Anda di halaman 1dari 59

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes mellitus ( DM) adalah sekelompok kelainan heterogen yang

ditandai dengan adanya kenaikan kadar gula dalam darahatau hiperglikemia.

Diabetes Melitus tidak hanya menyebabkan komplikasi akut tetapi juga

komplikasi kronik yang ditimbulkan oleh adanya mikroangiopati yang

dialaminya. Komplikasi kronik biasanya terjadi dalam 5 – 10 tahun setelah

diagnosis di tegakkan ( Smeltzer & Bare, 2015).

Ulkus (luka)diabetikum pada pasien diabetes mellitus merupakan

tanda adanya komplikasi vascular dan neuropati. Ulkus diabetikum

disebabkan karena kurangnya suplai darah arteri dan vena. Seperti pada

pasien ulkus kronik umumnya, pasien ulkus diabetes mellitus dapat

merasakan kehilangan sensas, mudah terjadi traumadan kerusakan kulit,

deformitas kaki bahkan sampai mengalami hospitalisasi hingga amputasi (

Ribu & Wahl, 2014).

Ulkus kaki pada pasien Diabetes Melitus tidak hanya memberikan dampak

perubahan fisik pada penderitanya namun juga dapat berdampak pada

kehidupan sehari-hari. Studi penelitian tentang kualitas hidup pasien chronic

venous ulcer menunjukkan bahwa pasien dengan ulkus kronik mengalami

situasi kesulitan hidup akibat adanya keterbatasan mobilitas dan aktivitas,

nyeri, dan proses penyembuhan yang panjang ( Ribu & Wahl, 2014).
Menurut World Health Organization (2016), secara global ada sekitar

422 juta orang yang hidup dengan diabetes mellitus. Prevalensi diabetes

mellitus naik dengan cepat, dimana pada tahun 2013 didapatkan data sekitar

382 juta penderita diabetes mellitus. Diabetes mellitus tipe 2 diderita

sebanyak 85-90% dari semua kasus diabetes mellitus. Sedangkan prevalensi

ulkus kaki diabeticum di seluruh dunia sekitar 6,3%. Dimana ulkus kaki

diabetik lebih tinggi prevalensinya di Amerika utara13%. Kemudian afrika

7,2%,Asia 5,5 % dan eropa 5,1% (Zhang dkk, 2017).

Sedangkan di Indonesia menurut Riskesdas (2013) prevalensi

penderita diabetes mellitus di Indonesia meningkat dari tahun 2017 sebanyak

5,7% menjadi 6,9%. Menurut International Diabetes Federation (2017)

Indonesia menempati peringkat ke tujuh di dunia untuk prevalensi penderita

diabetes tertinggi di dunia dengan jumlah estimasi penderita diabetes sebesar

10,3 juta.

Di provinsi Jambi menurut Riskesdes (2013) 1,1% penduduknya

adalah penderita diabetes mellitus, dimana kota Jambi dan Sungai Penuh

mempunyai penderita terbanyak yaitu 2%. Sedangkan menurut Dinkes Kota

Jambi penderita diabetes mellitus pada tahun 2016 adalah sebanyak 2268

orang dan meningkat menjadi 3696 orang di tahun 2017. Pada pasien

diabetes proses penyembuhan luka berlangsung lama serta mudah untuk

infeksi sehingga sangat berisiko untuk dilakukan amputasi (Chadwick et al

2013). Ulkus pada kaki diabetic (Diabetic foot ilcer/DFU) merupakan


kerusakan integritas kulit yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi pada

pembuluh darah perifer sehingga jaringan tidak mendapatkan suplai oksigen

yang adekuat.

Tabel Data Pasien DM di RS Raden Mattaher Jambi dari tahun 2016

sampai 2018:

No. Tahun Jumlah

1. 2016 92

2. 2017 91

3. 2018 Januari - September 112

Perawatan yang tidak efektif dan keterlambatan perawatan memicu

terjadinya infeksi pada luka kaki diabetes, sehingga dapat menimbulkan

komplikasi yang serius, amputasi bahkan kematian (Chadwick et al 2013).

Hasil penilaian Woede FifienErvina, Agung Dwi wahyu, Yoes prijata

dahlan (2017). Pemberian + dalethyne dklaim dapat menekan produksi IL-1B

dan mempercepat penyembuhan luka. Jenis penelitian ini adalah penelitian

eksperimental murni laboratorium menggunakan rancangan penelian post test

only control group design. Hasil yang didapatkan dari perbandingan nilai

mean antara kelompok yang di beri luka vc diberi luka dan bakteri vcs diberi

luka, bakteri dan +dalethyne yang diamati pada hari ke 4 secara berturut –

turut adalah 33+ 16vs42+18vs+29+5. Terlihat bahwa +dalthyne dapat


menurunkan jumlah IL-IB karena memiliki kandungan senyawa aldehyde

yang dapat menghambat produksi NF-Kb dan signaling JAK2/STAT1.

Dengan begitu fase inflamasi pada area luka akan cepat terhenti dan

memasuki fase proliferasi dan remodeling jaringan sehingga pemberian

+dalethyne merupakan salah satu pengobatan alternative yang bisa digunakan

pada pasien penderita infeksi nosocomial pasca bedah atau luka bakar.

Berdasarkan dari pengamatan di ruang penyakit dalam RSUD Raden

MattaherJambi dari tanggal 24 Desember 2018 hingga 14 Januari 2019 ,

terdapat 10 orang pasien ulkus diabetikum. Dari 10 orang pasien tersebut

Kelompok memilih Tn. S untuk diangkat menjadi kasus kelolaan dan

perawatan luka.

Oleh sebab itu kelompok tertarik untuk mengangkat masalah diabetes

mellitus dengan ulkus kaki diabetic untuk seminar kasus ini kelompok

laksanakan selama 4 hari dengan menetapkan dan melaksanakan proses-

proses keperawatan secara objektif dan dalam bentuk Asuhan Keperawatan

dengan judul “ PENERAPAN DALETHYNE PADA Tn. S DENGAN

ULKUS KAKI DIABETIK DI RUANG RAWAT INAP INTERNE RUMAH

SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER JAMBI”.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
Memberikan asuhan keperawatan pada Tn. S dengan ulkus kaki diabetic di

Ruang Rawat Inap Interne Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi.

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Tn. S

dengan ulkus kaki diabetic di Ruang Rawat Inap Interne Rumah Sakit

Raden Mattaher Jambi.

b. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. S

dengan ulkus kaki diabetic di Ruang Rawat Inap Interne Rumah Sakit

Raden Mattaher Jambi.

c. Mahasiswa mampu menyusun rencana keperawatan pada Tn. S dengan

ulkus kaki diabetic di Ruang Rawat Inap Interne Rumah Sakit Raden

Mattaher Jambi

d. Mahasiswa mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada Tn. S

dengan ulkus kaki diabetic di Ruang Rawat Inap Interne Rumah Sakit

Raden Mattaher Jambi

e. Mahasiswa mampu mengevaluasi asuhan keperawatan pada Tn. S

dengan ulkus kaki diabetic di Ruang Rawat Inap Interne Rumah Sakit

Raden Mattaher Jambi

f. Mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada Tn.

S dengan ulkus kaki diabetic di Ruang Rawat Inap Interne Rumah

Sakit Raden Mattaher Jambi


C. Manfaat Penulisan

1. Bagi Mahasiswa

Dapat menambah pemahaman mahasiswa mengenai kasus diabetes

mellitus terutama tentang ulkus diabetic serta dapat memahami dan

melaksanakan asuhan keperawatan kepada klien dengan ulkus kaki

diabetic.

2. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan dapat menjadi salah satu acuan dalam memberikan asuhan

keperawatan kepada pasien terutama dengan kasus ulkus kaki diabetic

3. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai tambahan informasi dan bahan pustaka mengenai asuhan

keperawatan klien dengan ulkus kaki diabetic.


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Tinjauan Teori
1. Anatomi dan Fisiologi Pankreas
a. Anatomi
Menurut Syaifuddin (2009), pankreas adalah suatu alat tubuh yang
berbentuk agak panjang terletak retroperitonial dalam abdomen bagian
atas, didepan vertebra lumbalis I dan II. Kepala pankreas terletak dekat
dengan kepala duodenum, sedangkan ekornya sampai ke limpa. Pankreas
mendapat darah dari arteri lienalis dan arteri mesenterika superior. Duktus
pankreatikus bersatu dengan duktus koledukus dan masuk ke duodenum.
Pankreas menghasilkan dua kelenjar yaitu kelenjar endokrin dan kelenjar
eksokrin.
b. Fisiologi
Menurut Syaifudin (2009), fisiologi pankreas adalah :
1) Kelenjar Endokrin
Pankreas menghasilkan kelenjar endokrin yang terdiri atas kelompok
sel yang membentuk pulau-pulau langerhans. Pulau-pulau langerhans
berbentuk oval dan tersebar diseluruh pankreas. Dalam tubuh manusia
terdapat 1-2 juta pulau-pulau langerhans yang dibedakan atas granulasi
dan pewarnaan, setengah dari sel ini menyekresi hormon insulin.
a) Sel-sel A (Alfa) : sekitar 20-40% memproduksi glukagon menjadi
faktor hiperglikemik yang dirangsang oleh kadar gula yang rendah,
mempunyai anti insulin like aktif, dan mengandung gelembung
sekretorik dengan granula homogen kepadatan rendah.
b) Sel-sel B (Beta) : sekitar 60-80% fungsinya membuat insulin. Sel
ini lebih banyak mengandung granula. Ciri khasnya dari sel ini
adalah terdapat kristaloid rhomboid yang merupakan penghasil
insulin.
c) Sel-sel C : sekitar 5-15% membuat somatostasin, tidak bergranula,
dan berbentuk poligonal tak teratur.
d) Sel-sel D : sekitar 1% mengandung dan menyekresi pankreatik
polipeptida. Sel ini berjumlah lebih sedikit dan terletak berdekatan
dengan sel A.
2) Kelenjar Eksokrin
Kelenjar eksokrin menghasilkan enzim pencernaan bersama dengan
cairan alkali. Kedua-duanya ini disekresi ke dalam usus halus melalui
saluran eksokrin. Fungsi sekresi dilakukan sebagai respon terhadap
hormon usus halus yang disebut kolesistokinin dan sekretin. Enzim
pencernaan yang dihasilkan oleh kelenjar eksokrin terdiri dari
kimotripsin, tripsin, lipase pankreas, dan amilase pankreas. Enzim
pencernaan sebenarnya diproduksi oleh sel-sel asinar hadir dalam
pankreas eksokrin. Sel yang melapisi saluran pankreas disebut sel
sentroasinar. Sel-sel sentroasinar mengeluarkan larutan kaya isi garam
dan bikarbonat ke dalam usus (Syaifudin, 2009).

2. Definisi
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah
(Burnner & Suddarth, 2008). Adapun menurut Ernawati (2013) diabetes
mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi klinis berupa hilangnya toleransi
karbohidrat. Sedangkan menurut Bustan (2015), diabetes mellitus merupakan
gangguan kesehatan yang berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh
peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan ataupun resistensi
insulin.
3. Etiologi
Menurut Brunner & Suddarth (2008), penyebab Diabetes mellitus
adalah sebagai berikut :
a. Diabetes Tipe 1
1) Faktor – faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe 1 itu sendiri, tetap
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya diabetes tipe 1. Kecenderungan genetik ini di temukan pada
individu yang memiliki tipe antigen human leucocyte antigen (HLA)
tertentu.
2) Faktor – faktor imunologi
Terdapat bukti pada diabetes tipe 1 adanya suatu respon autoimun.
Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara beraksi terhadap jaringan tersebut
yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
3) Faktor – faktor lingkungan
Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor –
faktor eksternal yang dapat memicu distruksi sel beta. Sebagai contoh,
hasil penyidikan yang menyatakan yang menyatakan bahwa virus atau
toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan
destruksi sel beta.
b. Diabetes Tipe 2
Faktor genetik pada DM tipe ini diperkirakan memegang peranan dalam
proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor – faktor
resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe 2.
Faktor – faktor ini adalah :
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun).
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik ( di Amerika Serikat, golongan hispanik serta
penduduk asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih
besar untuk terjadinya diabetes tipe 2 dibandingkan dengan golongan
Afro-Amerika).

4. Klasifikasi
Menurut Ernawati (2013), klasifikasi diabetes adalah sebagai berikut :
a. Tipe 1 (diabetes mellitus tergantung insulin)
1) Awitan terjadi pada segala usia, biasanya pada usia muda yaitu < 30
tahun.
2) Biasanya bertubuh kurus pada saat diagnosis, dengan penurunan berat
badan yang baru saja terjadi.
3) Etiologi mencakup faktor genetik, imunologi atau lingkungan misalnya
virus.
4) Sering memiliki antibody sel pulau langerhans.
5) Sedikit atau tidak mempunyai insulin endogen.
6) Sering memilki antibody terhadap insulin sekalipun belum pernah
mendapatkan terapi insulin.
b. Tipe 2 (diabetes mellitus tidak tergantung insulin)
1) Awitan terjadi disegala usia, biasanya diatas 30 tahun.
2) Biasanya bertubuh gemuk (obesitas ) pada saat diagnosa.
3) Etiologi mencakup faktor obesitas, herediter atau lingkungan
4) Tidak ada antibody sel pulau langerhans.
5) Penurunan fungsi insulin endogen atau peningkatan resistensi insulin.
6) Mayoritas penderita obisitas dapat mengendalikan kadar glukosa
darahnya melalui penurunan berat badannya.

Tabel 2. 1 : Perbedaan DM tipe I dan DM tipe II


No Diabetes Tipe I Diabetes Tipe II
1 Tubuh tidak mampu Insulin bisa dihasilkan tapi
memproduksi insulin, atau tubuh tidak bisa
jumlah yang dihasilkan sangat menerimanya
sedikit
2 Jumlah penderita hanya 10 % Jumlah penderita 90 % dari
dari total pengidap diabetes total pengidap diabetes
mellitus melitus
3 Umumnya terjadi pada usia Umumnya terjadi pada usia
anak-anak atau remaja dewasa diatas 30 tahun
4 Disebabkan oleh kelainan sistem Faktor resiko utama adalah
imunitas obesitas
5 Sel beta mengalami kerusakan Sel penghasil insulin tidak
permanen rusak
6 Penyakit muncul tiba-tiba dan Penyakitnya berkembang
berkembang cepat, hanya sangat lambat, umunya akibat
beberapa bulan, bisa langsung pola hidup tidak sehat
menjadi peyakit kronis
7 Tidak bisa di cegah dan Bisa dicegah dan bisa di
disembuhkan control dengan diit serta pola
hidup sehat
5. Komplikasi
Menurut Bustan (2015), komplikasi dari diabetes mellitus adalah
sebagai berikut:
a. Akut
1) Infeksi ( karbunkel, angren, pielonefritis, dan lainnya)
2) Ketoasidosis
3) Di ikuti koma
b. Kronik
Komplikasi kronik berhubungan dengan kerusakan dinding permbuluh
darah yang menimbulkan aterosklerosis khas pada pembuluh darah kecil
dibagian ujung organ yang disebut mikroangiopati manifestasinya atau
tanda dan gejalanya berupa retinopati, glomeruloskelerosis, dan
neuropati.
Komplikasi DM tipe 2 dapat dibagi atas :
1) Komplikasi awal (Early complication) meliputi hiperalbuminuria,
background retinopathy, neuropathy (kerusakan/kematian saraf-saraf
tepi), kalsifikasi arteri medial, dan hipertensi.
2) Komplikasi lanjut (late complication) meliputi kegagalan ginjal (renal
failure), kebutaan (proliferative retinopathy), gangren dan amputasi,
gagal jantung coroner (coronory heart disease), dan diabetes-relared
death.

6. Manifestasi Klinis
Menurut Bustan (2015) manifestasi klinis penyakit diabetes mellitus
adalah sebagai berikut ;
a. Gejala Klinis
Gejala khas dari diabetes mellitus sebagai berikut :
1) Poliuria (sering kencing)
Efek dari kadar gula darah yang tinggi akan memprngaruhi ginjal
sehingga menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan untuk
mengencerkan glukosa. Akibatnya penderita sering buang air kecil
dalam jumlah yang banyak.
2) Poliphagia (cepat lapar)
Sejumlah besar kalori dari diabetes akan hilang kedalam air kemih.
Untuk mengkonpensasi hal ini, penderita DM sering kali merasa lapar
yang luar biasa sehingga menyebabkan perasaaan lapar.
3) Polidipsia (sering haus)
Banyak kencing membuat penderita merasakan haus yang berlebihan
sehingga mudah merasa haus dan harus banyak minum. Ini akan
terjadi terus-menerus selama terjadi polyuria
4) Lemas
Kekurangan energi dan terganggunya metabolisme karbohidrat
menyebabkan penderita DM menjadi mudah lelah. Salah satu cara
mengembalikan kondisi yang kelelahan adalah dengan tidur.
5) Berat badan menurun
Gejala lain dari diabetes mellitus adalah gatal-gatal, mata kabur, gatal
di kemaluan (wanita), impoten (laki-laki), dan kesemutan.

7. Gambaran Laboratorium
a. Gula darah sewaktu > 200 mg/dl (gula darah normal 90-200 mg/dl)
b. Atau gula darah puasa > 126 mg/dl (puasa = tidak ada masukan
makanan/kalori sejak 10 jam terakhir ).
c. Atau glukosa plasma 2 jam > 200 mg/dl setelah beban glukosa 75 gram.

8. Penatalaksanaan
Menurut Aldo dalam (smallcrab.com, 2013), penatalaksanaan DM
tipe II adalah sebagai berikut :
a. Insulin.
Ada 3 jenis insulin yang penting menurut kerjanya diantaranya adalah:
1) Yang kerja cepat: RI (Regular Insulin) dengan masa kerja 2-4 jam
contoh obatnya: actrapid.
2) Yang kerjanya sedang: NPM, dengan masa kerja 6-12 jam.
3) Yang kerja lambat: PZL (Protame Zinc Insulin) masa kerja 18-14 jam.
Menurut Aldo dalam (smallcrab.com, 2013) Dosis pemberian
insulin tergantung pada kadar gula darah, yaitu :
1) Gula darah < 60 mg % = 0 unit
2) Gula darah < 200 mg % = 5 – 8 unit
3) Gula darah 200 – 250 mg% = 10 – 12 unit
4) Gula darah 250 - 300 mg% = 15 – 16 unit
5) Gula darah 300 – 350 mg% = 20 unit
6) Gula darah > 350 mg% = 20 – 24 unit
Atau bisa juga dengan : Spuith x Permintaan : Dosis Obat.
b. Diet
1) Tujuan umum penatalaksanaan diet pada diabetes melitus adalah:
a) Mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah normal.
b) Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang
optimal.
c) Mencegah komplikasi akut dan kronik.
d) Meningkatkan kualitas hidup
2) Jumlah kalori diperhitungkan sebagai berikut:
a) Untuk menentukan diet kita harus kita harus tahu dulu kebutuhan
energi dari penderita.
b) Pertama kita tentukan berat badan ideal pasien dengan rumus
(Tinggi badan – 100) – 10% Kg.
c) Kedua kita tentukan kebutuhan kalori penderita. Wanita BB ideal x
25. Sedangkan laki-laki BB ideal x 30.
d) Karbohidrat kompleks (serat dan tepung) yang dikonsumsi
penderita diabetes miletus harus ditekankan adanya serat.
e) Lemak karena prevalensi penyakit jantung koroner pada diabetes
melitus.

9. Ulkus Kaki Diabetikum/ Diabetic Foot Ulcer


a. Definisi ulkus kaki diabetikum
Ulkus adalah hilangnya lapisan kulit epidermis dan dermis yang
dihasilkan dari kerusakan barrier/pertahanan kulit akibat erosi/gesekan
dapat mencapai jaringan subkutan (Sumpio, Schroeder, & Blume, 2005).
b. Klasifikasi Ulkus Diabetikum
Berbagai macam pengklarifikasin derajat ulkus digunakan oleh
ahliSumpio, Schroeder & Blume (2005) dan Sigh, Pai serta Yuhhui
(2013) mengatakan bahwa pengklarifikasian derajat ulkus yang populer
dan mudah diaplikasikan adalah metode pengklarifikasian berdasarkan
wagner dan Texas University. Berikut gambar dan penjelasan dari
bebagai grade :
Klasifikasi ulkus kaki berdasarkan Wagner (Wagner Classifivation of
Footulcers)
Grade 0 : Terdapat selulitis dengan tidak tampak lesi terbuka
Grade 1 : Ulkus pada daerah superficial
Grade 2 : Ulkus dalam mencapai tendon, tulang, atau tulang sendi (joint
capsule)
Grade 3 : Terdapat infeksi (abses atau osteomyelitis)
Grade 4 : Terdapat gangren pada punggung kaki
Grade 5 : gangren menyeluruh pada permukaan kaki

Klasifikasi ulkus diabetikum berdasarkan Universiti of Texas (University


of Texas diabetic wound classification system)
Grade 0 : Preulseratif atau area luka yang akan sembuh
Grade 1 : Luka superficial sampai dengan epidermis atau demis, tetapi
belum mencapai tendon, capsule, atau tulang
Grade 2 : Kedalaman luka sampai pada tendon atau capsule tetapi
belum sampai tulang
Grade 3 : Kedalaman luka sampai pada tulang atau sendi
Stage A : Luka bersih tanpa infeksi
Stage B : Luka infeksi non-iskemik
Stage C : Luka non infeksi iskemik
Stage D : Luka infeksi iskemik
c. Riwayat
Klien DM yang datang dengan adanya ulkus sebaiknya dilakukan
pengkajian riwayat adanya ulkus sebelumnya, lama diangnosa DM,
adanya tanda-tanda neuropati atau gangguan sirkulasi pembuluh perifer,
riwayat amputasi sebelumnya, riwayat amputasi sebelumya, atau ginjal
(Sigh, Pai, & Yuhhui, 2013). Pengkajian yang tepat dan menyeluruh
dapat mengurangi risiko amputasi pada kaki yang mengalami ulkus. Hal-
hal yang perlu diperhatikan adalah adanya tanda gejala neuropati (rasa
nyeri pada kaki seperti terbakar, tidak berasa, rasa tebal pada kaki,
perasaan panas dan dingin, penurunan ambang rasa sakit-mati rasa
terhadap suhu dan getar, produksi keringat menurun, kulit kering dan
pecah-pecah, kaki terasa lebih hangat). Tanda dan gejala gangguan aliran
darah perifer (kaki pucat saat diangkat ke atas, luka pada kaki dan jari-
jari, kulit kering dan bersisik, otot kaki yang mengecil, bulu-bulu rambut
yang menipis). Selain itu juga harus diperhatikan adanya tanda-tanda
kelainan yang dijumpai pada kaki diabetes (jari bengkok, penonjolan
tulang metatarsal ke arah plantar, kulit mudah luka akibat gesekan dengan
alas kaki, sendi menjadi kurang stabil).
d. Radiologi
Dalam beberapa kasus untuk mengetahui kedalaman luka tidaklah
mudah jika terdapat banyak slough atau eksudat/pus yang menutupi luka.
X-ray sangat membantu untuk memudahkan pengkajian terhadap
kedalaman luka serta untuk melihat ada atau tidaknya infeksi pada tulang,
fraktur, subluxatio/dislokasi sendi (Sigh, Pai & Yuhhui, 2013).
e. Patogenesis ulkus diabetikum
Perubahan patofisiologi pada tingkat biomukular menyebabkan
neuropati perifer, penyakit vaskuler perifer dan penurunan sistem
imunitas yang berakibat teganggunya proses penyembuhan luka.
Deformitas kaki sebagaimana terjadi pada neuroartropati charcot terjadi
sebagai akibat adanya neuropati motoris. Faktor lingkungan, terutama
adalah trauma akut maupun kronis (akibat tekanan seperti, benda tajamn
dan sebagainya) merupakan faktor yang memulai terjadinya ulkus.
Neuropati perifer pada penyakit DM dapat menimbulkan kerusakan pada
serabut motorik, sensoris dan autonom. Kerusakan serabut motoris dapat
menimbulkan kelemahan otot, atrofi otot, deformitas (hammer toes, claw
toes, pes cavus, pe planus, halgus valgus, kontraktur tendon Achilles) dan
bersama dengan adanya neuropati memudahkan terbantuknya kalus.
Kerusakan serabut sensoris yang terjadi akibat rusaknya serabut mielin
mengakibatkan penurunan sensasi nyeri sehingga memudahkan terjadinya
ulkus kaki. Kerusakan serabut autonom yang terjadi akibat denervasi
simpatik menimbulkan kulit kering (antihidrosis) dan terbentuknya fisura
kulit dan edema kaki. Kerusakan serabut motorik, sensoris dan autonom
memudahkan terjadinya iskemia kaki. Keadaan tersebut disamping
menjadi penyebab terjadinya ulkus juga mempersulit proses
penyembuhan ulkus kaki.
f. Faktor Risiko Ulkus Diabetikum
The American Diabetes Association mengatakan bahwa seseorang
dengan diabtes melitus memiliki risiko tinggi mengalami ulkus kaki
diabetikum. Adapun faktor risiko tersebut antara lain laki-laki, klien
dengan kontrol glukomorosa yang buruk, sudah mengalami diabetes
melitus >10 tahun, atau klien DM yang telah mengalami komplikasi
kardiovaskular, retina, atau ginjal/renal (Sumpio, Schroeder, & Blume,
2005). Klien diabetes mudah terkena penyakit arteriosklerosis. Mengenal
faktor risiko yang dapat menyebabkan ulkus pada kaki diabetik
merupakan salah satu hal yang penting dilakukan sebagi upaya
pencegahan. Faktor risiko tersebut antara lain gangguan saraf, kelainan
bentuk kaki, peningkatan tekanan/beban pada kaki, kelainan tulang-
tulang kaki, kelainan pertumbuhan kuku, tingkat pendidikan dan
lingkungan sosial, dan pemakaian sepatu yang tidak sesuai
(Darmowidjojo, 2009).
Dua faktor penting yang berperan penting dalam kejaidan ulkus
kaki diabetikum antara lain gaya gesekan dan gaya tekanan. Gaya
gesekan terjadi akibat adanya sentuhan kulit dengan permukaan benda
seperti sepatu saat berjalan. Sedangkan gaya tekanan terjadi akibat
proporsi berat badan, semakin tinggi berat badan maka tekanan yang
dihasilkan oleh kaki akan semakin tinggi pula. Hal ini ditambah dengan
kelainan-kelainan yang terdapat pada kaki diabetikum seperti adanya
kalus, bentuk kaki yang menonjol, tulang jari kaki atau kaki yang miring
sehingga akan memudahkan untuk terjadi sobekan pada permukaan kulit
kaki. Tekanan dan gesekan pada kulit akan merusak integritas jaringan
kulit yang awalnya lesi pra-ulkus (perdarahan dalam kalus, kulit melepuh,
lecet dll). Jika hal ini tidak disadari oleh klien maka luka akan menjadi
luas dan melebar sehingga sangat berisiko untuk terjadinya infeksi
sehingga harus diamputasi.
g. Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetikum
Standar penatalaksanaan ulkus kaki diabetikum dilakukan dalam
tim dari multidisiplin ilmu. Penatalaksanaan ini bertujuan untuk
memastikan kontrol glukosa darah, perfusi adekuat, perawatan luka dan
debridement, mengurangi beban tekanan (offloading), serta kontrol
infeksi dengan antibiotik yang sesuai dan penggantian balutan, serta
tindakan operasi/bedah untuk mencegah komplikasi dan mempercepat
proses penyembuhan (Sigh, Pai & Yuhhui, 2013).
i) Debridement
Penyembuhan luka lebih cepat terjadi jika kondisi luka
terbebas dari jaringan mati/nekrotik serta material yang menghambat
pertumbuhan jaringan baru. Luka tidak akan sembuh apabila masih
didapatkan jaringan nekrotik, debris, calus, fistula.rongga yang
memungkinkan kuman berkembang. Penatalaksanaan ulkus kaki
diabetikum ini salah satunya dengan debridement. Debridement
berfungsi untuk menghilangkan jaringan mati/nekrotik dan benda
asing serta dapat mengoptimalkan kondisi lingkungan sekitar luka
(Sumpio, Schrieder, & Blume, 2005). Debridement tidak hanya
dilakukan melalui proses pembedahan. Metode lain yang dilakukan
adalah debridement dengan menggunakan balutan basah-kering (wet
to dry dressing); debridement menggunakan enzim seperti kolagen
sebagai salep; dan ada juga autolitik debridement dengan
menggunakan balutan yang mempertahankan kelembaban (moisture
retaining dressing). Dari berbagai macam debridement, debridement
bedah merupakan jenis debridement yang paling cepat dan efisien.
Tujuan debridemen bedah adalah untuk :
1. Mengevakuasi bakteri kontaminasi
2. Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat
penyembuhan
3. Menghilangkan jaringan kalus
4. Mengurangi risiko infeksi lokal
ii) Balutan/Dressing
Prinsip perawatan luka diabetes saat ini menekankan pada
kelembaban luka (moist wound healing). Kondisi luka yang lembab
dan bersih dapat merangsang percepatan proses granulasi. Tindakan
dressing merupakan salah satu komponen penting dalam
mempercepat penyembuhan luka. Prinsip dressing adalah bagaimana
menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat
meminimalisasi trauma. Beberapa faktor yang harus perhatikan
dalam memilih dressing yang akan digunakan, yaitu tipe ulkus, ada
atau tidaknya eksudat, ada tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan
biaya.
iii) Mengurangi Beban (offloading)
Pada saat seseorang berjalan maka kaki mendapatkan beban
yang besar. Neuropati yang terjadi pada penderita DM sangat rentan
terjadi luka akibat beban dan gesekan yang terjadi pada kaki. Pada
penderita DM luka menjadi sulit untuk sembuh. Salah satu hal yang
sangat penting dalam perawatan kaki diabetik adalah mengurangi
atau menghilangkan beban pada kaki (offloading).
Revaskularisation surgery dapat menurunkan risiko amputasi
pada klien dengan iskemik perifer. Prosedur revaskularisasi meliputi
bypass grafiting atau endovaskular techniques (angioplasty dengan
atau tanpa stent). Komplikasi yang harus diperhatikan dalam
melakukan revaskularisasi berkaitan dengan adanya trombolisis
(Singh, Rai, dan Yuhhui, 2013). Upaya offloading berdasarkan
penelitian terbukti dapat mempercepat kesembuhan ulkus. Metode
offloading yang sering digunakan adalah : mengurangi kecepatan saat
berjalan kaki, istirahat (bed rest), kursi roda, alas kaki, removable
cast walker, total contact cast, walker, sepatu boot ambulatory (Sigh,
Pai, & Yuhhui, 2013). Prinsip dari berbagai metode yang dipakai
adalah untuk mengurangi tekanan dan memberikan tekanan yang
merata tidak hanya pada tumit dan ujung kaki.
h. Pentalaksanaan dengan operasi (Surgical Management)
i) Penutupan luka (Skin Graff)
Skin Graff adalah tindakan memindahkan sebagian atau seluruh
tebalnya kulit dari satu tempat ke tempat lain, dan di butuhkan
revaskularisasi untuk menjamin kelangsungan hidup kulit yang
dipindahkan tersebut. Luka ulkus yang terlihat tendon, ligamen dan
tulang membutuhkan penatalaksanaan skin graff (Attinger, Ducic,
Zelen (2012) dalam Singh, Rai, dan Yuhhui, 2013). Skin graff dapat
diambil dari kulit sendiri maupun donor. Bagian kulit yang biasa
digunakan untuk skin graff adalah kulit bagian vastus lateralis dan
rektus abdominis (Singh, Rai, dan Yuhhi, 2013).
ii) Amputasi
Amputasi merupakan tindakan yang paling terakhir jika berbagai
macam telah gagal dan tidak menunjukkan perbaikan. Pasien DM
dengan ulkus kaki 40-60% mengalami amputasi ekstremitas bawah
(Singh, Rai, dan Yuhhui, 2013). Amputasi pada diabetes ini
menyebabkan seseorang menjadi cacat dan kehilangan
kemandiriannya (Wounds International, 2013). Indikasi amputasi
meliputi :
1. Iskemik jaringan yang tidak dapat diatasi dengan tindakan
revaskularisasi
2. Infeksi kaki yang mengancam dengan perluasan infeksi yang tidak
terukur
3. Terdapatnya ulkus yang semakin memburuk sehingga tindakan
pemotongan menjadi lebih baik untuk keselamatan pasien.
i. Proses penyembuhan luka
Penyembuhan luka merupakan proses yang terus menerus terjadi dari
proses inflamasi sampai terjadi perbaikan, dimana sel-sel inflamasi, epitel,
endotel, trombosit dan fibroblas keluar bersama-sama dari tempatnya dan
berinteraksi memulihkan kerusakan. Patofisiologi dari luka tersebut
meliputi hemostatis/perdarahan, inflamasi, proliferasi, dan maturasi
(Bryant & Nix, 2007).
i) Fase Hemostatis
Fase hemostasis terjadi saat pertama kali luka terjadi.
Hemostasis tubuh akan memerintahkan pembuluh darah melakukan
vasokontriksi. Aktivasi platelet dan agregasi bertujuan untuk
menghentikan perdarahan. Selain itu, adanya luka akan mengaktivasi
faktor pembekuan darah. Protombin akan diubah menjadi thrombin
yang akan digunakan untuk mengubah fibrinogen menjadi benang-
benang fibrin. Hemostasis dilakukan untuk menginisiasi penutupan
luka, mencegah perdarahan dan kehilangan cairan, serta mencegah
kontaminasi bakteri pada luka yang terbuka.
ii) Fase Inflamasi
Adaptasi tubuh saat terjadi luka melalui dua respon yaitu tingkat
vascular dan selular. Rusaknya sel merangsang respon vascular untuk
mengeluarkan mediator kimia seperti histamine, serotonin,
komplemen, dan kinin. Histamin dan prostaglandin akan mendilatasi
pembuluh darah sehingga terjadi peningkatan aliran darah dan
peningkatan permeabilitas daerah yang rusal. Peningkatan aliran darah
meningkatkan suplai nutrient dan oksigen yang sangat berguna untuk
proses penyembuhan. Selain iu, transportasi leukosit ke daerah luka
sehingga meningkatkan fagositosit patogen dan debris. Fase ini
kondisi luka merah, edema, hangat, atau terdapat eksudat. Fase ini
terjadi 3 sampai 4 hari.
iii) Fase proliferasi/rekonstruksi
Fase rekonstruksi dimulai 2-3 hari setelah injury dan berakhir 2-
3 minggu. Fase ini terdiri dari terbentuknya kolagen, angionesesis,
pertumbuhan jaringan granulasi, dan peleketan luka (wound
contraction). Kolagen merupakan protein yang penting dalam
pembentukan jaringan baru. Pada awalnya kolagen ini berbentuk
seperti gel yang akan terus berkembang menjadi lebih kenyal terdiri
dari benang-benang dan dalam beberapa bulan akan tumbuh sangat
kuat menghubungkan kulit yang terluka. Proses perbaikan jaringan
dimulai dari tumbuhnya jaringan baru yang sangat rapuh (granulasi).
Jaringan granulasi ini berwarna merah. Epitelisasi diawali oleh
tumbuhnya jaringan epitel dari batas luka ke bagian dalam luka. Proses
selanjutnya yaitu terjadinya pemadatan dengan aksi miofibroblas yang
akan menutup luka. Fase ini terjadi 6-12 hari setelah injury.
iv) Fase Maturasi
Maturasi adalah fase akhir dari penyembuhan luka. Fase ini dimulai
dari 21 hari setelah luka sampai 1-2 tahun atau lebih terh=gantung dari
kedalaman dan luas luka. Selama fase ini jaringan skar mengalami
remodeling (mengurangi tumpukan kolagen melalui lisis dan
debridement).
j. Peran Sitokinin Dan Faktor Pertumbuhan (Growth Factor)
Dalam penyembuhan luka Sitokinin bersama faktor pertumbuhan
luka seperti platelet derived growth factor (PDGF), fibroblast growth
factor (FGF) aktif dalam proses penyembuhan luka. Beberapa macam
sitokinin yang terlibat, dalam proses penyembuhan luka yaitu TNF-α,
interleukin-1 (IL 1), IL 6 IL 8 dan transforming growth factor-β1 (TGF-
β1). PDGF pada konsentrasi rendah akan menginduksi sintesis dan sekresi,
sedangkan pada konsentrasi tinggi merupakan inhibitor pertumbuhan
karena menghambat ekspresi resptor PDGF. TGF β juga menstimulasi
daya kemoktasis fibroblas, inhibis produksi kolagen dan fibronektin,
menghambat degradasi kolagen karena peningkatan atau penurunan
inhibitor proteas. Pada inflamasi kronis TGF β terlibat dalam pertumbuhan
fibrosis. Dalam keseimbangan antara deposisi dan degradasi fibrin fungsi
sitokinin keseluruhan dapat menggeser keseimbangan tesbut ke arah residu
fibrin. Pada deposisi matrik ekstraseluler, sintesis kolagen diperbanyak
oleh faktor pertumbuhan dan sitokinin yaitu PDGF, FGF, TGF β dan IL 1,
IL 4, imonuglobulin GI (Ig GI) yang diproduksi oleh leukosit dan limfosit
pada saat sintesis kolagen. Pada proses remodeling faktor pertumbuhan
seperti PDGF, FGF, TGF β dan IL 1, TNF akan menstimulasi sintesis
kolagen serta jaringan ikat lain yang selanjutnya memodulasi sintesis
kolagen serta jaringan ikat lain yang selanjutnya memodulasi sintesis dan
aktifasi metaloproitenasi. Meteloproitenase terdiri atas interstitial
kolagenase dan gelatinase, diproduksi oleh beberapa macam sel yaitu
fibroblas, makrofag, neutrofil, sel sinovial, dan beberapa sel epitel untuk
mensekresikannya perlu stimulus PDGF, FGF, IL 1, TNF alfa, sel fagosit,
dan stress fisik.
k. Perawatan Luka Ulkus Diabetik Dengan +Dalethyne Dan Fungsi Dalam
Proses Penyembuhan Luka
+Dalethyne senyawa yang berasal dari olive oil yang
diozonisasikan, pertama diperkenalkan di India pada tahun 2015 oleh suatu
perusahaan yang bergerak dibidang pembuatan produk perawatan kulit
berbasis dari tanaman. Proses ozonisasi melalui sistem injeksi ozon dengan
menggunakan generator ozon plasma dingin (Edward, 2009).
Hasil pengujian yang dilakukan unit layanan pengujian fakultas
farmasi universitas Airlangga diperoleh penyusun senyawa +dalethyne
yaitu asam lemak (asam lemak oelat, asam lemak palmiat, asam lemak
stearat, asam lemak linoleat) minyak essensial (golongan aldehyde), iodine
dan peroksida. Fungsi dari asam lemak tidak jenuh mempunyai aktivitas
anti bakteri yang sangat baik terhadap baktei MRSA. Asam lemak tidak
jenuh menghambat aktivitas enzim dalam sel bakteri, menghambat
pengambilan nutrisi oleh bakteri, pembentukkan peroksida dan auto
oksidasi yang langsung berefek melisikan sel bakteri. Minyak essensial
mempunyai aktivitas anti bakteri juga. Mekanismenya yaitu berefek pada
dinding sel dan struktur membran bakteri, perubahan homeostasis pH
didalam sel bakteri, ekspresi chaperone dan protein permukaan sel yang
berlebihan. Minyak essensial menyebabkan influk proton yang
menyebabkan kadar proton melebihi kapasitas penyangga sitoplasma,
penurunan pH, gangguan pada fungsi penting sel. Minyak essensial
menyebabkan juga eksprsi berlebihan protein cheparone (DnaK, GroEl,
HptG dan Trigger factor Tf) dan protein permukaan sel (OmpX dan
OmpA) yang mengganggu jalur metabolik sel bakteri. Minyak essensial
sangat efektif untuk menghambat pembentukkan biofilm oleh bakteri
MRSA melalui mekanisme quorum sensing yang menghambat
pembentukan dan seksresi molekul sinyal yang penting dalam
pembentukan biofilm. Pada bakteri MRSA yang resisten banyak obat,
ternyata masih sensitive (Faleiro et al, 2014). Iodine dan peroksida
merupakan antiseptik topikal yang mempunyai efek membunuh,
menghambat atau mengurangi jumlah bakteri pada luka. Antiseptik ini
mempunyai aktivitas antimikroba spectrum luas (Atiyeh, et al, 2009).
Cara pemakaian : Bersihkan luka lalu gunakan pada daerah luka dan
dapat dibalut dengan kasa steril setelah dioleskan. Penggunaan dapat
diulangi sampai didapatkan hasil yang diinginkan.
B. Asuhan Keperawatan Secara Teoritis
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Dermawan,
2012).
a. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada
kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat,
mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poli urea,
polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang
disertai nyeri perut, kram otot, gangguan tidur/istirahat, haus-haus, pusing-
pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten pada
pria
b. Riwayat kesehatan dahulu
- Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasional
- Riwayat ISK berulang
- Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin dan
penoborbital.
- Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM.
d. Pemeriksaan Fisik
- Neuro sensori
Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori, kekacauan
mental, refleks tendon menurun, aktifitas kejang
- Kardiovaskuler
Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural,
hipertensi dysritmia, krekel, DVJ (GJK)
- Pernafasan
Takipnoe pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk
dengan tanpa sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi,
panastesia/paralise otot pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam), RR
> 24 x/menit, nafas berbau aseton
- Gastro intestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, asites, wajah
meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun
- Eliminasi
Urine berwarna kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk, diare (bising
usus hiper aktif)
- Reproduksi/sexualitas
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada pria, dan
sulit orgasme pada wanita
- Muskulo skeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek
tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai
- Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek,
pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak,
lesi/ulserasi/ulkus

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan hasil akhir dari pengkajian yang di
rumuskan atas dasar interprestasi data yang tersedia. Diagnosa keperawatan
menggambarkan respon manusia pada diri pasien terhadap perubahan-
perubahan dalam dimensi bio-psiko-sosial-spritual (Dinarti, 2009).
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan
keseimbangan insulin, makanan dan aktivitas jasmani
b. Resiko syok b.d ketidakmampuan elektrolit ke dalam sel tubuh, hipovolemia
c. Kerusakan integritas jaringan b.d nekrosis kerusakan jaringan (nekrosis luka
gangren)
d. Resiko infeksi b.d trauma pada jaringan, proses penyakit (diabetes melitus)
e. Retensi urine b.d inkomplit pengosongan kandung kemih, sfingter kuat dan
poliuri
f. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan sirkulasi darah ke
perifer, proses penyakit (DM)
g. Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d gejala poliuri dan dehisrasi
h. Keletihan

3. Rencana Keperawatan
Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi, atau mengoreksi masalah-masalah yang teridentifikasi pada
diagnosis keperawatan. Tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosis
keperawatan (Nursalam, 2009).
Perencanaan pada klien dengan Diabetes Mellitus menurut NIC &
NOC yaitu sebagai berikut :
4. Pelaksanaan
Menurut Asmadi (2015), implementasi keperawatan adalah tahap ketika
perawat mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan kedalam bentuk
intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang
ditetapkan. Implementasi keperawatan dibedakan menjadi tiga kategori yaitu :
a. Independent
Suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dari dokter
atau tenaga kesehatan lainnya.
b. Interdependent
Suatu kegiatn yang memerlukan kerja sama dari tenaga kesehatan lainnya
(ahli gizi, fisioterapi, bidan, dan dokter).
c. Dependent
Berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis/ instruksi dari
tenaga medis.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati
dan tujuan kriteria hasil yang dibuat (Asmadi 2015). Evaluasi terdiri dari dua
bentuk yaitu :
a. Evaluasi formatif
Dilakukan setelah perawat melakukan implementasi rencana keperawatan
guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Perumusan evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yaitu SOAP,
yaitu subjektif (data berupa keluhan klien), objektif (data hasil
pemeriksaan), analisis data, dan perencanaan tindakan.
b. Evaluasi sumatif.
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas
proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan
menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan
(Asmadi , 2015)
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian Keperawatan
Ruang Kamar : Ruang Interne
NO.Rekam Medis : 905/XXX
Tanggal Masuk/Jam : 10 Januari 2019/ 11.36 WIB
Tanggal Pengkajian/Jam : 10 Januari 2019/ 14.30 WIB
Diagnosa Medis : DM Type II dengan Ulkus Diabetikum

1. Pengkajian
3.1 Identitas Klien dan Penanggung jawab
IDENTITAS PASIEN IDENTITAS PENANGGUNG
JAWAB
Nama : Tn. S Nama : Tn. SS
Umur : 64 tahun Umur : 28 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah Status : Menikah
Agama : Islam Agama : Islam
Suku /Bangs : Jawa/ Indonesia Suku /Bangsa : Jawa/ Indonesia
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Petani Pekerjaan : Swasta
Alamat Rumah: RT.05 Maju Jaya Alamat Rumah: RT.05 Maju Jaya

3.2 Riwayat Kesehatan


a. Keluhan Utama
1. Klien masuk IGD RSUD Raden Mattaher dengan keluhan badan
terasa lemas, demam. Kaki kanan bengkak (edema), terdapat luka di
kakinya sejak 1,5 bulan yang lalu, klien tidak tahu penyebabnya
tiba-tiba kakinya bengkak mengeluarkan darah dan nanah/pus.
Terdapat 1 luka di kaki kanan daerah pedis yaitu ukuran 10cm x
5cmx 0,5cm, mengeluarkan pus dan darah. luka tampak bewarna
kuning dan merah (terdapat darah dan pus/nanah).
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Waktu Terjadinya Sakit
Klien mengalami kaki bengkak sejak 1,5 bulan, tetapi klien
tidak mengetahui penyebab dari kaki kanannya yang bengkak, klien
juga tidak mengetahui penyebab luka pada kakinya pada daerah pedis.
2. Proses Terjadinya sakit
Klien menderita sakit diabetes mellitus 4 tahun, klien tidak
mengetahui penyebab kaki kananya bengkak, dan terdapat luka di
daerah pedisnya.
3. Upaya Yang Telah Dilakukan
Bila sakit biasanya klien hanya berobat di Bidan dekat rumah,
saat kaki kananya tidak kunjung sembuh, akhirnya keluarga klien
membawa ke RSUD Raden Mattaher.
4. Hasil Pemeriksaan Sekarang
Saat dilakukan pengkajian klien mengeluh kaki kanannya
bengkak dan masih terasa sakit, tetapi sakitnya timbul bila dibawa
berjalan atau saat ganti balutan dan hilang saat istirahat, skala nyeri
2, kaki klien tampak bengkak, dan terdapat luka di daerah pedis.
Selain itu klien mengeluh mual bila tercium bau lauk dan sayur yang
diberikan. TD : Tekanan Darah 110/70 mmHg, RR 20 x/ m, Suhu
37,20 C, Nadi 100 x/ m.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu :
1. Penyakit Dahulu
Klien mengatakan mempunyai penyakit diabetes melitus sejak
4 tahun yang lalu. Klien mengalami luka pada kakinya 1,5 bulan
yang lalu. Klien tidak ada riwayat operasi. Klien ada riwayat
merokok, tidak mengkonsumsi alkohol serta obat-obatan. Klien tidak
memiliki alergi terhadap obat, makanan dan lainnya. Riwayat
imunisasi klien tidak lengkap.
2. Perlukaan :
Klien ada luka di kaki sebelah kanan daerah pedis dengan
ukuran 10cm x 5cm x 0,5cm.
3. Dirawat RS :
Klien tidak pernah dirawat di Rumah sakit.
4. Alergi Obat/makanan
Klien tidak ada alergi obat dan alergi makanan.
5. Obat-obatan sekarang :
No Terapi Dosis Rute
1 IVFD Nacl 0,9 % 20 tts/ menit Infus
2 Ceftriaxone 2x1 IV
3 Omeprasole 2x1 IV
4 Sucralfat syr 3x2 Oral
5 B com 3x1 Oral
6 GV/2 hari dengan
Dalethyne
a. Riwayat Kesehatan Keluarga :
Berdasarkan keterangan dari klien bahwa keluarga tidak ada yang
mempunyai riwayat penyakit DM seperti dirinya.
b. Genogram

| |
| |
| |

Keterangan : |------------------------------ |

Laki-laki

Perempuan

Meninggal

Klien

---------- Tinggal dalam satu rumah

Klien anak ke-3 dari 4 bersaudara. Klien mempunyai 1 saudara laki-laki dan 2
saudara perempuan. Klien sudah menikah dan mempunyai 4 anak, 1 anak laki-laki
dan 3 anak perempuan Klien tinggal serumah dengan isteri dan anak-anaknya.
3.3 Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Manajemen Kesehatan-Persepsi Kesehatan
1. Tingkat Pengetahuan Kesehatan
Klien mengatakan tidak mengetahui tentang penyebab sakit
diabetes yang dialaminya, dan klien juga mengatakan tidak
mengetahui penyebab kakinya bengkak.
2. Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan
Klien mengatakan jika sakit hanya berobat ke bidan dekat
rumahnya.
3. Faktor-faktor Resiko Sehubungan Dengan Kesehatan
Infeksi pada luka bila dilakukan perawatan luka yang sesuai dengan
SPO.
b. Pola Aktifitas dan Latihan
1. Sebelum Sakit
Klien adalah seorang petani. Klien mengatakan hampir tidak
pernah berolahraga. Tidak ada masalah dengan gangguan
pergerakan.
2. Selama sakit
Selama dirawat hampir semua aktivitas dan perawatan klien
dibantu oleh keluarga. Uraian tingkat kebutuhan akan aktivitas dan
perawatan diri klien berdasarkan skor kemandirian klien adalah
sebagai berikut :
No Aktivitas Skor Keterangan
1 Makan/Minum 0 Klien makan dan minum
secara mandiri
2 Mandi 2 Mandi klien dibantu oleh
keluarga
3 Berpakaian 2 Klien berpakaian dan
mengganti pakaian
dibantu oleh keluarga
4 Kerapian 2 Dibantu oleh keluarga
5 BAB 3 Dibantu oleh keluarga
6 BAK 1 Dibantu oleh alat
7 Mobilisasi di tempat 2 Dibantu oleh keluarga
tidur
8 Ambulasi 3 Dibantu oleh keluarga
Kesimpulan : Hampir semua aktivitas dan perawatan diri klien
terpenuhi dengan bantuan keluarga dan alat
Keterangan :
Skor 0 : Mandiri
Skor 1 : Bantuan dengan alat
Skor 2 : Bantuan dengan orang
Skor 3 : Bantuan dengan orang dan alat
Skor 4 : Bantuan penuh

c. Pola Istirahat Tidur


1. Sebelum sakit
Klien mengatakan tidur malamnya dari jam 21.00 WIB sampai
dengan 05.00 WIB dan klien jarang tidur siang. Klien mengatakan
tidak ada keluhan kesulitan tidur.
2. Selama sakit
Selama dirawat keluarga klien mengatakan bahwa klien bisa
tidur siang ± 2 jam dari jam 13.00 WIB sampai 15.00 WIB, dan tidur
malam klien sekitar ± 6-7 jam dari jam 09.00 WIB sampai 05.00
WIB.
d. Pola Nutrisi dan Metabolik
1. Sebelum Sakit
Klien makan 2-3 kali sehari terdiri dari nasi,lauk pauk dan
sayur, minum 8-9 gelas sehari..
2. Selama sakit
Klien makan 3 kali sehari, tapi hanya makan nasi tanpa lauk
pauk dan sayur karena klien mengeluh mual, minum 6-8 gelas sehari.
e. Pola Eliminasi
1. Sebelum Sakit
Sebelum sakit klien biasa BAB rutin 1-2 kali sehari pada waktu
pagi hari, warna faeces kuning kecoklatan dengan konsistensi padat
dan baunya khas. Klien tidak ada keluhan melena dan konstipasi
maupun diare. BAK lancar, frekuensi sekitar 6 kali sehari volume
urine ±1250 cc, warna kuning jernih, bau khas. Klien tidak ada
keluhan pada saat BAB dan BAK.
2. Selama sakit
Selama sakit pola BAK klien 5-6 kali sehari, jumlah urin ±950
cc/24 jam. Warna urine kuning keruh, bau khas. Klien mengatakan
BAB 2 hari sekali selama di rumah sakit. Klien tidak ada masalah
diare, konstipasi ataupun melena.
f. Data Psikologis
Raut wajah klien tampak sering meringis dikarenakan nyerinya. Mood/
suasana hati klien stabil. Koping individu klien cukup efektif. Klien
mengatakan ingin luka di kakinya cepat sembuh sehingga klien dapat
bergerak lagi seperti biasanya.
g. Data Sosial
Klien mampu berinteraksi dengan cukup baik dengan keluarganya.
Klien juga dapat berkomunikasi dengan cukup baik dengan perawat dan
pasien yang berada seruangan dengannya.
h. Data Spiritual
Klien beragama Islam, Klien tetap melaksanakan kegiatan keagamaan
seperti sholat selama dirawat di rumah sakit dengan cara berbaring di tempat
tidur. Klien juga cukup sering berdoa untuk kesembuhannya. Klien
mengatakan dia cukup taat beribadah.
B. Pemeriksaan Fisik (Tanggal 24 Desember 2018)
3.4 Penampakan Umum :
Keadaan Umum Sedang
Kesadaran Composmentis
GCS 15 (E: 4, M : 6, V: 5)
BB/TB TB : 153cm
BB : 56 kg
IMT : 23,9
Kesimpulan : Berat badan normal
Skala Nyeri 2
Tanda-tanda vital Tekanan Darah : 120/80 mmHg
RR : 20 x/ m
Suhu : 360 C
Nadi : 80 x/ m

a. Kepala dan Leher


1. Kepala
Struktur kepala simetris, kulit kepala tampak bersih, distribusi
rambut normal, keadaan rambut bersih, tidak ada lesi, jejas (-), benjolan
(-). Klien mengatakan pusing kepala dengan skala nyeri 4. Pusing
dirasakan seperti berdenyut-denyut.
2. Telinga/Pendengaran
Telinga klien simetris kiri dan kanan. Struktur bagian dalam
berwarna merah muda, tak tampak adanya serumen pada liang telinga
dalam batas normal. Lesi tidak ada, fungsi pendengaran klien baik dan
klien tidak ada gangguan pada sistem pendengaran.
3. Mata/Penglihatan
Mata klien tampak simetris kiri dan kanan. Sklera anikterik, pupil
isokor kiri dan kanan. Refleks pupil sama besar, tidak ada peradangan,
konjungtiva ananemis. Tidak ada gangguan pada sistem penglihatan.
4. Hidung/Penciuman
Bentuk hidung simetris. Struktur bagian dalam berwarna merah
muda. Klien tidak ada keluahan epistaksis, sinusitis, maupun polip
hidung. Fungsi penciuman klien baik dan klien tidak ada gangguan pada
sistem penghidu.
5. Mulut/Pengecapan
Warna bibir agak menghitam dan tampak sedikit kering. Mukosa
mulut pucat dan agak kering serta tidak terdapat lesi. Bau mulut tidak
ada. Gigi lengkap, dan tidak ada caries gigi. Keadaan lidah dan gusi
klien baik. Tidak ada keluhan sariawan maupun peradangan pada gusi.
6. Leher
Dari pemeriksaan fisik pada leher tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid, dan juga tidak ada pembesaran pada kelenjar getah bening.
7. Dada/Thoraks
a) Inspeksi
Dada tampak simetris kiri dan kanan, pernapan klien 20x/m, tanpa
penggunaan otot bantu pernapasan.
b) Palpasi
Tidak ada nyeri tekan, adanya getaran ketika dilakukan pemeriksaan
taktil fremitus
c) Perkusi
Suara paru terdengar normal (sonor)
d) Auskultasi
Suara/bunyi napas vesikuler dan terdengar di semua lapang paru.
8. Kardiovaskuler
a) Inspeksi
Bentuk perikordium normal, ictus kordis tidak terlihat
b) Palpasi
Iktus kordis teraba di sela iga ke 5 (2-3 cm Medial garis
mildklavikularis)
c) Perkusi
Batas atau tepi kiri pekak jantung terletak pada ruang intercostal
III/IV pada garis parasternal.
d) Auskultasi
Bunyi jantung I dan II regular. Murmur (-), Gallop(-)
9. Abdomen
a) Inspeksi
Saat diinspeksi kulit sekitar abdomen tampak normal, dan tidak
tampak adanya lesi, ascites tidak ada.
b) Auskultasi
Bising usus (+) dalam batas normal 8 kali/menit
c) Perkusi
Perkusi abdomen timpani
d) Palpasi
Tidak ada massa maupun nyeri tekan
10. Muskuloskeletal
Ukuran otot klien masih normal, tidak ada kontraktur ataupun
tremor, ROM terbatas. Klien mengalami nyeri di bagian kaki kanan
klien dan dirasakannya hilang timbul. Klien susah untuk menggerakkan
kaki kanannya dikarenakan kaki kanannya addanya ulkus diabetik pada
kakinya.
Kekuatan otot klien :

5555 5555

4444 5555

11. Genitourinaria
Genital klien tampak cukup bersih, lesi tidak ada, pembengkakan
tidak ada dan tidak ada kelainan pada genitourinaria klien.
12. Sensasi terhadap rangsangan
Klien masih dapat merespon rsa sakit dan sentuhan, panas dan
dingin
13. Integumen/kulit
Warna kulit klien sawo matang, turgor kulit elastis. Akral teraba
hangat, kulit teraba lembab, terdapat luka di daerah pedis ukuran
10cmx5cmx0,5cm yang sudah mnegeluarkan darah dan pus/nanah.
3.5 Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah lengkap tanggal 10 Januari 2019
HB : 12,4gr/dl ( N : 11-16 gr/dl)
WBC : 20.950/mm3 ( N : 4000-11.000/mm3)
Ht : 35,4 % ( N : 35-50 %)
RBC : 432.000/mm3 ( N : 350.000-450.000/mm3)
PLT : 576.000/mel ( N : 100.000-300.000/mel)
Tabel Daftar Glukosa Darah Pasien Perhari
No Hari/Tgl Jam GDS Insulin
1 Kamis/ 10 Januari 2019 08.00 pagi 257 mg/dl Insulin 8 unit
2 Jum’at/ 11 Januari 2019 08.00 pagi 119mg/dl Lantus 10
unit
3 Sabtu/ 12 Januari 2019 08.00 pagi 142 mg/dl Insulin 4 unit
4 Minggu/ 13 Januari 2019 08.00 pagi 152 mg/dl Insulin 4 unit
5 Senin/ 14 Januari 2019 08.00 pagi 130 mg/dl Insulin 4 unit

b. Kimia darah tanggal 10 Januari 2019


Ureum : 114 mg/dl (N : 15-39 g/dl)
Kreatinin : 1,3 g/dl ( N: 0,5-0,9 g/dl)
c. Elektrolit tanggal 10 Januari 2019
Natrium : 130,00 mEq/L (N : 136-145 m Eq/L)
Kalium : 4, 89 mEq/L ( N : 3,5-5,0 mEq/L )
Klorida : 95,00 mEq/L ( N : 98- 106 mEq/L)
Kalsium : 1,27 mEq/L ( N : 1,15-1,29 m Eq/L)
2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Rontgen pedis ( tanggal 10 Januari 2019)
Kesan : Distruksi tulang MTP pedis
b. Rontgen Thorax ( tanggal 10 Januari 2019)
Kesan : Cor dan Pulmo normal
A. Analisa Data

NO Data Fokus (Subyektif& Penyebab Masalah


Obyektif) Keperawatan
1 DS : Riwayat DM Kerusakan
- Klien mengatakan kaki ↓ integritas kulit
sebelah kanan masih Disfungsi
bengkak dan ada luka di endotel
daerah pedis makrovaskuler
DO : ↓
- Kaki kanan klien tampak Aterosklerosis
edema makroangiopati
- Ada luka pada kaki kanan penyakit
daerah pedis klien dengan pembuluh darah
ukuran 10 x 5 x 0,5 cm dan kapiler
tampak mengeluarkan darah ↓
dan pus/nanah ulkus
- Rontgen pedis destruksi
tulang MTP pedis
- Kekuatan otot
5555 5555

4444 5555

2 DS : Rasa yang tidak Mual


- Klien mengeluh mual bila menyenangkan
mencium bau makanan pada beberapa
- Klien mengatakan hanya daerah bagian
makan nasi tanpa lauk dan tubuh
sayur ↓
DO : Sensasi yang
- Klien tampak lemah tidak nyaman
- Klien tampak makan nasi ↓
tanpa lauk dan sayur diet Sensasi
dari rumah sakit psikologis
- Tanda-tanda vital : (penciuman)
TD : 110/70 mmHg
N : 100 x /m
RR : 20 x/ m
S : 37, 2 0 C

3 DS : Keterbatasan Kurang
- Klien mengatakan tidak fasilitas pengetahuan
mengetahui tentang kesehatan
penyebab kakinya bengkak ↓
- Klien minum obat DM tidak Kurangnya
teratur informasi
DO :
- Kaki kanan klien edema
- Ada luka pada kaki daerah
pedis yang berukuran 10 x 5
x 0.5 cm mengeluarkan
darah dan pus/nanah
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Analisa Asuhan Keperawatan


Pada bab ini penulis akan menguraikan keefektifan
penggunaan + Dalethyne dalam perawatan ulkus kaki diabetikum.
Penulis akan menganalisis dan mengemukakan kesenjangan dan
kesesuaian yang ditemukan pada + Dalethyne dalam pelaksanaan
perawatan luka ulkus kaki diabetikum.

B. Karakteristik pasein
Berdasarkan data hasil karakteristik pasien didapatkan pasien
dengan jenis kelamin laki-laki, berumur 45 tahun dengan diagnose
medis ulkus diabetikum pada DM tipe 2. Suyono ( 2009) mengatakan
“ usia> 40 tahun memiliki resiko lebih tinggi dibandingkan usia
dibawah <40”. Bertambahnya usia dikaitkan dengan penurunan
fungsiyang terjadi sesuai dengan teori penuaan wear and tear yang
menyatakan bahwa “ organ tubuh semakin lama digunakan akan
mengalami kerusakan “ tidak terkecuali dengan fungsi organ
pancreas, fungsi endokrin pancreas dalam menghasilkan insulin akan
semakin menurun seiring bertambahnya usia ( Sujono &
Sukarmin,2008 ).
Peningkatan beban kerja pancreas sering dijelaskan dalam
mekanisme terjadinya sindrom metabolic kaitannya dengan resistensi
insulin. Dalam kondisi normal pamkreas akan menghasilkan insulin
dalam dua fase. Fase pertama untuk terjadi segera setelah ada
rangsangan pada sel beta, kemudian cepat berakhir dan muncullah fase
dua yang akan mensekresi insulin dalam waktu yang lebih lama untuk
mempertahankan kadar insulin agar tetap dalam batas fisiologis tubuh.
Pada seserorang yang mengkonsumsi makanan berlebih, pancreas
iniakan bekerja terus-terusan, awalnya pancreas akan melakukan
kompensasi. Saat terjadi kompensasi ini jumlah insulin yang
dihasilkan akan berlebih, sehingga memungkinkan sel akan
mengalami resistensi terhadap insulin. Jika kondisi ini berlangsung
dalam waktu yang lama pancreas akan mengalami kegagalan dalam
melakukan kompensasi. Akhirnya insulin yang dihasilkan akan sangat
berkurang/insufisiensi. Penatalaksanaan yang tidak efektif
meningkatkan resiko klien mengalami berbagai komplikasi dari DM.
komplikasi akut yang terjadi akibat ketidakseimbangan kadar gula
dalam darah antara lain hipoglikemia, diabetes ketoasidosis, dan
sindrom hiperglikemik hiperesmolar non ketotik ( Smelzer &
Bare,2002 ). Komplikasi yang banyak terjadi adalah terkait
mikrovaskuler yang bermuara pada terjadinya ulkus diabetikum
keadaan tersebut disamping menjadi penyebab terjadinya ulkus juga
mempersulit proses penyembuhan ulkus kaki.
The American diabetes association mengatakan bahwa
seseorang dengan DM memiliki resiko tinggi mengalami ulkus kaki
diabetikum. Adapun factor resiko tersebut antara lain laki-laki, klien
dengan control glukosa yang buruk, sudah mengalami diabetes
mellitus >10 tahun, atau klien DM yang telah mengalami komplikasi
kardiovaskuler, retina,atau ginjal/renal ( Sumpio,Schroeder,&
Blume,2005 ).
Untuk menyelesaikan permaslahan pada pasien dengan ulkus
kaki diabetikum, penulis telah melakukan proses keperawatan
berdasarkan setiap tahapnya yaitu pengkajian,penegakkan diagnose,
merencanakan asuhan keperawatan, implementasi dan evaluasi proses
keperwatan. Penetappan diagnose keperawatan dilakukan berdasarkan
batasan karakteristik NANDA dan rencana asuhan keperawatan dibuat
berdasarkanNursing Outcomes Classification ( NOC ) dan Nursing
Intervention Classification ( NIC ) asuhan keperawatan pada pasien
dilakukan selama 3 hari pada tanggal 11 januari 2019- 14 januari
2019.

C. Pengkajian Keperawatan
Tahap Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan
dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data
dari berbagai sumber untuk mengidentifikasi status kesehatan pasien.
Pengkajian pada pasien penulis menggunakan metode
wawancara, observasi studi dokumentasi dan pemeriksaan fisik,
dengan hasil pengkajian yang penulis lakukan pada tanggal 10 januari
2019 ( jam 09.00 WIB ) diperoleh data focus pada pasien adalah
adanya ulkus pada kaki kanan klien, dengan ukuran pada kaki kanan
pedis 10 cm dan kedalaman lebih kurang 0,5 cm. dari data tersebut
dapat disimpulkan ada persamaan antara teori dan kasus pada pasien
dengan diabetes mellitus, dimana salah satu komplikasi dari penyakit
diabetes mellitus yaitu bisa mengakibatkan terjadinya ulkus
diabetikum hal ini disebabkan oleh gangguan biokimia yang terjadi
antara lain penimbunan sorbitol pada intima vascular,
hiperlipoproteinnemia dan kelainan pembekuan darah, gangguan
biokimia yang terjadi akan menyebabKan penyumbatan vascular dan
apabila penyumbatan ini terjadi pada pembuluh darah perifer maka
akan terjadi insufisiensi vascular perifer yang akan menyebabkan
gangrene pada ekstremitas ( Price & Wilson,2006 ).
Ulkus pada Tn.S terdapat dikaki kanan bagian pedis yang
berukuran 10 cm X 5 cm X 0,5 cm, keadaan luka tampak memerah.
Berdasarkan hasil rontgen pedis terjadi destruksi tulang MTP pedis.
Tn.S menderita penyakit diabetes mellitus lebih kurang 6 tahun yang
lalu, ibu jari Tn.S juga terkena diabetes mellitus, begitu juga dengan
dua kakak perempuan dari Tn.S jadi dapat disimpulkan bahwa
penyakit diabetes mellitus cenderung diturunkan secara genetic dalam
keluarga ( Maulana,2009 ).

D. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditegakkan dari hasil pengkajian dan
analisis yang telah diurut sesuai prioritas dan bedasarkan hasil
pengkajian pada Tn.S dengan ulkus kaki diabetikum didapatkan
masalah keperawatan prioritas pertama yaitu kerusakan integritas
jaringan, hal ini dikarenakan adanya luka pada kaki kanan Tn.S yang
dialaminya sejak lebih kurang 6 bulan yang lalu yang tidak sembuh-
sembuh dan kaki kanan tampak edema.
Pada pasien diabetes mellitus memang berisiko untuk
terjadinya ulkus hal ini disebabkan oleh gangguan syaraf, kelainan
bentuk kaki, peningkatan tekanan/beban pada kaki, kelainan tulang-
tulang kaki, gangguan pembuluh darah, riwayat luka pada kaki,
kelainan pertumbuhan kuku, tingkat pendidikan dan lingkungan social,
dan pemakain sepatu yang yidak sesuai ( Darmowidjojo,2009 ).
Dua factor penting yang berperan dalam kejadian ulkus kaki
diabetikum antara lain gaya gesekkan dan gaya tekanan. Gaya
gesekkan terjadi akibat adanya sentuhan kulit dengan permukaan
benda seperti sepatu saat berjalan. Sedangkan tekanan terjadi akibat
proporsi berat badan, semakin tinggi berat badan maka tekanan yang
dihasilkan oleh kaki akan semakin tinggi pula. Hal ini ditambah
dengan kelainan-kelainan yang terdapat pada kaki diabetikum seperti
adanya kalus, bentuk kaki yang menonjol, tulang jari kaki atau kaki
yang miring sehingga akan memudahkan untuk terjadi sobekkan pada
permukaan kulit kaki. Tekanan dan gesekkan pada kulit akan merusak
integritas jaringan kulit yang awalnya lesi pra-ulkus ( perdarahan
dalam kalus, kulit melepuh, lecet dll ). Jika hal ini tidak disadari oleh
klien maka luka akan menjadi luas dan melebar sehingga sangat
beresiko untuk terjadinya infeksi sehingga harus diamputasi.

E. Intervensi dan Implementasi Keperawatan


Untuk mengatasi maslah pada pasien perlu disusun intervensi
dengan tujuan akan dicapai sesuai dengan kriteria hasil yang mengacu
pada nursing outcomes classification ( NOC ). Umunya rencana yang
ada pada asuhan keperawatan teoritis dapat diaplikasikan dan
diterapkan dalam rencana tindakan yang dapat dilaksanakan dengan
spesifik ( jelas dan khusus )measurable ( dapat diukur ) achievable (
dapat diterima ), rasional and timen ( ada kriteria waktu ) ( Nursalam
,2009 ).
Intervensi yang dilakukan pada Tn.S pada maslah kerusakan
intergritas jaringan salah satunya dengan melakukan perawatan luka.
Untuk melakukan perawatan luka saat ini banyak cara dan bahan yang
bisa digunakan seperti penelitian yang dilakukan oleh sulastri ( 2014 )
perawatan luka dengan menggunakan madu karena memiliki sifat
lembab dan miost yang sangat baik untuk penyembuhan luka, selain
itu madu juga memiliki sifat yang asam dan mengandung zat (
hydrogen peroxide ) yang berfungsi sebagai agen antimikroba
(Molan,2005 ).

Sedangkan intervensi yang dilakukan oleh penulis pada ulkus


kaki diabetikum yang dialami oleh Tn.S yaitu perawatan luka dengan
menggunakan + Dalethyne. +Daletyne berasal dari minyak zaitun (
olive oil )yang diozonisasi. Berdasarkan hasil pengujian yang
dilakukan unit layanan penguji fakultas farmasi universitas Airlangga
diperoleh penyusun senyawa + dalethyne yaitu asam lemak ( asam
lemakm oleat, asam lemak palmitat, asam lemak stearate, asam lemak
linoleat), minyak esensial ( golongan aldehyde ), iodine dan peroksida
( William.S,2017).
Fungsi asam lemak tidak jenuh mempunyai aktivitas anti
bakteri yang sangat baik terhadap bakteri MRSA, diantaranya
menghambat aktivitas enzim dalam sel bakteri, menghambat
pengambilan nutrisi oleh bakteri, pembentukan peroksidasi dan auto
oksidasi yang langsung berefek melisiskan sel bakteri.
Minyak esensial mempunyai aktivitas anti bakteri juga,
mekanisme yaitu berefek pada dinding sel dan struktur membrane
bakteri, perubahan omeostasis Ph didalam sel bakteri. Minyak esensial
sangat efektif untuik menghambat pembentukan biofilm oleh bakteri
MRSA melalui mekanisme quorum sensing yang menghambat
pembentukan sekresi molekul sinyal yang penying dalam
pembentukan biofilm ( Falaeiro et al,2013 ) secangkan iodine dan
peroksida merupakan antiseptic topical yang mempunyai efek
membunuh, menghambat, atau mengurangi jumlah bakteri pada luka
dan antiseptic ini mempunyai aktivitas anti mikroba spectrum luas.
Perawatan luka pada Tn.S dengan menggunakan +dalethyne
dilakukan dengan interval waktu 2-3 hari sekali, hal ini dilakukan agar
proses kerja dari + dalethyne lebih maksimal. Bentuk dari + dalethyne
ada dua macam yaitu cairan dan salep, dimana kandungan + dalethyne
yang berbentuk cair berfungsi sebagai pencuci luka, sedangkan yang
berbentuk salep sebagai penutup luka.
Adapun cara pakai + dalethyne cair yaitu:
a. Tuangkan + dalethyne cair pada luka
b. Diamkan hingga 30 menit, lalu bersihkan
c. Ulangi prosedur 1 dan 2 beberapa kali, hingga luka benar-
benar bersih dari kototran.
d. Bersihkan jaringan nekrotik
Sedangkan cara pakai salep +dalethyne yaitu:
a. Oleskan +dalethyne salep pada luka
b. Tutup luka dengan kasa yang diolesin salep +dalethyne
Pemakaian +dalethyne hanya diberikan pada luka kaki kanan
pedis, Tn.S sedangkan luka pada mata kaki masih digunakan cairan
nacl 0,9% karena luka pada mata kaki Tn.S masih mengeluarkan
darah.

F. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan yang didapatkan setelah dilakukan
perawatan luka selama 3 hari perawatan dari tanggal 11-14 januari
2019.
a. Ganti verban I (11 januari 2019)
Keadaan ulkus kaki diabetikum pada Tn.S sebelum diberikan
+dalethyne
1. Luka berukuran 10cm X 5 cm X 0,5
2. Jaringan kutis disekitar jari ke 5 Luka tampak memutih ,
luka pada punggung dan sisi lateral dan telapak kaki
tampak yang tampak akan menjadi nekrotis terutama pasa
sisi lateral
3. Kaki tampak edema
Gambar 4.1 hari pertama perawatan
b. Ganti verban kedua 13 Januari 2019
Setelah dilakukan perawatan luka dengan menggunakan
+dalethyne, keadaan luka:
1. Kulit disekitar luka tampak memutih ,nektotik dan
mengelupas
2. Pada luka lateral tampak pus
3. Luka berukuran 10cm X 5 cm X 0,5
4. Luka berwarna merah muda dan memutih
Gambar 4.2 Ganti verban ke 2 perawatan luka
GAMBAR
c. Ganti Verban ke tiga 14 Januari 2019
Keadaan luka setelah 3 kali GV dengan menggunkanan +
dalethyne :
1. Jaringan pada punggung kaki sisi lateral dan telapak
tampak kemerahan dan putih
2. Edema berkurang
3. Kedalaman luka bertambah 0,2 cm
4. Produksi pus berkurang
5. Ukuran luka 10cm X 0,5 cm C X 0,7cm
Gambar 4.3 Ganti perban ke 3 perawatan luka
Gambar
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Diebetes Mellitus merupakan gangguan metabolic yang ditandai oleh
tingginya kadar gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh
pangkreas,berkurangnya sensitivitas insulin,atau keduanya. Komplikasi Diabetes
Mellitus dapat terjadi baik itu pada tingkat makrovaskuler maupun
mikrovaskuler dapat berupa kelainan pada retina mata,glomerulus ginjal,saraf
dan otot jantung, sedangkan kompliksi makrovaskuler berupa terganggunya
peredaran darah cerebral ,jantung,dan pembuluh drah pada tungkai tidak adekuat
yang berakibat terjadinya masalah-masalah pada kaki penderita diabetes.
Setelah melakukan asuhan keperawtan pada klien dengan ulkus kaki
diabetikum diruang Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher Jambi selama 3 hari
disimpulkan sebagai berikut:
a. Pada saat pengkajian didapatkan data pada klien adanya luka pada kaki
kanan bagian pedis dengan ukuran 10cm x 5cm x 0,5cm selain itu juga klien
mengeluh mual,serta klien tidak mengetahui apa itu penyakit diabetes
mellitus.
b. Diagnosa keperawatan yang diangkat pada klien adalah kerusakan integritas
jaringan,mual dan kurangnya pengetahuan.
c. Intervensi yang dialkukan terhadap klien meliputi perawatan luka,melakukan
manajemen mual dan memberikan informasi terkait penyakit klien.
d. Evidence Base Practice yang telah diaplikasikan yaitu perawatan luka
menggunakan + Dalethyne pada ulkus kaki diabetikum.
e. Setelah dilakukan implementasi selama 3 hari didapatkan evaluasi yaitu
teratasi mual yang dirasakan klien,bertamabah informasi tetang penyakit
diabetes mellitus bagi klien dan adanya kemajuan pada luka pada kaki kanan
klien,dimana luka tersebut mengecil dalam waktu 3 hari.

B. SARAN
1. Bagi Rumah sakit
Saran untuk RS selaku pemberi pelayanan kesehatan dapat
mengimplementasikan hasil penelitian ini di ruang rawat. Serta rumah
sakit dapat memberikan perawatan holistic dengan memberikan
Pendidikan kesehatan kepada klien sesuai dengan kebutuhan.
2. Bagi Profesi Keperawatan
Dijadikan sebagai salah satu bahan bacaan dalam upaya untuk
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada pasien dengan ulkus
kaki diabetikum.
DAFTAR PUSTAKA

Ari Andriani.Dkk.(2015).Efektifitas Minyak Zaitun untuk pencegahan kerusakan


Kulit pada Pasien Kusta

http://media.neliti.com/.../97138-ID-efektifitas-minyak-zaitun-untuk
pencegahan pdf diunduh 8 januari 2019

Badan Pusat Statistik Nasional. (2013). Proyeksi Pemduduk Indonesia 2010-2035

http://www.bappenas.go.id/filees/5413/9148/4109/Proyeksi_Penduduk_in
donesia_2010-2035.pdf diunduh pada 8 Januari 2019

Chadwick, P.Edmonds M.McCardle, J . & Armstrong, D.(20130. Internasional best


practice guidelines:wound management in diabetic foot ulcers. Wound
international,2013 www.woundsinternational.com

Darmowidjojo et al(2009). Hidup sehat dengan diabeteas :panduan bagi penyandang


diabetes, keluarga dan petugas kesehatan. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Goldenberg, R. & Puntakee,Z. Definition classification and diagnosis of diabetes,


prediabetes, and metabolic disorder syndrome. Canadian journal of
diabetes 37 (2013) S8-S11

Kaku, K. (2010) Pathophysiology of type 2 diabetes and its treatment policy. Japan
Medical Association of Journal 53 (1) :41-46. 2010

Lipsky, B.A et al. (2012) infectious diseases society of America clinical practice
guideline for the diagnosis and treatment of diabetic foot infections. IDSA
Guideline for diabetic foot infection.CID 2012:54

Potter dan Perry. (2008).Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta.EGC


Price,S.A. & Wilson,L.M.C (2006).Patofisiologi.Edisi II .Jakrta.EGC

Singh, S., Pai, D.R & Yuhhui, C.(2013). Diabetic foot ulcer-Diagnosis and
management. Clinical research on foot & ankle 1: 120.

Sumpio, B. E., Schroeder, S.M & Blume, P.A. (2005). Etiologi and management of
foot ulceration dalam The wound management manual oleh Bok Y lee.
Singapura: The McGraw-Hill Companies.

Smeltzer,S.C. Bare,B.G.(2009).Text Book of Medical-surgical Nursing.Edisi


II,Volume 2.Philadelphia. Include live advis student online tutoring

Soegondo,dkk.2009.Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakrata :Balai


Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

UU RI No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pasal 1

http://www.depkes.go.id/downloads/UU_No36_Th_2009_ttg_Kesehatan.
pdf.diunduh tanggal 9 Januari 2019

Waode.Fifin.Dkk.(2017).Pengaruh pemberian+Dalethyne Terhadap Jumlah Ekspresi


IL-Iβ pada tikus yang diinfeksiP.aeruginosa . https://e.journal
.unair.ac.id/BIOPASCA/ article/view/4043 .Diunduh tanggal 8 Januari
2019

William.S.(2017).Potensi +Dilethyene Terhadap Epitelisasi Luka Pada Kulit tikus


yang diifeksi Bakteri MRSA.Diunduh 8 Januari2019 https://e-
journal.unair.ac.id./ BIOPASCA/article/view /4042

Anda mungkin juga menyukai