan bagian
menggunakan metode tapping (ketukan)
tubuh yang akan ditangani. Setiap orang
beberapa titik tertentu pada tubuh. Banyak
setelah mengalami pembedahan akan
manfaat yang dihasilkan dengan terapi SEFT
menglami beberapa efek samping yaitu nyeri,
yang telah terbukti membantu mengatasi
ketidaknyamanan fisik, masalah suasana hati
berbagai masalah fisik maupun emosi (Faiz,
dimana hal ini dapat menyebabkan gangguan
2008). Tapping dilakukan pada 18 titik kunci
tidur.
di sepanjang 12 energi tubuh, dan efek
Kurangnya tidur selama periode yang lama penyembuhan dapat langsung dirasakan
dapat menyebabkan perburukan kondisi secara instant (one minut wonder). Selain
penyakit bahkan akan muncul penyakit lain untuk penyembuhan baik fisik maupun emosi,
serta dapat mengganggu proses penyembuhan juga dapat digunakan untuk meningkatkan
dimana fungsi dari tidur adalah untuk prestasi dan kedamaian hati (Rianto, 2007).
regenerasi sel-sel tubuh yang rusak menjadi SEFT dipilih sebagai terapi untuk
baru. memperbaiki kualitas tidur karena sudah
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk terbukti di dalam penelitian, salah satunya
mangatasi masalah gangguan tidur adalah penelitian yang dilakukan oleh Rajin (2012)
dengan menggunakan terapi non bahwa terapi yang dilakukan selama lima
farmakologis. Salah satu terapi non menit dalam sehari selama tujuh hari ini
farmakologis yang dapat dilakukan adalah kualitas tidur terpenuhi di hari ketiga.
dengan menggunakan terapi Spiritual Terapi SEFT dapat mengatasi gangguan tidur
Emosional Freedom Tehnique (SEFT). karena terapi SEFT berfokus dengan kalimat
Berdasarkan penelitian Rajin (2012) tentang do’a sehingga tubuh akan mengalami
“Terapi Spiritual Emotional Freedom relaksasi dan menyebabkan menjadi tenang.
Technique (SEFT) Untuk Meningkatkan Saat melakukan tapping, terjadi peningkatan
Kualitas Tidur Pasien Pasca Operasi di Hypothalamic Pituitary Adrenal (HPA) yang
Rumah Sakit” menyampaikan bahwa menyebabkan penghentian respon alarm dari
pentingnya menjaga kualitas tidur adalah sistem saraf simpatis bergantian dengan
yang terbaik dalam upaya peningkatan respon relaksasi dalam sistem saraf
kesehatan dan pemulihan individu yang sakit parasimpatis yang kemudian terjadi
terutama pada pasien post operasi supaya penurunan tingkat hormon kortisol. Kadar
penyembuhan tidak terhambat atau kortisol yang menurun dapat membuat pasien
memperburuk kondisi. Maka dari itu perlu merasakan rileks, menurunkan tekanan darah,
perbaikan pola tidur pada pasien post operasi dan mengatasi gangguan tidur (Haynes,
agar tidak menyebabkan trauma pada tubuh 2010). Menurut Faiz (2008), terapi SEFT
dengan mengganggu mekanisme protktif dan berfokus pada kata atau kalimat yang
homeotastis (Potter, 2009). diucapkan berulang kali dengan ritme yang
Banyak terapi non farmakologis dengan teratur disertai sikap pasrah kepada Allah
unsur spiritualitas seperti terapi murrotal, SWT. Ketika seorang pasien berdo’a dengan
dzikir dll., salah satunya adalah terapi SEFT, tenang (disertai dengan hati ikhlas & pasrah)
terapi ini merupakan teknik penyembuhan maka tubuh akan mengalami relaksasi dan
yang memadukan energi psikologi dengan menyebabkan seorang pasien menjadi tenang.

8
Efektivitas Terapi SEFT terhadap Kualitas Tidur Pasien Post Operasi (Dian Anggraini)

Pernafasan menjadi teratur, denyut jantung “Pengaruh Terapi SEFT terhadap Pemenuhan
menjadi teratur dan stabil akan melancarkan Kualitas Tidur Pasca Operasi” menunjukkan
sirkulasi darah yang mengalir kedalam tubuh bahwa kualitas tidur pasien meningkat setelah
dan mereka benar-benar berada dalam diberikan SEFT dengan p-value <0,001.
keadaan yang luar biasa rileks, dan ketika Berdasarkan penelitian Pujiati (2019) tentang
seseorang dalam keadaan rileks maka akan “Pengaruh SEFT terhadap Penurunan Tingkat
mudah untuk memulai tidur. Keunggulan Insomnia pada ODHA” menunjukkan bahwa
terapi SEFT diantaranya yaitu dapat sebelum diberikan SEFT terdapat gangguan
memperbaiki kondisi pikiran, emosi dan istirahat tidur pada kategori sedang sebanyak
perilaku melalui tiga tahapan SEFT, tidak 52,9%, setelah diberikan terapi SEFT berubah
menimbulkan efek samping, lebih murah, menjadi 41,2%. Dari data hasil penelitian-
lebih mudah, lebih aman, lebih cepat dan penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa
lebih sederhana dan dapat dilakukan oleh terapi SEFT ini mempunyai pengaruh yang
siapapun, bersifat universal, artinya dapat signifikan terhadap gangguan tidur sehingga
digunakan berdasarkan latar belakang penulis tertarik membuat literature review
keyakinan pasien. Keyakinan dan doa’a yang tentang efektifitas terapi Spiritual Emotional
dipanjatkan sangat berpengaruh bagi Freedom Technique (SEFT) terhadap kualitas
kesembuhan (Vangsapalo, 2010; Zainuddin, tidur pasien post operasi untuk mengevaluasi
2009). permasalahan yang dikaji dan mencocokkan-
Kelemahan terapi ini adalah memerlukan nya dengan teori yang ada.
keyakinan, fokus dan kehkusyukkan yang
tinggi dimana pasien yang tidak bisa METODE LITERATURE REVIEW
melakukan itu maka terapi ini tidak dapat Penelitian ini merupakan tinjauan sistematis
berhasil secara optimal (Zainuddin, 2010). terhadap literature (hasil penelitian
Berdasarkan penelitian Pronowo (2018) sebelumnya) untuk mengevaluasi respon
tentang “Pengaruh Spiritual Emotional subjektif setelah diaplikasikannya terapi
Freedom Technique terhadap Kualitas Tidur Spiritual Emotional Freedom Technique
Pasien Hipertensi” menunjukkan bahwa (SEFT) terhadap kualitas tidur pasien post
kelompok SEFT sebelum diberikan perlakuan operasi.
81,2% memiliki tingkat kualitas tidur kurang
baik, setelah diberikan perlakuan 75,0% HASIL ANALISIS
memiliki tingkat kualitas tidur agak baik. Dari hasil pencarian yang dilakukan melalui
Hasil penelitian sebelumnya dari Bakara Google Scholar, sebanyak 171 jurnal
(2012) tentang “Pengaruh Spiritual Emotional diperoleh dengan menggunakan kombinasi
Freedom Technique (SEFT) terhadap kata kunci Terapi Spiritual Emotional
penurunan tingkat gejala depresi, kecemasan, Freedom Technique dan Kualitas Tidur.
dan stress pada pasien sindrom koroner akut Jurnal publish kurang dari tahun 2019. Lalu
(AKA) Non Percutenous Coronary sebanyak 86 jurnal diperoleh dengan
Intervention (PCI) menunjukkan bahwa ada menggunakan kombinasi kata kunci Terapi
pengaruh intervensi SEFT terhadap Spiritual Emotional Freedom Technique
penurunan tingkat depresi, kecemasan, dan (SEFT) dan Insomnia jurnal publish kurang
stress pada pasien secara bermakna. Hasil dari 2019. Sehingga total hanya ada 7 artikel
penelitian oleh Rajin (2012) yang berjudul yang memenuhi semua kriteria pencarian.

9
Jurnal Keperawatan Komprehensif Vol. 7 No.1, Januari 2021: 7-14

Artikel tersebut publish pada tahun 2012 kontrol tidak ada perbedaan dengan nilai p
sebanyak 2 artikel (Rajin, 2012; Ma’rifah, value 0,188 (p>0,05). Hasil analisis kualitatif
2012), pada tahun 2014 sebanyak 1 artikel pada penelitian ke-6 (Verasari, 2014)
(Verasari, 2014), tahun 2018 sebanyak 3 menunjukkan bahwa terdapat penurunan skor
artikel (Pranowo, 2018; Rosalina, 2018; skala insomnia pada saat sebelum dan
Susilawati, 2018), dan tahun 2019 sebanyak 1 sesudah perlakuan pada kelompok intervensi
artikel (Pujiati, 2019). dibandingkan dengan yang tidak mendapat-
Sebanyak 6 artikel membahas mengenai kan perlakuan. Hasil analisis uji regresi linier
terapi Spiritual Emotional Freedom pada artikel ke-7 (Ma’rifah, 2012)
Technique (SEFT) dapat meningkatkan menunjukan pada kelompok kontrol nilai
kualitas tidur pasien post operasi, dan 1 korelasi sebesar 0,431 dengan nilai R-square
artikel membahas mengenai terapi Spiritual sebesar 18,6%. Sedangkan pada kelompok
Emotional Freedom Technique (SEFT) dapat eksperiment SEFT nilai korelasi sebesar
menurunkan skala nyeri pasien post operasi. 0,874 dengan nilai R-square sebesar 76 %,
Hasil uji statistik one way anova pada Sehingga dapat disimpulkan Therapi SEFT
penelitian ke-1 (Rajin, 2012) menunjukkan mempunyai nilai efektifitas lebih baik dalam
terdapat hasil yang signifikan pada hari menurunkan nyeri pasien post operasi.
pertama dilakukan intervensi SEFT di
dapatkan nilai p value 0,009 (p<0,05) dan
PEMBAHASAN
pada hari ketiga nilai p value 0,000 (p<0,05).
Hasil uji Wilcoxon pada penelitian ke-2 Hasil ulasan ini menunjukkan bahwa terapi
(Pranowo, 2018) diperoleh bahwa terdapat Spiritual Emotional Freedom Tehnique
perbedaan tingkat kualitas tidur yang (SEFT) untuk pasien post operasi maupun
bermakna antara sebelum dan sesudah bukan pasien post operasi, efektif dalam
diberikan perlakuan dengan p value 0,001 meningkatkan kualitas tidur. Hasil penelitian
(p<0,05) atau adanya pengaruh SEFT ini mirip dengan penelitian yang dilakukan
terhadap kualitas tidur pasien. Hasil uji Mann- sebelumnya oleh Rajin (2012) tentang “Terapi
U Whitney pada kelompok eksperimen Spiritual Emotional Freedom Tehnique
diperoleh p value 0,02 (p<0,05). Hasil uji (SEFT) untuk Meningkatkan Kualitas Tidur
statistik t dependen pada penelitian ke-3 Pasien Pasca Operasi di Rumah Sakit” bahwa
(Rosalina, 2018) didapatkan nilai p value terapi SEFT efektif dapat membantu dan
0,000 (p<0,05) menunjukkan bahwa ada memenuhi kualitas tidur pasien post operasi.
perbedaan yang signifikan kualitas tidur Penelitian lain oleh Rosalina (2018) tentang
sebelum dan sesudah diberikan intervensi “Pengaruh Terapi SEFT terhadap Peningkatan
SEFT. Hasil uji Wilcoxon pada penelitian ke- Kualitas Tidur” menemukan bahwa dengan
4 (Susilawati, 2018) menunjukkan bahwa terapi SEFT efektif dalam meningkatkan
terdapat perbedaan kualitas tidur setelah kualitas tidur sebesar 4,75% setelah diberikan
intervensi SEFT dengan p value 0,002 terapi. Selain itu, berdasarkan analisis, teori
(p<0,05). Hasil uji T test pada penelitian ke-5 dan penelitian sebelumnya yang menunjang
(Pujiati, 2019) menunjukkan bahwa ada SEFT dapat dijadikan alternatif pada
pengaruh terapi SEFT terhadap penurunan seseorang yang mengalami gangguan tidur.
tingkat insomnia pre dan post test pada Penatalaksanaan ini bisa dilakukan secara
kelompok intervensi dengan nilai p value mandiri, mudah, efektif dan efisien dalam
0,000 (p<0,05), sedangkan pada kelompok meningkatkan kualitas tidur.

10
Efektivitas Terapi SEFT terhadap Kualitas Tidur Pasien Post Operasi (Dian Anggraini)

Temuan yang didapatkan tampaknya terjadi penurunan tingkat hormon kortisol


menguatkan dengan beberapa penelitian lain dalam tubuh (Haynes, 2010). Kortisol
yang dilakukan pada pasien post operasi memegang peran penting dalam mengatur
maupun tidak, bahwa terapi Spiritual tidur, nafsu makan, fungsi ginjal, stress dan
Emotional Freedom Technique (SEFT) dapat sistem imun. Saat melakukan SEFT maka
meningkatkan kualitas tidur dengan akan menginhibisi hipotalamus untuk
menurunkan kecemasan dan mengurangi menghentikan sekresi Corticotropin Realising
nyeri. Terapi SEFT menggunakan kalimat Hormone (CRH) sehingga sekresi
yang diulang sehingga menjadi sugesti- Adenocorticotropic Hormone (ACTH) juga
relaksasi untuk mendorong pasien untuk berhenti dan kadar kortisol akan menurun.
mengubah pola pikir menjadi positif Kadar kortisol yang menurun dapat membuat
(Bakelmen, 2010). Selain itu juga, pasien merasakan rileks, menurunkan tekanan
menggunakan teknik tapping yang darah, dan mengatasi gangguan tidur Haynes
menyebabkan ada sensasi nyeri ketukan terasa (2010). Respon relaksasi yang didapatkan
di otak yang akan mempengaruhi tidur pasien karena menurunnya kadar kortisol akan
(Gowri, 2010). mengakibatkan pernafasan dan denyut
Terapi Spiritual Emotional Freedom jantung menjadi teratur, sehingga sirkulasi
Technique (SEFT) adalah suatu teknik non darah yang mengalir kedalam tubuh menjadi
farmakologi penggabungan dari sistem energi lancar. Proses rileks dapat muncul karena
tubuh (energy medicine) dan terapi tapping membuat otot-otot pembuluh darah
spiritualitas dengan tapping di beberapa titik melebar kemudian kadar neropinefrin dalam
tertentu pada tubuh (Faiz, 2008). Terapi SEFT pembuluh darah menurun dan kemudian otot-
ini berfokus pada kata atau kalimat yang otot yang rileks tersebut menyebarkan
diucapkan berulang kali dengan ritme yang stimulus ke hipotalamus sehingga menjadi
teratur disertai sikap pasrah kepada Allah tenang sehingga pasien menjadi mudah untuk
SWT, seseorang yang berdo’a dengan tenang memulai tidur (Haynes, 2010).
disertai hati yang ikhlas dan pasrah maka Terapi Spiritual Emotional Freedom
tubuh akan mengalami relaksasi dan Technique (SEFT) dapat menjadi pilihan
menyebabkan seseorang menjadi tenang, terapi non farmakologi sebagai salah satu
pernafasan dan denyut jantung menjadi stabil, intervensi keperawatan untuk meningkatkan
memperlancar sirkulasi darah yang mengalir kualitas tidur pasien post operasi maupun
dan akhirnya menghasilkan suatu kondisi tidak. Teknik ini dapat diaplikasikan sebagai
yang luar biasa rileks dan mudah untuk salah satu terapi non farmakologis di ruangan
memulai tidur (Pujiati, 2019). karena tidak membutuhkan biaya apapun,
Terapi Spiritual Emotional Freedom teknik yang sederhana, mudah dilakukan,
Technique (SEFT) dapat meningkatkan lebih aman dan tanpa efek samping dan paling
kualitas tidur karena tapping yang dilakukan utama perawat dapat melakukannya secara
dapat menstimulasi peningkatan Hipotalamic mandiri. Dalam pelaksanaannya, terapi SEFT
Pituitary Adrenal (HPA) yang menyebabkan ini melibatkan Tuhan dan faktor keyakinan
terjadinya penghentian respon alarm dari pasien yang diyakini mengatasi masalah fisik,
sistem saraf simpatis dan parasimpatis yang emosi, kesuksesan diri, kebahagiaan hati dan
bergantian dengan respon relaksasi di dalam menjadikan jalan menuju kemuliaan diri
sistem saraf parasimpatis yang kemudian (Zainuddin, 2012). Selain itu yang perlu

11
Jurnal Keperawatan Komprehensif Vol. 7 No.1, Januari 2021: 7-14

diperhatikan adalah terapi ini melibatkan DAFTAR PUSTAKA


ekstremitas atas dan tingkat konsentrasi
penuh. Oleh karena itu, apabila pasien yang Alimul, A. (2015). Pengantar Kebutuhan
mengalami gangguan di bagian ekstremitas Dasar Manusia. Jakarta: Salemba
Medika.
atas dan situasi yang tidak mendukung untuk
berkonsentrasi kurang efektif dalam Amir Syarif, Purwantyastuti Ascobat, Ari
melakukan terapi ini. Estuningtyas, Rianto Setiabudy, Arini
Setiawati, Armen Muchtar, et al.
(2007). Farmakologi dan Terapi.
KESIMPULAN Edisi 5. Gaya Baru: Jakarta.

Berdasarkan hasil literature review dari 7 Arnata, P. A., & , Rosalina, P. lestari. (2018).
Pengaruh Terapi Spiritual Emotional
artikel ini dapat disimpulkan bahwa terapi
Freedom Technique (SEFT) Terhadap
Spiritual Emotional Freedom Technique Peningkatan Kualitas Tidur pada
(SEFT) terbukti memberikan efek yang positif Lansia di Desa Gondoriyo Kecamatan
untuk meningkatkan kualitas tidur pada Bergas Kabupaten Semarang.
pasien post operasi maupun tidak. Hasilnya Indonesian Journal of Nursing
memberikan bukti yang nyata bahwa terapi Research Vol. 1 No. 1 Mei 2018
Spiritual Emotional Freedom Technique Pengaruh, 1(1), 48–61.
(SEFT) efektif untuk meningkatkan kualitas Bakara, D.M., Ibrahim, K., & Sriati, A.
tidur terhadap pasien post operasi maupun Pengaruh Spiritual Emotional
tidak dibandingkan dengan terapi standar di Freedom Technique (SEFT) terhadap
rumah sakit. Terapi Spiritual Emotional gejala depresi, kecemasan, stres pada
pasien Sindrom Koroner Akut (SKA)
Freedom Technique (SEFT) dapat dilakukan
non Percutaneous Coronary
selama 5 menit sekali setiap harinya oleh intervenstion (PCI). Jurnal
perawat, pasien ataupun keluarga yang sudah Keperawatan Padjajaran. 2013. 1 (1),
ajarkan karena tidak menggunakan biaya, 52-59.
mudah, aman dan tidak ada efek samping. Brunner & Suddarth. (2014). Buku
Dalam literature review ini menggunakan 7 Keperawatan Medikal Bedah edisi 12
artikel yang memenuhi semua kriteria Volume 1. Jakarta: EGC.
pencarian. Pencarian berfokus pada jurnal Dalimartha. (2008). Care Your Self
yang menggunakan terapi Spiritual Emotional Hipertensi. Jakarta: Penebar Plus.
Freedom Technique (SEFT) yang publish Faiz, Z. (2008). Spiritual Emotional
tanggal 29 Januari 2012 sampai dengan 6 Mei Freedom Technique for Healing,
2020. Artikel yang digunakan dalam Succes, Happiness, Greatness. Edisi
pembahasan ini adalah artikel yang Revisi, Afzan Publishing Jakarta.
menggunakan Bahasa Indonesia. Kriteria Ghaddafi, M. (2013). Tatalaksana Insomnia
inklusi untuk pencarian yaitu studi yang Dengan Farmakologi atau Non-
dilakukan pada pasien post operasi dengan Farmakologi. E-Jurnal Universitas
gangguan tidur, intervensi dengan Spiritual Udayana, 1–17.
Emotional Freedom Technique (SEFT) Hidayat, A. A., & Uliyah, M. (2005). Buku
dengan outcome berfokus pada peningkatan Saku Praktikum Kebutuhan Manusia.
kualitas tidur. EGC.

12
Efektivitas Terapi SEFT terhadap Kualitas Tidur Pasien Post Operasi (Dian Anggraini)

Hidayat, A.Aziz Alimul, 2015. Pengantar Sleep Foundation: https://sleep


Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta. foundation.org
Salemba Medika. Nursalam (2011). Konsep & Penerapan
Haynes, T. (2010). Effectiveness of Emotional Metodologi Penelitian Ilmu
Freedom Techniques on Occupational Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis
Stress for Preschool Teachers. A dan Instrumen Penelitian
Dissertation in Partial Fulfillment of Keperawatan. Jakarta : Salemba
the Requirements for the Degree of Medika.
Doctor of Psychology. Proquest Llc Pranowo, S., Rahmat, D., & Sutarno. (2018).
Khasanah, K. (2012). Kualitas Tidur Lansia: Perbandingan Antara Progressive
Jurnal Nursing Studies Volume 1, Muscle Relaxation dan Spiritual
Nomor 1. Hal 189-196. Emotional Freedom Technique
Terhadap Kualitas Tidur Pasien
Lalluka, Tea et al. (2014). Sleep and Sickness
Hipertensi. Profesi (Profesional
Absence: A Nationally Representative
Islam) : Media Publikasi Penelitian,
Register-Based Follow-Up Study.
16(1), 17. https://doi.org/10.26576/
LeMone, P, & Burke. (2008). Medical profesi.279
Surgical Nursing: Critical Thinking in
Potter, PA (2009). Buku Ajar Fundamental
Client Care (ed 4). Pearson Prentice
Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Hall: New Jersey.
Praktik. Edisi 4, Vol.2. Jakarta : EGC
Maas, J. B. (2002). Power Sleep: Kiat-Kiat
Potter, Perry. Fundamental of Nursing:
Sehat untuk Mencapai Kondisi dan
Consep, Process and Practice. Edisi
Prestasi Puncak. Bandung: Kaifa
7. Vol 3. Jakarta : EGC. 2010.
Metty Verasari. (2014). Efektifitas Terapi
Pujiati, E., & Febita, I. (2019). Pengaruh
Spiritual Emotion Freedom Technique
Spyritual Emotional Freedom
(SEFT) terhadap Penurunan Insomnia
Technique (SEFT) terhadap
pada Remaja sebagai Residen
Penurunan Tingkat Insomnia pada
NAPZA. Jurnal Sosio-Humaniora,
Penderita HIV/AIDS (ODHA). Jurnal
5(1), 75–101.
Profesi Keperawatan, 6(1), 1–15.
Maryunani, N. (2014). Asuhan Keperawatan
Rajin, M. (2012). Terapi Spiritual Emotional
Perioperatif. Jakarta: Trans Info
Freedom Tehnique (SEFT) untuk
Media.
Meningkatkan Kualitas Tidur Pasien
Mills, Chaterin J. A. 2012. Comparision of Pasca Operasi Spiritual Emotional
Relaxation Techniques on Blood Freedom Tehnique (SEFT) Therapy to
Preassure Reactivity and Recovery Improve the Quality of Patient Sleep
Assessing the Moderating Effect of on Post Operation in Hospital. UMY.
Anger Coping Style. Dissertation Old.
Remmes A. H., (2012). Current Diagnosis
Nagai, M., & Kario, K. (2012). [Sleep And Treatment Neurology. Sleep
disorder and hypertension]. Nihon Disorders. Second Edition. Singapore:
Rinsho. Japanese Journal of Clinical The McgrawHill Companies, Inc. Pp.
Medicine, 70(7), 1188—1194. 483-491.
Nashori, Fuaad. (2010). Psikologi Sosial Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah,
Islami, Jakarta: PT Refika Aditama. Edisi II. Jakarta: EGC.
National Sleep Foundation. (2010). Dipetik Stanly (2007). Buku Ajar Keperawatan.
Mei Minggu, 2020, dari National Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

13
Jurnal Keperawatan Komprehensif Vol. 7 No.1, Januari 2021: 7-14

Soemardini, Suharsono, T., Kusuma, AM., Verasari. M. (2014). Efektivitas Terapi


(2013). Pengaruh Aromaterapi Bunga Spritual Emotion Freedom Technique
Lavender terhadap Kualitas Tidur (SEFT) terhadap Penurunan Insomnia
Lansia di Panti Werdha Pangesti pada Remaja Sebagai Residen Napza.
Lawang. Majalah Kesehatan Jurnal SosioHumaniora Vol.5 No.1.
Susilawati, & Kasron. (2018). Perbandingan 75-101.
Efektifitas Spiritual Emotional WHO. WHO Guidelines for Safe Surgery.
Freedom Technique dan Progressive (2009). WHO Press.
Muscle Relaxation Untuk Wolniczak, (2013). Association between
Meningkatkan Kualitas Tidur Facebook Dependence and Poor Sleep
Penderita Hipertensi di Cilacap Quality: A Study in a Sample of
Selatan. 6(1), 1–8. Undergraduate Students in Peru. 8(3).
Tamsuri, Anas. (2012). Konsep dan Zainuddin, AF. (2009.) Spiritual Emotional
Penatalaksanaan Pembedahan. Jakarta: Freedom Technique. Jakarta: Afzan
EGC. Publising.
Vangsapalo, D. (2010). Emotional Freedom
Technique (EFT): Terapi Modern
yang Mengubah Hidup Anda.
Tangerang: Quantum Succes Training
& Coaching.

14

Anda mungkin juga menyukai