Anda di halaman 1dari 18

Anatomi Fisiologi Sistem Saraf

A. Sistem Saraf

Sistem saraf adalah sistem koordinasi berupa penghantaran impuls saraf ke susunan saraf
pusat, pemrosesan impuls saraf dan pemberi tanggapan rangsangan (Feriyawati, 2013).
Sistem atau susunan saraf merupakan salah satu bagian terkecil dari organ dalam tubuh, tetapi
merupakan bagian yang paling kompleks. Susunan saraf manusia mempunyai arus informasi
yang cepat dengan kecepatan pemrosesan yang tinggi dan tergantung pada aktivitas listrik
(impuls saraf) (Bahrudin, 2013). Alur informasi pada sistem saraf dapat dipecah secara
skematis menjadi tiga tahap. Suatu stimulus eksternal atau internal yang mengenai organ-
organ sensorik akan menginduksi pembentukan impuls yang berjalan ke arah susunan saraf
pusat (SSP) (impuls afferent), terjadi proses pengolahan yang komplek pada SSP (proses
pengolahan informasi) dan sebagai hasil pengolahan, SSP membentuk impuls yang berjalan
ke arah perifer (impuls efferent) dan mempengaruhi respons motorik terhadap stimulus
(Bahrudin,2013).

Gambar Fungsional Sistem Saraf (biru: sensorik; merah: motorik) (Bahrudin,


2013)
B. Susunan Saraf Pusat
Susunan sistem saraf terbagi secara anatomi yang terdiri dari saraf pusat (otak dan
medula spinalis) dan saraf tepi (saraf kranial dan spinal) dan secara fisiologi yaitu saraf
otonom dan saraf somatik (Bahrudin, 2013).

Gambar Susunan Saraf Manusia (Nugroho, 2013)

1. Sistem Saraf Pusat


Susunan saraf pusat (SSP) yaitu otak (ensefalon) dan medula spinalis, yang
merupakan pusat integrasi dan kontrol seluruh aktifitas tubuh. Bagian fungsional pada
susunan saraf pusat adalah neuron akson sebagai penghubung dan transmisi elektrik
antar neuron, serta dikelilingi oleh sel glia yang menunjang secara mekanik dan
metabolik (Bahrudin, 2013).
a. Otak
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting dan sebagai pusat pengatur
dari segala kegiatan manusia yang terletak di dalam rongga tengkorak. Bagian
utama otak adalah otak besar (cerebrum), otak kecil (cereblum) dan otak tengah
(Khanifuddin, 2012). Otak besar merupakan pusat pengendali kegiatan tubuh yang
disadari. Otak besar ini dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan kanan dan kiri.
Tiap belahan tersebut terbagi menjadi 4 lobus yaitu frontal, parietal, okspital, dan
temporal. Sedangkan disenfalon adalah bagian dari otak besar yang terdiri dari
talamus, hipotalamus, dan epitalamus (Khafinuddin, 2012). Otak belakang/ kecil
terbagi menjadi dua subdivisi yaitu metensefalon dan mielensefalon. Metensefalon
berubah menjadi batang otak (pons) dan cereblum. Sedangkan 7 mielensefalon
akan menjadi medulla oblongata (Nugroho, 2013). Otak tengah/ sistem limbic
terdiri dari hipokampus, hipotalamus, dan amigdala (Khafinuddin, 2012).

Gambar Bagian-bagian Otak (Nugroho, 2013)

Pada otak terdapat suatu cairan yang dikenal dengan cairan serebrospinalis.
Cairan cerebrospinalis ini mengelilingi ruang sub araknoid disekitar otak dan medula
spinalis. Cairan ini juga mengisi ventrikel otak. Cairan ini menyerupai plasma darah
dan cairan interstisial dan dihasilkan oleh plesus koroid dan sekresi oleh sel-sel
epindemal yang mengelilingi pembuluh darah serebral dan melapisi kanal sentral
medula spinalis. Fungsi cairan ini adalah sebagai bantalan untuk pemeriksaan lunak
otak dan medula spinalis, juga berperan sebagai media pertukaran nutrien dan zat
buangan antara darah dan otak serta medula spinalis (Nugroho, 2013).

b. Medula Spinalis (Sumsum tulang belakang)

Sumsum tulang belakang terletak memanjang di dalam rongga tulang belakang,


mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas-ruas tulang pinggang yang kedua.
Sumsum tulang belakang terbagi menjadi dua lapis yaitu lapisan luar berwarna putih
(white area) dan lapisan dalam berwarna kelabu (grey area) (Chamidah, 2013).
Lapisan luar mengandung serabut saraf dan lapisan dalam mengandung badan saraf.
Di dalam sumsum tulang belakang terdapat saraf sensorik, saraf motorik dan saraf
penghubung. Fungsinya adalah sebagai penghantar impuls dari otak dan ke otak
serta sebagai pusat pengatur gerak refleks (Khafinuddin, 2013).
2. Sistem Saraf Tepi
Susunan saraf tepi (SST) yaitu saraf kranial dan saraf spinalis yang merupakan
garis komunikasi antara SSP dan tubuh . SST tersusun dari semua saraf yang
membawa pesan dari dan ke SSP (Bahrudin, 2013). Berdasarkan fungsinya SST
terbagi menjadi 2 bagian yaitu:
a. Sistem Saraf Somatik ( SSS)
Sistem saraf somatik terdiri dari 12 pasang saraf kranial dan 31 pasang saraf spinal.
Proses pada saraf somatic dipengaruhi oleh kesadaran
1.) Saraf kranial
12 pasang saraf kranial muncul dari berbagai bagian batang otak. Beberapa
dari saraf tersebut hanya tersusun dari serabut sensorik, tetapi sebagian besar
tersusun dari serabut sensorik dan motorik. Kedua belas saraf tersebut
dijelaskan pada gambar

2.) Saraf spinal


Ada 31 pasang saraf spinal berawal dari korda melalui radiks dorsal
(posterior) dan ventral (anterior). Saraf spinal adalah saraf gabungan motorik
dan sensorik, membawa informasi ke korda melalui neuron aferen dan
meninggalkan melalui eferen. Saraf spinal diberi nama dan angka sesuai dengan
regia kolumna vertebra tempat munculnya saraf tersebut.

Gambar Saraf Spinalis (31 pasang) beserta nama dan letaknya (Bahrudin, 2013).
b. Sistem Saraf Otonom (SSO)
Sistem saraf otonom mengatur jaringan dan organ tubuh yang tidak disadari.
Jaringan dan organ tubuh yang diatur oleh sistem saraf otonom adalah pembuluh
darah dan jantung. Sistem ini terdiri atas sistem saraf simpatik dan sistem saraf
parasimpatik. Fungsi dari kedua sistem saraf ini adalah saling berbalikan, seperti
pada gambar dibawah ini
Gambar Sistem Saraf Otonom (Parasimpatik-Simpatik) (Nelson, 2015)
SST berdasarkan divisinya juga dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Divisi sensori (afferent) yaitu susunan saraf tepi dimulai dari receptor pada
kulit atau otot (effector) ke dalam pleksus, radiks, dan seterusnya kesusunan
saraf pusat. Jadi besifat ascendens.
2. Divisi motorik (efferent) yang menghubungkan impuls dari SSP ke effector
(Muscle and Glands) yang bersifat desendens untuk menjawab impuls yang
diterima dari reseptor di kulit dan otot dari lingkungan sekitar (Bahrudin,
2013).
C. Sel-sel pada sistem saraf
Sistem saraf pada manusia terdiri dari dua komponen yaitu sel saraf dan sel glial. Sel
saraf berfungsi sebagai alat untuk menghantarkan impuls dari panca indera menuju otak
yang selanjutnya oleh otak akan dikirim ke otot. Sedangkan sel glial berfungsi sebagai
pemberi nutrisi pada neuron (Feriyawati, 2013).
1. Sel Saraf (Neuron)
Sel saraf (neuron) bertanggung jawab untuk proses transfer informasi pada
sistem saraf (Bahrudin, 2013). Sel saraf berfungsi untuk menghantarkan impuls.
Setiap satu neuron terdiri dari tiga bagian utama yaitu badan sel (soma), dendrit dan
akson (Feriyawati, 2013).
Badan sel (soma) memiliki satu atau beberapa tonjolan (Feriyawati, 2006).
Soma berfungsi untuk mengendalikan metabolisme keseluruhan dari neuron
(Nugroho, 2013). Badan sel (soma) mengandung organel yang bertanggung jawab
untuk memproduksi energi dan biosintesis molekul organik, seperti enzim-enzim.
Pada badan sel terdapat nukleus, daerah disekeliling nukleus disebut perikarion.
Badan sel biasanya memiliki beberapa cabang dendrit (Bahrudin, 2013).
Dendrit adalah serabut sel saraf pendek dan bercabang-cabang serta merupakan
perluasan dari badan sel. Dendrit berfungsi untuk menerima dan menghantarkan
rangsangan ke badan sel (Khafinudin, 2012). Khas dendrit adalah sangat bercabang
dan masing-masing cabang membawa proses yang disebutdendritic spines
(Bahrudin, 2013). Akson adalah tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan
informasi keluar dari badan sel (Feryawati, 2012).
Di dalam akson terdapat benang-benang halus disebut neurofibril dan
dibungkus oleh beberpa lapis selaput mielin yang banyak mengandung zat lemak
dan berfungsi untuk mempercepat jalannya rangsangan. Selaput mielin tersebut
dibungkus oleh sel-sel Schwann yang akan membentuk suatu jaringan yang dapat
menyediakan makanan dan membantu pembentukan neurit. Bagian neurit ada yang
tidak dibungkus oleh lapisan mielin yang disebut nodus ranvier (Khafinudin, 2012).
Pada SSP, neuron menerima informasi dari neuron dan primer di dendritic spines,
yang mana ditunjukkan dalam 80-90% dari total neuron area permukaan. Badan sel
dihubungkan dengan sel yang lain melalui akson yang ujung satu dengan yang lain
membentuk sinaps. Pada masing-masing sinap terjadi komunikasi neuron dengan sel
yang lain (Bahrudin, 2013).

2. Sel penyokong atau Neuroglia (Sel Glial)


Sel glial adalah sel penunjang tambahan pada SSP yang berfungsi sebagai
jaringan ikat (Nugroho, 2013), selain itu juga berfungsi mengisolasi neuron,
menyediakan kerangka yang mendukung jaringan, membantu memelihara
lingkungan interseluler, dan bertindak sebagai fagosit. Jaringan pada tubuh
mengandung kira-kira 1 milyar neuroglia, atau sel glia, yang secara kasar dapat
diperkirakan 5 kali dari jumlah neuron (Feriyawati, 2013). Sel glia lebih kecil dari
neuron dan keduanya mempertahankan kemapuan untuk membelah, kemampuan
tersebut hilang pada banyak neuron. Secara bersama-sama, neuroglia bertanggung
jawab secara kasar pada setengah dari volume sistem saraf. Terdapat perbedaan
organisasi yang penting antara jaringan sistem saraf pusat dan sitem saraf tepi,
terutama disebabkan oleh perbedaaan pada
a. Macam-macam Sel Glia
Ada empat macam sel glia yang memiliki fungsi berbeda yaitu
(Feriyawati, 2013):
1) Astrosit/ Astroglia: berfungsi sebagai “sel pemberi makan” bagi sel saraf
2) Oligodendrosit/ Oligodendrolia: sel glia yang bertanggung jawab
menghasilkan mielin dalam susunan saraf pusat.
Sel ini mempunyai lapisan dengan substansi lemak mengelilingi penonjolan
atau sepanjang sel saraf sehingga terbentuk selubung mielin. Mielin pada
susunan saraf tepi dibentuk oleh sel Schwann. Sel ini membentuk mielin
maupun neurolemma saraf tepi. Mielin menghalangi ion natrium dan kalium
melintasi membran neuronal dengan hampir sempurna. Serabut saraf ada
yang bermielin ada yang tidak. Transmisi impuls saraf disepanjang serabut
bermielin lebih cepat daripada serabut yang tak bermielin, karena impuls
berjalan dengan cara meloncat dari nodus ke nodus yang lain disepanjang
selubung mielin (Feriyawati, 2013). Peran dari mielin ini sangatlah penting,
oleh sebab itu pada beberapa orang yang selubung mielinnya mengalami
peradangan ataupun kerusakan seperti pada pasien GBS maka akan
kehilangan kemampuan untuk mengontrol otot-ototnya sehingga terjadi
kelumpuhan pada otot-otot tersebut. Perbedaan struktur dari 13 selubung
mielin normal dengan selubung mielin pada pasien GBS dapat dilihat pada
gambar berikut:
3). Mikroglia: sel glia yang mempunyai sifat fagosit dalam menghilangkan
sel-sel otak yang mati, bakteri dan lain-lain. Sel jenis ini ditemukan
diseluruh SSP dan dianggap penting dalam proses melawan infeksi. Sel
ependimal: sel glia yang berperan dalam produksi cairan cerebrospinal.

b. Neuroglia pada Sistem Saraf Tepi (SST)


Neuron pada sistem saraf tepi biasanya berkumpul jadi satu dan disebut
ganglia (tunggal: ganglion). Akson juga bergabung menjadi satu dan membentuk
sistem saraf tepi. Seluruh neuron dan akson disekat atau diselubungi oleh sel
glia. Sel glia yang berperan terdiri dari sel satelit dan sel Schwann. 14 - Sel
Satelit Badan neuron pada ganglia perifer diselubungi oleh sel satelit. Sel satelit
berfungsi untuk regulasi nutrisi dan produk buangan antara neuron body dan
cairan ektraseluler. Sel tersebut juga berfungsi untuk mengisolasi neuron dari
rangsangan lain yang tidak disajikan di sinap. - Sel Schwann Setiap akson pada
saraf tepi, baik yang terbungkus dengan mielin maupun tidak, diselubungi oleh
sel Schwann atau neorolemmosit. Plasmalemma dari akson disebut axolemma;
pembungkus sitoplasma superfisial yang dihasilkan oleh sel Schwann disebut
neurilemma (Bahrudin, 2013).
Dalam penyampaian impuls dari reseptor sampai ke efektor perifer caranya
berbeda-beda. Sistem saraf somatik (SSS) mencakup semua neuron motorik
somatik yang meng-inervasi otot, badan sel motorik neuron ini terletak dalam
SSP, dan akson-akson dari SSS meluas sampai ke sinapsis neuromuskuler yang
mengendalikan otot rangka. Sebagaian besar kegiatan SSS secara sadar
dikendalikan. Sedangkan sistem saraf otonom mencakup semua motorik neuron
viseral yang menginervasi efektor perifer selain otot rangka. Ada dua kelompok
neuron motorik viseral, satu kelompok memiliki sel tubuh di dalam SSP dan
yang lainnya memiliki sel tubuh di ganglia perifer (Bahrudin, 2013). Neuron
dalam SSP dan neuron di ganglia perifer berfungsi mengontrol efektor di perifer.
Neuron di ganglia perifer dan di SSP mengontrolnya segala bergiliran.
Akson yang memanjang dari SSP ke ganglion disebut serat preganglionik.
Akson yang menghubungkan sel ganglion dengan efektor perifer dikenal sebagai
serat postganglionik. Susunan ini jelas membedakan sistem (motorik visceral)
otonom dari sistem motorik somatik. Sistem motorik somatik dan sitem motorik
visceral memiliki sedikit kendali kesadaran atas kegiatan SSO. Interneuron
terletak diantara neuron sensori dan motorik. Interneuron terletak sepenuhnya
didalam otak dan sumsum tulang belakang. Mereka lebih banyak daripada semua
gabungan neuron lain, baik dalam jumlah dan jenis. Interneuron bertanggung
jawab untuk menganalisis input sensoris dan koordinasi motorik output.
Interneuron dapat diklasifikasikan sebagai rangsang atau penghambat
berdasarkan efek pada membran post sinaps neuron (Bahrudin, 2013).
D. Gangguan Struktur dan Fungsi Otak Penderita Autisme
1. Volume Otak Lebih Berat dan berlebihan
Para ilmuwan dalam riset terbaru menemukan, anak-anak autis pada umumnya
memiliki otak yang lebih berat dan sel-sel otak yang berlebihan. Penelitian dilakukan
pada otak 13 anak laki-laki usia 2-16 tahun. Otak mereka didonasikan untuk penelitian
setelah anak-anak itu meninggal. Menggunakan teknik mikroskopik para peneliti
menghitung jumlah sel otak atau neuron di otak anak-anak itu. Sebanyak 7 anak
menderita autisme dan 6 anak tidak. Para ilmuwan menemukan bahwa otak anak autis
memiliki neuron di area cortex prefrontal 67 persen lebih banyak. Area itu berkaitan
dengan fungsi sosial, emosional dan proses komunikasi, fungsi yang terganggu pada
anak autis. Otak anak autis juga memiliki berat 17,5 persen lebih berat dibanding anak
tanpa gangguan ini. Di otak bagian dorsolateral korteks prefrontal, anak-anak autis
memiliki sel saraf 79% lebih banyak. Di otak bagian mesial korteks prefrontal, anak-
anak autis memiliki sel saraf 29% lebih banyak. Di otak bagian dorsolateral korteks
prefrontal, rata-rata terdapat 1,57 miliar sel saraf pada anak autis, dibandingkan
dengan 0.88 miliar pada anak lain.
Di otak bagian mesial korteks prefrontal, rata-rata terdapat 0.36 miliar sel saraf
pada anak autis, dibandingkan dengan 0,28 miliar pada anak lain. Perbedaan berat otak
sebesar 17,6% bdi antara anak-anak dengan autisme, dibandingkan dengan 0,2% di
antara mereka tanpa autisme. Bersama-sama, 2 sub bagian otak memberikan jumlah
gabungan sel saraf prafrontal 67 persen lebih besar pada anak-anak autisdibandingkan
dengan kelompok kontrol. Bertambahnya berat dan jumlah sel saraf otak pada
kelompok autis tidak signifikan berkorelasi. Alasannya adalah hal yang sama juga bisa
dijumpai pada anak yang mengalami megalencephaly atau pembesaran otak yang tidak
normal. Perkembangan neuron di area prefrontal cortex terjadi saat kehamilan. Saat
janin berkembang di kandungan terjadi pertumbuhan berlebihan sel otak, terutama di
usia 10-20 minggu kehamilan. Pertumbuhan itu diikuti oleh ledakan dan separuh sel-
sel otak mati sehingga saat lahir bayi memiliki ukuran otak yang normal. Para
ilmuwan mengatakan siklus tersebut membuat otak mengatur dirinya dan sel-sel otak
saling tersambung satu sama lain. Namun jika terjadi pertumbuhan berlebihan, koneksi
antar sel otak ini akan terganggu.
2. Ukuran kepala dan otak lebih besar
Studi sebelumnya menunjukkan, anak autis memiliki ukuran kepala lebih besar
dan otak. Selain itu bagian otak yang penting untuk memroses emosi, komunikasi dan
sosial berkembang berlebihan. Pada 2005, para ahli meneliti sekelompok anak berusia
2 tahun , dan menemukan bahwa seorang anak pengidap autisme memiliki otak dengan
ukuran 5% hingga 10% lebih besar dibandingkan anak yang tidak mengalami
gangguan tersebut. Para ahli belum lama ini melakukan pemeriksaan terhadap
kelompok anak yang sama setelah mereka menginjak usia 5 tahun. Para psikiatri
melakukan scan otak ulang pada 38 anak pengidap autisme dan 21 anak non autisme.
Hasilnya menunjukkan bahwa anak autistik masih memiliki ukuran otak yang sedikit
lebih besar, tetapi tetapi ukuran pertumbuhannya sama dengan kelompok anak yang
tidak mengidap autisme.
3. Volume hipokampus dan sistem limbik tidak normal Kuantitatif Magnetic Resonance
Imaging (MRI)
studi tentang mikro dan macrostructure pada anak-anak dengan autisme
menunjukkan heterogenitas populasi autistik dari faktor-faktor seperti variasi
kecerdasan dan tidak cukup akuntansi untuk yang berkaitan dengan usia perubahan
dalam perkembangan otak. Penelitian telah dilakukan terhadap volumetri global dan
regional, relaxometry, anisotropi, dan diffusometry bagian Greymatter (otak abu-abu)
dan putih pada 10 anak autisme berfungsi sebagai kontrol kecerdasan nonverbal.
Ternyata hasilnya menunjukkan volume hipokampus normalisasi meningkat dengan
usia pada individu autisme dengan struktur limbik yang lebih besar pada. Demikian
pula volume Hippocampus lebih besar pada anak-anak autisme. Volume Hippocampus
berkorelasi terbalik dengan kecerdasan nonverbal seluruh individu kontrol. Pola
kelainan hippocampal menunjukkan adanya gangguan pada perkembangan otak pada
anak-anak autisme intelek independen.
4. Pertumbuhan yang berlebihan dan disfungsi pada korteks prefrontal serta area-area
otak lainnya.
Korteks prefrontal merupakan bagian lapisan terluar kortikal otak, yang terdiri
dari satu-sepertiga dari semua materi abu-abu kortikal. Lapisan ini merupakan bagian
otak yang terlibat dalam sosial, bahasa, komunikasi, fungsi afektif dan kognitif,
merupakan fungsi yang paling mendapat gangguan pada autisme. Penelitian pencitraan
otak pada anak-anak penderita autisme telah menunjukkan pertumbuhan yang
berlebihan dan disfungsi pada korteks prefrontal serta area-area otak lainnya. Sebuah
studi dari para peneliti di University of California, Autism Center of Excellence San
Diego, menunjukkan bahwa pertumbuhan otak pada anak penderita autis melibatkan
jumlah neuron yang berlebihan di area otak yang berhubungan dengan sosial,
5. komunikasi dan perkembangan kognitif.
studi ini menemukan bahwa anak-anak penderita autisme memiliki kelebihan
neuron hingga 67 persen pada korteks prefrontalnya. Otak anak-anak autis juga lebih
berat dibandingkan anak-anak yang bertumbuh secara normal pada usia yang sama.
Karena neuron kortikal baru tidak dihasilkan setelah kelahiran, maka peningkatan
jumlah neuron pada anak autisme telah terjadi pada proses kehamilan. Proliferasi
(perkembangan) neuron tersebut bersifat eksponensial antara kehamilan 10 minggu
dan 20 minggu, dan biasanya menghasilkan peluapan neuron pada poin dalam
perkembangan janin ini. Namun, selama trimester ketiga kehamilan dan kehidupan
awal bayi, sekitar setengah dari neuron biasanya dikeluarkan dalam proses yang
disebut apoptosis (kematian sel). Kegagalan dari proses perkembangan awal yang
penting ini akan menciptakan kelebihan patologis neuron kortikal yang besar.
Neuron pada prefrontal cortex lebih banyak. Temuan studi ini didasarkan pada
analisis post-mortem dari tujuh anak laki-laki autis yang berusia antara 2-16 tahun
yang semuanya menderita kematian karena kecelakaan. Sebagian besar kematian itu
diakibatkan karena tenggelam, satu orang kehilangan nyawa karena kanker otot pada
usia 8 tahun, dan penyebab kematian dari seorang yang autis pada usia 16 tahun belum
ditemukan. Para peneliti memeriksa otak dari para anak laki-laki pengidap autis
tersebut dan membandingkannya dengan kelompok kontrol setengah lusin anak-anak
yang meninggal karena kecelakaan. Hasil temuan mereka mengungkap bahwa otak
dari anak laki-laki yang kena autis lebih berat 18 persen, berisi 67 persen neuron pada
prefrontal cortex dibanding otak normal berdasarkan umur. Prefrontal cortex
merupakan area di otak yang bertanggung jawab terhadap perilaku tertentu, termasuk
kemampuan sosial, perhatian, suasana hati. Banyaknya sel-sel otak di bagian yang
bertanggung jawab untuk komunikasi dan perkembangan emosi diduga menjadi
penyebab autisme. Karena cortical neurons tidak dihasilkan pada kehidupan setelah
melahirkan, peningkatan patologis pada jumlah neuron dalam anak-anak autis
mengindikasikan penyebab dalam masa prenatal.
6. Mutasi genetik memotong komunikasi antar sel otak.
Peneliti menyatakan bahwa mereka telah menemukan mutasi genetik pada orang
yang menderita autisme. Mutasi ini memotong komunikasi antar sel otak hingga
sepersepuluh tingkat normal. Dalam penelitian tersebut ditemukan sebuah protein yang
bermutasi pada penderita autisme. Protein ini mampu membantu transfer data antar sel
otak melalui jalur saraf yang disebut synapses. Ini menyebabkan penderita autisme
mengalami masalah perilaku dam kemampuan kognitif. Mutasi protein yang disebut
Shank3 ini menawarkan banyak kemungkinan untuk merawat autisme. Perkembangan
perawatannya mungkin baru ada beberapa tahun lagi. Namun kami mengetahui
kinerjanya, kami mengetahui bagian yang bermasalah. Perbedaan dalam mielinasi
callosal Magnetization Transfer Ratio (MTR) dan Histogram puncak MTR tinggi dan
lokasi secara signifikan lebih tinggi pada anak-anak dengan autisme daripada biasanya
mengembangkan anak, menunjukkan mielinasi yang abnormal dari corpus callosum
dalam autismePerbedaan dalam mielinasi callosal mungkin mencerminkan perubahan
dalam proses normal yang diatur dengan baik mielinasi otak, dengan implikasi yang
luas untuk neuropatologi, diagnosis, dan pengobatan autisme.Ketidak seimbangan
metabolisme inter-regional dan inter-hemispheric brain metabolism Pada
pemerikasaan Functional neuroimaging didapatkan ketidak seimbangan metabolisme
inter-regional dan inter-hemispheric brain metabolism
7. Gangguan aliran darah pada otak bagian anterior cingulate gyrus.
Dalam penilian lain menunjukkan pada penderita Autisme didapatkan gangguan
aliran darah pada otak bagian anterior cingulate gyrus. Peran potensial antibodi plasma
ibu terhadap manusia protein otak janin. Peran potensial autoantibodies ibu dalam
penyebab beberapa kasus autisme telah diusulkan dalam studi sebelumnya. Penelitian
terhadap peran antibodi plasma ibu terhadap manusia protein otak janin dan dewasa
dianalisis dengan western blot pada 61 ibu dari anak-anak dengan gangguan autis dan
102 kontrol. Adanya antibodi dalam plasma beberapa ibu dari anak-anak dengan
autisme, serta temuan diferensial antara ibu dari anak-anak dengan onset dini dan
autisme regresif dapat menunjukkan hubungan antara transfer autoantibodi IgG pada
neurodevelopment awal dan risiko berkembangnya autisme pada beberapa anak
8. Disfungsi sistem saraf dalam mediasi pengolahan objek dan kognisi sosial
Penelitian terhadap gangguan spektrum autisme (ASD) mengungkapkan adanya
disfungsi dalam sistem saraf mediasi pengolahan objek dan kognisi sosial. Respon
kortikal dalam biasanya berkembang remaja dan orang-orang dengan ASD terhadap
rangsangan dari domain konseptual yang berbeda yang dikenal untuk mendapatkan
kategori yang berhubungan dengan aktivitas dalam sistem saraf yang terpisah.
Didapatkan defisit selektif dalam rangsangan sosial yang dinamis (video dan titik-light
display orang, bergerak bentuk geometris), tetapi tidak gambar statis, di wilayah lateral
yang fungsional lokal dari gyrus fusiform kanan, termasuk daerah fusiform wajah.
Sebaliknya, tidak ada perbedaan kelompok yang ditemukan dalam menanggapi baik
gambar statis atau rangsangan dinamis di daerah otak lain yang terkait dengan wajah
dan proses sosial (misalnya posterior sulkus temporal superior, amigdala),
menunjukkan konektivitas teratur antara daerah dan gyrus fusiform di ASD.
Kemungkinan ini diperkuat oleh analisis konektivitas fungsional.
9. Gangguan neurotransmiter otak
Dalam berbagai tinjauan penelitian berbasis imunoneuropatobiologis
menunjukkan bahwa Neurotransmiter berperanan sangat penting dalam gangguan
autisme dan gangguan perilaku lainnya. Neurotransmiter yang berpengaruh pada
terjadinya gangguan perilaku tersebut adalah dopamin, norepinefrin, serotonin,
GABA, glutamat dan asetilkolin. Selain itu, penelitian-penelitian juga menunjukksan
adanya kelompok neurotransmiter lain yang berperan penting pada timbulnya mania,
yaitu golongan neuropeptida, termasuk endorfin, somatostatin, vasopresin dan
oksitosin. Diketahui bahwa neurotransmiter-neurotransmiter ini, dalam beberapa cara,
tidak seimbang (unbalanced) pada otak individu mania dibanding otak individu
normal. GABA diketahui menurun kadarnya dalam darah dan cairan spinal pada
pasien mania. Norepinefrin meningkat kadarnya pada celah sinaptik, tapi dengan
serotonin normal. Dopamin juga meningkat kadarnya pada celah sinaptik,
menimbulkan hiperaktivitas dan asgresivitas mania, seperti juga pada skizofrenia.
Defisiensi atau kekurangan fungsional sinyal GABAergic. Neuropatologi autisme
dan epilepsi memiliki histologi yang sama melibatkan proses neurogenesis, migrasi
saraf, sel mati terprogram, dan perkembangan neurite. Kemajuan genetik telah
mengidentifikasi beberapa molekul yang berpartisipasi dalam pembangunan saraf,
konektivitas jaringan otak, dan fungsi sinaptik yang terlibat dalam patogenesis autisme
dan epilepsi. Mutasi di GABA (A) subunit reseptor telah sering dikaitkan dengan
epilepsi, autisme, dan gangguan neuropsikiatri lainnya. Defisiensi atau kekurangan
fungsional sinyal GABAergic adalah mekanisme molekuler potensial umum
mendasari co-morbiditas autisme dan epilepsi.
No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi ( NIC ) Implementasi
1 Hambatan Setelah dilakukan NIC : Modifikasi 1. Menentukan
interaksi keperawatan 3 x 24 jam prilaku motivasi
sosial diharapan hambatan 1. Tentukan pasien
berhubun interaksi sosial dapat motivasi terhadap
gan teratasi denganktiteria pasien (perlunya)
dengan hasil: terhadap perubahan
kendala (perlunya) prilaku
komunika NOC : keterampilan perubahan 2. Membantu
si interaksi sosial prilaku pasienuntuk
2. Bantu dapat
No Diagnosa A T pasienuntuk mengidentifik
1 Menunjukan 2 5 dapat asi kekuatan
penerimaan mengidentifi dirinya dan
2 Bekerja sama 2 5 kasi kekuatan menguatkann
dengan orang dirinya dan ya
lain menguatkann 3. Mendukung
3 Menunjukan 2 5 ya untuk untuk
perhatian 3. Dukung menggati
4 Menunjukan 2 5 untuk untuk kebiasaan
kehangantan menggati yang tidak
5 Menunjukan 2 5 kebiasaan diinginkan
sikap yang yang tidak dengan
tenang diinginkan kebiasaan
dengan yang
kebiasaan diinginkan
yang 4. Mengenalkan
diinginkan pasien pada
4. Kenalkan orang atau
pasien pada kelompok
orang atau yang telah
kelompok berhasil
yang telah melawan
berhasil pengalaman
melawan yang sama
pengalaman 5. Memberikan
yang sama jaminan
5. Berikan bahwa
jaminan intervensi di
bahwa implementasi
intervensi di kan secara
implementasi konsisten oleh
kan secara semua staf
konsisten
oleh semua
staf
2 Hambatan Setelah dilakukan NIC : Mendengar 1. Menentukan
komunika keperawatan 3 x 24 jam aktif kerangka
si verbal diharapan hambatan 1. Tentukan waktu untuk
behubung komunikasi verbal dapat kerangka menyelesaika
an dengan teratasi dengan kriteria waktu untuk n tugas
hambatan hasil : menyelesaika 2. Memastikan
lingkunga n tugas lingkungan
n NOC : Komunikasi 2. Pastikan yang optimal
lingkungan untuk
No Diagnosa A T yang optimal menyelesaika
1 Menggunak 2 5 untuk n tugas
an bahasa menyelesaika 3. Menjaga
tertulis n tugas privasi dan
2 Menggunak 2 5 3. Jaga privasi jamin
an bahas dan jamin kerasiaan
lisan kerasiaan 4. Menggambar
3 Menggunak 2 5 4. Gambarkan kan
an foto dan pengalaman pengalaman
gambar yang terkait yang terkait
4 Menggunak 2 5 dengan lima dengan lima
an bahasa indera, jika indera, jika
isyarat bisa bisa dilakukan
5 Menggunak 2 5 dilakukan 5. Mendukung
an pesan 5. Dukung ekspresi
yang ekspresi pikiran dan
diterima pikiran dan perasaan klien
perasaan yangpaling
klien dalam
yangpaling
dalam
3 Risiko Setelah dilakukan NIC : Manajemen 1. Menciptakan
cedera keperawatan 3 x 24 jam Lingkungan lingkungan
berhubun diharapan Risiko cedera 1. Ciptakan yang aman
gan dapat teratasi lingkungan bagi pasien
dengan denganktiteria hasil : yang aman 2. Mengidentifik
Hipoksia bagi pasien asi kebutuhan
jaringan NOC : kejadian jatuh 2. Identifikasi keselamatan
kebutuhan pasien
No Diagnosa A T keselamatan berdasarkan
1 Jatuh saat 2 5 pasien fungsi fisik
berdiri berdasarkan dan kognitif
2 Jatuh saat 2 5 fungsi fisik riwayat
berjalan dan kognitif prilaku
3 Jatuh saat 2 5 riwayat dimasa lalu
duduk prilaku 3. Menyingkirka
4 Jatuh saat 2 5 dimasa lalu n benda benda
naikt angga 3. Singkirkan berbahaya
5 Jatuh 2 5 benda benda dari
saatturun berbahaya lingkungan
tangga dari 4. Mendampingi
lingkungan pasien selama
4. Dmpingi tidak ada
pasien kegiatan
selama tidak bangsal
ada kegiatan dengan tepat
bangsal 5. Menyediakan
dengan tepat tempat tidur
5. Sediakan dengan
tempat tidur ketinggian
dengan yang rendah
ketinggian yang sesuai
yang rendah
yang sesuai
4 Konflik Setelah dilakukan NIC : Dukungan 1. Mengkaji
peran keperawatan 3 x 24 jam pengasuhan ( tingkat
orang tua diharapan Konflik peran caregiver support ) pengetahuan
berhunga orang tua dapat teratasi 1. Mengkaji caregiver
n dengan denganktiteria hasil : tingkat 2. Tidak
perawatan pengetahuan menyepelehka
anak NOC : kinerja pengasuhan caregiver n peran sulit
dengan 2. Tidak caregiver
kebutuha No Diagnosa A T menyepelehk 3. Menerima
n khusus 1 Menyediakan 2 an peran sulit ekspresi
dirumah kebutuhan caregiver negatif dari
fisik anak 3. Menerima caregiver
2 Menyediakan 2 5 ekspresi 4. Memonitor
nutrisi yang negatif dari interaksi
sesuai usia caregiver keluarga
3 Menghilangk 2 5 4. Monitor dalam
an bahaya interaksi permasalahan
lingkungan keluarga berklaitan
yang bisa dalam dengan pasien
dikontrol permasalahan 5. Mendukung
berklaitan upaya
4 Memberikan 2 5 dengan bertanggung
rutinitas pasien jawab
harian anak 5. Mendukung caregiver
5 Menstimulasi 2 5 upaya sesuai dengan
perkebangan bertanggung kebutuhan
kognitif jawab
caregiver
sesuai
dengan
kebutuhan

Anda mungkin juga menyukai