Anda di halaman 1dari 20

PROBLEM BASED LEARNING

MODUL 2

“NEUROFISIOLOGI”

Disusun Oleh :

RIANTI

J011211006

Kelompok 8

Tutor Pembingbing : drg. Namirah Kamaruddin

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Skenario

Seorang mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi memeriksakan diri di Rumah Sakit


Unhas terkait rasa nyeri kepala yang sering dia rasakan. Saat berkonsultasi
dengan dokter, dia mendapatkan kuliah singkat mengenai sistem saraf pusat dan
perifer, sistem somatosensori, jaras nyeri, sistem inhibisi nyeri, beserta reseptor-
reseptor nyeri.

1.2. Kata Kunci


1. rasa nyeri kepala
2. Sistem saraf pusat
3. Sistem saraf perifer
4. Receptor-reseptor nyeri
5. berkonsultasi
6. Mahasiswa
7. Kuliah singkat
8. Sistem somatosensori
9. Sistem inhibisi nyeri
10. Jaras nyeri/pain pathway
1.3.Pertanyaan Penting
1. Apa saja klasifikasi sistem somatosensori?)
2. Mengapa seseorang dapat merasakan nyeri kepala?
3. Apa itu sistem saraf pusat?
4. Apa itu sistem inhibisi nyeri?
5. Bagaimana mekanisme kerja sistem saraf pusat?
6. Apa saja reseptor-reseptor nyeri?
7. Apa itu sistem saraf perifer?
8. Apa hubungan sistem saraf pusat dengan nyeri pada kepala ?
9. Bagaimana mekanisme kerja sistem saraf perifer?
10. Apa saja perbedaan sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer?
11. Bagaimana mekanisme jaras nyeri?
12. Apa saja klasifikasi rasa nyeri? Kemudian sakit kepala tersebut kira-kira
masuk kemana?
13. Bagaimana mekanisme sistem somatosensori?
14. Apa hubungan sistem saraf perifer dengan nyeri di kepala ?
15. Apa saja penyebab dari rasa nyeri?
16. Bagaimana mekanisme inhibisi nyeri?
17. Apa itu sistem somatosensori?

1.4.Tujuan Pembelajaran
1. Menjelaskan sistem saraf pusat dan mekanisme kerjanya.
2. Menjelaskan sistem saraf perifer dan mekanisme kerjanya.
3. Menjelaskan perbedaan sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer
4. Menjelaskan sistem somatosensori, mekanismenya dan klasifikasi sistem
somatosensori.
5. Menjelaskan sistem inhibisi nyeri dan mekanisme inhibisi nyeri
6. Menyebutkan dan menjelaskan reseptor-reseptor nyeri.
7. Menjelaskan penyebab dari rasa nyeri.
8. Menjelaskan mekanisme jaras nyeri.
9. Menyebutkan dan menjelaskan klasifikasi rasa nyeri dan menentukan nyeri
kepala tersebut kira-kira termasuk ke klasifikasi yang mana.
10. Menjelaskan alasan seseorang dapat merasakan nyeri kepala.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Menjelaskan Sistem Saraf Pusat dan Mekanisme Kerjanya


2.1.1 Anatomi Sistem Saraf Pusat
Nama sistem saraf berasal dari "saraf", yang mana merupakan bundel silinder
serat yang keluar dari otak dan central cord, dan bercabang-cabang untuk
menginervasi setiap bagian tubuh (Kandel et al, 2000). Adapun sistem saraf terdiri
dari dua macam yakni sistem saraf pusat (terdiri dari semua sel saraf, otak dan urat
saraf tulang belakang) dan sistem saraf tepi (terdiri dari semua neuron yang
menghubungkan sistem saraf pusat dengan kelenjar- kelenjar, otot-otot dan reseptor
sensorik). Sistem saraf tepi juga dibagi dua yakni sistem somatik dan sistem otonom
(Semiun, 2006).
SSP berada di dalam rongga tubuh dorsal, dengan otak ditempatkan di rongga
tengkorak dan sumsum tulang belakang di kanal tulang belakang. Pada vertebrata,
otak dilindungi oleh tengkorak, sementara sumsum tulang belakang dilindungi oleh
vertebrae. Otak dan sumsum tulang belakang keduanya ditutupi oleh membrane
protektif yang bernama meninges (Anthea et. al, 1993). SSP memiliki fungsi untuk
mengkoordinasi segala aktivitas bagian tubuh manusia. Dalam mengkoordinasi
segala aktivitas tubuh manusia, SSP dibantu oleh sistem saraf perifer yang merupakan
penghubung impuls dari SSP menuju sel organ efektor (Nugroho, 2012).
Sistem saraf pusat dibagi atas otak dan medula spinalis. Otak terletak dalam
cavum cranii yang dikelilingi oleh suatu capsula tulang, medula spinalis terletak pada
canalis vertebralis tertutup oleh columna vertebralis (Kahle et al, 2000). Susunan
saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis yang merupakan pusat-pusat utama
terjadinya korelasi dan integrasi informasi saraf. Saraf pusat terdiri dari sel-sel saraf
dengan prosesus-prosesusnya yang disebut neuron serta disokong oleh jaringan
khusus yaitu neuroglia (Snell, 2006).
Otak, salah satu organ terbesar yang ada pada manusia, memiliki 4 bagian
major, yaitu brainstem (batang otak), serebelum, diensefalon, dan serebrum (Gary &
Kevin, 2000). Yang termasuk bagian batang otak adalah otak tengah, pons, dan
sumsum belakang. Ini bertindak sebagai pusat relay (penghubung) yang
menghubungkan serebri dan serebelum ke sumsum tulang belakang. Ia melakukan
banyak fungsi otomatis seperti pernapasan, detak jantung, suhu tubuh, bangun dan
siklus tidur, pencernaan, bersin, batuk, muntah, dan menelan. Sepuluh dari dua belas
saraf kranial berasal dari batang otak (Mayfield Clinic). Serebelum adalah bagian
terbesar kedua pada otak setelah serebrum. Serebelum terletak di posterior pons dan
medulla dan di inferior pars posterior serebrum (Moore and Dalley, 2013). Bagian
otak ini berfungsi untuk mengkoordinasikan gerakan otot,menjaga postur tubuh, dan
keseimbangan (Gary & Kevin, 2000). Diensefalon adalah bagian yang kecil, tetapi
penting. Berlokasi di antara bawah otak tengah dan diatas serebelum. Diensefalon
mengandung dua struktur utama, yaiut hipotalamus dan thalamus. Hipotalamus
berfungsi untuk mengatur suhu tubuh, selain itu hipotalamus juga terlibat dalam
mengatur keseimbangan cairan tubuh, sirkulasi tidur, mengatur nafsu makan dan
banyak emosi seperti rasa senang, takut, amarah, gairah seksual, dan rasa sakit.
Talamus berfungsi untuk menyampaikan sensor dan sinyal motorik ke korteks otak
(Gary & Kevin). Serebrum adalah bagian terbesar dari otak dan terdiri dari belahan
kanan dan kiri. Serebrum melakukan fungsi yang lebih banyak seperti menafsirkan
sentuhan, penglihatan dan pendengaran, serta ucapan, penalaran, emosi,
pembelajaran, dan kontrol pergerakan yang baik. (Mayfield Clinic).
Sistem limbik adalah bagian dari otak yang terletak di kedua sisi talamus dan
berada di bawah serebrum. Sistem limbik terlibat dalam mengatur fungsi emosi,
motivasi, pembelajaran dan ingatan (Schacter & Daniel, 2012). Sistem limbik sering
digolongkan sebagai "struktur serebral". Struktur ini terkait erat dengan penciuman,
emosi, dorongan, regulasi otonom, memori, dan patologis terhadap ensefalopati,
epilepsi, gejala psikotik, cacat kognitif (Adam & Victor, 2005). Relevansi fungsional
sistem limbik telah terbukti melayani berbagai fungsi seperti pengaruh / emosi,
memori, pemrosesan sensorik, persepsi waktu, perhatian, kesadaran, naluri, kontrol
otonom / vegetatif, dan tindakan / perilaku motorik. Beberapa gangguan yang terkait
dengan sistem limbik adalah epilepsi dan skizofrenia (Iversen, 2004)

2.1.2 Mekanisme Sistem Saraf Pusat

Neuron adalah unit struktural dan fungsional sistem saraf yang dikhususkan
untuk komunikasi cepat atau merupakan unsur penyusun sistem saraf (Moore et al.,
2002). Neuron terdiri dari badan sel saraf atau perikaryon (Gambar 2.3), yang
mengandung nukleus, retikulum endoplasma, aparatus golgi dan komponen lainnya
yang diperlukan untuk sintesis protein (Wibowo, 2001). Bentuk dan ukuran neuron
bervariasi, tetapi masing-masing mempunyai sebuah badan sel yang dari
permukaannya menonjol satu atau lebih yang disebut neurit. Neurit yang berfungsi
untuk menerima informasi dan menghantarkannya ke arah badan sel dendrit (Snell,
2006). Dendrit merupakan penerima implus saraf (reseptor) sedangkan akson
berfungsi meneruskan pesan dari neuron ke terminal akson (Wibowo, 2001) implus-
implus saraf tersebut kemudiaan diteruskan ke neuron-neuron lain, otot-otot atau
kelenjar-kelenjar. Neuron meneruskan implus ke neuron-neuron lain dengan sarana
zat kimia yang disebut neurotransmiter (Semium, 2006). Proses hantaran implus
tersebut merupakan proses elektrik, akan tetapi pada ujung terminal akson akan
terjadi pelepasan substansi kimia. Substansi kimia tersebut akan menyebar melintasi
celah sinaptik diantara terminal saraf dan jaringan neuroefektor dan selanjutnya
kontak dengan reseptor (Wibowo, 2001).

2.2. Menjelaskan Sistem Perifer dan Mekanisme Kerjanya.


2.2.1 Sistem Perifer
Sistem saraf tepi yang terdiri dari serat aferen dan eferen yang menyampaikan
sinyal antara SSP dan perifer ( bagian tubuh lainnya ). Divisi eferen sistem saraf tepi
adalah jalur yang digunakan oleh sistem saraf pusat untuk mengontrol aktivitas otot
dan kelenjar, organ-organ efektor yang melaksanakan efek atau Tindakan yang
diinginkan (biasanya tiap-tiap kontraksi atau sekresi).
Otot jantung, otot polos , sebagian besar kelenjar eksoskrin, sebagian besar
kelenjar endokrin, dan jaringan adiposa (lemak) disarafi oleh sistem saraf autonomy,
cabang involunter fivisi eferen perifer. Otot rangka disarafi oleh sistem saraf somatic,
cabang divisi eferen yang berada di bawah control kesadaran.
Setiap jalur saraf autonomy yang berjalan dari SSP ke suatu organ yang
disarafi adalah suatu rangkaian dua neuron. Badan sel neuron pertama dalam
rangkaian ini terletak di SSP. Aksonnya, serat praganglion, bersinapsis dengan badan
sel neuron kedua, yang terletak didalam suatu ganglion. Akson neuron kedua, serat
pascaganglion menyarafi organ efektor.
2.2.2 Mekanisme Kerja Perifer
Sistem saraf perifer secara fungsional terbagi menjadi dua yaitu
sistem saraf somatic yang berfungsi mengatur interaksi tubuh dengan lingkungan luar
yang terdiri dari dua macam saraf yaitu saraf aferen yang membawa input sensoris
dari reseptor diseluruh bagian tubuh. Yang kedua yaitu saraf eferen yang membawa
sinyal dari sistem saraf pusat menuju otot dan kelenjar. Selanjutnya adalah sistem
saraf otonom yaitu bagian dari sistem saraf perifer yang berfungsi mengatur kondisi
internal, sistem saraf otonom juga terdiri dari saraf aferen dan saraf eferen.

2.3 Menjelaskan Perbedaan Sistem Saraf Pusat dan Sistem Saraf Perifer
2.3.1 Sistem Saraf Pusat
Sembilan puluh persen sel sistem saraf adalah sel glia yang tidak peka
rangsang, sistem saraf pusat (SSP) yang terdiri dari otak dan medulla spinalis,
menerima masukan tentang lingkungan eksternal dan internal dari neuron aferen. SSP
menyortir dan mengolah masukan ini melalui interneuron dan kemudian memulai
arahan yang sesuai di neuron eferen, yang membawa perintah ke kelenjar atau otot
untuk melaksanakan respon yang di inginka, yaitu beberapa jenis sekresi dan
pergerakan.
Sistem saraf pusat ini dibagi menjadi divisi aferen dan eferen. Divisi aferen
membawa informasi ke SSP, memberi tahu tentang lingkungan eksternal dan
aktivitas internal yang sedang diatur oleh susunan saraf ( a berasal dari ad, yang
berarti “menuju” seperti dalam advance; feren berarti “membawa”; karena itu, aferen
artinya “membawa ke”). Instruksi dari SSP disalurkan melalui divisi eferen ke organ
efektor-otot atau kelenjar yang melaksanakan perintah agar dihasilkan efek yang
sesuai (e berasal dari eks, yang berarti “dari”, seperti dalam exit”; karena itu, eferen
berarti “membawa dari”).
Sistem saraf pusat mengandung lebih dari 100 miliar neuron. Sinyal yang
datang masuk ke neuron ini melalui sinaps yang lokasinya sebagian besar terletak di
dendrit neuron, dan juga pada badan sel.
Sistem saraf manusia mempunyai kemampuan fungsional khusus yang
diturunkan pada setiap perkembangan evolusi manusia.
Dari sifat-sifat yang diwariskan ini, tiga tingkat utama sistem saraf pusat
mempunyai sifat-sifat fungsional yang khas, yakni :
1. Tingkat medulla spinalis’ Apabila medulla spinalis diporong setinggi leher
atas, akan tetap banyak fungsi medulla spinalis yang masih tetap ada. Contohnya
sirkuit neuronal dalam medulla spinalis dapat menyebabkan (1) Gerakan berjalan, (2)
refleks yang menarik bagian tubuh dari suatu objek, (3) refleks yang menegangkan
kaki guna menunjang tubuh terhadap gravitasi, dan (4) refleks yang dipakai untuk
mengatur pembuluh-pembuluh darah lokal, Gerakan gastrointestinal atau ekskresi
urine.
2. Tingkat otak bagian bawah atau tingkat subkortikal Hampir sebagian besar
aktivitas bawah sadar tubuh diatur oleh bagian bawah otak di medulla oblongata,
pons, mesensefalon, hipotalamus, thalamus, serebelum, dan ganglia basalis. Sebagai
contoh, pengaturan bawah sadar dari tekanan arteri dan pernapasan terutama
dilaksanakan di medulla oblongata dan pons.
3. Tingkat otak bagian atas atau tingkat korteks Pada tingkat ini memiliki
fungsi yang sangat kompleks, namun dapat diawali dengan kenyataan bahwa korteks
serebri merupakan Gudang memori yang sangat besar. Korteks tidak pernah berfungsi
sendiri tetapu selalu berhubungan dengan pusat-pusat bagian bawah sistem saraf.
Tanpa adanya korteks serebri, fungsi pusat-pusat otak bagian bawah sering tidak
tepat.
Informasi dihantarkan dalam sistem saraf pusat terutama dalam bentuk
potensial aksi saraf, disebut “implus saraf”, yang melewati serangkaian neuron, dari
satu neuron ke neuron berikutnya. Namun, selain itu, setiap impuls (1) dapat
dihambat sewaktu dihantarkan dari implus tunggal menjadi impuls yang datangnya
beruntun atau (3) dapat digabungkan dengan impuls yang datang dari neuron-neuron
lainnya untuk membentuk polaimpuls yang sangat rumit yang melewati rangkaian
neuron. Semua fungsi ini dapat diklasifikasikan sebagai fungsi sinaptik neuron.
2.3.2 Sistem Sistem Tepi(Perifer)
Sistem saraf tepi yang terdiri dari serat aferen dan eferen yang menyampaikan
sinyal antara SSP dan perifer ( bagian tubuh lainnya ). Divisi eferen sistem saraf tepi
adalah jalur yang digunakan oleh sistem saraf pusat untuk mengontrol aktivitas otot
dan kelenjar, organ-organ efektor yang melaksanakan efek atau Tindakan yang
diinginkan (biasanya tiap-tiap kontraksi atau sekresi).
Otot jantung, otot polos , sebagian besar kelenjar eksoskrin, sebagian besar
kelenjar endokrin, dan jaringan adiposa (lemak) disarafi oleh sistem saraf autonomy,
cabang involunter fivisi eferen perifer. Otot rangka disarafi oleh sistem saraf somatic,
cabang divisi eferen yang berada di bawah control kesadaran.
Setiap jalur saraf autonomy yang berjalan dari SSP ke suatu organ yang
disarafi adalah suatu rangkaian dua neuron. Badan sel neuron pertama dalam
rangkaian ini terletak di SSP. Aksonnya, serat praganglion, bersinapsis dengan badan
sel neuron kedua, yang terletak didalam suatu ganglion. Akson neuron kedua, serat
pascaganglion menyarafi organ efektor.
2.4 Menjelaskan sistem somatosensori, mekanismenya dan klasifikasi sistem
somatosensori.
2.4.1 Sistem dan Mekanisme Somatosensori
Cara kerja somatosensori atau proses perabaan dimulai dari masuknya
stimulus mengenai kulit, kemudian diterima oleh reseptor-reseptor dan berproses
menjadi sinyal-sinyal neuron melalaui serabut-serabut saraf yang akan membawa
informasi dari reseptor-reseptor kulit dan reseptor somatosensori lainnya berkumpul
di saraf dan akan diteruskan ke sumsum tulang belakang melalui dorsal roots (akar
dorsal). Daerah yang dirangsang oleh akar dorsal kiri dan kanan di segmen sumsum
tulang belakang tertentu disebut dermatoma. Dalam sistem perabaan terdapat dua
jalur utama untuk mengirimkan stimulus yang diterima dari masing-masing sisi tubuh
ke otak, yaitu jalur dengan sistem kolom dorsal lemniskus medial dan jalur
dengan sistem anterolateral.

1.Jalur dengan Sistem Kolom Dorsal Lemniskus Medial


Jalur ini cenderung membawa informasi tentang sentuhan dan proprioseptif.
Dimulai dengan neuron-neuron sensori memasuki sumsum tulang belakang melalaui
akar dorsal kemudian naik secara ipsilateral ke dalam kolom dorsal. Selanjutnya
bersinapsis dengan neuron lainnya di nuklei kolom dorsal medula. Lalu akson-akson
neuron tersebut menyeberang secara kontralateral ke sisi otak yang lain dan naik ke
lemniskus medial dilanjutkan ke nukleus posterior ventral di talamus.
Selain itu, nukleus posterior ventral juga menerima input dari tiga cabang
saraf trigeminal yang membawa informasi somatosensori dari daerah-daerah
kontralateral wajah. Sebagian besar neuron dari nukleus posterior ventral akan
dikirim ke korteks somatosensori primer, dan sebagian lainnya dikirim ke korteks 5
somatosensori sekunder atau korteks parietal posterior. Neuron-neuron kolom dorsal
yang berasal dari jari kaki adalah neuron terpanjang dalam tubuh manusia.
2. Jalur dengan Sistem Anterolateral
Pada jalur ini, informasi yang dibawa adalah berupa rasa sakit dan temperatur.
Jalur ini dimulai dari neuron-neuron memasuki sumsum tulang belakang melalui akar
dorsal. Neuron-neuron tersebut langsung bersinapsis dengan neuron lainnya.
Sebagian besar akson neuron berseberangan kontralateral kemudian naik ke otak di
porsi anterolateral sumsum tulang belakang. Sebagian lainnya tidak berseberangan
tetapi naik secara lurus (ipsilateral). Sistem anterolateral terdiri dari tiga traktus
yang berbeda, yaitu:
1) Saluran spinothalamik (berproyeksi ke nukleus posterior ventral thalamus seperti
pada kolom dorsal leminikus medial)
2) Saluran spinoretikuler (berproyeksi ke formasi retikuler)
3) Saluran spinotektal (berproyeksi ke tectum colliculi).
Bila seseorang mengalami cedera tulang punggung, seseorang tersebut tidak
akanmerasakan sensasi tubuh pada tulang yang cedera tersebut. Hal ini bergantung
pada bagian yang cedera terjadi, pada jalur somatosensori yang mana dan di tingkat
mana atau daerah yang mana. Bila cederanya terjadi pada jalur somatosensori di
tingkat yang paling bawah, maka dampaknya kan lebih ringan dibandingkan bila
terjadi pada tingkat atau daerah yang lebih tinggi.
Wilayah paling sensitif dan peka di tubuh kita adalah pada daerah jari,
tangan, wajah, bibir, leher, dan lidah. Sedangkan yang tidak peka adalah bagian
tengah punggung, karena jumlah sensor peraba pada bagian punggung memang
sedikit dan terpencar-pencar
2.4.2 Klasifikasi Sistem Somatosensori
Klasifikasi system somatosensory : 1) Sistem eksteroreseptif yaitu system yang
mengindrai stimulus eksternal yang dirasakan oleh kulit. 2) Sistem Proprioreseptif
yaitu system yang memonitor informasi mengenai posisi tubuh yang dating dari
reseptor-reseptor di otot, sendi, dan organ-organ keseimbangan misalnya saat posisi
dari duduk lalu berdiri. 3) Sistem Interoreseptif yaitu system yang memberikan
informasi umum tentang kondisi dalam tubuh misalnya tekanan darah dan
temperatur.

2.5 Menjelaskan Sistem Inhibisi Nyeri dan Mekanisme Inhibisi Nyeri


2.5.1 Sistem Inhibisi Nyeri
Terdapat beberapa teori yang berusaha menggambarkan bagaimana nosiseptor
dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang
mencoba yang mencoba me jelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori
gerbang kendali nyeri dianggap paling relavan.
a)Teori spesivisitas
Teori ini digambarkan oleh Descartes pada abad ke 17. Teori ini didasarkan pada
kepercayaan bahwa terdapat organ tubuh yang secara khusus mentransmisi rasa nyeri.
Syaraf ini diyakini dapat menerima rangsangan nyeri dan mentrasmisikannya melalui
ujung dorsal dan substansia gelatinosa ke thalamus, yang akhirnya akan dihantarkan
pada daerah yang lebih tinggi sehingga timbul respon nyeri. Teori ini tidak
menjelaskan bagaimana faktor-faktor multi dimensional dapat mempengaruhi nyeri.
b) Teori pola Teori ini menerangkan bahwa ada dua serabut nyeri yaitu serabut yang
mampu menghantarkan rangsangan dengan cepat dan serabut yang
mampumenghantarkan dengan lambt. Dua serabut syaraf tersebut bersinaps pada
medla spinalis dan meneruskan informasi ke otak mengenai sejumlah intensitas dan
tipe input sensori nyeri yang menafsirkan karfakter dan kualitas input sensari nyeri.
c) Teori gerbang kendali nyeri Tahun 1959 Milzack dan Wall menjelaskan teori
gerbang kendali nyeri, yang menyatakan terdapat semacam pintu gerbang yang dapat
memfasilitasi transmisi sinyal nyeri. Gate Control Theory merupakan model mdoulasi
nyeri yang populer. Teori ini menyatakan eksistensi dari kemampuan endogen untuk
mengurangi dan meningktakna derajat perasaan nyeri melalui modulasi impuls yang
masuk pada kornu dorsalis melalui “gate”. Berdasarkan sinyal dari sistem asendens
dan desendens maka input atak ditimbang. integrasi semua input dari neuron
sensorik, yaitu pada level medulla spinalis yang sesuai dan ketentuan apakah gate
akan menutup atau membuka , akan meningkatkan atau mengurangi intensitas nyeri
asedens. Gate Control Theory ini mengakomodir variabel psikologis dalam prsepsi
nyeri, termasuk motivasi untuk bebas dari nyeri, dan peranan pikiran, emosi dan
reaksi stress dalam meningkatakan dan menurunkan sensai nyeri.

2.5.2 Mekanisme Inhibisi Nyeri


Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multiple yang nosispsi,
sensitisasi perifer, perubahan fenotip , sentisasi sentral, eksitabilitas ektopik,
reorganisasi structural, dan penurunan inhibisi. Antara stimulus cedera jaringan dan
pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses tersendiri : tranduksi, transmisi,
modulasi, dan persepsi.
1) Transduksi
Transduksi adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen menerjamahkan
stimulus (misalnya tusukan jarum) kedalam impuls nosiseptif. Ada tiga tipe
serabut saraf yang terlibat dalam proses ini, yaitu serabut A-beta, A-delta, dan C.
serabut yang berespon secara maksimal terhadap stimulasi non noksius
dikelompokkan sebagai serabut penghantar nyeri, atau nosiseptor. Serabut ini
adalag A-delta dan C. silent nociceptor, juga terlibat dalam proses transduksi,
merupakan serabut saraf aferen yang tidak berespon terhadap stimulasi eksternal
tanpa adanya mediator inflamasi.
2) Transmisi
Transmisi adalah suatu proses dimana impuls disalurkan menuju kornu dorsalis
medulla spinalis, kemudian sepanjang tractus sensorik menuju otak. Neuron
aferen primer merupakan pengirim dan penerima aktif dari sinyal elektrik dan
kimiawi. Aksonnya berakhir di kornu dorsalis medulla spinalis dan selanjutnya
berhubungan dengan banyak meuron spinal.
3) Modulasi
Modulasi adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri. Proses ini
terutama terjadi di kornu dorsalis medulla spinalis, dan mungkin juga terjadi di
level lainnya. Serangkaian reseptor opioid seperti mu, kappa, dan delta dapat
ditemukan di kornu dorsalis. Sistem nosiseptif juga mempunyai jalur desending
berasal dari korteks frontalis, hipotalamus, dan area otak lainnya ke otak tengah
(midbrain) dan medulla oblongata, selanjutnya menuju medulla spinalis. Hasil
dari proses inhibisi desendens ini adalah penguatan, atau bahkan penghambtan
(blok) sinyal nosiseprif di kornu dorsalis.
4) Persepsi Persepsi nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri persepsi
merupakan hasil dari interaksi prises transduksi, transmisi, modulasi, aspek
psikologis, dan karakteristik individy lainnya. Reseptor nyeri adalah organ tubuh
yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan
sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon
hanya yterhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak reseptor nyeri
disebut juga Nociseptor. Secara anatomus, reseptor nyeri ada yang bermiyelin
dan ada juga yang tidak bermiyelin dari syaraf aferen.

2.6 Menyebutkan dan Menjelaskan Reseptor-reseptor Nyeri.


Kategori Reseptor Nyeri Terdapat tiga kategori nosiseptor: Nosiseptor
mekanis berespons terhadap kerusakan mekanis misalnya tersayat, .terpukul, atau
cubitan,nosiseptor suhu berespons terhadap suhu ekstrim, terutama panas; dan
nosiseptor polimodal berespons sama kuat terhadap semua jenis rangsangan yang
merusak, termasuk bahan kimia iritan yang dikeluarkan oleh jaringan yang cedera.

2.7 Menjelaskan penyebab dari rasa nyeri


Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam
bentuk kerusakan tersebut.Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel
yaitu nosisepsi, sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas
ektopik, reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisi. Antara stimulus cedera
jaringan dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses tersendiri : tranduksi,
transmisi, modulasi, dan persepsi. Rangsang nyeri diterima oleh nosiseptor di kulit
dan visera. Sel yang nekrotik akan melepaskan K+ dan protein intrasel yang dapat
mengakibatkan inflamasi. Mediator penyebab nyeri akan dilepaskan. Leukotrien,
prostatglandin E2 , dan histamine akan mensensitisasi nosiseptor selain itu lesi
jaringan juga mengaktifkan pembekuan darah sehingga melepaskan bradikinin dan
serotonin. Jika terdapat penyumbatan pembuluh darah, akan terjadi iskemia dan
penimbunan K+ dan H+ ekstrasel yang diakibatkan akan semakin mengaktifkan
nosiseptor yang telah tersensitasi. Perangsangan nosiseptor melepaskan substansi
peptide P (SP) dan peptide yang berhubungan dengan gen kalsitonin (CGRP), yang
meningkatkan respon inflamasi dan menyebabkan vasodilatasi serta meningkatkan
permeabilitas vaskular.

2.8 Menjelaskan Mekanisme Jaras Nyeri.


Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat kerusakan jaringan, baik actual maupun potensial atau yang digambarkan dalm
bentuk kerusakan tersebut. Nyeri adalah suatua pengalaman sensorik yang
multidimensial. Fenomena ini dapat berbeda dalam intensitas (ringan,sedang, dan
berat), kualitas (tumpul, seperti terbakar, tajam) durasi (transien, intermiten,
persisten), dan penyebaran (superficial atau dalam, terkolisir atau difusi). Jalur nyeri
di sistem saraf pusat terdiri atas :
1.Jalur asenden
Serabut saraf C dan A delta halus, yang masing-masing membawa nyeri akut tajam
dan kronik lambat, bersinap disubstansia gelatino kornu dorsalis, memotong medulla
spinalis dan naik ke otak di cabang nospinotalamikus atau cabang otak ke cabang
paleospinotalamikus tractus spino talamikus anterolakalis. Trktus nospinotalamikus
yang terutama diaktifkan oleh aferen perifer A delta, bersinap di nucleus
ventropostero lateralis (VPN) thalamus dan melanjutkan diri secara langsung ke
kortek somato sensorik girus pasca sentralis, temapt nyeri dipersepsikan sebagai
sensasi tang tajam dan berbatas tegas.
2. Jalur desenden
Salah satu jalur desenden yang telah di idenifikasi adalah mencakup 3 komponen
yaitu :
a) Bagian pertama adalah substansia grisea periaquaductus (PAG) dan susbtasnsia
grisea periventrikel mesenssefalon dan pons bagian atas yang mengelilingi aquductus
Sylvius.
b) Neuron-neurn di daerah satu mengirim impuls ke nukleus ravemaknus (NRM)
yang terletak di pons bagian bawah dan medulla oblongata bagian atas dan nukleus
retikularis paragigantoselularis (PGL) di medulla lateralis.
c) Impuls ditransmisikan ke bawah menuju kolumna dorsalis medulla spinalis ke
suatu komplek inhibitorik nyeri yang terletak di kornu dorsalis medulla spinalis.

2.9 Menyebutkan dan Menjelaskan Klasifikasi Rasa Nyeri dan Menentukan


Nyeri Kepala tersebut kira-kira Termasuk ke Klasifikasi yang mana.
Nyeri kepala secara umum dapat dibedakan menjadi nyeri kepala primer dan nyeri
kepala sekunder. Nyeri kepala primer mencakup nyeri kepala tipe tegang, migren,
dan klaster. Sedangkan, nyeri kepala sekunder merupakan kondisi yang diakibatkan
oleh penyebab lain, seperti trauma kepala dan leher, gangguan vaskularisasi kranial
dan servikal, gangguan intrakranial non-vaskular, penggunaan obat maupun putus
obat, infeksi, gangguan homeostasis, ataupun gangguan psikiatrik. Nyeri kepala ini
dapat disebabkan oleh gangguan di tengkorak, leher, mata, telinga, hidung, sinus,
gigi, mulut, ataupun struktur wajah dan kranial lainnya. Kedua kelompok ini penting
untuk dibedakan agar kondisi penyebab yang lebih serius dapat dikenali dan dengan
segera diberikan penanganan yang tepat. Nyeri kepala tanpa adanya tanda bahaya
merupakan nyeri kepala dengan risiko rendah. Nyeri kepala jenis ini tidak
membutuhkan pencitraan neurologis dan umumnya mengarah kepada nyeri kepala
primer. Tanda bahaya yang dimaksud meliputi nyeri kepala yang berkepanjangan
atau progresif; nyeri kepala baru atau yang dirasakan berbeda dari biasanya; nyeri
kepala terberat yang pernah dialami seumur hidup; nyeri kepala yang langsung terasa
berat ketika pertama muncul; adanya gejala sistemik yang menyertai; kejang; ataupun
adanya gejala neurologis. Jika salah satu saja dari tanda bahaya tersebut muncul,
maka perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan baik berupa pencitraan maupun
laboratorium untuk mengetahui penyebab nyeri kepala tersebut. Nyeri kepala tipe
tegang merupakan jenis nyeri kepala primer yang paling sering terjadi. Nyeri ini
ditandai dengan rasa terikat yang dirasakan bilateral dengan intensitas ringan-sedang.
Reseptor nosiseptif di jaringan myofasial perikranial diduga berperan dalam
munculnya nyeri ini. Nyeri kepala ini kemudian dapat dibedakan lagi menjadi nyeri
kepala tipe tegang jarang dan sering. Nyeri kepala tipe tegang dikatakan jarang jika
terdapat minimal 10 episode nyeri yang berlangsung kurang dari satu hari setiap
bulan (kurang dari 12 hari per tahun) dengan durasi serangan berkisar antara 30 menit
hingga tujuh hari. Sedangkan, nyeri kepala tipe tegang dapat dikatakan sering jika
terjadi serangan minimal 10 episode yang berlangsung lebih dari satu dan kurang dari
15 hari per bulan selama minimal tiga bulan. Nyeri kepala primer lain yang cukup
sering terjadi adalah migren. Kondisi ini ditandai dengan adanya mual, fotofobia
(sensitivitas terhadap cahaya), dan fonofobia (sensitivitas terhadap suara). Aktivitas
fisik seringkali menjadi faktor pencetus munculnya migren. Karakteristik khas dari
migren adalah sifatnya yang pulsatil, berlangsung selama 4-72 jam, unilateral, disertai
dengan mual dan muntah dalam intensitas berat yang mengganggu aktivitas. Salah
satu penelitian menunjukkan adanya dua dari tiga gejala yang telah disebutkan di atas
meningkatkan kemungkinan diagnosa migren hingga 4,8 kali lipat. Migren sendiri
dapat dibedakan menjadi migren dengan aura dan tanpa aura. Aura yang dimaksud
dapat berupa gangguan visual ataupun sensori, baik gejala positif (kilatan cahaya atau
kesemutan) maupun gejala negatif (hilang penglihatan atau rasa baal) yang bersifat
reversibel. Aura ini umumnya muncul setelah lima menit dan bertahan hingga kurang
dari satu jam. Nyeri kepala klaster cenderung jarang ditemukan. Meskipun jenis nyeri
kepala ini adalah yang paling jarang, sekitar 500.000 warga Amerika pernah
mengalami nyeri kepala ini minimal sekali dalam hidupnya dengan 70% pasien
melaporkan pertama kali mengalami nyeri ini di bawah usia 30 tahun. Nyeri kepala
klaster umumnya digambarkan dengan nyeri tajam yang terjadi unilateral di area retro
orbita, diikuti dengan area temporal, gigi atas, rahang, pipi, gigi bawah, dan leher.
Nyeri ini terkadang dapat digambarkan sebagai nyeri yang pulsatil ataupun seperti
terikat dan dapat terjadi bilateral sehingga kebanyakan kasus nyeri kepala klaster
mengalami kesalahan diagnosa. Nyeri kepala ini berlangsung singkat, antara 15
hingga 180 menit, dengan intensitas berat yang disertai dengan gejala otonom. Gejala
otonom ipsilateral yang mungkin terjadi mencakup edema kelopak mata, kongesti
nasal, lakrimasi, ataupun berkeringat. Serangan dapat terjadi hingga delapan episode
per hari. Delapan hingga sebilan puluh persen dari kasus nyeri kepala kluster
merupakan tipe episodik yang ditandai dengan adanya serangan setiap hari selama
rata-rata 6-12 minggu diikuti remisi hingga 12 minggu. Sedangkan pada tipe kronik,
serangan muncul tanpa adanya periode remisi.

2.10 Menjelaskan Alsan Seseorang Dapat Merasakan Nyeri Kepala.


Karena adanya faktor kurang tidur: meningkatkan protein pada tubuh yg
berkonstribusi pada nyeri kronis. Protein ini mengurangi kemampuan tubuh untuk
menahan rasa sakit dan dapat memicu sakit kepala dan migrain. Juga dapat
mengurangi kemampuan tubuh untuk menahan rasa sakit. Rasa sakit kepala juga
datang karena adanya penyakit seperti penyakit di otak (tumor otak, radang otak, dan
peradangan pembuluh darah otak), penyakit di area wajah, infeksi telinga dan sakit
gigi), penyakit di jantung (penyakit jantung koroner), gangguan mental (gangguan
panik, serangan panik dan stress yang berlebihan.dan lain sebagainya.
BAB III
PENUTUP

1.1. Kesimpulan

Sistem saraf adalah jaringan kompleks yang memungkinkan suatu organisme


berinteraksi dengan lingkungannya. Sistem saraf tersusun menjadi sistem saraf pusat
(SSP) yang terdiri dari otak dan medulla spinalis, dan sistem saraf tepi (SST) yang
terdiri dari serat-serat saraf yang membawa informasi antara sistem saraf pusat dan
bagian tubuh lain (perifer). Sistem saraf pusat adalah otak dan sumsum tulang
belakang, sedangkan sistem saraf tepi terdiri dari segala sesuatu yang lain. Tanggung
jawab sistem saraf pusat termasuk menerima, memproses, dan menanggapi informasi
sensorik. Sistem saraf tepi terdiri atas divisi aferen dan divisi eferen. Divisi eferen
terbagi menjadi 2 yaitu sistem saraf somatik (dapat dikendalkan/dikontrol secara
sadar, misalnya neuron motorik yang mempersarafi sistem rangka kita) dan sistem
otonom (yang tidak dapat dikontrol secara sadar). Sistem somatosensorik adalah
sistem sensorik yang beragam yang terdiri dari reseptor dan pusat pengolahan untuk
menghasilkan modalitas sensorik seperti sentuhan, temperatur, proprioception (posisi
tubuh), dan nociception (nyeri). Jalur nyeri di sistem saraf pusat terbagi dua menjadi,
jalur asendens dan desendens. Sistem inhibisi merupakan sistem penghambat
masuknya implus nyeri menuju medulla spinalis. Jika penderita lebih merasakan
implus nyeri lebih besar, persepsi yang dihasilkan oleh medulla spinalis adalah
nyeri/pengaman sensori yang tidak mengenakkan. Nyeri terutama adalah mekanisme
protektif untuk menimbulkan kesadaran terhadap kenyataan bahwa sedang atau akan
terjadi kerusakan jaringan. Mekanisme kerja nyeri terdapat empat proses tersendiri :
tranduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi. Nosiseptor atau reseptor nyeri adalah
peka terhadap kerusakan jaringan misalnya luka terpotong atau luka bakar. Stimulasi
intens terhadap setiap reseptor juga dirasakan sebagai nyeri.
DAFTAR PUSTAKA

Bahrudin M. Patofisiologi nyeri (pain).2017;13(1),p.8-10. Available from


https://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/view/5449. Akses 6
Desember 2021.

Barret KE, Barman SM, Boitano S, Brooks HL. Ganong buku ajar fisiologi
kedokteran. 24th ed.USA:McGraw-Hill. 2012. p.166-7.

Devi FL. Manajemen nyerineuropatik. J Penelitian Perawat Profesional. 2021.


Vol.3(1): 180.

Hall, John E, Guyton Arthur C. Textbook of medical physiology. 12th ed.


USA:Singapura Elsevier. 2016. p.543-6.

Hall John E, Guyton Arthur C. Textbook of medical physiology.12th


ed.USA:Singapura Elsevier. 2016. p.722-3.Sherwood L. Introduction to
human physiology. 8th ed. USA:Cenggage Learning. 2014. p. 140-3.

Hanim MJN. Perbedaan tingkat nyeri tenggorokan paska pemasangan ett dan lma di
ruang perawatan bedah rsud cilacap. 2017. p.18. Available from
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/272/5/Chapter2.doc.pdf. Akses 6 Desember
2021.

Sherwood L. Introduction to human physiology. 8th ed. USA: Cenggage Learning.


2014. p.252.

Anda mungkin juga menyukai